Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Depresi pada Remaja Awal Korban Bullying.

(1)

1

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

ARINI PINONDANG PANDIANGAN

071301075

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2011/2012


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Depresi pada Remaja Awal Korban

Bullying

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, September 2011

ARINI PINONDANG PANDIANGAN NIM: 071301075


(3)

Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Depresi Pada Remaja Awal Korban Bullying Arini Pinondang Pandiangan dan Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying. Dukungan sosial merupakan segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain. Depresi merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami simtom-simtom perasaan sedih, tertekan, kesepian, berkurang nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu, merasa tidak bersahabat, dan merasa tidak disukai orang lain.

Subjek penelitian berjumlah 65 orang individu remaja awal korban bullying. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala bullying yang dimodifikasi dari Skala Bullying Sonia (2009), Skala Dukungan Sosial yang disusun peneliti berdasarkan teori Sarafino (2006), dan skala Depresi yang dimodifikasi dari Skala Depresi Sonia (2009) yang disusun berdasarkan faktor-faktor CES-D (Center for Epidemiologic Studies

Depression). Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan analisis

regresi.

Hasil analisis data diperoleh nilai R-square / r2= 0,083 dengan nilai F = 5,738

dan p < 0,020. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 8,3% terhadap depresi pada remaja awal korban

bullying. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa bentuk dukungan sosial

yang tepat diberikan pada korban bullying adalah dukungan instrumental diikuti oleh dukungan emosional, dukungan persahabatan.

Kata kunci : dukungan sosial, depresi, bullying.


(4)

The Effect of Social Support to Depression on Early Adolesence who Become Bullying Victim

Arini Pinondang Pandiangan and Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRACT

The purpose of this research is to see how far is the effect of social support to depression on early adolesence who become bullying victim. Social support is all types of helping that individu perceived comfort, caring, esteem, that can give positive effect for his/herself by interaction with other individu or group. Depression is a condition which individu feel symtomp like sad feeling, depressed, loneliness, poor appetite, need an effort when doing everything, restless sleep, difficult begining to work something, felt unfriendly, and felt disliked by people. The subject in this research are 65 early adolesence individual who become bullying victim. Sampling technique used in this research was cluster random sampling. Measurement tools used in this research are Bullying Scale that modified from Sonia’s Bullying Scale (2009), Social Support Scale made according to theory of social support by Sarafino (2006), and Depression Scale that modified from Sonia’s Depression Scale (2009) that made according to factors of CES-D (Center for Epidemiologic Studies Depression). The data of this research was analized with regression analysis.

From the analized data, we have value of R-square / r2= 0,083 with value of F= 5,738 and p < 0,020. The result show us that social support gave 8,3% of effective effect on depression on early adolesence who become bullying victim. An extra result of the researh showing that the accurate type of social support that should give for bullying victim is instrumental support then followed by emotional support, companionship support, and informational support.

Key words: social support, depression, bullying


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Bapa di sorga karena atas berkat, kekuatan dan cinta kasih-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Depresi Pada Remaja Awal Korban Bullying. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Dra. Irmawati, Psikolog, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Keluarga peneliti: opung Simanjuntak, Bapak T.H. Pandiangan dan Mama L. br. Siregar. Adik-adiku: Alexander, Srinova, Rika, Jeremi, dan Hotma. Segalanya yang telah kalian berikan, curahan kasih sayang, doa, dukungan moril dan materiil, serta semangat yang kalian berikan untuk peneliti. Peneliti tidak dapat memberikan apa-apa bagi, skripsi ini adalah hadiah terindah yang bisa peneliti berikan. Terimakasih buat semuanya, semoga kalian selalu dalam lindungan Tuhan.

3. Kakak Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih sebesar-besarnya atas semua bimbingan, arahan, dan bantuan


(6)

Kakak untuk Peneliti. Semua kebaikan dan kesabaran Kakak dalam membimbing peneliti tidak akan mampu peneliti balas dengan apapun dan akan peneliti kenang selalu.

4. Buat para sahabat dan teman-teman peneliti yang membantu dan mendukung dalam pengerjaan skripsi ini. Dermika Sirait yang mau meluangkan waktu membantu dan menyemangati peneliti sejak dimulainya pengerjaan skripsi ini. Intan Manik dan Lenny Purba yang sudah mau berlelah mencari sekolah. Ita Novita, Kak Sustriana, Ayeth, Ellyna Silaen, terimakasih buat kalian yang telah membantu peneliti mengambil data try out. Buat Rina Melati dan Marni yang bersedia meminjamkan buku-bukunya untuk menambah bahan skripsi peneliti.

5. Ibu Ade Rahmawati, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik.

6. Bapak K.H.Simarmata, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Padang bulan yang telah memberikan izin bagi peneliti untuk mengambil data try out meskipun situasi sekolah sedang sibuk. Ibu Siti Fatimah, S.Pd, selaku kepala sekolah SMP Amir Hamzah dan Bapak Muhammad Syahril Nst, S.Ag, selaku kepala sekolah SMP Kartika I-1. Peneliti mengucapkan terimakasih banyak karena telah memberikan izin bagi peneliti dan dengan keramahan dan keterbukaan menerima peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

7. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan ilmu wawasan dan pengetahuan yang sangat berharga kepada peneliti, dan seluruh


(7)

pegawai di Fakultas Psikologi USU yang setia membantu peneliti menyediakan segala keperluan selama perkuliahan.

8. Buat para teman-teman peneliti di Mansur 52: Kak Yesanopa, Ellyna, Upik, Eva, Ester, Isfa, Ririn, Marisa, Putri. Terimakasih selama ini buat kebersamaan kita yang tak terlupakan. Peneliti senang bisa mengenal kalian semua.

9.Buat para sahabat, teman-teman peneliti selama menjalani kehidupan perkuliahan di Fakultas Psikologi. Dermika, Ita , Lenny, Erni, Intan, Chingu Esna, Novita Sari, Rina, Helen, Kak Sustri, Tetty, Nella dll. Terima kasih atas kebersamaan kita selama ini juga atas semua perhatian, kepercayaan, penerimaan, dan dukungan..

10.Buat semua teman-teman seperjuangan angkatan 2007 yang tak dapat dituliskan namanya satu persatu, semoga kita semua menjadi manusia yang sukses di masa depan, Amin.

Akhir kata, peneliti berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Peneliti menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu peneliti membuka kesempatan atas masukan, kritikan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Terimakasih.

Medan, September 2011 Peneliti,

Arini Pinondang Pandiangan


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... ……….vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat teoritis ... 9

2. Manfaat praktis ... 9

E. Sistematika Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Depresi ... 11

1. Pengertian Depresi... 12

2. Gejala Depresi ... 13


(9)

3. Perkembangan Skala Center for Epidemiologic Studies Depression

(CES-D) ... 15

4. Depresi pada Remaja ... 16

5. Teori Psikologis tentang Depresi ... 17

B. Dukungan Sosial ... 19

1. Pengertian Dukungan Sosial ... 19

2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial ... 20

3. Teori Model Dukungan Sosial ... 21

C. Bullying ... .22

1. Pengertian Bullying... .22

2. Tanda-tanda Bullying ... .23

3. Jenis Perilaku Bullying ... .24

D. Remaja ... .25

1. Pengertian Remaja ... .25

2. Ciri-ciri Masa Remaja ... .26

3. Perkembangan Sosial Remaja ... .27

4. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja ... .28

D. Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Depresi pada Remaja Awal Korban Bullying ... .30

E. Hipotesis Penelitian ... .33

BAB III METODE PENELITIAN ... .34

A. Identifikasi Variabel Penelitan ... .34

B Definisi Operasional Variabel Penelitian ... .35


(10)

1. Depresi ... .35

2. Dukungan Sosial... .36

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... .37

1. Populasi dan Sampel ... .37

2. Teknik Pengambilan Sampel ... .38

3. Jumlah Sampel Penelitian ... .38

D. Metode Pengumpulan Data ... .38

1. Skala Bullying ... .39

2. Skala Depresi ... .40

3. Skala Dukungan Sosial ... .41

E. Validitas, Uji Daya Beda dan Reliabilitas Alat ukur ... .42

1. Validitas alat ukur... .42

2. Uji daya beda... .44

3. Uji Reliabilitas... .45

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... .46

1. Skala Depresi ... .46

2. Skala Dukungan Sosial ... .47

G. Prosedur Penelitian ... .48

1. Tahap persiapan penelitian... .48

2. Tahap Pelaksanaan penelitian ... .49

3. Tahap Pengolahan Data ... .50

4. Etika Penelitian... .50

G. Metode Analisis Data ... .51


(11)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... .53

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian... .53

1. Jenis kelamin subjek penelitian ... .53

2. Usia subjek penelitian ... .54

3. Frekuensi Mengalami Bullying ... .54

B. Hasil Penelitian ... .55

1. Uji Asumsi ... .55

2. Hasil Utama Penelitian ... .58

3. Hasil Tambahan ... .60

C. Pembahasan ... .68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... .72

A. Kesimpulan ... .72

B. Saran ... .74

1.Saran Metodologis ... .74

2.Saran Praktis ... .74

DAFTAR PUSTAKA ... .77 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Depresi Sebelum Uji Coba ... 40

Tabel 2. Blue Print Skala Dukungan Sosial Sebelum Uji Coba... 41

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Depresi Setelah Uji Coba ... 46

Tabel 4. Penomoran Kembali Skala Depresi Setelah Uji Cob ... 47

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba.. ... 47

Tabel 6. Penomoran Kembali Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba………..……….. 48

Tabel 7. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... ... 53

Tabel 8. Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia ... .. 54

Tabel 9. Gambaran subjek penelitian berdasarkan frekuensi mengalami bullying ... .. 54

Tabel 10. Hasil Uji Normalitas ... . 56

Tabel 11. Hasil Uji Linieritas ... . 57

Tabel 12. Hasil Model Summary pada Analisis Regresi ... . 59

Tabel 13. Hasil Coefficients pada Analisis Regresi.. ... . 59

Tabel 14. Deskripsi Variabel Dukungan Sosial dan Depresi ... . 60

Tabel 15. Kriteria Jenjang Kategorisasi Variabel Dukungan Sosial dan Depresi………... 61

Tabel 16. Matriks Hubungan Antar Variabel Dalam Bentuk Kategori ... . 63

Tabel 17. Deskripsi Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial dan Depresi………….. 64 Tabel 18. Hasil Analisis Regresi Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial*Depresi… 65


(13)

Tabel 19. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 66 Tabel 20. Hasil Koefisien Regresi ... 67


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambaran Normalitas Skala Dukungan Sosial ... 56 Gambar 2. Gambaran Normalitas Skala Depresi... 57 Gambar 3. Grafik Linearitas antara Dukungan Sosial dengan Depresi ... 58


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji Coba

Lampiran 2 Data mentah Subjek Penelitian Lampiran 3 Hasil olah data SPSS

Lampiran 4 Skala Bullying Skala Depresi

Skala Dukungan Sosial Lampiran 5 Surat izin pengambilan data

Surat keterangan telah mengambil data


(16)

Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Depresi Pada Remaja Awal Korban Bullying Arini Pinondang Pandiangan dan Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauhmana pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying. Dukungan sosial merupakan segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain. Depresi merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami simtom-simtom perasaan sedih, tertekan, kesepian, berkurang nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu, merasa tidak bersahabat, dan merasa tidak disukai orang lain.

Subjek penelitian berjumlah 65 orang individu remaja awal korban bullying. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala bullying yang dimodifikasi dari Skala Bullying Sonia (2009), Skala Dukungan Sosial yang disusun peneliti berdasarkan teori Sarafino (2006), dan skala Depresi yang dimodifikasi dari Skala Depresi Sonia (2009) yang disusun berdasarkan faktor-faktor CES-D (Center for Epidemiologic Studies

Depression). Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan analisis

regresi.

Hasil analisis data diperoleh nilai R-square / r2= 0,083 dengan nilai F = 5,738

dan p < 0,020. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial memberikan sumbangan efektif sebesar 8,3% terhadap depresi pada remaja awal korban

bullying. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa bentuk dukungan sosial

yang tepat diberikan pada korban bullying adalah dukungan instrumental diikuti oleh dukungan emosional, dukungan persahabatan.

Kata kunci : dukungan sosial, depresi, bullying.


(17)

The Effect of Social Support to Depression on Early Adolesence who Become Bullying Victim

Arini Pinondang Pandiangan and Rahmi Putri Rangkuti

ABSTRACT

The purpose of this research is to see how far is the effect of social support to depression on early adolesence who become bullying victim. Social support is all types of helping that individu perceived comfort, caring, esteem, that can give positive effect for his/herself by interaction with other individu or group. Depression is a condition which individu feel symtomp like sad feeling, depressed, loneliness, poor appetite, need an effort when doing everything, restless sleep, difficult begining to work something, felt unfriendly, and felt disliked by people. The subject in this research are 65 early adolesence individual who become bullying victim. Sampling technique used in this research was cluster random sampling. Measurement tools used in this research are Bullying Scale that modified from Sonia’s Bullying Scale (2009), Social Support Scale made according to theory of social support by Sarafino (2006), and Depression Scale that modified from Sonia’s Depression Scale (2009) that made according to factors of CES-D (Center for Epidemiologic Studies Depression). The data of this research was analized with regression analysis.

From the analized data, we have value of R-square / r2= 0,083 with value of F= 5,738 and p < 0,020. The result show us that social support gave 8,3% of effective effect on depression on early adolesence who become bullying victim. An extra result of the researh showing that the accurate type of social support that should give for bullying victim is instrumental support then followed by emotional support, companionship support, and informational support.

Key words: social support, depression, bullying


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Remaja (adolescence) adalah individu yang sedang berada pada masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Pada masa ini, remaja mengalami berbagai macam perubahan dengan melalui proses yang cukup rumit dan berhubungan dengan tugas perkembangan masa remaja. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial (Hurlock, 1980).

Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat dua macam gerak, yaitu: memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks, 2004). Menurut Hurlock (1980), yang terpenting dan tersulit dalam perubahan sosial yang dialami remaja adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam penerimaan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin. Remaja mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota-anggota berbagai kelompok sebaya seperti clique, kelompok besar, atau geng. Nilai ini terutama didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota-anggota kelompok.


(19)

Salah satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku bullying yang merupakan bentuk khusus agresi di kalangan teman sebaya. Bullying telah dikenal sebagai masalah sosial yang terutama ditemukan di kalangan anak-anak sekolah. Hampir setiap anak mungkin pernah mengalami suatu bentuk perlakuan tidak menyenangkan dari anak lain yang lebih tua atau lebih kuat (Krahe, 2005). Kebanyakan perilaku bullying terjadi secara tersembunyi (covert) dan sering tidak dilaporkan sehingga kurang disadari oleh kebanyakan orang (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000).

Definisi mengenai bullying menurut Olweus adalah suatu perilaku negatif berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan yg dilakukan oleh orang lain oleh satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya (Olweus, 2006). Hal senada mengenai definisi bullying diungkapkan Coloroso (2003), bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku

bullying adalah suatu tindakan negatif berulang yang dilakukan secara sadar dan

disengaja yang bermaksud untuk menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan orang lain.


(20)

Olweus merumuskan adanya tiga unsur dasar bullying, yaitu bersifat menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat (dalam American Medical

Association, 2002). Coloroso (2003) juga mengatakan bahwa bullying akan selalu

mengandung tiga elemen, yaitu: kekuatan yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti, ancaman akan dilakukannya agresi. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban bullying bila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu,

bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga

korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Krahe, 2005).

Olweus (1993) mengidentifikasi dua subtipe bullying, yaitu perilaku secara langsung, misalnya penyerangan fisik dan secara tidak langsung, seperti penolakan atau pengucilan sosial. Coloroso (2003) juga merumuskan ada tiga bentuk perilaku bullying, yaitu verbal bullying (seperti mengejek, membuat nama panggilan, menghina), physical bullying (seperti memukul, meninju, menendang), dan relational bullying (seperti pengabaian, pengisolasian). Seseorang yang menjadi korban bullying dapat mengalami satu atau beberapa bentuk bullying tersebut.

Penelitian mengenai bullying telah banyak dilakukan di berbagai negara. Pada tahun 2001, Nansel dkk melakukan penelitian terhadap 15.600 siswa grade 6 sampai 10 di Amerika. Hasilnya menunjukkan sekitar 17% dari mereka


(21)

melaporkan menjadi korban bullying dengan frekuensi kadang-kadang dan sering selama masa sekolah, 19% mengaku melakukan bullying pada orang lain dengan frekuensi kadang-kadang dan sering, dan 6% dari seluruh sampel menjadi pelaku dan korban bullying (dalam American Medical Association, 2002). Penelitian lain dilakukan oleh Wang dkk (2009) terhadap 7.508 remaja di Amerika untuk menguji bentuk-bentuk perilaku school bullying pada remaja Amerika dan hubungannya dengan karakterisitik demografik, dukungan orang tua dan teman. Hasilnya diperoleh bahwa remaja yang menjadi korban bullying paling tidak sekali dalam dua bulan terakhir sebesar 20,8% mengalami bullying secara fisik, 53,6% secara verbal, 51,4% secara sosial, dan 13,6% melalui elektronik.

Beberapa fenomena bullying juga terjadi di sekolah-sekolah menengah pertama di Medan yang diketahui melalui beberapa penelitian. Sebuah penelitian dilakukan Sonia (2009) pada beberapa sekolah menengah pertama di Kecamatan Medan Petisah mengenai perbedaan depresi ditinjau dari kategori bullying dan jenis kelamin. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 214 remaja, 83 orang dikategorikan sebagai pelaku bullying (bully), 63 orang sebagai korban (victim), 68 orang sebagai bully-victim (pelaku dan korban). Sedangkan 186 orang tergolong neutral (melakukan atau mengalami bullying dua sampai tiga kali dalam beberapa bulan terakhir).

Penelitian lainnya dilakukan pada sebuah sekolah menengah pertama di Kecamatan Petisah mengenai hubungan persepsi terhadap budaya sekolah dengan perilaku bullying pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Raksana. Secara umum diketahui gambaran perilaku bullying siswa SMP yang diteliti memiliki


(22)

tingkat perilaku bullying yang tinggi dan bentuk bullying secara fisik lebih tinggi dibandingkan bullying verbal dan bullying secara relasional. Hasil ini diperoleh dari 79 subjek siswa-siswi SMP Raksana dimana sekitar 13,9% (11 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying tinggi, 67,1% (53 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying sedang, dan 19% (15 siswa) dikategorikan terlibat perilaku bullying rendah. Bentuk perilaku bullying yang paling sering dilakukan siswa adalah physical bullying (41,44%), verbal bullying (31,19%), dan relational

bullying (28,47%) (Tampubolon, 2010).

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa bullying menimbulkan berbagai dampak negatif dan dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Bagi korban

bullying, sekolah dapat menjadi tempat yang tidak menyenangkan dan berbahaya.

Ketakutan yang mereka alami dapat menimbulkan depresi, harga diri rendah, dan sering absen (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000). Sebuah penelitian lain dilakukan terhadap 242 teenager (berusia 13-16 tahun) bertujuan untuk menguji hubungan antara perilaku bullying dengan depresi di secondary school Selangor, Malaysia. Hasilnya menyatakan terdapat hubungan positif yang signifikan antara bullying dan depresi pada teenager. Hasil tersebut mengimplikasikan bahwa semakin tinggi tingkat bullying pada teenager maka semakin tinggi tingkat depresi yang dialami mereka (Uba, Yaacob, & Juhari, 2010). Penelitian lainnya dilakukan untuk menguji hubungan antara bullying, depresi, dan suicidal ideation terhadap 16.410 remaja (berusia 14-16 tahun) di Finlandia. Hasilnya menunjukkan sekitar 915 siswi dan 508 siswa diklasifikasikan mengalami depresi tingkat sedang hingga berat (Kaltiala-Heino, Rimpela, Marttunen, Rimpela, & Rantanen, 1997).


(23)

Hasil penelitian mengenai dampak bullying pada remaja di Medan juga telah diketahui. Dari 214 siswa-siswi di Kecamatan Medan Petisah dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan depresi pada masing-masing kategori bullying. Kelompok bully-victim mengalami tingkat depresi yang lebih tinggi daripada kelompok victim dan bully. Kelompok subjek bullies yang cenderung mendominasi orang lain mungkin tidak merasakan tekanan ataupun celaan yang lebih rentan pada kelompok perempuan dan kelompok victim dan bully-victim (Sonia, 2009).

Menurut Blackman, depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Dr. Jonathan Trisna mengatakan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/ gairah) disertai dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan (dalam Lubis, 2009).

Depresi pada anak-anak dan remaja diasosiasikan dengan meningkatnya perilaku bunuh diri (Lubis, 2009). Hal ini tampak dari beberapa kasus bunuh diri yang dialami remaja korban bullying di Indonesia. Pada tahun 2005, Fifi Kusrini, remaja berusia 13 tahun di Bekasi melakukan bunuh diri dikarenakan menjadi korban bullying yang menerima ejekan temannya sebagai anak tukang bubur. Siswi lain, Linda Utami, remaja 15 tahun di Jakarta juga mengalami depresi akibat memperoleh ejekan tidak naik kelas dari temannya (dalam Suryanto, 2007).


(24)

Orang yang melakukan bunuh diri adalah orang yang kurang mendapatkan dukungan sosial. Dukungan sosial digunakan untuk menjelaskan bagaimana hubungan sosial memberikan manfaat bagi kesehatan mental atau kesehatan fisik individu (dalam Lubis, 2009). Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan.

Sebuah penelitian dilakukan oleh Rigby pada tahun 2000 terhadap 845 siswa remaja di Australia untuk menguji mengenai seberapa sering remaja menjadi korban bullying dan melihat dukungan sosial yang mereka terima dari teman, orangtua, dan guru. Hasilnya menunjukkan bahwa peer victimisation secara signifikan berhubungan dengan tingkat kesehatan mental yang rendah. Dari penelitian tersebut juga diketahui bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan positif memprediksi tingkat kesejahteraan mental yang lebih tinggi bagi para korban bullying. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat dukungan sosial yang tinggi dapat mengurangi efek negatif dari peer victimisation (dalam Rigby, 2005).

Penelitian Panzarella dkk (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan berkebalikan antara dukungan sosial dengan depresi. Panzarella juga menambahkan bahwa dukungan sosial yang buruk mendukung meningkatnya faktor resiko depresi sekaligus menjadi konsekuensi dari depresi. Berkurangnya


(25)

dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan individu untuk mengatasi berbagai peristiwa hidup yang negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi (Billings dkk dalam Davison, 2006). Secara umum diketahui adanya hubungan resiprokal antara dukungan sosial dengan depresi, dimana dukungan sosial mengurangi resiko depresi pada masa remaja awal, sekaligus juga depresi menimbulkan berkurangnya dukungan (Stice, Ragan, & Randall, 2004).

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa bullying menimbulkan berbagai konsekuensi negatif. Salah satu dampaknya bagi korban adalah mengalami depresi bahkan hingga dapat menimbulkan terjadinya bunuh diri. Penelitian juga menunjukkan bahwa korban bullying dengan segala pengalaman yang tidak menyenangkan membutuhkan dukungan sosial yang berhubungan dengan kesejahteraan mental. Dari penelitian juga telah diketahui bahwa terdapat hubungan berkebalikan antara dukungan sosial dengan depresi, sehingga dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melihat pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini diajukan melalui pertanyaan: Apakah ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying?


(26)

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan data secara langsung mengenai apakah ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan mengenai dukungan sosial dan depresi pada remaja awal korban bullying dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Beberapa manfaat praktis yang dapat diberikan dari penelitian ini:

a. Memberi informasi mengenai gambaran bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah di berbagai negara termasuk di Indonesia, khusunya di Medan.

b. Memberikan informasi mengenai dampak bullying sehingga pihak sekolah melakukan suatu cara untuk mengatasi bullying yang terjadi dalam lingkungan sekolah melalui kebijakan sekolah.

c. Memberi informasi bahwa keluarga, sekolah, dan teman sebaya remaja dapat menjadi sumber dukungan sosial bagi korban bullying dengan mengetahui bentuk dukungan sosial yang tepat bagi korban bullying.


(27)

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I : Pendahuluan, berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, tujuan, manfaat dan sistematika penelitian.

Bab II : Landasan teori, berisi teori dan hasil penelitian yang digunakan menjadi landasan penelitian. Dalam penelitian ini akan digunakan teori Depresi dari DSM IV-TR (2000) dan CES-D dari Radloff (1977), teori Dukungan Sosial dari Sarafino (2006), dan teori

Bullying dari Olweus (1993) dan Coloroso (2003). Pada bab ini

akan dijelaskan juga mengenai bullying, depresi, dukungan sosial, dan pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying.

Bab III : Metode penelitian, berisi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi penelitian, alat ukur yang akan digunakan, prosedur pelaksanaan, dan metode analisis data yang digunakan. Bab IV : Analisis dan interpretasi hasil penelitian, berisi tentang gambaran

subjek penelitian dan hasil penelitian.

Bab V : Kesimpulan dan saran, berisi kesimpulan yang berusaha menjawab masalah yang dikemukakan berdasarkan hasil penelitian. Kemudian berdasarkan kesimpulan akan diajukan saran bagi penelitian selanjutnya.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DEPRESI

1. Pengertian Depresi

Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan yaitu suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Individu yang mengalami depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik dan sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi, dan menurunnya daya tahan (Lubis, 2009).

Dalam Chaplin (2002) depresi didefinisikan pada dua keadaan, yaitu pada orang normal dan pada kasus patologis. Pada orang normal, depresi merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak puas, menurunnya kegiatan, dan pesimis dalam menghadapi masa yang akan datang. Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmampuan ekstrem untuk bereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpastian, tidak mampu dan putus asa. Perbedaan depresi normal dengan depresi klinis terletak pada tingkatannya, namun keduanya memiliki jenis simtom yang sama. Tetapi depresi unipolar atau mayor depresi mempunyai simtom yang lebih banyak, lebih berat (severely), lebih sering, dan terjadi dalam waktu yang lebih lama. Namun batas antara gangguan depresif normal (‘normal’ depressive


(29)

disturbance) dengan gangguan depresif klinis (clinically significant depressive disorder) masih kabur (Rosenhan & Seligman, 1989).

Radloff (1977) telah mengembangkan sebuah skala CES-D untuk mendeteksi simtom-simtom depresi pada populasi umum. Komponen utama simtomatologi depresif yang digunakan dalam skala CES-D diidentifikasi dari literatur klinis dan studi faktor analisis. Melalui skala CES-D individu dikatakan mengalami simtom-simtom depresi melalui keempat faktor, yaitu: Depressed

effect/negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau suasana hati yang

dirasakan negatif seperti perasaan sedih, tertekan, kesepian, dan menangis,

Somatic symptoms merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan dengan

keadaan tubuh seperti merasa terganggu, berkurang atau bertambahnya nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, dan sulit memulai sesuatu, Positive affect merupakan perasaan, emosi, suasana hati yang dirasakan positif bagi individu dan memiliki harapan yang merupakan kebalikan dari perasaan negatif, dan Interpersonal relation merupakan perasan negatif yang dirasakan individu berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak bersahabat dan merasa tidak disukai.

Berdasarkan berbagai definisi dari faktor-faktor yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan pengertian depresi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami simtom-simtom perasaan sedih, tertekan, kesepian, berkurang nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu, merasa tidak bersahabat, dan merasa tidak disukai orang lain.


(30)

2. Gejala Depresi

Dalam DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder fourth edition Text Revision) (American Psychiatric Association, 2000)

dituliskan kriteria depresi mayor yang ditetapkan apabila sedikitnya lima dari gejala di bawah ini telah ditemukan dalam jangka waktu dua minggu yang sama dan merupakan satu perubahan pola fungsi dari sebelumnya, paling tidak satu gejalanya ialah salah satu dari mood tertekan atau hilangnya minat atau kesenangan (tidak termasuk gejala-gejala yang jelas yang disebabkan kondisi medis umum atau mood delusi atau halusinasi yang tidak kongruen).

a. Mood tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, sebagaimana

ditunjukkan oleh laporan subjektif atau pengamatan dari orang lain.

b. Ditandai dengan berkurangnya minat dan kesenangan dalam semua, atau hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (ditunjukkan oleh pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain). c. Berkurangnya berat badan secara signifikan tanpa diet atau bertambahnya

berat badan (seperti perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), atau berkurangnya atau bertambahnya nafsu makan hampir setiap hari (pada kanak-kanak, pertimbangkan juga kegagalan untuk mendapatkan tambahan berat badan).

d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang kegelisahan atau rasa terhambat)


(31)

f. Lelah atau kehilangan tenaga hampir setiap hari

g. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai (yang mencapai taraf delusional) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah karena sakitnya).

h. Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, atau ragu-ragu hampir setiap hari (baik atas pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain)

i. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya takut akan kematian), atau usaha bunuh diri atau adanya suatu rencana spesifik untuk bunuh diri.

Pada umumnya penelitian-penelitian mengenai depresi akan mendeteksi depresi melalui simtom-simtomnya. Salah satu alat ukur yang umum dikenal adalah CES-D (The Center for Epidemiological Studies-Depression Scale) yang dikembangkan oleh Radloff (1977) melalui National Institute of Mental Health. Komponen utama simtomatologi depresif yang digunakan dalam skala CES-D diidentifikasi dari literatur klinis dan studi faktor analisis. CES-D terdiri dari 20 aitem dan disusun berdasarkan 4 faktor:

1. Depressed effect / negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau

suasana hati yang dirasakan negatif seperti perasaan sedih (blues), tertekan (depressed), kesepian (lonely), dan menangis (cry sad).

2. Somatic symptoms merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan

dengan keadaan tubuh seperti merasa terganggu, berkurang atau bertambahnya nafsu makan, membutuhkan usaha dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, dan sulit memulai sesuatu.


(32)

3. Positive affect merupakan perasaan, emosi, suasana hati yang dirasakan

positif bagi individu dan memiliki harapan yang merupakan kebalikan dari perasaan negatif.

4. Interpersonal relation merupakan perasan negatif yang dirasakan individu

berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak bersahabat dan merasa tidak disukai.

3. Perkembangan Skala Center for Epidemiologic Studies Depression (CES-D)

Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D) adalah skala

yang didesain untuk menilai tingkat simtom depresi pada saat terkini (to assess

current level of depressive symtomp) pada populasi umum. CES-D menilai

berdasarkan frekuensi dan durasi simtom yang berhubungan dengan depresi. Skala ini bertujuan untuk digunakan dalam studi epidemiologi pada populasi umum (dalam Vingerhoets, 2001).

Alat ukur terdiri dari 20 item yang diseleksi dari sejumlah skala depresi terdahulu yang sudah valid. Pernyataan-pernyataan dalam CES-D meliputi

depressed mood, perasaan bersalah dan tidak berharga, merasa putus asa dan tidak

berdaya, kemunduran psikomotor, kehilangan selera makan, dan gangguan tidur. Desain skala CES-D lebih menekankan komponen afektif, yaitu depressed mood. Responden diminta untuk merating frekuensi simtom selama minggu terakhir dalam skala Likert 4 point dengan rentang dari jarang atau tidak pernah (kurang dari satu hari) hingga sering atau setiap hari (5-7- hari). Jumlah skor dalam CES-D dapat dijumlahkan, skor yang lebih tinggi mengindikasikan adanya simtom depresif (Radloff, 1977).


(33)

CES-D bukanlah merupakan alat diagnostik, tetapi merupakan alat tes

screening untuk mengidentifikasi individu atau kelompok yang berisiko depresi.

CES-D juga telah diadaptasi penggunaannya terhadap anak-anak. Skala ini juga telah divalidasi untuk digunakan oleh remaja, lansia, dan sejumlah kelompok dari etnis yang berbeda.

4. Depresi pada Remaja

Depresi tidak mengenal batasan umur dan bisa terjadi pada siapa saja, dari kelompok sosial mana saja dan pada segala rentang usia. Hadi (2004) menemukan bahwa depresi pada kelompok umur remaja ternyata relatif tinggi. Dengan kata lain, remaja rentan terkena depresi. Menurut Blackman (dalam Lubis, 2009), depresi pada remaja sebagian besar tidak terdiagnosis sampai akhirnya mereka mengalami kesulitan yang serius dalam sekolah dan penyesuaian pribadi yang sering kali berlanjut pada masa dewasa

Depresi bisa menjadi respon sementara terhadap situasi maupun stres. Pada remaja, mood sedih adalah hal yang umum karena proses pendewasaan, stres yang berhubungan dengan kedewasaan, pengaruh hormon seksual, dan konflik kebebasan dengan orang tua. Walaupun normal bagi remaja untuk mengalami perubahan suasana perasaan, tetapi hal tersebut menjadi tidak normal jika berlarut-larut dengan kekacauan emosi yang luar biasa (Lubis, 2009).

Terdapat persamaan dan perbedaan dalam simtom-simtom depresi mayor yang ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak dan remaja berusia 7 (tujuh) hingga 17 (tujuh belas) tahun memiliki kesamaan dengan orang dewasa dalam mood depresi, ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan, fatik,


(34)

masalah konsentrasi, dan pemikiran untuk bunuh diri. Simtom-simtom yang berbeda adalah tingkat percobaan bunuh diri dan rasa bersalah yang lebih tinggi pada anak-anak dan remaja, sedangkan pada orang dewasa lebih sering bangun lebih awal di pagi hari, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, dan depresi dini hari (Davison, 2006).

5. Teori Psikologi tentang Depresi a. Teori Interpersonal Depresi

Dalam teori ini dibahas mengenai hubungan antara orang-orang yang depresi dengan orang lain. Pada individu yang depresi cenderung memiliki sedikit jaringan sosial dan menganggap jaringan sosial hanya memberikan sedikit dukungan (Keltner & Kring, dalam Davison, 2006). Berkurangnya dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan individu untuk mengatasi berbagai peristiwa hidup yang negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi (Billings dkk dalam Davison, 2006).

Kurangnya dukungan sosial tersebut kemungkinan disebabkan oleh fakta bahwa orang-orang yang depresi memicu reaksi negatif dari orang lain (Coyne, dalam Davison, 2006). Data menunjukkan bahwa perilaku orang yang depresi menimbulkan penolakan (Davison, 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa perilaku non-verbal orang yang mengalami depresi dapat berperan penting dalam hal ini. Contohnya, orang lain dapat menganggap hal-hal berikut ini sebagai sesuatu yang menyebalkan: berbicara sangat lambat, dengan banyak jeda dan keengganan, keterbukaan diri yang negatif, lebih banyak afek negaitf, jarang


(35)

melakukan kontak mata, dan sedikitnya ekspresi wajah yang positif serta lebih banyak ekspresi wajah yang negatif (Field dkk, dalam Davison, 2006).

Data yang ditemukan oleh Joiner dan Schmidt mengenai para mahasiswa yang mengalami depresi ringan menunjukkan bahwa pola tidak konsisten dalam mencari dukungan memprediksi semakin beratnya mood depresi. Hal yang terpenting dalam teori interpersonal mengenai depresi adalah fakta bahwa hubungan interpersonal bersifat bi-direksional. Dengan demikian, bila pada individu yang depresi secara pasti dapat memicu reaksi negatif dari orang yang berinteraksi dengan mereka, reaksi orang yang berinteraksi dengan mereka tersebut kemungkinan memberikan dampak negatif timbal balik pada para individu yang mengalami depresi. Memang hubungan sosial orang yang menderita depresi lebih kompleks, lebih sulit untuk dikelola, dan lebih memerlukan usaha dibanding hubungan sosial orang-orang yang tidak mengalami depresi (Coyne dalam Davison, 2006). Kesulitan dan kurangnya hubungan interpersonal dapat menjadi penyebab depresi dan juga menjadi konsekuensinya. Secara singkat, perilaku interpersonal secara jelas berperan besar dalam depresi.

b. Teori Kognitif Depresi

Dalam teori ini dibahas mengenai berbagai pola berpikir dan keyakinan dianggap sebagai faktor utama yang menyebabkan atau mempengaruhi kondisi emosional. Aaron Beck mengatakan bahwa proses-proses berpikir adalah sebagai faktor penyebab depresi. Aaron mengatakan bahwa orang-orang yang depresi memiliki perasaan seperti pesimis terhadap diri sendiri, keyakinan bahwa tidak ada seorangpun yang menyukai dirinya (Davison, 2006).


(36)

Beck (dalam Lubis, 2009) berpendapat bahwa adanya gangguan depresi adalah akibat dari cara berpikir seseorang terhadap dirinya. Penderita depresi cenderung menyalahkan diri sendiri. Hal ini disebabkan karena adanya distorsi kognitif terhadap diri sendiri dan lingkungan, sehingga dalam mengevaluasi diri dan menginterpretasi hal-hal yang terjadi mereka cenderung mengambil kesimpulan yang tidak cukup dan berpandangan negatif. Pada masa kanak-kanak dan remaja, orang-orang yang depresi mengembangkan skema negatif, yaitu suatu kecenderungan untuk melihat lingkungan secara negatif- melalui kehilangan orang yang disayang, tragedi yang terjadi susul-menyusul, penolakan sosial oleh teman sebaya.

B. DUKUNGAN SOSIAL 1. Pengertian Dukungan Sosial

Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya dengan orang lain. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang-orang yang akan membantu apabila terjadi suatu keadaan atau peristiwa yang dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan dapat menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga diri. Kondisi atau keadaan psikologis ini dapat mempengaruhi respon-respon dan perilaku individu sehingga berpengaruh terhadap kesejahteraan individu secara umum.

Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial


(37)

memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan. Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain.

2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial

Sarafino (2006) membagi dukungan sosial kedalam 5 bentuk, yaitu: a. Dukungan Emosional ( Emotional / Esteem Support )

Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengar keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka. b. Dukungan Instrumental (Instrumental / Tangible Support )

Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau menghibur saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam melaksanakan aktivitasnya.

c. Dukungan Informatif (Informational Support)


(38)

Dukungan informatif mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat, dan petunjuk.

d. Dukungan Persahabatan (Companionship Support)

Dukungan persahabatan mencakup kesediaan waktu orang lain untuk menghabiskan waktu atau bersama dengan individu, dengan demikian akan memberikan rasa keanggotaan dari suatu kelompok yang saling berbagi minat dan melakukan aktivitas sosial bersama.

3. Teori Model Dukungan Sosial

Sarafino (2006) mengemukakan dua teori model untuk menjelaskan bagaimana dukungan sosial berperan dalam mempengaruhi efek dari keadaan stres, yaitu: teori buffering dan direct effect.

a. Buffering hypothesis

Dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dan well-being dengan melindungi individu dari efek negatif tekanan tinggi yang dialami individu. Proses buffering (penyanggaan) terjadi dalam dua cara, yaitu: pertama, ketika individu menahan tekanan yang kuat, maka dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi individu tersebut akan mampu mengatasi


(39)

situasi tersebut dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat dukungan sosial yang rendah. Kedua, dukungan sosial mampu untuk memodifikasi respon individu terhadap stresor setelah proses apraisal pertama.

b. Direct effect hypothesis

Dukungan sosial memberi manfaat terhadap kesehatan dan well-being tanpa memperhitungkan jumlah stres yang dialami individu, manfaat dukungan sosial hampir sama ketika individu pada situasi stressor yang tinggi dan rendah. Proses direct effect terjadi dengan proses sebagai berikut: individu dengan dukungan sosial yang tinggi akan mempunyai perasaan belongingness dan harga diri yang kuat.

C. BULLYING

1. Pengertian Bullying

Bullying menurut Olweus yaitu suatu perilaku negatif berulang yang

bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain oleh satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya (Olweus, 2006). Menurut Coloroso (2003), bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang,


(40)

mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan dengan secara sadar untuk menyakiti orang lain, yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain, termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak.

2. Tanda-Tanda Bullying

Olweus (1993) merumuskan adanya tiga unsur dasar bullying, yaitu bersifat menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Coloroso (2003) juga mengatakan bahwa bullying akan selalu mengandung tiga elemen, yaitu: kekuatan yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti, ancaman akan dilakukannya agresi. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban bullying bila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Krahe, 2005).

3. Jenis Perilaku Bullying

Ada tiga jenis bullying menurut Coloroso (2003), yaitu:


(41)

1. Verbal bullying

Kata-kata bisa digunakan sebagai alat yang dapat mematahkan semangat anak yang menerimanya. Verbal abuse adalah bentuk yang paling umum dari

bullying yang digunakan baik anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini dapat

terjadi pada orang dewasa dan teman sebaya tanpa terdeteksi. Verbal bullying dapat berupa teriakan dan keriuhan yang terdengar. Hal ini berlangsung cepat dan tanpa rasa sakit pada pelaku bullying dan dapat sangat menyakitkan pada target. Jika verbal bullying dimaklumi, maka akan menjadi suatu yang normal dan target menjadi dehumanized. Ketika seseorang menjadi dehumanized, maka seseorang tersebut akan lebih mudah lagi untuk diserang tanpa mendapatkan panduan dari orang di sekitar yang mendengarnya.

Verbal bullying dapat berbentuk name-calling (memberi nama julukan), taunting (ejekan), belittling (meremehkan), cruel criticsm (kritikan yang kejam), personal defamation (fitnah secara personal), racist slurs (menghina ras), sexually suggestive (bermaksud/bersifat seksual) atau sexually abusive remark (ucapan

yang kasar). Hal ini juga meliputi pemerasan uang atau benda yang dimiliki, panggilan telepon yang kasar, mengintimidasi lewat e-mail, catatan tanpa nama yang berisi ancaman, tuduhan yang tidak benar, rumor yang jahat dan tidak benar. Bentuk verbal bullying dapat berdiri sendiri.

2. Physical bullying

Bentuk bullying yang paling dapat terlihat dan yang paling dapat dengan


(42)

mudah untuk diidentifikasi. Bentuk ini meliputi menampar, memukul, mencekik, mencolek, meninju, menendang, menggigit, menggores, memelintir, meludahi, merusak pakaian atau barang dari korban.

3. Relational bullying

Bentuk ini adalah yang paling sulit untuk dideteksi, relational bullying adalah pengurangan perasaan ‘sense’ diri seseorang yang sistematis melalui pengabaian, pengisolasian, pengeluaran, penghindaran. Penghindaran, sebagai suatu perilaku penghilangan, dilakukan bersama romur adalah sebuah cara yang paling kuat dalam melakukan bullying. Relational bullying paling sering terjadi pada tahun-tahun pertengahan, dengan onset remaja yang disertai dengan perubahan fisik, mental, emosional, dan seksual. Pada waktu inilah, remaja sering menggambarkan siapa diri mereka dan mencoba menyesuaikan diri dengan teman sebaya.

D. REMAJA

1. Pengertian Remaja

Remaja (adolescence) diartikan sebagai individu yang sedang pada masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.


(43)

Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Havighurst (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja bagi usia 12-18 tahun, yaitu:

a. Perkembangan aspek-aspek biologis

b. Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri

c. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan/atau orang dewasa lain

d. Mendapatkan pandangan hidup sendiri

e. Merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri.

Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan yaitu remaja awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun). Pada tahap remaja awal (12-15 tahun), remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi


(44)

pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

3. Perkembangan Sosial Remaja

Percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan pemasakan seksualitas juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja. Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak, yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya. Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berurutan meskipun yang satu dapat terkait pada yang lain. Hal itu menyebabkan bahwa adanya gerak yang pertama tanpa diikuti gerak yang kedua dapat menyebabkan rasa kesepian. Hal ini kadang-kadang dijumpai dalam masa remaja, dalam keadaan yang ekstrem hal ini dapat menyebabkan usaha-usaha untuk bunuh diri. Kualitas hubungan dengan orang tua dalam hal ini memegang peranan yang penting. Kelekatan yang tidak aman terhadap orang tua bila terjadi bersamaan dengan kemandirian akan menimbulkan perhatian yang berlebihan pada kepentingan sendiri, sedangkan kelekatan yang tidak aman bersamaan dengan bersamaan dengan ketergantungan menimbulkan orientasi konformisitis atau isolasi penuh kecemasan (Monks, 1999).

4. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja


(45)

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan (stress and storm), suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan pada tahun-tahun awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat. Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Oleh karena itu, perlu dicari keterangan lain yang menjelaskan ketegangan enmosi yang khas pada usia ini.

Penjelasan diperoleh dari kondisi sosial yang mengelilingi masa remaja kini. Adapun meningginya emosi terutama pada anak laki-laki dan perempuan yang berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru.

Meskipun emosi remaja sering kali kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional. Menurut Gessel dkk, remaja empat belas tahun sering kali mudah marah, mudah tersinggung, dan emosinya cenderung meledak, tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja enam belas tahun mengatakan bahwa mereka tidak punya keprihatinan. Jadi adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berkahirnya awal masa remaja (Hurlock, 1999).

a. Pola emosi pada masa remaja


(46)

Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa anak-anak, yaitu timbulnya amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang. Perbedaannya adalah pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarah dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan marah. Remaja juga iri hati terhadap orang yang memiliki benda lebih banyak. Ia tidak mengeluh dan menyesali diri sendiri, seperti yang dilakukan anak-anak (Hurlock, 1999).

b. Perubahan Sosial

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan pola sosiallisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1999).

E. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP DEPRESI PADA REMAJA AWAL KORBAN BULLYING


(47)

Remaja (adolescence) adalah individu yang sedang berada pada masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat dua macam gerak, yaitu: memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks, 2002). Salah satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku bullying yang merupakan bentuk khusus agresi di kalangan teman sebaya. Kebanyakan perilaku bullying terjadi secara tersembunyi (covert) dan sering tidak dilaporkan sehingga kurang disadari oleh kebanyakan orang (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000).

Definisi bullying menurut Olweus yaitu suatu perilaku negatif berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain oleh satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya (Olweus, 2006). Menurut Coloroso (2003), bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban

bullying bila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang

dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga


(48)

korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Krahe, 2005).

Bullying menimbulkan berbagai dampak negatif dan dengan tingkat

keparahan yang bervariasi. Bagi korban bullying, sekolah dapat menjadi tempat yang tidak menyenangkan dan berbahaya. Ketakutan yang mereka alami dapat menimbulkan harga diri rendah, sering absen, dan depresi (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000). Penelitian pada korban bullying di Malaysia juga menyatakan adanya hubungan positif yang signifikan antara bullying dan depresi pada

teenager (Uba dkk, 2010).

Menurut Blackman, depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Dr. Jonathan Trisna mengatakan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/ gairah) disertai dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan (dalam Lubis, 2009).

Penelitian mengenai bullying yang dilakukan Rigby menemukan bahwa

peer victimisation secara signifikan berhubungan dengan tingkat kesehatan mental

yang rendah. Dari peneltian tersebut juga diketahui bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan positif memprediksi tingkat kesejahteraan mental yang lebih tinggi bagi para korban bullying. Dari penelitian Rigby disimpulkan bahwa tingkat


(49)

dukungan sosial yang tinggi dapat mengurangi efek negatif dari peer victimisation (dalam Rigby, 2005).

Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan. Panzarella dkk (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan berkebalikan antara dukungan sosial dengan depresi. Panzarella juga menambahkan bahwa dukungan sosial yang buruk mendukung meningkatnya faktor resiko depresi sekaligus menjadi konsekuensi dari depresi. Berkurangnya dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan individu untuk mengatasi berbagai peristiwa hidup yang negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi (Billings dkk dalam Davison, 2006).

Dari gambaran hubungan resiprokal antara dukungan sosial dengan depresi, peneliti lebih berfokus pada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi. Hal ini berhubungan dengan fenomena bullying yang telah diteliti mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan mental, khususnya depresi. Dukungan sosial yang dirasakan remaja dari orang-orang di sekitar diperlukan untuk mengurangi depresi yang merupakan efek negatif bullying yang dialami remaja.

F. HIPOTESIS


(50)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN


(51)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN


(52)

Metode penelitian merupakan unsur penting di dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000). Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada satu faktor berkaitan (berkorelasi) dengan satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien korelasi (Sinulingga, 2011). Berikut akan dibahas mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilain sampel, alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian dan metode analisis data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel diartikan sebagai sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau faktor-faktor yang berperan dalam gejala yang diamati. Variabel merupakan sebuah simbol dimana angka-angka atau nilai ditetapkan dan suatu konsep atau pengertian dapat dikatakan sebagai variabel bila menunjukkan adanya variasi (Kerlinger, 2000). Sesuai dengan judul penelitian yaitu pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying, maka terdapat 2 (dua) variabel, yaitu dukungan sosial dan depresi.

1. Variabel Bebas

Varibel bebas pada penelitian ini adalah dukungan sosial. 2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah depresi.


(53)

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional merupakan batasan suatu fenomena yang dapat diamati dan diukur, bersifat behavioral (Purwanto, 2008). Definisi operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari perbedaan dalam menginterpretasi masing - masing variabel penelitian (Hadi, 2000).

1. Depresi

Depresi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami simtom-simtom perasaan sedih, tertekan, kesepian, berkurang nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu, merasa tidak bersahabat, dan merasa tidak disukai orang lain. Depresi dapat dilihat dari simtom-simtom yang dideteksi melalui CES-D (The Center for Epidemiological Studies-Depression Scale) yang dikembangkan oleh Radloff (1977) melalui National Institute of Mental Health yang terdiri dari 20 aitem dan disusun berdasarkan 4 faktor, yaitu:

a. Depressed effect/ negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau

suasana hati yang dirasakan negatif seperti perasaan sedih (blues), tertekan (depressed), kesepian (lonely), dan menangis (cry sad).

b. Somatic symptoms merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan

dengan keadaan tubuh seperti merasa terganggu, berkurang atau bertambahnya nafsu makan, membutuhkan usaha dalam melakukan sesuatu, kesulitan, tidur, dan sulit memulai sesuatu.


(54)

c. Positive affect merupakan perasaan, emosi, suasana hati yang dirasakan

positif bagi individu dan memiliki harapan yang merupakan kebalikan dari perasaan negatif.

d. Interpersonal relation merupakan perasan negatif yang dirasakan individu

berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak bersahabat dan merasa tidak disukai.

2. Dukungan Sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah segala bentuk bantuan yang dirasakan individu berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dari individu atau kelompok lain. Dukungan sosial yang diterima individu dapat dilihat dari bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (2006), yaitu: dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan informatif, dan dukungan persahabatan. Dalam penelitian ini, sumber dukungan sosial dapat berasal dari orang-orang di sekitar subjek seperti keluarga, sekolah, dan teman.

Sarafino (2006) membagi dukungan sosial kedalam 5 bentuk, yaitu: a. Dukungan Emosional

Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.


(55)

b. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau pemberian pekerjaan saat individu mengalami tekanan.

c. Dukungan Informatif

Dukungan informatif mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat, dan petunjuk.

d. Dukungan Persahabatan

Dukungan persahabatan mencakup kesediaan waktu orang lain untuk menghabiskan waktu atau bersama dengan individu, dengan demikian akan memberikan rasa keanggotaan dari suatu kelompok yang saling berbagi minat dan melakukan aktivitas sosial bersama.

C. POPULASI, SAMPEL, DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh individu atau penduduk yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Dalam penelitian ini yang


(56)

menjadi populasi adalah remaja awal, yaitu siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama yang menjadi korban bullying yang ditemukan di sekolah-sekolah menengah pertama dan sederajat.

Sampel adalah bagian dari populasi. Artinya, sampel merupakan sekelompok individu yang dipilih dari populasi yang dimaksudkan sebagai wakil populasi dari suatu penelitian. Sampel harus memiliki sedikitnya satu sifat yang sama agar dapat dilakukan generalisasi (Kaplan & Saccuzo, 2005). Subjek penelitian menurut Azwar (2001) adalah sumber utama data penelitian, yaitu mereka yang memiliki data mengenai variabel yang akan diteliti. Karakteristik subjek penelitian diperlukan untuk menjamin homogenitasnya.

Karakteristik subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Merupakan korban bullying.

b. Termasuk remaja awal. Remaja awal menurut Monks (2004) berusia 12-15 tahun.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampel bloking (cluster random sampling). Teknik pengambilan sampel ini digunakan untuk memilih sampel yang berupa kelompok dari beberapa kelompok dimana setiap kelompok terdiri atas beberapa unit yang lebih kecil (Sugiarto dkk, 2001). Sampel dalam penelitian ini adalah remaja yang bersekolah di wilayah Kecamatan Medan petisah yaitu di SMP Kartika I-1 dan SMP Amir Hamzah.


(1)

B. SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran-saran yang dikemukakan oleh peneliti diharapkan dapat berguna bagi perkembangan kelanjutan studi ilmiah.

1. Saran Metodologis

a. Berdasarkan koefisien determinasi (R2) diketahui bahwa sumbangan efektif dukungan sosial pada depresi remaja sebesar 8,3%, selebihnya dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Bagi para peneliti selanjutnya yang mengambil topik depresi disarankan untuk melihat faktor-faktor lain yang turut berpengaruh pada depresi seperti faktor keperibadian.

b. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal berdasarkan kategori bullying, yaitu bully, victim, dan bully-victim.

2. Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa dukungan sosial berpengaruh terhadap depresi pada remaja awal korban bullying. Keluarga, pihak sekolah, dan teman sebaya remaja yang merupakan sumber dukungan sosial bagi remaja korban bullying diharapkan dapat memberikan bentuk dukungan sosial yang tepat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa bentuk dukungan sosial yang paling berpengaruh adalah dukungan instrumental dimana individu merasakan adanya bantuan langsung. Dan dukungan instrumental yang diberikan juga


(2)

sebaiknya diikuti oleh bentuk-bentuk dukungan sosial lainnya, seperti dukungan emosional, dukungan persahabatan, dan dukungan informatif. a. Bentuk dukungan instrumental berupa bantuan langsung yang bersumber

dari:

1) Keluarga, seperti membantu remaja dalam menghadapi masalah misalnya mengajarkan remaja keterampilan sosial agar lebih asertif mengahadapi kejadian bullying.

2) Teman sebaya remaja, seperti membantu remaja ketika sedang menjadi target bullying dari para bully (pelaku bullying) dengan membela korban dan berani menegur bully.

3) Sekolah, seperti membantu remaja korban bullying dengan memberikan konseling khusus untuk mengurangi dampak bullying. Pihak sekolah juga bertanggung jawab untuk menangani para bully (pelaku bullying).

b. Bentuk dukungan emosional berupa empati, kepedulian dan perhatian terhadap remaja korban bullying. Dukungan emosional dapat berasal dari keluarga dan teman sebaya remaja, seperti turut merasakan apa yang dirasakan remaja, mendengarkan curahan hati remaja mengenai masalahnya, dan memperhatikan keadaan remaja.

c. Bentuk dukungan persahabatan dapat berasal dari:

1) Keluarga, seperti meluangkan waktu untuk menemani remaja, melakukan kegiatan bersama dengan remaja dan anggota keluarga lainnya.


(3)

2) Teman sebaya remaja, seperti menerima remaja untuk bergabung dalam suatu kelompok sehingga remaja merasakan bahwa ia merupakan bagian dari kelompok, melakukan aktivitas sosial bersama. 3) Sekolah, seperti bersikap bersahabat terhadap para remaja tanpa

membeda-bedakan remaja agar semua remaja merasa diterima dan tidak merasa diasingkan.

d. Bentuk informatif dapat berasal dari:

1) Keluarga, seperti memberi nasihat, petunjuk, dan saran yang diperlukan remaja untuk memecahkan masalah sehubungan dengan bullying.

2) Sekolah, seperti melakukan sosialisasi mengenai bullying, mengatasi bullying dan mencegah bullying melalui kebijakan sekolah, misalnya dibuatnya peraturan anti-bullying.

e. Bagi Remaja Korban Bullying

Bullying telah diketahui memberi dampak negatif bagi psikologis individu yang menjadi korbannya. Salah satu dampak negatif bullying yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai depresi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan depresi yang berasal dari luar diri individu adalah dukungan sosial. Sehingga disarankan bagi remaja yang mengalami bullying, agar berusaha untuk mencari dukungan sosial ketika mengalami situasi yang bisa menyebabkan perasaan tertekan melalui menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan orang-orang di sekitar, seperti keluarga, sahabat, dan teman.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

American Medical Association. (2002). Educational Forum on Adolescent Helath, Youth Bullying. Chicago.

American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision. Arlington VA.

Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________. (2001). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________. (2004). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Coloroso, Barbara. (2006). The Bully,The Bullied, and The Bystander.New York. Chaplin, J.P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada

Clarck, Corey. (2005). Relation between Social Support and Physical Health. Rochester Institute of Technology.

Davison, Neale, & Kring. (2006). Psikologi Abnormal, edisi ke-9. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Field, Andy. (2009). Discovering Statistic Using SPSS, thrid edition. SAGE Publication.

Glew, Rivara, & Feudtner. (2000). Bullying: Children Hurting Children. Pediatrics in Review. Seattle: University of Washington.

Hadi, Sutrisno. (2004). Metodologi Research [Jilid I]. Yogyakarta: Andi Offset. Hadi, Pranowo. (2004). Depresi dan Solusinya. Yogyakarta: Tugu Publisher. Hurlock, Elizabeth. (1980). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan, edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kaltiala-Heino, Rimpela, Marttunen, Rimpela, & Rantanen. (1999). Bullying,

Depression, and Suicidal Ideation in Finnish Adolescents: School Survey. Findland: Chesson.

Krahe, Barbara. (2005). Perilaku Agresif, Buku Panduan Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


(5)

Lee, Cornel, & Cole. (2001). Concurrent Validity of The Olweus Bully/Victim Questionnaire. USA: The Catalog of Federal Domestic Assistance.

Lubis, Namora Lumongga. (2009). Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Monks. (2004). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nurmalasari, Yanni. (2007). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Harga Diri pada Remaja Penderita Penyakit Lupus. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, skripsi.

Olweus, Dan.(1993).Bullying.

Diambil dari http://www.olweus.org/public/bullying.page pada tanggal 4 Desember 2010

Olweus, Dan.(2006). Bullying in Schools: Facts and Intervention. Norwegia: Research Center for Helath Promotion , University of Bergen.

Diambil dari http://www.nigz.nl/upload/presentatiolweus.pdf pada tanggal 4 Desember 2010

Panzarella, Alloy, & Whitehouse. (2006). Expanded Hopelessness Theory of Depression: on The Mechanisms by which Social Support Protects Against Depression. USA: Springer Science and Business Media, Inc.

Randall, Peter. (2001). Bullying in Adulthood Assessing the Bullies and Their Victims. New York: Taylor & Francis Routledge.

Radloff, Lenore Sawyer. (1977). The CES-D Scale: A Self-Report Depression Scale for Research in the General Population. Applied Psychological Measurement.

Diambil dari http://apm.sagepub.com/cgi/content/abstract/1/3/385.

Rigby, Ken. (2005). Bullying in School and The Mental Health of Children. Australian Journal of Guidance & Counselling. Australia: University of South Australia.

Rosenhan & Seligman. (1989). Abnormal Psychology. New York, London: W.W. Norton and Company.

Santrock, John. (2003). Adolescence, Perkembangan Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Fifth Edition.USA : John Wiley & Sons.


(6)

Sonia, Vera. (2009). Perbedaan Depresi Ditinjau dari Kategori Bullying dan Jenis Kleamin. Fakultas Psikologi USU, skripsi.

Stice, Ragan, & Randall. (2004). Prospective Relations Between Social Support and Depression: Differential Direction of Effects for Parent and Peer Support? Journal of Abnormal Psychology. Austin: American Psychological Association, Inc.

Sugiarto, Siagian, Sunarynto, & Oetomo. (2001). Teknik Sampling. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suryanto, Swastioko. (2007). Bullying Bikin Anak Depresi dan Bunuh Diri. Tampubolon, Gokma Nafita. (2010). Hubungan Persepsi terhadap Budaya

Sekolah dengan Perilaku Bullying pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Raksana Medan. Fakultas Psikologi USU, skripsi.

Uba, Yaacob, & Juhari. (2010). Bullying and It’s Relationship with Depression among Teenagers. J Psychology. Malaysia: University Putra Malaysia. Uba, Yaacob, & Juhari. (2009). The Relationship between Peer Relations and

Depression among Adolescents in Selangor, Malaysia. Europan Journal of Social Sciences. Malaysia: University Putra Malaysia.

Wang, Iannotti, & Nansel. (2009). School Bullying among Adolescents in The United States: Physical, Verbal, Relational, and Cyber. Journal of Adolescentt Helath. Maryland: Society for Adolescent Medicine.

Wenar & Kerig. 2006. Developmental Psychopathology. 5th ed. Mc Graw Hill.