Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Pangarsa dan Peran Pangarsa Terhadap Radio Komunitas di Kota Salatiga T1 362009018 BAB V

(1)

40

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Klasifikasi Kelompok di Pangarsa

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.

Pangarsa termasuk dalam kelompok primer. Didalam pangarsa sendiri, hubungan antara ketua, pengurus dan anggota berjalan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerjasama. Dapat dikatakan akrab dan personal, karena seluruh pihak yang ada dalam pangarsa saling mendukung dan menghargai satu dengan yang lain. Menurut Hardi selaku ketua pangarsa (wa wanca ra pada Senin, 13 Mei 2013) menyebutkan:

“...Jika pangarsa mengadakan kegiatan halal bi halal, semua anggota dari berbagai lapisan bisa membantu agar acara bisa lancar dan kerukunan tetap terjaga”

Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa sikap toleransi sangat dijunjung tinggi oleh setiap anggota pangarsa, karena mereka memiliki ragam di segi suku, ras dan agama.

Kerjasama tinggi juga ditunjukkan oleh mereka yang terlibat di pangarsa. Merupakan kelompok yang mandiri dan tidak terikat dengan pihak luar, tetapi mereka juga tidak menjadi eksklusif dalam berkarya. Dumeri, sebagai penasehat pangarsa (wa wanca ra pada Kamis, 16 Mei 2013) juga mengatakan bahwa:

“...Saya menginginkan pangarsa menjadi organisasi yang mandiri. Tidak merepotkan pihak luar...”

Karya mereka terwujudkan dari kerjasama dengan radio-radio di Salatiga, dan juga kerjasama antar anggota pangarsa. Kerjasama dengan radio diwujudkan dengan partsipasi pangarsa, menjadi panitia pelaksana bahkan pencari dana. Kerjasama internal diwujudkan dari sikap saling bahu membahu atau tolong menolong. Jika ada salah satu anggota pangarsa yang tidak bisa melakukan tugasnya, perannya akan digantikan oleh anggota lain.

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok


(2)

41

yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

Pangarsa lebih kepada kelompok keanggotaan. Walaupun merupakan paguyuban dan lebih ke sistem kekeluargaan, mereka memiliki keanggotaan yang jelas. Semua sudah diatur oleh pengurus, agar memiliki data anggota yang jelas dan valid. Aturan dan syarat sangat jelas diatur oleh pangarsa, jika ada anggota yang ingin bergabung.

5.2 Jaringan Komunikasi Pangarsa

Pola komunikasi merupakan suatu sistem penyampaian pesan melalui lambang tertentu, mengandung arti, dan pengoperan perangsang untuk mengubah tingkah laku individu yang lain, serta untuk mengubah tingkah laku individu yang lain. Didalam pola komunikasi, terdapat juga jaringan komunikasi. Pangarsa juga memiliki jaringan komunikasi yang dapat dilihat dari struktur organisasi, dan dari cara antar anggota berkomunikasi.

Alur struktur organisasi pangarsa adalah ketua  Penasehat  Sekretaris  Bendahara Anggota. Ketua merupakan jabatan teratas dan yang lain merupakan bawahan dari ketua. Walaupun ketua berada di jabatan teratas, tetapi ketua juga memiliki toleransi atau menghargai pendapat-pendapat dari para bawahannya. Jika dilihat dari struktur jaringan komunikasinya, pangarsa menggunakan struktur semua saluran atau pola bintang.

Sumber: Analisis Data Primer, 2013

Struktur semua saluran atau pola bintang hampir sama dengan struktur lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur semua saluran (pola bintang),


(3)

42

setiap anggota bisa berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya. Pola ini memungkinkan adanya partisipasi anggota secara optimum (Devitto: 344: 2004).

Struktur jaringan komunikasi sangat bermanfaat bagi kelompok maupun organisasi. Manfaatnya adalah untuk meneruskan dan juga melancarkan komunikasi antar anggota kelompok. Karena pangarsa bukanlah organisasi yang bertujuan untuk meraup keuntungan, tetapi lebih kepada sistem kekeluargaan. Maka dari itu, struktur semua saluran sangat tepat untuk menggambarkan jaringan komunikasi pangarsa. Semua anggota dan pengurus bebas berpendapat, untuk membangun kelompok. Endang sebagai anggota dari pangarsa juga mengakui kebebasan menyalurkan ide di pangarsa (wa wancara pada Selasa, 14 Mei 2013).

“...Peran anggota sangat diandalkan dan dipercaya. Jika ada event, pasti membentuk panitia. Mencari dana dengan sukarela dari sesama anggota. Semua dilakukan dari, oleh dan untuk pangarsa..”

Ide-ide mereka juga beragam, dari memberikan ide untuk kegiatan, mencari dana untuk kegiatan tersebut, atau memecahkan masalah dalam kelompok. Untuk mencegah konflik dan keputusan akhir yang anti klimaks, maka ketua sangat berperan disini. Ketua akan memberikan keputusan akhir yang bijak dan menguntungkan semua anggota dan kelompok. Peran ketua ini juga diakui oleh Tinda selaku sekretaris pangarsa (wa wancara pada Selasa, 14 Mei 2013). Beliau mengatakan:

“...Ketua itu berperan untuk menampung ide serta keputusan akhir. Tetapi peran ketua juga didukung oleh penasehat yang suka memberi masukan dan ide kreatif...”

Pangarsa juga memiliki arus komunikasi didalam kelompok. Arus komunikasi pangarsa dapat dilihat dari anggota ke ketua (komunikasi ke atas), ketua ke anggota (komunikasi ke bawah) dan ketua ke pengurus, anggota ke anggota (komunikasi lateral).

5.2.1 Komunikasi ke Atas (anggota ke ketua)

Komunikasi ke atas merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi (De vitto: 346: 2004). Untuk penyampaian pesan dari anggota ke ketua pangarsa berjalan baik. Karena mengadopsi struktur semua saluran, seluruh anggota dapat berbicara dan mengutarakan ide-ide mereka ke ketua. Hambatan yang ditemui dari komunikasi ke atas adalah anggota memiliki rasa sungkan, untuk berdebat dengan para sesepuh pangarsa (ketua dan penasehat). Hal ini tersirat dari pernyataan Endang selaku anggota pangarsa (wa wanca ra pada Selasa, 14 Mei 2013). Beliau mengatakan bahwa:


(4)

43

“...Kekuatan ketua tidak bersifat mutlak. Tapi semua hal ketua yang memutuskan. Jika penasehat sudah berbicara, kami para anggota manut karena ide penasehat itu menarik...”

Ketua dan penasehat merupakan sosok yang dihormati pangarsa. Jadi, jika dua sosok ini sudah angkat bicara, susah bagi para anggota untuk meyakinkan ide mereka ke para sesepuh.

5.2.2 Komunikasi ke Bawah (ketua ke anggota)

Komunikasi ke bawah merupakan pesan yang dikirim, dari tingkat hirarki yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah (De Vitto: 347: 2004). Dalam pangarsa, komunikasi dari ketua ke anggota juga berjalan baik. Selalu ada pertemuan di setiap minggu, dan ini sangat bermanfaat untuk menyalurkan ide antara ketua ke anggota atau sebaliknya. Hardi selaku ketua juga mengakui bahwa (wawancara pada Senin, 13 Mei 2013):

“...Selalu melakukan pertemuan setiap bulan dengan para anggota. Agenda kami biasanya adalah membicarakan kegiatan, dan memberikan iuran wajib..”

Penggunaan teknologi juga mempermudah ketua untuk berkomunikasi dengan para anggotanya. Teknologi berupa SMS, telepon, atau surat menyurat. Semua digunakan ketua untuk menyampaikan informasi dan ide ke para anggota.

Hambatan yang ditemui dalam komunikasi ke bawah di pangarsa, adalah ketua yang suka membawa kepentingan politiknya. Ketua pangarsa yang tergabung dalam salah satu parpol, suka membawa kepentingannya untuk mempengaruhi anggota lain. Pernyataan ini didapatkan dari hasil wawancara bersama penasehat pangarsa, Yoso Dumeri.

“...Ketua juga saya berikan nasehat dan diluruskan, agar pikiran atau idenya baik untuk kebutuhan pangarsa. Karena ia (ketua) terkadang suka membawa kepentingan politik yang dapat mengkontaminasi ideologi pangarsa yang mandiri.

Hal ini tentu sangat bertentangan dengan ideologi pangarsa. Ideologi pangarsa sangat menjunjung tinggi kemandirian, sehingga tidak mau kelompok ini terlibat dalam aktivitas partai politik. Kepentingan yang dibawa oleh ketua, sangat ditentang oleh anggota. Terkadang anggota memberikan nasehat dan teguran jika ketua mereka mulai berbicara tentang menggandeng parpol untuk pangarsa.


(5)

44

5.2.3 Komunikasi Lateral (ketua ke pengurus, anggota ke anggota)

Komunikasi lateral dalam pemahaman organisasi adalah pesan antar sesama manajer ke manajer, karyawan ke karyawan (De Vitto: 348: 2004). Dalam konteks pangarsa, komunikasi lateral dapat dilihat dari komunikasi ketua ke pengurus dan anggota ke anggota. Komunikasi ketua ke pengurus di pangarsa berjalan baik dan lancar. Hal ini dapat dilihat dari inisiatif ketua dan pengurus untuk mengadakan pertemuan singkat, sebelum pertemuan dengan para anggota. Diakui Tinda selaku sekretaris pangarsa yang mengatakan bahwa: (wa wancara pada Selasa, 14 Mei 2013)

“...Kami selalu berkumpul dari ketua, penasehat dan pengurus seperti saya ini. Setelah rapat kecil dengan para pengurus yang biasanya hanya beberapa jam, langsung ke rapat besar dengan para anggota setiap bulannya. Dari rapat ini, terdapat ide-ide untuk mengembangkan pangarsa.

Pertemuan singkat yang diadakan ketua ke pengurus, difokuskan pada konsep awal untuk sebuah kegiatan pangarsa. Konsep awal ini bermanfaat agar mendapat masukan dari para anggota. Sedangkan komunikasi antar anggota juga berjalan dengan baik dan lancar. Biasanya para anggota akan mengadakan pertemuan pribadi. Karena jumlah anggota pangarsa begitu banyak, maka mereka membentuk kelompok-kecil untuk menggali ide-ide yang bermanfaat bagi pangarsa.

Hambatan yang dialami dari komunikasi lateral di pangarsa, adalah keegoisan dari masing-masing individu. Dalam komunikasi ketua dan pengurus, terkadang harus terjadi perdebatan kecil, karena didalam pengurus pangarsa semuanya adalah pencetus berdirinya kelompok ini. Dengan status “pendiri pangarsa”, ketua dan pengurus sering merasa benar dalam mencetuskan ide. Biasanya untuk melerai perdebatan, penasehat sangat berperan disini. Penasehat berperan untuk meluruskan perdebatan diantara pengurus. Peran ini juga diakui oleh sang penasehat pangarsa yaitu Yoso Dumeri.

“...peran saya sebagai penasehat adalah meluruskan adu perdebatan dalam rapat...” Hambatan yang terjadi antar anggota pangarsa juga keegoisan masing-masing individu. Bukan karena merasa “pendiri pangarsa”, tetapi para anggota merasa lebih senior dari anggota lainnya. Senioritas terkadang terjadi didalam anggota pangarsa. Endang sebagai anggota pangarsa juga merasakan bahwa anggota baru atau junior masih terlalu seungkan berpendapat.


(6)

45

“...kadang saya mesakke (kasihan) dengan anggota baru. Mereka masih ragu berpendapat, karena mungkin segan dengan anggota lama dan para sesepuh...”

Walaupun skalanya kecil terjadi, tetapi ini bisa sangat mengganggu masukan ide bagi mereka yang baru saja bergabung di pangarsa. Solusi untuk menghadapi senioritas skala kecil ini, anggota lain memilih mengalah untuk menghindari masalah.

5.3 Teori Kelompok

Dalam sub bab ini akan dipaparkan 3 teori kelompok, yang menggambarkan pangarsa. Teori-teori tersebut adalah teori analisis proses interaksi, teori kelompok kerja antar budaya dan teori analisis interaksi.

5.3.1 Teori Analisis Proses Interaksi

Teori ini dipaparkan oleh Robert Bales. Bales menyusun teori mengenai komunikasi kelompok kecil untuk menjelaskan mengenai jenis-jenis pesan yang saling dipertukarkan dalam kelompok, bagaimana pesan-pesan itu membentuk peran dan kepribadian anggota kelompok serta bagaimana pesan tersebut mempengaruhi karakter atau sifat kelompok secara keseluruhan.

Bales juga mengatakan dalam skema kategori analisis proses interaksi (terdapat di Bab II), jika masing-masing anggota kelompok tidak saling bertanya dan memberikan saran, maka kelompok akan mengalami “masalah pengawasan”. Didalam pangarsa, terjadi masalah pengawasan. Karena para anggota memberikan saran, tetapi saat para sesepuh atau pengurus mulai berbicara, para anggota langsung menurut begitu saja. Padahal belum tentu pendapat dari para pengurus ini baik adanya. Seharusnya, para anggota masih bisa memperjuangkan pendapat atau saran mereka.

Proses dramatisasi juga terjadi di pangarsa. Dramatisasi ini bermanfaat untuk melepaskan ketegangan dengan cara menyampaikan cerita atau pengalaman pribadi yang menyenangkan. Pangarsa merupakan kelompok yang memiliki sistem kekeluargaaan. Jadi segala hal yang dibicarakan atau dirapatkan dalam pertemuan, terdapat cerita, sharing, banyolan atau candaan yang bermanfaat untuk mencairkan suasana. Semua anggota dan pengurus, bisa terlibat dalam proses dramatisasi ini. Didalam pangarsa, yang biasanya melakukan daramatisasi adalah ketua dan penasehat.


(7)

46

Teori analisis proses interkasi, juga menjelaskan macam-macam pemimpin dalam kelompok. Kedua pemimpin itu adalah pemimpin pekerjaan dan pemimpin sosio-emosional. Pemimpin pekerjaan merupakan anggota kelompok yang bertugas untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi kerja kelompok. Adanya pemimpin pekerjaan mempermudah anggota lain untuk menyelesaikan tugas, karena ia bersifat rajin dan bertanggung jawab. Sedangkan pemimpin sosio-emosional lebih cenderung memberikan semangat dan masukan agar anggota lain memiliki inisiatif dalam bekerja. pemimpin semacam ini, biasanya sangat peduli dan pribadi yang suka meredam konflik dalam kelompok.

Pangarsa juga memiliki kedua pemimpin ini. Ketua pangarsa lebih kepada pemimpin pekerjaan. karena tugasnya adalah mengarahkan, dan mengumpulkan para anggota untuk menyelesaikan masalah atau mengerjakan sebuah kegiatan. Walaupun hanya sebagai koordinator, tetapi peran ketua pangarsa adalah mengambil keputusan akhir. Sedangkan pemimpin sosio-emosional disandang oleh penasehat pangarsa. Walaupun tugas awalnya adalah meluruskan mereka yang menyimpang dari tujuan kelompok, ternyata penasehat pangarsa dijadikan motivator kelompok. Penasehat pangarsa merupakan sosok yang sangat dihormati oleh para anggota, karena penasehat pangarsa merupakan pendiri serta berusia paling tua. Ditanya mengenai sosok yang disegani, Yoso Dumeri menjawab:

“...Saya bukan disegani. Tetapi apa yang saya katakan, sesuai dengan apa yang dilaksanakan...”

Pola pikir, tutur kata dan tindakan ke anggota lain memberikan suntikan motivasi kepada para anggota. Para anggota menajdi lebih bersemangat dan terdorong untuk mengerjakan segala tugas dan tanggung jawab mereka.

5.3.2 Teori Kelompok Kerja Antar Budaya

Pangarsa merupakan sebuah kelompok yang memiliki keragaman suku, ras dan agama antar anggotanya. Mereka semua dapat hidup selaras dalam kelompok, dan saling menghargai satu dengan yang lain. Inilah keunikan dari pangarsa, perbedaan yang sangat kompleks tetapi masih bisa bekerja selaras dengan tujuan pangarsa. Didalam teori ini, terdapat 3 unsur untuk membantu menganalisis pola komunikasi pangarsa. Ketiga unsur tersebut adalah individualisme – kolektivisme, pemahaman diri dan masalah wajah.

1) Individualisme – kolektivisme

Pangarsa memang memiliki anggota yang sangat beragam perbedaannya. Tetapi tidak ada anggota yang membawa kepentingan individu. Walaupun terdapat individu yang


(8)

47

membawa kepentingan, tetapi itu dapat diatasi dengan teguran dan saling mengingatkan tentang tujuan pangarsa yang mandiri. Tidak hanya ketua saja yang dapat memberi teguran atau nasihat, tetapi pengurus juga dapat melakukannya. Hal ini diungkapkan oleh Tinda sebagai sekretaris pangarsa (wa wanca ra pada Selasa, 14 Mei 2013).

“...Memberi nasihat, solusi bahkan teguran. Jadi pengurus juga memiliki andil dalam memberi solusi jika ada masalah. Pengurus itu seperti lautan. Semua bisa masuk. Termasuk masalah-masalah anggota juga dapat ditampung untuk diselesaikan. Jika pengurus tidak bisa menyelesaikan masalah, maka akan dibicarakan bersama dengan anggota...”

Para anggota pangarsa akan berjuang keras, untuk mewujudkan visi kelompok. Maka dari itu, mereka bersama-sama saling bahu membahu untuk menyelesaikan masalah, menuntaskan pekerjaan jika menjadi panitia pelaksana sebuah kegiatan, serta membantu anggota lain jika mengalami musibah. Cara pangarsa menghadapi perbedaan antar anggota adalah, dengan saling menghargai dan mengingat komitmen saat mereka bergabung dalam pangarsa.

2) Pemahaman Diri

Anggota pangarsa lebih memandang kepada interdependen. Interdependen adalah bagaimana mereka dapat terkait atau terhubung dengan orang lain. Interdependen pangarsa terlihat dari saling tolong-menolong untuk mengerjakan sesuatu, menghargai perbedaan, dan setiap anggota tetap ikut membantu walau acara itu merupakan acara dari etnis atau agama tertentu. Contohnya, saat pangarsa mengadakan acara Halal bi Halal dan ibadah Natal bersama. Mereka yang beragamat muslim sangat antusias untuk membantu kelancaran ibadah Natal bersama. Sebaliknya mereka yang beragama nasrani, juga sangat antusias dalam membantu kelancaran Halal bi Halal. 3) Masalah Wajah

Masalah wajah erat hubungannya dengan citra diri. Bagaimana individu memandang keunggulan dirinya atau bagaimana si individu lebih membanggakan keunggulan diri orang lain. Ketua pangarsa yaitu Hardi (wa wancara pada Senin, 13 Mei 2013) juga mengakui hal ini.

“...Pangarsa juga unik. Karena setiap anggota yang berasal dari etnis lain, dapat membanggakan etnis anggota lain. Contohnya, saya suka si A yang berasal dari sulawesi itu. Orangnya rajin, ulet dan kritis...”


(9)

48

Etnis A akan merasa bangga dan puas kepada etnis B yang sangat antusias dalam mewujudkan cita-cita pangarsa. Sedangkan agama A juga akan membanggakan agama B, karena mereka bisa saling rukun untuk membantu pangarsa menyelesaikan masalah atau kegiatan.

Jika suatu kelompok yang memiliki keragaman budaya dapat berkomunikasi mempengaruhi efektivitas hubungan danefektivitas tugas, maka kelompok itu berjalan dengan baik. Itulah yang sudah dilakukan oleh pangarsa. Sebuah kelompok yang dapat menjadi panutan kepada kelompok lain, karena dapat mempersatukan dan memperat hubungan para anggota yang berbeda latar belakang budaya.

5.3.3 Teori Analisis Interaksi

Dalam teori ini, akan dianalisis suatu kelompok dalam menghadapi sebuah masalah dan proses pengambilan keputusan. Fisher mengemukakan adanya empat tahap yang harus dilalui suatu kelompok tugas sebelum mereka mengambil keputusan. Keempat tahap yang dimaksud Fisher adalah tahap orientasi, konflik, kemunculan dan penguatan.

1. Tahap Orientasi

Tahap ini mencakup tindakan seperti mengenali masalah, melakukan klarifikasi, dan mengemukakan pendapat awal. Suatu tingkat atau level persetujuan yang besar menjadi ciri dari tahapan ini, dalam hal tidak terdapat persetujuan yang besar maka segala pandangan adalah belum mantap atau belum pasti dan masih bersifat sementara. Di pangarsa tahap orientasi ini dilakukan oleh ketua dan para pengurus. Keduanya akan membahas konsep awal jika ingin mengadakan suatu kegiatan atau menyelesaikan masalah. Ketua dan pengurus akan mengadakan pertemuan khusus, untuk membahas konsep tersebut sebelum dibicarakan kepada para anggota. Skalanya kecil jika terjadi perdebatan di tahap orientasi bagi pangarsa. Karena jumlahnya kecil, dan terdapat penasehat yang dapat meredakan perdebatan. 2. Tahap Konflik

Interaksi yang terjadi pada tahap ini mencakup ketidaksetujuan serta evaluasi negatif yang lebih besar. Para anggota saling berdebat dan mencoba melakukan persuasi dan mereka mungkin membentuk sejumlah koalisi. Bagi pengurus pangarsa, inilah saat mereka akan menerima masukan, kritik bahkan berdebat dengan para anggota. Konsep awal yang mungkin dicetuskan oleh pengurus dapat disanggah, atau ditolak oleh para anggota. Pernyataan ini didukung oleh hasil tanya jawab dengan


(10)

49

Endang sebagai anggota pangarsa (wa wancara pa da Selasa, 14 Mei 2013).

“...saat menghadapi perbedaan pendapat, kami diawal sering berbincang dulu dengan sesama anggota. Setelah berbincang, langsung disampaikan ke pengurus...”

Skala terjadi perdebatan sangat besar, karena jumlah anggota sangat besar dan banyak pikiran dari mereka yang dapat mengubah keputusan awal. Ada kemungkinan terbentuk kelompok anggota kecil, yang pro dan kontra terhadap konsep awal yang dicetuskan oleh pengurus.

3. Tahap Kemunculan

Koalisi yang timbul pada tahap kedua cenderung menghilang. Tahap ini disebut juga dengan nama kemunculan. Tanda-tanda permulaan adanya kerjasama yang mulai terlihat. Anggota tidak lagi terlalu ngotot dalam mempertahankan gagasannya. Ketika mereka mulai melunak dan mengalami perubahan sikap, maka pendapat dan komentar mereka mulai tidak jelas dan ambigu. Bagi pangarsa, tahap ini termasuk dalam pencerahan keputusan. Biasanya peran penasehat akan terlihat disini. Karena merupakan pemimpin sosio-emosional yang memotivasi anggota, peran penasehat membuat anggota dan pengurus menjadi satu pikiran. Tidak ada perdebatan ataupun kelompok-kelompok kecil yang terbentuk.

4. Tahap Penguatan

Tahap terakhir adalah tahap penguatan, keputusan kelompok menguat dan keputusan itu juga menerima penguatan dari anggota kelompok lainnya. Anggota kelompok menyatu dan mendukung solusi atau keputusan yang sudah dibuat. Komentar pada umumnya positif dan menyenangkan. Pada tahap ini, pangarsa sudah memiliki keputusan akhir. Karena diluruskan oleh penasehat, akhirnya pengurus dan anggota sudah satu pikiran. Meraka siap untuk mengadakan sebuah kegiatan dan tidak ada lagi masalah yang dibahas, atau masalah lama yang diungkit-ungkit kembali. 5.4 Peran Pangarsa Terhadap Radio Komunitas di Salatiga

Berbicara tentang peran, tentulah pangarsa sangat berperan dalam mendukung radio komunitas di Salatiga. Pangarsa sudah memiliki pengalaman, terutama kerjasama mereka dengan radio-radio swasta di Salatiga. Membantu radio komunitas bukanlah hal yang sulit jika melihat track record kerjasama pangarsa. Bahkan setiap tahunnya, pangarsa pasti selalu mengadakan kegiatan dengan radio-radio swasta di Salatiga. Memang radio swasta dan radio komunitas itu jauh berbeda. Tetapi dengan hadirnya pangarsa, mereka dapat berperan untuk


(11)

50

mendukung dua radio komunitas di Salatiga. Diakui oleh ketua pangarsa yaitu Hardi (wa wancara pada Senin, 13 Mei 2013) bahwa:

“...Fungsi kami adalah bisa mendekatkan diri dengan mereka, dan bisa bekerjasama.” Melalui pernyataan langsung dari ketua, terlihat bahwa pangarsa adalah paguyuban yang terbuka. Hal ini juga didukung oleh penasehat pangarsa yaitu Dumeri. Beliau mengatakan bahwa:

“Pada dasarnya untuk menyenangkan para anggota dan menjaring para pendengar agar selalu bisa menyapa di udara dan di darat. Jadi pangarsa bisa diajak kerjasama dan dilibatkan sesuai dengan kapasitas kami. Misal, dengan membuat kegiatan atau memberi masukan.”

Pangarsa sangat suka bekerjasama. Menjalin hubungan dengan banyak radio di Salatiga, mempermudah mereka untuk menjaring anggota. Memang dikatakan oleh Hardi, bahwa pangarsa harus didekati dahulu setelah itu dapat terjadi kerjasama antara pangarsa dengan pihak lain (dalam konteks ini adalah radio komunitas). Kedekatan yang diawali dengan penegenalan sekilas, sangatlah penting dalam interaksi individu dan kelompok. Untuk dapat berinteraksi dengan baik, setiap individu atau kelompok mesti mengetahui sedikit rahasia dari lawan asosiasinya. Simmel memaparkan kerahasiaan adalah suatu bagian intergral dari seluruh hubungan sosial, meskipun suatu hubungan dapat hancur jika rahasia diketahui oleh orang yang dihindarkan untuk mengetahuinya (Ritzer:2012:310). Untuk dapat mengetahui rahasia orang lain, diperlukan pengenalan sekilas. Pengenalan sekilas merupakan bentuk asosiasi awal dari kerahasiaan. Pengenalan sekilas dengan kenalan-kenalan atau orang lain, mempermudah mengetahui kerahasiaan bahkan karakter mereka. Inilah yang diharapkan oleh pangarsa. Berharap agar radio komunitas bisa melakukan pendekatan dengan paguyuban ini. Endang sebagai anggota pangarsa juga mengakui pentingnya pendekatan atau pengenalan sekilas ini (wa wanca ra pada Senin, 13 Mei 2013).

“...Harus belajar bergabung dulu. Belajar bergaul, agar bisa bekerjasama dengan baik.”

Inilah maksud dari “menunggu bola” yang dilakukan oleh pangarsa. Radio komunitas yang mesti melakukan pendekatan lebih dulu kepada pangarsa. Hal ini dikarenakan sebagian besar anggota pangarsa adalah pendengar radio. Pendengar radio merupakan jiwa pemberi kehidupan untuk radio. Jadi, sebagai radio komunitas ada baiknya melakukan pendekatan kepada pangarsa. Bagi penulis, tidaklah sulit bagi radio komunitas untuk melakukan


(12)

51

pendekatan kepada pangarsa. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan mengadakan acara off air yang melibatkan pangarsa

Setelah melakukan pendekatan atau pengenalan sekilas, bentuk asosiasi yang berlanjut adalah kepercayaan. Kepercayaan sebagai suatu bentuk interaksi menjadi semakin penting. Bagi Simmel kepercayaan adalah penengah antara pengetahuan dan ketidaktahuan tentang seorang manusia (Ritzer:2012:311). Jika pendekatan sudah berjalan baik, sangatlah mudah mendapat kepercayaan. Pangarsa dan radio komunitas menjadi lebih akrab, dan soal kerahasiaan dari kedua belah pihak semakin terbuka. Pangarsa dapat mengerti permasalahan radio komunitas, dan radio komunitas juga tidak sungkan menjalin kerjasama dengan pangarsa.

Pengalaman pangarsa adalah sebagai panitia pelaksana kegiatan radio-radio. Dengan pengalaman dan jangkauan siar radio komunitas yang sempit, bentuk dukungan pangarsa adalah kegiatan off air radio komunitas. Kegiatan seperti ini diungkapkan langsung oleh Tinda sebagai sekretaris pangarsa (wa wanca ra pada Selasa, 14 Mei 2013).

“...Sesuai kemampuan pangarsa. Tapi biasanya untuk menjadi panitia pelaksana event/acara. Tidak memungkinkan juga pangarsa bisa memberi lebih untuk membantu eksistensi radio. Tetapi hanya sebatas masukan, atau dukungan dari anggota pangarsa...”

Kegiatan off air adalah kegiatan yang diadakan saat siaran radio tidak mengudara. Bentuk kegiatan off air adalah acara ulang tahun radio, ibadah, terjun langsung ke masyarakat dan lain-lain. Radio komunitas memiliki masalah dalam perijinan kegiatan siaran dan kurang eksis karena minim pendengar serta sarana promosi yang kurang meyakinkan masyarakat luas. Dengan kegiatan off air bekerjasama dengan pangarsa, ini dapat menjadi sarana promosi yang baik bagi radio komunitas.

Radio Suara Agape FM dan Bethany FM, merupakan radio rohani Kristiani dan para anggota pangarsa juga memiliki beragam perbedaan. Hal ini bukanlah masalah bagi radio komunitas seperti Suara Agape FM dan Bethany FM, seharusnya kedua radio ini dapat melihat peluang. Peluang untuk mendata anggota pangarsa sebagai pendengar mereka. Tidak hanya beragam ras, suku dan agama, tetapi pangarsa juga memiliki orang-orang yang sangat berpengalaman di dunia radio. Melalui masukan dari anggota-anggota pangarsa, radio komunitas dapat lebih kreatif dalam membuat program siar serta masukan untuk perijinan radio.


(1)

46

Teori analisis proses interkasi, juga menjelaskan macam-macam pemimpin dalam kelompok. Kedua pemimpin itu adalah pemimpin pekerjaan dan pemimpin sosio-emosional. Pemimpin pekerjaan merupakan anggota kelompok yang bertugas untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi kerja kelompok. Adanya pemimpin pekerjaan mempermudah anggota lain untuk menyelesaikan tugas, karena ia bersifat rajin dan bertanggung jawab. Sedangkan pemimpin sosio-emosional lebih cenderung memberikan semangat dan masukan agar anggota lain memiliki inisiatif dalam bekerja. pemimpin semacam ini, biasanya sangat peduli dan pribadi yang suka meredam konflik dalam kelompok.

Pangarsa juga memiliki kedua pemimpin ini. Ketua pangarsa lebih kepada pemimpin pekerjaan. karena tugasnya adalah mengarahkan, dan mengumpulkan para anggota untuk menyelesaikan masalah atau mengerjakan sebuah kegiatan. Walaupun hanya sebagai koordinator, tetapi peran ketua pangarsa adalah mengambil keputusan akhir. Sedangkan pemimpin sosio-emosional disandang oleh penasehat pangarsa. Walaupun tugas awalnya adalah meluruskan mereka yang menyimpang dari tujuan kelompok, ternyata penasehat pangarsa dijadikan motivator kelompok. Penasehat pangarsa merupakan sosok yang sangat dihormati oleh para anggota, karena penasehat pangarsa merupakan pendiri serta berusia paling tua. Ditanya mengenai sosok yang disegani, Yoso Dumeri menjawab:

“...Saya bukan disegani. Tetapi apa yang saya katakan, sesuai dengan apa yang dilaksanakan...”

Pola pikir, tutur kata dan tindakan ke anggota lain memberikan suntikan motivasi kepada para anggota. Para anggota menajdi lebih bersemangat dan terdorong untuk mengerjakan segala tugas dan tanggung jawab mereka.

5.3.2 Teori Kelompok Kerja Antar Budaya

Pangarsa merupakan sebuah kelompok yang memiliki keragaman suku, ras dan agama antar anggotanya. Mereka semua dapat hidup selaras dalam kelompok, dan saling menghargai satu dengan yang lain. Inilah keunikan dari pangarsa, perbedaan yang sangat kompleks tetapi masih bisa bekerja selaras dengan tujuan pangarsa. Didalam teori ini, terdapat 3 unsur untuk membantu menganalisis pola komunikasi pangarsa. Ketiga unsur tersebut adalah individualisme – kolektivisme, pemahaman diri dan masalah wajah.

1) Individualisme – kolektivisme

Pangarsa memang memiliki anggota yang sangat beragam perbedaannya. Tetapi tidak ada anggota yang membawa kepentingan individu. Walaupun terdapat individu yang


(2)

47

membawa kepentingan, tetapi itu dapat diatasi dengan teguran dan saling mengingatkan tentang tujuan pangarsa yang mandiri. Tidak hanya ketua saja yang dapat memberi teguran atau nasihat, tetapi pengurus juga dapat melakukannya. Hal ini diungkapkan oleh Tinda sebagai sekretaris pangarsa (wa wanca ra pada Selasa, 14 Mei 2013).

“...Memberi nasihat, solusi bahkan teguran. Jadi pengurus juga memiliki andil dalam memberi solusi jika ada masalah. Pengurus itu seperti lautan. Semua bisa masuk. Termasuk masalah-masalah anggota juga dapat ditampung untuk diselesaikan. Jika pengurus tidak bisa menyelesaikan masalah, maka akan dibicarakan bersama dengan anggota...”

Para anggota pangarsa akan berjuang keras, untuk mewujudkan visi kelompok. Maka dari itu, mereka bersama-sama saling bahu membahu untuk menyelesaikan masalah, menuntaskan pekerjaan jika menjadi panitia pelaksana sebuah kegiatan, serta membantu anggota lain jika mengalami musibah. Cara pangarsa menghadapi perbedaan antar anggota adalah, dengan saling menghargai dan mengingat komitmen saat mereka bergabung dalam pangarsa.

2) Pemahaman Diri

Anggota pangarsa lebih memandang kepada interdependen. Interdependen adalah bagaimana mereka dapat terkait atau terhubung dengan orang lain. Interdependen pangarsa terlihat dari saling tolong-menolong untuk mengerjakan sesuatu, menghargai perbedaan, dan setiap anggota tetap ikut membantu walau acara itu merupakan acara dari etnis atau agama tertentu. Contohnya, saat pangarsa mengadakan acara Halal bi Halal dan ibadah Natal bersama. Mereka yang beragamat muslim sangat antusias untuk membantu kelancaran ibadah Natal bersama. Sebaliknya mereka yang beragama nasrani, juga sangat antusias dalam membantu kelancaran Halal bi Halal. 3) Masalah Wajah

Masalah wajah erat hubungannya dengan citra diri. Bagaimana individu memandang keunggulan dirinya atau bagaimana si individu lebih membanggakan keunggulan diri orang lain. Ketua pangarsa yaitu Hardi (wa wancara pada Senin, 13 Mei 2013) juga mengakui hal ini.

“...Pangarsa juga unik. Karena setiap anggota yang berasal dari etnis lain, dapat membanggakan etnis anggota lain. Contohnya, saya suka si A yang berasal dari sulawesi itu. Orangnya rajin, ulet dan kritis...”


(3)

48

Etnis A akan merasa bangga dan puas kepada etnis B yang sangat antusias dalam mewujudkan cita-cita pangarsa. Sedangkan agama A juga akan membanggakan agama B, karena mereka bisa saling rukun untuk membantu pangarsa menyelesaikan masalah atau kegiatan.

Jika suatu kelompok yang memiliki keragaman budaya dapat berkomunikasi mempengaruhi efektivitas hubungan danefektivitas tugas, maka kelompok itu berjalan dengan baik. Itulah yang sudah dilakukan oleh pangarsa. Sebuah kelompok yang dapat menjadi panutan kepada kelompok lain, karena dapat mempersatukan dan memperat hubungan para anggota yang berbeda latar belakang budaya.

5.3.3 Teori Analisis Interaksi

Dalam teori ini, akan dianalisis suatu kelompok dalam menghadapi sebuah masalah dan proses pengambilan keputusan. Fisher mengemukakan adanya empat tahap yang harus dilalui suatu kelompok tugas sebelum mereka mengambil keputusan. Keempat tahap yang dimaksud Fisher adalah tahap orientasi, konflik, kemunculan dan penguatan.

1. Tahap Orientasi

Tahap ini mencakup tindakan seperti mengenali masalah, melakukan klarifikasi, dan mengemukakan pendapat awal. Suatu tingkat atau level persetujuan yang besar menjadi ciri dari tahapan ini, dalam hal tidak terdapat persetujuan yang besar maka segala pandangan adalah belum mantap atau belum pasti dan masih bersifat sementara. Di pangarsa tahap orientasi ini dilakukan oleh ketua dan para pengurus. Keduanya akan membahas konsep awal jika ingin mengadakan suatu kegiatan atau menyelesaikan masalah. Ketua dan pengurus akan mengadakan pertemuan khusus, untuk membahas konsep tersebut sebelum dibicarakan kepada para anggota. Skalanya kecil jika terjadi perdebatan di tahap orientasi bagi pangarsa. Karena jumlahnya kecil, dan terdapat penasehat yang dapat meredakan perdebatan. 2. Tahap Konflik

Interaksi yang terjadi pada tahap ini mencakup ketidaksetujuan serta evaluasi negatif yang lebih besar. Para anggota saling berdebat dan mencoba melakukan persuasi dan mereka mungkin membentuk sejumlah koalisi. Bagi pengurus pangarsa, inilah saat mereka akan menerima masukan, kritik bahkan berdebat dengan para anggota. Konsep awal yang mungkin dicetuskan oleh pengurus dapat disanggah, atau ditolak oleh para anggota. Pernyataan ini didukung oleh hasil tanya jawab dengan


(4)

49

Endang sebagai anggota pangarsa (wa wancara pa da Selasa, 14 Mei 2013).

“...saat menghadapi perbedaan pendapat, kami diawal sering berbincang dulu dengan sesama anggota. Setelah berbincang, langsung disampaikan ke pengurus...”

Skala terjadi perdebatan sangat besar, karena jumlah anggota sangat besar dan banyak pikiran dari mereka yang dapat mengubah keputusan awal. Ada kemungkinan terbentuk kelompok anggota kecil, yang pro dan kontra terhadap konsep awal yang dicetuskan oleh pengurus.

3. Tahap Kemunculan

Koalisi yang timbul pada tahap kedua cenderung menghilang. Tahap ini disebut juga dengan nama kemunculan. Tanda-tanda permulaan adanya kerjasama yang mulai terlihat. Anggota tidak lagi terlalu ngotot dalam mempertahankan gagasannya. Ketika mereka mulai melunak dan mengalami perubahan sikap, maka pendapat dan komentar mereka mulai tidak jelas dan ambigu. Bagi pangarsa, tahap ini termasuk dalam pencerahan keputusan. Biasanya peran penasehat akan terlihat disini. Karena merupakan pemimpin sosio-emosional yang memotivasi anggota, peran penasehat membuat anggota dan pengurus menjadi satu pikiran. Tidak ada perdebatan ataupun kelompok-kelompok kecil yang terbentuk.

4. Tahap Penguatan

Tahap terakhir adalah tahap penguatan, keputusan kelompok menguat dan keputusan itu juga menerima penguatan dari anggota kelompok lainnya. Anggota kelompok menyatu dan mendukung solusi atau keputusan yang sudah dibuat. Komentar pada umumnya positif dan menyenangkan. Pada tahap ini, pangarsa sudah memiliki keputusan akhir. Karena diluruskan oleh penasehat, akhirnya pengurus dan anggota sudah satu pikiran. Meraka siap untuk mengadakan sebuah kegiatan dan tidak ada lagi masalah yang dibahas, atau masalah lama yang diungkit-ungkit kembali.

5.4 Peran Pangarsa Terhadap Radio Komunitas di Salatiga

Berbicara tentang peran, tentulah pangarsa sangat berperan dalam mendukung radio komunitas di Salatiga. Pangarsa sudah memiliki pengalaman, terutama kerjasama mereka dengan radio-radio swasta di Salatiga. Membantu radio komunitas bukanlah hal yang sulit jika melihat track record kerjasama pangarsa. Bahkan setiap tahunnya, pangarsa pasti selalu mengadakan kegiatan dengan radio-radio swasta di Salatiga. Memang radio swasta dan radio komunitas itu jauh berbeda. Tetapi dengan hadirnya pangarsa, mereka dapat berperan untuk


(5)

50

mendukung dua radio komunitas di Salatiga. Diakui oleh ketua pangarsa yaitu Hardi (wa wancara pada Senin, 13 Mei 2013) bahwa:

“...Fungsi kami adalah bisa mendekatkan diri dengan mereka, dan bisa bekerjasama.” Melalui pernyataan langsung dari ketua, terlihat bahwa pangarsa adalah paguyuban yang terbuka. Hal ini juga didukung oleh penasehat pangarsa yaitu Dumeri. Beliau mengatakan bahwa:

“Pada dasarnya untuk menyenangkan para anggota dan menjaring para pendengar agar selalu bisa menyapa di udara dan di darat. Jadi pangarsa bisa diajak kerjasama dan dilibatkan sesuai dengan kapasitas kami. Misal, dengan membuat kegiatan atau memberi masukan.”

Pangarsa sangat suka bekerjasama. Menjalin hubungan dengan banyak radio di Salatiga, mempermudah mereka untuk menjaring anggota. Memang dikatakan oleh Hardi, bahwa pangarsa harus didekati dahulu setelah itu dapat terjadi kerjasama antara pangarsa dengan pihak lain (dalam konteks ini adalah radio komunitas). Kedekatan yang diawali dengan penegenalan sekilas, sangatlah penting dalam interaksi individu dan kelompok. Untuk dapat berinteraksi dengan baik, setiap individu atau kelompok mesti mengetahui sedikit rahasia dari lawan asosiasinya. Simmel memaparkan kerahasiaan adalah suatu bagian intergral dari seluruh hubungan sosial, meskipun suatu hubungan dapat hancur jika rahasia diketahui oleh orang yang dihindarkan untuk mengetahuinya (Ritzer:2012:310). Untuk dapat mengetahui rahasia orang lain, diperlukan pengenalan sekilas. Pengenalan sekilas merupakan bentuk asosiasi awal dari kerahasiaan. Pengenalan sekilas dengan kenalan-kenalan atau orang lain, mempermudah mengetahui kerahasiaan bahkan karakter mereka. Inilah yang diharapkan oleh pangarsa. Berharap agar radio komunitas bisa melakukan pendekatan dengan paguyuban ini. Endang sebagai anggota pangarsa juga mengakui pentingnya pendekatan atau pengenalan sekilas ini (wa wanca ra pada Senin, 13 Mei 2013).

“...Harus belajar bergabung dulu. Belajar bergaul, agar bisa bekerjasama dengan baik.”

Inilah maksud dari “menunggu bola” yang dilakukan oleh pangarsa. Radio komunitas yang mesti melakukan pendekatan lebih dulu kepada pangarsa. Hal ini dikarenakan sebagian besar anggota pangarsa adalah pendengar radio. Pendengar radio merupakan jiwa pemberi kehidupan untuk radio. Jadi, sebagai radio komunitas ada baiknya melakukan pendekatan kepada pangarsa. Bagi penulis, tidaklah sulit bagi radio komunitas untuk melakukan


(6)

51

pendekatan kepada pangarsa. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan mengadakan acara off air yang melibatkan pangarsa

Setelah melakukan pendekatan atau pengenalan sekilas, bentuk asosiasi yang berlanjut adalah kepercayaan. Kepercayaan sebagai suatu bentuk interaksi menjadi semakin penting. Bagi Simmel kepercayaan adalah penengah antara pengetahuan dan ketidaktahuan tentang seorang manusia (Ritzer:2012:311). Jika pendekatan sudah berjalan baik, sangatlah mudah mendapat kepercayaan. Pangarsa dan radio komunitas menjadi lebih akrab, dan soal kerahasiaan dari kedua belah pihak semakin terbuka. Pangarsa dapat mengerti permasalahan radio komunitas, dan radio komunitas juga tidak sungkan menjalin kerjasama dengan pangarsa.

Pengalaman pangarsa adalah sebagai panitia pelaksana kegiatan radio-radio. Dengan pengalaman dan jangkauan siar radio komunitas yang sempit, bentuk dukungan pangarsa adalah kegiatan off air radio komunitas. Kegiatan seperti ini diungkapkan langsung oleh Tinda sebagai sekretaris pangarsa (wa wanca ra pada Selasa, 14 Mei 2013).

“...Sesuai kemampuan pangarsa. Tapi biasanya untuk menjadi panitia pelaksana event/acara. Tidak memungkinkan juga pangarsa bisa memberi lebih untuk membantu eksistensi radio. Tetapi hanya sebatas masukan, atau dukungan dari anggota pangarsa...”

Kegiatan off air adalah kegiatan yang diadakan saat siaran radio tidak mengudara. Bentuk kegiatan off air adalah acara ulang tahun radio, ibadah, terjun langsung ke masyarakat dan lain-lain. Radio komunitas memiliki masalah dalam perijinan kegiatan siaran dan kurang eksis karena minim pendengar serta sarana promosi yang kurang meyakinkan masyarakat luas. Dengan kegiatan off air bekerjasama dengan pangarsa, ini dapat menjadi sarana promosi yang baik bagi radio komunitas.

Radio Suara Agape FM dan Bethany FM, merupakan radio rohani Kristiani dan para anggota pangarsa juga memiliki beragam perbedaan. Hal ini bukanlah masalah bagi radio komunitas seperti Suara Agape FM dan Bethany FM, seharusnya kedua radio ini dapat melihat peluang. Peluang untuk mendata anggota pangarsa sebagai pendengar mereka. Tidak hanya beragam ras, suku dan agama, tetapi pangarsa juga memiliki orang-orang yang sangat berpengalaman di dunia radio. Melalui masukan dari anggota-anggota pangarsa, radio komunitas dapat lebih kreatif dalam membuat program siar serta masukan untuk perijinan radio.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi LKM Sebagai Media Komunikasi di Kota Salatiga T1 362007030 BAB V

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunitas Punk di Salatiga (Studi Sosio Historis Terhadap Komunitas Punk di Salatiga) T1 352011701 BAB V

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Pangarsa dan Peran Pangarsa Terhadap Radio Komunitas di Kota Salatiga T1 362009018 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Pangarsa dan Peran Pangarsa Terhadap Radio Komunitas di Kota Salatiga T1 362009018 BAB II

0 9 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Pangarsa dan Peran Pangarsa Terhadap Radio Komunitas di Kota Salatiga T1 362009018 BAB IV

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Pangarsa dan Peran Pangarsa Terhadap Radio Komunitas di Kota Salatiga T1 362009018 BAB VI

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Pangarsa dan Peran Pangarsa Terhadap Radio Komunitas di Kota Salatiga

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pola Komunikasi Pangarsa dan Peran Pangarsa Terhadap Radio Komunitas di Kota Salatiga

0 0 13

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Mas dan Mbak Duta Wisata dalam Mempromosikan Kota Salatiga T1 BAB V

0 0 2

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Komunikasi Komunitas Futsal Youthkrew Premier League dalam Eksistensi di Kota Salatiga T1 BAB V

0 0 23