PENEGAKAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA DALAM (1)

BIDANG INDUSTRI KREATIF DI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA SKRIPSI

  Oleh:

  ZAINUL AMIN NBI : 311000997

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2016

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA DALAM BIDANG INDUSTRI KREATIF DI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH: ZAINUL AMIN NBI : 311000997

Dosen Pembimbing:

  Tomy Michael, S.H.,M.H. NPP : 20310130613

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2016

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

  Pada Juni 2008, Menteri Perdagangan Republik Indonesia merilis cetak biru pengembangan ekonomi kreatif Indonesia 2009-2025 serta pengembangan sub sektor industri kreatif yang kemudian dikenal sebagai ekonomi kreatif, ekonomi kreatif adalah proses peningkatan nilai tambah hasil yang berasal eksplorasi dan eksploitasi intelektual berupa kreatifitas intelektual manusia, keahlian dan bakat individu (baik individu maupun kelompok) yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi individu ataupun kelompok yang berpengaruh kepada kesejahteraan masyarakat Indonesia dan dapat dilindung melalui rezim hak atas kekayaan intelektual. Komponen industri kreatif (ekonomi kreatif) merupakan modal intelektual yang meliputi: teknologi, seni, budaya dan, bisnis hak cipta dengan industri kreatif merupakan suatu pokok utama dan bagian yang tak terpisahkan dalam pengembangan sektor ekonomi kreatif yang memberikan dampak positif bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal yang dapat dilakukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi kreatif di suatu negara adalah peranan pemerintah itu

  sendiri. 1

  1 Iswajuni, Indrianawati Usman, dan Muslich Anshori, Pengembangan Model Usaha Ekonomi Kreatif Untuk Meningkatkan Daya Saing Di Pasar Global, Universitas Airlangga, Surabaya. 2012,

  h. 2.

  Industri kreatif merupakan bagian dari objek yang dilindungi oleh hak cipta hal ini dapat dilihat dari ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599). Peraturan perundang-undang tentang hak cipta itu sendiri yang pertama kali diterbitkan di Indonesia paska kemerdekaan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3217), yang disempurnakan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3362), kemudian menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3679), hingga Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220), sebagaimana diubahnya lagi dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599). Bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

  4220) sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.

  Pada Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599), ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra terdiri atas :

  a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya.

  b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya.

  c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

  d. Lagu danatau musik dengan atau tanpa teks.

  e. Drama, drama musical, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.

  f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase.

  g. Karya seni terapan.

  h. Karya arsitektur.

  i. Peta. j. Karya seni batik atau motif lainnya. k. Karya fotografi. l. Potret. m. Karya sinema tografi n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,

  modifikasi dan karya seni lain dari hasil transformasi. o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi

  budaya tradisional. p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan

  program komputer maupun medialainnya. q. Komplikasi ekspresi budaya tradisional selama kompilakasi tersebut

  merupakan karya yang asli. r. Permainan video, dan s. Program, komputer.

  Industri kreatif Indonesia membutuhkan perlindungan hak atas kekayaan intelektual yang lebih kuat karena kerangka hukum hak atas kekayaan intelektual yang kuat akan melindungi dan mendorong inovator Indonesia untuk Industri kreatif Indonesia membutuhkan perlindungan hak atas kekayaan intelektual yang lebih kuat karena kerangka hukum hak atas kekayaan intelektual yang kuat akan melindungi dan mendorong inovator Indonesia untuk

  15 (lima belas) sub sektor kelompok antara lain: 2

  1) arsitektur,

  2) disain,

  3) film,video fotografi,

  9) permainan interaktif,

  10) periklanan,

  11) peneliti pengembangan,

  12) seni rupa,

  13) seni pertunjukan,

  14) teknologi informasi,

  15) televisi radio,

  Tindakan dari pemerintah untuk mendukung industri kreatif di Indonesia dengan cara meningkatkan sumber daya manusia dalam bidang industri dengan meningkatkan bidang pendidikan industri kreatif di Indonesia. Tingkat pendidikan di bidang industri kreatif yang maju akan menghasilkan produk-produk kreatif yang optimal dan pencapaian pendidikan di bidang industri kreatif tidak bisa

  2 Kementerian Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Indonesia. Buku Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif : Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025. 2014, h. 7.

  berdiri sendiri, serta ditentukan oleh kondisi ekonomi (industri) danatau kebijakan pemerintah.

  Hak cipta pada dasarnya adalah hak milik perorangan yang tidak berwujud dan timbul karena intelektual manusia sebagai hak milik hak cipta dapat pula dialihkan oleh penciptanya atau yang berhak atas ciptaan itu sendiri hak cipta dapat dialihkan kepada perorangan atau badan hukum, salah satu cara pengalihan hak cipta dikenal dengan nama lisensi hak cipta atau lebih dikenal dengan perjanjian lisensi, untuk membuat lisensi itu sendiri maka pengalihan hak cipta harus ditulis dalam bentuk akte notaris.

  Alasan produsen membajak karya orang lain karena dari segi modal yang murah dan dari segi ekonomi dapat keuntungan yang lebih banyak, demikian pula halnya dengan alasan konsumen membeli produk bajakan dikarenakan harganya yang sangat murah dan konsumen menyatakan bahwa membeli barang bajakan hanya digunakan untuk diri sendiripribadi, di suatu sisi produsen yang melakukan pembajakan berdalih bahwa desainnya ada perbedaan dengan desain produk yang asli, meskipun perbedaan itu hanya sedikit, bahkan sering kali pembajakan dilakukan secara terbuka dan menyerupai dengan produk aslinya dua (2) sisi ini yang kemudian menjadi produk-produk bajakan laku di Indonesia yang kemudian muncul presepsi bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa plagiat. Peran hak atas kekayaan intelektual di bidang industri kreatif sangat besar karena akan memacu

  akselerasi industri kreatif jika dijalankan dengan baik. 3

  3 httpnovianurul27.blogspot.comhak kekayaan intelektualdiakses pada 17-Maret-2015.

  Contoh: kasus pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk Video Compact DiscDigital Video Disc. 4 Lokasi perdagangan

  Video Compact DiscDigital Video Disc bajakan yang sangat popular dikawasan Ibu Kota (Jakarta) merupakan kawasan yang sangat setrategis karena letaknya di salah satu pusat bisnis perbelanjaan di Jakarta dari latar belakang sosisal ekonomi mereka dapat dikategorikan sebagai masyarakat bawah, pedagang Video Compact DiscDigital Video Disc bajakan sendiri berasal dari lingkungan sekitar dan selebihnya berasal dari luar daerah Jakarta dan para pedagang tersebut telah melakuk an perdagangan dikawasan Ibu Kota (Jakarta) lebih dari 3 (tiga) tahun, adapun Video Compact DiscDigital Video Disc bajakan yang diperdagangankan itu meliputi Video Compact DiscDigital Video Disc yang berisikan Musik dan Lagu serta berisikan Film bahkan kepingan Video Compact DiscDigital Video Disc kosong. Adanya peredaran Video Compact Disc dan Digital Video Disc yang bermuatan Musik, Lagu dan Film berasal dari dalam negeri bahkan juga berasal dari luar negeri, umumnya pedagang Video Compact DiscDigital Video Disc bajakan yang paling laku didominasi oleh Video Compact DiscDigital Video Disc yang isinya merupakan hal terbaru. Perdagangan Video Compact Disc dan juga Digital Video Disc bajakan setiap kiosnya memperdagangkan kurang lebih 1.000 (seribu) keping Video Compact Disc dan Digital Video Disc sementara itu di daerah tersebut diperkirakan ada lebih dari 350 (tiga ratus lima puluh) kios yang melakukan perdagangan Video Compact Disc dan Digital Video Disc bajakan. Dari jumlah kios tersebut ada yang kios bersifat permanen dan temporer, perlu

  4 httphukumonline.comkasus pembajakan musik dalam kepingan CDdiakses pada 18-Juni-2015.

  diketahui bahwa sekitar pedagang Video Compact DiscDigital Video Disc bajakan ini terdapat juga kios permanen yang memperdagangkan Video Compact DiscDigital Video Disc yang original (legal), dalam transaksi perdagangan Video Compact DiscDigital Video Disc bajakan ini banyak diketemukan dan ada banyak pihak yang terlibat, pihak-pihak disini tidak hanya antara pedagang dengan pembeli (konsumen) tetapi ada pihak-pihak lainnya, yaitu penyalur, keamanan, polisi dan petugas retribusi dan tukang parkir. Dari praktek perdagangan Video Compact DiscDigital Video Disc bajakan tersebut maka sangat jelas bahwa praktek perdagangan tersebut merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum hak cipta. Pelanggaran hukum hak cipta ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat luas “economic rights” dari pemilik atau pemegang hak, namun dalam skala yang lebih luas juga menimbulkan dampak negatif bagi pemerintah serta masyarakat luas yang secara totalitas menimbulkan kerugian yang sangat besar.

  Kasus di atas menjelaskan bahwa suatu tindakan pelanggaran hak cipta yang melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e, danatau huruf g Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599), dan hukuman atau sanksi dari kasus tersebut termaktub dalam Pasal 113 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

  28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) menyatakan,

  “setiap orang tanpa hak danatau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e danatau huruf g untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjaraa paling lama 4 (empat) tahun danatau denda paling banyak 1.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah). Dengan segala bentuk dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan danatau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta danatau hak ekonomi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e, g dipidana dengan pidana kurungan 4 (empat) tahun danatau pidana denda paling banyak Rp 1.00.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah).”

  Jakarta Nomor

  844Pid.D2015PN.JKT.UTR terdakwa dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena melakukan tindak pidana hak cipta dan terdakwa dijatuhi pidana percobaan

  6 (enam) bulan danatau denda Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

  Seharusnya di dalam Pasal 113 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) sanksi pidana percobaan danatau denda tersebut kurang memberatkan bagi tersangka pelanggaran hak cipta. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) telah disebutkan dengan jelas yaitu memberikan sanksi pidana 4 (empat) tahun danatau denda senilai Rp 1.00.000.000.000 (satu miliar rupiah), tanpa adanya sanksi pidana penjara yang maksimal (kurungan penjara) para pelaku tidak mempunyai efek jera untuk melakukan tindakan atau perbuatan tersebut. Dengan demikian perlindungan danatau penegakan hukum hak cipta dibidang industri kreatif musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk

  kepingan Video Compact Disc danatau Digital Video Disc yang melakukan pelanggaran pada Pasal 9 ayat (1) huruf a, b, e, danatau huruf g dan sanksi Pasal 113 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599), kurang ditegakannya sanksi yang maksimal supaya memberatkan bagi para pelaku pelanggaran hak cipta. Negara Indonesia menetapkan perlindungan hak cipta diberikan pada ciptaan yang bersifat pribadi dengan memenuhi persyaratan keaslian, berdasarkan kemampuan pemikiran, imajinasi, kreatifitas, dan dalam

  bentuk yang khas. 5

  Perlindungan hukum dalam hak cipta dibedakan menjadi 2 (dua) macam, perlindungan hukum bagi rakyat yaitu perlindungan hukum preventif (mencegah) dan perlindungan hukum yang represif (menekan), pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum sesuatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Dengan demikian perlindungan hukum yang preventif, bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dengan sanksi tuntutan pidana, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa dengan sanksi gugatan perdata, perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi pemerintahan yang didasarkan kepada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah mendorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang berdasarkan kepada

  5 Rahmi Janed. Hak Kekayaan Intelektual (Penyalahgunaan Hak Eksklusif). Universitas Airlangga Press, Surabaya. 2007. h. 60.

  diskresi, dengan pengertian yang demikian penanganan perlindungan hukum bagi rakyat oleh peradilan umum di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum

  yang represif. 6

  Dalam hubungan kepemilikan hak cipta hukum bertindak dan menjamin pencipta untuk menguasai dan menikmati secara eksklusif hasil karyanya itu dan jika perlu dengan bantuan negara untuk menegakkan hukumanya, hal ini menunjukan bahwa perlindungan hukum adalah merupakan kepentingan pemilik hak cipta baik secara individu maupun kelompok sebagai subjek hak, untuk membatasi penonjolan individu, hukum memberi jaminan supaya tetap terpeliharanya kepentingan masyarakat dan menjamin suatu ciptaan yang tercermin dalam sistem hak atas kekayaan intelektual yang berkembang saat ini, dengan menyeimbangkan antara 2 (dua) kepentingan yaitu kepentingan pemilik

  hak cipta dan kepentingan masyarakat umum. 7

2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan pada latar belakang, peneliti mengangkat rumusan masalah : Penegakan hukum terhadap hak cipta dalam bidang industri kreatif di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Tujuan Penelitian

  Untuk menjelaskan dan melaksanakan analisis ketentuan menegakan sanksi hukum pidana kurungan danatau pidana denda atas pelanggaran hak cipta di bidang industri kreatif di Indonesia menurut Undang-Undang Republik

  6 Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. PT Bina Ilmu, Surabaya, 1987. H, 2.

  7 Tim Lindsey. Hak Kekayaan Intelektual . PT. ALUMNI, Bandung, 2006, h. 90.

  Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599).

4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

  Memberi konstribusi pemikiran bagi ilmu hukum hak atas kekayaan intelektual di Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya dalam bidang hak cipta.

b. Manfaat Praktis

  1) Memberikan konstribusi pemikiran bagi pemerintah dan Direktorat Jenderal

  Hak atas kekayaan intelektual di Indonesia agar dalam menghasilkan peraturan peraturan perundang-undangan selalu memperhatikan asas kejelasan rumusan dan kejelasan norma yang berkaitan dan tidak bertentangan dengan hukum positif di Indonesia. Hal ini dikarenakan undang-undang yang tidak dapat dimengerti, hanya dimengerti dengan bahasa Indonesia untuk bidang hukum dan peraturan perundang-undangan yang benar sehingga bermuara pada kepastian hukum.

  2) Memberikan konstribusi pemikiran bagi Direktorat Jenderal Hak atas

  kekayaan intelektual di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

  Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum yang memiliki arti pengkajian ilmu hukum untuk memperoleh pengetahuan yang benar guna Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian hukum yang memiliki arti pengkajian ilmu hukum untuk memperoleh pengetahuan yang benar guna

  mencakup.

  1) Penelitian asas-asas hukum adalah kajian asas-asas pembentukan hukum yang

  baik serta relevan dengan permasalahan yang dibahas.

  2) Penelitian taraf sinkronisasi vertikal adalah mengkaji sinkronisasi ketentuan

  dalam :

  a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209).

  b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

  Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599).

  3) Penelitian taraf sinkronisasi horizontal adalah mengkaji harmonisasi Undang-

  Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

  8 Moh Fadli, Disertasi: Perkembangan Peraturan Delegasi Di Indonesia, Universitas Padjadjaran, Bandung, 2012, h. 10.

  9 Soerjono Soekanto, Tata Cara Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987, h. 20.

  Hukum Acara Pidana (lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209).

b. Pendekatan Masalah

  Di dalam menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, peneliti menggunakan pendekatan:

  1) Pendekatan perundang-undangan. Dalam pendekatan perundang-undangan

  (statute approach), dilihat hukum sebagai suatu sistem yang tertutup dan memiliki sifat: 10

  a) Komprehensif adalah norma-norma hukum yang ada didalamnya saling berkaitan secara logis.

  b) Inklusif adalah kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu

  menampung permasalahan hukum yang ada sehingga tidak akan ada kekurangan hukum.

  c) Sistematik adalah norma hukum tersusun secara sistematis. Dengan pendekatan perundang-undangan diharapkan ditemukan dari sisi hierarkis peraturan perundang-undangan apakah ada kesesuaian yang logis, metodis secara formil maupun materil antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain terkait perihal norma pelanggaran hak cipta. Dari sisi praktik implementasi perundang-undangan maka dengan mengambil fokus analisa pada pemahaman secara benar terhadap asas-asas hukum yang terkait dengan ini seperti lex superior derogate legi inferiori, lex

  10 Johny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, 2007,

  h. 303.

  specialis derogate legi generali, lex posterior derogate legi priori, maka nantinya didapatkan hasil kebenaran yang seharusnya dari kenyataan yang telah ada saat ini.

  2) Pendekatan konseptual untuk mengelaborasi beberapa konsep hukum, teori

  hukum dan asas hukum, doktrin hukum yang relevan dengan permasalahan dikaji.

c. Sumber Bahan Hukum

  Bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini yaitu;

  1) Bahan hukum primer meliputi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

  28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599),

  2) Bahan hukum sekunder meliputi pendapat para pakar yang tertuang dalam

  berbagai literatur seperti disertasi, jurnal, buku, artikel dan makalah.

  3) Bahan hukum tersier meliputi kamus besar bahasa Indonesia.

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

  Bahan hukum dikumpulkan melalui studi pustaka dan dokumen yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan yang relevan dengan pokok permasalahan yang dikaji.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

  Teknik analisis bahan hukum menggunakan model yuridis kualitatif bahwa:

  “Analisis data secara Yuridis-Kualitatif, adalah cara penelitian yang menghasilkan data Deskriptif-Analitis, yaitu dengan dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta tingkahlaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh tanpa menggunakan

  rumus matematika. 11 ” Digunakan yuridis kualitatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-

  peraturan yang ada sebagai norma hukum positif terhadap masalah yang berkaitan dengan norma pelanggaran hak cipta dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6. Sistematika Penelitian

  Penelitian ini terdiri dari 4 (empat) bab yang disusun secara sistematis sebagai berikut:

  Bab I adalah sebagai pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah dan rumusan masala, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, pendahuluan ini dasar pijakan untuk melangkah kebab selanjutnya, pendahuluan ini dituliskan dengan maksud sebagai pengantar untuk memudahkan pembaca agar mengerti garis besar permasalahan dan penelitian.

  Bab II adalah tinjauan pustaka yang terdiri dari penegakan hukum, hak cipta Indonesia, sejarah hak cipta, latar belakang berlakunya hak atas kekayaan intelektual, sejarah industri kreatif.

  11 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang 1990, h. 93.

  Bab III adalah pembahasan bab ini berisi pembahasan dari rumusan masalah yang dikemukakan yaitu: Penegakkan hukum terhadap hak cipta dalam bidang industri kreatif di Negara Kesatuan Republik Indonesia?

  Bab IV adalah penutup. Dalam bab ini terdiri simpulan dan saran. Simpulan menerapkan jawaban atas permasalahan yang telah dikemukakan. Saran merupakan sumbangan pemikiran keilmuan untuk permasalahan yang dikemukakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Penegakan Hukum

  Dalam konstelasi negara modern, hukum dapat difungsikan sebagai sarana rekayasa sosial (law as a tool of social engeneering), Roscoe Pound menekankan arti pentingnya hukum sebagai sarana rekayasa sosial ini, terutama melalui mekanisme penyelesaian kasus oleh badan-badan peradilan yang akan menghasilkan jurisprudensi, konteks sosial teori ini adalah masyarakat dan badan

  peradilan. 12

  Pada tataran konteks ke Indonesian itu oleh, Mochtar Kusumaatmadja di artikan sebagai sarana pendorong pembaruan masyarakat Indonesia, sebagai sarana pendorong pembaruan masyarakat, penekanannya terletak pada bentuknya peraturan perundang-undangan oleh lembaga legislatif, yang dimaksudkan untuk menggagas konstruksi masyarakat baru yang ingin diwujudkan dimasa depan

  melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan itu. 13

  Penegakan hukum, sebagaimana dirumuskan secara sederhana oleh Satjipto Rahardjo, merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan- keinginan hukum menjadi kenyataan, keinginan-keinginan hukum yang dimaksudkan disini yaitu yang merupakan pikiran-pikiran badan pembentuk undang-undang yang dirumuskan dalam bentuk peraturan-peraturan itu.

  12 Roscoe Pound, Filsafat Hukum, Jakarta, Bharatara, Jakarta, 1987, h. 7; Lili Rasyidi, Dasar- Dasar filsafat hukum, Bandung: Alumni, 1992, h. 43.

  13 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi Hukum Dalam Masyarakat Yang Sedang Membangun. BPHN-Binacipta, Jakarta 1978, h. 111.

  Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum, turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan. 14 Demikian pada

  gilirannya proses penegakan itu memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum itu sendiri, dari keadaan ini dengan nada ekstrim dapat dikatakan bahwa keberhasilan ataupun kegagalan para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya sebetulnya sudah dimulai sejak peraturan hukum yang

  harus dijalanjakan itu dibuat. 15

  Proses penegakan hukum, dalam pandangan Soerjono Soekanto, dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor: 16

  1) Pertama, faktor hukum atau peraturan perundang-undangan.

  2) Kedua, faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat

  dalam proses pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah mentalitas.

  3) Ketiga, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum.

  4) Keempat, faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial dimana hukum tersebut

  berlaku atau di terapkan, berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang merefleksi dalam prilaku masyarakat.

  5) Kelima, faktor kebudayaan, yakni karya cipta dan rasa yang didasarkan pada

  karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

  Sementara itu, Satjipto Rahardjo, membedakan berbagai unsur yang berpengaruh dalam proses penegakan hukum berdasarkan derajat kedekatannya

  pada proses, yakni yang agak jauh dan yang agak dekat. 17 Berdasarkan kriteria kedekatan tersebut, maka Satjipto Rahardjo membedakan tiga (3) unsur utama

  yang terlibat dalam proses penegakan hukum, pertama unsur pembuatan undang- undang (lembaga legislatif), kedua unsur penegak hukumnya (Polisi Jaksa dan

  14 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Biru, Bandung, 1983, h. 24. 15 Ibid., h. 25. 16 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, PBHN Bina Cipta, Jakarta, 1983, h. 15. 17 Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta,

  1983, h. 4 dan, h. 5.

  Hakim), ketiga unsur lingkungan yang meliputi pribadi warga negara dan sosial. 18 Pada sisi lain, Jerome Frank, juga berbicara tentang berbagai faktor yang turut

  terlibat dalam proses penegakan hukum, beberapa faktor ini selain faktor kaidah- kaidah hukumnya, juga meliputi perasangka politik, ekonomi, moral serta simpati

  dan antipasti pribadi. 19

  Demikian pula tidak hanya ada penyalahgunaan kekuasaan hukum, tetapi juga tidak ada penyalahgunaan kekuasaan ekonomi, penyalahgunaan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, politik dan sebagainya, tidak ada praktek faforitisme (pilih kasih) di semua bidang kehidupan. Kondisi yang diresahkan oleh masyarakat saat ini tidak semata-mata terletak pada ketidak puasaan terhadap praktek keadilan yang dapat disebut sebagai penegakan hukum dalam arti sempit, tetapi justru ketidak puasan terhadap penegakan hukum dalam arti luas yaitu penegakan seluruh normatatanan kehidupan bermasyarakat (di bidang poloitik, sosial, ekonomi dan sebagainya), bahkan dapat dikatakan bahwa ketidak beresan (ketidak benaran, ketidak adilan, penyalahgunaan kekuasaan, praktek pilih kasih dan sebagainya) di bidang politik ekonomi, dan sebagainya, inilah yang justru paling meresahkan masyarakat, oleh karena itu, upaya pembangunan dan penegakan hukum harus juga meliputi penegakan hukum dalam arti luas ini, tentunya hal ini membawa konsekuensi bahwa upaya peningkatan kualitas pembangunan dan penegakan hukum tidak semata-mata menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum, lembaga pradilan, dan lembaga pendidikan hukum, tetapi juga seyogyanya menjadi perhatian dan tanggung jawab semua aparat dan

  18 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Biru, Bandung, 1983, h. 23 dan 24. 19 Theo Huijbers, Filsa fat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1991, h. 122.

  pemegang peran di seluruh bidang kehidupan (pemerintah, politik, ekonomi, perdagangan, perbankan, pertahanan-keamanan dan sebagainya). 20

a. Penegakan Hukum Pidana

  Hukum Pidana, merupakan salah satu hukum publik yang berlaku di Indonesia. Adanya hukum pidana mempunyai dua (2) aliran tujuan hukum pidana yaitu:

  1) Untuk menakuti. Adanya hukum pidana bertujuan untuk menakut-nakuti orang

  agar tidak melakukan berbuatan yang tidak baik (aliran klasik).

  2) Untuk mendidik orang. Adanya hukum pidana bertujuan untuk mendidik orang

  yang pernah melakukan perbuatan tidak baik agar tidak mengulangi perbuatan (aliran modern).

  Menurut aliran klasik hukum pidana, bertujuan untuk melindungi individu dari kekuasaan negara atau kekuasaan penguasa, sedangkan menurut hukum pidana, aliran modern bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan, sehingga hukum pidana harus memperhatikan kejahatan yang dilakukan dan keadaan penjahat, menurut aliran modern hukum pidana dipengaruhi oleh perkembangan kriminologi, pada Pasal 51 Kitab Undang-

  Undang Hukum Pidana bulan Juli tahun 2006. Tujuan hukum pidana meliputi: 21

  a) Menegakkan norma hukum untuk mengayomi masyarakat.

  b) Mencegah tindak pidana.

  c) Memasyakatkan terpidana dengan memberikan pembinaan agar menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat

  d) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindakan pidana, mendatangkan

  rasa damai dan aman dalam masyarakat dan memulihkan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat.

  e) Menghilangkan rasa bersalah pada terpidana.

  20 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2001, h. 21 .

  21 httpwww.informasi-pendidikan.com , diakses 20-agustus-2015.

  Di dalam tujuan penegakkan hukum ada yang menyatakan bahwa antara lain berupa mewujudkan keamanan danatau ketertiban, perdamaian danatau keadilan danatau kesejahteraan, kepastian hukum danatau keadilan, dan kemanfaatan, maka mengenai tujuan hukum itu secara pokok dapat dinyatakan ada dua (2) macam yaitu tujuan hukum mikro dan tujuan hukum makro.

  Tujuan hukum mikro adalah bahwa keberadaan hukum (dalam pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan) berupa perwujudan perdamaian yang berkeadilan keadaan akan dapat diwujudkan, yaitu apabila dalam setiap pergaulan masyarakat yang ada (di bidang-bidang politik ekonomi, sosial, budaya, dan hukum) didasarkan pada demokrasi, hak asasi manusia, dan ilmu pengetahuan teknologi. Tanpa itu semua maka yang di dapat adalah perdamaian yang semu atau tanpa kedamaian sama sekali, sedangkan tujuan hukum makro ialah bahwa untuk keberadaan hukum itu berupa mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan sosial (meniadakan kemiskinan). Keadaan demikian akan diwujudkan, abapila dalam keberadaan hukum itu beserta aspeknya didasarkan pada efisien danatau menejemen professional dengan dasar nasionalisme dan humanisme,

  perikemanusiaan, internasionalisme. 22

b. Aparat Penegak Hukum

  Aparat penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat penegak hukum, dalam arti sempit, aparat penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat

  22 Bambang Mudjiono, Sekilas Tentang Pengantar Hukum Indonesia, Surabaya, 2012, h. 11.

  hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat penegak hu kum dan aparat terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau peranya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan

  pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana. 23

2. Hak Atas Kekayaan Intelektual

a. Latar Belakang Berlakunya Hak Atas Kekayaan Intelektual

  Hak atas kekayaan intelektual adalah suatu system yang sekarang ini melekat pada kata kehidupan modern, seperti juga pada aspek-aspek lain yang memberiwarna pada kehidupan modern misalnya masalah lingkungan hidup serta persaingan usaha, serta hak atas kekayaan intelektual merupakan konsep yang relatif baru bagi sebagian besar negara, terutama negara-negara berkembang. Namun pada ujung abad ke-20 dan awal abad ke-21 tercapai kesepakatan negara- negara untuk mengangkat konsep hak atas kekayaan intelektual kearah kesepakatan bersama dalam wujud Agreement Establishing The World Trade Organization Agreement dan segala perjanjian internasional yang menjadi

  lampirannya, termasuk yang menyangkut hak atas kekayaan intelektual. 24

  World Trade Organization sendiri tidak dapat dilepas dari kisah masa lalunya, dimulai dengan keinginan kuat negara-negara memulihkan kembali perekonomian dunia yang hancur setelah Perang Dunia ke II, yakni di adakan suatu konferensi Bretton Woods, Conenecticut, Amerika serikat tahun 1947.

  23 Jimly Asshidiqie. Penegakan Hukum, diakses- 05-September-2015.

  24 Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca Trips. PT. ALUMNI, Bandung, 2005, h. 1.

  Indonesia sebagai negara berkembang sudah menjadi anggota dan secara sah ikut dalam agreement on trade related aspect of intellectual property rights, melalui retifikasi World Trade Organization dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Eshtabilishing The Word Trade Organization (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564), ratifikasi ini kemudian diimplementasikan dalam revisi terhadap ke tiga (3) undang-undang di bidang hak atas kekayaan intelektual yang berlaku saat itu, diikuti perubahan yang menyusul oleh undang-undang

  lain. 25 Secara umum hak atas kekayaan intelektual dapat terbagi dalam dua (2) kategori yaitu:

  1) Hak Cipta

  2) Hak. Kekayaan Industri, meliputi:

  a) Paten

  b) Merek

  c) Desain Industri

  d) Rahasia Dagang

  e) Perlindungan Varietas Tanam

  f) Desain Tata Letak Sirkuit

  b. Manfaat Hak Atas Kekayaan Intelektual

  1) Manfaat hak atas kekayaan intelektual bagi dunia usaha, adalah adanya

  perlindungan terhadap penyalah gunaan atau pemalsuan kekayaan intelektual yang dimilikinya oleh pihak lain di dalam negeri maupun diluar negeri. Perusahaan yang dibangun mendapatkan citra yang positif dalam persaingan apabila memiliki perlindungan hukum di bidang hak atas kekayaan intelektual.

  25 Ibid., h .7.

  2) Manfaat hak atas kekayaan intelektual bagi inovator dapat menjamin kepastian hukum baik individu maupun kelompok serta terhindar dari kerugian akibat pemalsuan dan perbuatan curang pihak lain.

  3) Manfaat hak atas kekayaan intelektual bagi pemerintah yaitu adanya citra

  positif pmerintah yang menerapkan hak atas kekayaan intelektual di tingkat World Trade Organization. Selain itu adanya penerimaan devisa yang diperoleh dari pendaftaran hak atas kekayaan intelektual.

  4) Dapat digunakan sebagai alat promosi untuk memperluas pasar produk.

  5) Adanya kepastian hukum yaitu pemegang dapat melakukan usahanya

  dengan tenang tanpa gangguan dari pihak lain.

  6) Pemegang hak dapat melakukan upaya hukum baik perdata maupun pidana

  dengan masyarakat umum.

  7) Pemegang hak dapat memberikan izin atau lisensi kepada pihak lain.

  Sifat dan dasar hukum hak atas kekayaan intelektual adalah hukum yang mengatur dan yang bersiafat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan hak atas kekayaan intelektual harus dilakuan secara terpisah dimasing-masing yuridiksi yang bersangkutan dengan hak atas kekayaan intelektual di Indonesia adalah hak atas kekayaan intelektual yang sudah didaftarkan di negara Indonesia.

c. Dasar Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual

  Sebulum adanya undang-undang hak atas kekayaan intelektual Indonesia mengikuti perjanjian Internasional untuk melindungi suatu karya ciptaan.

  1) Perjanjian internaisonal

  a) Berne Convention 1883 – Hak cipta a) Berne Convention 1883 – Hak cipta

  c) Perjanjian agreement on trade related aspect of intellectual property rights

  2) Undang-undang nasional

  a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 241 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4044).

  b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2000 tentang

  Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 242 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045).

  c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000 tentang Disain Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 243 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046).

  d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 tentang Tata

  Letak Disain Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 244 Tahun 2000, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4047).

  e) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4130).

  f) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4131).

  g) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

  Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599).

3. Hak Cipta Indonesia

  Hak cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek yang dilindungi paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary) yang di dalamnya menyangkut pula program komputer. Perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi salah satu andalan Indonesia dan berbagai negara dan perkembangan pesatnya teknologi informasi dan komunikasi. Mengingat hak cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif nasional Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) yang memenuhi unsur perlindungan dan perkembangan ekonomi kreatif ini maka diharapkan kontribusi sektor hak cipta dan hak terkait bagi perekonomian negara dapat lebih optimal.

  Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi salah satu variabel dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599). Mengingat teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi mempunyai peran strategis dalam pengembangan hak cipta, tetapi disis lain juga menjadi alat untuk pelanggaran hukum dibidang ekonomi kreatiif. Pengaturan yang proposional sangat Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi salah satu variabel dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599). Mengingat teknologi informasi dan komunikasi di satu sisi mempunyai peran strategis dalam pengembangan hak cipta, tetapi disis lain juga menjadi alat untuk pelanggaran hukum dibidang ekonomi kreatiif. Pengaturan yang proposional sangat

  

a. Histori Hak Cipta di Indonesia

  Keaslian suatu karya, baik berupa kerangka atau ciptaan merupakan suatu hal esensial dalam perlindungan hukum melalui hak cipta memiliki arti bahwa karya tersebut harus benar-benar merupakan hasil karya orang yang mengakui karya tersebut sebagai karangan atau ciptaannya, demikian juga harus ada relevansi antara hasil karya dengan yuridiksi apabila karya tersebut ingin dilindungi. Di Indonesia hak pengarang atau pencipta disebut author rights, ini sejak diberlakukannya authorswet 1912 Stb. 1912 No 600; yang kemudian digunakan istilah hak cipta dalam peraturan perundangan-undangan selanjutnya. Istilah hak cipta sebenarnya berasa dari negara yang menganut common law yakni copyright, sedangkan di Eropa, seperti Prancis dikenal droit d’auteur dan di Jerman sebagai urherberecht, di Inggris mengunakan istilah copyright dikembangkan untuk melindungi penerbit, bukan untuk melindungi si pencipta. Namun seiring dengan berkembangnya hukum dan teknologi, maka perlindungan diberikan kepada pencipta serta cakupan hak cipta diperluas, tidak hanya mencangkup bidang buku, tetapi drama, musik, artistic work, fotografi, dan lain-

  lain. 26 Awalnya hak monopoli tersebut hanya diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak, baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai

  diundangkan pada tahun 1710 dengan stute of anne di Inggris, hak tersebut

  26 Endang Purwaningsih. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights. Ghalia, Indonesia 2010, h. 1.

  diberikan kepada pemegang hak cipta, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencangkup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung, selain itu peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 (dua puluh delapan) tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum. Berne convention for the protection of artistic and literary works (konverensi bern tentang perlindungan seni dan sastra atau konvernsi bern) pada tahun 1886 adalah yang pertama kali yang mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat, dalam konfrensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada pencipta dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah karya dicetak atau disimpan dalam suatu media, pencipta otomatis mendapat hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya

  derivatifnya. 27

  Pada tahun 1982, pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Autorswet 1912 staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 dan menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3217), yang merupakan undang-undang hak cipta pertama kali di Indonesia. Undang-Undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6

  27 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Gaja Grafindo Prasada, Jakarta, 2004, h. 7.

  Tahun 1982 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3362), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3679), Undang-Undang Republik Indoneia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420), dan pada akhirnya dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) yang kini berlaku di Indonesia.

  Pada Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) mendefinisikan „Pembajakan‟ adalah penggandaan ciptaan danatau produk hak terkait yang tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi, dan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599), hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan

  yang berlaku. Hak terkait menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599), hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran, sedangkan perjanjian lisensi pada Pasal 1 angka 20 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599), lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu.