ANGGRAENI MASHINTA S

(1)

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNINGTEMA AIR SEHAT

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Pendidikan Sains

Minat Utama Pendidikan IPA

Oleh

Anggraeni Mashinta Sulistyani

S831302006

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2014


(2)

HALAMAN PENGESAHAN

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNINGTEMA AIR SEHAT

TESIS Oleh

Anggraeni Mashinta Sulistyani S831302006

Tim Penguji:

Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. Ashadi ……… ……….

NIP 195101021975011001

Sekretaris Dr. Sri Dwiastuti, M.Si. ……… ……….

NIP 195406261981032001

Anggota Penguji Dr. M. Masykuri, M.Si. ……… ……….

NIP 196811241994031001

Dr. Sarwanto, M.Si. ……… ……….

NIP 196909011994031002

Telah dipertahankan di depan penguji Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Pada tanggal ……… 2014 Mengetahui:

Dekan FKIP UNS, Ketua Program Studi

Magister Pendidikan Sains

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dr. M. Masykuri, M.Si.

NIP 196007271987021001 NIP 196811241994031001


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNINGTEMA AIR SEHAT

TESIS

Oleh

Anggraeni Mashinta Sulistyani S831302006

Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. M. Masykuri, M.Si. ……… ……….

NIP 196811241994031001

Pembimbing II Dr. Sarwanto, M.Si. ……… ……….

NIP 196909011994031002

Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal ……… 2014

Ketua Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS,

Dr. M. Masykuri, M.Si. NIP 196811241994031001


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul : PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TEMA AIR SEHATini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas Nomor 17 tahun 2010)

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan FKIP UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Magister Pendidikan Sains FKIP UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Magister Pendidikan Sains FKIP UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku

Surakarta, Agustus 2014 Mahasiswa,

Anggraeni Mashinta Sulistyani NIM S831302006


(5)

MOTTO

1. Menjaga lingkungan alam berarti menjaga diri kita sendiri.

2. Lingkungan alam yang sehat mendorong kehidupan yang sejahtera.

3. Islam itu agama yang bersih, maka jagalah kebersihan. Sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih. (H.R. BAIHAQI) 4. Kebersihan dan kesehatan lingkungan merupakan faktor kenyamanan bagi

hidup kita.

5. Lingkungan alam bukan warisan nenek moyang kita namun titipan anak cucu kita.


(6)

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan untuk : “ Mutiara-mutiara Hidupku”

(Ayah, Ibu, Adik, dan Sahabatku)

Terimakasih untuk semua cinta, kasih sayang, doa, semangat, dukungan dan kedamaian yang tak tergantikan.


(7)

Pembimbing I: Dr. M. Masykuri, M.Si., II: Dr. Sarwanto, M.Si. Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) prosedur pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat, (2) kelayakan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat yang telah dikembangkan, (3) efektivitas modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat yang dikembangkan.

Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan dengan model 4-D. Rancangan modul dikembangkan menjadi draft I. Draft I divalidasi oleh validator ahli materi, media, bahasa, praktisi dan peer review kemudian direvisi menjadi draft II. Draft II kemudian diuji coba kecil pada 10 orang siswa kelas 7A SMP Negeri 4 Pracimantoro. Setelah direvisi menjadi draft III, yang diuji coba luas pada siswa kelas 7B SMP Negeri 4 Pracimantoro. Desain penelitian yang digunakan adalah one-group pretest-posttest design. Keefektifan modul terhadap hasil belajar siswa dianalisis menggunakan gain score untuk pretest-posttest

aspek pengetahuan, observasi aspek sikap dan keterampilan. Perbedaan hasil belajar menggunakanpaired sample t-test, ujiKruskal Wallis (parametrik), dan uji

One Way Anova (non-parametrik). Disseminasi dilakukan kepada 5 guru IPA untuk mendapatkan umpan balik.

Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) prosedur pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat menggunakan model 4D. Prosedur pelaksanaan meliputi: tahap tahap pendefinisian (define), tahap perencanaan (design), tahap pengembangan

(develop), dan tahap penyebaran (disseminate). Validasi ahli pada tahap perencanaan dilakukan 2 kali agar hasil yang diperoleh lebih baik. Tahap penyebaran dilakukan pada guru IPA di 5 sekolah untuk dinilai kelayakannya, sedangkan penyebarluasan dan penggunaan dalam pembelajaran belum dilaksanakan karena keterbatasan penelitian. (2) kelayakan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat yang dikembangkan termasuk dalam kategori sangat layak, yaitu dari skor uji validasi sebesar 47,20 dengan kriteria sangat layak. Skor tahap uji coba kecil, uji coba luas, dan penyebaran masing-masing yaitu 66,20 dengan kriteria layak; 89,90 dengan kriteria sangat layak; dan 96,00 dengan kriteria sangat layak. (3) modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat efektif meningkatkan hasil belajar siswa dengan hasil gain score aspek pengetahuan 0,54 menunjukkan kategori sedang; aspek sikap 0,76 menunjukkan kategori tinggi; dan aspek keterampilan 0,58 menunjukkan kategori sedang. Kata Kunci: modul, IPA terpadu, PBL, air sehat


(8)

Theme. THESIS. Advisor I: Dr. M. Masykuri, M.Si., Advisor II: Dr. Sarwanto, M.Si. Master of Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University of Surakarta.

ABSTRACT

This research aims to analyze: (1) development procedure of integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme, (2) properness of integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme, (3) effectiveness of integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme.

This research method was research and developed (R&D) that using Four-D models. Module design developed into draft I. It was validated by the experts of material, media and language, practitioners and peer review; the first draft was then revised into draft II. The second draft was used in preliminary field test on 10 students of class 7A SMP N 4 Pracimantoro. The next step was revising the module into draft III; it was then used in operational field test on class 7B SMP N 4 Pracimantoro. This research used one-group pretest-posttest design. Effectiveness of the module towards students’ learning achievement was analyzed using gain score for pre-test and post-test of knowledge aspect, as well as observation of attitude and skill aspects. Improvement of students’ learning achievement was analyzed using paired sample t-test, Kruskal Wallis test (non-parametric), and One Way Anova test (parametric). Dissemination was conducted to five Science teachers to get feedback.

The research findings are: (1) development procedure of integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme was Four-D models. It includes define, design, develop and disseminate. Validation expert at this stage of development is done two times in order to obtain better results. Deployment phase is only performed on five science theachers in schools to assess its feasibility, while the dissemination and use in learning has not been implemented due to the limitations of the study; (2) effectiveness of integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme is Excellent; it is proved by score of validity test which was 47.20 (Excellent). Score of small test phase, extensive testing, and deployment of each of the 66.20 (Good), 89.90 (Excellent), and 96.00 (Excellent); (3) integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme was effective in improving students’ learning achievement proved by the gain score of knowledge aspect which was 0.54 (Medium), attitude aspect was 0.76 (High) and skill aspect was 0.58 (Medium).

Keywords:module, integrated science, problem based learning, healthy water


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs DENGAN MODEL

PROBLEM BASED LEARNINGTEMA AIR SEHAT”

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat Magister Pendidikan Sains Program Studi Magister Pendidikan Sains di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dari awal pelaksanaannya hingga tersusunnya tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan yang baik ini peneliti megucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon H., M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kebijakan-kebijakan yang telah diberikan.

2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta atas izin yang diberikan untuk penelitian.

3. Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan Sains, sebagai Penasehat Akademik, dan sebagai Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dorongan, saran, dan kritik dalam penyusunan tesis ini.

4. Dr. Sarwanto, M.Si., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dorongan, saran, dan kritik dalam penyusunan tesis ini. 5. Segenap dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

bekal ilmu dan pengalaman yang sangat berguna bagi masa depan penulis. 6. Wiyono, S.Pd., selaku kepala SMP Negeri 4 Pracimantoro yang telah

memberikan izin untuk penelitian.

7. Endah Setyorini, S.Pd., selaku guru IPA SMP Negeri 4 Pracimantoro yang telah memberikan jam pelajaran untuk penelitian.


(10)

8. Segenap siswa kelas 7 SMP Negeri 4 Pracimantoro atas kerjasama yang diberikan selama pelaksanaan penelitian.

9. Kedua orang tua yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.

10. Mahasiswa Magister Pendidikan Sains, selaku teman sejawat yang telah memberikan bantuan dan kerjasama dalam menyelesaikan tesis ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam melaksanakan penelitian ini.

Demikian tulisan ini dapat diselesaikan. Semoga semua bantuan yang diberikan selama penelitian hingga terselesaikannya tesis ini mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta menyempurnakan tulisan ini. Akhir kata semoga penelitian ini dapat membawa manfaat yang berarti bagi pembaca.

Surakarta, Agustus 2014 Penulis,


(11)

ix

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 9

C. Batasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Spesifikasi Modul yang Diharapkan ... 11

G. Manfaat Penelitian... 13


(12)

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

A. Kajian Teori ... 17

1. Karakteristik IPA ... 17

2. Pembelajaran IPA Terpadu ... 19

3. Pembelajaran IPA Terpadu Model Integrated ... 26

4. Model Pembelajaran ... 27

5. Problem Based Learning (PBL)... 29

6. Modul Pembelajaran ... 34

7. Hasil Belajar ... 44

8. Materi Ajar Tema Air Sehat ... 48

B. Penelitian yang Relevan ... 58

C. Kerangka Berpikir ... 63

BAB III METODE PENELITIAN ... 66

A. Desain Penelitian... 66

B. Teknik Pengumpulan Data ... 68

C. Instrumen Pengumpulan Data ... 79

D. Teknik Analisis Data ... 80

E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 85

F. Subjek Penelitian ... 85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 86

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 86


(13)

xi

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 143

A. Simpulan ... 143

B. Implikasi ... 144

C. Saran ... 145

DAFTAR PUSTAKA ... 146


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Fase PBL dalam Kegiatan Pembelajaran... 34

Tabel 2.2 Sifat-sifat Air ... 49

Tabel 2.3 Sifat Asam dan Basa ... 50

Tabel 3.1 Kriteria Skor Rata-Rata Menjadi Nilai dengan Kriteria ... 80

Tabel 4.1 Hasil Analisis Kebutuhan Siswa ... 87

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kebutuhan guru ... 88

Tabel 4.3 Peta Kompetensi Tema Air Sehat ... 91

Tabel 4.4 Komponen Sampul Depan Modul ... 93

Tabel 4.5 Komponen Sampul Samping Modul ... 94

Tabel 4.6 Komponen Sampul Belakang Modul ... 94

Tabel 4.7 IconSintaks PBL dalam Kegiatan Belajar ... 99

Tabel 4.8 Ringkasan Hasil Validasi (Sebelum Revisi) ... 101

Tabel 4.9 Analisis Hasil Validasi ... 102

Tabel 4.10 Ringkasan Hasil Validasi (Sesudah Revisi) ... 104

Tabel 4.11 Masukan Siswa Terhadap Modul ... 105

Tabel 4.12 Statistik Deskriptif Respon Siswa pada Uji Coba Kecil ... 109

Tabel 4.13 Statistik Deskriptif Respon Siswa pada Uji Coba Luas ... 111

Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Respon Siswa pada Tahap Penyebaran ... 113

Tabel 4.15 Gain ScoreAspek Kognitif ... 116

Tabel 4.16 Penilaian Indikator Aspek Afektif ... 117

Tabel 4.17Gain ScoreAspek Afektif ... 118

commit to user


(15)

Tabel 4.18 Penilaian Indikator Aspek Keterampilan ... 119

Tabel 4.19 Penilaian Indikator Aspek Portofolio ... 119

Tabel 4.20Gain ScoreAspek Psikomotor ... 120

Tabel 4.21 Ringkasan Hasil Analisis Aspek Kognitif ... 121

Tabel 4.22 Ringkasan Hasil Analisis Aspek Sikap Sosial ... 122

Tabel 4.23 Ringkasan Hasil Analisis Aspek Keterampilan ... 122

Tabel 4.24 Ringkasan Hasil Analisis Aspek Portofolio ... 123


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Alur Model Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu... 23

Gambar 2.2 Diagram Peta Integrated ... 26

Gambar 2.3 Tahapan PBL ... 33

Gambar 2.4 Rangkaian Alat Penjernihan Air Sederhana ... 57

Gambar 2.5 Diagram Kerangka Berpikir ... 63

Gambar 3.1 Diagram Pengembangan Model 4-D ... 66

Gambar 3.2 Diagram Peta Konsep IPA Terpadu Tema Air Sehat ... 70

Gambar 4.1 CoverModul IPA Terpadu Model PBL Tema Air Sehat ... 95

Gambar 4.2 Grafik Persentase Respon Siswa terhadap Modul pada Aspek Tampilan, Penyajian Materi, dan Manfaat ... 110

Gambar 4.3 Grafik Persentase Respon Siswa terhadap Modul pada Aspek Tampilan, Penyajian Materi, dan Manfaat ... 112

Gambar 4.4 Grafik Persentase Respon Guru terhadap Modul pada Aspek Tampilan, Penyajian Materi, dan Manfaat ... 114


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Peta Kompetensi IPA Terpadu ... 152

Lampiran 2 Peta Kedudukan Modul ... 153

Lampiran 3 Kerangka Modul IPA Terpadu ... 154

Lampiran 4 Angket Kebutuhan Guru ... 156

Lampiran 5 Analisis Hasil Angket Kebutuhan Guru ... 160

Lampiran 6 Contoh Isian Angket Kebutuhan Guru ... 170

Lampiran 7 Angket Kebutuhan Siswa... 173

Lampiran 8 Analisis Hasil Angket Kebutuhan Siswa ... 177

Lampiran 9 Contoh Isian Angket Kebutuhan Siswa ... 184

Lampiran 10 Lembar Validasi RPP... 187

Lampiran 11 Contoh Isian Lembar Validasi RPP ... 191

Lampiran 12 Lembar Validasi Butir Soal ... 195

Lampiran 13 Contoh Isian Lembar Validasi Butir Soal ... 208

Lampiran 14 Lembar Validasi Modul ... 221

Lampiran 15 Cintoh Isian Lembar Validasi Modul ... 235

Lampiran 16 Angket Respon Siswa terhadap Modul ... 247

Lampiran 17 Contoh Isian Angket Respon Siswa terhadap Modul (Uji Coba Kecil dan Uji Coba Luas) ... 351

Lampiran 18 Analisis Validasi Modul ... 259

Lampiran 19 Hasil Analisis Validasi Modul ... 267

Lampiran 20 Hasil Analisis Uji Coba Kecil dan Uji Coba Luas ... 278

commit to user


(18)

Lampiran 21 Pedoman Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 281

Lampiran 22 Contoh Isian Pedoman Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 283

Lampiran 23 Silabus dan RPP ... 289

Lampiran 24 Analisis Reliabilitas dan Validitas Butir Soal ... 325

Lampiran 25 Analisis Butir Soal ... 333

Lampiran 26 Analisis Nilai Uji Coba Luas ... 334

Lampiran 27 Angket Disseminate ... 375

Lampiran 28 Contoh Isian Angket Disseminate ... 379

Lampiran 29 Analisis Angket Disseminate ... 383

Lampiran 30 Dokumentasi ... 384

Lampiran 31 Gambar Isian Modul Tahap Uji Coba... 389

Lampiran 32 Gambar Revisi Modul Tahap Uji Coba Kecil ... 413

Lampiran 33 Gambar Revisi Modul Tahap Uji Coba ... 415


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum dalam pembelajaran IPA SMP sebagian besar masih dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar mata pelajaran masih dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-masing yaitu Fisika, Kimia, dan Biologi. Guru yang mengampu mata pelajaran IPA berlatar belakang disiplin ilmu tertentu, sehingga mengalami kesulitan jika mengadakan pembelajaran yang bukan sesuai dengan latar belakang keilmuannya. Pembelajaran terpadu dapat dilaksanakan secara team teaching namun pada pelaksanaannya kurang adanya koordinasi antara guru tim yang menyebabkan tidak akan terpenuhinya Kompetensi Dasar yang akan dicapai. Guru pun menganggap untuk melaksanakan model IPA terpadu sulit, sehingga guru takut untuk melaksanakannya. Padahal jumlah Kompetensi Dasar yang banyak namun waktu atau jumlah jam pelajaran IPA yang terbatas akan mengatasi permasalahan ini.

Salah satu kendala lainnya adalah masih terbatasnya buku panduan atau buku pegangan guru maupun siswa dalam bentuk IPA Terpadu. Buku yang ada sampai saat ini masih menampilkan materi terpisah-pisah berdasarkan kelompok Fisika, Kimia maupun Biologi. Bahan ajar adalah salah satu hal yang diperlukan dalam pembelajaran IPA. Modul


(20)

merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang diperlukan dalam proses pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA terpadu juga memerlukan modul IPA yang terpadu. Pembelajaran IPA pada kurikulum 2013 berupa pembelajaran IPA terpadu, sehingga kebutuhan akan modul IPA terpadu merupakan hal penting untuk dapat disediakan di sekolah agar dapat memudahkan pembelajaran IPA terpadu.

Pedoman Pengembangan Kurikulum 2013 menyebutkan bahwa pembelajaran IPA di tingkat SMP dilaksanakan dengan berbasis keterpaduan. Pembelajaran IPA SMP dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial. Integrative science mempunyai makna memadukan berbagai aspek yaitu domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Secara substansi, IPA dapat digunakan sebagai tools atau alat untuk mengembangkan domain sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Kemendikbud, 2013: 167).

Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Pembelajaran terdiri dari kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode atau model pembelajaran untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode atau model pembelajaran ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.


(21)

Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan (Hamzah Uno, 2008: 3). Tujuan dari pembelajaran tersebut yaitu berupa perubahan ke arah yang lebih baik setelah mengikuti pembelajaran. Perubahan inilah yang menjadi tolak ukur proses pembelajaran yang dilakukan. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa.

Kualitas pendidikan Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal ini diperlihatkan pada hasil penelitian TIMSS (Trends in International Mathematics and Science) dan PISA (Programme for International Student Assessment) yang berstandar internasional. Pada

surveyTIMSS tahun 1999 di bidang sains, Indonesia menduduki peringkat 32 dari 38 negara peserta, kemudian tahun 2003 menduduki peringkat 37 dari 46 negara peserta, tahun 2007 menduduki peringkat 35 dari 49 negara peserta, tahun 2011 menduduki peringkat 41 dari 43 negara peserta.

Survey PISA dalam kurun waktu tiga tahun, tahun 2003 bidang sains, Indonesia menduduki peringkat 36 dari 40 negara dengan skor 395, tahun 2006 menduduki peringkat 54 dari 57 negara dengan skor 393, dan tahun 2009 menduduki peringkat 60 dari 65 negara dengan skor 383. Berdasarkan data hasil studi TIMSS (2011) dan PISA menunjukkan bahwa soal berbasis masalah dan berkaitan dengan kemampuan analisis rendah, sehingga konsekuensinya dibutuhkan pembelajaran atau bahan ajar yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.


(22)

Modul memiliki peranan di dalam menciptakan pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Pembelajaran menggunakan modul yang dapat dilakukan untuk memecahkan permasalahan adalah dengan menerapkan modul yang memberikan pengalaman secara langsung, menantang dan menyenangkan bagi siswa. Dengan modul tersebut, siswa menjadi aktif di dalam proses pembelajaran dan juga lebih bersemangat dalam belajar. Keadaan seperti inilah yang akan memengaruhi peningkatan hasil belajar siswa.

Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP Negeri 4 Pracimantoro pada mata pelajaran IPA, menunjukkan bahwa belum tersedianya modul IPA terpadu, pembelajaran secara konvensional dan masih rendahnya hasil belajar siswa. Sehingga pemberian modul IPA terpadu dengan model PBL dirasa menjadi penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini didasarkan dari hasil wawancara dengan beberapa siswa yang mengatakan mereka tidak begitu menyukai mata pelajaran IPA dengan alasan IPA itu sulit dan membosankan untuk dipelajari. Terlihat bahwa sikap siswa selama mengikuti pembelajaran IPA menunjukkan adanya kebosanan ketika guru menjelaskan suatu konsep IPA dan kurang antusias ketika mengerjakan tugas/latihan soal yang diberikan guru.

Keberhasilan suatu pembelajaran tidak hanya dilihat dari sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran saja, tetapi juga dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh. Oleh karena itu, permasalahan di atas


(23)

merupakan suatu masalah yang diakibatkan dari kurang maksimalnya pembelajaran yang dilakukan oleh guru IPA. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru pun, belum mengacu pada suatu proses pembelajaran aktif dan menyenangkan. Banyaknya materi IPA dan tuntutan kurikulum yang dipenuhi menyebabkan guru lebih sering menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan dalam pembelajarannya. Siswa hanya duduk diam, mendengar dan mencatat informasi yang diberikan guru. Proses pembelajaran yang berlangsungpun pada akhirnya masih didominasi pada teacher centered dan transfer knowledge. Guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan siswa hanya menghafal informasi aktual, sehingga kurangnya keaktifan siswa dalam menemukan konsep dengan sendirinya. Hal inilah yang menyebabkan masih rendahnya hasil belajar siswa.

Upaya untuk mengatasi permasalahan di atas adalah perlu dilaksanakannya pembelajaran IPA secara terpadu. Berdasarkan Kurikulum 2013, bahwa pembelajaran IPA yang diaplikasikan di SMP/MTs berdasarkan pendekatan scientific dan dilaksanakan dengan model pembelajaran terpadu. Melalui pembelajaran IPA terpadu, siswa dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajari secara menyeluruh, bermakna, autentik dan aktif (Trianto, 2010: 6). Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi siswa.


(24)

Pembelajaran IPA Terpadu dikemas dengan tema kontekstual, yang dekat dengan kehidupan manusia. Materi yang diajarkan dikaitkan dengan situasi dunia nyata, sehingga dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang menyenangkan, menantang, dan menerapkan proses pembelajaran yang lebih bervariasi bagi siswa. Proses pembelajaran yang demikian, dapat menimbulkan dampak pada hasil belajar yang diperoleh siswa.

Menurut Permendiknas No. 24 tahun 2007, salah satu sumber belajar siswa adalah buku teks. Hakikat pembelajaran IPA terpadu adalah berfokus pada siswa (student centered) yang menekankan keaktifan siswa dan menuntut siswa belajar mandiri. Modul dapat berperan sebagai sumber belajar siswa secara mandiri, sehingga siswa tidak bergantung pada guru. Oleh karena itu modul untuk pembelajaran IPA terpadu menyajikan materi IPA secara terpadu dan mampu mendorong siswa untuk belajar mandiri. Menurut Purwanto, dkk (2007: 9) menyatakan bahwa modul adalah bahan belajar yang dirancang secara sistematik berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu.

Ketersediaan bahan ajar IPA terpadu di SMP Negeri 4 Pracimantoro masih dirasakan kurang dalam jumlah yaitu baru tersedia buku IPA terpadu yang diterapkan di kelas 7, namun baru tersedia di perpustakaan sehingga tidak seimbang dengan jumlah kelas dan jumlah siswa di sekolah. Buku IPA terpadu hanya ada di perpustakaan, sedangkan yang diberikan kepada siswa hanya Lembar Kerja Siswa (LKS). Rai


(25)

Sujanem, I Nyoman Putu Suwindra, I ketut Tika (2009) menjelaskan bahwa hasil penelitian menunjukkan modul sebaiknya dikembangkan secara eksplisit memuat materi pembelajaran yang kontekstual. Pembelajaran IPA sebaiknya dilakukan dengan model pembelajaran berbasis masalah yang merupakan salah satu strategi pendekatan kontekstual. Prastowo (2012: 14) mengemukakan bahwa guru belum mengembangkan kreativitas untuk menyiapkan dan membuat bahan ajar secara mandiri dan memilih bahan ajar yang siap pakai karena beranggapan bahwa membuat bahan ajar merupakan pekerjaan yang sulit dan membutuhkan waktu yang lama.

Proses pembelajaran memerlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan dan mengacu pada suatu proses pembelajaran aktif dan menyenangkan adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).Berbeda dengan model-model lain yang penekanannya adalah pada mempresentasikan ide-ide dan mendemonstrasikan keterampilan, dalam

Problem Based Learning (PBL), maka guru menyodorkan situasi-situasi bermasalah kepada siswa dan memerintahkan mereka untuk menyelidiki dan menemukan sendiri solusinya (Arends, 2008: 41). Model PBL dapat diterapkan manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahami secara penuh serta mampu menyelesaikan masalah. Pembelajaran di kelas dengan mengembangkan pembelajaran PBL diharapkan bisa


(26)

menumbuhkan pengalaman belajar yang lebih menantang dan menyenangkan bagi siswa. Dengan begitu pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Suatu proses yang terdapat pada sintaks PBL ini dapat memotivasi siswa dalam belajar IPA sekaligus dapat membantu pemahaman konsep IPA. Melalui pembelajaran PBL, siswa akan diberikan permasalahan dalam menemukan konsep-konsep IPA. Penemuan konsep-konsep yang dilakukan, dapat menjadikan kebermaknaan bagi siswa dalam pembelajaran berlangsung. Guna terlaksananya pembelajaran IPA secara terpadu, maka diperlukan modul IPA terpadu yang berfungsi sebagai bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, dan sebagai fasilitas untuk dilaksanakannya pembelajaran tersebut.

Pembelajaran terpadu dalam IPA dikembangkan berdasarkan persoalan atau dapat dikemas secara tematik dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal siswa dalam bidang kajian IPA. Tema yang diambil adalah tema yang dekat dengan kehidupan siswa. Air merupakan salah satu sumber kehidupan yang memiliki hubungan sangat dekat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Dalam jenjang SMP, IPA terpadu sudah mampu menjelaskan secara khusus tema tersebut dengan beberapa keterpaduan materi dalam materi IPA. Akan tetapi, pada realitanya masih banyak SMP yang belum mampu memberikan pemikiran baru bagi siswa untuk memahami keterpaduan materi.


(27)

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang pengembangan modul dengan judul “Pengembangan Modul IPA terpadu SMP/MTs dengan ModelProblem Based LearningTema Air Sehat”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Amanat Kurikulum untuk menerapkan proses pembelajaran IPA secara terpadu belum secara utuh terlaksana, dan masih dilaksanakan secara terpisah sesuai dengan keilmuannya.

2. Masih terbatasnya bahan ajar IPA Terpadu. Dikarenakan penyusunan bahan ajar masih terpisah-pisah yaitu Fisika, Kimia dan Biologi.

3. Proses pembelajaran masih didominasi pada teacher centered dan

transfer knowledgemengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa. 4. Pembelajaran IPA hanya diberikan secara esensial mengakibatkan

ketidakbermaknaan konsep IPA yang didapat, sehingga hasil belajar siswa cenderung kurang.

5. Banyaknya materi IPA (KD) dan keterbatasan waktu menyebabkan kurangnya implementasi model pembelajaran yang lebih inovatif dan bervariasi.

6. Banyaknya materi IPA (KD) dan keterbatasan waktu mendorong perlunya bahan ajar yang efektif, efisien serta mendorong siswa untuk belajar mandiri.


(28)

7. Pembelajaran IPA di dalam kelas cenderung monoton berupa ceramah, sehingga belum mengacu pada pembelajaran aktif dan menyenangkan. 8. Implementasi model pembelajaran PBL dalam pembelajaran IPA

dipercaya dapat memberikan pengalaman langsung sehingga siswa menjadi antusias dalam belajar, mampu memecahkan masalah dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

9. Belum dikembangkannya modul IPA terpadu SMP/MTs. Untuk itu, diperlukan pengembangan modul yang dapat menunjang terlaksananya pembelajaran tersebut.

C. Batasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang ada maka penelitian ini hanya akan membahas tentang:

1. Pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs berbasis model

Problem Based Learning.

2. Pola integrasi yang digunakan adalah model integrated.

3. Hasil belajar untuk aspek pengetahuan yaitu C1 (pengetahuan), C2 (pemahaman), C3 (aplikasi), dan C4 (analisis); aspek sikap (sikap sosial); dan aspek keterampilan.

4. Modul yang dikembangkan tersebut diterapkan untuk mata pelajaran IPA pada tema “Air Sehat”.

5. Modul yang dikembangkan tersebut diimplementasikan di kelas VII SMP Negeri 4 Pracimantoro.


(29)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan modelProblem Based Learning tema Air Sehat?

2. Bagaimana kelayakan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model

Problem Based Learning tema Air Sehat yang telah dikembangkan? 3. Bagaimana efektivitas modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model

Problem Based Learning tema Air Sehat yang telah dikembangkan?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai berdasarkan dari rumusan masalah adalah untuk menganalisis:

1. Prosedur pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model

Problem Based Learning tema Air Sehat.

2. Kelayakan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat yang telah dikembangkan.

3. Efektivitas modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat yang telah dikembangkan.

F. Spesifikasi Modul yang diharapkan

Modul yang diharapkan dalam penelitian ini berupa Modul IPA terpadu SMP/MTs dengan modelProblem Based Learningtema Air Sehat


(30)

untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP. Produk Modul IPA terpadu mempunyai spesifikasi sebagai berikut:

1. Materi dikemas dengan tema “Air Sehat” berdasarkan Kurikulum 2013. Tema “Air Sehat” merupakan hasil keterpaduan antara pokok bahasan Asam, Basa, Garam; Karakteristik Zat dan Pencemaran Lingkungan.

2. Modul yang disusun adalah modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning, karena tema yang dibahas dalam modul ini berkaitan langsung dengan kehidupan siswa sehari-hari dan dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

3. Modul IPA terpadu implementasinya menggunakan model Problem Based Learning dengan sintaks persoalan real yang diungkapkan, analisis masalah dan isu belajar, pembagian kelompok kecil, pemecahan masalah, menampilkan/mempresentasikan solusi, dan evaluasi.

4. Tema pembahasan pada modul adalah Air Sehat pada mata pelajaran IPA kelas VII SMP semester genap.

5. Bagian-bagian modul yang dikembangkan terdiri dari cover, halaman depan, halaman francis, kata pengantar, daftar isi, peta kedudukan modul, peta kompetensi, tujuan pembelajaran, petunjuk penggunaan modul, isi pembelajaran (materi), rangkuman, uji kompetensi, kunci jawaban, glosarium, dan daftar pustaka.


(31)

6. Covermodul terdiri dari unsur modul IPA terpadu, tema modul, kelas, gambar yang sesuai dengan tema, basis pembelajaran, nama pengarang, penerbit, dan warna yang menarik.

7. Disajikan dalam bentuk buku/modul berukuran A4. 8. Sasaran produk adalah guru dan siswa SMP/MTs.

G. Manfaat Pengembangan 1. Bagi Guru

Dapat digunakan sebagai bahan ajar dalam melaksanakan proses pembelajaran dan dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun modul pada tema yang lain.

2. Bagi Siswa

Adanya modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning, hasil belajar siswa dapat meningkat.

3. Bagi Peneliti

Memberikan pengetahuan dalam mengembangkan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bila ingin mengadakan penelitian lebih lanjut tentang modul dengan mengimplementasikan nilai positif lainnya pada siswa.


(32)

H. Asumsi dan Keterbatasan

Perlu dikemukakan beberapa asumsi dan keterbatasan pengembangan dalam uraian ini. Adapun asumsi dan keterbatasan pengembangan adalah sebagai berikut:

1. Asumsi

Pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan modelProblem Based Learning tema Air Sehat disusun dengan beberapa asumsi sebagai berikut:

a. Siswa dapat belajar secara mandiri dengan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan modelProblem Based Learningtema Air Sehat. b. Modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based

Learning tema Air Sehat disusun secara tematik sehingga siswa lebih tertarik untuk belajar.

c. Pembelajaran dengan tema Air Sehat berkaitan erat dengan kehidupan siswa sehari-hari.

d. Pembelajaran dengan tema Air Sehat mempunyai manfaat langsung maupun tidak langsung bagi siswa.

2. Keterbatasan Pengembangan

Pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan modelProblem Based Learningtema Air Sehat disusun dengan berbagai keterbatasan yaitu:


(33)

b. Modul hanya ditinjau oleh dosen pembimbing untuk memberikan masukan.

c. Kelayakan modul dinilai oleh validator (ahli materi, bahasa, dan media), praktisi (guru IPA), teman sejawat (peer review), dan siswa sebagai subjek penelitian.

d. Pemilihan persoalan real yang diungkapkan pada modul lebih merujuk kepada persoalan/masalah konkrit yang cenderung pada inkuiri. Sedangkan masalah pada PBL merupakan masalah kontekstual yang dimodifikasi.

I. Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis Kompetensi Kurikulum IPA

Kegiatan awal dalam pengembangan modul adalah dengan membuat Analisis Kompetensi Kurikulum IPA. Analisis Kompetensi Kurikulum IPA dibuat untuk mempermudah dalam melakukan pengembangan modul selanjutnya. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam Analisis Kompetensi Kurikulum IPA adalah tema-tema yang diangkat dengan kajian IPA yang terdiri Kimia, Biologi, Fisika, Kompetensi Inti, dan Kompetensi Dasar.

2. Modul

Modul digunakan sebagai panduan dalam pembelajaran. Modul berisikan konsep atau materi yang terkait dengan tema yang diangkat.


(34)

Modul yang dikembangkan didesain dengan pembelajaran terpadu model integrated.

3. Pembelajaran IPA Terpadu merupakan pembelajaran bermakna bagi siswa dengan tujuan supaya bahan ajar yang disampaikan tidak terpisah-pisah tetapi merupakan kesatuan yang utuh. Pembelajaran IPA Terpadu dapat dikemas dengan tema atau topik yang dibahas dari berbagai bidang kajian supaya lebih efektif dalam penggunaan waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

4. Pembelajaran terpadu integrated (keterhubungan) dilandasi bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu. Pembelajaran terpadu model integrated merupakan model integrasi antar bidang studi dengan mengorganisasikan atau mengintegrasikan suatu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang di tumbuh kembangkan dalam satu bidang studi.

5. Model PBL merupakan model pembelajaran dengan mengajak siswa untuk memperoleh pengalaman belajarnya secara langsung. Adanya suatu kerjasama, saling membantu dan tanggung jawab siswa antar kelompok, serta adanya pemecahan masalah adalah ciri sintaks pembelajaran PBL. Suatu proses yang terdapat pada sintaks pembelajaran PBL ini dapat memotivasi siswa dalam belajar IPA.


(35)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Karakteristik IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. IPA adalah suatu bangunan ilmu pengetahuan teoritis yang diperoleh melalui metode ilmiah dan alam sebagai objek kajiannya. Selama ini pembelajaran IPA di SMP disampaikan secara terpisah berdasarkan disiplin ilmunya yaitu Fisika, Kimia, dan Biologi. Pelaksanaan pembelajaran IPA secara terpisah menyebabkan kurang berkembangnya siswa dan membuat kesulitan bagi siswa. Selain itu penggunaan waktu kurang efisien dan efektif. IPA secara terpadu bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi siswa, dan beberapa KD dapat dicapai sekaligus.

Kata science berasal dari Bahasa Latin ‘scire’, yang bermakna “mengetahui”. Science merupakan lebih dari observasi (Hurd, 1993: 6). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa Inggris ‘science’. Kata ‘science’berasal dari Bahasa Latin ‘scientia’ yang berarti saya tahu. Wahyana cit Trianto (2011: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada


(36)

gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Trianto (2011: 151) mendefinisikan bahwa:

Ilmu Pengetahuan Alam sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA, yaitu (1) kemampuan untuk mengetahui hal yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi hal yang belum diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, serta (3) dikembangkannya sikap ilmiah.

Laksmi Prihartono cit Trianto (2011: 137) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan, sekumpulan konsep, dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang digunakan untuk mempelajari objek pembelajaran, menemukan dan mengembangkan produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Pusat kurikulum (2006: 4) menjelaskan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menerapkan


(37)

langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan. Penyempurnaan tersebut akan terus-menerus dilakukan hingga memperoleh sebuah teori.

2. Pembelajaran IPA Terpadu

a. Hakikat Pembelajaran IPA Terpadu

Setiap guru selalu berusaha melakukan kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran secara efektif disini dimaksudkan agar pembelajaran tersebut dapat membawa hasil, dan kegiatan pembelajaran secara efisien dimaksudkan agar pembelajaran tersebut dapat tepat di lingkungan sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat.

Sugihartono, dkk. (2007: 74) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Santrock dan Yussen cit Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Reber cit

Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar dalam dua pengertian.

Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua,

belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Thorndike citSugihartono (2007: 91) menjelaskan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya


(38)

asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R). Dimyanti dan Mudjiono (2009: 7) mengemukakan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.

Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses pembelajaran. Proses pembelajaran terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar tentang suatu hal tersebut sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.

Hamalik (2003: 27) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Adapun menurut Anthony Robbins cit Trianto (2010: 15) mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.

Sudjana cit Deni Kurniawan (2011: 7) membedakan menjadi teori belajar eksternal (behavioristik) dan teori belajar internal (kognitivistikdan

konstruktivistik). Dalam pandangan para kognitivistik belajar dipandang sebagai proses aktif individu dalam memproses informasi, Bruer; O’Neil dan Perez cit Deni Kurniawan (2011: 7). Belajar pada hakikatnya


(39)

merupakan proses pengetahuan yang mendapat dukungan dari fungsi ranah keterampilan.

Sugihartono, dkk (2007: 73) menjelaskan bahwa pembelajaran sesungguhnya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, dalam Pasal 1 butir 20 (Udin S. Winataputra, 2007: 5) pembelajaran diartikan sebagai “… proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Fontana citUdin S. Winataputra (2007: 8), mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Trianto (2010: 17) berpendapat bahwa pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

Pembelajaran IPA terpadu menjadi salah satu ciri khas penerapan kurikulum 2013 di SMP. Pada pelaksanaan kurikulum 2006 keterpaduan dapat diasosiasikan dengan sebuah gelas berisi beberapa butir kelereng. Tiap butir diisikan secara terpisah, namun dimasukan dalam satu wadah. Dalam kurikulum 2013 keterpaduan itu perlu dimaknai terintegrasi. Adapun teknik mengintegrasikannya dengan memahami konsep berikut ini.


(40)

Memadukan materi mata pelajaran Biologi, Kimia, Fisika sehingga dengan keterpaduannya memungkinkan siswa secara individual maupun kelompok aktif mengeksplorasi, mengelaborasi, mengkonfirmasi, dan mengomunikasikan hasilnya, dan akan membuat siswa aktif mencari tahu. Keterpaduan berarti merajut keterkaitan antara berbagai aspek dan materi yang tertuang dalam Kompetensi Dasar IPA untuk melahirkan satu atau beberapa tema pembelajaran. Pembelajaran terpadu juga dapat dikatakan pembelajaran yang memadukan materi dalam satu tema atau tematik.

Menurut Trianto (2010: 160) menjelaskan bahwa pembelajaran IPA secara terpadu diawali dengan penentuan tema, karena penentuan tema akan membantu siswa dalam beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:

1) Siswa yang bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih bertanggung jawab, berdisiplin, dan mandiri.

2) Siswa menjadi lebih percaya diri dan termotivasi dalam belajar bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajari.

3) Siswa lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka ‘mendengar’, ‘berbicara’, ‘membaca’, ‘menulis’ dan ‘melakukan’ kegiatan menyelidiki masalah yang sedang dipelajarinya.

4) Memperkuat berbahasa siswa.

5) Belajar akan lebih baik jika siswa terlibat secara aktif melalui tugas proyek, kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman, guru dan dunia nyata.


(41)

Pemilihan tema tersebut dimulai dengan memperhatikan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang akan dipadukan sehingga keterpaduan yang dibuat tidak terlalu panjang dan terlalu lebar. Apabila keterpaduan yang dibuat tersebut terlalu panjang dan lebar maka akan menyulitkan siswa untuk dapat menyerap materi yang diberikan. Menurut Trianto (2010: 160) alur model pengembangan pembelajaran IPA Terpadu dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Alur Model Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu

Merujuk pada hakikat IPA sebagaimana dijelaskan di atas, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain sebagai berikut:

Menetapkan bidang kajian yang akan

dipadukan

Mempelajari Kompetensi Inti dan

Kompetensi Dasar bidang kajian

Memilih/menetapkan tema atau topik

pemersatu

Membuat matriks atau bagan hubungan Kompetensi Dasar dan tema atau topik pemersatu

Merumuskan indikator pembelajaran terpadu

Menyusun Silabus pembelajaran terpadu

Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran terpadu


(42)

1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematik menurut langkah-langkah metode ilmiah.

2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah. 3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah

dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan (Prihantro LaksmicitTrianto, 2010: 142).

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan dalam tingkah laku, perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman, perubahan yang terjadi menyangkut beberapa aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti keterampilan, kecakapan, kebiasaan, penguasaan konsep ataupun sikap. Dan hanya dapat dirasakan oleh subyek belajar itu sendiri. Belajar dan pembelajaran merupakan dua hal berbeda namun memiliki keterkaitan, pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif untuk proses pembelajaran dalam diri siswa.

b. Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu

Hakikatnya tujuan pembelajaran IPA Terpadu sebagai suatu kerangka model dalam proses pembelajaran, mempunyai tujuan pokok yang hampir sama dengan tujuan pembelajaran terpadu itu sendiri (Pusat KurikulumcitTrianto, 2010: 155-157), yaitu:


(43)

1) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

Pembelajaran IPA yang secara disiplin keilmuan membutuhkan waktu dan energi lebih banyak serta membosankan bagi siswa, karena dapat terjadi kemungkinan adanya tumpang tindih dan pengulangan materi. 2) Meningkatkan minat dan motivasi

Pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan harapan. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang disampaikan. Pembelajaran IPA Terpadu dapat mempermudah dan memotivasi siswa untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan antara konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam isu tersebut. Dengan model pembelajaran yang terpadu dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari, siswa digiring untuk berpikir luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan konseptual yang disajikan guru. Siswa akan lebih termotivasi dalam belajar.

3) Beberapa Kompetensi Dasar dapat dicapai sekaligus

Model pembelajaran IPA Terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan sarana, serta biaya karena beberapa KD dapat diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karena adanya proses


(44)

keterpaduan dan penyatuan sejumlah Kompetensi Dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang memilki kesamaan dan keterkaitan.

3. Pembelajaran IPA Terpadu Model Integrated

Menurut Fogarty (1991: 75-78) menjelaskan bahwa model integrated

adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih. Untuk membuat tema, guru menyeleksi terlebih dahulu konsep dari beberapa mata pelajaran, selanjutnya dikaitkan dalam satu tema untuk memayungi beberapa bidang studi.

Gambar 2.2 Diagram peta integrated

Keunggulan model ini adalah siswa merasa senang dengan adanya keterkaitan dan hubungan timbal balik antar berbagai bidang studi, memperluas wawasan dan apresiasi guru, jika dapat diterapkan dengan baik maka dapat dijadikan model pembelajaran yang ideal di lingkungan sekolah“integrated day”. Kelemahan model ini adalah sulit mencari keterkaitan antara bidang studi yang satu dengan yang lainnya, juga mencari


(45)

keterkaitan aspek keterampilan yang terkait. Dibutuhkan banyak waktu pada beberapa bidang studi untuk didiskusikan guna mencari keterkaitan dan mencari tema. Menurut Kemendikbud (2013: 175) menjelaskan bahwa pada model integrated, materi pembelajaran dikemas dari konsep-konsep dalam KD yang sepenuhnya beririsan.

4. Model Pembelajaran

Model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal. Dorin, dkk. citElla Yulaelawati (2004: 50) menjelaskan bahwa model merupakan gambaran mental yang membantu guru untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tidak dialami secara langsung. Adapun menurut Ahmad Abu Hamid (2009: 34) berpendapat bahwa model diartikan sebagai benda tiruan dari benda aslinya atau sesungguhnya. Sedangkan model belajar-mengajar (pembelajaran) diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan serta berfungsi sebagai pedoman guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar (pembelajaran).

Joyce cit Trianto (2010: 22) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat


(46)

pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Sedangkan Arends cit Trianto (2010: 25), menyeleksi enam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar, yaitu: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas.

Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Rusman (2011: 144-145) berpendapat model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran memiliki ciri-ciri :

1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. 2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.

3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas.

4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan : (a) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax); (b) adanya prinsip-prinsip reaksi; (c) sistem sosial; dan (d) sistem pendukung.

5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.

6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam


(47)

merencanakan pembelajaran di kelas guna membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

5. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Model Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang didesain menyelesaikan masalah yang disajikan. Arends (2008: 41) mendefinisikan bahwa PBL menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.

Trianto (2010: 90) berpendapat bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Rhem (1998) cit

Suparno (2013: 108) mengemukakan Problem Based Learning (PBL) adalah strategi pembelajaran dengan siswa ditatapkan pada persoalan yang real, kontekstual, yang tidak terstruktur ketat dan mereka berusaha untuk menemukan pemecahan yang berarti. Dalam beberapa studi lapangan ditemukan bahwa siswa lebih menguasai isi pelajaran, lebih luas dan mendalam dalam menggali persoalan. Yang sangat khas adalah siswa


(48)

semakin senang belajar dan semakin mau kerjasama dengan teman-teman mereka.

Sehingga diharapkan PBL dapat memudahkan siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang terjadi di lingkungan sebenarnya dan siswa memperoleh pengalaman tentang penyelesaian masalah sehingga dapat diterapkan di kehidupan nyata. Model ini menuntut kemampuan untuk dapat melihat sebab akibat atau relasi-relasi diantara berbagai data, sehingga pada akhirnya dapat menemukan kunci pembuka masalahnya. Wina Sanjaya (2011: 214) mengemukakan bahwa ciri utama strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang pertama

adalah SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya siswa tidak hanya mendengarkan ceramah dan menghafal namun dititik beratkan pada kegiatan siswa dalam berpikir, berkomunikasi, mengolah data, dan menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Dalam proses pembelajaran perlu adanya masalah yang diteliti. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Tan (2003: 31) mengemukakan tujuan dari PBL adalah pembelajaran konten, penguasaan keterampilan proses dan pengembangan keterampilan pemecahan masalah, dan pembelajaran yang sepanjang masa.


(49)

b. KarakteristikProblem Based Learning (PBL)

Arends (2008: 42) menjelaskan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar masalah sosial yang penting bagi siswa. Mereka menghadapi situasi kehidupan nyata, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan.

2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah berpusat pada pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Sejarah), namun permasalahan yang diteliti benar-benar nyata untuk dipecahkan. Siswa meninjau permasalahan itu dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi di Teluk Chesapeake menyangkut dari berbagai mata pelajaran dan terapan seperti Biologi, Ekonomi, Sosiologi, Pariwisata, dan Pemerintahan.

3) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk menemukan solusi nyata untuk masalah nyata. Siswa harus menganalisis dan menetapkan masalah, kemudian mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan percobaan (bila diperlukan), dan menarik kesimpulan. 4) Menghasilkan produk dan mempublikasikan. Pembelajaran berdasarkan


(50)

bentuk karya nyata atau peragaan yang dapat mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan.

5) Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah ditandai oleh siswa yang saling bekerja sama, paling sering membentuk pasangan dalam kelompok-kelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk secara berkelanjutan dalam penugasan yang lebih kompleks dan meningkatkan pengembangan ketrampilan sosial.

c. Manfaat Problem Based Learning (PBL)

Trianto (2010: 96) mengemukakan bahwa kelebihan PBL sebagai suatu model pembelajaran adalah:

1) Realistik dengan kehidupan siswa 2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa 3) Memupuk sifat inkuiri siswa

4) Retensi konsep jadi kuat

5) Memupuk kemampuan problem solving d. Sintaks Problem Based Learning (PBL)

Rusman (2011: 233) berpendapat tentang langkah-langkah PBM, yaitu analisis inisial, mengangkat isu-isu belajar, interaksi kemandirian dan kolaborasi pemecahan masalah, integrasi pengetahuan baru, penyajian solusi dan evaluasi. Adapun alur Problem Based Learning (PBL)yaitu: 1) Menentukan masalah

2) Analisis masalah dan isu belajar 3) Pertemuan dan laporan


(51)

4) Penyajian solusi dan refleksi 5) Kesimpulan, integrasi, dan evaluasi

Menurut Suparno (2013: 108) mengemukakan langkah pembelajaran PBL dapat digambarkan sebagai berikut:

1) Persoalan real diungkapkan 2) Pembagian kelompok kecil

3) Kelompok aktif mencari pemecahan 4) Diskusi dalam kelompok kecil 5) Menuliskan temuan

6) Presentasi hasil temuan

7) Assesmen

Kerangka pembelajaran berbasis masalah biasanya melibatkan pergeseran dalam tiga tahap cakupan pendidikan, yaitu cakupan keterlibatan isi masalah, peran mengajar menjadi peran pembinaan, dan siswa sebagai siswa pasif menjadi siswa aktif pemecah masalah. Gambar di bawah ini menggambarkan komponen kunci dalam pendekatan PBL (Tan, 2003: 20)

Gambar 2.3 Tahapan PBL

Menampilkan Masalah Masalah Mencetuskan Penyelidikan

Tahap PBL :

 Analisis awal

 Menghasilkan isu pembelajaran

 Pembaharuan pemecahan masalah independen dan kolaborasi

Menampilkan Solusi

dan Evaluasi


(52)

Berdasarkan beberapa teori tentang sintaks PBL di atas, maka dapat disimpulkan sintaks PBL yang dikehendaki dan sesuai dengan siswa, lingkungan dan tema pembelajaran IPA terpadu disajikan pada tabel 2.1:

Tabel 2.1 Fase PBL dalam Kegiatan Pembelajaran

Fase PBL Kegiatan Pembelajaran

1) Persoalan real diungkapkan Mengungkapkan pengetahuan awal siswa mengenai pencemaran air 2) Analisis masalah dan isu belajar Mengerjakan LKS di dalam modul

yang mengarah ke keterampilan memecahkan masalah yang meliputi mengidentifikasi masalah, menegaskan masalah, memilih strategi dan mengevaluasi hasil. 3) Pembagian kelompok kecil Berkelompok sesuai perintah guru 4) Pemecahan masalah Berkelompok dan berdiskusi secara

kelompok untuk mengidentifikasi permasalahan pencemaran air yang ada dilingkungan, mencari penyebab dan dampak serta solusi terhadap masalah tersebut

5) Menampilkan/mempresentasikan solusi

Memberikan solusi dan refleksi terhadap masalah yang dihadapi

6)Evaluasi Membuat kesimpulan dari kegiatan

yang telah dilakukan

6. Modul Pembelajaran a. Pengertian Modul

Modul merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan untuk menunjang dalam kegiatan belajar mengajar. Media merupakan kata medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialaminya (Arsyad, 2007: 7).


(53)

Menurut Purwanto, dkk (2007: 9) berpendapat bahwa modul adalah bahan belajar yang dirancang secara sistematik berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu. Depdiknas (2008: 3) menjelaskan bahwa modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Depdiknas (2008: 4) menjelaskan bahwa modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan belajar yang spesifik.

b. Karakteristik Modul

Depdiknas (2008: 4) menjelaskan bahwa untuk menghasilkan modul yang mampu meningkatkan motivasi belajar, pengembangan modul harus memperhatikan karakteristik yang diperlukan, yaitu:

1) Belajar Mandiri(Self Instruction)

Dengan karakter ini memungkinkan seseorang belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul harus:

a) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar.


(54)

b) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas;

c) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran;

d) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk mengukur penguasaan siswa;

e) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan siswa;

f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif, g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran;

h) Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan siswa melakukan penilaian mandiri (self assessment);

i) Terdapat umpan balik atas penilaian siswa, sehingga siswa mengetahui tingkat penguasaan materi;

j) Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.

2) Terkandung Sendiri(Self Contained)

Modul dikatakan self containedbila seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat dalam modul tersebut. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi belajar dikemas kedalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau


(55)

pemisahan materi dari satu kompetensi inti/kompetensi dasar, harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi inti/kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa.

3) Berdiri Sendiri (Stand Alone)

Stand alone atau berdiri sendiri merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar/media lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar/media lain. Dengan menggunakan modul, siswa tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika siswa masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.

4) Adaptif

Modul hendaknya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/luwes digunakan di berbagai perangkat keras (hardware).

5) Bersahabat/Akrab (User Friendly)

Modul hendaknya juga memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat/akrab dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan


(56)

mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan, merupakan salah satu bentuk user friendly.

c. Fungsi Modul

Adapun fungsi dari modul adalah sebagai berikut: 1) Bahan ajar mandiri

2) Pengganti fungsi pendidik 3) Sebagai alat evaluasi

4) Sebagai bahan rujukan bagi siswa (Andi Prastowo, 2012: 107-108). Adapun fungsi modul menurut Purwanto, dkk (2007:8) adalah sebagai bahan belajar yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran siswa. Dengan modul siswa dapat belajar lebih terarah dan sistematis. Siswa diharapkan dapat menguasai kompetensi yang dituntut oleh kegiatan pembelajaran yang diikutinya. Modul juga diharapkan memberikan petunjuk belajar bagi peserta selama mengikuti diklat.

d. Tujuan Penulisan Modul

Adapun tujuan penulisan modul (Depdiknas, 2008: 5-6) adalah: 1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu

bersifat verbal

2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa maupun guru.

3) Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi seperti: a) Meningkatkan motivasi dan gairah belajar bagi siswa


(57)

b) Mengembangkan kemampuan siswa dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan sains sumber belajar lainnya.

c) Memungkinkan siswa belajar mandiri sesuai kemampuan dan minatnya

4) Memungkinkan siswa dapat mengukur dan mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

Menurut Purwanto, dkk (2007:8) menjelaskan tujuan disusunnya modul ialah agar peserta dapat menguasai kompetensi yang diajarkan dalam diklat atau kegiatan pembelajaran dengan sebaik-baiknya. Bagi guru, modul juga menjadi acuan dalam menyajikan dan memberikan materi selama diklat atau kegiatan pembelajaran berlangsung.

e. Kerangka dan Tahap-Tahap Penyusunan Modul

Adapun kerangka dari modul menurut Depdiknas (2008: 21) adalah sebagai berikut:

BAGIAN PEMBUKA 1. Judul

2. Daftar Isi 3. Peta Informasi

4. Daftar Tujuan Kompetensi 5. Tes Awal

BAGIAN INTI

1. Pendahuluan/Tinjauan Umum Materi


(58)

3. Uraian Materi Kegiatan Belajar 1 A. Tujuan Kompetensi B. Uraian Materi C. Tes Formatif D. Tugas E. Rangkuman Kegiatan Belajar 2 A. Tujuan Kompetensi B. Uraian Materi C. Tes Formatif D. Tugas E. Rangkuman Kegiatan Belajar 3 A. Tujuan Kompetensi B. Uraian Materi C. Tes Formatif D. Tugas E. Rangkuman

Menurut Depdiknas (2008: 32) Kerangka Modul adalah sebagai berikut:

Kata Pengantar Daftar Isi


(59)

Peta Kedudukan Modul Glosarium

I. PENDAHULUAN

A. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar B. Deskripsi

C. Waktu D. Prasyarat

E. Petunjuk Penggunaan Modul F. Tujuan Akhir

G. Cek Penguasaan Standar Kompetensi II. PEMBELAJARAN

A. Pembelajaran 1 1. Tujuan 2. Uraian Materi 3. Rangkuman 4. Tugas 5. Tes

6. Lembar Kerja Praktik

B. Pembelajaran 2 – n (dan seterusnya, mengikuti jumlah pembelajaran yang dirancang)

1. Tujuan 2. Uraian Materi 3. Rangkuman


(60)

4. Tugas 5. Tes

6. Lembar Kerja Praktik III. EVALUASI

A. Tes Pengetahuan B. Tes Keterampilan C. Penilaian Sikap KUNCI JAWABAN DAFTAR PUSTAKA

Berdasarkan kerangka modul di atas, maka kerangka modul yang akan dikembangkan disesuiakan dengan model PBL. Kerangka modul yang digunakan sebagai berikut:

Cover

Halaman francis Kata pengantar Daftar isi

Peta kedudukan modul Glosarium

I. PENDAHULUAN

A. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar B. Deskripsi

C. Prasyarat


(61)

E. Tujuan akhir

F. Tes kemampuan awal/cek penguasaan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

II. PEMBELAJARAN A. Kegiatan Belajar 1

1) Rumusan tujuan pembelajaran 2) Persoalan real diungkapkan. 3) Pembagian kelompok kecil. 4) Analisis masalah dan isu belajar. 5) Pemecahan masalah

6) Diskusi dalam kelompok kecil.

7) Menampilkan solusi, dengan cara mempresentasikan solusi. 8) Tugas.

9) Materi. 10) Rangkuman B. Kegiatan Belajar 2 C. Kegiatan Belajar 3 III. EVALUASI

Kunci jawaban Daftar pustaka Catatan


(62)

7. Hasil Belajar

Hasil belajar menjadi bagian yang sangat penting dalam proses pendidikan. Hasil belajar berperan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan proses pembelajaran yang telah dilakukan sehingga nantinya akan menjadi dasar untuk mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan. Asri Budiningsih (2006: 24) berpendapat bahwa hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran di bawah kondisi yang berbeda. Hasil pembelajaran meliputi; 1) keefektifan (effectiveness), 2) efisiensi (efficiency), dan 3) daya tarik (appeal). Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan keterampilan (Hamalik, 2005: 31).

Kingsley cit Deni Kurniawan (2011: 13) membedakan hasil belajar siswa (individu) menjadi tiga jenis yaitu: 1) keterampilan dan kebiasaan, 2) pengetahuan dan pengertian, 3) sikap dan cita-cita. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil dari pembelajaran antara lain bagaimana mereka berpikir (ranah pengetahuan), bagaimana mereka bersikap dan merasakan sesuatu (ranah sikap), dan bagaimana mereka berbuat (ranah keterampilan). Mulyono Abdurrahman (2003: 37) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.


(1)

terhadap modul tersebut. Modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model PBL yang dikembangkan juga efektif dalam meningkatkan hasil belajar pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa, modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model PBL baik digunakan sebagai media pembelajaran.

C. Saran

Upaya meningkatkan hasil penelitian maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan sampel yang lebih luas. 2. Modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning(PBL)

tema Air Sehat yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan untuk kelas dan sekolah yang berbeda dalam pembelajaran IPA Terpadu SMP.

3. Pada penelitian pengembangan modul diperlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan jadwal yang tepat dan efisien.

4. Pembelajaran dengan modul dalam kelas membutuhkan waktu yang cukup lama, maka pembelajaran dengan modul dapat dilanjutkan di luar kelas atau di luar jam pelajaran.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi

Ali, Azita Binti. 2013. Fasa Awal: Pembentukkan Kerangka Pembinaan Modul Bahasa C Berteraskan Model Integrasi Pembelajaran Berasaskan Masalah dan Pendidikan Berteraskan Kompetensi. Disertasi Universiti Tun Hussein Onn Malaysia. Malaysia (Unpublised)

Anderson. 2010. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anonim. 2004. Module 3: Analysis (P1: Needs Analysis). Principle of Design and Management in Distance Education

Anonim. 2011. Pedoman Penulisan Tugas Akhir. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Anonim. Pencemaran Air. 2009. Pencemaran Air. Artikel diambil tanggal 12 Januari 2014 dari http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/ lingkungan/305-pencemaran- air

Arends, Richard I. 2007. Learning To Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Grafindo Persada.

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Budiningsih, C. Asri. 2006. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: UNY

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Edisi Ketiga: Konsep-Konsep Inti. Jakarta: Penerbit Erlangga


(3)

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Depdiknas. 2008. Penulisan Modul. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Ditjen PMPTK

Depdiknas. 2008. Teknik Penyusunan Modul. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan

Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta

Dirdjosoemarto, Soendjojo. 1996. Materi Pokok Pendidikan IPA 1. Jakarta: Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Festiana, Ike. 2013. Pengembangan Modul Fisika Berbasis Masalah pada Materi Listrik Dinamis untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA.Tesis S2 Fakultas Pascasarjana UNS. Surakarta. (Unpublished) Fogarty, R. 1991. How to Integrated The Curricula. United States of America:

IRI/Skylight Publishing. Inc.

Gurria, Angel. 2013. Pisa 2012 Results in Focus: What 15-uear-olds know and what they can do with what they know. OECD

Hadi, Sutrisno. 2001. Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit Andi

Hake, Richard R. 1996. Interactive-engagement versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. Indiana: Departement of Physics, Indiana University

Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia

Hamid, Ahmad Abu. 2009. Penyusunan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).Yogyakarta: UNY

Hurd, Dean. 1993. Physical Science. New Jersey: Prentice Hall

Jacobsen, A. David, dkk. 2009. Methods For Teaching: Metode-Metode Pengajaran Meningkatkan Belajar Siswa TK-SMA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jauhariyah, Mukhayyarotin Niswati Rodliyatul. 2013. Pengembangan Modul Fisika Berbasis PBL pada Materi Fluida untuk Siswa Cerdas Istimewa


(4)

Berbakat Istimewa (CIBI). Tesis S2 Fakultas Pascasarjana UNS. Surakarta (Unpublished)

Kampen, P., Banahan C., Kelly, M ., McLoughlin E., & O’Leary E. 2004. Teaching a single physics module through Problem Based Learning in a lecture-based curriculum. American Assosiation of Physics Teachers[DOI: 10. 1119/1.1645280]

Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan

Kurniawan, Deni. 2011. Pembelajaran Terpadu: Teori, Praktik dan Penilaian. Bandung: CV. Pustaka Cendekia Utama

Lestari, Ni nyoman Sri. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Fisika bagi siswa Kelas VII SMP. Program Studi Teknologi Pembelajaran Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja. (Unpublised)

Mahmud. 2011. Kumpulan Makalah. (Online) tersedia: http://goo.gl/wpZwIk. Di unduh pada tanggal 23 Januari 2014

Neo, Mai., & Neo, Tse-Kian. 2008. Using the Web in The Problem-Based Learning Enviroment: Its Impact on Student Learning. Int’l J of Instructional media, 35 (2): 195-207

Permendiknas No 42 Tahun. 2007. Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP

Prastowo, Andi. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press

Prawiro, Ruslan H. 1988. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Semarang: Penerbit Satya Wacana

Purwanto, M. Ngalim. 2009. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: penerbit Rosda

Purwanto, Rahadi, A, dan Lasmono, S. 2007. Pengembangan Modul. Jakarta: Pustekom Depdiknas

Pusat Kurikulum. 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs. Jakarta: Balitbang Depdiknas.


(5)

Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media

Sardiman A.M 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta Rajawali Pers.

Shen, P.D., Lee, T.H., & Tsai, C.W. 2007. Applying Web-Enabled Problem-Based Learning and Self-Regulated Learning to Enhance Computing Skills of Taiwan’s Vocational Students: a Quasi-Experimental Study of a Short-Term Module. Electronic Journal of e-Learning. 5(2): 147-156

Smaldino, Sharon E., et al. 2011. Instructional Technology & Media For Learning. Jakarta: Kencana

Suardana, LN. 2006. Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Kooperatif Berbantuan Modul untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Mahasiswa pada Perkuliahan Kimia Fisika I. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, 4: 751-764. ISSN 0215-8250

Sudjana, Nana. 2004. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: CV Sinar Baru

Sugihartno dkk. 2007. Psikologi Pendidikan.Yogyakarta : UNY-Press. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta Sujanem, R., Suwindra, I.N.P., & Tika, I.K,. 2009. Pengembangan Modul Fisika

Kontekstual Interaktif Berbasis Web untuk Siswa Kelas 1 SMA. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 42 (2). 97-104

Sulistyani, Anggraeni Mashinta. 2012. Perbedaan Penerapan Model Problem Based Learning dan Cooperative Learning Tipe Group Investigation dalam Meningkatkan Keterampilan Observasi dan Kamampuan Kognitif Siswa pada Pembelajaran IPA Terpadu Tema Pencemaran Air. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Suparno, Paul. 2013. Metodologi Pembelajaran Fisika Kontruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma

Tan, Oon Seng. 2003. Problem-Based Learning Inovation :Using Problems to Power Learning in the 21stCentury. Singapore: Seng Lee Press


(6)

Tan, Oon Seng. 2009. Problem Based Learning and Creativity. Singapore: Cengange Learning Asia Pte Ltd

Thiagarajan, S., Sammel, D, S., and Sammel, M. I., 1974. Instructional Development For Training Theacers of Exceptional Children. Leaderdship Training Institute/ Special Education, Minnesota: University of Minnesota, Minneapolis.

TIMSS. 2011. The Third International Mathematics and Science Study-Repeat 2011. Jakarta: Pusat Pengujian Balitbang Depdiknas

Tracey, Rebeca. 2005. Teaching Introductory Thermal Physics through Problem Based Learning. Tesis Master of Science School of Physical Sciences Dublin City University. (Unpublised)

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Trianto. 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Trihendri, C. 2010. Step by Step SPSS 18-Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi

Uno, Hamzah B, dkk. 2008. Desain Pembelajaran. Bandung: Publishing

Wardhana, Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offset

Wijaya, IR. 2000. Statistika Non Parametik (Aplikasi Program SPSS). Bandung: Alfabeta.

Winataputra, Udin S. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka

Wiyadi. 2013. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis Masalah dengan Tema Otot di SMP Negeri 2 Wonogiri Tahun Pelajaran 2012/2013. Tesis S2 Fakultas Pascasarjana UNS. Surakarta (Unpublished)

Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Pakar Raya