PENGARUH KINERJA KEPALA SEKOLAH DAN KINERJA GURU TERHADAP BUDAYA MUTU PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI : Survey Terhadap Persepsi Guru di Kota Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

ASTRAK

PERNYATAAN ...i

KATA PENGANTAR ...ii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Pembatasan Masalah ...4

C. Rumusan Masalah ...5

D. Tujuan Penelitian ...6

E. Manfaat Penelitian ...6

F. Asumsi Penelitian ...7

G. Kerangka Konseptual Penelitian ...8

H. Hipotesis Penelitian ...10

I. Metode Penelitian ...11

J. Sistimatika Penulisan ...12

BAB II KERANGKA TEORITIS A. Konsep Kinerja ...13

1.Pengertian Kinerja ...13

2.Aspek-Aspek Kinerja ...15


(2)

4.Penilaian Kinerja ...21

5. Kinerja sebagai Aktualisasi Kompetensi ...22

B. Konsep Kinerja Kepala Sekolah ...25

1. Kinerja Kepala Sekolah ...25

2. Pengukuran Kinerja Kepala Sekolah ...27

C. Konsep Kinerja Guru ...30

1. Kinerja Guru ...30

2. Tugas Guru dalam Proses Pembelajaran ...32

3. Pengukuran Kinerja Guru ...35

D. Konsep Budaya Mutu ...38

1. Pengertian Budaya Mutu ...38

2. Pembentukan Budaya Mutu ...40

3. Nilai-Nilai Budaya Mutu ...46

E. Hasil Penelitian Terdahulu ...48

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ...50

B. Populasi dan Sampel ...51

C. Definisi Operasional Variabel ...55

D. Instrumen Penelitian ...57

E. Uji Coba Instrumen ...61

1. Uji Validitas Instrumen ...61

2. Uji Reliabelitas Instrumen ...62

F. Hasil Uji Validitas dan Reliabelitas Instrumen ...64

1. Hasil Uji Validitas ...64

2. Hasil Uji Reliabilitas ...70


(3)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ...79

1. Analisis Data ...79

2. Deskripsi Data ...80

a. Karakteristik Responden ...80

b. Deskripsi Variabel Penelitian ...86

3. Hasil Uji Normalitas ...90

4. Hasil Pengujian Korelasi Sederhana ...93

5. Hasil Pengujian Korelasi Ganda ...97

6. Hasil Uji Linieritas Regresi Sederhana ...99

7. Hasil Uji Linieritas Regresi Ganda ...102

B. Pembahasan Hasil Penelitian ...105

1. Deskripsi Persepsi Guru atas Kinerja Kepala Sekolah ...105

2. Deskrpsi Kinerja Guru ...106

3. Deskripsi Persepsi Guru atas Budaya Mutu ...107

4. Pengaruh Persepsi Guru atas Kinerja Kepala Sekolah terhadap Budaya Mutu ...108

5. Pengaruh Kinerja Guru terhadap Persepsinya atas Budaya Mutu ...109

6. Pengaruh Model Regresi Ganda terhadap Budaya Mutu ...111

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ...114


(4)

C. Rekomendasi ...117

DAFTAR PUSTAKA ………..120


(5)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan pada hakekatnya adalah suatu proses yang menggambarkan pergerakan dari suatu kondisi yang lama ke kondisi yang baru. Pergerakan perubahan itu dilakukan dalam rangka menciptakan dan mencapai kondisi yang lebih baik yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Begitu juga di Indonesia, perubahan selalu mengiringi dalam berbagai aspek kehidupan baik sosial, ekonomi, budaya ataupun pendidikan. Perubahan yang sangat fundamental dalam kehidupan kenegaran kita terjadi ketika bergulirnya reformasi, yang mana perubahan terjadi pada segala aspek kehidupan dan tidak terkecuali dengan aspek pendidikan.

Perubahan reformasi telah memberikan angin segar pada dunia pendidikan hal ini ditandai dengan adanya peralihan konsep sentralisasi menuju desentralisasi. Perubahan itu ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang No 22 tahun 1999 (sekarang direvisi menjadi Undang-Undang No 22 tahun 2004) mengenai otonomi daerah. Efek dari diberlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah tersebut dalam pendidikan ditandai dengan diberlakunya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru dan bersifat desentralistik yaitu Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggantikan UUSPN yang lama yaitu Undang-Undang No 2 tahun 1989.

Pemerintah pusat menyusun kebijakan nasional tentang pendidikan. Ini dibuat untuk menjadi acuan atau standar bagi pemerintah di daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dalam rangka pencapaian standar mutu pendidikan seperti yang diamanatkan oleh undang-undang. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional diantaranya mengatur tentang perlunya standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 menetapkan 8 (delapan) standar nasional pendidikan yang meliputi: 1) Standar isi, 2) Standar proses, 3) Standar kompetensi kelulusan, 4) Standar pendidik dan Tenaga Kependidikan, 5) Sarana dan Prasarana, 6) Standar pembiayaan, 7) Standar pengelolaan, dan 8) Standar penilaian pendidikan.

Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermartabat, pembangunan sektor pendidikan merupakan bagian penting dan oleh karena itu


(6)

pendidikan harus dilaksanakan secara lebih terencana dan terprogram. Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan :

Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Makna dari Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan tentang pembangunan sektor pendidikan akan menghadapi tiga tantangan utama yaitu (1) pemerataan kesempatan dan akses pendidikan, (2) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing serta (3) peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik yang terkait dengan efisiensi manajemen pendidikan.

Kondisi mutu pendidikan di Indonesia belum mencapai hasil yang optimal. Hal ini terbukti dari hasil pengukuran Human Development Index (HDI) antara 1995 sampai dengan 2005, Indonesia masih berada pada posisi rendah bila dibandingkan dengan 179 negara lainnya. Peringkat HDI Indonesia selalu berada diposisi di atas 100, kalah dengan Thailand, Malaysia dan Filipina. Pada tahun 1995 Indonesia berada pada peringkat 104, di bawah Malaysia (59) dan Filipina (100), pada tahun 2000 berada pada peringkat 109, di bawah Cina (99) dan Filipina (77) dan pada tahun 2005 berada pada peringkat 110,

peringkat Indonesia tersebut lebih rendah dari Vietnam yang berada pada peringkat 108 dan jauh lebih rendah dari Malaysia (61), Thailand (73), dan Filipina (84). (Balitbang Depdiknas, 2007:2).

Rendahnya mutu sumber daya manusia akan masalah besar bagi bangsa Indonesia dalam persaingan era globalisasi, karena faktor kualitas atau mutu SDM sangat menentukan dalam era globalisasi. Jika bangsa Indonesia ingin berkiprah dalam persaingan global maka langkah peningkatan mutu pendidikan nasional harus menjadi perhatian serius dengan menerapkan system pendidikan yang berkualitas. Untuk itu peningkatan mutu SDM harus meliputi aspek intelektual, emosional, spiritual, kreativitas, moral dan tanggung jawab.

Menyadari pentingnya peningkatan kualitas atau mutu SDM, maka pemerintah menggulirkan berbagai program diantaranya apa yang disebut School-Based Management (MBS). Konsep School-Based Management merupakan pendekatan politis yang bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang dan keleluasan sekolah dalam pengembangan program sekolah dan dalam mengelola sumber


(7)

daya serta potensi yang ada di sekolah sehingga akan terwujud sekolah yang efektif. Melalui penerapan konsep ini, kepala sekolah dan guru memiliki kebebasan yang luas dalam mengelola sekolah tanpa mengabaikan kebijakan dan prioritas pemerintah.

Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah tentu saja tidak mudah, banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi. Masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan manajemen peningkatan mutu pendidikan antara lain : pertama, sikap mental para pengelola pendidikan, baik yang memimpin maupun yang dipimpin. Staf yang bergerak karena perintah atasan bukan karena rasa tanggung jawab. Sebaliknya pemimpin tidak memberikan kepercayaan, tidak memberikan kebebasan inisiatif dan mendelegasikan wewenang. Masalah kedua, tidak adanya tindak lanjut dari evaluasi program. Akibatnya pelaksanaan pendidikan selanjutnya tidak ditandai oleh peningkatan mutu. Masalah ketiga, gaya kepemimpinan yang tidak mendukung. Pada umumnya pemimpin tidak menunjukkan pengakuan dan penghargaan terhadap keberhasilan stafnya. Hal ini menyebabkan staf bekerja tanpa motivasi. Masalah keempat, kurangnya rasa memiliki pada para pelaksana pendidikan. Perencanaan strategis yang kurang dipahami para pelaksana dan komunikasi dialogis yang kurang terbuka. Prinsip melakukan sesuatu secara benar dari awal belum membudaya. Pelaksanaan pada umumnya akan membantu suatu kegiatan, kalau sudah ada masalah yang timbul. Hal ini pun merupakan kendala yang cukup besar upaya peningkatan dan pengendalian mutu pendidikan (Hanafiah dkk.:1994).

Sebagai pemimpin di sekolah, kepala sekolah memiliki peran strategis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan disekolah. Oleh karena itu kepala sekolah dituntut memiliki kinerja yang baik dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah harus dapat melaksanakan tugas dan perannya secara optimal dalam memberdayakan potensi-potensi sumber daya yang ada di sekolah agar perencanaan program kerja yang telah disepakati bersama dengan seluruh personil sekolah dapat terlaksana dengan baik dalam pencapaian mutu pendidikan. Berkenaan dengan hal tersebut kepala sekolah harus mampu menciptakan dan memelihara iklim budaya organisasi yang kondusif dengan menanamkan nilai-nilai budaya, sehingga memungkinkan semua personil sekolah dapat melibatkan diri secara penuh dalam pencapaian tujuan pendidikan. Hal ini senada yang diungkapkan Supriadi (1998:346) bahwa: “erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurunnya perilaku nakal peserta didik”. Dalam pada itu, kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan mikro, yang secara langsung


(8)

berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah. Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa: “kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.

Kepala sekolah memiliki peran yang sangat berarti dalam membentuk kesamaan gerak anggota organisasi sekolah dalam mencapai tujuanya. Kepala sekolah memiliki wewenang secara formal untuk mentransformasikan berbagai ide-ide dan saran-saran ke dalam bentuk pengelolaan sekolah. Kepala sekolah dapat juga berperan sebagai motivator dalam upaya memberikan motivasi serta menanamkan kesadaran kepada para bawahannya tentang pentingnya kualitas hasil kerja dengan mengutamakan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari pada kepentingan pribadi mereka masing-masing. Dengan demikian kepala sekolah harus mampu juga menunjukkan kualitas kerja agar dapat menjadi panutan bagi semua personil sekolah untuk berprestasi kerja lebih baik.

Selain personil kepala sekolah yang telah disebutkan diatas, personil lain yang sangat pentingnya adalah guru. Dalam sistem pendidikan, guru adalah sumber daya pelaksana utama dalam proses belajar-mengajar, dimana proses belajar-mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Sehingga dapat dikatakan guru merupakan elemen kunci dalam menentukan perubahan atau peningkatan mutu pendidikan. Mengaju dari hal tersebut, guru harus menampilkan kinerja yang terbaik dalam melaksanakan tugas dan perannya, baik pada aspek perencanan program kerja maupun pada saat pelaksanaan proses belajar-mengajar di sekolah dengan mengembangkan nilai-nilai budaya mutu dan selalu membangun interaksi berkualitas antara guru dan peserta didik.

Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Persepsi Guru tentang Kinerja Kepala Sekolah dan Kinerja Guru terhadap Budaya Mutu pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Bandung”.

B. Batasan Masalah

Penelitian tentang pengaruh kinerja kepala sekolah dan kinerja guru terhadap budaya mutu memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Untuk menilai terhadap kinerja kepala sekolah, peneliti akan mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah bahwa kepala sekolah merupakan seorang pemimpin satuan pendidikan yang memiliki kualifikasi dan


(9)

kompetensi umum maupun khusus, yang harus menguasai dan memiliki kompetensi yang terdiri dari 5 (lima) dimensi yaitu kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial.

Konsep kinerja guru yang akan dikaji dalam penelitian adalah mengadosi dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Akademik dan Kompetensi Guru. Dijelaskan bahwa guru memiliki 4 kompetensi utama, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian,(3) sosial, dan (4) profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Sedangkan dalam penelitian ini kinerja guru akan dibatasi pengukurannya hanya pada kompetensi pedagogik dan profesional yang merupakan kompetensi yang paling pokok yang perlu dimiliki oleh guru. Budaya mutu bisa dilihat dari konsep, nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukan dan pengembangan budaya mutu di sekolah. Dalam penelitian ini budaya mutu yang dimaksud adalah budaya yang memberikan kesempatan dan dorongan kepada semua personil sekolah untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki mereka secara optimal. Menurut Mc Clelland dan Koentjaraningrat (dalam Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah, 2009:267) terdapat paling tidak ada tiga orientasi nilai budaya yang perlu diperhatikan yaitu: ”a) Orientasi ke depan, b) orientasi terhadap perubahan, c) orientasi terhadap kekaryaan”.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diatas, rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini tentang pengaruh persepsi guru tentang kinerja kepala sekolah dan kinerja guru terhadap budaya mutu pada SMP Negeri Kota Bandung.

Pertanyaan penelitian tersebut dapat dirincikan sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran persepsi guru atas kinerja kepala sekolah 2. Bagaimana gambaran kinerja guru

3. Bagaimana gambaran persepsi guru atas budaya mutu

4. Bagaimana pengaruh persepsi guru atas kinerja kepala sekolah terhadap budaya mutu

5. Bagaimana pengaruh kinerja guru terhadap persepinya atas budaya mutu

6. Bagaimana pengaruh persepsi guru atas kinerja kepala sekolah dan kinerja guru terhadap budaya mutu


(10)

D. Tujuan Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi bagi pengetahuan tentang pengembangan sumber daya manusia khususnya di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bandung dimasa depan.

Dari rumusan masalah tersebut, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh persepsi guru tentang kinerja kepala sekolah dan kinerja guru terhadap budaya mutu pada SMP Negeri di Kota Bandung.

Secara khusus penelitian ini bertujuan :

1. Untuk memperoleh gambaran persepsi guru tentang kinerja kepala sekolah 2. Untuk memperoleh gambaran tentang kinerja guru

3. Untuk memperoleh gambaran persepsi guru tentang budaya mutu

4. Untuk memperoleh gambaran persepsi guru tentang pengaruh kinerja kepala sekolah terhadap budaya mutu

5. Untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh kinerja guru terhadap budaya mutu 6. Untuk memperoleh gambaran persepsi guru tentang pengaruh kinerja kepala sekolah

dan kinerja guru terhadap budaya mutu

E. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini yaitu : pertama manfaat teoritis, dalam kerangka pengembangan konseptual dan kedua manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara konseptual yaitu dapat dijadikan bahan pengembangan teori-teori pendidikan yang didasarkan pada upaya pengembangan konsep kinerja kepala sekolah dan kinerja guru dalam rangka pengembangan budaya mutu sebagaimana yang dikehendaki para warga sekolah.

2. Manfaat Praktis

a. Memperoleh informasi yang akurat mengenai persepsi guru tentang kinerja kepala sekolah terhadap budaya mutu.

b. Memperoleh informasi yang akurat mengenai mengenai tentang kinerja guru terhadap budaya mutu.

c. Memperoleh informasi yang akurat mengenai persepsi guru tentang kinerja kepala sekolah dalam kaitannya dengan budaya mutu.


(11)

d. Memperoleh informasi yang akurat mengenai persepsi guru tentang kinerja guru dalam kaitannya dengan budaya mutu

e. Memberikan saran kepada sekolah untuk menciptakan budaya mutu yang kondusif dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

f. Memberikan masukan kepada instansi pembuat kebijakan dan keputusan dalam bidang pendidikan tentang pentingnya penciptaan dan pengembangan budaya mutu di sekolah.

F. Asumsi Penelitian

Asumsi merupakan sebagai suatu landasan dalam penyelidikan masalah dan titik tolak pemikiran dalam penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Riduwan (2006:30) yang mengemukakan bahwa : ”fungsi asumsi dalam sebuah tesis merupakan titik pangkal penelitian dalam rangka penulisan tesis. Asumsi dapat berupa teori, evidensi-evidensi dan dapat pula pemikiran peneliti sendiri”. Materi di dalam asumsi merupakan sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan atau dibuktikan lagi kebenarannya, sekurang-kurangnya bagi masalah yang diteliti saat ini. Asumsi dirumuskan sebagai landasan bagi hipotesis.

Adapun asumsi yang penulis ajukan adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan mutu pendidikan terletak pada nilai dan budaya mutu yang dikembangkan di sekolah.

2. Untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu ini tidak terlepas dari peranan kinerja kepala sekolah sebagai sumber daya penggerak dalam pengelolaan manajemen pendidikan.

3. Dukungan kepala sekolah dengan menggunakan pendekatan kemitraan sangat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas kinerja guru yang sangat berpotensi meningkatkan kualitas pengajaran kelas, perubahan tingkah laku mengajar dan perubahan atau pembaharuan ke arah positif dalam dunia pendidikan adalah guru (Alan, 1971;Robbin, 1978; Pribadi,1983)

4. Untuk menghasilkan pendidikan yang bermutu tidak terlepas dari kinerja guru sebagai salah satu sumber daya utama dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah.

5. Kekuatan budaya berhubungan dengan kinerja seseorang meliputi : (a) Pemahaman tujuan bersama dalam organisasi budaya yang kuat, anggota cenderung melakukan ke arah yang sama, (b) menciptakan motivasi, komitmen dan loyalitas tinggi dalam diri


(12)

setiap anggota dan (c) Memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi.

6. Kepala sekolah dan guru memegang peranan penting dalam menimbulkan dan mengembangkan budaya mutu dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

7. Upaya peningkatan mutu pendidikan sangat ditentukan juga oleh pengaruh faktor budaya mutu yang dipergunakan oleh semua personil sekolah tersebut.

G. Kerangka Konseptual Penelitian

Sebagai tenaga kependidikan, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan dalam

melaksanakan tugasnya dengan baik. Agar dapat menghasikan kinerja yang optimal

dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Dalam kaitan itu

kepala sekolah dituntut memiliki sejumlah kompetensi diantaranya yaitu:

(a) kepribadian, (b) manajerial, (c) kewirausahaan, (d) supervisi, dan (e) sosial.

(Permendiknas No 13:2007)

Kinerja guru merupakan prestasi atau pencapaian hasil kerja yang dicapai guru berdasarkan standard ukuran penilaian yang telah ditetapkan. Standar dan alat tersebut merupakan indikator untuk menentukan apakah guru berkinerja tinggi atau rendah. Wujud dari kinerja guru direalisasikan oleh kompetensi, yaitu (1) pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik; (2) kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik; (3) profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam; dan (4) sosial adalah kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali murid dan masyarakat sekitar (Permendiknas Nomor 16 tahun 2007)

Untuk mencapai budaya mutu yang diharapkan, semua personil sekolah terutama kepala sekolah dan guru harus mampu menunjukkan hasil kerja yang baik dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya di sekolah. Melalui pencapaian kinerja yang maksimal, berarti kepala sekolah dan guru diharapkan dapat menciptakan dan mengembangkan nilai-nilai budaya mutu di sekolah yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu pendidikan.


(13)

Kepala sekolah melalui kepemimpinannya, diharapkan mampu mengembangkan

nilai-nilai yang akan membangun budaya mutu di sekolah seperti : menunjukkan

keteladanan terutama dalam hal melaksanakan tugas dan tanggung jawabya. Dengan

keteladanan, kepala sekolah akan mudah mengikat emosi setiap personil sekolah untuk

menjalankan nilai-nilai yang diyakini mampu menciptakan budaya mutu di sekolah.

Dalam hal membuat dan menghasilkan kebijakan-kebijakan sekolah, kepala sekolah harus

menjamin bahwa kebijakan sekolah yang diambil dapat diterima dengan baik oleh semua

personil sekolah sehingga mendukung penciptaan iklim budaya positif di sekolah.

Sebagai salah satu pelaksana utama pendidikan, posisi guru sangat menentukan

dalam perubahan untuk pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu guru harus

menampilkan kinerja yang terbaik dalam melaksanakan tugas dan peranannya, khususnya

yang berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah. Selain itu guru juga dituntut selalu

menerapkan dan mengembangkan nilai-nilai budaya mutu di sekolah, dengan

menciptakan komunikasi yang berkualitas dengan peserta didik dan penerapan budaya

disiplin terhadap tata tertib yang berlaku sekolah, sehingga pada akhirnya nilai-nilai

budaya mutu dapat berkembang dengan baik di sekolah.

Dalam kaitan kinerja kepala terhadap kinerja guru, kepala sekolah dituntut dapat berperan sebagai pemimpin yang baik dalam mengelola sumber daya sekolah melalui seperti penciptaan lingkungan yang kondisif, pemberian perhatian yang penuh dan penerapan sistem komunikasi kolaboratif dengan semua personil sekolah. Karena bagaimanapun kepemimpinan yang ditunjukkan oleh kepala sekolah akan mempengaruhi kinerja semua personil sekolah khususnya kinerja guru dalam melaksanakan berbagai aktivitas proses pembelajaran di sekolah.


(14)

Dari uraian tersebut diatas, maka dapat dibuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut :

Gambar 1.1

Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan alur kerangka konseptual, dapat dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara dua variabel bebas dan variabel terikat. Variabel persepsi guru atas kinerja kepala sekolah (X1) memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap persepsi guru atas budaya mutu (Y) dibandingkan dengan pengaruh kinerja guru (X2).

H. Hipotesis Penelitian

Good dan Scates (1954) menyatakan bahwa hipotesis adalah sebuah taksiran atau

referensi yang dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan

fakta-fakta yang diamati atau kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk

untuk langkah-langkah selanjutnya. Sementara itu Trealese (1960) memberikan definisi

hipotesis sebagai suatu keterangan sementara dari fakta yang diamati. Hal serupa juga

dinyatakan bahwa hipotesis adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara

dua atau lebih variabel (Kerlinger,1973)

Bertitik tolak dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian dan kerangka konseptual, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kinerja kepala sekolah dengan budaya mutu pada SMP Negeri di Kota Bandung menurut persepsi guru.

Persepsi Guru atas Kinerja Kepala Sekolah

Persepsi Guru atas Budaya Mutu


(15)

2. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kinerja guru dengan budaya mutu pada SMP negeri di Kota Bandung menurut persepsi guru.

3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kinerja kepala sekolah dengan kinerja guru pada SMP Negeri di Kota bandung menurut persepsi guru.

4. Persepsi guru atas kinerja kepala sekolah memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap perkembangan budaya mutu di sekolah dibandingkan dengan pengaruh kinerja guru.

I. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan tahapan yang dilakukan dalam melakukan penelitian yang meliputi pengumpulan, penyusunan, analisis, dan interprestasi data yang diperoleh. Sugiyono (2007:3) mengatakan bahwa metode penelitian adalah sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sedangkan arti metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, misalkan untuk menguji serangkaian hipotesis dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu (Winarno, 1994 : 130).

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian maka

penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang mempelajari

masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta

situasi-situasi tertentu yang sedang berlangsung termasuk pengaruh-pengaruh dari suatu

fenomena (Nazir, 1988:64), penelitian ini bersifat eksplanatori yakni penelitian yang

dimaksudkan untuk menguji hipotesis (verifikasi hipotesis) yang bersumber dari

dasar-dasar teori tertentu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode

survey explanatory dengan teknik uji korelasi. Menurut Kerlinger dalam Sugiyono

(2007:7) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun

kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi

tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan-hubungan


(16)

survei merupakan kegiatan penelitian yang mengumpulkan data pada saat tertentu dengan

tujuan penting, yaitu (1) mendiskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu,

(2) mengidentifikasikan secara terukur keadaaan sekarang untuk dibandingkan dan

(3) menentukan hubungan sesuatu diantara kejadian yang spesifik.

J. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dan pemecahan masalah secara struktur dan sistimatis, maka penulis menyusun suatu bentuk penulisan sebagai berikut :

Bab. I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, kerangka konseptual penelitian, hipotesis, dan sistematika penulisan.

Bab. II Kerangka Teoritis

Bab ini menguraikan beberapa konsep dasar tentang kinerja kepala sekolah, kinerja guru dan budaya mutu.

Bab.III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan tentang metode penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, dan prosedur pengolahan dan analisis data.

Bab.IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini menguraikan tentang pembahasan atau analisis hasil penelitian atau hasil pengolahan data mengenai pengaruh tentang kinerja kepala sekolah, kinerja guru dan budaya mutu.

Bab.V Kesimpulan, Implikasi dan Rekomendasi

Bab terakhir menguraikan tentang kesimpulan sebagai pemaknaan peneliti secara terpadu terhadap semua hasil penelitian yang diperolehnya. Selanjutnya penulis mengemukakan implikasi dan rekomendasi yang ditujukan dalam rangka perbaikan dan peningkatan dari hasil penelitian ini.


(17)

(18)

13 BAB II

KERANGKA TEORITIS

A. Konsep Kinerja 1. Pengertian Kinerja

Kata kinerja berasal dari terjemahan kata performance, yang menurut The Scribner-Bantam English Dictionary, terbitan Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata ”to perform” dengan beberapa ”entries” yaitu : (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry out, execute), (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge of fulfill; as vow) , (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understahing), dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person machine).

Menurut Sulistyorini (2001) kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan. Sedangkan pendapat lain, kinerja merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang di dalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu : kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya; kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi; kejelasan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud (Tempe, A Dale, 1992).

Kinerja (performance) dapat diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari

oleh pengetahuan, sikap dan motivasi dalam menghasilkan suatu pekerjaan (Fatah, 2000:19). Definisi ini menjelaskan bahwa kinerja (performance) merupakan

catatan hasil kerja atau kegiatan selama periode tertentu. Hasil kerja ini merupakan hasil pengukuran baik secara kuantitas dan kualitas atas kemampuan ilmiah, keahlian, dan keinginan kepala sekolah atau kelompok kerja dalam suatu organisasi.

Mangkunegara (2000:67) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pendapat ini menunjukkan bahwa kinerja itu merupakan hasil dari pekerjaan. Hasil pekerjaan itu dapat dilihat dari aspek mutu. Aspek ini tentu menanyakan seberapa baik,


(19)

seberapa bagus. Berikutnya hasil kerja itu juga ditinjau dari aspek jumlah atau banyaknya yang diperoleh.

Prawirosentono (1999:2) merumuskan pengertian performance adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Merujuk dari pendapat tersebut, maka kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi serta disiplin dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya.

Sementara itu Rivai dan Basri (2005:14) mendefinisikan kinerja sebagai kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Selanjutnya Fattah (2003:46) mengemukakan ” kinerja (performance) adalah penampilan atau unjuk kerja, atau cara menghasilkan sesuatu (prestasi). Kinerja organisasi berkaitan dengan daya unjuk kerja mencapai tujuan dan hasil yang digunakan”.

Mulyasa (2005:136) mengemukakan ”kinerja atau performasi dapat diartikan sebagai prestasi kerja atau unjuk kerja”. Smith dalam Mulyasa menyatakan ”...output drive frome

procces, human or otherwise”. Dua pendapat ahli tersebut mengungkapkan bahwa kinerja

itu merupakan hasil output. Namun Smith menjelaskan bahwa hasil itu diperoleh dari berbagai proses yang ditempuh. Selanjutnya hasil yang didapat itu karena adanya kuat atau motivasi sebagai pelaku kerja.

Kinerja adalah pelaksanaan tugas pekerjaan pada waktu tertentu. Simamora (1995:321) menyatakan bahwa ”...kinerja karyawan (employee performance) adalah tingkat terhadap mana karyawan mencapai persyaratan-persyaratan”. Sementara Schuller & Jackson (1987:213) menyatakan ”employee job performance (or simply performance) describes how well an employee perform his or her job”. Lebih lanjut Schuller mengemukakan bahwa kinerja dapat dinilai dan diukur:

Performance appraisal is defined here as formal, structured system of measuring, evaluating, and influencing an employe’s job related attributes, behaviors, and outcomes, as well as level of absenteeism, to discover how productive the employe is and whether he or she can perform as or more effectively in the future so that the employee, the organization, and society all benefit.


(20)

Dengan demikian, menurut Schuller, penilaian kinerja diartikan sebagai sistem formal dan terstruktur dari suatu pengukuran, evaluasi dan pengaruh kerja pegawai berkaitan dengan sumbangsih, tingkah laku dan dampak, seperti angka ketidakhadiran, untuk menemukan seberapa produktif seorang pegawai dan apakah dia mampu bekerja lebih efektif dimasa depan sehingga pegawai, organisasi dan masyarakat umumnya diuntungkan. Pendapat ini sejalan dengan Castetter (1996:270) yang mengemukakan bahwa ”Performance appraisal may be defined as a process of arriving at judgements about an individual’s past or present performance against the bacgkround of his or her work environment and about his or her future potential for an organization”. Penilaian kinerja diartikan sebagai suatu proses mendapatkan pertimbangan tentang kinerja individu masa lampau dan sekarang dihadapkan dengan latar belakang lingkungan kerjanya dan potensi masa depannya bagi organisasi.

Craig (1987:226-227) mengemukakan pendekatan dalam penilaian kinerja meliputi: pertama, pendekatan performance analysis yang merujuk pada penilaian proses output dari pekerjaan. Kedua, task analiysis, yaitu penilaian mengenai kemampuan-kemampuan apa yang berdampak terhadap keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan. Ketiga,

competency study, yaitu penilaian yang berdasarkan kompetensi yang ditetapkan.

Keempat, training needs survey, yaitu survey terhadap personil dengan menjawab pertanyaan mengenai apa yang menyebabkan mereka sukses.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah penampilan kerja atau performance seseorang yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi didalam menjalankan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2. Aspek-Aspek Standar Kinerja

Di dalam mengkaji kinerja memerlukan standar kinerja. Standar kinerja dirumuskan untuk dijadikan tolak ukur dalam melaksanakan perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang diharapkan, dalam kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada pegawai. Standar tersebut dapat juga dijadikan ukuran dalam mengadakan pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dilakukan.

Kinerja memiliki banyak aspek yang masing-masing mempunyai arti penting. Aspek yang satu tidak lebih penting dari dimensi lainnya. Oleh sebab itu, dalam proses pengukuran kinerja semua aspek diukur. Schuller (1987:213) mengatakan bahwa ” kinerja


(21)

pegawai dapat dilihat dari aspek-aspek produktivitas berupa tingkat kualitas dan kuantitas yang dilakukan pekerja, dan ketidakhadiran”. Menurut T.R Mitchell (1978:327) menyatakan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek yaitu: quality of work, promptness, initiative, capability,dan communication. Kelima aspek tersebut dimaknai menjadi kualitas kerja, ketapatan waktu, inisiatif, kemampuan, dan komunikasi. Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan ukuran dalam mengkaji tingkat kinerja pegawai. Disamping itu, dikatakan pula bahwa untuk mengadakan pengukuran terhadap kinerja ditetapkan: ” Performance = Ability x Motivation.”

Hasibuan (2001:95) mengemukakan ”unsur-unsur kinerja yang dinilai yaitu: kesetiaan, prestasi kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kerja sama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan, dan tanggung jawab”. Selain aspek tersebut, kinerja seseorang dapat diukur dan dilihat dari berbagai faktor, yaitu seseorang sebagai educator, fasilitator, motivator, mediator, organisator, dan mitra bagi rekan-rekan kerja dan pimpinannya.

A.A. Anwar Prabu mangkunegara (2005:18) membagi dua kategori aspek standar kinerja, yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi:

a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan

b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan

d. Jumlah dan jenis pelayanan dalam bekerja

Sedangkan aspek kualitatif meliputi:

a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan b. Tingkat kemampuan dalam bekerja

c. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan

d. Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen)

Memperhatikan pendapat para ahli diatas, dapat penulis simpulkan aspek-aspek kinerja terdiri atas aspek kualitas yang meliputi ketepatan dan kemampuan kerja yang mengarah kepada pencapaian tujuan; dan aspek kuantitas yang meliputi ketepatan waktu, proses pelaksanaan kerja yang efisien.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Seperti disinggung pada awal pembahasan kinerja, faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja individu adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi. A.A.Anwar


(22)

Prabu Mangkunegara (2000: 67) juga merumuskan faktor penentu pencapaian kinerja bahwa:

Human Performance = Ability x Motivation

Motivation = Attitude x Situation

Ability = Knowledge x Skill

Secara psikologis, kemampuan terdiri kemampuan potensi intelektual dan

kemampuan nyata, yakni pengetahuan dan ketrampilan. Seseorang yang mempunyai

kemampuan intelektual tinggi dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan

terampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka akan lebih mudah mencapai kinerja

maksimal.

Faktor selanjutnya adalah motivasi yang diartikan suatu sikap yang ditunjukkan seorang pegawai terhadap suatu situasi kerja di lingkungan kerjanya. Pegawai yang bersikap positif terhadap situasi kerja biasanya akan menunjukkan motivasi tinggi begitu juga sebaliknya jika pegawai yang bersikap negatif terhadap situasi kerja akan menunjukkan motivasi rendah. Situasi kerja yang dimaksud antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Menurut Hennry Simamora (1995:500), kinerja(performance) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

a. Faktor individual yang terdiri dari: 1) Kemampuan dan keahlian 2) Latar belakang

3) Demografi

b. Faktor psikologis yang terdiri dari: 1) Persepsi

2) Attitude 3) Personality 4) Pembelajaran 5) Motivasi

c. Faktor organisasi yang terdiri dari: 1) Sumber daya

2) Kepemimpinan 3) Penghargaan 4) Struktur 5) Job design


(23)

Timple (dalam Sastrohadiwiryo, 2003:231) mengemukakan faktor-faktor kinerja terdiri dari:

a. Faktor internal

Faktor internal (dispossional) yaitu faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang. Misalnya, kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor internal dan eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat para karyawan memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan. Seorang karyawan yang mengannggap kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti kemampuan atau upaya, diduga orang tersebut akan mengalami lebih banyak perasaan positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal. Seperti nasib baik, suatu tugas yang mudah atau ekonomi baik. Jenis atribusi yang dibuat seorang pimpinan tentang kinerja seseorang bawahan mempengaruhi sikap dan perilaku terhadap bawahan tersebut.

Sustermeister ( dalam Djatmiko,2000:58) mengemukakan bahwa ”kinerja dihasilkan

dari pengetahuan dan ketrampilan. ”Ability is deemed to result for knowledge and skill

knowledge is effected by educational, experience, training, and interest, skill is effected by

aptitude, and personality, as well as by education, experience, training and interest”.

Konsep yang dikemukakan oleh Sustermeister diatas dapat digambar berikut ini


(24)

Gambar 2.1

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Sustermeister Sumber: Sustermeiter (dalam Djatmiko, 2000:58)

Disamping faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut diatas, terdapat pula beberapa faktor yang menyebabkan tidak efektifnya kinerja. Menurut William B. Castetter (1996:289) sebagai berikut:

a. Yang bersumber dari individu itu sendiri: 1) Kelemahan intelektual

2) Kelemahan psikologis 3) Kelemahan fisiologis 4) Demotivasi

5) Faktor personalitas 6) Keusangan dan ketuaan 7) Preparasi posisi

8) Orientasi nilai Pendidikan pengalaman kerja

Pelatihan sikap kepribadian

Pengetahuan

Ketrampilan

Kemampuan

Cahaya Temperatur

Ventilasi Waktu Istirahat Keselamatan Kerja

Musik Tata Ruang

Kondisi fisik tempat kerja

Motivasi

Kondisi Sosial

Penampilan kerja

Organisasi formal Serikat pekerja Organisasi informal


(25)

b. Yang bersumber dari dalam organisasi: 1) Sistem organisasi

2) Peranan organisasi

3) Kelompok-kelompok dalam organisasi

4) Perilaku yang berhubungan dengan pengawasan 5) Iklim organisasi

c. Yang bersumber dari lingkungan eksternal organisasi: 1) Keluarga

2) Kondisi ekonomi 3) Kondisi hukum 4) Nilai-nilai sosial 5) Peranan kerja 6) Perubahan teknologi 7) Perkumpulan-perkumpulan

Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Kinerja individu ini akan tercapai apabila didukung oleh atribut individu, upaya kerja (work effort) dan dukungan organisasi. Dengan kata lain kinerja individu di dalam organisasi adalah hasil:

a. Atribut individu, yang menentukan kapasistas untuk mengerjakan sesuatu. Atribut individu meliputi faktor individu seperti kemampuan dan keahlian; latar belakang serta demografi; dan faktor psikologis meliputi persepsi, perilaku, kepribadian, pembelajaran dan motivasi.

b. Upaya kerja, yang membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu.

c. Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk berbuat sesuatu. Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, lingkungan kerja, struktur organisasi dan desain pekerjaan.

Perhatian terhadap masalah kerja barkaitan dengan: 1) keahlian dan ketrampilan yang dimiliki seseorang; 2) sumber-sumber yang dibutuhkan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan; 3) kesadaran seseorang akan masalah prestasi; 4) kapan masalah prestasi akan terjadi; 5) reaksi seseorang atas masalah prestasi; dan 6) tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi masalah prestasi. Jika masalah kinerja tersebut dapat diidentifikasi, maka diperlukan bentuk-bentuk tindakan manajerial untuk menghasilkan kinerja yang efektif. Keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan tidak selalu sama antara suatu individu dengan individu lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan karakteristik individu juga faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil kerja diluar individu atau dapat dikatakan faktor situasi kerjanya.


(26)

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dipaparkan diatas, jelaslah bahwa hal yang paling dominan yang mempengaruhi kinerja individu adalah kemampuan dan motivasi. Kemampuan merupakan hasil pengetahuan dan ketrampilan. Kemampuan merupakan human resource yang perlu dikembangkan. Unsur motivasi diperoleh dari internal seperti: hubungan dengan para guru, iklim kerja, dan kerja sama. Sedangkan yang berasal dari eksternal: lingkungan tertentu, orang tua murid, dan sebagainya.

4. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja kinerja seseorang mempunyai peranan sangat penting dalam suatu organisasi. Penilaian diperlukan untuk mengetahui sejauh mana suatu tujuan telah tercapai, untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terjadi, untuk mengetahui sejauh mana tugas yang telah dilaksanakan dan bagaimana hasil yang dicapai oleh karyawan tersebut. Selain itu juga agar seseorang dapat diawasi dan dapat dibina secara berkelanjutan, sehingga kinerja mereka dapat diperbaiki dan ditingkatkan. Penilaian juga berfungsi mengetahui kuantitas dan kualitas pekerjaan yang sudah dilaksanakan dalam upaya membuat keputusan dan laporan.

Shuler dan Jackson (1999:3) menjelaskan bahwa penilaian kinerja mengacu kepada suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran. Dalam proses penilaian kinerja ada tiga langkah yang ditempuh, yaitu: 1) mendefinisikan pekerjaan; 2) menilai kinerja; dan memberikan umpan balik.

Selanjutnya untuk melakukan penilaian kinerja, Schuller dan Jackson (1999:20) mengemukakan bahwa penilaian kinerja ini dapat dilakukan melalui berbagai format sebagai berikut:

a. Penilaian yang Mengacu pada Norma. Format kerja yang mengacu pada norma dapat dilakukan melalui: 1) rangking langsung, 2) rangking alternatif, 3) perbandingan berpasangan, 4) metode distribusi paksaan.

b. Format Standar Absolut. Format ini memungkinkan penilai mengevaluasi kinerja dalam kaitannya dengan kriteria tertentu, dengan konsekuensi format ini dapat memberi rating yang sama persis kepada dua orang atau dua unit. Format standar absolut terdiri dari: 1) skala rating grafik, 2) skala rating bobot menurut perilaku, 3) skala standar campuran dan 4) skala pengamatan perilaku.


(27)

c. Format Berdasarkan Output. Format ini berpusat pada hasil pekerjaan sebagai kriteria utama, yang terdiri dari empat jenis yaitu: 1) manajemen berdasarkan sasaran, 2) pendekatan standar kinerja, 3) pendekatan indeks langsung dan 4) catatan prestasi. d. Format Penilaian Kinerja Baru. Format penilaian ini disesuaikan dengan keperluan

suatu organisasi dan merupakan hasil usaha identifikasi persoalan dan karakteristik dalam suatu organisasi.

Walaupun demikian, pelaksanaan penilaian kinerja yang objektif bukanlah tugas yang sederhana. Penilaian harus dihindarkan adanya “like and dislike” dari penilai, agar obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini sangat penting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang kinerja mereka. Penilaian prestasi kerja ialah sebuah penilaian sistematis terhadap karyawan oleh atasannya atau beberapa ahli lainnya yang paham akan pelaksanaan pekerjaan oleh karyawan atau jabatan itu (Joseph Tiffin dalam Manullang, 1981). Pendapat yang tidak jauh beda mengatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengavaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan, kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka (Handoko, 1994:135).

5. Kinerja sebagai Aktualisasi Kompetensi

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (WJS Purwadarminta) kompetensi artinya (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu. Menurut Mulyasa (2002:37-38) bahwa kompetensi merupakan sejumlah kecakapan yang dimiliki seseorang dalam melaksanakan tugas dalam fungsinya sehingga menggambarkan hakekat kualitatif dari perilaku pegawai yang tampak sangat berarti, sedangkan menurut Mc Ashan (dalam Mulyasa 2003:38) bahwa kompetensi merupakan kemampuan seseorang pegawai dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Keadaan berwenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum.


(28)

Kompetensi dipandang sebagai pilar atau tata kerja dari suatu profesi. Hal ini mengandung implikasi bahwa seorang profesional yang kompeten harus dapat menunjukkan karakter yang utama, yaitu:

a. Mampu mengerjakan sesuatu secara rasional

b. Menguasai perangkat pengetahuan (teori, konsep, prinsip, dan kaidah, hipotesis, dan generalisasi, data dan informasi) tentang seluk beluk apa yang menjadi tugas dan pekerjaannya

c. Menguasai perangkat keterampilan (strategi, dan taktik, metoda, dan teknik, prosedur dan mekanisme, sarana dan instrumen) tentang cara bagaimana dan dengan apa harus melakukan tugas pekerjaannya

d. Memahami perangkat persyaratan mabang (basic standard) tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dari proses yang dapat ditoleransi dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari apa yang dilakukan (the minimal acceptable performance)

e. Memiliki daya (motivasi) dan citra (aspirasi) unggul dalam melakukan tugas pekerjaannya

f. Memiliki kewenangan (otoritas) yang memancar atas penguasaan perangkat kompetensinya yang dalam batas tertentu dapat didemontrasikan (observable) dan teruji (measurement) sehingga memungkinkan memperoleh pengakuan pihak yang berwenang (certifiable).

Salah satu faktor penentu keberhasilan seseorang dalam memimpin sebuah organisasi adalah faktor kompetensi. Dalam undang-undang telah disebutkan para praktisi yang secara langsung berkaitan erat dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah yaitu: kepala sekolah, pengawas, guru, dewan sekolah. Secara organisatoris mereka adalah para pemimpin yang bertanggung jawab dalam melaksanakan proses pembelajaran di sekolah. Dengan demikian mereka dituntut untuk memiliki kompetensi tertentu dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.

Kompetensi menurut Spencer dan Spencer (1993) merupakan karakteristik dasar seorang pegawai yang menggunakan bagian kepribadiannya yang paling dalam dan dapat mempengaruhi perilakunya ketika ia menghadapi pekerjaan yang akhirnya mempengaruhi untuk menghasilkan prestasi kerja. Selanjutnya dijelaskan bahwa ada lima karakteristik pembentukan kompetensi yaitu watak, motif, konsep diri, pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan dan ketrampilan cenderung kelihatan karena ada di permuakaan, sedangkan tiga kompetensi lainnya lebih tersembunyi dan relatif sulit dikembangkan meskipun berperan sebagai sumber kepribadian.


(29)

Motif, merupakan gambar diri seseorang mengenai sesuatu yang dipikirkan atau diinginkannya dan memberikan dorongan untuk mewujudkan cita-citanya atau memenuhi ambisinya ketika ia menduduki jabatan atau posisi baru.

Watak, merupakan karakteristik mental seseorang dan konsistensi respon terhadap rangsangan situasi dan informasi.

Konsep diri merupakan gambaran mengenai nilai luhur yang dijunjung seseorang serta bayangan diri atau sikap terhadap masa depan ideal yang dicita-citakan dan diharapkan terwujud melalui kerja dan usahanya.

Pengetahuan dan ketrampilan merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu pekerjaan fisik atau mental.

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakann sekumpulan karakter yang dimiliki seseorang yang mendorong atau membentuk dalam memperlihatkan ketrampilannya.

Kanter (1995) mengisyaratkan begitu pentingnya kompetensi dalam era global sebagaimana yang dimiliki oleh para aktor, kunci dalam ekonomi global yaitu concept, competence, dan connection atau networking. Selanjutnya Kanter dalam kajiannya mengungkapkan unsur-unsur kompetensi manusia yaitu:

Pertama, kemampuan intelektual. unsur ini berhubungan dengan kemampuan profesional seseorang yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan (cermin intelegensia) yang dibangun melalui pendidikan dan ketrampilan yang biasanya dikaitkan dengan talenta dan dkembangkan melalui pelatihan; ability (kemampuan) yg biasanya dikaitkan dengan kemampuan fisik dan daya tahan seseorang dalam kegiatan kerja; pengalaman yang diperoleh dari pengalaman kerja yang relevan.

Kedua, kompetensi jejaring kerjasama. Unsur ini terbentuk dari hubungan kerjasama diantara anggota organisasi, mitra kerja, dan pihak lain yang berkepentingan, bersedia memberikan komitmen untuk kemajuan bersama.

Ketiga, kompetensi kredibilitas. Unsur ini perlu dikembangkan secara berkelanjutan mengingat organisasi bereksistensi di lingkungan yang terus berubah. Berkaitan dengan kompetensi, Seng (1994) mengemukakan pengembangan kompetensi dengan lima disiplin untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi dan pengembangan organisasi belajar. Disiplin tersebut adalah 1) system thinking, yaitu kemampuan berfikir secara sistimatik, 2) personal mastery, yaitu derajat kemampuan atau keahlian kerja setiap anggota, 3) shared vision, yaitu kemampuan dan kemauan setiap anggota tim untuk


(30)

menumbuhkan komitmen dalam melaksanakan fungsi dan tugas, 4) Mental model, yaitu kemampuan dan kemauan untuk bekerja sama dalam satu tim, dan 5) team learning, kelima disiplin ini harus dimiliki oleh para anggota organisasi baik yg bersifat publik atau organisasi bisnis.

B. Konsep Kinerja Kepala Sekolah 1. Kinerja Kepala Sekolah

Kinerja adalah hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Wewenang dan tanggung jawab yang dimanifestasikan dalam bentuk pelaksanaan fungsi dan tugas yang harus dijalankan.

Menurut Putti dalam Ruky (2001:16-17), bahwa pemaknaan kinerja mengarah pada tiga fokus, yaitu individual centered, job centered and objective centered. Individual centered adalah pemakanaan kinerja mengarah pada kualitas personal pegawai, job

centered mengarah unjuk kerja dalam bidang yang menjadi tanggung jawab pegawai, dan

objective centered adalah pemaknaan kinerja yang mengarah pada hasil kerja atau prestasi kerja. Berkaitan dengan fokus penilaian di atas, maka dalam penelitian ini, penilaian kinerja kepala sekolah dalam melaksanakan peran dan fungsinya yang melahirkan berbagai tugas yang harus dilaksanakan olehnya.

Dalam sistem pendidikan, kepala sekolah adalah pengelola satuan pendidikan yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan, melalui kegiatan pengelolaan pendidikan. Secara umum tugas pokok kepala sekolah adalah melaksanakan kinerja administrasi sekolah dengan seluruh substansinya dan membina para guru melalui kegiatan supervisi. Oleh karena itu, kepala sekolah mempunyai fungsi sebagai administrator (Rivai, 1982:158). Fungsi administrator ini tergambarkan dalam pelaksanaan tugas-tugas administaratif yang dilaksanakannya. Tugas-tugas administrasi yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah meliputi administrasi pengajaran/kurikulum, administrasi personil, administrasi kesiswaan, administrasi keuangan, administrasi sarana prasarana, dan administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukan oleh Wahjosumidjo (2002:452) bahwa sasaran pokok yang harus dibina oleh kepala sekolah adalah pengajaran, kelompok guru, kelompok siswa, sarana, fasilitas dan prasarana dan hubungan kerjasasama sekolah dan masyarakat.


(31)

Disamping sebagai pengelola satuan pendidikan kepala sekolah sekaligus adalah sebagai pemimpin (formal) pendidikan di sekolahnya. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah mempunyai tugas melaksanakan fungsi kepemimpinannya baik fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif bagi tercipta dan terlaksananya proses belajar mengajar dengan baik, sehingga guru-guru dan murid dapat mengajar dan belajar dengan lebih baik.

Kepala sekolah sebagai pemimpin formal bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahannya ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Profil kepemimpinan kepala sekolah akan tampak dari visinya tentang sekolah yang akan dikembangkannya. Lebih lanjut kepemimpinan kepala sekolah antara lain dapat dilihat dari: 1) kemampuannya dalam memahami tujuan program pendidikan di sekolahnya, 2) kemampuan dalam menjalankan fungsi manajemen secara

profesional, 3) kemampuan dalam memberikan motivasi kepada stafnya, dan 4) kemampuan dalam mengkomunikasikan informasi yang diperlukan dalam

mengembangkan mutu sekolah.

Kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi sekolah dituntut untuk memiliki kerangka konseptual sebagai working model sehingga dapat memahami kinerja apa yang dituntut dari dirinya. Kepala sekolah dituntut untuk dapat memenuhi persyaratan peran, kompetensi dan usaha untuk menghasilkan kinerja tersebut. Kepala sekolah pun dituntut untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan agar sekolah yang dipimpinnya mampu beradaptasi, bertahan hidup dan berkembang di dalam lingkungannya. Untuk itu diperlukan kemampuan profesional yaitu kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan ketrampilan profesional, pelatihan dan pengetahuan profesional serta kemampuan dalam administrasi dan pengawasan.

Menurut Rivai (1982:158) bahwa kepala sekolah juga berperan sebagai supervisor. Sebagai supervisor, tugas-tugas kepala sekolah secara khusus diarahkan untuk membantu guru dalam meningkatkan kemampuan dan profesionalnya dengan tujuan akhir agar tercipta proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas. Selanjutnya Purwanto (1998:118-119) mengemukakan bahwa:

Kepala sekolah sebagai supervisor bertugas: a) membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah dalam menjalankan tugasnya, b) mengadakan dan melengkapi prasarana sekolah termasuk media belajar lainnya yang menunjang kegiatan belajar mengajar, c) bersama-sama dengan guru mengembangkan, mencari dan menggunakan metode-metode pengajaran yang lebih sesuai dengan kurikulum dan kondisi yang ada, d) membina kerja sama dengan guru dan bawahan lainnya secara


(32)

baik dan harmonis, e) berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru serta pegawai lainnya dengan mengadakan diskusi, mengikutkan pada kegiatan seminar, penataran dll sesuai dengan bidang tugasnya, f) membina hubungan kerjasama antar sekolah dengan orang tua dan masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan.

Apabila dikaitkan dengan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bertugas menyelenggarakan proses pendidikan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, maka kepala sekolah merupakan seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah yang bertanggung jawab atas tercapainya peran dan tanggung jawab sekolah tersebut. Kepala sekolah tidak hanya bertanggung jawab atas kelancaran jalannya sekolah secara teknis akademis saja akan tetapi segala kegiatan, keadaan lingkungan sekolah dengan kondisi dan situasinya serta hubungan dengan masyarakat sekitarnya merupakan tanggung jawab kepala sekolah artinya inisiatif dan kreatif yang mengarah pada perkembangan dan kemajuan sekolah juga merupakan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah.

Kinerja kepala sekolah dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya dalam mengelola sekolah yang dipimpinnya merupakan refleksi dari kompetensi yang dimilikinya. Adapun garapan tugas utama yang harus dilaksanakan dalam implementasi pelaksanaan kinerja kepala sekolah yaitu mendorong visi menjadi aksi dimana kepala sekolah melaksanakan kinerja sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator diaktualisasi dalam bentuk nyata yang dilaksankan dalam tugas sehari-hari.

Mengacu pada penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan kinerja kepala sekolah sebagai penampilan kerja yang ditunjukkan atau hasil kinerja yang dicapai seorang kepala sekolah pada periode waktu tertentu dalam melaksanakan tugas administrasi pendidikan sekolah dan seluruh substansinya dengan berdasarkan prosedur dan aturan yang berlaku untuk kepentingan pencapaian keberhasilan pengelolaan sistem pendidikan di sekolah.

2. Pengukuran Kinerja Kepala Sekolah

Dalam pengukuran kinerja kepala sekolah, peneliti mengadopsi dari Permendiknas

Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah bahwa kepala sekolah merupakan

seorang pemimpin satuan pendidikan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi umum

maupun khusus yang sesuai dengan aturan pada Permendiknas Nomor 13 tahun 2007,


(33)

kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial. Menurut Raka Joni

(dalam sudrajat:2008) kelima dimensi kompetensi kinerja kepala sekolah tersebut yaitu:

a. Kompetensi Kepribadian

1) Berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi komunitas

2) Memiliki integritas kepribadian yang kuat sebagai pemimpin

3) Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala 4) Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi

5) Mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan 6) Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan

b. Kompetensi Manajerial

1) Mampu menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan 2) Mampu mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan

3) Mampu memimpin guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal

4) Mampu mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendayagunaan secara optimal

5) Mampu mengelola hubungan sekolah-mayarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan biaya sekolah

6) Mampu mengelola kesiswaan, terutama dalam rangka penerimaan siswa baru penempatan siswa, dan pengembangan kapasitas siswa

7) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional

8) Mampu mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien

9) Mampu mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung kegiatan-kegiatan sekolah

10) Mengelola unit layanan khusus sekolah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan kesiswaan di sekolah

11) Mampu menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan dalam menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah

12) Mampu menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif bagi pembelajaran siswa


(34)

13) Mampu mengelola sistem informasi sekolah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan

14) Terampil dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah

15) Terampil mengelola kegiatan produksi/jasa dalam mendukung sumber pembiayaan sekolah dan sebagai sumber belajar siswa

16) Mampu melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan sekolah sesuai standar pengawasan yang berlaku

c. Kompetensi Kewirausahaan

1) Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah

2) Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajaran efektif

3) Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah

4) Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah

5) Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar peserta didik

d. Kompetensi Supervisor

1) Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru

2) Melaksanakan kegiatan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat

3) Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru

e. Kompetensi Sosial

1) Terampil bekerjasama dengan orang lain berdasarkan prinsip yang saling menguntungkan dan memberi manfaat bagi sekolah

2) Mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan 3) Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain


(35)

C. Konsep Kinerja Guru 1. Kinerja Guru

Guru merupakan salah satu personil pelaksana utama dalam proses pembelajaran dan karena guru pulalah sebagai tenaga fungsional yang memiliki kewenangan operasional dalam mengorganisasikan pesan pengajaran bagi siswanya dan juga sebagai seorang profesional yang memiliki kewenangan untuk menjalankan profesi keguruannya. Sehubungan dengan kinerja guru , Gaffar (1985) mengemukakan bahwa performance

based (teacher) memerlukan penguasaan content knowledge, behaviour skills, dan human

relation skills. Content knowledge merupakan penguasaan materi pengetahuan yang akan

diajarkan pada peserta didik. Behavioral skills merupakan ketrampilan perilaku yang berkaitan dengan penguasaan didaktis metodologis yang bersifat paedagogis maupun andragogis. Human relation skills merupakan ketrampilan untuk melakukan hubungan baik dengan unsur manusia yang terlibat dalam proses pendidikan (tenaga pendidikan).

Berdasarkan keterangan singkat tentang pengertian kinerja dari beberapa ahli diatas, satu interpretasi umum disini dapat dikemukakan yaitu bahwa untuk dapat kinerja seseorang atau suatu organisasi harus mengacu pada aktivitas orang tersebut selama melaksanakan tugas pokok yang menjadi tanggung jawabnya. Maksudnya adalah kinerja seseorang selalu dihubungkan dengan tugas-tugas rutin yang dikerjakannya. Dalam kaitannya dengan tugas guru yang kesahariannya melaksanakan proses pembelajaran di sekolah, hasil yang dicapai secara optimal dalam bentuk lancarnya proses belajar siswa, dan berujung pada tingginya perolehan atau hasil belajar siswa, semuanya adalah cerminan kinerja seorang guru.

Kinerja guru dalam tugas kesehariannya tercermin pada peran dan fungsinya dalam proses pembelajaran di kelas atau di luar kelas, yaitu sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih. Dalam menjalankan peran dan fungsinya dalam proses pembelajaran di kelas, maka kinerja dapat terlihat pada kegiatannya merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran yang intensitasnya dilandasi oleh sikap moral dan profesionalisme seorang guru.

Dunda (Rahman dkk., 2005:72) menyatakan bahwa ”kinerja guru dapat dinilai dari aspek kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru yang dikenal dengan sebutan kompetensi guru”. Kompetensi pada dasarnya merujuk kepada seperangkat kemampuan yang terstandar yang diperlukan dalam menjalankan tugas-tugas pokok secara profesional. Apabila dimaknai pada hasil pekerjaan, kompetensi dapat dipandang sebagai


(36)

pilarnya atau teras kinerja dari suatu profesi, dalam hal ini kinerja guru. Mitchell (1987:343) menjelaskan bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu ”....quality of work, promptness, initiative, capability, and communication”.

Berkenaan dengan kompetensi yang perlu dimiliki oleh guru, Sudjana (Nurdin, 2005:79) mengatakan bahwa ada tiga kompetensi yang harus dimilki guru yaitu: kompetensi pribadi (personal), kompetensi profesional dan kompetensi sosial (kemasyarakatan). Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Dijelaskan bahwa Standar Kompetensi Guru dikembangkan secara utuh dari 4 kompetensi utama, yaitu: (1) kompetensi pedagogik, (2) kepribadian,(3) sosial, dan (4) profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.

Menurut Natawijaya (2002:3) bahwa secara konseptual dan umum kinerja guru mencakup aspek: kemampuan professional, kemampuan sosial, kemampuan pribadi. Standar-standar itu dirinci secara lebih khusus menjadi 10 kemampuan dasar guru, yaitu: (1) menguasai bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya, 2) mengelola program belajar mengajar (3) mengelola kelas, (4) menggunakan media dan sumber belajar, (5) menguasai landasan-landasan pendidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7) menilai prestasi siswa, (8) melaksanakan fungsi program bimbingan, (9) menyelenggarakan administrasi kelas, (10) memahami prinsip-prinsip dan memanfaatkan hasil penelitian. Kinerja guru merupakan seperangkat perilaku nyata yang ditunjukkan pada saat menyampaikan pelajaran. Kinerja guru dapat dilihat ketika guru melaksanakan tugas memfasilitasi proses pembelajaran termasuk mempersiapkan dan menilai prestasi belajar siswa.

Kompetensi guru yang telah diungkapkan di atas merupakan aktualisasi dari kinerja guru secara umum, yang harus dikuasai dan menjadi tampilan fisik guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah. Tampilan fisik ini harus didasari dengan seperangkat pengetahuan dan ketrampilan dalam melaksanakan tugas. Sehingga guru dapat mengaplikasikan apa yang seharusnya dilaksanakan dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru, akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya.

Lebih jauh tentang penerapan kompetensi di atas Natawijaya (Nurdin, 2005:80) “menekankan pentingnya kinerja terpadu (integrated performance) oleh seorang guru dalam melaksanakan tugasnya”. Keterpaduan ini tercermin dari adanya integrasi antara


(37)

penguasaan bahan yang akan diajarkan, proses, fondasi profesional kependidikan penyesuaian diri terhadap suasana dan kepribadian guru. Dari pandangan ini jelas bahwa kinerja itu hanya dapat diketahui dengan baik berdasarkan suatu proses penilaian jika guru benar-benar melaksanakan dengan baik peran dan tugasnya dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah penampilan kerja atau performance guru yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi didalam menjalankan tugas profesionalnya selama waktu tertentu kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2. Tugas Guru dalam Proses Pembelajaran

Guru merupakan salah satu personil penting dan memiliki posisi sentral dalam proses pembelajaran karena guru pulalah sebagai tenaga fungsional yang memiliki kewenangan operasional dalam mengorganisasikan pesan pengajaran bagi siswanya dan juga sebagai seorang profesional yang memiliki kewenangan untuk menjalankan profesi keguruannya. Sebagai tenaga pendidik profesional, tugas guru sangat kompleks, tidak terbatas pada saat berlangsungnya interaksi edukatif di dalam kelas yang lazim disebut proses belajar mengajar, guru juga bertugas administrator, evaluator, konselor dan lain-lain sesuai dengan sepuluh kompetensi yang dimilikinya.

Sukardi (2006:17) menyatakan bahwa ”tugas guru merupakan sesuatu proses yang meliputi : mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik”. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai (efektif). Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (kognitif). Adapun melatih berarti mengembangkan ketrampilan para siswa (psikomotorik). Ketiga tugas tersebut harus terintegrasi menjadi satu kesatuan dan tidak terpisah-pisah. Dalam melaksanakan tugas mengajar, seorang guru tidak bisa mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan ketrampilan. Guru mengajarkan ilmu pengetahuan, tapi tidak mengesampingkan nilai-nilai penggunaan ilmu dan teknologi. Demikian pula dalam melatih, seorang guru tidak bisa mengabaikan tugas sebagai pendidik.

Arikunto. S. (1990:76) mengemukakan ”tugas guru dalam mengajar sebagai berikut: (1) mempelajari materi pelajaran (GBPP); (2) memilih pendekatan untuk menyampaikan pelajaran; (3) memilih alat-alat pelajaran dan sarana lain; (4) memilih strategi evaluasi yang akan diambil”. Gage dan Berliner (Bafadal, Ibrahim, 1992:27) menjelaskan: ”...betapa banyaknya tugas guru tetapi secara umum tugas itu dapat dikelompokkan menjadi tiga,


(38)

yaitu : tugas guru sebelum mengajar adalah merencanakan suatu sistem pengajaran yang baik, tugas guru pada saat mengajar adalah menciptkan suatu sistem pengajaran yang sesuai dengan telah direncanakan, sedangkan tugas guru setelah mengajar adalah menentukan keberhasilan pengajaran yang telah dilakukan.

Usman. Uzer. (2005:7) mengemukakan bahwa tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan ketrampilan-ketrampilan pada siswanya.

Davis (1982:71) mengemukakan peran dan tugas guru dalam pembelajaran, yaitu sebagai pengelola dan sebagai pelaksana pendidikan dan pengajaran di kelas. Sebagai pengelola, guru harus memilki kemampuan manajerial dalam perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian, sedangkan sebagai pelaksana pembelajaran, guru harus mampu memanfaatkan sumber daya pendidikan dalam pencapaian tujuan pendidikan.

Suryosubroto (2002:87) mengemukakan bahwa” tugas guru dalam mengelola pembelajaran dapat dikelompokkan dalam tiga kegiatan yaitu menyusun program pengajaran, menyajikan atau melaksanakan pengajaran, melaksanakan evaluasi belajar”. Diperkuat lagi dengan pendapat Bafadal, Ibrahim (1992:31) yang menyatakan bahwa ”tugas profesional guru dalam mengelola pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu merencanakan pengajaran, mengajar di kelas, dan menilai pengajaran”. Rician tugas profesional guru adalah sebagai berikut:

a. Merencanakan pengajaran, mencakup lima kegiatan : 1) Merumuskan tujuan instruksional

2) Menyusun alat penilaian 3) Menetapkan materi pelajaran

4) Merencanakan kegiatan belajar mengajar 5) Melakukan program pengajaran

b. Mengajar di kelas, tugas ini mencakup :

1) Membuka dan menyampaikan tujuan pengajaran 2) Menyampaikan materi pelajaran

3) Menggunakan metode serta alat tertentu sesuai dengan rencana 4) Menilai keberhasilan murid

5) Memotivasi dan membantu memecahkan masalah belajar murid c. Menilai pengajaran, mencakup kegiatan :

1) Mengembangkan butir-butir tentang acara patokan 2) Melakukan pengukuran


(1)

117

4. Dalam usaha pembentukan budaya mutu di sekolah, dituntut adanya kesamaan visi dan misi dari semua personil sekolah untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dan pencapaian tujuan pendidikan. 5. Sekolah memerlukan potensi semua personil sekolah, stakeholders, dan masyarakat

dalam usaha membentuk budaya sekolah yang bermutu. Untuk itu, sekolah harus melibatkan secara aktif semua personil sekolah dan menjalin komunikasi yang produktif dengan stakeholders dan masyarakat.

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian tentang pengaruh persepsi guru atas kinerja kepala sekolah dan kinerja guru terhadap persepsinya atas budaya mutu pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Bandung, peneliti merekomendasikan bagi pihak-pihak yang berkepentingan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kinerja kepala sekolah menurut persepsi guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Bandung tergolong baik akan tetapi belum optimal dan perlu ditingkatkan terutama pada sub variabel kompetensi sosial yang memiliki skor rata-rata terendah dari sub variabel lainnya. Berkaitan dengan peningkatan kinerja kepala sekolah dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan optimalisasi kompetensi sosial, dengan cara mengimplementasikan hal-hal sebagai berikut:

a. Melakukan kerjasama dengan guru, komite sekolah, siswa, dan orang tua sesuai dengan tugas dan peran mereka masing-masing dalam menciptakan iklim belajar mengajar yang kondusif di sekolah.

b. Melakukan kerjasama dengan instansi lain baik dengan pemerintah maupun dengan swasta dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya yang dimiliki oleh sekolah.

c. Mengkomunikasikan berbagai harapan dan visi sekolah kepada semua personil sekolah, dengan maksud agar semua personil sekolah akan memiliki sikap dan pemahaman yang sama untuk penciptaan budaya mutu dalam usaha peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

d. Memperhatikan dan memahami keunikan setiap personil sekolah dalam hubungannya dengan interaksi mereka di sekolah untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.


(2)

2. Kinerja guru pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Bandung tergolong baik akan tetapi belum optimal dan perlu ditingkatkan terutama pada sub variabel kompetensi pedagogik yang memiliki skor rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan sub variabel kompetensi profesional. Berkaitan dengan peningkatan kinerja guru dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan peningkatan kompentensi pedagogik, sehingga guru dapat melakukan tugasnya dalam pengelolaan proses belajar mengajar di sekolah yang sesuai dengan teori-teori dan prinsip-prinsip pendidikan. Peningkatan kompetensi pedagogik dapat dilakukan dengan cara seperti:

a. Berusaha meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang pendidikan khususnya yang berkaitan pengelolaan proses belajar mengajar dengan cara belajar terus menerus.

b. Mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah seperti: pelatihan, seminar, worshop, diskusi yang diselenggarakan oleh sekolah, organisasi profesi guru, pemerintah dan swasta.

c. Melakukan pembinaan dan penilaian secara terencana, dan berkelanjutan terhadap kondisi kinerja guru untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dan meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas pembelajaran.

d. Melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai tenaga fungsional secara sungguh-sungguh dengan mengutamakan kepentingan sekolah dari pada kepentingan yang bersifat pribadi.

3. Budaya mutu menurut persepsi guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Bandung tergolong sangat baik, tetapi masih perlu dikembangkan terutama pada sub variabel orientasi kekaryaan yang memiliki skor rata-rata rendah dari sub variabel lainnya. Sub variabel orientasi kekaryaan berkaitan dengan penyediaan kesempatan oleh sekolah kepada semua personil sekolah untuk mendorong mereka agar menghasil karya sendiri daripada menggunakan hasil karya orang lain. Sehingga semua personil akan memiliki orientasi menganggap tinggi hasil karya sendiri. Dalam usaha pengembangan orientasi kekaryaan pada semua personil sekolah maka sekolah harus memiliki pedoman dalam berperilaku dan landasan berkarya yang yang memungkin semua personil sekolah belajar dan berinovasi berkarya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan, yaitu:


(3)

119

a. Melakukan pelatihan peningkatan kreatifitas bagi personil sekolah baik yang diselenggarakan di sekolah maupun yang diselenggarkan ditempat lain.

b. Mengikutkan personil sekolah dalam kegiatan perlombaan-perlombaan yang berkaitan kekaryaan bidang pendidikan khususnya proses belajar mengajar. c. Memberikan penghargaan kepada setiap personil sekolah yang telah berhasil

menghasilkan karya bermutu.

d. Semua personil harus mempunyai persepsi dan keyakinan yang sama tentang penting mewujudkan iklim belajar yang kondusif khususnya dalam usaha meningkatkan mutu hasil belajar peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

4. Untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi pencapaian budaya mutu di sekolah, maka selayaknya diperlukan penelitian yang sejenis dengan mengkaji berbagai variabel penelitian lainnya yang diperkirakan mempengaruhi pencapaian budaya mutu, seperti motivasi kerja, sarana prasarana, manajemen sekolah, partisipasi komite sekolah, kompensasi dan lain-lain.


(4)

120

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Badudu, J.S. (1994). Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Castetter,William B. (1996). The Human Resource Function in Educational Administration. New York: Longman.

Davis, Keith. (1982). Human Behavior at work: Organization Behavior: Alih Bahasa Agus Darma. Metro Manila: Mc Graw Hill.

Echols & Shadily. (1995). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Fakkry Gaffar, M. (2006). Guru sebagai Profesi: Makalah, Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Kompetensi dan Sertifikasi Guru dalam Menyukseskan Program K2i Provinsi Riau. Bandung: UPI.

Fattah, Nanang. (2003). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hanafiah, M.Jusuf, dkk. (1994). Pengelolaan Mutu Total Pendidikan Tinggi. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri.

Hardjosoedarmo, S. (2004). Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Offset.

Hodge and Anthony. (1988). Organizational Theory (3th.ed) Massachusetts: Allyn & Bacon. Inc.

Ibafadal, Ibrahim. (1992). Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru. Jakarta: Bumi Aksara.

Kanter, D., N. (1977). Men and Women of The Corporation. N Y: Basic Book.

Komariah, Aan. (2004). Visionery Leadership Menuju Sekolah Efektif. Bandung: Bumi Aksara.

Kotter & Heskett. (1997). Corporate Culture and Performance. (Terjemahan Bejamin Molan). Jakarta: PT. Prehalindo, h.9)

Mangkunegara, A.A.P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Margono,S. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Mitchel,T.R. dan Larson. (1987). People and Organization; An Introduction to Organizational Behavior, Singapore: Mc. Graw Hill Inc.


(5)

121

Mulyasa, E. (2003). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda Karya

Mulyasa, E. (2004). Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution, M.N. (2005). Manajemen Mutu Terpadu. Bagor: Ghalia Indonesia.

Natawijaya, R. (1999). Pedoman Supervisi. Depdiknas. Jakarta.

Nazir, Moh. (1985). Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nurdin, Syafruddin. (2005). Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Ciputat: Quantum Teaching.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2007. Tentang Standar Kepala Sekolah. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Jakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2007. Tentang Standar Akademik dan Kompetensi Guru. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Jakarta.

Purnama, Nusya’bani. (2006). Manajemen Kualitas Perspektif Global. Yogyakarta: Ekonisa.

Rahman dkk. (2005). Peran Strategis Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Bandung: Alqaprint Jatinangor.

Riduwan dan Akdon. (2006). Rumus dan Data dalam Aplikasi Statistika. Bandung: Alfabeta.

Riduwan. (2006). Metode dan teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.

Riduwan dan Sunarto. (2007). Pengantar Statistika Untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Rivai dan Basri. (2005). Performance Appraisal Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Robbin, Stephen P. (2000). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Pren Hallindo.

Schuller, Randall & Jackson, Susan E. (1987). Personnel and Human Resource Management. New York University: West Publishing Company.

Sallis & Edward. (1994). Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Limited.


(6)

122

Simamora,Henry. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE.

Singarimbun.M., dan Effendi. (1995). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Spencer & Spencer (1993). Competence at Work Models Supperior Performance. John Willey & SMS, Inc, New York: A Division pf Mac Miller Publishing, Co., Inc.

Sugiyono. (2007). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2006). Guru Powerful Guru Masa Depan: Kunci Sukses menjadi Guru Efektif. Bandung: Kolbu.

Suryadi, Ace & Budimansyah, Dasim. (2009). Paradigma Pembangunan Pendidikan Nasional (Konsep, Teori dan Aplikasi dalam Analisis Kebijakan Publik). Bandung: Widya Aksara Press.

Suryabrata, Sumadi. (2004). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi Offset.

Suryosubroto. (2002). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Jakarta.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, BUDAYA SEKOLAH, DAN PENGELOLAAN STRES TERHADAP KINERJA GURU DI SMP NEGERI KOTA GUNUNGSITOLI.

0 3 39

PERSEPSI GURU TENTANG POLA MANAGERIAL KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI GURU TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH Persepsi Guru Tentang Pola Managerial Kepala Sekolah Dan Motivasi Guru Terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kecamatan Kebakkramat Tah

0 4 17

PENGARUH PROFESIONALISME GURU DAN PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA Pengaruh Profesionalisme Guru Dan Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Di SMA Sragen Kota.

0 2 12

PENGARUH PEMANFAATAN FASILITAS PEMBELAJARAN DAN KINERJA MENGAJAR GURU TERHADAP MUTU LULUSAN PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) SE – KOTA BANDUNG.

1 5 66

Pengaruh Sistem Seleksi Calon Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Kepala Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri se-Kota Bandung.

1 5 65

KINERJA KEPALA SEKOLAH : Pengaruh Perilaku Kerja, Budaya Organisasi Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Di Kabupaten Cirebon.

1 5 78

PENGARUH KEPEMIMPINAN INSTRUKSIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM SEKOLAH TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA SE-BANDUNG UTARA.

0 3 79

PENGARUH GAYA KEPEMIMIPINAN KEPALA SEKOLAH DAN MOTIVASI KERJA GURU TERHADAP KINERJA GURU: survei tehadap sekolah menengah atas di kota bandung.

0 1 46

PROSIDING SEMNAS abstrak

0 0 8

Persepsi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru IPS SMP Di Kota Yogyakarta.

0 3 172