Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016.

(1)

No Daftar: 293/S/PPB/2015

PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

(Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh:

ANNISA NUR PRATIWI 0806781

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

(Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016)

Oleh

Annisa Nur Pratiwi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Annisa Nur Pratiwi 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

0806781

PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

(Studi Deskriptif terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016)

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing

Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd. NIP. 19661115 199102 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Prof. Dr. Uman Suherman AS., M.Pd. NIP. 19620623 198610 1 001


(4)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Annisa Nur Pratiwi (0806781). Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama (Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016)

Tujuan penelitian adalah proaktivitas peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-1016. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif untuk menggambarkan proaktivitas peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016.Hasil penelitian yang diperoleh yaitu: kondisi objektif profil proaktivitas peserta didik didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016. Gambaran umum proaktivitas peserta didik memperlihatkan rerata indeks skala sebesar 3,1382, dengan simpangan baku sebesar 0,33306. Dilihat dari kategori, rerata indeks skala termasuk kategori tinggi. Artinya, proaktivitas peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung pada tahun pelajaran 2015/2016, baik pada aspek: (1) memilih respons, mencakup sub-aspek kesadaran diri, imajinasi, kata hati, dan kehendak bebas; (2) mengambil inisiatif, mencakup sub-aspek rasa ingin tahu dan antisipasi; (3) sikap bertanggung jawab, mencakup sub-aspek pengendalian situasi dan kesediaan mengambil risiko, termasuk kategori tinggi. Sebagai sebuah dinamika, perilaku proaktivitas peserta didik mempunyai rentang kategori rendah sampai dengan sangat tinggi. Secara detail rerata indeks skala minimal menunjukkan angka sebesar 2,43 (rendah) dan maksimal menunjukkan angka sebesar 4,08 (sangat tinggi). Rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yaitu peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan program berdasarkan profil proaktivitas peserta didik di Sekolah Menengah Pertama.


(5)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Annisa Nur Pratiwi (0806781). The Profile of Junior High School Students’

Proactivity (A Descriptive Study of the Eighth Grade Students of SMP1 Bina Dharma 2 Bandung Academic Year 2015/2016)

The research in general aims to produce personal guidance services based on the profile of students’ proactivity in the eighth grade class of SMP Bina Dharma 2 Bandung academic year 2015-1016. It adopted descriptive method in order to describe the eighth grade students’ proactivity in the said school. The research results reveal the objective condition of the eighth grade students’ proactivity in SMP Bina Dharma 2 Bandung academic year 2015-2016. In general, the average index scale of students’ proactivity was 3.1382, with the highest standard deviation of 0.33306. The average index scale is categorized as high, which means that the proactivity of the eight grade class students of SMP Bina Dharma 2 Bandung in the academic year of 2015/2016, is categorized good for the aspects of: (1) selecting responses, including the sub-aspects of; self-awareness, imagination, conscience, and free will; (2) taking initiatives, covering the sub-aspects of curiosity and anticipation; (3) taking responsibility, constituting the sub-aspects of control and willingness to take a risk, which is categorized as high. The categorization is based on a dynamic range starting from low to very high. More specifically, the minimum average index scale is 2.43 (low), and the maximum average index scale is 4.08 (very high). The research recommend that: The future researchers develop programs based on students’ proactivity in junior high school.

Keywords: Proactivity, Junior High School, Students


(6)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

ABSTRAK…………..... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH………...… iii

DAFTAR ISI ………...………...…..iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7

1.3Tujuan Penelitian ...8

1.4Metode Penelitian ... .9

1.5Manfaat Penelitian ... 9

1.6Struktur Penulisan ... 10

BAB II PROAKTIVITAS REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA 2.1 Kajian Pustaka ... 11

2.1.1 Proaktivitas ...11

2.1.1.1 Pengertian Proaktivitas ... 11

2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proaktivitas... 12

2.1.1.3 Aspek-Aspek Proaktivitas... 13

2.1.1.4 Perkembangan Proaktivitas... 17

2.1.1.5 Karakteristik Individu yang Memiliki Proaktivitas... 18

2.1.1.6 Proaktivitas pada Masa Remaja ...18

2.1.1.7 Ciri-ciri Remaja yang Memiliki Proaktivitas...19

2.1.2 Remaja Sekolah Menengah Pertama... 21

2.1.2.1 Perkembangan Remaja Awal ...21

2.1.2.2 Perkembangan Emosi ...21

2.1.2.3 Perkembangan Kognitif ...22

2.1.2.4 Perkembangan Moral ...23

2.1.3 Bimbingan dan Konseling Pribadi………...…. 24 2.1.3.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling Pribadi ...24


(7)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2.1.3.2 Tujuan Bimbingan dan Konseling Pribadi ...25

2.1.3.3 Lingkup Bimbingan dan Konseling Pibadi ...25

2.2Penelitian Terdahulu ... . 26

2.3Kerangka Pemikiran ... . 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1Populasi dan Sampel Penelitian ...29

3.2Pendekatan dan Metode Penelitian ...29

3.3Definisi Operasional Variabel ...31

3.4Pengembangan Instrumen Penelitian ...33

3.5Analisis Data ...37

3.6Prosedur dan Tahap Penelitian ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... .39

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ...51

4.3 Implikasi Layanan Bimbingan Pribadi Berdasarkan Profil Proaktivitas..…...54

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1Kesimpulan ... 55

5.2Rekomendasi ... 55


(8)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB II

PROAKTIVITAS REMAJA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Proaktivitas

2.1.1.1Pengertian Proaktivitas

Proaktivitas berasal dari kata proaktif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, proaktif memiliki arti lebih aktif sehingga proaktivitas adalah kemampuan individu untuk lebih aktif dalam melakukan sesuatu. Murray (Schultz, 1994:81) mendefinisikan proaktif sebagai sebuah kebutuhan.“Proactive needs do not depend on the presence of a particular object. They are spontaneous needs that elicit appropriate behavior whenever they are aroused, independent of the environment.”Kebutuhan proaktif adalah kebutuhan yang tidak bergantung kepada objek tertentu, kebutuhan yang berasal dari dalam diri dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Pernyataan yang senada diungkapkan oleh E. Koswara (1991:24) yaitu, sumber atau penyebab dari seluruh tingkah laku manusia berasal dari dalam diri sendiri. Menurut Maslow (E. Koswara, 1991:25) proaktif mengandung implikasi manusia adalah individu yang sadar dan bebas dalam beringkah laku. Individu bebas menentukan sendiri tingkah laku apa yang akan atau perlu dilakukan.

Menurut Stephen Covey, (Saputra (Ed) 2010:81) proaktivitas adalah kemampuan untuk memiliki kebebasan dalam memilih respon, kemampuan mengambil inisiatif, dan kemampuan untuk bertanggung jawab. Proaktivitas adalah sumber penggerak individu untuk bertingkah laku yang berasal dari dalam diri sendiri. Individu bebas memilih respon tanpa mempedulikan pendapat dari lingkungan karena setiap individu memiliki kemampuan bertindak dan tidak menjadi sasaran tindakan.Individu bebas Mengambil inisiatif untuk melakukan sesuatu namun keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan oleh diri sendiri. Proaktif adalah bertanggung jawab terhadap setiap keputusan yang diambil.


(9)

Kebalikan dari proaktif adalah reaktif. Murray mendefinisikan reaktif sebagai kebutuhan. Murrray berpendapat “Reactive needs involve a response to something specific in the environment, that is the need is aroused only when that object appears.”(Schultz, 1994:81) Kebutuhan reaktif adalah kebutuhan yang terangsang ketika terdapat objek lain muncul, kebutuhan reaktif dipengaruhi oleh lingkungan. Definisi reaktif menurut Murray sejalan dengan definisi yang diungkapkan oleh Skinner (E. Koswara, 1991:25) yaitu tingkah laku manusia merupakan respon (reaksi) terhadap stimulus yang berasal dari luar. Sehingga penyebab tingkah laku manusia bukan berasal dari dalam diri melainkan dari luar. Definisi proaktivitas dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik dalam merespon sesuatu yang didasari oleh kesadaran diri, imajinasi, kata hati dan kehendak bebas yang berlandaskan inisiatif dan tanggung jawab terhadap resiko yang mungkin dihadapi.

2.1.1.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proaktivitas

Secara umum proaktivitas tidak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan lingkungan sosial (Stephen Covey, Saputra (Ed), 2010:82). Proaktivitas tidak dipengaruhi oleh fator luar seperti perubahan cuaca dan perilaku orang lain kepada individu. Individu yang tidak menggunakan proaktivitas menunjukan respon yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan lingkungan sosial, seperti cepat marah atau merasa tersinggung atas sikap orang lain atau menyalahkan cuaca buruk atas sikap yang ditunjukan. Individu yang menggunakan proaktivitas digerakan oleh nilai-nilai yang dipikirkan dengan matang, diseleksi dan dihayati dalam mengambil keputusan.

Sean Covey (Saputra (Ed) 2010: 32-35) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi proaktivitas yang berasal dari paradigma diri sendiri adalah kepercayaan, motivasi, kebiasaan dan sikap. Paradigma luar yang mempengaruhi proaktivitas adalah teman, keluarga, uang, barang sekolah dan tempat ibadah (Sean Covey Saputra(Ed), 2010:36-43). Proaktivitas ditentukan oleh kematangan emosional, intelektual, moral dan sosial (Arif, 2005:49)


(10)

13

2.1.1.3Aspek-Aspek Proaktivitas

Steven Covey berpendapat proaktivitas memiliki tiga aspek, yaitu : 2.1.1.3.1 Kebebasan memilih respon

Frankl (Covey, Saputra (Ed) 2010:81) menggambarkan sebuah peta diri dalam mengembangkan proaktivitas. Gambar bagan model proaktivitas menurut Frankl terdapat pada gambar 2.1 sebagai berikut :

Gambar 2.1 Model Proaktivitas

Proaktivitas mengandung kebebasan seseorang untuk memilih respon. Pada kebebasan memilih, terkandung unsur-unsur sebagai berikut : 2.1.1.3.1.1 Kesadaran diri (Self-Awareness)

Kesadaran diri yaitu kemampuan untuk melihat, memikirkan, merenungkan dan menilai diri sendiri. Kesadaran diri tidak hanya mempengaruhi sikap individu melainkan mempengaruhi cara pandang atau pola pikir terhadap sesuatu diluar diri individu. Individu memikirkan dahulu apa yang terjadi pada saat mengahadapi suatu peristiwa. Merenungkan permasalahan yang sedang di hadapi. Kemudian berpikir

KEBEBASAN UNTUK MEMILIH

Kesadaran Diri Imajinasi Suara Hati Kehendak Bebas


(11)

secara realistis.Kesadaran diri dalam penelitian adalah kemampuan peserta didik dalam melihat, memikirkan, merenungkan dan mengevaluasi perilaku diri sendiri dalam menghadapi permasalahan. 2.1.1.3.1.2 Imajinasi (Imagination)

Imajianasi yaitu kemampuan untuk membayangkan sesuatu melampaui realitas empiris yang memungkinkan individu untuk menciptakan sesuatu dalam pikiran yang tidak dibatasi oleh dunia nyata. Sebelum merespon permasalahan yang dihadapi, individu membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Kemungkinan dapat merupakan sesuatu yang baik ataupun yang buruk. Daya imajinasi memberikan peluang untuk membayangkan masa depan, akan menjadi apa nanti. Imajinasi menjadi salah satu cara untuk mempertimbangkan keputusan yang akan diambil. Imajinasi dalam penelitian adalah kemampuan peserta didik dalam membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi kepada diri sendiri dalam merespon permasalahan.

2.1.1.3.1.3 Kata Hati (Conscience)

Kata Hati adalah kesadaran batin yang mendalam tentang benar-salah, baik-buruk sebagai prinsip yang mengatur perilaku manusia sehingga dapat menyelaraskan pikiran perasaan dan tindakannya. Kata hati adalah “suara batin” yang akan memberitahu individu untuk membedakan yang benar dan salah. Kata hati dalam penelitian adalah kemampuan peserta didik untuk menyertakan nilai-nilai yang berlaku sebelum merespon permasalahan.

2.1.1.3.1.4 Kehendak Bebas (Independent Will)

Kehendak bebas adalah kemampuan untuk bertindak berdasarkan kesadaran diri dan bebas dari segala pengaruh lain. Individu, memiliki kebebasan untuk memilih apa yang akan dilakukan. Kebebasan dilakukan dengan kesadaran diri dan setelah melalui proses berpikir. Kehendak bebas dalam penelitian adalah kemampuan peserta didik dalam memilih respon setelah melalui proses berpikir.


(12)

15

2.1.1.3.2 Kemampuan mengambil inisiatif

Menurut Stephen Covey (Saputra (Ed) 2010: 86) sifat dasar manusia adalah bertindak, dan bukan menjadi sasaran tindakan. Kemampuan mengambil inisiatif memungkinkan seorang individu untuk memilih jawaban terhadap suatu keadaan bahkan memberi kekuatan untuk menciptakan keadaan tertentu. Individu yang memiliki proaktivitas merupakan solusi bagi sebuah masalah karena mempunyai inisiatif untuk mengerjakan apa saja yang diperlukan dan konsisten pada prinsip-prinsip yang benar untuk menyelesaikan masalah. Inisiatif perlu dimiliki oleh individu agar individu tidak selalu menunggu perubahan yang datang menghampiri, namun individu yang harus membuat perubahan terjadi pada dirinya.

Pada kemampuan mengambil inisiatif terdapat dua indikator yaitu rasa ingin tahu dan antisipasi (Arif, 2005:34) Rasa ingin tahu dalam kemampuan mengambil inisiatif adalah perasaan tidak puas dengan apa yang telah diketahui oleh kebanyakan orang sehingga individu terus terpacu untuk menambah pengetahuan. Individu perlu memiliki pengetahuan yang lebih luas dari lingkungan sekitarnya agar tidak menjadi sasaran tindakan. Misalnya, seorang peserta didik tidak bisa mengerjakan tugas Matematika kemudian peserta didik bertanya kepada guru matematika di luar jam pelajaran untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Rasa ingin tahu membuat individu merasa tidak memiliki alasan untuk menyerah karena individu menyadari banyak hal yang dapat dilakukan.

Antisipasi dalam kemampuan mengambil inisiatif adalah perbuatan mendahului tanpa diminta oleh orang lain sebagai bentuk pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan resiko yang mungkin terjadi (Arif, 2005:34). Antisipasi dilakukan agar individu dapat terhindar dari situasi buruk yang mungkin terjadi. Misalnya, seorang peserta didik


(13)

belajar terlebih dahulu di rumah tentang materi yang akan diajarkan keesokan harinya.

Kemampuan mengambil inisiatif dalam penelitian adalah kemampuan peserta didik untuk mampu bertindak dan tidak menjadi sasaran tindakan dengan didasari dengan rasa ingin tahu yang positif dan antisipasi.

2.1.1.3.3 Kemampuan untuk bertanggung jawab

Pada bahasa inggris, tanggung jawab adalah responsibility yang berasal dari dua buah kata “response-ability” atau dalam bahasa Indonesia adalah “kemampuan merespon”. Stephen Covey (Saputra (Ed) 2010:82) mengartikan tanggung jawab sebagai kemampuan individu dalam merespon sesuatu.Proaktivitas membuat individu tidak menyalahkan keadaan, kondisi atau pengkondisian untuk setiap perilaku.

Tanggung jawab menurut Elfiky (Damasdan Fath(Ed) 2010: 235) adalah kemampuan untuk menghindari sikap menyalahkan, mengkritik, dan membanding-bandingkan apa yang terjadi pada diri individu dengan orang lain. Menurut Glasser (Corey, Koswara (Ed) 2009:268) tanggung jawab adalah kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Individu berhak melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya, namun dengan tidak merugikan orang lain. Segala sesuatu yang menjadi akibat dari perilaku individu, menjadi tanggung jawab diri sendiri. Menurut Arif (2005:36) kemampuan bertanggung jawab adalah kesedian individu untuk menerima akibat dari suatu perbuatan dan bersedia menanggung resiko atas perbuatan tersebut tanpa menyalahkan pihak lain. Pada kemampuan bertanggung jawab terdiri dari dua indikator yaitu pengendalian situasi dan kesediaan mengambil resiko.

Pengendalian situasi adalah kemampuan untuk mengarahkan pikiran, perasaan dan tindakan agar tidak bergantung kepada lingkungan. Keberanian mengambil resiko adalah kemampuan untuk menanggung


(14)

17

akibat atau konsekuensi dari setiap perbuatan yang dilakukan bahkan terhadap kejadian tidak menyenangkan yang tidak diduga (Arif, 2005:35) Kemampuan bertanggung jawab dalam penelitian adalah kemampuan peserta didik untuk merespon segala sesuatu yang dihadapi tanpa menyalahkan orang lain karena dapat mengendalikan situasi dan berani mengambil resiko.

2.1.1.4 Perkembangan Proaktivitas

Menurut Stephen Covey (Saputra (Ed), 2010:86) proaktivitas merupakan bagian dari sifat manusia. Sikap proaktif ada dalam setiap diri individu. Individu yang memutuskan akan menggunakan proaktivitas atau tidak.

Perkembangan proaktivitas dipengaruhi oleh diri sendiri. Setiap hari individu memiliki 100 peluang untuk memilih menggunakan proaktivitas atau tidak. Setiap hari individu menghadapi sebuah keadaan yang mengaharuskan individu untuk memilih. Proaktivitas membantu individu untuk membuat pilihan-pilihan menurut nilai-nilai.

Stephen Covey (Saputra (Ed) 2010:94) mengemukakan dalam proaktivitas terdapat dua fokus yang harus diperhatikan, yaitu :

2.1.1.4.1 Lingkaran Pengaruh

Lingkaran pengaruh adalah hal-hal yang dapat dikerjakan dan dikontrol atau segala hal yang dapat diperbuat oleh individu seperti, memfokuskan diri pada penyelesaian

masalah, mengakui kesalahan dan

mempertanggungjawabkannya. 2.1.1.4.2 Lingkaran Kepedulian

Lingkaran Kepedulian adalah hal-hal yang tidak dapat dikontrol oleh individu, seperti kelemahan orang lain, sikap orang lain, cuaca buruk, dan berbagai faktor yang disebabkan dari luar diri individu.


(15)

Proaktivitas membuat individu memiliki lingkaran pengaruh yang lebih luas dibandingkan lingkaran kepedulian.Fokus proaktivitas terdapat pada lingkaran pengaruh sehingga individu mengerjakan hal-hal yang dapat diperbuat. Fokus pada lingkaran pengaruh menghasilkan sesuatu yang positif baik pada diri sendiri maupun pada lingkungan.

2.1.1.5Karakteristik Individu yang Memiliki Proaktivitas

Menurut Stephen Covey (Saputra (Ed) 2010: 86) karakteristik individu yang memiliki proaktivitas yaitu :

2.1.1.5.1 Dapat mengambil inisiatif. Individu yang memiliki proaktivitas tidak berdiam diri dan menunggu sesuatu terjadi namun menciptakan sesuatu terjadi dengan mengambil inisiatif-inisiatif.

2.1.1.5.2 Bertindak dan tidak menjadi sasaran tindakan.

2.1.1.5.3 Bahasa individu proaktif berbeda dengan yang tidak. Perbedaan tersebut dapat dilihat melalui tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Bahasa Proaktif

Bahasa Tanpa Proaktivitas Bahasa Proaktivitas

Tidak ada yang dapat saya lakukan

Mari kita lihat alternatif yang kita miliki

Memang sudah begitulah saya Saya dapat memilih pendekatan yang berbeda

Ia membuatku begitu marah Saya mengendalikan perasaan saya sendiri

Mereka tidak akan mengizinkan itu

Saya dapat memberikan presentasi yang lebih efektif

Saya terpaksa melakukan itu Saya akan memilih respon yang sesuai

Saya tidak bias Saya memilih

Saya harus Saya lebih suka

Seandainya saya Saya akan

2.1.1.5.4 Berfokus pada lingkaran pengaruh atau hal-hal yang dapat dikendalikan.

2.1.1.5.5 Mengakui kesalahan dan berani mempertanggungjawabkan kesalahan yang diperbuat.


(16)

19

2.1.1.6Proaktivitas pada Masa Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari seorang anak menuju kedewasaan. Pada masa remaja, kematangan emosi individu sedang berkembang. Menurut Santrock (Hardani (Ed), 2007 :201) remaja tidak mengetahui bagaimana cara mengekspresikan perasaan mereka dengan benar. Remaja dapat merasa marah kepada orang tua tanpa ada provokasi dan memproyeksikan perasaan-perasaan tidak menyenangkan kepada orang lain. Menurut Rosenblum dan Lewis, (Santrock, Hardani (Ed) 2007 : 201) remaja memiliki suasana hati yang berubah-ubah dan remaja juga cenderung memiliki suasana hati yang lebih negatif.

Menurut Saarni (Santrock, Hardani (Ed) 2007:203) kompetensi emosional remaja di dalam diri tidak berkaitan dengan ekspresi luar. Pada saat remaja menjadi lebih matang, maka remaja mulai memahami bagaimana perilaku emosionalnya dapat mempengaruhi orang lain, dan belajar mempertimbangkan. Kemampuan remaja untuk mempertimbangkan sesuatu berkaitan dengan aspek proaktivitas yaitu kemampuan memilih respon. Pada dasarnya setiap remaja memiliki kemampuan untuk memilih respon yang tepat dalam menghadapi segala situasi, namun kemampuan memilih respon tidak datang dengan sendirinya melainkan perlu dilatih.

Proaktivitas dapat membantu remaja agar dapat mencapai kompetensi emosional yang harus dicapai. Proaktivitas dapat melatih remaja untuk mengelola emosi dengan membiasakan diri mengambil keputusan yang mandiri dan bertanggung jawab. Desmita (2006:194) berpendapat secara kognitif pada masa remaja terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai pada belahan atau celah sentral). Menurut Carol dan David, (Desmita, 2006:194) Prontal Lobe berfungsi dalam aktifitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan sebuah perencanaan atau kemampuan untuk mengambil keputusan. Pada fase remaja, individu


(17)

sudah dapat membuat perancanaan dan mengambil keputusan yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

2.1.1.7Ciri-ciri Remaja yang Memiliki Proaktivitas

Ciri-ciri remaja yang memiliki proaktivitas menurut Sean Covey (Saputra (Ed) 2010:84-85) adalah :

2.1.1.7.1 Tidak mudah tersinggung

Remaja yang memiliki proaktivitas tidak akan mudah tersinggung. Perasaannya tidak mudah dipengaruhi oleh lingkungan luar. Remaja yang proaktif tahu apa saja hal yang baik untuk diri sendiri.

2.1.1.7.2 Bertanggung jawab atas pilihannya sendiri

Remaja yang memiliki proaktivitas akan bertanggung jawab terhadap pilihan sendiri. Setiap pilihan yang diambil telah melalui proses pemikiran yang panjang sehingga sudah menyiapkan diri untuk mendapatkan hasil terburuk dan tidak menyalahkan orang lain jika apa yang didapat tidak sesuai dengan harapan.

2.1.1.7.3 Berpikir sebelum bertindak

Remaja proaktif berpikir sebelum melakukan sesuatu. Mempertimbangkan kesadaran diri, imajinasi, kata hati dan kehendak bebas dalam memutuskan suatu tindakan.

2.1.1.7.4 Cepat pulih ketika menghadapi sesuatu yang buruk

Remaja proaktif sadar dalam kehidupan tidak akan selamanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Ketika menghadapi situasi yang buruk, remaja proaktif akan cepat pulih karena menyadari kehidupan harus terus berlanjut.

2.1.1.7.5 Selalu mencari jalan untuk menjadikan segalanya terlaksana

Remaja yang memiliki proaktivitas akan selalu mencari jalan agar segala sesuatu yang diinginkan dapat terlaksana. Remaja memiliki kemampuan untuk mengambil inisiatif sehingga tidak menunggu hal


(18)

21

yang baik terjadi namun menciptakan peluang agar hal baik dapat terjadi.

2.1.1.7.6 Fokus pada hal-hal yang dapat diubah dan tidak mencemaskan hal yang tidak bisa diubah.

Remaja proaktif tidak akan bersedih terlalu lama ketika mendapatkan nilai buruk di sekolah. Remaja proaktif tidak berfokus pada perasaan sedih karena mendapat nilai buruk namun berfokus pada nilai yang buruk dan mencari cara agar tidak mendapatkan nilai yang buruk pada ujian berikutnya.

2.1.2 Remaja Sekolah Menegah Pertama (SMP) 2.1.2.1 Perkembangan Remaja Awal

Karakteristik perkembangan yang menonjol pada masa remaja awal menurut Deswita (2009, 36) yaitu :

2.1.2.1.1 Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan . 2.1.2.1.2 Mulai timbulnya cirri-ciri seks sekunder.

2.1.2.1.3 Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua.

2.1.2.1.4 Senang membandingkan kaedah-kaedah , nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.

2.1.2.1.5 Mulai mempertanyakan secara skeptic mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan.

2.1.2.1.6 Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.

2.1.2.1.7 Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilakudiri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial.

2.1.2.1.8 Kecenderungan minat dan pilihan karir relatif sudah lebih jelas.

2.1.2.2 Perkembangan Emosi

Menurut Yusuf (2008:196) masa remaja adalah

masa yang penuh dengan emosionalitas yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Perkembangan emosi pada masa remaja meningkat akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.Tingginya emosi disebabkan oleh tekanan sosial dan menghadapi kondisi yang baru.Ketidakstabilan emosi merupakan akibat dari upaya penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru.

Menurut Yusuf (2007:197) proses pencapaian kematangan emosi remaja dipengaruhi oleh


(19)

sosio-emosional lingkungan, terutama keluarga dan kelompok teman sebaya. Jika remaja kurang dipersiapkan untuk memahami peran dan kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tua atau pengakuan dari teman sebaya mereka cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan tertekan atau ketidaknyamanan emosional, sehingga remaja cenderung menampilkan perilaku malasuai.

Menurut Ali dan Asrori (2011:68) karakteristik perkembangan remaja awal adalah sulitnya mengontrol diri sendiri dan cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar karena adanya kecemasan terhadap diri sendiri.

Menurut Ali dan Asrori (2011:73) terdapat beberapa cara untuk mengambangkan keterampilan emosional, yaitu:

2.1.2.2.1 mengidentifikasi dan memberi nama atau label perasaan 2.1.2.2.2 mengungkapkan perasaan

2.1.2.2.3 menilai intensitas perasaan 2.1.2.2.4 mengelola perasaan

2.1.2.2.5 menunda pemuasan

2.1.2.2.6 mengendalikan dorongan hati 2.1.2.2.7 mengurangi stress

2.1.2.2.8 memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan

Menurut Harlock (1997:213) remaja telah mencapai kematangan emosinya apabila remaja sudah dapat mengelola emosi sehingga tidak “meledakan” emosinya di hadapan banyak orang melainkan menahannya dan menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan emosi dengan cara yang lebih dapat diterima. Remaja juga dikatakan sudah mulai matang secara emosi apabila mulai berpikir sebelum bereaksi.Remaja yang matang secara emosi memberikan reaksi emosional yang stabil atau tidak berubah-ubah.

2.1.2.3 Perkembangan Kognitif

Menurut teori kognitif Piaget (Desmita, 2006:195) perkembangan intelektual remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional formal. Pada tahap operasional formal remaja sudah mampu berpikir secara abstrak dan hipotesis, yaitu mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi. Selain itu remaja juga mampu berpikir secara sistematik, yaitu mampu


(20)

23

memikirkan semua kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan permasalahan.

Keating (Yusuf,2007:195-196) merumuskan lima hal pokok yang berkaitan dengan perkembangan berpikir operasional formal yaitu :

2.1.2.3.1 Berlainan dengan cara berpikir anak-anak, cara berpikir remaja berkaitan erat dengan dunia kemungkinan (word of possibilities). Remaja sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi dan dapat membedakan antara yang nyata dan konkret dengan yang abstrak dan mungkin

2.1.2.3.2 Melalui kemampuan remaja untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah

2.1.2.3.3 Remaja dapat memikirkan tentang masa depan dengan membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.

2.1.2.3.4 Remaja menyadari tentang aktivitas kognitif dan mekanisme yang membuat proses kognitif itu efisien dan tidak efisien, serta menghabiskan waktunya untuk mempertimbangkan pengaturan kognitif internal tentang bagaimana dan apa yang harus dipikirkannya. Dengan demikian, introspeksi (pengujian diri) menjadi bagian kehidupannya sehari-hari

2.1.2.3.5 Berpikir operasional formal memungkinkan terbukanya topik-topik baru dan perluasan berpikir.

2.1.2.4 Perkembangan Moral

Individu yang bertindak sesuai dengan moral adalah individu yang bertindak berdasarkan baik buruknya sesuatu. Menurut Desmita (2006:206), moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas diri, mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi pada masa transisi.

Perkembangan moral pada remaja penting agar remaja mengetahui bagaimana cara mengambil keputusan dengan tepat, yaitu dengan cara mempertimbangkan sesuatu berdasarkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Perkembangan moral erat kaitannya dengan sikap dan nilai pada remaja.

Menurut Gunarsa (Asrori dan Ali, 2011:145), karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berpikir operasional formal, yaitu mulai berpikir abstrak dan mampu memecahkan


(21)

permasalahan yang tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat dan situasi tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup remaja.

Menurut Kholberg (Desmita, 2006:206) remaja yang memiliki penalaran kognisi yang tinggi akan memiliki penalaran moral yang tinggi juga. Menurut Yusuf (2007:199) remaja sudah lebih mengenal nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas seperti kejujuran, keadilan, kesopanan dan kedisiplinan.Menurut tahap perkembangan, remaja memiliki peluang untuk menjadi pribadi yang bermoral jika diarahkan dengan baik.

2.1.3 Bimbingan dan Konseling Pribadi

2.1.3.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling Pribadi

Menurut Sukardi (2007: 36) bimbingan pribadi adalah

bimbingan yang bertujuan membantu peserta didik agar mengenal kekuatan dan kelemahan dalam diri sendiri. Menerima kekurangan dan kelemahan diri secara positif sebagai dasar untuk mengembangkan diri. Mengenal lingkungan secara positif agar dapat menunjang proses penyesuaian diri dan memanfaatkan lingkungan tersebut untuk pengembangan diri secara optimal dan berkelanjutan.

Menurut Yusuf (2009 :53-55) bimbingan dan konseling pribadi merupakan

proses bantuan untuk memfasilitasi peserta didik agar memiliki pemahaman tentang karakteristik diri, kemampuan mengembangkan potensi diri, memecahkan masalah pribadi.

Menurut Juntika (2011: 16) bimbingan pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menangani permasalahan tentang diri sendiri. Bimbingan pribadi merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang sesuai dengan karakter pribadi dan permasalahan yang dialami.

Winkel dan Hastuti (2007:118) dalam bimbingan pribadi sosial terkandung unsur-unsur informasi tentang fase atau tahap perkembangan yang dilalui peserta didik, seperti :

2.1.3.1.1 konflik bathin dan tata cara bergaul

2.1.3.1.2 informasi dan pemahaman tentang perkembangan lingkungan masyarakat 2.1.3.1.3 diskusi kelompok mengenai hambatan yang dialami peserta didik


(22)

25

Disimpulkan bimbingan pribadi adalah proses bantuan guru bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang dilakukan secara berkesinambungan tentang bagaimana memahami diri sendiri, menerima kekurangan dan kelebihan diri secara positif, dan mampu mengatasi permasalahan diri. Bimbingan pribadi membantu peserta didik untuk mencapai pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.

2.1.3.2Tujuan Bimbingan dan Konseling Pribadi

Berkaitan dengan bimbingan pribadi-sosial, Departemen Pendidikan Nasional (2008:18-19) merumuskan tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi sosial sebagai berikut:

2.1.3.2.1 Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat kerja maupun masyarakat pada umumnya.

2.1.3.2.2 Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing 2.1.3.2.3 Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif

(musibah), serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.

2.1.3.2.4 Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan, baik fisik maupun psikis.

2.1.3.2.5 Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri maupun orang lain. 2.1.3.2.6 Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.

2.1.3.2.7 Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.

2.1.3.2.8 Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.

2.1.3.2.9 Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan atau silaturahim dengan sesama manusia.

2.1.3.2.10Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain

2.1.3.2.11Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

Menurut Juntika (2011:16) tujuan bimbingan dan konseling pribadi adalah

tercapainya pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keseimbangan keunikan dan karakter pribadi dan permasalahan yang dialami oleh peserta


(23)

didik dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang baik, mengembangkan pemahaman diri dan sikap positif, serta keterampilan pribadi yang tepat.

2.1.3.3Lingkup Bimbingan dan Konseling Pribadi

Bimbingan dan konseling pribadi adalah bimbingan dan konseling dalam menghadapi permasalahan di dalam diri sendiri maupun di luar diri. Memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi apa yang dirasakan dalam diri maupun membina hubungan dengan individu lain dalam masyarakat. Melalui bimbingan pribadi peserta didik dibimbing untuk menghadapi keadaan batin dan mengatasi keadaan batin sendiri atau mengatur diri sendiri. (Winkel dan Hastuti, 2007:118). Bimbingan pribadi membantu peserta didik untuk menghadapi permasalahan yang dialami dengan diri sendiri atau pun dengan orang lain, baik itu dengan keluarga, teman, ataupun guru di sekolah.

Bidang garapan bimbingan dan konseling pribadi sosial menurut Yusuf (2009: 53-55) adalah :

2.1.3.3.1 komitmen hidup beragama

2.1.3.3.2 pemahaman sifat dan kemampuan diri 2.1.3.3.3 bakat dan minat peserta didik

2.1.3.3.4 konsep diri

2.1.3.3.5 kemampuan mengatasi masalah-masalah pribadi

2.1.3.3.6 pemahaman tentang keragaman budaya atau adat istiadat 2.1.3.3.7 sikap-sikap social

2.1.3.3.8 kemampuan berhubungan sosial secara positif dengan orang tua, guru, teman dan staf sekolah

Menurut Sukardi (2007:55) pokok layanan dalam bidang pribadi sosial adalah memantapkan kemampuan mengambil keputusan kemudian mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil dan memantapkan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial yang bertanggung jawab.


(24)

27

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2.1 Penelitian yang dilakukan oleh Arif Abdillah (2005) mengenai hubungan antara aktivitas peserta didik dalam kegiatan ekstrakulikuler dengan perilaku proaktif diperoleh hasil sebagai berikut :

2.2.1.1 57,58 % peserta didik yang mengikuti ekstrakulikuler memiliki keluwesan dalam mempertimbangkan respon. Sebagian besar peserta didik mempu menempatkan diri secara professional dalam lingkungannya dengan kemampuan untuk memimpin diri sendiri. Memiliki kesadaran diri untuk berpegang teguh pada prinsip hidupnya dan dapat memastikan perilaku yang ditampilkannya menggambarkan prinsip hidup yang realistik dan akurat sesuai dengan potensi yang ia miliki.

2.2.1.2 Pada aspek kemampuan berinisiatif, 46.21 % berada pada kategori tinggi, 46,21% berada pada ketegori sedang dan 7, 58 % berada pada kategori rendah. Kemampuan mengambil inisiatif didasari oleh rasa ingin tahu yang besar dan antisipasi. Rasa ingin tahu ditujukan dengan keinginan untuk mempelajari hal-hal yang belum dipahami dan mempelajari sesuatu sampai sedetail mungkin dengan mengeksplorasi berbagai kemungkinan yang akan terjasi dalam rangka memenuhi perluasan berpikir. 2.2.1.3 Pada kemampuan bertanggung jawab 59,09% berada pada

kategori tinggi, 39,39 % pada kategori rendah, dan 1,52% pada kategori sedang. Kemampuan bertanggung jawab ini ditunjukan dengan kemampuan pengendalian diri dalam pengambilan keputusan setiap tindakan, dapat menentukan pilihan untuk beraktivitas produktif atau tidak, serta kemampuan mengendalikan perjalanan hidupnya.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan, perilaku proaktif dapat dengan jelas terlihat pada peserta didik yang mengikuti ekstrakulikuler di sekolah.Kegiatan ekstrakulikuler dapat membantu melatih proaktivitas peserta didik.


(25)

2.2.2 Penelitian lain tentang proaktivitas dilakukan oleh Dwi Apriyani (2010) tentang proaktivitas mantan pecandu narkoba. Hasil dari penelitian menunjukan mantan pecandu narkoba yang diteliti memiliki perilaku reaktif pada masa remaja.. Proaktivitaslah yang membuat mantan pecandu narkoba yang diteliti tetap bertahan untuk tidak kembali menggunakan narkoba.

2.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian yang dilaksanakan berawal dari pemikiran pentingnya proaktivitas bagi peserta didik di SMP yang kemudian ditrunkan menjadi layanan dasar untuk meningkatkan proaktivitas peserta didik SMP.

Alur kerangka berpikir dituangkan kedqlam bagan sebagai berikut :

Bagan 2.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Proaktivitas Aspek-aspek Proaktivitas

Memilih respon

Sikap bertanggung jawab

Peserta didik memiliki kemampuan proaktif secara optimal.

Implikasi : Layanan dasar untuk mengembangkan

proaktivitas peserta didik. Mengambil inisiatif


(26)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sekolah sebagai lembaga formal di bidang pendidikan memiliki tanggung jawab dalam mendidik peserta didiknya agar menjadi individu yang siap bersaing, mandiri dan bertanggung jawab. Pendidikan di sekolah peserta didik mengembangkan diri agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan hal penting bagi kemajuan perkembangan peserta didik.

Pendidikan bagi peserta didik diatur oleh Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal satu tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, negara.

Tujuan pendidikan yang tertera dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal tiga adalah :

Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang dimokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab. Individu yang mandiri dan bertanggung jawab tidak terbentuk begitu saja. Sekolah perlu merancang program agar peserta didik dapat memperoleh kemandirian dan kemampuan bertanggung jawab pada diri sendiri maupun orang lain.


(27)

Peserta didik dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 pasal satu ayat empat adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan diri melalui proses pembelajaran pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Salah satu jalur pendidikan di Indonesia adalah jalur pendidikan formal. Pada pendidikan formal jenjang pendidikan yang ditempuh dimulai dari pendidikan dasar (Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama), pendidikan menengah (Sekolah Menengah Atas/ Sekolah Menengah Kejuruan) dan pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi).

Peserta didik Sekolah Menengah Pertama adalah individu yang sedang berkembang, berada pada rentang usia 12-14 tahun atau terdapat dalam fase remaja. Menurut Salzman (Yusuf, 2008:184) masa remaja merupakan masa perpindahan atau transisi dari sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai estetika dan isu moral.

Menurut Hurlock (1997: 207) sebagian besar remaja memiliki sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja menuntut kebebasan tetapi takut dan ragu untuk bertanggung jawab. Salah satu bentuk perilaku tidak bertanggung jawab dapat terlihat dalam kelalaian mengerjakan kewajiban sebagai peserta didik bahkan dalam bentuk kenakalan remaja. Beberapa contoh kenakalan remaja adalah tawuran, minum minuman keras, seks bebas dan penyalahgunaan narkoba.

Hasil penelitian yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2008 menunjukan terjadi peningkatan jumlah pengguna narkoba sebesar 22,7%. 3,6 juta penyalahgunaan narkoba di Indonesia, 41% diantara pengguna narkoba mengaku pertama kali mencoba narkoba di usia remaja. Selain penyalahgunaan narkoba, hasil survey badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2008 (2011, dalam http://ferli1982.wordpress.com) sebanyak 63% remaja mengaku sudah


(28)

3

mengalami hubungan seks sebelum menikah. Meningkatnya jumlah pengguna narkoba dan sex bebas setiap tahunnya menunjukan perilaku yang tidak mandiri dan bertanggung jawab.

Dwi Apriyani (2010:61) melakukan penelitian tentang perilaku proaktif mantan pecandu narkoba. Hasil penelitian menunjukan mantan pecandu narkoba yang diteliti mengaku mulai menggunakan narkoba pada usia remaja. Alasan menggunakan narkoba untuk menghindari perasaan tidak menyenangkan yang diterima karena perceraian orang tua. Proaktivitas membantu mantan pecandu narkoba untuk berubah dan mempertahankan keputusannya tidak menggunakan narkoba kembali.

Beberapa contoh yang telah dipaparkan menunjukan remaja memerlukan bimbingan dalam mengambil keputusan. Menurut Jean Piaget (Asrori dan Ali, 2011:34) perkembangan intelek pada remaja sudah sampai pada tahap operasional formal yaitu dapat berpikir abstrak, logis, dan rasional dalam mengambil keputusan. Remaja dapat mengambil keputusan berdasarkan cara berpikirnya sendiri. Remaja memiliki potensi untuk membedakan mana yang menurutnya benar atau salah.

Menurut Josephson dan Dowd (2003:184) perasaan dan kurangnya pengalaman remaja membuat remaja cenderung lebih suka memuaskan semua keinginan dan nafsu daripada menahan diri. Remaja mengambil keputusan atau bereaksi menurut dorongan hati, seolah-olah tidak ada lagi pilihan lain.

Menurut Willis (2010:95) salah satu faktor terjadinya kenakalan remaja karena lemahnya pertahanan diri remaja. Remaja tidak mampu dalam mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan. Remaja yang memiliki pertahanan diri lemah akan merespon segala sesuatu dengan negatif tanpa mempertimbangkan hal positif yang dapat dilakukan.


(29)

Kenakalan remaja merupakan akibat dari kesalahan remaja dalam merespon masalah yang dihadapi. Menurut Pavlov (Covey (Saputra (Ed)), 2010:78) manusia dikondisikan untuk merespon dengan cara tertentu terhadap stimulus tertentu, Frankl berpendapat diantara stimulus dan respon manusia memiliki kebebasan untuk memilih respon yang akan dilakukan. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Remaja yang memahami bagaimana cara merespon stimulus dengan benar tidak akan menyebabkan kenakalan remaja.

Fenomena kenakalan remaja diawali oleh cara yang salah dalam merespon sesuatu. Menurut Stephen Covey (Saputra (Ed), 2010:78) merespon stimulus tanpa mempertimbangkan kebebasan dalam memilih respon perilaku reaktif. Perilaku reaktif terjadi apabila individu membiarkan suasana hati, perasaaan dan keadaan mengatur respon. Menurut Sean Covey (Saputra (Ed) 2010 : 84) karakteristik remaja yang reaktif adalah individu yang mudah tersinggung, cenderung menyalahkan orang lain, cepat marah, mudah mengeluh, menunggu segala sesuatu terjadi dengan sendirinya, dan berubah hanya jika diperlukan.

Remaja dapat terhindar dari perilaku reaktif apabila memiliki kemampuan proaktif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata proaktif adalah lebih aktif sedangkan proaktivitas berarti kemampuan individu untuk lebih aktif dalam melakukan sesuatu. Kemampuan remaja untuk lebih aktif dimaksudkan agar remaja tidak lagi dikendalikan oleh lingkungan namun remaja dapat mengendalikan diri sendiri.

Proaktif adalah kebalikan dari reaktif, karena apabila individu reaktif dikendalikan oleh respon, individu yang proaktif dapat mengendalikan respon. Stephen Covey (Saputra (Ed) 2010 : 81) menjelaskan proaktivitas adalah kemampuan untuk memiliki kebebasan dalam memilih respon, kemampuan mengambil inisiatif, dan kemampuan untuk bertanggung jawab. Remaja


(30)

5

sebagai individu memiliki kemampuan untuk memilih respon yang akan ditampilkan kepada orang lain. Sesuai dengan para penganut paham eksistensialisme yang mengatakan setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan serta bertanggung jawab atas setiap pilihan yang diambil. (E. Koswara, 1991:113) Remaja yang proaktif adalah yang dapat mengambil keputusan dengan bertanggung jawab.

Observasi yang dilakukan peneliti di Sekolah Menengah Pertama Bina Dharma 2 Bandung selama tahun 2014 menemukan indikasi perilaku reaktif di kalangan Peserta Didik. Peserta didik cenderung lalai dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai peserta didik, seperti belajar, dan mentaati peraturan. Peserta didik mudah mengeluh jika diberi tugas, bersikap menolak pada peraturan yang telah ditetapkan sekolah, menyalahkan orang lain dalam setiap hal buruk yang terjadi, berkelahi di sekolah, saling mengejek antar teman, mudah tersinggung, memutuskan membolos untuk menghindari pelajaran, merokok, bahkan sebagian peserta didik pernah mencoba minuman keras dan obat-obatan.

Fenomena yang terjadi dikalangan peserta didik di Sekolah Menengah Pertama Bina Dharma 2 Bandung menunjukan peserta didik belum dapat mengambil keputusan secara sehat yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Proses pengambilan keputusan yang diambil masih berdasarkan perasaan dan hawa nafsu.

Peserta didik yang memiliki perkembangan proaktivitas yang baik akan memiliki sikap optimis, tidak mudah tersinggung, memiliki tanggung jawab atas setiap pilihan, berpikir sebelum bertindak, cepat pulih ketika tertimpa sesuatu yang buruk, berusaha untuk mewujudkan tujuan dan fokus pada hal-hal yang bermanfaat (Sean Covey, Saputra (Ed) 2010: 84-85). Proaktivitas dapat menjadi upaya untuk mengantisipasi atau pencegahan agar peserta didik dapat terhindar dari kenakalan remaja.


(31)

Proaktivitas erat kaitannya dalam proses pengambilan keputusan. Menurut Josephson dan Dowd (2003:184) terdapat dua prinsip dasar dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1) manusia memiliki kemampuan untuk menentukan ucapan serta cara menyatakannya dan (2) manusia secara moral bertanggung jawab atas konsekuensi dari sebuah pilihan. Proaktivitas membuat peserta didik mampu mengambil keputusan yang mandiri dan bertanggung jawab.

Proaktivitas hendaknya menjadi perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah sebagai lingkungan kedua setelah keluarga bagi peserta didik mempunyai tugas dan peran dalam meningkatkan proaktivitas peserta didik. Pendidikan di sekolah diharapkan dapat meningkatkan proaktivitas peserta didik. Melalui pendidikan peserta didik belajar menjadi individu yang lebih baik. Sekolah mengajarkan peserta didik bagaimana merespon situasi dengan tepat.

Posisi bimbingan dalam pendidikan adalah menyelenggarakan layanan bantuan pada peserta didik agar dapat mencapai perkembangan optimal. Perkembangan optimal merupakan suatu kondisi dinamik dimana peserta didik (1) mampu mengenal dan memahami diri, (2) berani menerima kenyataan diri secara objektif, (3) mengarahkan diri sesuai dengan kemampuan, kesempatan, dan sistem nilai, dan (4) melakukan pilihan dan mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri. Personel sekolah yang bertanggung jawab dalam bidang bimbingan ini adalah guru bimbingan dan konseling (Yusuf dan Nurihsan, 2008 : 7).

Bentuk bimbingan yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan proaktivitas peserta didik di sekolah adalah bimbingan pribadi. Bimbingan pribadi adalah bimbingan dalam menghadapi diri sendiri (Winkel dan Hastuti, 2007: 118). Bimbingan pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu untuk menangani


(32)

7

permasalahan hubungan dengan teman, pemahaman sifat, menyesuaikan diri dengan lingkungan serta penyelesaian konflik (Juntika Nurihsan, 2011 : 16). Bimbingan pribadi untuk meningkatkan proaktivitas peserta didik ini diarahkan pada kemampuan peserta didik untuk merespon dan memiliki inisiatif dengan bertanggung jawab.

Guru bimbingan dan konseling melalui layanan bimbingan dan konseling pribadi mengarahkan peserta didik untuk menggunakan proaktivitas dalam setiap pengambilan keputusan. Berdasarkan paparan, maka dalam penelitian akan dikaji lebih mendalam mengenai, “Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama (penelitian deskriptif terhadap peserta

didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-1016)”

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

Frankl (Steven Covey, Saputra (Ed) 2010:85) mengemukakan tiga nilai pokok dalam kehidupan, yaitu pengalaman atau segala sesuatu yang terjadi pada diri individu, kreativitas atau sesuatu yang diciptakan oleh individu dan sikap atau respon individu ketika menghadapi suatu keadaan. Steven Covey (Saputra (Ed), 2010 : 85) mengungkapkan dari ketiga nilai pokok, sikap memiliki nilai tertinggi. Nilai sikap sama dengan proaktivitas, yaitu kemampuan individu dalam merespon sesuatu. Proaktivitas digerakan oleh nilai-nilai yang dipikirkan secara cermat, diseleksi dan dihayati. Individu yang proaktif tidak pernah melakukan tindakan diluar nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Proaktivitas adalah konsep mengenai individu sebagai makhluk yang bertanggung jawab atas hidupnya sendiri. (Desmita,2006:224) Proaktivitas juga diartikan sebagai kebebasan memilih respon. Respon yang ditampilkan adalah respon yang berdasarkan empat hal, yaitu kesadaran diri (Self-Awareness), imajinasi (Imagination), kata hati (Conscience), dan kehendak


(33)

bebas (Independent Will). Proaktivitas juga berarti memiliki inisiatif dan bertanggung jawab dalam mengambil setiap keputusan. Proaktivitas adalah bagian dari sifat manusia, walaupun tidak digunakan namun setiap individu memiliki proaktivitas (Stephen Covey, Saputra (Ed) 2010:86).

Pada kehidupan sehari-hari peserta didik yang mulai masuk dalam fase remaja menghadapi berbagai persoalan. Persoalan meliputi sekolah, keluarga, atau lingkungan. Menurut Josephson dan Dowd (2003:184)

Setiap hari remaja menjatuhkan banyak sekali pilihan yang memengaruhi kehidupannya serta kehidupan orang di sekitarnya. Ada pilihan yang menyangkut tugas sekolah, teman-teman, obat-obatan dan seks. Ada juga pilihan dalam hal seperti cara remaja mengemudi, mengendalikan emosi atau tidak, atau akankah ia berdusta. Orang tua dan orang dewasa lain mampu membimbing remaja membuat pilihan yang lebih baik.

Guru Bimbingan dan Konseling sebagai orang tua peserta didik di sekolah dapat membantu peserta didik dalam membuat pilihan yang tepat. Pilihan keputusan yang tepat adalah pemilihan keputusan yang berdasarkan proaktivitas.

Bimbingan yang dapat diberikan untuk meningkatkan proaktivitas peserta didik adalah dengan bimbingan pribadi, karena bimbingan pribadi merupakan bimbingan yang dapat mengarahkan peserta didik dalam menghadapi dan memecahkan permasalahan pribadi seperti memutuskan pilihan secara sehat, atau pengambilan keputusan secara mandiri sesuai dengan nilai-nilai agama, sistem etika atau nilai-nilai budaya.

Berdasarkan identifikasi masalah penelitian difokuskan untuk mengetahui seperti apa proaktivitas peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Jaran 2015-1016.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu menghasilkan profil proaktivitas peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-1016.


(34)

9

1.4 Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif untuk mengukur proaktivitas peserta didik. Pengukuran dilakukan untuk menggambarkan profil proaktivitas peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif untuk menggambarkan proaktivitas peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016.

Populasi penelitian adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik non-tes berupa angket yang mengungkap proaktivitas peserta didik.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1.5.1 Bagi guru bimbingan dan konseling

Profil mengenai proaktivitas peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-1016 serta implikasinya dapat dijadikan bahan rujukan Guru Bimbingan dan Konseling untuk membuat layanan bimbingan dan konseling pada peserta didik untuk meningkatkan proaktivitas.

1.5.2 Bagi peneliti selanjutnya

Menjadi dasar uji coba program bimbingan dan konseling untuk meningkatkan proaktivitas peserta didik.


(35)

Sebagai salah satu contoh dalam mendeskripsikan layanan proaktivitas peserta didik di SMP.

1.6 Struktur Penulisan

Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat atau signifikasi penelitian.

Bab II Kajian pustaka, kerangka pemikiran dan penelitian terdahulu yang berisi teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian. Kerangka penelitian merupakan tahapan yang harus ditempuh dalam merumuskan hipotesis

Bab III Metode penelitian yang berisi penjabaran rinci mengenai metode penelitian termasuk lokasi, subjek, desain, metode penelitian, definisi operasional, instrument penelitian, proses pengembangan instrument, teknik pengumpulan data, dan analisis data.

Bab IV Pembahasan berisi pengolahan atau analisis data dan pembahasan atau analisis temuan


(36)

29

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Bina Dharma 2 Bandung beralamat di Jl. Babakan Sari I No. 131 Bandung. Populasi dalam penelitian yaitu seluruh peserta didik kelas VIII yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam pembelajaran di SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016 sebanyak 157 peserta didik. Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik sampling jenuh yaitu “teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel” (Sugiyono, 2008:68). Peneliti memilih responden kelas VIII didasarkan pada asumsi peserta didik kelas VIII berada pada tahapan perkembangan masa remaja awal yang membutuhkan bantuan agar mampu meningkatkan proaktivitas dalam mengambil keputusan.

Jumlah seluruh anggota populasi dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut :

Tabel 3.1

Jumlah Anggota Populasi

Siswa Kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung

No. Kelas Anggota Populasi

1. VIII A 33

2. VIII B 30

3. VIII C 33

4. VIII D 31

5. VIII E 30

Total 157

3.2Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan yang bersifat kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan


(37)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan menggunakan pengumpulan data (teknik kuesioner atau angket dan observasi), menganalisis data dengan menggunakan perhitungan statistik (Setyosari, 2010:32). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai proaktivitas peserta didik dengan menggunakan perhitungan statistik melalui penyebaran instrumen (angket) tentang proaktivitas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan suatu keadaan, peristiwa, objek dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan baik dengan angka-angka maupun kata-kata (Setyosari, 2010:32) alasan peneliti menggunakan metode deskriptif adalah karena peneliti bermaksud mendeskripsikan atau menggambarkan kondisi proaktivitas peserta didik kelas VIII di Sekolah Menengah Pertama Bina Dharma 2 Bandung tahun ajaran 2015-2016.

Berdasarkan pendekatan dan metode penelitian, maka dibuat desain penelitian sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian sebagaimana digambarkan pada bagan 3.1 berikut :

Bagan 3.1

Alur penelitian untuk mengetahui proaktivitas peserta didik

Tahap IV :

Profil dan implikasi Layanan Bimbingan dan Konseling terhadap proaktivitas peserta didik SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016

Tahap III :

Menyusun instrumen penelitian, judgemen, pengambilan data, uji

validitas, pengolahan data Tahap II :Studi pustaka Tahap I : Identifiasi Masalah


(38)

31

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.3 Definisi Operasiol Variabel

3.3.1 Proaktivitas

Menurut Steven Covey, (Saputra (Ed) 2010:81) proaktivitas adalah kemampuan untuk memiliki kebebasan dalam memilih respon, kemampuan mengambil inisiatif, dan kemampuan untuk bertanggung jawab. Proaktivitas adalah sumber penggerak individu untuk bertingkah laku yang berasal dari dalam diri sendiri. Individu bebas memilih respon tanpa mempedulikan pendapat dari lingkungan karena setiap individu memiliki kemampuan bertindak dan tidak menjadi sasaran tindakan. Individu bebas mengambil inisiatif untuk melakukan sesuatu namun keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan oleh diri sendiri. Proaktif adalah bertanggung jawab terhadap setiap keputusan yang diambil.

Proaktivitas pada penelitian yaitu kemampuan peserta didik SMP Bina Dharma 2 Bandung kelas VIII dalam memilih respon, mengambil inisiatif dan sikap bertanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari. Secara rinci dituangkan kedalam sub aspek dan indikator sebagai berikut :

3.3.1.1 Memilih respon yaitu kebebasan yang dimiliki oleh peserta didik dalam menentukan pilihan respon dalam sebuah situasi. Aspek memilih respon memiliki sub aspek yaitu:

3.3.1.1.1 Kesadaran diri (kemampuan melihat , memikirkan, merenungkan dan menilai diri sendiri) sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian adalah peserta didik mampu mengevaluasi perilaku diri sendiri.

3.3.1.1.2 Imajinasi (kemampuan membayangkan kemungkinan-kemungkinan baru) sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian adalah peserta didik mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dalam merespon sesuatu.


(39)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.3.1.1.3 Kata Hati (kesadaran batin tentang baik-buruk, benar-salah agar dapat menyelaraskan pikiran, perasaan dan tindakannya) sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian adalah peserta didik mampu merespon sesuatu atas kesadaran batin tentang benar-salah, baik-buruk. 3.3.1.1.4 Kehendak Bebas (bertindak berdasarkan kesadaran diri

tanpa pengaruh orang lain) sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian adalah peserta didik mampu merespon melalui proses berpikir dan tanpa pengaruh lingkungan.

3.3.1.2 Mengambil inisiatif yaitu kemampuan untuk memilih jawaban terhadap suatu keadaan bahkan member kekuatan untuk menciptakan keadaan tertentu. Aspek mengambil inisiatif memiliki dua indikator yaitu:

3.3.1.2.1 Rasa ingin tahu (peserta didik memiliki perasaan tidak puas yang memacu keinginan untuk menambah pengetahuan)

3.3.1.2.2 Antisipasi (peserta didik memiliki kemampuan mengantisipasi keadaan agar terhindar dari situasi buruk yang mungkin terjadi)

3.3.1.3 Sikap bertanggung jawab yaitu kemampuan untuk menerima akibat dari suatu perbuatan dan bersedia menanggung resiko atas perbuatan tersebut tanpa menyalahkan pihak lain. Aspek mengambil inisiatif memiliki dua indikator yaitu:

3.3.1.3.1 Pengendalian situasi (Peserta didik memiliki kemampuan menguasai diri sendiri agar tidak bergantung pada lingkungan)


(40)

33

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.3.1.3.2 Kesediaan mengambil resiko (Peserta didik memiliki kemampuan berani menanggung konsekuensi dari setiap perbuatan yang dilakukan.)

3.4 Pengembangan Instrumen Penelitian

Data yang dibutuhkan dalam penelitian adalah profil proaktivitas peserta didik yaitu gambaran kemampuan peserta didik dalam kebebasan merespon, berinisiatif dan bertanggung jawab. Gambaran proaktivitas didapatkan dengan menggunakan instrumen kemampuan proaktivitas peserta didik.

3.4.1 Jenis Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian berupa angket tertutup. Sugiyono (2012:199) menjelaskan angket atau kueisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Jenis angket yang dipergunakan adalah angket tertutup. Riduwan (2002:27) menjelaskan angket tertutup adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa (angket berstruktur) dan responden memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya.

3.4.2 Pedoman Skoring

Instrumen penelitian proaktivitas menggunakan skala Sesuai (S), Sangat Sesuai (SS), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS) . Instrumen menggunakan pernyataan positif dan negatif. Alternatif jawaban pada pernyataan positif dan negatif adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2

Pola Penyekoran Setiap Alternatif Respon Pernyataan Skor Empat Alternatif Respon

SS S TS STS

Positif (+) 4 3 2 1


(41)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.4.3 Pengembangan Kisi-kisi Instrumen

Instrument yang disusun diajukan untuk mengungkap kemampuan proaktivitas peserta didik. Kisi-kisi instrument dibuat berdasarkan definisi operasional yang kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan..

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrument Proaktivitas Peserta Didik

No Aspek Sub Aspek Indikator

Pernyataan

Ʃ

(+) (-)

1. Memilih respon Kesadaran diri Peserta didik mampu

mengevaluasi perilaku diri sendiri

1,2,5 3,4 5

Imajinasi Peserta didik

mampu

membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dalam merespon sesuatu

7,8,10 6,9 5

Kata Hati Peserta didik

mampu merespon sesuatu atas kesadaran batin tentang benar-salah, baik-buruk

13, 16 11,12, 14,15 6

Kehendak Bebas Peserta didik mampu merespon melalui proses berpikir dan tanpa pengaruh

lingkungan.

17,18,

21 19,20 5

2. Mengambil inisiatif

Rasa ingin tahu (peserta didik memiliki perasaan tidak puas yang memacu keinginan untuk menambah pengetahuan)

22,23, 26,28 29,30

24,25


(42)

35

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Antisipasi (peserta didik memiliki kemampuan

mengantisipasi keadaan agar terhindar dari situasi buruk yang mungkin terjadi)

32,33 34

35,36

37 6

3. Sikap bertanggung jawab

Pengendalian situasi (Peserta didik memiliki kemampuan

menguasai diri sendiri agar tidak bergantung pada lingkungan) 38,42, 44,45 46 39,40, 41,43 47 10 Kesediaan

mengambil resiko (Peserta didik memiliki

kemampuan berani menanggung

konsekuensi dari setiap perbuatan yang dilakukan.)

48,49 52

50,51,53,54,

55 5

Jumlah 55

3.4.4 Uji Kelayakan Instrumen Penelitian

Uji kelayakan instrument dilakukan oleh para pakar dan praktisi Bimbingan dan Konseling. Tujuan menguji kelayakan instrument adalah untuk mengetahui kesesuaian pernyataan dari sisi operasional dan redaksional.

3.4.5 Uji Keterbacaan Instrumen Penelitian

Uji keterbacaan penelitian dilakukan kepada beberapa peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung dengan tujuan mengukur sejauh mana peserta didik memahami isi instrument.


(43)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3.4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas 3.4.6.1 Uji Validitas

Uji validitas melibatkan sampel sebanyak 157 orang peserta didik.Jenis data yang diperoleh melalui penyebaran instrumen ialah data ordinal. Pengolahan dilakukan uji korelasi menggunakan teknik korelasi Rank Spearman atau Rank Order yaitu setiap item dikorelasikan dengan skor total pada setiap aspek. Contoh, nomor item 1–21 dikorelasikan dengan skor total ke-21 item pada probability value (p)<0,05.

Pengolahan data menggunakan aplikasi SPSS versi 22.00. Hasil pengolahan menunjukan dari ke-55 pernyataan yang diuji validitas terdapat satu pernyataan yaitu nomor 38 menunjukkan angka validitas sebesar -0,191 pada p=0,008. Angka validitas yang ditunjukan negatif, maka nomor pernyataan tersebut dibuang atau tidak digunakan dalam penelitian ini. Hasil keseluruhan pengujian menunjukkan angka validitas pernyataan yang bergerak di antara 0,149–0,653, dengan p<0,05 sehingga ke-54 pernyataan dapat digunakan dalam penelitian dan dapat dihitung pula reliabilitasnya.

3.4.6.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas melibatkan sampel sebanyak 157 orang peserta didik. Pengujian ke-54 item dinyatakan memenuhi kriteria validitas tertentu dengan p<0,05. Pengolahan reliabilitas menggunakan pengujian skala dengan teknik Alfa Cronbach ().

Pengolahan data menggunakan aplikasi SPSS versi 22.00. Menu analisis reliabilitas skala yang digunakan diperoleh informasi instrumen proaktivitas mempunyai angka validitas  sebesar 0,880 atau =0,880 pada p=0,05. Merujuk pada kategorisasi Arikunto (2010, hlm. 276), =0,880 termasuk dalam kategori derajat reliabilitas atau keterandalan yang sangat tinggi. Artinya tingkat atau derajat keterandalan atau reliabilitas instrumen proaktivitas sangat tinggi sehingga dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.


(44)

37

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Secara detail, hasil pengujian validitas dan reliabilitas ini dapat dilihat pada lampiran.

3.5 Analisis Data

Data diolah dan dianalisis berdasarkan langkah-langkah berikut.

3.5.1 Verifikasi Data

Verifikasi data dilakukan dengan memeriksa kelengkapan jumlah angket yang akan disebar sebelum dan setelah pelaksanaan. Selain itu, dilakukan pemeriksaan identitas peserta didik yang dijadikan subjek penelitian yaitu nama lengkap, kelas, jenis kelamin, dan kelengkapan jawaban.

3.5.2 Skoring

Pengolahan data secara statistika diperlukan pola skor tiap penilaian sebagaimana tabel berikut ini.

Tabel 3.7

Pola Pemberian Skor Instrumen Proaktivitas

Pernyataan Skor Pilihan Alternatif Jawaban

SS S TS STS

Positif (+) 4 3 2 1

Negatif (-) 1 2 3 4

Sumber : (Reksoatmodjo, T.N., 2009: 198)

Penentuan konversi skor sebagai standarisasi dalam menafsirkan skor ditunjukkan untuk mengetahui makna skor yang dicapai peserta didik dalam pendistribusian responnya terhadap instrumen. Konversi skor disusun berdasarkan skor yang diperoleh jumah responden pada setiap aspek maupun skor total instrumen.

3.5.3 Konversi Skala Ordinal ke Skala Interval melalui Method of Successive Interval Konversi skala bertujuan agar dapat melakukan perhitungan kecenderungan memusat berupa „rerata, simpangan baku‟, dan kepentingan yang lainnya dengan pengujian statistik yang sesuai berupa paramaterik, sesuai


(45)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendapat Siegel (dalam Suyuti dan Simatupang, 1996, hlm. 37). Hasil konversi ini secara detail dapat dilihat pada lampiran.

3.6 Prosedur dan Tahap Penelitian

Beberapa tahapan dalam pelaksanaan penelitian dirinci sebagai berikut.

1. Penyusunan proposal penelitian

2. Pengajuan permohonan pengangkatan dosen pembimbing

3. Pemohonan perizinan penelitian dari jurusan PPB yang merekomendasikan ke tingkat fakultas dan BAAK dan diserahkan kepada kepala sekolah yang dijadikan tempat penelitian.

4. Menyusun alat pengumpul data yang terdiri dari instrumen proaktivitas diperoleh melalui penyebaran angket kepada seluruh peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung.

5. Melakukan uji validitas dan reabilitas. 6. Pengolahan data

7. Analisis profil proaktivitas

8. Menyusun implikasi data kemampuan proaktivitas bagi layanan bimbingan dan konseling di SMP, kesimpulan dan membuat rekomendasi.


(46)

39

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum ProaktivitasPeserta Didik Kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Ajaran 2015-2016

Gambaran umum proaktivitas peserta didik memperlihatkan rerata indeks skala sebesar 3,1382, dengan simpangan baku sebesar 0,33306. Dilihat dari kategori, rerata indeks skalatermasuk kategori tinggi. Artinya, proaktivitas peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung pada tahun pelajaran 2015/2016, baik pada aspek: (1) memilih respons, mencakup sub-aspek kesadaran diri, imajinasi, kata hati, dan kehendak bebas; (2) mengambil inisiatif, mencakup sub-aspek rasa ingin tahu dan antisipasi; (3) sikap bertanggung jawab, mencakup sub-aspek pengendalian situasi dan kesediaan mengambil risiko termasuk kategori tinggi.

Sebagai sebuah dinamika, perilaku proaktivitas peserta didik mempunyai rentang kategori rendah sampai dengan sangat tinggi. Secara detail rerata indeks skala minimal menunjukkan angka sebesar 2,43 (rendah) dan maksimal menunjukkan angka sebesar 4,08 (sangat tinggi).

4.1.2 Gambaran Umum Proaktivitas Peserta didik Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambaran umum proaktivitas peserta didik laki-laki memperlihatkan rerata indeks skala sebesar 3,040 dengan simpangan baku sebesar 0,304 sedangkan peserta didik perempuan rerata skalanya sebesar 3,243 dengan simpangan baku 0,333. Dilihat dari kategori rerata indeks skala dua kelompok peserta didik termasuk kategori tinggi. Artinya, proaktivitas peserta didik kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung pada tahun pelajaran 2015/2016, baik peserta didik laki-laki maupun perempuan pada aspek: (1) memilih respons, mencakup sub-aspek kesadaran diri, imajinasi, kata hati, dan kehendak bebas; (2) mengambil inisiatif, mencakup sub-aspek rasa ingin tahu dan antisipasi; (3) sikap bertanggung jawab, mencakup sub-aspek pengendalian situasi dan kesediaan mengambil risiko, termasuk kategori tinggi. Dari data tampak peserta didik perempuan memiliki rerata lebih besar daripada peserta didik laki-laki.


(1)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. LAPELPROG dan Tindak Lanjut

Setelah penyelenggarakan layanan selesai disusun Laporan Pelaksanaan Program Layana yang memuat data penilaian hasil dan proses dengan disertai tindak lanjut.

Guru Bimbingan dan Konseling

Annisa Nur Pratiwi

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING KLASIKAL


(2)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. IDENTITAS

a. Satuan Pendidikan SMP Bina Dharma 2 Bandung

b. Tahun Ajaran 2015-2016, Semester 1

c. Sasaran Layanan Seluruh Kelas VIII

d. Pelaksana Annisa Nur Pratiwi

e. Pihak Terkait Peserta Didik

2. WAKTU DAN TEMPAT

a. Tanggal 17-22 November 2015

b. Jam Layanan Sesuai Jadwal

c. Volume Waktu 40 menit (1 jam pelajaran)

d. Tempat Ruang Kelas

3. MATERI LAYANAN

a. Tema Bertanggung Jawab

b. Sub Tema Tanggung jawabku

c. Sumber Materi -

4. TUJUAN/ARAH PENGEMBANGAN

a. Pengembangan

KES

1. Agar peserta didik memahami bahwa setiap manusia memiliki tanggung jawab yang harus dilakukan

2. Peserta didik dapat mengemukakan tanggung jawabnya sebagai peserta didik

3. Peserta didik mampu mengembangkan sikap bertanggung jawab

4. Peserta didik mengevaluasi kekurangan diri tentang sikap bertanggung jawab

5. Peserta didik dapat mengevaluasi diri sehingga dapat merespon segala situasi secara bertanggung jawab.

b. Penanganan KEST Untuk mencegah atau menghilangkan sikap tidak bertanggung


(3)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. METODE DAN TEKNIK

Jenis Layanan Bimbingan Klasikal

6. SARANA

Media Teman sekelas

7. SASARAN PENILAIAN HASIL LAYANAN

a. KES 1. SASARAN PENILAIAN HASIL LAYANAN

1. Acuan (A) : Hal-hal yang perlu dipahami peserta didik bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab.

2. Kompetensi (K) : Kemampuan yang perlu dikuasai peserta didik agar memiliki sikap bertanggung jawab.

3. Usaha (U) : Bagaimana peserta didik dapat mengembangkan sikap bertanggungjawab

4. Rasa (R) : Rasa ingin merubah kekurangan yang dimiliki agar menjadi pribadi yang lebih baik.

5. Sungguh-sungguh (S): Kesungguhan peserta didik dalam mengembangkan diri melalui kelebihan dan kekurangannya.

b. KEST Menghindari sikap tidak bertanggung jawab pada peserta didik

yang semuanya itu dapat menghambat pengembangan dirinya

c. Ridho Tuhan,

Bersyukur, Ikhlas dan Tabah

Memohon ridho Tuhan Yang Maha Esa untuk suksesnya peserta didik dalam mengembangkan sikap bertanggung jawab

8. LANGKAH KEGIATAN

a. Langkah

Pengantaran

1. Mengucapkan salam dan mengajak peserta didik berdoa, kemudian mengecek kehadiran peserta didik sebelum memulai kegiatan selanjutnya.

2. Mengajak dan membimbing peserta didik untuk memulai pembelajaran dengan penuh perhatian, semangat dan penampilan mereka dengan melakukan kegiatan berpikir,


(4)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

merasa, bersikap, bertindak dan bertanggung jawab berkenaan dengan materi yang dibahas yaitu tentangsikap bertanggung jawab

3. Menyampaikan arah materi pembelajaran, yaitu dengan judul “tanggungjawabku”

4. Menyampaikan tujuan pembahasan, yaitu:

a) Disampaikannya kepada peserta didik tentang perlunya sikap bertanggung jawab

b) Peserta didik memahami pentingnya sikap bertanggung jawab

b. Langkah

Penjajakan

1. Guru BK menjelaskan tentang pentingnya sikap bertanggung jawab

2. Setelah selesai menjelaskan, peserta didik diminta untuk membuat kelompok 3-4 orang

3. Setiap kelompok ditugaskan untuk membuat naskah dengan tema aku anak bertanggung jawab dan aku anak tidak

bertanggung jawab

4. Peserta didik diberikan waktu selama 15 menit untuk berdiskusi

5. Setelah 15 menit peserta didik telah menuliskan naskah mereka kemudian Guru BK memimpin kembali kelas untuk menjelaskan apa yang selanjutnya harus dilakukan.

6. Peserta didik diminta untuk memerankan naskah yang telah meraka buat

7. Kelompok yang tidak ditugaskan memerankan naskah, bertugas untuk mendiskusikan naskah yang ditampilkan

c. Langkah

Penafsiran

Guru BK merespon peserta terkait dengan topik yang telah dikemukakan dan mengulasnya secara umum serta


(5)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menegaskan hal-hal penting yang perlu dibahas, yaitu tentang : a) Apa saja tanggung jawab peserta didik

b) Sikap peserta didik terhadap teman yang menampilkan naskah sikap bertanggung jawab

c) Peran peserta didik dalam kelompok

d) Masalah yang dialami terkait dengan naskah yang ditampilkan

d. Langkah

Pembinaan

1. Semua peserta diminta mendiskusikan naskah yang telah ditampilkan

2. Setiap peserta diminta merespon naskah yang telah ditampilkan

3. Membahas lebih mendalam tentang perlunya memiliki sikap bertanggung jawab

e. Langkah Penilaian

dan Tindak Lanjut

1. Penilaian Hasil

a. Hal-hal baru yang perlu diperbaiki oleh peserta didik mengenai naskah sikap bertanggung jawab

b. Perasaan positif peserta didik dalam menaggapi sebuah contoh cerita

c. Sikap seperti apa yang akan dilakukan peserta didik untuk menanggapi naskah yang ditampilkan

d. Apa hal yang pertama kali akan dilakukan oleh peserta didik untuk menjalankan sikap bertanggung jawab e. Bagaimana kesungguhan peserta didik dalam melakukan

perubahan kearah yang lebih baik. 2. Penilaian Proses

Melalui pengamatan dilakukan proses pelayanan untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas peserta didik dan efektivitasn pelayanan yang telah diselenggarakan.


(6)

Annisa Nur Pratiwi, 2015

Profil Proaktivitas Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama: Studi deskriptif terhadap siswa kelas VIII SMP Bina Dharma 2 Bandung Tahun Akademik 2015/2016

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3. LAPELPROG dan Tindak Lanjut

Setelah penyelenggarakan layanan selesai disusun Laporan Pelaksanaan Program Layana yang memuat data penilaian hasil dan proses dengan disertai tindak lanjut.

Guru Bimbingan dan Konseling