Pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
THE INFLUENCE OF SELF-ESTEEM AND SOCIAL ANXIETY ON VICTIM OF BULLYING ADOLESCENTS IN PALANGKARAYA, CENTRAL
BORNEO Okta Viarae Tirsae
ABSTRACK
This study aimed to explain the influence of self-esteem on social anxiety among victims of bullying adolescents. The hypothesis said there was negative influence of self-esteem on social anxiety. The subjects for this study were 143 victim of bullying adolescents in Palangkaraya, Central Borneo. The purposive sampling technique was employed. Data were collected using the scales of self-esteem and social anxiety. Data were analyized using the simple linear regression analysis. Result shows the regression value of R = 0, 074, p = 0,001. There is a negative influence of self-esteem on social anxiety among victim of bullying adolescents in Palangkaraya, Central Borneo.
(2)
PENGARUH HARGA DIRI TERHADAP KECEMASAN SOSIAL PADA REMAJA KORBAN BULLYING DI PALANGKARAYA, KALIMANTAN
TENGAH Okta Viarae Tirsae
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga diri dengan kecemasan sosial pada remaja korban bullying. Hipotesis adalah pengaruh negatif harga diri terhadap kecemasan sosial. Subjek adalah 143 remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan skala harga diri dan skala kecemasan sosial dengan menyebarkan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan diperoleh nilai (R = 0, 074, p = 0,001). Hal ini menunjukkan ada pengaruh negatif harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
(3)
PENGARUH HARGA DIRI TERHADAP KECEMASAN SOSIAL
PADA REMAJA KORBAN BULLYING DI PALANGKARAYA,
KALIMANTAN TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh : Okta Viarae Tirsae
119114053
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2016
(4)
(5)
(6)
HALAMAN MOTTO
Yang hatinya teguh, Kau jagai dengan damai sejahtera, sebab kepadaMulah ia percaya
-Yesaya 26 : 3-
“Iman mengalahkan kecemasan”
Kecemasan membuat kita melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, Kecemasan membuat kita menjadi lumpuh sebelum kita akhirnya
benar-benar jatuh,
Kecemasan menimbulkan berbagai masalah dimana kedamaian Seharusnya justru berada,
Percaya dan bergantunglah kepada Allah untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang akan mengakhiri kecemasanmu.
(7)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada,
Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan membimbingku, Kedua orang tuaku,
Kakak laki-lakiku, Kakak perempuanku,
Sahabat-sahabat terbaik dalam hidupku Remaja yang menjadi korban bullying
(8)
(9)
(10)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa di surga karena atas penyertaanNya dan belas kasihNya-lah yang kuat sehingga penulis dapat menyelesaikan skkripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari ada banyak pihak yang telah berkontirbusi besar hingga skripsi ini dapat selesai. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M. Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M. Si, Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dahrma
3. Ibu Debri Pristinella M.Si, Dosen pembimbing akademik dan Dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing saya selama mennjalani perkuliahan di Fakultas Psikologi Sanata Dharma dan dengan sangat sabar membimbing penulis. Ibu juga banyak memberikan ilmu pengetahuan dan saran bagi penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini.
4. Semua Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma yang telah membagikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis.
5. Mas Muji, Mas Gandung, Mas Doni, Bu Nanik, dan Pak Gie yang dengan kerendahan hati dan keramahan membantu penulisan selama di Fakultas Psikologi
6. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palangkaraya, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
7. Kedua orang tuaku, Drs. Hendrik Donal Tumon dan Ruth Aristha. S.Pd. yang sangat aku kasihi dan kusayangi. Tidak cukup rasa terima kasihku untuk membalas segala yang telah kalian berikan selama aku hidup. Sekali lagi, terima kasih karena telah mencintai aku.
(11)
(12)
PENGARUH HARGA DIRI TERHADAP KECEMASAN SOSIAL PADA REMAJA KORBAN BULLYING DI PALANGKARAYA, KALIMANTAN
TENGAH
Okta Viarae Tirsae
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh harga diri dengan kecemasan sosial pada remaja korban bullying. Hipotesis adalah pengaruh negatif harga diri terhadap kecemasan sosial. Subjek adalah 143 remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan skala harga diri dan skala
kecemasan sosial dengan menyebarkan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan diperoleh nilai (R = 0, 074, p = 0,001). Hal ini menunjukkan ada pengaruh negatif harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
(13)
THE INFLUENCE OF SELF-ESTEEM AND SOCIAL ANXIETY ON VICTIM OF BULLYING ADOLESCENTS IN PALANGKARAYA, CENTRAL BORNEO
Okta Viarae Tirsae
ABSTRACK
This study aimed to explain the influence of self-esteem on social anxiety among victims of bullying adolescents. The hypothesis said there was negative influence of self-esteem on social anxiety. The subjects for this study were 143 victim of bullying adolescents in Palangkaraya, Central Borneo. The purposive sampling technique was employed. Data were collected using the scales of self-esteem and social anxiety. Data were analyized using the simple linear regression analysis. Result shows the regression value of R = 0, 074, p = 0,001. There is a negative influence of self-esteem on social anxiety among victim of bullying adolescents in Palangkaraya, Central Borneo.
(14)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
a. Manfaat Teoritis ... 8
b. Manfaat Praktis ... 9
BAB II : LANDASAN TEORI ... 9
A. Harga Diri ... 9
1. Pengertian Harga diri ... 9
2. Aspek-aspek dalam Harga Diri ... 10
(15)
4. Tingkat Harga Diri ... 12
B. Kecemasan sosial (Social Anxiety) ... 13
1. Pengertian Kecemasan ... 13
2. Pengertian Kecemasan Sosial ... 14
3. Gejala-gejala Kecemasan Sosial ... 15
4. Penyebab Kecemasan Sosial ... 16
5. Aspek-aspek Kecemasan Sosial ... 18
C. Remaja ... 20
1. Pengertian Remaja ... 20
2. Perkembangan Psikososial Pada Remaja ... 21
D. Bullying ... 22
1. Pengertian Bullying... 22
2. Jenis-jenis Bullying ... 23
3. Remaja korban Bullying ... 24
E. Hubungan Harga Diri dengan Kecemasan Sosial ... 24
F. Bagan (kerangka berpikir) ... 28
G. Hipotesis ... 29
BAB III : METODE PENELITIAN ... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Variabel Penelitian ... 30
1. Variabel Bebas ... 30
2. Variabel Tergantung ... 30
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30
1. Kecemasan Sosial ... 30
2. Harga Diri ... 31
D. Deskripsi Subjek ... 31
1. Populasi ... 31
2. Sampel ... 32
(16)
E. Instrumen Penelitian ... 33
1. Skala Kecemasan Sosial ... 33
2. Skala Harga Diri ... 33
3. Cara Pemberian Skor... 38
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 39
1. Validitas ... 39
2. Reliabilitas ... 40
3. Seleksi Aitem ... 41
4. Teknik Analisis Data ... 41
a. Uji Normalitas ... 41
b. Uji Linearitas ... 42
5. Pengujian Hipotesis ... 42
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Pelaksanaan Penelitian ... 43
B. Deskripsi Subjek dan Data Demografis Subjek ... 43
C. Deskripsi Data Penelitian ... 49
D. Analisis Data Penelitian... 50
1. Uji Asumsi ... 50
2. Uji Hipotesis ... 51
E. Pembahasan ... 54
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 57
C. Keterbatasan Penelitian ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
(17)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Blueprint Skala Kecemasan Sosial Sebelum Uji Coba ... 34
Tabel 2 : Hasil blue print kecemasan sosial setelah try out ... 35
Tabel 3 : Skala Kecemasan Sosial ... 36
Tabel 4 : Blueprint Skala Harga Diri Sebelum Uji Coba ... 37
Tabel 5 : Hasil blue print harga diri setelah try out ... 37
Tabel 6 : Skala Harga Diri ... 38
Tabel 7 : Cara Pemberian Skor ... 39
Tabel 8 : Reliabilitas skala kecemasan sosial sebelum uji coba ... 40
Tabel 9 : Reliabilitas skala keemasan sosial setelah uji coba ... 40
Tabel 10 : Reliabilitas skala harga diri sebelum uji coba... 41
Tabel 11 : Reliabilitas skala harga diri setelah uji coba ... 41
Tabel 12 : Deskripsi Data Sekolah ... 44
Tabel 13 : Tingkat Bullying... 45
Tabel 14 : Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 46
Tabel 15 : Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47
Tabel 16 : Deskripsi Perbedaan Jenis Kelamin ... 47
Tabel 17 : Data Penelitian ... 49
Tabel 18 : Hasil Uji Normalitas ... 50
Tabel 19 : Hasil Uji Linearitas ... 51
Tabel 20 : Hasil Uji Hipotesis ... 52
Tabel 21 : Hail Uji Anova ... 53
(18)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Skala Uji Coba Harga Diri dan Kecemasan Sosial ... 63
Lampiran 2 : Reliabilitas Skala Harga Diri dan Kecemasan Sosial ... 78
Lampiran 3 : Skala Penelitian ... 89
Lampiran 4 : Hasil Penelitian ... 98
(19)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Steinberg (2002) mengatakan bahwa fase remaja berkisar pada usia 13-22 tahun. Batubara (2010) menyatakan remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis, maupun sosial (Batubara, 2010). Pada ruang lingkup sosial, remaja dituntut untuk bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan selalu memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Gerungan (2009) menegaskan bahwa interaksi sosial dapat terjadi apabila individu mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan. Interaksi sosial adalah hubungan individu satu dengan yang lain, di mana individu tersebut memengaruhi satu sama lain (Walgito, 1978).
Nurihsan dan Agustin (2011) mengatakan bahwa tantangan tersulit bagi remaja adalah interaksi dan penyesuaian diri dengan pengaruh kelompok sebaya yang meningkat, perubahan perilaku sosial, pengelompokkan sosial dan nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, dukungan, penolakan sosial, dan seleksi pemimpin. Masalah yang kemudian seringkali muncul berkaitan dengan interaksi dalam lingkungan sosial adalah mencari teman sebaya. Remaja yang ingin menjadi anggota
(20)
suatu kelompok, harus mengikuti beberapa aturan. Dalam mengikuti aturan kelompok, remaja di haruskan merokok, menyerahkan uang saku, memukuli orang lain. Jika menolak mengikuti aturan kelompok, maka remaja tersebut menjadi korban.
Tindakan tidak menyenangkan inilah yang disebut dengan tindakan bullying. Hasil survei yang dilakukan pada 4800 remaja di sekolah dan perguruan tinggi di UK, menyatakan bahwa remaja yang berkisar pada usia 13-20 tahun terlibat dengan kasus
bullying (The Annual Bullying Survey [TABS], 2015). Hasil survei mengenai
gambaran bullying di sekolah menyatakan bahwa Yogyakarta mencatat angka
tertinggi mengenai kasus „Bullying‟ yaitu dengan hasil sebesar 70,65 % bahwa kasus
Bullying terjadi di SMP dan SMA di Yogyakarta dibandingkan kota Jakarta dan
Surabaya. Juwita, seorang Psikolog Universitas Indonesia, mengatakan, tingginya kasus bullying di Yogyakarta belum diketahui penyebabnya (Lin, 2008).
Tingkat keseringan kasus bullying di Indonesia memberikan dampak negatif bagi korban. Pada kasus tato Hello Kitty di Yogyakarta, 9 siswi SMA di Yogyakarta tega menganiaya teman sendiri karena memiliki tato yang sama (Mahmud, 2015). Ibu korban, Menik Pardiyem mengungkapkan bahwa putrinya tidak ingin pergi ke sekolah dan hanya berdiam diri di rumah. Ibu korban mengatakan “Keluar rumah saja tidak berani, hanya menonton televisi atau ke kamar”. Siswi kelas 2 SMA
tersebut enggan untuk bertemu dengan teman-temannya kecuali teman akrab dan keluarganya saja (Suryani, 2015).
Contoh kedua pada kasus Nadhira Fajriani Ramadhan (14 tahun) yang menghilang selama enam hari karena diolok-olok di sekolah sebelumnya. Nadhira
(21)
adalah siswi kelas tiga SMP di Al-Jannah dan mulai masuk sekolah baru tersebut pada bulan Januari 2015. Koordinator Humas Al-Jannah Yossi Srianita, Senin, (16/3/2015) mengatakan, "Nadhira tidak di-bully selama di SMP Al-Jannah. Bullying terjadi di sekolah sebelumnya," (Putera, 2015). Nadhira melarikan
diri dari rumah karena merasa stress dan diperlakukan buruk oleh teman-teman di sekolah. Nadhira mengatakan, "Saya stress karena di-bully teman-teman,", di Polsek Metro Taman Sari, Jumat lalu, (Tamaela, 2015).
Andina (2014) mengatakan bahwa dampak bullying tidak selalu langsung terlihat. Dampak tersebut terakumulasi beberapa tahun mendatang dengan menunjukkan gejala memburuknya kesehatan mental anak. Korban yang di-bully cenderung menampakan respon negatif, sulit untuk memercayai orang lain, kurang asertif, agresi, sulit mengontrol amarah, rendah diri, isolasi dan merasa cemas.
Oort et al (2011) menyatakan bahwa hasil penelitian yang dilakukan pada 2, 220 remaja laki-laki dan perempuan yang mengalami gejala kecemasan menemukan faktor seperti penolakan dari orang tua adalah indikator kecemasan pada masa remaja awal, sedangkan faktor-faktor lain seperti penganiayaan dari teman sebaya adalah indikator kecemasan pada jangka panjang.
Merasa cemas pada situasi tertentu merupakan sesuatu yang wajar, tetapi apabila kecemasan tersebut menjadi parah dan menyebabkan gejala-gejala kecemasan muncul di kehidupan sehari-hari maka individu disebut mengalami gangguan kecemasan sosial (LaFarr, 2010). Kecemasan sosial menurut Dayakisni dan Hudainah (2009) adalah perasaan tidak nyaman akan kehadiran orang lain, yang selalu disertai
(22)
perasaan malu yang ditandai dengan kejanggalan atau kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari situasi sosial. Oort et al (2011) mengatakan bahwa faktor penyebab kecemasan sosial karena adanya pengalaman traumatis seperti penganiayaan, intimidasi, dan ancaman dari teman sebaya, sehingga peneliti berasumsi bahwa penganiayaan, intimidasi, dan ancaman dari teman sebaya merupakan tindakan bullying yang memicu kecemasan sosial pada remaja korban
bullying.
Penelitian Raj dan Yen (2009) pada remaja di Pulau Penang, Malaysia menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara tingkat harga diri dengan kecemasan sosial. Penelitian Ndoily dkk (2013) tentang hubungan antara harga diri dan kecemasan sosial pada remaja perempuan korban bullying di SMA “X”, memiliki hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara harga diri dengan kecemasan sosial. Hal ini
disebabkan karena subjek penelitian belum benar-benar mengungkapkan penilaian
terhadap harga diri mereka sendiri. Tetapi saat diberikan skala kecemasan sosial, subjek nampak memiliki kecemasan sosial yang berada pada kategori sedang. Penelitian Liaqat dan Akram (2014) tentang hubungan antara harga diri dan kecemasan sosial pada remaja akhir dengan cacat fisik di sekolah berkebutuhan khusus, Punjab Selatan, menunjukkan hasil bahwa semakin rendah level harga diri, maka kecemasan sosialnya tinggi, begitu pula sebaliknya.
Penelitian Storch, Masia, Crisp, dan Klein (2005) pada 144 remaja, menyatakan bahwa remaja yang cemas secara sosial kurang memiliki persahabatan yang positif dan dukungan dari persahabatan yang telah ada. Interaksi yang mengancam antara
(23)
teman sebaya menyebabkan remaja menghindari interaksi sosial dan mungkin memperkuat evaluasi diri yang negatif.
Taylor, Peplau, dan Sears (2009) menegaskan bahwa hasil evaluasi terhadap diri kita sendiri merupakan salah satu bagian dari harga diri, sehingga apabila dihubungkan dengan kasus bullying, Myers (2012) mengatakan pada saat individu dengan harga diri rendah merasa terancam, seringkali mengambil sudut pandang negatif pada semua hal. Individu dengan harga diri rendah kemungkinan mengalami kesulitan menjalani interaksi sosial yang memicu kecemasan sosial. Oleh sebab itu, peneliti menduga bahwa harga diri kemungkinan memengaruhi dan menyebabkan timbulnya kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
Penelitian oleh Ahmad, Bano, Ahmad, dan Khanam (2013) tentang seberapa besar harga diri memengaruhi dan memicu terjadinya kecemasan pada 210 remaja. Hasil penelitian di analisis dengan regresi linier sederhana yang memiliki hasil bahwa harga diri berpengaruh dan menjadi faktor munculnya kecemasan sosial [R² = 0,175, F (1, 208) = 44,149, p <. 001)] pada remaja. Maka, peneliti mengambil topik harga diri sebagai variabel bebas yang dalam pengaruhnya pada kecemasan sosial sebagai variabel tergantung dalam penelitian ini.
Leary (1983) mengungkapkan bahwa kecemasan sosial pada akhirnya dapat memengaruhi harga diri seseorang. Beberapa hasil pemaparan penelitian tentang kecemasan sosial menyatakan bahwa ada keterkaitan antara kecemasan sosial dengan harga diri. Leary (1983) menegaskan bahwa secara berkesinambungan, harga diri rendah diasosiasikan dengan keyakinan individu yang tidak mampu menilai orang
(24)
lain secara positif. Individu dengan harga diri rendah cenderung meragukan kemampuannya dan berkeyakinan bahwa orang lain meragukan kemampuannya.
Dayakisni dan Hudaniah (2009) menyatakan bahwa kecenderungan seseorang untuk menilai dirinya sendiri ini berkaitan dengan tingkat harga diri. Mujiyati (2015) mengatakan bahwa siswa yang mendapatkan perlakuan negatif secara berulang-ulang memunculkan penilaian diri yang rendah terhadap diri sendiri maupun orang lain, hal ini menyebabkan siswa menarik diri dari lingkungan sosial.
Hasil penelitian tingkat harga diri oleh Jamir, devi, Lenin, dan Roshan (2014) pada remaja SMP dan SMA di India menunjukkan bahwa bullying menyebabkan harag diri rendah dan depresi. Penelitian oleh Khairiah, Muhdi & Budiono (2012) menyatakan harga diri rendah berkorelasi positif pada perilaku bullying, karena korban memiliki harga diri rendah dan memiliki sifat lebih ke arah pasif.
Penelitian Septrina, Liow, Sulistiyawati dan Andriani (2009) pada remaja korban
bullying di SMP dan SMA menunjukkan bahwa harga diri berkorelasi dengan
bullying, di mana korban memiliki harga diri tinggi. Penelitian Liow (2009)
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan harga diri dan bullying pada remaja korban bullying. Hasil penelitian Seixas, Coelcho dan Nicholas (2013) pada remaja SMA dan SMP di Lisbon menunjukkan hasil yang bertentangan, di mana korban
bullying kesamaan dengan pelaku bullying, yaitu memiliki harga diri yang tinggi.
Kelima penelitian di atas menyadarkan bahwa perbedaan tingkat harga diri disebabkan oleh respon remaja korban bullying yang berbeda saat menghadapi kasus
(25)
menanggulangi tindakan bullying dengan baik, begitu pula sebaliknya. Hasil perbedaan penelitian inilah menjadi salah satu dasar peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
Kasus bullying di Kalimantan dianggap sebagai bahan candaan, sehingga tidak menyadari dampak yang diakibatkan bagi korban. Berdasarkan hasil wawancara awal pengetahuan tentang bullying yang dilakukan peneliti kepada dua siswa SMAN (X) dan dua siswa SMPN (X), Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menunjukkan hasil bahwa bullying dianggap sebagai bahan candaan, karena pelaku yang mem-bully beranggapan bahwa hal tersebut sebagai hiburan semata. Menurut para siswa dari masing-masing sekolah tersebut mengatakan bahwa pihak sekolah mengetahui adanya kasus bullying, namun karena dalam keseharian sekolah telah menjadi hal yang biasa, maka tidak terlalu ditanggapi dengan serius (Amiani, Theresia & dkk, komunikasi pribadi, 17-20 April 2015).
Uraian di atas memperlihatkan bahwa tingginya kasus bullying menimbulkan berbagai konsekuensi negatif seperti tingkat harga diri dapat memengaruhi dan menimbulkan kecemasan sosial pada remaja, oleh sebab itu penelitian tentang
“Pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah” penting untuk dilakukan.
B. Rumusan masalah :
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : Apakah terdapat pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban
(26)
C. Tujuan penelitian :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying di Palangakaraya, Kalimantan Tengah”.
D. Manfaat Penelitian : a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi di bidang psikologi khususnya yang berkaitan dengan psikologi remaja dan psikologi sosial.
b. Manfaat praktis :
Hasil penelitian ini diharapkan :
1. Bagi remaja, memberikan gambaran jelas mengenai pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying, sehingga remaja dapat menggunakan informasi tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam perilakunya sehari-hari saat berada di sekolah. 2. Bagi orang tua, mengetahui tingkat harga diri dan kecemasan sosial
pada remaja korban bullying.
3. Bagi pihak sekolah seperti kepala sekolah dan guru, membantu memberikan informasi tentang tingkat harga diri dan kecemasan sosial pada remaja korban bullying, agar dapat meminimalisirkan tindakan
(27)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Harga Diri
1. Pengertian Harga Diri
Coopersmith (1967) mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi diri yang dibuat oleh individu mengenai dirinya sendiri. Evaluasi tersebut diekspresikan dengan sikap setuju atau tidak setuju terhadap suatu penilaian atau pendapat, tingkat keyakinan individu terhadap dirinya sendiri sebagai orang yang mampu, penting, dan merasa apakah dirinya berharga atau tidak. Selain itu, Steinberg (2002) mengatakan bahwa harga diri secara umum cenderung dapat membuat seseorang menjadi lebih stabil sesuai dengan usianya.
Taylor, Peplau, dan Sears (2009) mengatakan bahwa self-esteem (penghargaan diri) merupakan hasil evaluasi tentang diri kita sendiri, artinya, kita tidak hanya menilai seperti apa diri kita kita tetapi juga menilai kualitas-kualitas diri kita.
Dari beberapa definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian yang dilakukan terhadap dirinya sendiri yang dihubungkan relasi dengan orang lain dan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai seseorang yang berharga, berarti, dan memiliki kemampuan.
(28)
2. Aspek – Aspek dalam Harga Diri
Coopersmith (dalam Trisakti dan Astuti, 2014), harga diri memiliki empat aspek, yaitu :
1. Keberartian (Significance)
Keberartian menyangkut seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berharga, adanya penerimaan, kepedulian, dan rasa kasih sayang yang diterima individu dari orang lain. Hal ini merupakan bentuk atau suatu ekspresi dari penghargaan dan ketertarikan atau kesukaan orang lain, dan dari rasa penghargaan serta ketertarikan tersebut secara umum dikategorikan dengan istilah penerimaan dan popularitas, dan kebalikannya adalah penolakan serta isolasi.
2. Kekuatan (power)
Kemampuan individu untuk dapat mempengaruhi dan mengontrol tingkah laku dirinya dan orang lain yang ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat, serta penghargaan yang diterima atau pendapat dan kebenaran yang diterima individu dari orang lain
3. Kemampuan (Competence)
Tingkat kemampuan pelaksanaan tugas yang cukup bervariasi dan cara individu mampu mengambil keputusan dengan baik. Hal ini ditandai dengan keberhasilan individu dalam mengerjakan berbagai tugas dengan baik yang untuk setiap tingkat dan kelompok usia tertentu.
(29)
4. Kebajikan (Virtue)
Kepatuhan individu dalam mengikuti prinsip, etika, moral dan agama. Hal tersebut ditandai dengan kepatuhan individu dan sikap diri yang positif dalam menjauhi tingkah laku yang tidak baik untuk menuju keberhasilan. 3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Harga Diri
Wirawan dan Widiastuti (dalam Sari, 2009) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri adalah, sebaga berikut :
1. Faktor fisik
Steinberg (2002) menyatakan tidak sedikit remaja yang selalu memiliki pemikiran bahwa fisik menentukan harga diri mereka. Hal ini mungkin karena harga diri dan fisik memiliki keterkaitan dengan penerimaan teman sebaya di lingkungan sosial, seperti ciri fisik dan penampilan wajah. Beberapa individu memiliki harga diri tinggi saat memiliki wajah yang menarik, Wirawan dan Widyastuti (dalam Sari, 2009 : 4).
2. Faktor Psikologis
Nurihsan dan Agustin (2011) menegaskan bahwa kondisi psikologis meliputi pengalaman dan proses belajar. Sebagai contoh, kepuasan kerja dan menjalin relasi dengan orang lain, Wirawan dan Widyastuti (dalam Sari, 2009 : 4).
3. Faktor Lingkungan sosial
Lingkungan sosial biasanya dilihat pada lingkungan rumah, keluarga, sekolah, dan masyarakat (Nurihsan dan Agustin, 2011). Wirawan dan
(30)
Widyastuti, 2009) memberikan contoh, orang tua yang menerima kemampuan anak, maka anak tersebut menerima dirinya sendiri. Sebaliknya, bila orang tua tidak menerima kekurangan anak, maka anak merasa tidak dihargai, disayangi dan memiliki harga diri rendah.
4. Tingkat Harga Diri
Tingkat harga diri yang dimiliki setiap orang berbeda beda, oleh karena itu Coopersmith (dalam Pambudhi, Suroso, dan Meiyuntariningsih, 2015) membedakannya menjadi dua golongan, yaitu harga diri tinggi dan harga diri rendah yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Individu dengan Harga Diri Tinggi (High Self Esteem)
Individu yang memiliki harga diri tinggi lebih aktif dan dapat mengekpresikan diri dengan baik, dapat menjalin relasi dengan orang lain dan dapat menerima kritik dan saran dari orang lain dengan baik. Individu dengan harga diri tinggi tidak berfokus kepada dirinya sendiri, memiliki kualitas diri yang tinggi, tidak terpengaruh terhadap penilaian orang lain sehingga tingkat kecemasannya lebih rendah dan memiliki pertahanan diri yang kuat dan seimbang.
Menurut Kernis (2006), ketika individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi feedback yang negatif dari orang lain, maka individu tersebut akan menjaga evaluasi diri yang dimilikinya dan membuang perasaan tidak berharga dalam dirinya tersebut.
(31)
2. Harga Diri yang Rendah (Low self-esteem)
Individu dengan harga diri rendah memiliki perasaan ditolak, takut gagal dalam menjalin relasi dengan orang lain, mudah putus asa, merasa tidak diperhatikan dan merasa diasingkan. Selain itu, Individu dengan harga diri rendah cenderung kurang dapat mengekspresikan diri, kaku dan secara pasif mengikuti lingkungan. Heatherton dan Wyland (2003) mengatakan bahwa individu yang memiliki harga diri yang rendah saat berada dalam ruang lingkup sosial, seringkali akan mengalami kecemasan sosial. Individu tersebut cenderung memiliki perhatian yang besar tehadap gambaran diri dan selalu khawatir terhadap pandangan orang lain terhadapnya. Nevid, Rathus, dan Greene (2003) mengatakan bahwa kecemasan sosial adalah ketakutan berlebihan terhadap evaluasi negatif dari orang lain.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa tingkatan harga diri memengaruhi seseorang. Tingkat harga diri dibagi menjadi dua bagian, yaitu harga diri tinggi dan harga diri rendah.
B. Kecemasan Sosial (Social Anxiety) 1. Pengertian kecemasan
Freud (1932 dalam Alwisol, 2010) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu terhadap bahaya atau ancaman sehingga individu mampu menyiapkan reaksi adaptif yang sesuai untuk ancaman tersebut.
(32)
2. Pengertian Kecemasan Sosial
American Psychiatric Association (2013) mengartikan kecemasan sosial sebagai proses yang ditandai dengan ketakutan dan lebih berhati-hati dengan orang-orang di sekitarnya. Hal ini senada dengan Davidson, Neale, dan Kring (2006) menyatakan bahwa kecemasan sosial adalah ketakutan menetap dan tidak rasional yang berkaitan dengan keberadaan orang lain. Selain itu, menurut Dayakisni dan Hudaniah (2009) kecemasan sosial adalah perasaan tidak nyaman dengan kehadiran orang lain, yang selalu disertai oleh perasaan malu yang ditandai dengan kejanggalan atau kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial.
La Greca dan Lopez (1998) mengungkapkan bahwa kecemasan sosial adalah ketakutan yang menetap terhadap situasi sosial dan menghadapi evaluasi dari orang lain, diamati, takut dipermalukan dan dihina. Selain itu, Schelenker dan Leary (1983 dalam Leary, 1983) bahwa kecemasan sosial adalah kecemasan yang menghasilkan kemungkinan mengevaluasi secara interpersonal pada situasi yang nyata disekitar individu atau mengevaluasi melalui imajinasi dalam situasi sosial.
Beberapa pengertian tentang kecemasan sosial di atas menyimpulkan bahwa kecemasan sosial adalah kecemasan saat berada dalam situasi sosial seperti merasa cemas dan takut dinilai negatif oleh orang lain dan cemas pada saat melakukan interaksi sosial, seperti diskusi kelompok, wawancara, dan melakukan presentasi di depan publik.
(33)
3. Gejala-gejala Kecemasan Sosial
Davidson, Neale, dan Kring (2006) menyatakan bahwa kecemasan sosial muncul pada saat masa remaja, yaitu saat kesadaran sosial dan interaksi dengan orang lain menjadi sangat penting dalam kehidupan masa remaja. Hofmann dan Dibartolo (2010) menyatakan bahwa kecemasan sosial memiliki gejala sebagai berikut :
1. Gejala kognitif, ditandai evaluasi negatif, percakapan internal yang negatif. Individu merasa terancam pikirkan orang lain mengenai dirinya. Kecemasan sosial secara khas dengan cepat merespon secara negatif yang sebenarnya tidak terjadi.
2. Gejala perilaku, ditandai dengan ketakutan dalam situasi sosial, mereka evaluasi secara negatif dan perilaku menghindar.
3. Gejala fisik pada ditandai dengan pipi memerah, otot mengencang, dan berkeringat. Individu dengan kecemasan sosial terlalu tinggi dalam menaksir kecemasannya. Individu merasa bahwa orang lain memandang secara negatif dan berfokus pada gejala yang dihadapi sehingga menimbulkan evaluasi negatif mengenai orang lain (Hotmann dan Dibartolo, 2010 : 400).
Uraian di atas menyimpulkan bahwa gejala-gejala kecemasan sosial adalah, 1) kecemasan pada saat individu berada dalam situasi sosial. 2) individu merasa takut ketika dirinya atau orang lain memperlihatkan gejala kecemasan.
(34)
4. Penyebab kecemasan sosial
Penyebab kecemasan sosial adalah sebagai berikut (Leary, 1983): 1. Orang yang Tidak Dikenal (Strangers)
Strangers adalah seseorang yang memiliki sedikit informasi tentang
dirinya untuk diketahui oleh orang lain. Selain itu, mereka memiliki pengaruh yang kuat untuk memicu seseorang mengalami kecemasan sosial. Hasil survey yang dilakukan oleh Zimbardo (1977) dalam Leary (1983), bahwa individu dengan jelas menampakkan rasa malu pada orang-orang yang tidak dikenal dalam situasi sosial, dikarenakan strangers membuat mereka malu. Namun menjadi lebih parah apabila individu tersebut terus merasa malu dan cemas meskipun ia sudah mengenal orang tersebut.
2. Evaluasi Diri (Self-Evaluation)
Leary (1983) mengatakan evaluasi adalah salah satu faktor dari dalam diri maupun dari lingkungan sekitar yang memicu kecemasan sosial. Individu yang mengalami kecemasan sosial cenderung untuk membandingkan dirinya dengan orang lain. Sebagai contoh, individu dengan kecemasan sosial memiliki keyakinan bahwa dirinya merasa kurang memiliki kemampuan saat menjalin hubungan sosial (Dayakisni dan Hudainah, 2009).
(35)
3. Pengalaman masa lalu (Past experiences)
Setiap orang pasti mempunyai pengalaman masa lalu dan ingatan seseorang pada kejadian di masa lalu membawa pengaruh yang kuat terhadap apa yang akan terjadi di masa depan (Leary, 1983). Pengalaman masa lalu dihubungkan dengan lingkungan. APA (2013) menyatakan lingkungan meningkatkan kecemasan sosial karena adanya peran kausatif, sebagai contoh, akibat penganiayaan di masa kanak-kanak atau kesengsaraan akibat serangan secara psikososial.
4. Genetika (genetic)
Leary (1983) mengungkapkan bahwa berbicara keras, perilaku, cara berpikir dan perasaan secara tidak langsung adalah sesuatu yang diwariskan dari orang tua. Beberapa studi menguji seberapa besar faktor genetik berperan dalam kecemasan sosial. Pengaruh genetik sangat berperan, terutama pada lingkungan yang membuat mereka secara negatif terpengaruh oleh stress yang memicu kecemasan sosial (APA, 2013). 5. Harga Diri ( Self-Esteem)
Harga diri merupakan salah satu faktor yang menentukan perilaku individu dan mengakibatkan seseorang cenderung mengalami kecemasan sosial. Leary 1983a; dalam Leary (1983) mengatakan harga diri memiliki hubungan yang tinggi dengan kecemasan sosial daripada gagasan-gagasan lain yang sudah pernah diuji sebelumnnya. Individu dengan harga diri
(36)
rendah kemungkinan mengalami kecemasan sosial dibandingkan dengan orang yang memiliki harga diri tinggi.
6. Kemampuan Sosial (Social Skill)
Kemampuan sosial merupakan sesuatu yang sering dipelajari di kehidupan sehari-hari. Leary (1983) menyatakan bahwa alasan individu untuk tidak melakukan proses belajar sosial karena melakukan interaksi seperti pertemuan sosial adalah sesuatu yang tidak menguntungkan dan berpendapat bahwa individu-individu lainnya menggangap dirinya tidak memiliki kemampuan sosial.
5. Aspek-aspek kecemasan Sosial :
La Greca dan Lopez (Olivarez, 2005) mengemukakan tiga aspek kecemasan sosial :
a. Ketakutan akan evaluasi negatif.
Nevid dkk (2003) mengatakan bahwa ketakutan evaluasi negatif seperti khawatir untuk melakukan atau mengatakan sesuatu yang memalukan atau membuat dirinya merasa hina. Merasa bahwa evaluasi orang lain sedang memeriksa dengan teliti setiap gerak yang dilakukan. Individu juga cenderung fokus terhadap dirinya sendiri dan mengkoreksi kemampuan sosial yang dimilikinya serta terbawa dalam mengevaluasi kemampuan dirinya sendiri pada saat berinteraksi dengan orang lain. Puklek dan Videc (2008) menambahkan bahwa kekhawatiran terhadap evaluasi negatif dari
(37)
orang lain atau kelompok pada saat ia melakukan pidato di depan umum. Hal ini merupakan salah satu aspek kognitif dari kecemasan sosial.
b. Penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru atau dengan orang yang tidak dikenal.
La Greeca dalam Olivers (2005) mengatakan bahwa penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi baru adalah pada saat individu merasa gugup saat berbicara dan tidak mengerti mengapa hal tersebut bisa terjadi. Merasa malu pada saat dekat dengan orang lain, gugup pada saat bertemu dengan orang yang baru dikenal maupun yang sudah dikenal. Merasa khawatir saat mengerjakan sesuatu yang baru di depan orang lain, sehingga pada saat individu merasakan hal tersebut, yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari kontak mata dan situasi sosial. Beidel (2015) menyatakan bahwa penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru merupakan salah satu aspek perilaku dari kecemasan sosial. c. Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum atau
dengan orang yang baru dikenal.
La Greeca dalam Olivers (2005) menyatakan bahwa penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum dengan orang yang baru dikenal seperti melihat bagaimana kemampuan individu dalam membangun relasi. Individu merasa tidak nyaman mengajak orang lain karena takut terhadap penolakan, merasa kesulitan bertanya kepada orang lain, merasa malu ketika ada pekerjaan kelompok. Hal tersebut
(38)
membentuk kecemasan sosial, Beidel (2005) menyatakan bahwa hal ini termasuk dalam aspek psikologis.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa faktor kecemasan sosial terbentuk dari ketakutan akan evaluasi negatif (aspek kognitif), penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru (aspek perilaku) dan penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum dengan orang yang baru dikenal (aspek psikologis).
C. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja pada merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku seperti susah diatur, dan sebagainya (Sarwono, 2007). Berkaitan dengan sosial, remaja juga membutuhkan proses pencapaian kematangan dalam hubungan sosialnya. Yusuf (2001) mengungkapkan bahwa perkembangan sosial pada remaja adalah proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, moral dan agama.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perkembangan pada aspek fisik, psikis, ekonomi dan sosial, yang mana dalam masa perkembangan sosialnya, remaja dituntut untuk menyesuiakan diri dengan lingkungan, kelompok, norma-norma, dan tradisi.
(39)
Fase masa remaja berkisar pada usia 13-22 tahun (Steinberg, 2002), sedangkan menurut Yusuf (2004) mengatakan bahwa fase-fase perkembangan usia remaja berlangsung pada usia 12-18 tahun. Berdasarkan uraian para peneliti tentang batasan usia remaja, maka dapat disimpulkan bahwa batasan rentang usia pada remaja adalah berlangsung pada usia 12-13 sampai 18-22 tahun.
2. Perkembangan Psikososial Pada Remaja
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga, Nurihsan dan Agustin (2011).
Nurihsan dan Agustin (2011) menegaskan, untuk mencapai tujuan remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Hal yang tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman-teman sebaya berperan lebih besar pada diri remaja. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada perubahan perilaku sosial, pengelompok sosial yang baru dan penolakan sosial. Penolakan sosial dapat dihubungkan dengan ketidakpouleran seorang remaja dalam lingkungan sosial. Steinberg (2002) menegatakan remaja yang tidak populer akan cenderung untuk menarik diri, pemalu, penakut, dan lebih cenderung menjadi target dalam kasus bullying. Steinberg (2002) menunjukkan bahwa penting untuk mengetahui 2 tipe remaja yang tidak populer atau tidak disukai :
(40)
a. Remaja yang tidak populer menarik diri, pemalu, penakut dan lebih cenderung untuk menjadi korban bullying.
b. Remaja yang tidak populer menghindar dan menarik diri, mereka cenderung gugup menjalin relasi dengan remaja lainnya, oleh sebab itu, remaja yang menarik diri dapat menjadi korban bullying.
D. Bullying
1. Pengertian Bullying
Santrock (2007) mengatakan bahwa bullying adalah perilaku verbal dan fisik yang dimaksudkan untuk menggangu seseorang yang lebih lemah. Hal ini senada dengan pernyataan Wicaksana (2008) menyatakan bahwa bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok, terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti serta membuat korban tertekan. Bullying adalah sebuah situasi di mana penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang (SEJIWA, 2008).
Beberapa penjelasan di atas tentang pengertian bullying menyimpulkan bahwa bullying adalah perilaku verbal, fisik, psikologis, penyalahgunaan kekuatan, yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang secara intens dan disengaja yang tujuannya dimaksudkan untuk mengganggu, menakuti, dan membuat orang lain tertekan.
(41)
2. Jenis-jenis Bullying
Beberapa jenis dan wujud bullying, adalah (SEJIWA, 2008) :
a. Bullying fisik adalah jenis bullying yang bias dilihat karena terjadi
sentuhan fisik antara pelaku bullying dan korbannya, contoh dari
bullying fisik seperti menampar, menimpuk, menginjak kaki,
menimpuk, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan atau push up, dan menolak
b. Bullying verbal adalah jenis bullying yang bisa dideteksi karena dapat
ditangkap melalui indra pendengaran kita. Contoh dari bullying verbal adalah memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gosip, memfitnah, dan menolak.
c. Bullying psikologis adalah jenis bullying yang paling berbahaya karena
tidak tertangkap oleh mata atau telinga. Sebagai contoh seperti mencibir, mengucilkan, memandang sinis, melototi, memandang penuh ancaman dan mendiamkan.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa bullying menyebabkan berbagai konsekuensi negatif, baik bagi pelaku maupun korban. Pelaku akan selalu merasa menang dan berkuasa diantara kalangan sebaya sedangkan remaja merasa bahwa ia tidak popular, cenderung menarik diri dan menjadi korban bullying, maka ia cenderung menutup diri,
(42)
menghindar, dan cemas pada situasi sosial. Davidson, Neale, dan Kring (2006) mengatakan kecemasan sosial dapat terjadi atau muncul pada saat masa remaja, yaitu saat munculnya kesadaran sosial dan interaksi dengan orang lain menjadi sangat penting dalam kehidupan masa remaja.
3. Remaja korban Bullying
Remaja korban bullying adalah individu yang mengalami penindasan, pengucilan, dan penolakan teman sebaya serta lingkungan sosial. SEJIWA (2008) menyatakan remaja korban bullying kemungkinan memiliki kepercayaan bahwa hinaan dan cercaan memang patut diterima, karena merasa buruk rupa, tidak pandai, atau populer.
Beberapa ciri yang dijadikan korban bullying, yaitu bertubuh kecil, lemah, sulit bergaul, kurang percaya diri, canggung (sering salah bicara atau bertindak), memiliki aksen bahasa yang berbeda, menyebalkan, tidak berparas tampan atau cantik, miskin, kurang pandai dan anak yang gagap.
E. Pengaruh Harga Diri terhadap Kecemasan Sosial pada Remaja Korban Bullying
Remaja korban bullying memiliki kebutuhan pada harga diri yang tinggi, karena mampu menghasilkan rasa percaya diri, menghargai diri sendiri dan terlihat kuat. Apabila kebutuhan untuk keperluan harga diri tersebut tidak terpenuhi pada remaja korban bullying, maka memicu rasa rendah diri, tidak berharga, dan memiliki mental yang lemah. Situasi tersebut bisa dialami pada
(43)
remaja korban bullying, karena kondisi yang dialami remaja saat menjadi korban menurut SEJIWA (2008) adalah gelisah, takut, menjadi pendiam, menyendiri, harga diri rendah dan cemas.
Kecemasan sosial berawal dari rasa cemas pada saat berada dalam situasi sosial. Davidson, Neale, dan Kring (2006) mengatakan bahwa kecemasan sosial muncul pada saat masa remaja, yaitu saat munculnya kesadaran sosial dan interaksi dengan orang lain menjadi sangat penting dalam kehidupan remaja. Dayakisni dan Hudaniah (2009) mengatakan bahwa kecemasan sosial adalah perasaan tidak nyaman dengan kehadiran orang lain, yang disertai oleh perasaan malu, kekakuan, hambatan dan kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial.
Kernis (2006) menambahkan bahwa harga diri yang sehat mampu mengevaluasi secara positif dan percaya diri terhadap dirinya sendiri. Coopersmith (dalam Trisakti dan Astuti, 2014) mengatakan bahwa individu dengan harga diri tinggi cenderung percaya bahwa ia mampu, berarti, berharga, adanya penerimaan, kepedulian, dan rasa kasih sayang yang diterima dari individu yang lain.
Sebaliknya individu dengan harga diri rendah cenderung merasa tidak berharga dan menilai dirinya secara negatif. Sarwono dan Meinarno (2009) mengatakan bahwa individu merasa mengalami keterbatasan, merasa tidak nyaman, memiliki rasa takut, dan mengevaluasi diri secara negatif. Coopersmith (dalam Pambhudi, Suroso, dan Meiyuntariningsih, 2015) menambahkan bahwa
(44)
individu dengan harga diri rendah memiliki perasan ditolak, takut gagal dan mudah putus asa.
Heartherton dan Wyland (2003) menyatakan pada saat individu dengan harga diri tinggi berada dalam ruang lingkup sosial, maka mengarahkannya individu yang lain memercayainya, oleh karena itu, individu dengan harga diri tinggi kemungkinan memiliki kecemasan sosial yang rendah. Namun berbeda situasi dengan remaja korban bullying, remaja yang menarik diri, akan cenderung menutup diri, menghindar, harga diri rendah dan cemas pada situasi sosial.
Heatherton dan Wyland (2003) mengatakan bahwa individu yang memiliki harga diri rendah saat berada dalam ruang lingkup sosial, seringkali akan mengalami kecemasan sosial. Individu cenderung memiliki perhatian yang besar tehadap gambaran dirinya dan selalu khawatir terhadap pandangan orang lain. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Storch, Masia, Crisp, dan Klein (2005) pada 144 remaja, yaitu bahwa remaja yang cemas secara sosial mengatakan sedikit persahabatan yang positif dan kurang dukungan dari persahabatan yang telah ada. Interaksi yang mengancam antara teman sebaya dapat menyebabkan remaja menghindari interaksi sosial dan mungkin dapat memperkuat evaluasi diri yang negatif.
Taylor, Peplau, dan Sears (2009) mengatakan bahwa hasil evaluasi terhadap diri sendiri merupakan salah satu bagian dari harga diri, sehingga apabila dihubungkan dengan kasus bullying, Myers (2012) pada saat individu merasa dirinya terancam, orang yang memiliki harga diri rendah seringkali mengambil
(45)
sudut pandang negatif pada semua hal. Individu dengan harga diri rendah mengalami kesulitan menjalani interaksi sosial yang memicu kecemasan sosial. Oleh sebab itu, ada kemungkinan bahwa harga diri memengaruhi dan menyebabkan kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
Leary (1983) menyatakan bahwa harga diri memiliki hubungan tinggi dengan kecemasan sosial daripada konstruk atau gagasan-gagasan lain yang sebelumnya sudah pernah diuji. Taylor, Peplau, dan Sears (2009) mengatakan bahwa self-esteem (penghargaan diri) merupakan hasil evaluasi dan menilai kualitas-kualitas tentang dirinya sendiri.
Leary (1983) mengatakan harga diri yang rendah mampu diasosiasikan pada keyakinan individu yang tidak mampu menilai orang lain secara positif, yang mana memicu kecemasan sosial. Individu dengan harga diri rendah cenderung meragukan kemampuan dan berkeyakinan bahwa orang lain meragukan kemampuannya.
Uraian di atas menyimpulkan bahwa kemampuan yang kurang dalam menghadapi permasalahan lingkungan sosial menyebabkan harga diri rendah yang memicu kecemasan sosial. Kecemasan sosial mengakibatkan individu kurang berinteraksi dengan orang lain, oleh sebab itu, seberapa besar pengaruh harga diri memengaruhi kecemasan sosial inilah, maka perlu diteliti lebih lanjut.
(46)
F. Bagan (kerangka berpikir)
Karakteristik Remaja Korban Bullying : Gelisah, takut,pendiam, menyendiri, dan cemas
Bullying :
Fisik Verbal Psikologis Harga Diri
Harga Diri Tinggi Harga Diri Rendah
Menilai diri positif Merasa berharga Percaya diri
Mengevaluasi diri secara negatif Merasa terbatas Merasa tidak
Lebih sedikit untuk mengalami
kecemasan Lebih seimbang dan sehat
Merasa buruk dan takut
Mudah putus asa Merasa ditolak Cemas dalam situasi sosial
Kecemasan sosial rendah
Kecemasan sosial tinggi
(47)
G. Hipotesis :
Hipotesis adalah harga diri berpengaruh negatif terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Semakin tinggi harga diri maka akan semakin rendah kecemasan sosial yang dimiliki remaja korban
bullying, begitu pula sebaliknya, jika semakin rendah harga diri, maka akan semakin
(48)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif yang menekankan pada data-data berupa angka yang diolah dengan metode statistika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada korban bullying. B. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Harga Diri
2. Variabel Tergantung : Kecemasan Sosial C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Kecemasan Sosial
Kecemasan sosial merupakan ketakutan akan evaluasi negatif dari orang lain. Variabel kecemasan sosial akan diukur menggunakan skala kecemasan sosial berdasarkan teori La Greca dan Lopez (2005). Aspek-aspek kecemasan sosial adalah ketakutan akan dievaluasi negatif, penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru, serta penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum dengan orang yang baru dikenal.
(49)
2. Harga diri
Harga diri merupakan hasil evaluasi tentang diri kita sendiri. Tingkat harga diri pada individu akan diukur melalui skala harga diri yang disusun berdasarkan aspek-aspek berdasarkan teori Coopersmith (dalam Trisakti dan Astuti, 2014), yaitu keberartian (Significance) yang menyangkut seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berharga, adanya penerimaan, kepedulian, dan rasa kasih sayang yang diterima individu dari orang lain. Kekuatan (power) yaitu kemampuan individu untuk memengaruhi dan mengontrol tingkah laku dirinya dan orang lain yang ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat, serta penghargaan yang diterima dari orang lain. Selain itu, kemampuan (Competence) yaitu tingkat dimana kemampuan yang tinggi dalam pelaksanaan tugas-tugas yang cukup bervariasi dan yang terakhir adalah kebajikan (Virtue) yaitu kepatuhan individu dalam mengikuti prinsip etis, moral dan agama.
D. Deskripsi Subjek 1. Populasi
Sugiyono (dalam Kasmadi dan Sunariah, 2013) mengatakan bahwa pupolasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang memiliki karakteristik tertentu dan ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan memberi kesimpulan. Berkaitan dengan teori tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah remaja korban bullying.
(50)
2. Sampel
Hasan (2002) mengatakan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang memiliki karakteristik yang jelas dan lengkap serta mampu memawakili populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kriteria subjek yang dipilih adalah remaja laki-laki dan perempuan yang tergolong dalam usia remaja. Peneliti menetapkan subjek berdasarkan pada rentang usia 12-22 tahun. Hal ini dikarenakan Stenbergh (2002) menetapkan usia 12-22 tahun masih termasuk dalam kategori remaja. Alasan peneliti memilih subjek remaja khususnya remaja korban bullying karena menurut Steinbergh (2002) remaja yang tidak populer cenderung menarik diri, pemalu, penakut, dan lebih cenderung untuk menjadi target bullying, sehingga peneliti berasumsi bahwa remaja korban
bullying memiliki harga diri rendah dibandingkan remaja yang tidak mengalami
tindakan bullying.
3. Metode Pengambilan Data
Azwar (2010) mengatakan bahwa teknik pengambilan sampel menggunakan metode non probabilitas sampling dengan teknik purposive sampling karena pemilihan sampel dilakukan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Peneliti memilih partisipan seperti di sekolah untuk dijadikan sampel yang mewakili populasi.
(51)
E. Instrumen Penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah skala psikologi dan menggunakan dua jenis skala, yaitu skala kecemasan sosial dan skala harga diri. Jenis skala yang digunakan ini adalah skala Likert, yaitu dengan empat alternatif jawaban yang dipisahkan menjadi pernyataan favorable dan unfavorable, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
1. Skala Kecemasan Sosial
Alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data mengenai kecemasan sosial, peneliti menyusun sendiri alat ukur berdasarkan aspek-aspek yang membentuk kecemasan sosial, yaitu ketakutan akan evaluasi negatif, penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru atau dengan orang yang tidak kenal, serta penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum atau dengan orang yang baru dikenal. Skala yang telah disusun ini menggunakan empat alternatif jawaban yang dipisahkan menjadi pernyataan
favorable dan unfavorable, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju
(TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). 2. Skala Harga Diri
Alat ukur yang digunakan peneliti untuk membuat dan menyusun sendiri yaitu alat ukur berdasarkan aspek-aspek yang membentuk harga diri, seperti keberartian (significance), kekuatan (power), kemampuan (competence), dan kebajikan (virtue). Skala yang telah disusun menggunakan empat alternatif
(52)
jawaban yang dipisahkan menjadi pernyataan favorable dan unfavorable, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Tabel 1 Blueprint Skala Kecemasan Sosial Sebelum Uji Coba
No Aspek Kecemasan Sosial Favorable Unfavorable Jumlah Bobot 1. Ketakutan akan evaluasi negatif 14 14 28 35% 2. Penghindaran sosial dan rasa
tertekan dalam situasi yang baru atau dengan orang yang baru dikenal
15 15 30 37,5%
3. Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum atau dengan orang yang baru dikenal
11 11 22 27,5%
(53)
Tabel 2 Hasil blue print kecemasan sosial setelah try out
No Aspek Kecemasan Sosial Favorable Unfavorable Jumlah Setelah tryout 1. Ketakutan akan evaluasi negatif 2*, 4*, 10, 22*,
29*, 42*, 44*, 45, 49, 59, 69*, 70*, 76*, 77*
1, 9, 13, 14*, 21*, 24, 30, 33, 34*, 60, 61, 65*, 68*,
78*
12
2. Penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru atau dengan orang yang baru dikenal
3*, 7*, 17*, 19*, 20*, 37*, 40*, 41*, 55, 58*, 63*,
67*, 72*, 74, 75*
5, 6, 15*, 16, 38, 43*, 46, 48*, 51*,
56*, 62*, 66*, 71*, 79, 80
9
3. Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum atau dengan orang yang baru dikenal
11, 12*, 18*, 27*, 32, 35, 47, 53, 54,
57* 64*
8, 23, 25*, 26, 28, 31, 36*, 39*, 50,
52*, 73
13
Total 12 22 34
(54)
Tabel 3 skala kecemasan sosial
No Aspek Kecemasan Sosial Favorable Unfavorable Jumlah 1. Ketakutan akan evaluasi negatif 4
(3, 15, 22, 4)
8
(17, 2, 29, 32, 1, 25, 14, 30)
12
2. Penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru atau dengan orang yang baru dikenal
2 (10, 5)
7
(26, 12, 27, 9, 28, 20, 13)
9
3. Penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum atau dengan orang yang baru dikenal
6
(18, 33, 6, 19, 23, 11)
7
(21, 7, 31, 34, 16, 24, 8)
13
Total 12 22 34
Tabel 3 menunjukkan bahwa setelah dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas, maka dilakukan penyusunan alat ukur untuk penelitian. Aitem yang gugur dibuang dan yang sahih diacak dan disusun kembali dengan nomor urut yang baru, sehingga membentuk skala yang baru, yaitu skala kecemasan sosial dan dapat digunakan untuk pelaksanaan penelitian.
(55)
Tabel 4 Blueprint Skala Harga Diri Sebelum Uji Coba
No Aspek Harga Diri Favorable Unfavorable Jumlah Bobot
1. keberartian (significance), 10 10 20 25%
2. kekuatan (power), 10 10 20 25%
3. kemampuan (competence), 7 7 14 17,5%
4. dan kebajikan (virtue) 13 13 26 32,5%
Total 40 40 80 100%
Tabel 5 Hasil blue print harga diri setelah try out
No Aspek harga diri Favorable Unfavorable Jumlah
Setelah tryout 1. Keberartian
(Significance)
1, 40*, 14, 15*, 31*, 33*, 42, 53, 78, 8
4*, 10*, 13*, 16*, 17*, 20, 23*, 29, 64*, 75*
8
2. Kekuatan (Power) 2*, 5, 6*, 9*, 43, 48*, 51*, 54, 67, 71*
3, 57*, 58*, 59*, 60*, 65*, 69, 72, 76*, 80
8
3. Kemampuan (Competence)
11*, 25, 35*, 45*, 49*, 63, 66
7, 27, 39, 68*, 73, 74*, 77*
7
4 Kebijakan (Virtue) 18, 21*, 22*, 24, 26, 28*, 32, 37*, 41, 52, 56*, 62,
70*
12, 19*, 30*, 34, 36*, 38*, 44, 46*, 47*, 50*,
55*, 61*, 79
11
(56)
Tabel 6 Hasil skala harga diri
No Aspek harga diri Favorable Unfavorable Jumlah
1. Keberartian (Significance)
6
(13, 2, 26, 18, 1, 34)
2 (4, 8)
8
2. Kekuatan (Power) 4
(14, 6, 17, 5)
4 (9, 3, 15, 20)
8
3. Kemampuan (Competence)
3 (7, 31, 22)
4
(33, 23, 32, 10)
7
4 Kebajikan (Virtue) 7
(12, 28, 30, 21, 25, 16, 29)
4
(19, 24, 27, 11)
11
Total 20 14 34
Tabel 6 menunjukkan bahwa setelah dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas, maka aitem yang gugur di buang dan yang sahih diacak dan disusun kembali dengan nomor urut yang baru, sehingga membentuk skala yang baru, yaitu skala harga diri yang dapat digunakan untuk melakukan pelaksanaan penelitian.
3. Cara Pemberian Skor
Pemberian skor untuk kedua skala ini terentang 1 sampai dengan 4, misalnya seperti penilaian jawaban untuk aitem favorable adalah SS = 4, S = 3, TS = 2,
(57)
STS = 1, sedangkan penilaian pada jawaban item unfavorable adalah SS= 1, S = 2, TS =3, STS = 4
Tabel 7 Cara Pemberian Skor
Aitem Favorable Aitem Unfavorable
Pilihan Jawaban Sangat Setuju (SS)
Setuju (S) Kurang Setuju (KS)
Tidak Sesuai (TS)
Skor 4 3 2 1
Skor 1 2 3 4
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas
Validitas merupakan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya, Azwar (2003). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan validitas isi. Azwar (2003) mengatakan bahwa validitas isi menunjukkan sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur. Menurut azwar (2003) validitas isi merupakan validitas yang didasari pada analisis rasional atau
professional judgment. Dalam hal ini, professional judgment oleh dosen
(58)
2. Reliabilitas
Azwar (2003) mengatakan bahwa reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dipercaya, diandalkan, dan memiliki konsistensi. Reliabilitas mengacu pada seberapa tinggi kecermatan pengukuran (Azwar, 2015). Reliabilitas dapat dilihat melalui koefisien reliabilitas, yaitu terentang mulai pada angka 0 sampai dengan 1. Apabila koefisien reliabilitas yang mendekati satu, maka reliabilitas termasuk dalam kategori tinggi (Azwar, 2003).
a. Koefisien reliabilitas untuk skala kecemasan sosial sebelum dilakukan uji coba adalah sebesar 0,801. Setelah dilakukan uji coba, koefisien reliabilitas menjadi sebesar 0,867.
Tabel 8 Reliabilitas skala kecemasan sosial sebelum uji coba Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .801 80
Tabel 9 Reliabilitas skala keemasan sosial setelah uji coba Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .867 34
b. Koefisien reliabilitas untuk skala kecemasan sosial sebelum dilakukan uji coba adalah sebesar 0,790. Setelah dilakukan uji coba, koefisien reliabilitas menjadi sebesar 0,861.
(59)
Tabel 10 Reliabilitas skala harga diri sebelum uji coba
Tabel 11 Reliabilitas skala harga diri setelah uji coba Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .861 34
3. Seleksi Aitem
Sebagai kriteria dalam pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem- total, biasanya digunakan batasan lebih dari 0,30. Setiap aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 dianggap tinggi atau memuaskan. Sedangkan aitem yang memiliki kurang dari 0,30 diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah atau dinyatakan gugur, (Azwar, 2015).
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan melalui tahapan dua uji asumsi, adalah sebagai berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan melalui aplikasi SPSS for windows versi 16.0 untuk mengetahui apakah distribusi pada variabel bebas dan variabel tergantung bersifat normal atau tidak.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items .790 80
(60)
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan melalui aplikasi SPSS for windows versi 16.0 untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel bebas dan variabel garis lurus atau tidak
5. Pengujian Hipotesis Penelitian
Sebelum dilakukan teknik korelasi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi dan kemudian analisis data dihitung dengan menggunakan regresi. Untuk menguji hipotesis, maka teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana melalui aplikasi SPSS for Windows versi 16.0. Regresi linier sederhana didasarkan pada hubungan pada satu variabel independen dengan satu variabel depeden, Sugiyono (2008). Yamin dan Kurniawan (2009) mengatakan bahwa analisis regresi sederhana bertujuan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen mampu memengaruhi variabel dependen.
(61)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyiapkan alat ukur psikologi berupa skala harga diri dan skala kecemasan sosial. Waktu yang dibutuhkan peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian uji coba sampai dengan penelitian sebenarnya adalah selama 1 bulan 28 hari, yaitu dimulai dari tanggal 10 november 2015 – 6 Januari 2016. Kriteria subjek adalah remaja korban bullying, sehingga peneliti melakukan pendekatan personal untuk membagikan skala secara pribadi kepada subjek dan mendatangi sekolah yang ada di Palangkaraya. Uji coba dilaksanakan pada beberapa sekolah SMA dan SMP di Palangkaraya. Jumlah subjek pada uji coba adalah sebanyak 60 orang, sedangkan pada penelitian sebenarnya adalah sebanyak 143 orang.
B. Deskripsi Subjek dan Data Demografis Subjek
Subjek penelitian memiliki kriteria, yaitu remaja korban bullying. Menurut SIAP (2013), terdapat 110 sekolah SMP dan SMA negeri dan swasta di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, di antaranya adalah 14 SMA Negeri dengan persentase sebesar 12,72%, 38 SMP Negeri dengan persentase sebesar 34,55%, 37
(62)
SMP Swasta dengan persentase sebesar 33,64% dan 21 SMA Swasta dengan persentase sebesar 19,10%.
Peneliti hanya mendapatkan delapan sekolah karena di Kalimantan tengah mengalami kabut asap, sehingga siswa/i diliburkan selama tiga bulan. Pada saat peneliti ingin menyebarkan skala, banyak pihak sekolah berkeberatan dengan alasan penelitian mengurangi waktu belajar siswa/i di sekolah. Berikut data sekolah yang telah ditetapkan peneliti untuk diambil datanya.
Tabel 12 Deskripsi Data Sekolah
Sekolah menengah Atas (SMA) Jumlah subjek persentase SMAN 5 Palangkaraya 20 14% SMAN 3 Palangkaraya 20 14% SMA Garuda 20 14% SMA 1 Palangkaraya 11 7,7% Sekolah menengah Pertama (SMP)
SMPN 2 Palangkaraya 20 14% SMPN 8 Palangkaraya 20 14% SMP Nathania 20 14% SMPN 3 Palangkaraya 12 8,4% Total 143 100%
(63)
Tabel 12 menunjukkan bahwa 143 subjek, diantaranya terdiri dari siswa SMA dan SMP pada beberapa sekolah. Pada kateggori SMA, terdapat 20 subjek di SMAN 5 P.Raya dengan persentase sebesar 14%, 20 subjek pada SMAN 3 P.Raya dengan persentase sebesar 14%,20 subjek pada SMA Garuda dengan persentase sebesar 14% dan terdapat 12 subjek pada SMAN 1 P.Raya dengan persentase sebesar 7,7%.
Pada kategori SMP, terdapat 20 subjek di SMPN2 P.Raya dengan persentase sebesar 14%, 20 subjek pada SMPN 8 P.Raya dengan persentase sebesar 14%, 20 subjek pada SMP NATHANIA dengan persentase sebesar 14% dan terdapat 12 subjek pada SMPN 3 P.Raya dengan persentase sebesar 8,4%.
Tabel 13 Tingkat Bullying
Jenis bullying frekuensi Persentase
Bullying Verbal 29 20,8% Bullying Psikologis 11 7,7% Bullying fisik 3 2,1% Bullying fisik dan verbal 17 11,8% Bullying verbal dan psikologis 55 38,5% Bullying verbal, fisik, dan 28 19,6%
Psikologis
Total 143 100%
Tabel 13 menunjukkan bahwa dari 143 remaja korban bullying, 29 orang mengalami bullying verbal atau memiliki persentase sebesar 20,8%, 11 orang
(64)
mengalami bullying psikologis dengan persentase sebesar 7,7%, 3 remaja mengalami
bullying fisik dengan persentase sebesar 2,1%. Selain itu, 17 orang mengalami
bullying fisik dan verbal dengan persentase sebesar 11,8% , 55 orang bullying verbal
dan psikologis dengan persentase sebesar 38,5%, serta 28 orang mengalami tiga jenis
bullying seperti verbal, fisik, dan psikologis dengan persentase sebsar 19,6%.
Tabel 14 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia
Kategori usia Jumlah Persentase Remaja awal (12-14 tahun) 72 50,5% Remaja tengah (15-17 tahun) 64 44,8% Remaja akhir (18-19 tahun) 7 4,9% Total 143 100%
Tabel 14 menunjukkan bahwa terdapat 143 orang, yaitu 72 subjek dengan presentase 50,5% yang memasuki kategori usia remaja awal yaitu berada dalam rentang usia 12-14 tahun, 56 subjek dengan persentase 44,8% yang memasuki usia remaja tengah dalam rentang usia15-17 tahun, dan 7 subjek dengan persentase 4,9% yang memasuki usia remaja akhir dengan usia 18-19 tahun.
(65)
Tabel 15 Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 61 42,6% Perempuan 82 57,3%
Total 143 100%
Tabel 15 menunjukkan bahwa terdapat 61 subjek dengan jenis kelamin laki-laki (42,6%) dan 82 subjek berjenis kelamin perempuan (57,3%). Untuk menganalisis perbedaan jenis kelamin pada skor harga diri dan kecemasan sosial maka dilakukan uji t-test, yaitu dengan menggunakan independent
sample t – test. Uji independent sample t-test digunakan untuk
membandingkan rata-rata dari dua kelompok yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, dengan tujuan apakah kedua kelompok tersebut memiliki rata-rata yang sama atau tidak, Santoso (2015.
Tabel 16 Deskripsi Perbedaan Jenis Kelamin
Group Statistics
Gender N Mean SD Std. Error Mean Kecemasansosial 1 61 8 4.21 7.603 .973 2 82 87.72 5.791 .640 Hargadiri 1 61 79.52 6.68 .856 2
82 76.39
7.451 .823 *1 = laki-laki
(66)
Independent Samples test Levene‟s Test
for Equality of
Variances T-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig.
(2-tailed)
MD SED 95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
KS Equal variance assumed
Equal variances not assumed
3.629 .059 - 3.131
- 3.010 141 108.059 .002 .003 -3.506 -3.506 1.120 1.165 -5.720 -5.815 -1.293 -1.198
HD Equal variance assumed
Equal variances not assumed
.997 .320 2.598
2.640 141 136.087 .010 .009 3.134 3.134 1.206 1.187 .750 .787 5.519 5.482 *KS=KecemasanSosial *HD=HargaDiri
Siregar (2014) mengatakan bahwa untuk melihat probabilitas yang digunakan adalah probabilitas signifikan sebesar 0,05. Pada tabel 16, hasil data kecemasan sosial memiliki nilai t hitung > t tabel (-3.13 > 1.65) dan p = 0,002, yang berarti terdapat perbedaan kecemasan sosial pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil pada tabel group statistic, nilai mean pada laki-laki adalah 84.21 dan pada perempuan nilai M = 87.72, yang berarti bahwa kecenderungan kecemasan sosial yang dialami perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
(67)
Tabel 16 menunjukkan bahwa pada harga diri, terlihat bahwa nilai t hitung > t tabel (2.598> 1.65) dan p = 0,010, yang berarti terdapat perbedaan harga diri pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil pada tabel group statistic, nilai mean pada laki-laki adalah 79.52 dan pada perempuan nilai M = 76.39, yang berarti bahwa harga diri laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
C. Deskripsi Data Penelitian
Pada deskripsi penelitian, peneliti membandingkan mean teoritis dan mean empiris untuk memperoleh hasil dari skor subjek pada setiap variable penelitian.
Tabel 17 Data Penelitian
Variabel N Data Hipotetik Data Empiris
Mean Skor SD Mean Skor SD
Max Min Max Min
Harga Diri 143 85 136 34 17 77.73 95 56 7.277
Kecemasan Sosial 143 85 136 34 17 86.22 102 65 6.825
Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai mean hipotetik pada skala harga diri sebesar 85 dan nilai mean empiris sebesar 77,73, menunjukkan subjek memiliki harga diri rendah, karena nilai mean empiris lebih kecil daripada nilai mean hipotetik. Pada skala kecemasan sosial, nilai mean hipotetik sebesar 85 dan nilai empiris sebesar 86,22, karena nilai mean empiris lebih besar dari nilai mean hipotetik, maka subjek memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan sosial yang tinggi.
(68)
D. Analisis Data Penelitian 1. Uji Asumsi
Hasil uji asumsi sebagai berikut : a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah apakah sebaran data normal atau tidak, Siregar (2015). Sebuah data dapat dikatakan normal bila Asymp.sig (p) lebih besar dari 0,05. Metode yang digunakan adalah
Kolmogorov-Smirnov test dengan menggunakan SPSS for windows versi
16.0.
Tabel 18 Hasil Uji Normalitas Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Hargadiri .079 143 .067 .979 143 .026
Kecemasansosial .065 143 .200* .981 143 .040 a. Lilliefors Significance Correction
Tabel 18 menunjukkan bahwa skala pada harga diri memiliki nilai p sebesar 0,067 dan skala kecemasan sosial memiliki nila p sebesar 0,200. Nilai p pada kedua skala tersebut lebih besar daripada standar (p > 0,05) sehingga skala harga diri dan skala kecemasan sosial memiliki data yang normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan dengan SPSS 16.00 for windows. Hasil uji linieritas bertujuan untuk melihat apakah hubungan antar kedua variabel
(69)
memiliki hubungan yang linear atau tidak, Siregar (2015). Uji linearitas memiliki signifikan dari tabel test of linearity, yaitu (p < 0,05).
Tabel 19 Hasil Uji Linearitas
Tabel 19 menunjukkan bahwa hubungan antara harga diri dengan kecemasan sosial pada remaja korban bullying memiliki nilai F sebesar 10.782 dengan nilai p = 0,001. Hasil menunjukkan bahwa hasil p lebih kecil dari standar signifikan, yaitu (p < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel adalah linear.
2. Uji Hipotesis
Setelah melakukan dua uji asumsi, maka peneliti melakukan analisis pada harga diri dengan kecemasan sosial. Penghitungan uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 16.0.
F Sig
Kecemasan sosial* Harga Diri
Between Groups
(Combined) 1.113 0,337 Linearity 10.782 0,001 Deviation from
Linearity
(70)
Tabel 20 Hasil Uji Regresi
Tabel 20 menunjukkan bahwa ada hubungan antara variabel harga diri dan kecemasan sosial, yaitu nilai (r) = -0,273 dengan nilai p = 0,000. Oleh Sebab itu, bila seorang individu memiliki harga diri yang rendah maka memiliki kecenderungan mengalami kecemasan sosial yang tinggi, begitu pula sebaliknya.
Tabel 20 menunjukkan bahwa nilai R Square = 0,074. Hasil tabel menunjukkan bahwa sumbangan efektif harga diri terhadap kecemasan sosial adalah sebesar 7,4 %, yang menunjukkan bahwa ada pengaruh harga diri
Correlations
Kecemasansosial hargadiri
Pearson Correlation Kecemasansosial 1.000 -.273
Hargadiri -.273 1.000
Sig. (1-tailed) Kecemasansosial . .000
Hargadiri .000 .
N Kecemasansosial 143 143
Hargadiri 143 143
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .273a .074 .068 6.590
a. Predictors: (Constant), hargadiri b. Dependent Variable: kecemasansosial
(71)
terhadap kecemasan sosial, sedangkan 92,6 % dipengaruhi oleh faktor lain pada kecemasan sosial yang tidak diungkap dalam penelitian ini.
Tabel 21 Hasil uji Anova
ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 491.350 1 491.350 11.314 .001a
Residual 6123.489 141 43.429 Total 6614.839 142
a. Predictors: (Constant), hargadiri b. Dependent Variable: kecemasansosial
Tabel 21 menunjukkan bahwa nilai F = 11, 314 dengan tingkat signifikan sebesar 0,001, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
Tabel 22 Hasil uji Coefficients
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardize d Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant
) 106.092 5.932 17.884 .000
Hargadiri -.256 .076 -.273 -3.364 .001
(72)
Tabel 22 menunjukkan bahwa nilai t tabel untuk dk = 141 (dk=143-2) sehingga memperoleh nilai t tabel sebesar 1,976. Sedangkan pada tabel 25 memiliki nilai t hitung = -3,364, yang menunjukkan bahwa t hitung > t tabel sehingga memang terdapat pengaruh pada harga diri terhadap kecemasan sosial.
E. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh harga diri terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Berdasarkan hasil penelitian, harga diri rendah berpengaruh terhadap kecemasan sosial pada remaja korban bullying.
Hasil uji regresi, menunjukkan bahwa terdapat sumbangan efektif harga diri pada kecemasan sosial, yaitu dengan persentase sebesar 7,4 %. Hasil ini mendukung penelitian Ahmad, Bano, Ahmad, dan Khanam (2013) pada 210 remaja dengan analisis regresi linier sederhana yang memiliki hasil bahwa harga diri berpengaruh dan menjadi faktor munculnya kecemasan sosial [R² = 0,175, F (1, 208) = 44,149, p <. 001)] pada remaja.
Tabel 15 menunjukkan bahwa kecemasan sosial nilai t hitung > t tabel (-3.13 > 1.65) dan p = 0,002, yang berarti terdapat perbedaan kecemasan sosial pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil pada tabel group statistic, nilai mean pada laki-laki adalah 84.21 dan pada perempuan nilai M = 87.72, yang berarti bahwa kecenderungan kecemasan sosial yang dialami perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.
(1)
96
supel dan mudah diajak untuk berbicara
28.
Apabila ada penjelasan guru yang kurang dipahami, saya
langsung
bertanya
kepada
teman-teman
yang
sudah
memahami
29.
Saya merasa bahwa teman-teman selalu berpikir positif
tentang saya
30.
Saya merasa sebagai orang yang berguna dalam kelompok
saya
31.
Saya dapat mengajak orang lain untuk bepergian bersama saya
32.
Saya merasa bahwa teman-teman sekelas selalu bekata jujur
mengenai saya
33.
Saya pernah mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolah
walaupun hanya sesekali
34.
Saya merasa nyaman berada dalam lingkungan sosial saya
SELESAI
(Mohon cek kembali apakah Anda sudah mengisi identitas
dan jangan sampai ada yang terlewat)
(2)
97
Lampiran 4
Hasil Penelitian
A.
Uji Asumsi
1.
Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
kecemasansosial .065 143 .200* .981 143 .040
Hargadiri .072 143 .067 .979 143 .026
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
2.
Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
kecemasansosial * hargadiri Between Groups (Combined) 1419.890 28 50.710 1.113 .337
Linearity 491.350 1 491.350 10.782 .001
Deviation from Linearity
928.540 27 34.390 .755 .799
Within Groups 5194.949 114 45.570
Total 6614.839 142
Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared
(3)
98
3.
Uji Hipotesis
\
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 491.350 1 491.350 11.314 .001a
Residual 6123.489 141 43.429 Total 6614.839 142
a. Predictors: (Constant), hargadiri b. Dependent Variable: kecemasansosial
Correlations
Kecemasansosial hargadiri
Pearson Correlation
Kecemasansosial
1.000
-.273
Hargadiri
-.273
1.000
Sig. (1-tailed)
Kecemasansosial
.
.000
Hargadiri
.000
.
N
Kecemasansosial
143
143
Hargadiri
143
143
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .273a .074 .068 6.590
a. Predictors: (Constant), hargadiri b. Dependent Variable: kecemasansosial
Coefficients
aModel
Unstandardized Coefficients
Standardized
(4)
99
4.
Uji T-test
Independent Samples test Levene‟s Test
for Equality
of Variances T-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig.
(2-tailed)
MD SED 95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
106.092
5.932
17.884
.000
Hargadiri
-.256
.076
-.273
-3.364
.001
a. Dependent Variable: kecemasansosial
Group Statistics
Gender
N
Mean
SDStd. Error Mean
Kecemasansosial 1
61 8 4.21 7.603 .9732
82 87.72 5.791 .640Hargadiri 1
61 79.52 6.682 .8562
82 76.39 7.451 .823*1 = laki-laki
(5)
100
KS Equal varianceassumed Equal variances not assumed 3.629 .059 - 3.131 - 3.010 141 108.059 .002 .003 -3.506 -3.506 1.120 1.165 -5.720 -5.815 -1.293 -1.198
HD Equal variance assumed
Equal variances not assumed
.997 .320 2.598
2.640 141 136.087 .010 .009 3.134 3.134 1.206 1.187 .750 .787 5.519 5.482
*KS=KecemasanSosial *HD=HargaDiri
(6)