Pengaruh Brand Image, Price dan Lifestyle Terhadap Keputusan Pembelian IPhone pada Mahasiswa Kedokteran Methodist Medan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemasaran

Pemasaran adalah salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu dalam menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi itu sendiri menentukan harga barang dan jasa. Faktor penting dalam menciptakan nilai tersebut adalah produksi, pemasaran, dan konsumsi. “Pemasaran menjadi penghubung antara kegiatan produksi dan konsumsi” Limakrisna dan Susilo (2012: 3).

“Pemasaran merupakan proses kegiatan yang dimulai jauh sebelum barang -barang atau bahan-bahan masuk dalam proses produksi, seperti keputusan mengenai produk yang dibuat, pasarnya, harga dan promosinya” Assauri (2007: 3). Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar dapat suskes dalam persaingan adalah “berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan” Levitt (dalam Tjiptono, 2008: 19). Agar tujuan tersebut tercapai, maka setiap perusahaan harus berupaya menghasilkan dan menyampaikan barang dan jasa yang diinginkan konsumen dengan harga yang pantas (reasonable).

Dengan demikian, setiap perusahaan harus mampu memahami perilaku konsumen pada pasar sasarannya. Karena kelangsungan hidup perusahaan tersebut sebagai organisasi yang berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan para konsumen sangat tergantung pada perilaku konsumennya.


(2)

2.2 Bauran Pemasaran

Menurut Kotler dan Amstrong (2008:62), bauran pemasaran (marketing mix) adalah “kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respons yang diinginkannya di pasar sasaran”. Bauran pemasaran terdiri dari semua hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan produknya. Berbagai kemungkinan ini dapat dikelompokkan menjadi empat variabel yang disebut “4P” yaitu:

1. Produk (Product)

Merupakan bentuk penawaran barang dan jasa yang ditujukan untuk mencapai tujuan melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Produk disini bisa berupa apa saja (baik yang berwujud fisik maupun tidak) yang dapat ditawarkan kepada pelanggan potensial untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tertentu. Produk merupakan semua yang ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, diperoleh dan digunakan atau dikonsumsi untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang berupa fisik, jasa, orang, organisasi, dan ide.

2. Harga (Price)

Bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategis dan taktis seperti tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran dan tingkat diskriminasi harga diantara berbagai kelompok pelanggan. Harga menggambarkan besarnya rupiah yang harus dikeluarkan seorang konsumen untuk memperoleh satu buah produk dan hendaknya harga dapat terjangkau oleh konsumen.


(3)

3. Promosi (Promotion)

Bauran promosi meliputi berbagai metode, yaitu iklan penjualan, penjualan tatap muka, dan hubungan masyarakat. Menggambarkan berbagai macam cara yang ditempuh perusahaan dalam rangka menjual produk ke konsumen.

4. Tempat (Place)

Merupakan keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap barang dan jasa bagi para pelanggan. Tempat dimana produk tersedia dalam sejumlah saluran distribusi dan outlet yang memungkinkan konsumen dapat dengan mudah memperoleh suatu produk.

2.3 Harga (Price) 2.3.1 Pengertian Harga

Agar dapat sukses dalam memasarkan suatu barang atau jasa, setiap perusahaan harus menetapkan harganya secara tepat.

Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya (produk, promosi dan tempat) menyebabkan timbulnya biaya (pengeluaran). Disamping itu harga merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat Tjiptono (2008: 151).

“Harga merupakan jumlah uang yang diperlukan sebagai penukar berbagai kombinasi produk dan jasa” Laksana (2008: 105).

Harga (Price) dalam arti luas tidak hanya sejumlah uang yang diserahkan kepada penjual untuk mendapatkan barang yang dibeli akan tetapi juga meliputi hal-hal diluar uang, seperti waktu, usaha (pencarian), risiko psikologis (mobil bisa tabrakan), merupakan (menggunakan sabuk pengaman sewaktu mengendarai mobil), tambahan pengeluaran untuk jaminan (membayar asuransi) Limakrisna dan Susilo (2012: 32).


(4)

2.3.2Peranan Harga

Menurut Tjiptono (2008: 152) Harga memiliki dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu:

1. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Pembeli membandingkan harga dari berbagai alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki.

2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam “mendidik” konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau manfaatnya secara objektif.

2.3.3Tujuan Penetapan Harga

Menurut Tjiptono (2008: 152) pada dasarnya ada empat tujuan penetapan harga, yaitu:

1. Tujuan Berorientasi pada Laba

Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba yang paling tinggi. Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimisasi laba.

2. Tujuan Berorientasi pada Volume

Tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objectives. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan (dalam ton, kg, unit dan lain-lain), nilai


(5)

penjualan (Rp) atau pangsa pasar (absolute maupun relatif). Tujuan ini banyak diterapkan oleh perusahaan penerbangan, lembaga pendidikan, perusahaan tour and travel, pengusaha bioskop dan pemilik bisnis pertunjukan lainnya, serta penyelenggara seminar-seminar.

3. Tujuan Berorientasi pada Citra

Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value). Pada hakikatnya, baik penetapan harga tinggi maupun rendah bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan. 4. Tujuan Stabilitas Harga

Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perushaan dan harga pemimpin industri (industry leader).

5. Tujuan-tujuan Lainnya

Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah.

2.3.4 Faktor-faktor yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Penetapan Harga Ada dua faktor utama yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan harga Kotler dan Amstrong (dalam Tjiptono 2008: 154), yaitu:


(6)

1. Faktor Internal Perusahaan a. Tujuan pemasaran perusahaan

Tujuan bisa berupa maksimisasi laba, mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, meraih pangsa pasar yang besar, menciptakan kepemimpinan dalam hal kualitas, mengatasi persaingan, melaksanakan tanggungjawab sosial, dan lain-lain.

b. Strategi Bauran Pemasaran

Harga hanyalah salah satu komponen dari bauran pemasaran. Oleh karena itu harga perlu dikoordinasikan dan saling mendukung dengan bauran pemasaran lainnya, yaitu produk, distribusi, dan promosi.

c. Biaya

Biaya merupakan faktor yang menentukan harga minimal yang harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Oleh karena itu setiap perusahaan pasti menaruh perhatian besar pada aspek struktur biaya (tetap dan variabel), serta jenis-jenis biaya lainnya.

d. Organisasi

Manajemen perlu memutuskan siapa didalam organisasi yang harus menetapkan harga. Pada perusahaan kecil, umumnya harga ditetapkan oleh manajemen puncak. Sedangkan pada perusahaan besar, seringkali masalah penetapan harga ditangani oleh divisi atau manajer suatu lini produk.


(7)

2. Faktor Lingkungan Eksternal a. Sifat Pasar dan Permintaan

Setiap perusahaan perlu memahami sifat pasar dan permintaan yang dihadapinya, apakah termasuk pasar persaingan sempurna, persaingan monopolistik, oligopoli, atau monopoli.

b. Persaingan

Ada lima kekuatan pokok yang berpengaruh dalam persaingan suatu industri, yaitu persaingan dalam industri yang bersangkutan, produk subtitusi, pemasok, pelanggan, dan ancaman pendatang baru. Informasi-informasi yang dibutuh untuk menganalisis karakteristik persaingan yang dihadapi antara lain: a) Jumlah perusahaan dalam industri

b) Ukuran relatif setiap anggota dalam industri c) Diferensiasi produk

d) Kemudahan untuk memasuki industri yang bersangkutan e) Unsur-unsur lingkungan eksternal lainnya.

2.3.5 Metode Penetapan Harga

Menurut Tjiptono (2008: 157), metode penetapan harga dapat dikelompokkan menjadi empat kategori utama, yaitu:

1. Metode Penetapan Harga yang Berbasis Permintaan

Metode ini menekankan faktor-faktor yang mempengaruhi selera dan preferensi pelanggan daripada faktor-faktor biaya, laba, dan persaingan. Ada tujuh metode penetapan harga yang termasuk dalam metode penetapan harga berbasis permintaan, yaitu:


(8)

1. Skimming Pricing

Strategi diterapakan dengan menetapkan harga tinggi bagi suatu produk baru atau inovatif selama tahap perkenalan, kemudian menurunkan harga tersebut pada saat persaingan mulai ketat.

2. Penetration Pricing

Perusahaan berusaha memperkenalkan suatu produk baru dengan harga rendah dengan harapan akan dapat memperoleh volume penjualan yang besar dalam waktu relatif singkat.

3. Prestige Pricing

Harga dapat digunakan oleh pelanggan sebagai ukuran kualitas atau prestise suatu barang atau jasa. Prestige pricing merupakan strategi menetapkan tingkat harga yang tinggi sehingga konsumen yang sangat peduli dengan statusnya akan tertarik dengan produk, dan kemudian membelinya.

4. Price Lining

Price lining digunakan apabila perusahaan menjual produk lebih dari satu jenis. Harga untuk lini produk tersebut bisa bervariasi dan ditetapkan pada tingkat harga tertentu yang berbeda.

5. Odd- Even Pricing

Odd-even pricing adalah harga yang besarnya mendekati jumlah genap tertentu.

6. Demand-Backward Pricing

Perusahaan menentukan marjin yang harus dibayarkan kepada wholesaler dan retailer setelah itu barulah harga jualnya dapat ditentukan. Jadi proses ini


(9)

berjalan kebelakang. Perusahaan menyesuaikan kualitas komponen-komponen produknya. Dengan kata lain, produk didesain sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi target harga yang ditetapkan.

7. Bundle Pricing

Bundle Pricing merupakan strategi pemasaran dua atau lebih produk dalam satu harga paket.

2. Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya

Dalam metode ini faktor penentu harga yang utama adalah aspek penawaran atau biaya, bukan aspek permintaan. Harga ditentukan berdasarkan biaya produksi dan pemasaran yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga dapat menutupi biaya-biaya langsung, biaya overhead, dan laba.

1. Standard Markup Pricing

Harga ditentukan dengan jalan menambahkan persentase tertentu dari biaya pada semua item dalam suatu kelas produk.

2. Cost Plus Percentage of Cost Pricing

Perusahaan menambahkan persentase tertentu terhadap biaya produksi atau konstruksi. Metode ini seringkali digunakan untuk menentukan harga suatu item atau hanya beberapa item.

3. Cost Plus Fixed Fee Pricing

Dalam strategi ini pemasok dan produsen akan mendapatkan ganti atas semua biaya yang dikeluarkan, seberapapun besarnya, tetapi produsen tersebut hanya memperoleh fee tertentu sebagai laba yang besarnya tergantung pada biaya final proyek tersebut yang disepakati bersama.


(10)

3. Metode Penetapan Harga Berbasis Laba

Metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam penetapan harganya. Upaya ini dapat dilakukan atas dasar target volume laba spesifik atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau investasi.

4. Metode Penetapan Harga Berbasis Persaingan

Selain berdasarkan pada pertimbangan biaya, permintaan, atau laba harga juga dapat ditetapkan atas dasar persaingan, yaitu apa yang dilakukan pesaing. Metode penetapan harga berbasis persaingan terdiri atas empat macam, yaitu customary pricing, above, at, or below market pricing, loss leader pricing, dan sealed bid pricing.

2.3.6Indikator Harga

Dalam penelitian ini menggunakan empat indikator yang mencirikan harga Stanton (dalam Wardy, 2015), yaitu:

1. Keterjangkauan harga

2. Kesesuaian harga dengan kualitas produk 3. Daya saing harga

4. Kesesuaian harga dengan manfaat

2.4 Gaya Hidup (Lifestyle)

Orang-orang yang berasal dari sub budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah “pola hidup seseorang didunia yang tercermin dalam aktivitas, minat, dan opininya” Kotler (2009: 175). Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang


(11)

berinteraksi dengan lingkungannya. Para pemasar mencari hubungan antara produk mereka dan kelompok gaya hidup.

Gaya hidup menunjukkan “bagaimana individu menjalankan kehidupan, bagaimana membelanjakan uang dan bagaimana memanfaatkan waktunya” Mowen dan Minor (dalam Suryani 2008: 73). Gaya hidup juga menunjukkan bagaimana seseorang mengalokasikan pendapatannya, dan memilih produk maupun jasa dan berbagai pilihan lainnya ketika memilih alternatif dalam satu kategori jenis produk yang ada Suryani (2008: 73).

Dalam perspektif pemasaran, tampak jelas bahwa konsumen yang memiliki gaya hidup yang sama akan mengelompok dengan sendirinya ke dalam satu kelompok berdasarkan apa yang mereka minati untuk menghabiskan waktu senggang, dan bagaimana mereka membelanjakan uangnya.

Adanya perubahan gaya hidup dari generasi ke genarasi karena adanya perubahan sosial di masyarakat dan lingkungan ekonomi yang berubah. Merupakan peluang bagi pemasar untuk menciptakan produk-produk dan menyesuaikan produknya sesuai dengan gaya hidup pasar yang dituju.

2.4.1Pengukuran Gaya Hidup Konsumen

Untuk mengukur gaya hidup konsumen dapat dipergunakan pengukuran psikografis yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menilai gaya hidup pasar sasaran, karakteristik kepribadian dan karakteristik demografi. Gaya hidup merupakan salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis. Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya dipakai mengungkapkan aktivitas (A atau


(12)

activities), minat (I= interest) dan opini (O=opinion) konsumen, yang disering diistilahkan sebagai AIO statement.

Menurut Josep Plumer (dalam Suryani, 2008:74) menyatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur aktivitas-aktivitas manusia dalam:

1. Bagaimana mereka menghabiskan waktunya.

2. Minat mereka, apa yang dianggap penting disekitarnya.

3. Pandangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.

4. Karakter-karakter dasar seperti daur kehidupan, penghasilan, pendidikan, dan tempat tinggal.

Tabel 2.1

Dimensi Pengukuran Gaya Hidup AIO

Aktivitas Minat Opini Demografi

Pekerjaan Keluarga Mereka Sendiri Usia

Hobi Rumah Masalah Sosial Pendidikan

Kegiatan Sosial Pekerjaan Politik Pendapat

Liburan Komunitas Bisnis Jabatan

Hiburan Rekreasi Ekonomi Ukuran Keluarga

Keanggotaan Klub Mode Pendidikan Tempat Tinggal

Komunitas Makanan Produk Georgrafi

Belanja Media Masa Depan Ukuran Kota

Olahraga Prestasi Budaya Tahap Daur

Hidup

Sumber: William D Wells dan Douglas. Tigert, (1997: 27-25) dalam Suryani (2008: 75).

2.4.2Indikator Gaya Hidup (Lifestyle)

Menurut Salim (2011: 109) indikator gaya hidup yaitu: 1. Menggunakan Smartphone dalam aktivitas media sosial 2. Menjalankan Hobi dengan smartphone

3. Smartphone meningkatkan status sosial 4. Pandangan diri sendiri dan orang lain


(13)

5. Mengikuti perkembangan smartphone 2.5Merek (Brand)

Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, dimana merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa Tjiptono (2011: 3)”.

Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa bentuk suara, hologram, bahkan aroma juga dimasukkan dalam lingkup definisi merek. Definisi ini memiliki kesamaan defenisi versi American Marketing Association yang menekankan peranan merek sebagai identifier dan differentiator Tjiptono (2011: 4).

Berdasarkan defenisi versi UU Merek No.15 Tahun 2001 dan American Marketing Association, secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo, atau simbol baru untuk sebuah produk baru, maka telah menciptakan sebuah merek. Kata brand dalam bahasa Inggris berasal dari kata ”brandr” dalam bahasa Old Norse berarti to burn, yang mengacu pada pengidentifikasian ternak.

Pada waktu itu pemilik peternakan menggunakan “cap” khusus untuk menandai ternak miliknya dan membedakannya dari ternak milik orang lain Tjiptono (2011: 47). Para pedagang Eropa pada abad itu juga telah menggunakan merek dagang untuk meyakinkan konsumen dan memberi perlindungan hukum terhadap produsen.

Merek merupakan “suatu nama, istilah, tanda, simbol, atau desain (atau kombinasi dari semua ini) yang mengidentifikasi pembuat atau penjual produk


(14)

yang bisa sebagai barang berwujud, jasa, organisasi, tempat, orang atau ide/gagasan” Limakrisna dan Susilo (2012: 49).

Merek adalah “suatu nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang, penjual atau sekelompok penjual, dan diharapkan akan membedakan barang atau jasa dari produk pesaing” Laksana (2008: 77).

2.5.1Elemen Merek

Elemen merek adalah alat yang digunakan untuk mengidentifkasi dan membedakan merek. Kebanyakan dapat dibuat merek dagang yang meliputi “nama dan slogan, logo (elemen grafis), karakter musik, papan pemberitahuan, kemasan, bahkan warna kemasan yang digunakan secara konsisten” Limakrisna dan Susilo (2012: 48).

Sedangkan menurut Laksana (2008: 78) bagian merek terdiri dari:

1. Nama Merek (Brand Name), adalah sebagian dari merek dan yang dapat diucapkan.

Misal: Suzuki, Avan, Chevrolet dan lain-lain.

2. Tanda Merek (Brand Mark), adalah sebagian dari merk yang dapat dikenal namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain, huruf, atau warna khusus. Contoh “Tiga Berlian” dari Mitsubishi.

3. Tanda Merek Dagang (Trade Mark), adalah merek atau sebagian dari merek yang dilindungi oleh hukum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek dan atau tanda merek.


(15)

4. Hak cipta (Copyrights), adalah hak istimewa yang dilindungi oleh Undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.

2.5.2Manfaat Merek

Menurut Tjiptono (2011: 43) merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai:

1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan pencatatan akuntansi.

2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain. Hak-hak properti intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang dikembangkannya dan meraup manfaat dari asset bernilai tersebut.

3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Loyalitas merek seperti ini mengahasilkan predictability dan security permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar.


(16)

4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.

5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hokum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. 6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.

Bagi konsumen, merek bisa memberikan beranekaragam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Vazquez, Del Rio dan Iglesias mengklasifikasikan dimensi manfaat atau utilitas merek kedalam kategori utilitas fungsional produk, pilihan (choice), inovasi, trustworthiness, emosional, estetis, novelty, identifikasi sosial, dan identifikasi personal.

Keller dalam (Tjiptono 2011: 44 ) mengemukakan 7 (tujuh) manfaat merek bagi konsumen, yaitu:

1. Sebagai identifikasi sumber produk

2. Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu 3. Pengurang risiko

4. Penekan biaya pencarian (search costs) internal dan eksternal 5. Janji atau ikatan khusus dengan produsen

6. Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri 7. Signal kualitas

2.5.3Fungsi Merek


(17)

Tabel 2.2

Fungsi Merek Bagi Konsumen

No Fungsi Manfaat Bagi Pelanggan

1 Identifikasi Bisa dengan jelas memberikan makna bagi produk, gampang mengidentifikasi produk yang dibutuhkan atau dicari.

2 Praktikalisasi Memfasilitasi penghematan waktu dan energi melalui pembelian ulang identik dan loyalitas.

3 Jaminan Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan ditempat berbeda.

4 Optimisasi Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli alternatif terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan terbaik untuk tujuan spesifik. 5 Karakteristik Mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri

konsumen atau citra yang ditampilkannya kepada orang lain.

6 Kontinuitas Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi pelanggan selama bertahun-tahun.

7 Hedonistik Kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo, dan komunikasinya.

8 Etis Kepuasan berkatian dengan perilaku

bertanggungjawab merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat.

Sumber: (Tjiptono, 2011: 44)

Sebuah merek bisa dikatakan sukses (successful brand) apabila pembeli atau pemakainya mempersepsikan adanya nilai tambah relevan, unik dan berkesinambungan yang memenuhi kebutuhannya secara paling memuaskan Tjiptono (2011: 42). Kriteria serupa dikemukakan oleh Doyle (dalam Tjiptono, 2011: 42), kriteria utama adalah:

1. Keunggulan differential, yakni pelanggan memiliki alasan kuat untuk lebih menyukai merek yang bersangkutan dibandingkan merek-merek pesaing.


(18)

2. Langgeng atau berkesinambungan (sustainble), artinya keunggulan yang tidak mudah ditiru para pesaing, dimana perusahaan menciptakan hambatan masuk. Menurut Doyle (dalam Tjiptono, 2011: 42), merek sukses selalu merupakan pemimpin dalam segmen pasar yang dilayaninya. Implikasi dari kriteria ini adalah:

1. Merek hanya bisa menjadi asset manakala memiliki keunggulan diferensiasi berkesinambungan.

2. Merek akan terdepresiasi tanpa investasi lebih lanjut. Apabila pihak manajemen tidak berinvestasi ulang untuk meningkatkan kualitas, layanan, dan citra merek, maka merek bersangkutan akan berkurang kekuatannya atau bahkan punah.

2.6Citra Merek (BrandImage)

Citra merek umumnya didefinisikan segala hal yang terkait dengan merek yang ada dibenak ingatan konsumen Suryani (2008: 113). Citra merek mempresentasikan keseluruhan persepsi konsumen terhadap merek yang tertentu karena informasi dan pengalaman konsumen terhadap suatu merek. Citra merek mempunyai peran penting dalam mempengaruhi perilaku pembelian. Konsumen mempunyai citra positif terhadap merek cenderung memilih merek tersebut dalam pembelian.

Citra merek (brand image) adalah keinginan konsumen berfikir, merasa dan berbuat terhadap merek Limakrisna dan Susilo (2012: 49). Bagi instansi citra merek yang kuat dapat membawa instansi memenuhi tujuan pemasaran.


(19)

Sedangkan menurut Keller (dalam Ferrinadewi, 2008: 165) Brand image adalah “persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut”. Dapat juga dikatakan bahwa brand image merupakan konsep yang diciptakan oleh konsumen karena alasan subjektif dan emosi pribadinya. Menurut Ferrinadewi (2008: 166), brand image terdiri dari 2 komponen, yaitu:

1. Brand association atau asosiasi merek.

Kekuatan asosiasi merek ditentukan dari pengalaman langsung konsumen dengan merek, pesan-pesan yang sifatnya nonkomersial maupun sifatnya komersial. Asosiasi merek dibentuk dari kombinasi antara kuantitas perhatian konsumen pada merek dan ketika konsumen menemukan relevansi juga konsistensi antara konsep dirinya dengan merek.

2. Favorability (sikap positif), strenght dan uniqueness of brand association (kekuatan dan keunikan asosiasi merek).

Sikap positif, kekuatan dan keunikan asosiasi merek terdiri dari 3 (tiga) hal dalam benak konsumen yaitu adanya keinginan, kemudian keyakinan bahwa merek tertentu dapat memenuhi keinginannya dan yang terpenting adalah keyakinan konsumen bahwa merek tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dibanding merek lainnya.

Menurut Stern (dalam Ferrinadewi, 2008: 167) terdapat beberapa aspek yang membuat brand image menjadi begitu bervariasi yaitu:

1. Dimana letak citra (image) artinya apakah citra tersebut berada dalam benak konsumen atau memang pada objeknya.


(20)

2. Sifat alaminya artinya apakah citra tersebut mengacu pada proses, bentuk atau sebuah transaksi.

3. Jumlah artinya berapa banyak dimensi yang membentuk citra. 2.6.1Indikator Brand Image

Menurut Ferrinadewi (2008:166) komponen dari brand image adalah: 1. Favorability (Sikap positif)

2. Strenght of brand association (Kekuatan asosiasi merek) 3. Uniqueness of brand association (Keunikan asosiasi merek)

2.7Perilaku Konsumen

Semakin majunya perekonomian dan teknologi, berkembang pula strategi yang harus dijalankan perusahaan, khususnya dibidang pemasaran. Untuk itu perusahaan perlu memahami atau mempelajari perilaku konsumen dalam hubungannya dengan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Dalam menentukan jenis produk atau jasa, konsumen selalu mempertimbangkan tentang produk atau jasa apa yang dibutuhkan, hal ini dikenal dengan perilaku konsumen.

Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Suryani, 2008: 6), bahwa perilaku konsumen merupakan studi yang mengkaji bagaimana individu membuat keputusan membelanjakan sumber daya yang tersedia dan dimiliki (waktu, uang dan usaha) untuk mendapatkan barang atau jasa yang nantinya akan dikonsumsi.

Menurut Keller (2009: 166) perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.


(21)

Menurut Keller (2009: 166) Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, dan pribadi. Faktor budaya memberikan pengaruh yang paling luas dan dalam.

a. Faktor Budaya

Kelas budaya, subbudaya, dan sosial sangat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. Budaya (culture) adalah cerminan dasar keinginan dan perilaku seseorang melalui keluarga dan institusi lainnya. Setiap budaya terdiri dari beberapa subbudaya (subculture) yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk anggota mereka. Subbudaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis. Kelas sosial memiliki beberapa karakteristik yaitu:

1. Orang-orang yang berada dalam masing-masing kelas cenderung mempunyai kemiripan dalam cara berpakaian, pola bicara, dan preferensi reaksional dibandingkan orang dari kelas sosial yang berbeda.

2. Orang dianggap menduduki posisi lebih rendah atau lebih tinggi menurut kelas sosial.

3. Kelompok variabel, misalnya pekerjaan, penghasilan, kekayaan, pendidikan, dan orientasi nilai mengindikasikan kelas sosial, alih-alih variabel tunggal. 4. Kelas sosial seseorang dalam tangga kelas sosial dapat bergerak naik atau

turun sepanjang hidup mereka. Seberapa mudah dan seberapa jauh gerakannya tergantung pada seberapa kaku stratifikasi sosial itu.


(22)

b. Faktor Sosial

Faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga, serta peran sosial dan status mempengaruhi perilaku pembelian. Kelompok referensi seseorang adalah semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut.

Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan anggota keluarga mempresentasikan kelompok referensi utama yang paling berpengaruh. Peran dan status adalah posisi seseorang dalam tiap kelompok dimana ia menjadi anggota berdasarkan peran dan status.

Orang memilih produk yang mencerminkan dan mengkomunikasikan peran mereka serta status aktual atau status yang diinginkan dalam masyarakat. Pemasar harus menyadari potensi simbol status dari produk dan merek.

c. Faktor Pribadi

Faktor pribadi meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup pembeli, pekerjaan dan keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta gaya hidup dan nilai. Usia dan tahap siklus hidup, selera kita dalam makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering berhubungan dengan usia kita.

Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga dan jumlah, usia, serta jenis kelamin orang dalam rumah tangga pada satu waktu tertentu. Selain itu tahap siklus hidup psikologis bisa menjadi masalah. Orang dewasa mengalami “perjalanan” atau “transformasi” tertentu sepanjang hidupnya. Tetapi perilaku yang diperlihatkan seseorang ketika mereka melalui perjalanan ini, misalnya menjadi orangtua, tidak selalu tetap dan berubah sepanjang waktu.


(23)

Pekerjaan dan ekonomi mempengaruhi pola konsumsi. Pekerja kerah biru akan membeli baju kerja, sepatu kerja, dan kotak makanan. Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, penghasilan yang dapat dibelanjakan (tingkat, stabilitas, dan pola waktu), tabungan dan asset (termasuk persentase asset likuid), utang, kekuatan pinjaman, dan sikap terhadap pengeluaran dan tabungan.

Kepribadian dan konsep diri, kepribadian adalah sekumpulan sifat psikologis manusia yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan tahan lama terhadap rangsangan lingkungan (termasuk perilaku pembelian). Konsumen sering memilih dan menggunakan merek yang mempunyai kepribadian merek yang konsisten dengan konsep diri mereka sendiri (cara kita memandang diri sendiri) atau bahkan berdasarkan konsep diri orang lain (cara pandang orang lain terhadap kita). Gaya hidup dan nilai, orang-orang dari subbudaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin mempunyai gaya hidup yang cukup berbeda.

2.8Keputusan Pembelian

Pengambilan keputusan sebagai proses penting yang mempengaruhi perilaku konsumen sangat penting untuk dipahami pasar. Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Suryani, 2008: 15) pengambilan keputusan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan output.

Menurut Tjiptono (2008: 19) Berdasarkan tujuan pembelian, konsumen dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu:

1. Konsumen akhir (individual) yang terdiri atas individu dan rumah tangga, yang tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk dikonsumsi.


(24)

2. Konsumen organisasional (konsumen industrial, konsumen antara, konsumen bisnis), yang terdiri atas organisasi, pemakai industri, pedagang, dan lembaga non profit yang tujuan pembeliannya adalah untuk keperluan bisnis (memperoleh laba) atau meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Dalam keputusan membeli barang konsumen seringkali ada lebih dari dua pihak yang terlibat dalam proses pertukaran atau pembeliannya Tjiptono (2008: 20). Menurut Suryani (2008: 13) ada lima peranan yang dapat dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yaitu:

a. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan ide untuk membeli suatu barang/jasa.

b. Pembawa pengaruh (influencer) yaitu orang yang memiliki pandangan atau nasihat yang mempengaruhi keputusan pembelian.

c. Pengambilan keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan pembelian.

d. Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata.

e. Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi dan menggunakan barang/jasa yang dibeli.

Dengan demikian dalam proses pengambilan keputusan ada dua tahapan proses yang dilakukan, yakni:

1. Pengakuan adanya kebutuhan (konsumen merasakan adanya kebutuhan) 2. Usaha pencarian informasi sebelum membeli dan penilaian terhadap alternatif.

Proses tersebut dipengaruhi oleh usaha-usaha dari pemasaran perusahaan dan lingkungan sosio-kultural serta kondisi psikologis konsumen Suryani (2008: 16).


(25)

Faktor eksternal yang dapat menjadi input dan berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh pemasar melalui strategi dan bauran pemasaran dan faktor eksternal yang berupa lingkungan sosial budaya seperti keluarga, kelas sosial, sumber-sumber informal dan komersial, budaya sub budaya.

Menurut Suryani (2008:17) pengambilan keputusan pembelian diawali dengan pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan evaluasi setelah membeli. Berikut akan dijelaskan proses tersebut.

1. Mengenali kebutuhan

Pada tahap ini konsumen merasakan bahwa ada hal yang dirasakan kurang dan menuntut untuk dipenuhi. Konsumen menyadari bahwa terdapat perbedaan antara apa yang dialaminya dengan yang diharapkan. Kesadaran akan perlunya memenuhi kebutuhan ini terjadi karena adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar.

2. Mencari informasi

Agar konsumen dapat memenuhi kebutuhan dengan cara terbaik, maka konsumen berusaha untuk mencari informasi. Pencarian informasi ini akan berbeda tingkatannya tergantung pada persepsi konsumen atas risiko dari produk yang akan dibelinya. Produk yang dinilai beresiko akan menyebabkan situasi pengambilan keputusan lebih kompleks, sehingga upaya pencarian informasi akan lebih banyak. Sebaliknya produk yang dipersepsikan kurang berisiko akan mendorong konsumen untuk tidak terlalu intensif mencari informasi.


(26)

Konsumen umumnya mencari informasi dari berbagai sumber. Tidak hanya dari sumber resmi yang dikeluarkan perusahaan seperti iklan atau dari pemasar melalui tenaga penjual, tetapi juga informasi dari pihak lain (utamanya orang yang berpengalaman) untuk mendapatkan informasi yang benar-benar objektif.

3. Mengevaluasi alternatif

Konsumen akan mempertimbangkan manfaat termasuk keterpercayaan merek dan biaya atau risiko yang diperoleh jika membeli suatu produk. Berbagai risiko seperti risiko waktu, tenaga, biaya, risiko psikologis, sosial akan dipertimbangkan oleh konsumen.

4. Mengambil keputusan

Setelah melalui evaluasi dengan pertimbangan yang matang, konsumen akan mengambil keputusan. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keputusan membeli dan tujuan pembelian yaitu sikap orang lain, dan faktor situasional yang tidak dapat diprediksikan (tidak terduga).

Pengaruh dan sikap orang lain tergantung pada intensitas sikap negatifnya terhadap alternatif pilihan konsumen yang akan membeli dan derajat motivasi dari konsumen yang akan membeli untuk mengikuti orang lain. Sedangkan keadaan tidak terduga merupakan faktor situasional yang menyebabkan konsumen mengubah tujuan pembelian maupun keputusan pembelian.

5. Evaluasi pascapembelian

Setelah membeli, konsumen akan mengevaluasi atas keputusan dan tindakannya dalam membeli. Jika konsumen menilai kinerja produk atau layanan yang dirasakan sama atau melebihi apa yang diharapkan, maka konsumen akan


(27)

puas dan sebaliknya jika kinerja produk atau jasa yang diterima kurang dari yang diharapkan, maka konsumen tidak puas.

Kepuasan dan ketidakpuasan yang dialami konsumen akan berpengaruh terhadap perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, maka dia akan memperlihatkan sikap dan perilaku positif terhadap produk atau jasa yang dibelinya. Kemungkinan akan kembali, akan loyal atau bahkan tidak segan-segan merekomendasikan kepada orang lain untuk membeli jika ditanya.

Sebaliknya jika konsumen kecewa, maka dia cenderung akan bersikap negatif, menghentikan untuk pembelian berikutnya atau menceritakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai produk atau jasa yang dibelinya kepada konsumen lain. Akibatnya hal ini dapat berdampak buruk pada promosi yang dilakukan perusahaan.

2.9Penelitian Terdahulu

Tabel 2.3

Tinjauan Penelitian Terdahulu No Peneliti Jurnal

Penelitian Variabel

Metode

Penelitian Hasil Penelitian 1. Tarigan,

Roy Martin (2015)

“Pengaruh Citra Merek dan Reputasi Perusahaan Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Samsung pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU”.

Citra Merek (X1), Reputasi Perusahaan (X2), Keputusan Pembelian (Y) Analisis Linear Berganda

Secara simultan (Uji-F) Citra

Merek dan

Reputasi Perusahaan mempengaruhi Keputusan Pembelian, Fhitung>Ftabel (33,891>3,113) dengan

signifikansi 0.000 dengan tingkat kesalahan 5%


(28)

Sumber: Tarigan (2015), Wardy (2015), Musay (2013), Rosyid (2013), Salim (2011). 2. Wardy,

Henry Sapto (2015)

“Pengaruh Brand Equity, Harga dan Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Teh botol Sosro di fakultas MIPA USU”.

Kesadaran merek (X1), Asosiasi merek (X2), Loyalitas merek (X3), Harga (X4), Kualitas Produk (X5), Keputusan Pembelian (Y). Analisis Regeresi Berganda

Kesadaran merek, harga dan kualitas produk secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap keputusan

pembelian teh botol Sosro di fakultas MIPA USU.

3. Musay, Fransisc a Paramit asari (2013) “Pengaruh Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian KFC Malang”. Brand Image (X1) Keputusan Pembelian (Y) Analisis Regresi Linier Berganda

Bahwa Brand Image

berpengaruh signifikan terhadap keputusan

pembelian dengan nilai signifikansi 0.000 yang lebih kecil dari probabilitas 0.05 4. Rosyid,

Norma wan Aji, et al. (2013)

Pengaruh Kualitas Produk, Citra Merek, Harga dan Iklan Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Revo pada Astra Motor

Kebumen”.

Kualitas Produk (X1), Citra Merek (X2), Harga (X3), Iklan (X4), Keputusan Pembelian (Y) Analisis Regresi Linear Sederhana

Kualitas Produk, Citra Merek, Harga dan Iklan Berpengaruh Positif Terhadap Keputusan

Pembelian.

Dengan nilai koefisien

korelasinya sebesar 0,588.

5. Salim, Agus (2011)

“Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Berbasis Android”.

Gaya Hidup (X1) Keputusan Pembelian (Y) Analisis Regresi Linier Berganda

Bahwa Variabel Gaya Hidup Berpengaruh Signifikan terhadap Keputusan Pembelian.


(29)

2.10 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesa yang tentang hubungan antar variable yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Sintesa tentang hubungan variable tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.

Brand image, price dan lifestyle merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian. Keputusan pembelian merupakan “suatu proses pengambilan keputusan pembelian, yang menentukan apa yang akan dibeli atau tidak melakukan pembelian dan keputusan itu diperoleh dari kegiatan-kegiatan sebelumnya” Assauri (2007:141).

Perusahaan perlu menarik minat pelanggan melalui penciptaan merek yang mampu melekat dibenak pelanggan. Sikap yang positif atas merek dapat menciptakan rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembeliannya. Brand image (citra merek) yakni “deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu” Tjiptono (2011: 112). Citra atau image yang dibentuk pada brand pada akhirnya akan menjadi salah satu pertimbangan dari konsumen ketika akan membeli sebuah produk yang sudah banyak beredar di pasar.

Harga (price) merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan, “harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa” Tjiptono (2008: 151). Dalam penetapan harga perusahaan harus dapat menentukan harga penjualan sesuai dengan pangsa


(30)

pasar yang dituju agar penjualan produk dan pangsa pasar semakin meningkat. Gaya hidup sebagai pendorong perilaku konsumen dalam keputusan pembeliannya. Gaya hidup adalah “bagaimana orang bisa menghabiskan waktu dan uangnya” Suryani (2008:73). “Gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan atau komunitas dimana seseorang berinteraksi dengan lingkungannya” Salim (2011: 103).

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu maka dapat disusun kerangka konseptual penelitian sebagaimana dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Sumber: Ferrinadewi (2008), Suryani (2008), Tjiptono (2008) Gambar 2.1

Kerangka Konseptual Brand Image (Citra

Merek) (X1)

Price (Harga) (X2)

Lifestyle (Gaya Hidup) (X3)

Keputusan Pembelian (Y)


(31)

2.11 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual maka peneliti menetapkan hipotesis di dalam penelitian ini yaitu:

1. Brand Image berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian Iphone pada Mahasiswa Kedokteran Methodist Medan.

2. Price berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian Iphone pada Mahasiswa Kedokteran Methodist Medan.

3. Lifestyle berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian Iphone pada Mahasiswa Kedokteran Methodist Medan.

4. Brand Image, Price dan Lifestyle secara bersama-sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian Iphone pada Mahasiswa Kedokteran Methodist Medan.


(1)

Konsumen umumnya mencari informasi dari berbagai sumber. Tidak hanya dari sumber resmi yang dikeluarkan perusahaan seperti iklan atau dari pemasar melalui tenaga penjual, tetapi juga informasi dari pihak lain (utamanya orang yang berpengalaman) untuk mendapatkan informasi yang benar-benar objektif.

3. Mengevaluasi alternatif

Konsumen akan mempertimbangkan manfaat termasuk keterpercayaan merek dan biaya atau risiko yang diperoleh jika membeli suatu produk. Berbagai risiko seperti risiko waktu, tenaga, biaya, risiko psikologis, sosial akan dipertimbangkan oleh konsumen.

4. Mengambil keputusan

Setelah melalui evaluasi dengan pertimbangan yang matang, konsumen akan mengambil keputusan. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keputusan membeli dan tujuan pembelian yaitu sikap orang lain, dan faktor situasional yang tidak dapat diprediksikan (tidak terduga).

Pengaruh dan sikap orang lain tergantung pada intensitas sikap negatifnya terhadap alternatif pilihan konsumen yang akan membeli dan derajat motivasi dari konsumen yang akan membeli untuk mengikuti orang lain. Sedangkan keadaan tidak terduga merupakan faktor situasional yang menyebabkan konsumen mengubah tujuan pembelian maupun keputusan pembelian.

5. Evaluasi pascapembelian

Setelah membeli, konsumen akan mengevaluasi atas keputusan dan tindakannya dalam membeli. Jika konsumen menilai kinerja produk atau layanan yang dirasakan sama atau melebihi apa yang diharapkan, maka konsumen akan


(2)

puas dan sebaliknya jika kinerja produk atau jasa yang diterima kurang dari yang diharapkan, maka konsumen tidak puas.

Kepuasan dan ketidakpuasan yang dialami konsumen akan berpengaruh terhadap perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, maka dia akan memperlihatkan sikap dan perilaku positif terhadap produk atau jasa yang dibelinya. Kemungkinan akan kembali, akan loyal atau bahkan tidak segan-segan merekomendasikan kepada orang lain untuk membeli jika ditanya.

Sebaliknya jika konsumen kecewa, maka dia cenderung akan bersikap negatif, menghentikan untuk pembelian berikutnya atau menceritakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai produk atau jasa yang dibelinya kepada konsumen lain. Akibatnya hal ini dapat berdampak buruk pada promosi yang dilakukan perusahaan.

2.9Penelitian Terdahulu

Tabel 2.3

Tinjauan Penelitian Terdahulu No Peneliti Jurnal

Penelitian Variabel

Metode

Penelitian Hasil Penelitian 1. Tarigan,

Roy Martin (2015)

“Pengaruh

Citra Merek dan Reputasi Perusahaan Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Samsung pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan

Bisnis USU”.

Citra Merek (X1),

Reputasi Perusahaan (X2), Keputusan Pembelian (Y)

Analisis Linear Berganda

Secara simultan (Uji-F) Citra

Merek dan

Reputasi Perusahaan mempengaruhi Keputusan Pembelian, Fhitung>Ftabel (33,891>3,113) dengan

signifikansi 0.000 dengan tingkat kesalahan 5%


(3)

Sumber: Tarigan (2015), Wardy (2015), Musay (2013), Rosyid (2013), Salim (2011). 2. Wardy,

Henry Sapto (2015)

“Pengaruh Brand Equity, Harga dan Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian Teh botol Sosro di fakultas MIPA USU”.

Kesadaran merek (X1), Asosiasi merek (X2), Loyalitas merek (X3), Harga (X4), Kualitas Produk (X5), Keputusan Pembelian (Y). Analisis Regeresi Berganda

Kesadaran merek, harga dan kualitas produk secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap keputusan

pembelian teh botol Sosro di fakultas MIPA USU.

3. Musay, Fransisc a Paramit asari (2013) “Pengaruh Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian KFC Malang”. Brand Image (X1) Keputusan Pembelian (Y) Analisis Regresi Linier Berganda

Bahwa Brand Image

berpengaruh signifikan terhadap keputusan

pembelian dengan nilai signifikansi 0.000 yang lebih kecil dari probabilitas 0.05 4. Rosyid,

Norma wan Aji, et al. (2013)

Pengaruh Kualitas Produk, Citra Merek, Harga dan Iklan Terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda Revo pada Astra Motor

Kebumen”.

Kualitas Produk (X1), Citra Merek (X2), Harga (X3), Iklan (X4), Keputusan Pembelian (Y) Analisis Regresi Linear Sederhana

Kualitas Produk, Citra Merek, Harga dan Iklan Berpengaruh Positif Terhadap Keputusan

Pembelian.

Dengan nilai koefisien

korelasinya sebesar 0,588.

5. Salim, Agus (2011)

“Pengaruh

Gaya Hidup Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Berbasis Android”.

Gaya Hidup (X1) Keputusan Pembelian (Y) Analisis Regresi Linier Berganda

Bahwa Variabel Gaya Hidup Berpengaruh Signifikan terhadap Keputusan Pembelian.


(4)

2.10 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan sintesa yang tentang hubungan antar variable yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Sintesa tentang hubungan variable tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis.

Brand image, price dan lifestyle merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian. Keputusan pembelian merupakan “suatu proses pengambilan keputusan pembelian, yang menentukan apa yang akan dibeli atau tidak melakukan pembelian dan keputusan itu diperoleh dari kegiatan-kegiatan sebelumnya” Assauri (2007:141).

Perusahaan perlu menarik minat pelanggan melalui penciptaan merek yang mampu melekat dibenak pelanggan. Sikap yang positif atas merek dapat menciptakan rasa percaya diri pelanggan atas keputusan pembeliannya. Brand image (citra merek) yakni “deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen

terhadap merek tertentu” Tjiptono (2011: 112). Citra atau image yang dibentuk pada brand pada akhirnya akan menjadi salah satu pertimbangan dari konsumen ketika akan membeli sebuah produk yang sudah banyak beredar di pasar.

Harga (price) merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan, “harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau

penggunaan suatu barang atau jasa” Tjiptono (2008: 151). Dalam penetapan harga perusahaan harus dapat menentukan harga penjualan sesuai dengan pangsa


(5)

pasar yang dituju agar penjualan produk dan pangsa pasar semakin meningkat. Gaya hidup sebagai pendorong perilaku konsumen dalam keputusan

pembeliannya. Gaya hidup adalah “bagaimana orang bisa menghabiskan waktu

dan uangnya” Suryani (2008:73). “Gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan atau komunitas dimana seseorang berinteraksi dengan

lingkungannya” Salim (2011: 103).

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu maka dapat disusun kerangka konseptual penelitian sebagaimana dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Sumber: Ferrinadewi (2008), Suryani (2008), Tjiptono (2008) Gambar 2.1

Kerangka Konseptual BrandImage (Citra

Merek) (X1)

Price (Harga) (X2)

Lifestyle (Gaya Hidup) (X3)

Keputusan Pembelian (Y)


(6)

2.11 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual maka peneliti menetapkan hipotesis di dalam penelitian ini yaitu:

1. Brand Image berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian Iphone pada Mahasiswa Kedokteran Methodist Medan.

2. Price berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian Iphone pada Mahasiswa Kedokteran Methodist Medan.

3. Lifestyle berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian Iphone pada Mahasiswa Kedokteran Methodist Medan.

4. Brand Image, Price dan Lifestyle secara bersama-sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Keputusan Pembelian Iphone pada Mahasiswa Kedokteran Methodist Medan.