Pengaruh Retail Mix Terhadap Impulse Buying Pada Hypermarket Di Kabupaten Badung.

(1)

PENGARUH RETAIL MIX TERHADAP IMPULSE BUYING PADA HYPERMARKET DI KABUPATEN BADUNG

SKRIPSI

Oleh :

KADEK KUMALA DEWI NIM : 0915251052

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

PENGARUH RETAIL MIX TERHADAP IMPULSE BUYING PADA HYPERMARKET DI KABUPATEN BADUNG

SKRIPSI

Oleh :

KADEK KUMALA DEWI NIM : 0915251052

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

Denpasar 2016


(3)

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada

tanggal : 8 April 2016

Tim Penguji: Tanda

tangan

1. Ketua : Dr. I. P.G Sukaatmadja, S.E., M.P. ………

2. Sekretaris : Ni Wayan Ekawati, S.E., M.Si. ………

3. Anggota : Dr. Tjok Gede Raka Sukawati, S.E., M.M. ………

Mengetahui,

Ketua Jurusan Manajemen Pembimbing

Prof. Dr. Ni Wayan Sri Suprapti, S.E., M.Si. Ni Wayan Ekawati, S.E., M.Si. NIP. 19610601 198503 2 003 NIP. 19680927 199303 2 003


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnyabahwa sepanjang pengetahuan saya, didalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 19 April 2016 Mahasiswa,

Kadek Kumala Dewi Nim:0915251052


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “Pengaruh Retail Mix Terhadap Impulse Buying Pada Hypermarket di Kabupaten Badung” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. I Nyoman Mahendra Yasa, SE., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE.M.S, Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

3. Prof. Dr. Ni Wayan Sri Suprapti,S.E.,M.Si. sebagai KetuaJurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

4. Drs. Gede Mertha Sudiartha, M.M., sebagai Pembimbing akademik.

5. Ni Wayan Ekawati, S.E., M.M., dosen pembimbing atas waktu, bimbingan, masukan serta motivasinya selama penyelesaian skripsi ini.

6. Keluarga tercinta Bapak, Ibu, kakak, atas dukungan dan doanya yang tulus dan tiada hentinya selama menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana.

7. Teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi dukungan dan motivasi.


(6)

8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggung jawab terhadap semua isi skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 19 April 2016


(7)

Judul : Pengaruh retail mix terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung

Nama : Kadek Kumala Dewi NIM : 0915251052

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari retail mix yaitu lokasi, merchandise, pricing,promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail

service terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

Lokasi penelitian ini dilakukan pada hypermarket di Kabupaten Badung, yaitu Mal Bali Galeria dan Lippo Mal Kuta.Dalam penelitian ini digunakan 6 (enam) variabel bebas dan 1 (satu) variabel terikat, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah setiap pengunjung yang melakukan impulse buying pada

hypermarket di Kabupaten Badung yaitu pada hypermarket di Mal Bali Galeria

dan hypermarket di Lippo Mal Kuta. Banyaknya responden yang diambil sebagai

sampel adalah sebanyak 224 (dua ratus dua puluh empat) orang dan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis data yang dipergunakan adalah analisis regresi linier berganda.

Berdasarkan analisis regresi linier berganda, lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying, hal ini berarti lokasi, merchandise, pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service pada hypermarket di Kabupaten Badung mendorong perilaku impulse buying konsumen hypermarket di Kabupaten Badung.

Retail mix perlu dipertahankan pada hypermarket di Kabupaten Badung

agar dapat mempertahankan minat pelanggan dan mendorong pelanggan untuk melakukan perilaku impulse buying. Retail mix juga perlu ditingkatkan dan dilaksanakan lebih intensif untuk meningkatkan penjualan, karena hasil pembahasan dari penelitian ini retail mix yang terdiri dari lokasi, merchandise,

pricing, promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service berpengaruh positif dan

mampu meningkatkan penjualan di hypermarket di Kabupaten Badung. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat dilengkapi dengan variabel lain yang mempengaruhi

impulse buying atau menganalisis mengenai variabel kepuasan pelanggan maupun

variabel loyalitas.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.5 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 11

2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Pengertian Retail Mix ... 11

2.1.2 Lokasi ... 12

2.1.3 Merchandise ... 15

2.1.4 Pricing ... 18

2.1.5 Promosi ... 21

2.1.6 Atmosfer Dalam Gerai ... 24

2.1.7 Retail Service ... 28

2.1.8 Konsep Inpulse Buying ... 30

2.1.9 Pengukuran impulse Buying ... 31

2.2 Hipotesis Penelitian ... 33

2.2.1 Pengaruh Lokasi terhadap Impulse Buying... 33

2.2.2 Pengaruh Merhanchise terhadap Impulse Buying... 33

2.2.3 Pengaruh Pricing terhadap Impulse Buying ... 34


(9)

2.2.5 Pengaruh Atmosfer dalam gerai terhadap Impulse

Buying ... 35

2.2.6 Pengaruh Retail Service terhadap Impulse Buying ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Desain Penelitian ... 37

3.2 Lokasi Penelitian ... 38

3.3 Obyek Penelitian ... 38

3.4 Identifikasi Variabel ... 38

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 39

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 47

3.6.1 Jenis Data ... 47

3.6.2 Sumber Data ... 48

3.7 Populasi dan Sampel... 48

3.7.1 Populasi ... 48

3.7.2 Sampel ... 49

3.7.3 Cara Menentukan Sampel ... 49

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 50

3.9 Penguji Instrumen Penelitian ... 50

3.9.1 Uji Validitas ... 50

3.9.2 Uji Reliabilitas ... 51

3.10Teknik Analisis Data ... 51

3.10.1 Analisis Regresi Linier Berganda ... 51

3.10.2 Uji Asumsi Klasik ... 53

3.10.3 Uji Hipotesis ... 54

BAB IV PEMBAHASAN ... 56

4.1 Gambaran Umum Hypermarket Mal bali galeria dan Lippo Mal Kuta ... 56

4.2 Visi dan Misi Hypermarket ... 57

4.3 Karakteristik Responden ... 57

4.4 Validitas dan Reliabilitas ... 59


(10)

4.4.2 Uji Reliabilitas ... 60

4.4.3 Uji Asumsi Klasik ... 61

4.5 Pembahasan ... 63

4.5.1 Analisis Regresi Linier Berganda ... 63

4.5.2 Pengujian Hipotesis ... 66

4.5.3 Pengaruh Lokasi, Merchandise, Pricing, Promosi, Atmosfer Dalam Gerai, dan Retail Service Terhadap Impulse Buying ... 73

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 78

5.1 Simpulan ... 78

5.2 Saran ... 78 DAFTAR RUJUKAN


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

3.1 Variabel yang Diteliti ... 46

4.1 Karakteristik Responden ... 57

4.2 Hasil Uji Validitas ... 59

4.3 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 60

4.4 Hasil Uji Normalitas ... 61

4.5 Hasil Uji Multikolinearitas... 62

4.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 63


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 86

2. Tabulasi Data ... 90

3. Karakteristik ... 95

4. Hasil Uji Validitas ... 96

5. Hasil Uji Reliabilitas ... 100

6. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 107


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bisnis ritel dipahami sebagai semua kegiatan yang terkait dengan upaya untuk menambah nilai barang dan jasa yang dijual secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.Bisnis ritel mengalami perkembangan yang cukup pesat, khususnya di Indonesia.Hal ini ditandai dengan semakin banyak bermunculan bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern maupun bisnis ritel modern sendiri yang baru lahir (Utami, 2006:4).Meningkatnya retail modern inimendorong persaingan dunia bisnis yang sangat ketat.Kondisi inidilandasi karena bergesernya kebiasaan masyarakat yang menyukai barang-barang pabrikan membuat arus peredaran uang di sektor jual beli menjadi lebih besar dan meningkatnya jumlah konsumen yang berbelanja di toko modern terutama untuk konsumen yang hidup di perkotaan (Amir, 2004: 1-2).

Dewasa ini perkembangan pusat perbelanjaan sangat pesat khususnya di kota-kota besar.Perkembangan pusat perbelanjaan didukung oleh pemberian ijin oleh pemerintah setempat guna meningkatkan perkembangan perekonomian.Suatu pusat perbelanjaan terdiri atas banyak ritel yang ada di dalamnya, yang secara keseluruhan bersifat heterogen sehingga persaingan diantara ritel-ritel dalam pusat perbelanjaan tersebut relatif longgar karena produk yang dijual berbeda antara satu dengan yang lainnya maupun yang


(14)

bersifat homogen yang menuntut adanya persaingan antara ritel-ritel yang ada.Permasalahan yang muncul bagi pelaku bisnis ritel adalah bahwa pengunjung suatu pusat perbelanjaan tidak jarang yang hanya sekedar jalan-jalan dan tidak ada niat untuk membeli suatu produk(Hendro,dkk. 2013).

Pengunjung merupakan calon pembeli potensial untuk ritel yang ada pada sebuah pusat perbelanjaan dan strategi retail mix adalah salah satu strategi pemasaran yang digunakan. Retail mix merupakan salah satu strategi pemasaran yang biasa digunakan pada suatu ritel pada pusat perbelanjaan (Hendro, dkk. 2013). Ma’ruf (2005:115) mengemukakan bahwa pengembangan retail mix mencakup lokasi yang tepat pada sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis. Dalam contoh mudahnya, deretan toko di tepi jalan akan menerima kunjungan konsumen yang lebih baik dari pada toko-toko di area dalam, toko di wilayah padat penduduk lebih mendapatkan pembeli yang lebih banyak dari pada toko yang di daerah berpenduduk sedikit.Merchandiseyaitu produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya seperti produk-produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan rumah, produk umum, dan lain-lain, atau kombinasi yang disediakan di dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel.Merchandise yang dijual penting dipilih dengan benar karena merchandise adalah “mesin sukses” bagi pengecer.Pricing sangat berhubungan dengan nilai dasar dari persepsi konsumen berdasarkan dari keseluruhan unsur ritel mix dalam menciptakan suatu gambaran dan pengalaman bertransaksi.Pricing dapat


(15)

menghasilkan laba bagi peritel dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya dalam retail mixdapat mendatangkan laba bagi peritel.Promosi merupakan kegiatan yang mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku konsumen terhadap suatu toko ritel dengan sagala penawarannya dan merupakan alat komunikasi untuk menghubungkan keinginan pihak peritel dengan konsumen untuk memberitahu, membujuk, dan mengingatkan konsumen agar mau membeli produk yang dijual dari keuntungan dan manfaat yang diperolehnya.Promosi yang dilakukan oleh peritel untukmendorong terjadinya penjualan atau untuk meningkatkan penjualan dalam rangka mempertahankan minat pelanggan untuk tetap berbelanja pada gerai tersebut.Selain itu promosi juga dimaksudkan untuk mengenalkan suatu produk baru atau suatu gerai baru.Atmosfer dalam geraiharus diatur sebaik mungkin dan bersih sangat berperan penting memikat pembeli, membuat nyaman mereka dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan mereka produk apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi atau keperluan rumah tangga. Retail

servicebersama unsur-unsur retail mix lainnya mempunyai fungsi memenuhi

kebutuhan pembeli dalam berbelanja.Meskipun yang dujual oleh sebuah gerai eceran berupa barang yang kasat mata (tangible), pada hakikatnya pembeli mencari barang untuk memenuhi kebutuhannya.Pelayanan didefinisikan sebagai aktivitas, manfaat, kepuasan dari suatu yang ditawarkan dalam penjualan. Aspek pelayanan membuat sebuah gerai berbeda dibandingkan gerai lainnya misalnya semakin lengkap dan memuaskan pelayanan yang diberikan oleh gerai tersebut, maka semakin besar kemungkinan konsumen


(16)

akan tertarik untuk memilih berbelanja di gerai yang bersangkutan, karena itu pelayanan menjadi salah satu unsur dalam suatu momen berbelanja seseorang atau suatu keluarga.

Impulse buying adalah perilaku seseorang dimana orang tersebut tidak

merencanakan sesuatu dalam berbelanja.Konsumen melakukan impulse

buying tidak berpikir untuk membeli suatu produk atau merek tertentu

(Hendro,dkk. 2013). Terjadinya impulse buying pada konsumenapabila produk tersebut memiliki harga yang rendah, produk-produk yang memiliki

mass marketing, sehingga ketika berbelanja konsumen ingat bahwa produk

tersebut pernah diiklankan di televisi. Produk-produk dalam ukuran kecil dan mudah disimpan juga bisa menyebabkan konsumen melakukan impulse

buying karena produk inidianggap murah dan tidak terlalu membebani

keranjang atau kereta belanjanya (Arifianti, 2009). Fenomena impluse

buyingtidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain.

Namun impulse buying di Indonesia cenderung lebih besar dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.Di negara seperti India, dimana keberadaan pasar modern masih terbatas, pembelanja lebih berdisiplin untuk berbelanja sesuai dengan rencana. Namun negara lain di wilayah Asia Pasifikatau Asia Utara indikasi impulse buying ini jauh lebih tinggi (Yadi Budhi Setiawan, 2007).

Impulse buying banyak terjadi pada pasar modern yang salah satunya

adalah hypermarket.Fitriani (2010) mengatakan bahwahypermarket merupakan bentuk pasar modern yang sangat besar, dalam segi luas, tempat,


(17)

dan barang-barang yang diperdagangkan. Barang-barang yang ditawarkan seperti makanan, minuman, perlengkapan mobil, prabotan rumah tangga,

furniture, dan lain-lain. Pendekatan dasar dari hypermarket adalah tampilan

besar dan penanganan yang minim dari wiraniaga toko serta memberikan diskon kepada pelanggan. Kelebihan berbelanja di hypermarket memang membuat konsumen lebih nyaman. Tempat yang bersih, ber AC, produk yang dipilih lebih beragam danhypermarket juga memberikan diskon yang besar hingga 70%. Pengembangan retail mix yang terjadi pada hypermarket di Kabupaten Badung seperti lokasi yang strategis yaitu berada di kota dan sangat mudah untuk dijangkau oleh pelanggan. Merchandise yaitu produk-produk yang di jual pada hypermarket ini sudah sesuai dengan bisnis dari ritel modern lainnya seperti kebutuhan rumah tangga.Untuk makanan,

hypermarket menjual jenis makanan basah dan kemasan.Pricing yang

ditetapkan dalam hypermarket sangat standar dengan ritel-ritel modern lainnya. Pada hypermarket di Kabupaten Badung melakukan promosi mulai dari pemasangan hanging display, penempatan produk dengan bentuk atau urutan yang menarik, memberikan diskon, dan memberikan hadiah kepada pelanggan untuk pembelian produk tertentu. Atmosfer dalam gerai pada

hypermarket sangat mengundang pembeli karena pemajangan produknya

sangat tertata rapi dan merasa nyaman pada saat berbelanja.Pelanggan juga tidak merasakan kesesakan pada saat berbelanja karena hypermarket ini cukup luas. Untuk retail serviceyang ada padahypermarket di Kabupaten Badung memiliki layanan transaksi berupa cara pembayaran yang


(18)

mudah.Terdapat fasilitas-fasilitas lainnya seperti toilet dan terutama pada sarana parkir telah disediakan sangat luas karena ada pada sebuah mall atau pusat perbelanjaan.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada hypermarket di Kabupaten Badung, tepatnya berada padamall pusat perbelanjaan terbesar di bali yaitu di mal bali galeria dan lippo mal bahwa impulse buying juga sering terjadi karena kebutuhan pelanggan seperti produk-produk yang kecil dengan mudah dibawa oleh pelanggan serta produk tersebut memiliki harga yang murah dapat mendorong pelanggan bertindak untuk membeli.Suasana yang nyaman, bersih danber AC pada hypermarket di Kabupaten Badung juga mendorong pelanggan untuk melakukan impulse buying.


(19)

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan di latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1) Apakah pengaruh lokasi terhadap impulse buyingpada hypermarket di Kabupaten Badung?

2) Apakah pengaruh merchandise terhadap impulse buyingpada

hypermarket di Kabupaten Badung?

3) Apakah pengaruh pricing terhadap impulse buyingpada hypermarket di Kabupaten Badung?

4) Apakah pengaruh promosi terhadap impulse buyingpada hypermarket Kabupaten Badung?

5) Apakah pengaruh atmosfer dalam gerai terhadap impulse buyingpada

hypermarket di Kabupaten Badung?

6) Apakah pengaruh retail service terhadap impulse buyingpada

hypermarket di Kabupaten Badung?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1) Untuk mengetahui pengaruhlokasi terhadap impulse buying pada

hypermarket di Kabupaten Badung.

2) Untuk mengetahui pengaruh merchandiseterhadap impulse buyingpada


(20)

3) Untuk mengetahui pengaruh pricing terhadap impulse buyingpada

hypermarket di Kabupaten Badung.

4) Untuk mengetahui pengaruh promosi terhadap impulse buyingpada

hypermarket di Kabupaten Badung.

5) Untuk mengetahui pengaruh atmosfer dalam geraiterhadap impulse

buyingpada hypermarket di Kabupaten Badung.

6) Untuk mengetahui pengaruh retail serviceterhadap impulse buyingpada

hypermarket di Kabupaten Badung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian maka kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapatbermanfaat bagi pengembangan ilmu mengenai manajemen pemasaran pada umumnya, dan ilmu atau teori retail mix dan impulse buyingpada khususnya. Dengan demikian, akhirnya diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

2) Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi atau bahan pertimbangan dan evaluasi bagi pihak manajemen perusahaan yaitu hypermarket di Kabupaten Badung dalam menentukan pengembangan dan arah kebijakan perusahaan di masa yang akan datang.Penelitian ini juga diharapkan agar dapat


(21)

memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang ingin mengetahui lebih mendalam mengenai pengaruh retail mix terhadap Impulse Buying pada Hypermarketdi Kabupaten Badung.

1.5 Sistematika Penulisan

Secara garis besar sistematika penulisan tentang isi dan susunan dari skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana kerangka penulisan dapat diuraikan sebagai berikut.

BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,tujuan penelitian, serta sistematika penelitian.

BAB II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian

Bab ini cukup oleh teori-teori atau konsep-konsep yang relevan sebagai acuan dan landasan dalam memecahkan permasalahan yang ada serta pembahasan hasil penelitian sebelumnya.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang lokasi dan obyek penelitian, indentifikasi variabel, definisi operasional, jenis dan sumber data dan metode pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini diuraikan tentang gambaran umum perusahaan yang diteliti, deskripsi hasil penelitian serta pembahsan hasil penelitian.


(22)

BAB V : Simpulan dan Saran

Bab ini berisi tentang simpulan dari permasalahan yang dibahas serta saran-saran yang dipandang perlu atas simpulan yang dicapai.


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESISPENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Retail Mix

Utami (2006) mengatakan bahwa usaha ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis.Retail mix merupakan kombinasi dari faktor-faktor yang digunakan oleh pengecer untuk memuaskan kebutuhan konsumen dan mempengaruhi keputusan pembelian mereka.Ma’ruf (2005:113-215) mengemukakan bahwa suatu keputusan pembelian konsumen pada sebuah ritel akan dipengaruhi oleh lokasi, merchandise, pricing,promosi, atmosfer dalam gerai, dan retail service.

Ritel merupakan aktvitas paling akhir rangkaian perjalanan produk dari produsen ke konsumen akhir.Kegiatan ritel tidak terbatas dilakukan oleh

retailer saja, tetapi dilakukan oleh siapa saja termasuk diantaranya produsen,

pedagang besar, ataupun distributor, apabila mereka melakukan penjualan secara langsung pada konsumen akhirnya.Kegiatan ritel tidak terbatas hanya dilakukan oleh retailer saja (Munir, 2011).Menurut Lamb, dkk. (2001) peran

retaill mix sangatlah penting dan berpengaruh sekali, tanpa adanya retail mix

yang tepat bagi perusahaan eceran akan mengalami kesulitan dalam pemasarannya, Oleh karena itu, ada enam variabelretail mix yang benar-benar harus diperhatikan diantaranya : penempatan lokasi yang strategis (lokasi),


(24)

keragaman produk (merchandise), keputusan penetapan harga dalam setiap produk (price), memperkenalkan merek dalam benak konsumen (promosi). Suasana di dalam toko yang menentukan konsumen dalam pengambilan keputusan membeli atau tidak (atmosfer dalam gerai).Pelayanan terhadap konsumen pada saat berbelanja (retail service).

Berdasarkan uraian diatas dapat dijelaskan bahwa retail mix sangat diperlukan pada suatu bisnis ritel untuk memenangkan persaingan. Kombinasi yang sangat unik dari faktor-faktor retail mix dengan tujuan menjadi unggul di pasar sesuai target mereka. Bila bisnis ritel dijalankan dengan fokus pada kombinasi yang tepat dari ke enam komponen retail mix tersebut, maka dampak yang dirasakan adalah pertumbuhan bisnis berupa laba/profit.

2.1.2 Lokasi

Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel. Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses diandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama mempunyai penataan yang bagus Ma’ruf (2005:115). Beberapa jenis gerai yang berbeda seperti supermarket, department store, toko asesori rumah, toko

fashion, dapat berkumpul di suatu area perdagangan ritel seperti mal atau

pusat bisnis.Masing-masing peritel mempelajari karakteristik mal atau pusat perbelanjaan yang bersangkutan dari berbagai aspeknya seperti luas dan kepadatan area yang dilayaninya, kelas sosial ekonomi penduduk, luas mal/pusat perbelanjaan, kondisi lalu lintas, dan sarana transportasi


(25)

umum.Berbagai faktor tersebut akan mendatangkan informasi tentang banyaknya kunjungan masyarakat ke mal setiap harinya dan perkiraan belanja.Sebelum sebuah toko atau tempat berbelanja didirikan, langkah pertama adalah mempelajari suatu area agar investasi yang ditanamkan dapat menguntungkan.Ma’ruf(2005:124) mengemukakan ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi area perdagangan ritel, diantaranya sebagai berikut :

1) Kedekatan dengan pemasok

Pemasok mempunyai pengaruh pada peritel dalam hal kecepatan penyediaan merchandise, kualitas produk yang terjaga, biaya pengiriman, dan lain-lain.

2) Basis ekonomi

Basis ekonomi yang dimaksud disini adalah industri daerah setempat, potensi pertumbuhan, fluktuasi karena faktor musiman, dan fasilitas keuangan. Industri yang bervariasi akan mempunyai pengaruh yang berbeda. Dibandingkan dengan industri yang terkosentrasi (pada suatu sektor).

3) Ketersediaan tenaga kerja

Tenaga kerja yang diperhatikan adalah pada suatu tingkat, yaitu dari tingkat administratif dan lapangan hingga management tranee dan manajerial.Management tranee adalah lulusan perguruan tinggi yang memulai karier di perusahaan ritel pada tingkat staf, dan diproyeksikan untuk menjadi tenaga pemimpin.Tenaga manajerial adalah para assistant


(26)

manager atau manager bahkan general manager yang siap bekerja, (tidak seperti management tranee yang harus di latih lebih dulu).

4) Situasi persaingan

Pertumbuhan luas toko yang sejalan dengan pertumbuhan permintaan pasar (yaitu besar belanja total penduduk setempat) berati semuaperusahaan ritel setempat tumbuh secara stabil atau secara tetap. Jika banyak pihak membuka gerai ritel dengan asumsi merebut pasar sebesar-besarnya, maka kemungkinan yang terjadi adalah kejenuhan pasar, yaitu terlalu banyak peritel dibandingkan total belanja konsumen. 5) Fasilitas promosi

Adanya media masa seperti surat kabar dan radio akan memfasilitasi kegiatan promosi peritel. Juga kesiapan sarana pendukung seperti biro ilkan, production house, dan pembuat barang souvenir yang melancarkan kegiatan promosi perlu mendapat perhatian.

6) Kesediaan lokasi toko

Faktor bagi suatu area perdagangan dan hal-hal yang terkait dengan lokasi adalah jumlah lokasi serta jenisnya, akses pada masing-masing lokasi, peluang kepemilikan atau leasing, pembatasan zona perdagangan, dan biaya-biaya terkait.

7) Hukum dan peraturan

Hukum dan peraturan perlu diperhatikan khusunya jika terdapat peraturan daerah yang tidak terdapat di daerah lain.Salah satu faktor penting dalam mendirikan toko adalah lokasi toko tersebut. Untuk


(27)

retailer yang berbasis pada toko, maka harus diputuskan suatu lokasi spesifik. Lamb, dkk. (2001), juga berpendapat serupa bahwa tersedianya transportasi public, jarak pertokoan lain, tersedianya tempat atau area parkir, serta keamanan dari lokasi merupakan variabel-variabel yang membentuk pemilhan lokasi, lokasi perusahaan yang tepat akan menentukan :

a) Keunggulan pelayanan dan service terhadap pelanggan b) Menghemat biaya akan menurunkan harga jual

c) Mempunyai keunggulan dalam persaingan

d) Mudah dalam mendapatkan suplai barang secara continue e) Mudah dalam memperluas area bila memerlukan perluasan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu unsur dari ritel mix yaitu lokasi sangatlah berperan penting untuk kelancaran perusahaan terutama pada toko ritel tersebut yaitu berada di lokasi yang strategis cenderung di jalan utama dan di tempat keramaianseperti yang telah dijelaskan di atas, maka sedikit kemungkinan gerai tersebut tidak akan berjalan sesuai dengan keinginan perusahaan.

2.1.3 Merchandise

Ma’ruf (2005:135) mengatakan bahwa merchandise adalah salah satu unsur dari bauran pemasaran ritel (retail mix), dimana perusahaan melakukan kegiatan pengadaan produk-produk yang dijual peritel dalam gerainyadan sesuai dengan bisnis yang dijalani toko untuk disediakan dalam jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan


(28)

ritel. Para pelanggan selalu berharap untuk memenuhi apa yang dibutuhkan dan diinginkannya disetiap toko, kebutuhan dan keinginan pelanggan sangat beragam dan toko diharapkan dapat memenuhinya. Fungsi pengelolaan barang dagangan (merchandise) merupakan fungsi yang harus diberi prioritas, bagaimanapun efektif dan efisiennya bagian lain, bila urusan barang dagangan salah, maka hampir dapat dipastikan kesuksesan akan sulit diraih. Pada suatu gerai seperti hypermarket yang tergabung dalam satu kelompok besar disebut juga sebagai chainstore karena satu gerai dengan gerai yang lainnya terkait dalam suatu ikatan kelompok, pembelian merchandise dipusatkan pada induk yang mengendalikan kelompok. Masing-masing gerai tinggal menerima merchandise dan menjualnya (Ma’ruf 2005).

Produk-produk yang dijual pengecer didalam gerainya disebut

merchandise.Merchandise adalah salah satu unsur dari retail

mix.Merchandise adalah proses penyediaan barang-barang yang sesuai

dengan bisnis yang dijalani oleh pengecer (produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan rumah tangga, produk umum, dan kombinasi dari aneka ragam jenis produk) untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel.

1) Assortment (keragaman) produk

Keragaman produk terdiri atas dua hal yaitu wide/lebar dan deep/dalam.Wide berati banyaknya variasi katagori produk yang dijual, sedangkan deep berati banyaknya item pilihan dalam katagori masing-masing produk.


(29)

2) Brand (merek)

Merek produk yang dijual di dalam gerai membantu memperkuat nama gerai di mata konsumen.Merek produk yang mempunyai nilai tinggi dan sudah dikenal baik dimasyarakat akan membantu meningkatkan citra gerai. Orang akan berpandangan bahwa gerai tersebut menjual barang “ber-merek” dengan kualitas yang sudah dikenal masyarakat, sehingga kepercayaan konsumen terhadap geraipun meningkat. Dengan kepercayaan tersebut kredibilitas gerai akan meningkat dan membuat hubungan gerai dengan pelanggan terjalin semakin baik.

3) Timing dan alokasi

Persediaan barang di dalam gerai harus disiapkan secara terencana agar dapat disajikan dengan cepat setiap harinya. Rencana yang disusun berdasarkan perkiraan penjualan mencangkup waktu pemesanan, pemilihan pemasok, kategori produk yang dipesan dari masing-masing pemasok, jumlah masing-masing kategori dan masing-masing item produk yang dipesan, waktu penerimaan barang dari masing-masing pemasok, tempat penyimpanan barang, cara penyimpanan barang, dan sebagainya (Ma’ruf, 2005:144-153).

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa salah satu unsur dari retail mix yaitu merchandise sangat berpengaruh terhadap suksesnya gerai ritel tersebut. Pengecer perlu memastikan bahwa produk yang mereka sediakan akan memenuhi harapan pelanggan sesuai dengan kebutuhan mereka. Mengidentifikasi,


(30)

mengantisipasi, dan pengecer harus dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan.Banyak hal yang harus diperhatikan oleh pengecer diantaranya memastikan kualitas barang yang sesuai dengan harga yang ditetapkan, memastikan selalu menyediakan barang yang baru di toko, memastikan kelengkapan barang, dan pastikan selalu tersedia barang yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.

2.1.4 Pricing

Penetapan harga adalah yang paling krusial dan sulit diantara unsur-unsur retail mix (lokasi, merchandise,pricing,promosi, atmosfer dalam gerai,dan retail service). Harga adalah satu-satunya unsur dalam berbagai unsur retail mix yang akan mendatangkan laba bagi peritel (Ma’ruf, 2005:154).Sebuah toko dapat menjadi terkenal karena harga jual yang ditetapkan cukup murah atau harga jual yang ditetapkan merupakan harga pasti. Berdasarkan hal itu pengecer harus dapat menetapkan harga yang tepat untuk barang-barang yang akan dijualnya, sehingga kelancaran penjualan barang akan lebih terjamin. Semua pengecer senantiasa berkeinginan menetapkan harga yang tinggi dengan volume penjualan yang tinggi pula, namum kedua hal ini sulit diterapkan secara bersamaan. Penetapan harga berkaitan dengan aspek-aspek laba, pelanggan, pasar dan persaingan, pengadaan barang dagangan, citra kualitas merek yang berbeda dan hukum peraturan yang akan diuraikan sebagai berikut :


(31)

1) Harga berkaitan dengan maksimalisasi laba

Setiap peritel atau perusahaan dagangan eceran, sepertihalnya semua perusahaan ingin memaksimalisasikan laba.Laba dapat dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2) Harga berkaitan dengan pelanggan

Memaksimalisasikan laba adalah salah satu sisi dari selembar mata uang, sisi lainnya adalah kepuasan konsumen. Tujuan perusahaan adalah kepuasan pelanggan melalui operasional perusahaan yang akanmemberi laba yang patut.

3) Harga berkaitan dengan pasar dan pedagangan

Faktor pasar atau persaingan merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi penetapan harga. Untuk suatu peritel yang hendak memperluas pembeli dalam suatu wilayah atau dalam suatu segmen disebut sebagai penetrasi pasar, penetapan harga rendah atau harga bersaing dilakukan.

4) Harga berkaitan dengan pengadaan barang dagangan

Barang persediaan yang masih banyak dan agak lambat penjualannya padahal tanggal kadaluarsannya tinggal beberapa bulan lagi, mengaharuskan tindakan penjualan sesegera mungkin dan hanya bias dilakukan dengan harga diskon atau menjual barang dengan beberapa paket.


(32)

5) Harga berkaitan dengan citra kualitas

Sebagian besar masyarakat mempunyai anggapan bahwa terdapat kolerasi erat antara harga dan kualitas.Harga yang rendah dianggap pertanda kualitasnya rendah sebaliknya harga tinggi mencerminkan kualitas tinggi.

6) Harga berkaitan dengan merek yang berbeda

Produk dari merek-merek yang berbeda dapat diberi label harga yang berbeda menurut :

a) Merek terunggul yang diberi label termahal

b) Merek pesaing atau merek sendiri dengan label harga sedang c) Merek dengan harga terendah

7) Harga berkaitan dengan hukum dan peraturan

Saat ini dapat dikatakan masih sangat minim hukum dan peraturan yang mengatur penetapan harga barang dan jasa eceran, yang berarti para peritel mempunyai ruang gerak yang cukup bebas dalam penetapkan harga.Namun patokan ini berlaku yaitu kepatutan berdasarkan etika bisnis khususnya dari sudut pandang konsumen yaitu value for money.

Kotler dan Keller (2009:67), mengatakan bahwa harga adalah salah satu eleman dari retail mix yang menghasilkan pendapatan; elemen lain menghasilkan biaya. Harga sebenarnya merupakan salah satu faktoryangharus dikendalikan secara serasi dan selaras dengan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Segala keputusan yang bersangkutan dengan harga akan sangat mempengaruhi beberapa aspek kegiatan suatu usaha, baik yang bersangkutan


(33)

dengan kegiatan penjualan, atau pun aspek keuntungan yang ingin dicapai oleh suatu usaha. Hal ini berarti harga menggambarkan nilai uang sebuah barang dan jasa.Menurut Kotler dan Armstrong (2001:439) harga adalah jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk/jasa. Bagi perusahaan, penetapan harga suatu barang dan jasa memberikan pengaruh yang tidak sedikit, karena: 1) Harga merupakan penentu bagi permintaan pasar

2) Harga dapat mempengaruhi posisi persaingan suatu usaha

3) Harga akan memberikan hal yang maksimal dengan menciptakan sejumlahpendapatan dan keuntungan bersih.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa salah satu unsur dari retail mix yaitu pricing memiliki peranan yang sangat penting pada perusahaan ritel. Penentuan harga didasarkan pada pasar, persaiangan, dan merek.Banyak yang harus diperhatikan pada harga yang terdapat di dalam gerai tersebut, misalnya seringkali kalau harga jual yang tertera berbeda dengan harga di rak dengan mesin kassa, contoh tersebut sangat perlu diperhatikan untuk kelancaran saat pelanggan berbelanja di gerai ritel tersebut.

2.1.5 Promosi

Menurut Ma’ruf (2005:179) bisnis ritel berkaitan dengan pemasaran barang atau jasa yang dibutuhkan oleh konsumen.Berbicara mengenai konsumen berarti berbicara mengenai orang banyak dengan pikiran dan emosi mereka yang berbeda-beda.Maka dari itu, kualitas perusahaan mempengaruhi


(34)

konsumen secara umum.Komunikasi sebagai dasar promosi mempunyai tujuan untuk mengajak pasar sasaran agar mau membeli produk yang ditawarkan dan bahkan menjadi pelanggan setia. Strategi promosi eceran adalah kombinasi dari berbagai unsur promosi, yang biasanya dipakai adalah iklan (baik melalui media cetak atau elektronik), sales

promotion(discount,coupon,bonus pack, contest, bazaar, dan lain-lain),

personal selling, publisitas(berita, press release, atau lainnya yang mengandung news interes).

Komunikasi sebagai dasar promosi bertujuan mendorong target

market untuk mau menjadi pembeli bahkan menjadi pelanggan setia. Esensi

dari komunikasi pemasaranini adalah bagaimana kita dapat menyampaikan apa yang kita tawarkan kepada konsumen dapat diterima dengan baik. Komunikasi pemasaran tidak hanya membuat pelanggan tertarik dan ingin membeli, namum komunikasi pemasaran juga bisa menciptakan citra tertentu dapat di sesuaikan dengan pasar sasaran. Menurut Amir (2005), menyatakan bahwa beberapa elemen penting dalam komunikasi pemasaran yaitu periklanan,promosi penjualan, penjualan tatap muka (personal selling), kehumasan (public relation), dan pemasaran langsung. Menurut Lupiyoadi (2001:10) promosi adalah salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan produk.Kegiatan promosi bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi antara perusahaan dengan konsumen, melainkan juga untuk mempengaruhi konsumen dalam kegiatan pembelian/penggunaan jasa sesuai dengan


(35)

keinginan dan kebutuhannya.Perusahaan harus mengkoordinasikan promosi dengan unsur-unsur dalam bauran pemasaran agar mencapai pasar sasaran dan memenuhi tujuan perusahaan secara keseluruhan. Beberapa alasan para pemasar melakukan promosi (Bilson, 2001:754):

1) Menyediakan informasi

Pembeli dan penjual mendapat manfaat dari fungsi informasi yang sanggup dilakukan oleh promosi.Para pembeli menemukan program baru yang dapat membantunya dan para penjual dapat menginformasikan kepada calon pelanggan tentang barang dan jasa.

2) Merangsang permintaan

Para pemasar mengingatkan konsumen membeli produknya dan mereka menggunakan promosi untuk membuat konsumen melakukan permintaan.

3) Membedakan produk

Organisasi-organisasi mencoba membedakan mereka dengan produknya melalui penggunaan promosi, khususnya produk yang tidak banyak berbeda dari para pesaingnya.

4) Mengingatkan para pelanggan saat ini

Meningkatkan para pelanggan akan manfaat dari produk perusahaan bisa mencegah mereka berpaling kepada pesaing pada saat mereka memutuskan untuk menggantiproduknya.


(36)

Promosi dapat digunakan untuk menghadapi upaya pemasaran dari pesaing untuk melawan kampanye periklanannya.

6) Memuluskan fluktuasi-fluktuasi permintaan.

Perusahaan banyak mengalami tantangan-tantangan permintaan musiman, dimana para pelanggan membeli lebih banyak selama beberapa bulan tertentu danberkurang pada bulan-bulan lainnya.Promosi membantu mengisi kesenjangan yang ada diantara kepincangan-kepincangan permintaan musiman tersebut.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas maka dapat dijelaskan bahwa salah satu unsur dari retail mix yaitu promosi sangatlah penting untuk sebuah perusahaan ritel. Dengan adanya promosi masyarakat akan tahu bahwa perusahaan ritel tersebut menjual produk yang mereka butuhkan, dan promosi yang baik akan mampu untuk selalu mengingat produk tersebut di benak masyarakat.Memastikan adanya sebuah promosi sangatlah penting untuk perusahaan ritel.Dengan mengadakan promosi secara berkala, dilakukan dengan media yang efektif menurut ukuran toko,melakukan promosi secara sungguh-sungguh tanpa ada kebohongan dari pihak perusahaan, dan harus dilakukan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan konsumen maka promosi sangatlah mendukung dalam sebuah perusahaan ritel tersebut.

2.1.6 Atmosfer Dalam Gerai

Apabila iklan bertujuan memberitahu, menarik, memikat, atau mendorong konsumen untuk datang ke gerai dan untuk membeli barang,


(37)

maka suasana atau atmosfer dalam gerai berperan penting memikat pembeli, membuat nyaman mereka dalam memilih barang belanjaan dan mengingatkan mereka produk apa yang perlu dimiliki, baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Suasana yang dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-unsur desain toko/gerai, perencanaan toko, komunikasi visual, dan merchandising (Ma’ruf, 2005:201).Suasana atau atmosfer dalam gerai merupakan salah satu dari berbagai unsur dalam retail marketing mix.Gerai kecil yang tertata rapi dan menarik akan lebih mengundang pembeli dibandingkan gerai yang diatur biasa saja. Suasana dalam gerai menggambarkan moment of truth, yaitu situasi langsung yang dirasakan konsumen pada saat berbelanja. Jika setting dari suasana itu optimal maka peritel dengan gerai yang dikunjungi konsumen akan dapat menyentuh emosi konsumen untuk berbelanja. Desain toko yang baik akan menarik banyak konsumen untuk datang, desain toko merupakan strategi penting untuk menciptakan suasana yang akan membuat pelanggan merasa betah berada dalam suatu toko. Desain toko, yaitu desain interior yang mencangkup tata letak, rak-rak barang, aksesoris toko, dan desain interior mencangkup lay-out, pintu masuk, dan jalan masuk.

Menurut Ma’ruf (2005) atribut fisik dan atmosfer atau suasana dalam gerai memiliki peran yang sangat penting dalam memikat pembeli, membuat pembeli merasa nyaman dalam berbelanja, mengingatkan mereka dalam memlilih barang belanjaan, dan mengingatkan mereka produk apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga.


(38)

Suasana dalam hal ini berarti atmosfer dan ambience yang tercipta dari gabungan unsur-unsur desain toko/gerai, perencanaan toko, komunikasi visual, dan merchandise.Jika penataan dari suasana tersebut dilakukan secara optimal maka gerai peritel yang dikunjungi oleh konsumen dapat menyentuh emosi dan pengalaman berbelanja. Emosi dan pengalaman yang positif memberikan peluang kepada peritel untuk mendapatkan market sharedibenak masyarakat (mainshare) dan memenangkan hati mereka (heartshare), dan pada akhirnya memberikan kontribusi kepada peritel berupa (presentasi penjualan dibandingkan total penjualan yang terjadi oleh semua peritel diwilayah yang sama).

1) Desain Toko/Gerai

Desain toko (store design)merupakan strategi penting untuk menciptakan pelanggan agar merasa betah berada dalam suatu toko atau gerai.Desain toko bertujuan untuk memenuhi syarat fungsional sambil menyediakan pengalaman berbelanja yang menyenangkan sehingga mendukung terjadinya transaksi.Desain toko mencangkup desain di lingkungan toko, yaitu mengcangkup desain eksterior, lay-out, dan ambience.

2) Eksterior

Desain eksternal merupakan wajah dari sebuah gerai. Ada beberapa unsur sehubungan dengan desai eksternal:

1. Store fornt: desain eksternal yang menunjukan cirri khas dari


(39)

hypermarket mempunyai wajah yang membedakan dengan kontras antara satu peritel dan peritel lainnya.

2. Pintu masuk: banyak ditemui pada gerai yang menyediakan barang kebutuhan harian seperti gerai toko besar (hypermarket), memutuskan untuk memiliki lebih dari dua pintu masuk sesuai kebutuhan. Gerai yang berlokasi di gedung bertingkat dan memiliki ruang gerai di beberapa lantai mempunyai pintu masuk sebanyak lantai di mana mereka berada.

3) Atmosfer/Ambience

Penataan interior sangat mempengaruhi konsumen secara visual, sensual, dan mental sekaligus. Semakin bagus dan menarik penataan interior suatu gerai semakin tinggi daya tarik pada pancaindra pelanggan: penglihatan, pendengaran, aroma, rasa, sentuhan, konsep: ide/citra, dan semakin senang pelanggan berada di gerai tersebut.

4) Perencanaan toko

Perencanaan toko (store planning) mencangkup lay-out dan alokasi ruang. Lay-out (tata letak) mencangkup pula rencana jalan atau gang dalam toko (disebut juga aisle atau walkway) dan sirkulasi atau arus orang.

5) Alokasi ruang

Alokasi ruang toko terbagi ke dalam beberapa jenis ruang atau area yaitu selling space, merchandise space, customer space, dan personal space.

Selling space adalah ruang atau area penempatan barang yang akan diambil


(40)

barang persediaan, customer space adalah area untuk berbagi keperluan pembeli seperti ruang pas, bangku untuk peristirahatan sejenak, toilet, dan gang/jalan untuk lalu lalang. Personal space adalah ruang untuk para karyawan berganti seragam, istirahat, menyimpan barang pribadi, dan lainnya.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas maka dapat dijelaskan bahwa salah satu unsur dari retail mix yaitu atmosfer dalam gerai sangatlah penting terhadap jalannya suatu perusahaan ritel, dimana jika atmosfer dalam gerai tidak dihiraukan maka pelanggan akan merasa tidak nyaman pada saat berbelanja dan kemungkinan mereka tidak akan kembali ke ritel tersebut. Bukti fisik yang menggambarkan citratoko, presentasi dari toko, bangunan, seragam, gudang, dan memastikan toko sangat bersih dan terawat, dan memastikan aroma dan suhu di dalam toko wangi dan sejuk, dan sebagainya untuk memainkan peranan penting demi kenyamanan pelanggan pada saat berbelanja.

2.1.7 Retail Service

Retail service memberikan pelayanan kepada pelanggan mereka sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan didalan strategi gerai eceran.Pelayanan yang baik bahkan merupakan hal penting di masa pertumbuhan ekonomi yang lambat, ketika banyak perusahaan masih bertahan mempertahankan pelanggan yang mereka miliki. Tenaga penjual eceran melayani fungsi penjualan yang penting anatara lain membujuk pelanggan untuk membeli (Lamb, dkk. 2001).


(41)

Ma’ruf (2005:216), mengatakan bahwa retail service bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja di gerai. Hal-hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas layanan pelanggan, personal

selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, layanan

keuangan berupa penjualan dengan kredit, dan fasilitas-fasilitas seperti contoh toilet, tempat mengganti pakaian bayi, food court, telepon umum, dan sarana parkir. Retail service bersama unsur-unsur bauran pemasaran ritel lainnya mempunyai fungsi memenuhi kebutuhan pembeli dalam berbelanja.

Kotler (2002),menyatakan bahwa “pelayanan setiap tindakan atau keterampilan yang dapat ditawarkan oleh apapun juga yang pada dasarnya tidak berwujud atau tidak menyebabkan kepemilikan sesuatu, pelayanan dapat disertakan dalam produk yang berbentuk fisik”.Aspek pelayanan semakin hari semakin nyata perannya, secara umum pelayanan tersebut meliputi bagaimana kecepatan melayani pelanggan sebelum berbelanja dan pada saat berbelanja.Dengan demikian usaha eceran harus mampu mencoba sedemikian rupa agar pelayanan yang dirasakan pelanggan meningkat serta sesuai dengan kehendak pelanggan.Unsur pelayanan adalah unsur yang memiliki peranan penting dalam persaingan non- harga dengan retail yang lainnya.Unsur pelayanan adalah menjadi nyata bagi perusahaan dalam bersaing dengan para pesaingnya karena unsur pelayanan sangat sulit ditiru oleh pesaing.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas maka dapat dijelaskan bahwa salah satu unsur dari retail mix yaitu retail service sangat


(42)

berperan penting untuk kelancaran sebuah peruhaan ritel. Kemudahan konsumen pada saat berbelanja harus diperhatikan agar dibenak konsumen perusahaan ritel tersebut memiliki citra yang baik, misalnya memudahkan konsumen berbelanja, meliputi fasilitas umum seperti toilet, mushola, parkir, ATM, memudahkan pembayaran di kassa, sistem kartu anggota.

2.1.8 Konsep Impulse Buying

Pembelian tidak terencana (impulse buying) menurut Mowen and Minor (2002:10-11) didefinisikan sebagai tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko.Intinya pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda. Dengan kata lain faktor emosi merupakan ”tanda masuk” ke dalam lingkungan dari orang-orang yang memiliki gairah yang sama atas segala sesuatu barang.Menurut Semuel (2006) mengklasifikasikan suatu pembelian tidak terencana terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk kedalam toko.

Schiffman dan Kanuk (2007: 511), menyatakan bahwaimpulse buying merupakan keputusan yang emosional atau menurut desakan hati. Emosi dapat menjadi sangat kuat dan kadangkala berlaku sebagai dasar dari motif pembelian yang dominan.Hal senada diungkapkan oleh Shoham dan Brencic (2003) menyatakan bahwa impulse buying berkaitan dengan prilaku untuk


(43)

membeli berdasarkan emosi. Emosi ini berkaitan dengan pemecahan masalah pembelian yang terbatas atau spontan. Mereka melakukan pembelian tanpa berpikir panjang untuk apa kegunaan barang yang mereka beli, yang penting mereka/pelanggan terpuaskan. Artinya, emosi merupakan hal yang utama digunakan sebagai suatu dasar pembelian suatu produk. Konsumen seringkali memberi suatu produk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli seringkali muncul di toko atau mall. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Display pemotongan harga 50% yang terlihat mencolok akan menarik perhatian konsumen. Konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli produk. Display tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen yang tertidur, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian ini sering disebut impulse buying (sumarwan, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa impulse

buying itu adalah suatu kegiatan yang didasarkan pada emosi seseorang yang

timbul karena rasa ketertarikan pada produk tertentu. Hal ini dilakukan secara cepat tanpa berfikir panjang terlebih dahulu. Emosi ini terlibat karena adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara cepat. Dengan kata lain seorang penjual harus melakukan segala cara untuk menemukan emosi yang mempengaruhi keputusan pembelian.

2.1.9 Pengukuran Impulse Buying

Impulse buying sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli


(44)

menitikberatkan pada daya tarik atas sentimen dan gairah membeli.Artinya, berkaitan dengan emosi seseorang.Daya tarik di sini berkaitan dengan barang yang ditawarkan suatu toko tertentu, sehingga mereka tertarik dan mempunyai gairah untuk membelanjakannya (Arifianti, 2009).Menurut Fitriani (2010) kategori impulse buying dapat dibagi menjadi empat klasifikasi sebagai berikut ini:

1) Pure impulse, pembelian dilakukan murni tanpa terencana atau terkesan

mendadak, biasanya terjadi setelah melihat barang yang dipajang di toko dan muncul keinginan untuk memilikinya saat itu juga.

2) Reminder impulse, pembelian dilakukan tanpa terencana setelah

diingatkan ketika melihat iklan atau brosur yang ada di pusat perbelanjaan.

3) Suggestion impulse, pembelian dilakukan tanpa terencana pada saat

berbelanja di pusat perbelanjaan. Pembeli terpengaruh karena keyakinan oleh penjual atau teman yang ditemuinya pada saat berbelanja.

4) Planned impulse, pembeli melakukan pembelian karena sebenarnya

sudah direncanakan tetapi karena barang yang dimaksud habis atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka pembelian dilakukan dengan membeli jenis barang yang sama tetapi dengan merek atau ukuran yang berbeda.

Menurut Buedincho (2003),faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi impulse buying antara lain adalah harga, kebutuhan terhadap produk atau merek, pelayanan terhadap diri sendiri, iklan, display toko yang


(45)

mencolok, siklus hidup produk yang pendek, ukuran yang kecil,dan kesenangan untuk mengoleksi.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Lokasi terhadap Impulse Buying

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vitorino (2011), menyatakan bahwa lokasi pada pusat perbelanjaan membantu konsumen untuk melakukan impulse buying terhadap produk yang mereka cari. Hasil penelitian dari Hendro,dkk. (2013) menunjukkan bahwa variabel retail mix yaitu lokasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

impulse buying pada pusat perbelanjaan.

H1 : Lokasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

2.2.2 Pengaruh Merchandise terhadap Impulse buying

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Septenawati (2007),Fachtur (2009), dan Hadjali, dkk.(2011) yang memperlihatkan bahwa kegiatan merchandising yang dilakukan peritel dapat meningkatkan impulse

buying.Muruganatham dan Ravi (2013) juga menyatakan bahwa salah satu

faktor yang mendorong terjadinya impulse buying adalah retail

merchandising.Hasil penelitian dari Sari dan Suryani (2014) menunjukan

bahwa variabel merchandising berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying dimana semakin baik kegiatan

merchandising yang dilakukan maka dapat meningkatkan impulse buying


(46)

H2 : Merchandise berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse

buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

2.2.3 Pengaruh Pricing terhadap Impulse buying

Hasil penelitian Hendro,dkk. (2013) menunjukkan bahwa salah satu variabel retail mix yaitu pricingmempunyai pengaruh yang positif terhadap

impulse buying pada pusat perbelanjaan.Dari hasil penelitian Kenanga,dkk.

(2013)mengungkapkan bahwa variabel harga berpengaruh positif terhadap perilaku impulse buying konsumen Robinson Department Store Semarang. Wiguna dan Nurcaya (2014) juga menyimpulkan bahwa kewajaran harga berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap impulse buyingpada merk Nevada. Semakin meningkatnya kewajaran harga maka akan meningkatkan pula keputusan impulse buyingpada produk merk Nevada. H3 : Pricingberpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying

pada hypermarket di Kabupaten Badung.

2.2.4 Pengaruh Promosi terhadap Impulse buying

Arifianti (2009) juga menyebutkan bahwa promosi penjualan mempunyai pengaruh positif terhadap impulse buying.Khoirun (2010) yang menunjukan bahwa kegiatan promosi yang dilakukan oleh peritel dapat meningkatkan impulse buying serta penelitian juga dilakukan oleh Hadjali,dkk (2012), Denny dan Yohanes (2012). Hasil penelitian Hendro, dkk. (2013) menunjukkan bahwa variabel retail mix yaitu promosi mempunyai pengaruh yang positif terhadap impulse buyingpada pusat perbelanjaan.Menurutpenelitian Sari dan Suryani (2014) variabel promosi


(47)

berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse

buyingdi mana semakin baik kegiatan promosi yang dilakukan maka semakin

meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan.

H4 : Promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

impulsebuyingpada hypermarket di Kabupaten Badung.

2.2.5 Pengaruh Atmosfer dalam gerai terhadap Impulse Buying

Temuan penelitian yang dilakukan olehMattila and Wirtz (2008) menunjukkan bahwa atmosfer dalam gerai berpengaruh positif terhadap

impulse buying dimana efek interaktif atau kerumunan orang berbelanja yang

dirasakan dan keramahan karyawan menunjukkan bahwa dua faktor ini perlu dipertimbangkan bersama-sama dalam desain toko. Penelitian yang dilakukan oleh Soars (2009) juga menemukan bahwa adanya pengaruh positif atmosfer dalam gerai tehadap impulse buying.Xu (2010) juga melakukan penelitian dan mengatakan bahwa lingkungan toko yang terdiri dari ambience, design,

employee, crowding berpengaruh positif dan signifikan terhadap emosi

konsumen yang akhirnya berpengaruh terhadap impulse buying. Variabel atmosfer dalam gerai berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying dimana semakin baik penciptaan suasana atmosfer dalam gerai yang dilakukan Tiara Dewata Supermarket Denpasar, maka akan dapat meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan, penelitian ini dilakukan oleh (Sari dan Suryani, 2014).

H5 : Atmosferdalam gerai berpengaruh positif dan signifikan terhadap


(48)

2.2.6 Pengaruh Retail service terhadap Impulse buying

Salah satu variabel Retail Mix yaitu retail servicemempunyai pengaruh yang signifikan terhadap impulse buyingpada pusat perbelanjaan. Temuan ini ditemukan oleh Hendro,dkk (2013).Menurut penelitian Diah Kenanga,dkk. (2013)dapat diketahui bahwa ada pengaruh positif antara pelayanan toko terhadap perilaku impulse buying konsumen Robinson

Department Store Semarang dengan hasil perhitungan uji t dimana t hitung

15,551 > t tabel 1,660. Positif artinya apabila pelayanan toko yang ada di Robinson Department Store Semarang semakin baik maka aktivitas perilaku

impulse buying konsumen jugaakan semakin meningkat. Menurut penelitian

Fam et al (2011) juga menemukan bahwa pelayanan yang disediakan oleh

peritel dapat mempengaruhi terjadinya impulse buying.

H6 : Retail service berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse


(1)

membeli berdasarkan emosi. Emosi ini berkaitan dengan pemecahan masalah pembelian yang terbatas atau spontan. Mereka melakukan pembelian tanpa berpikir panjang untuk apa kegunaan barang yang mereka beli, yang penting mereka/pelanggan terpuaskan. Artinya, emosi merupakan hal yang utama digunakan sebagai suatu dasar pembelian suatu produk. Konsumen seringkali memberi suatu produk tanpa direncanakan terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli seringkali muncul di toko atau mall. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Display pemotongan harga 50% yang terlihat mencolok akan menarik perhatian konsumen. Konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli produk. Display tersebut telah membangkitkan kebutuhan konsumen yang tertidur, sehingga konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk yang dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian ini sering disebut impulse buying (sumarwan, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa impulse buying itu adalah suatu kegiatan yang didasarkan pada emosi seseorang yang timbul karena rasa ketertarikan pada produk tertentu. Hal ini dilakukan secara cepat tanpa berfikir panjang terlebih dahulu. Emosi ini terlibat karena adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara cepat. Dengan kata lain seorang penjual harus melakukan segala cara untuk menemukan emosi yang mempengaruhi keputusan pembelian.

2.1.9 Pengukuran Impulse Buying

Impulse buying sebagai kecenderungan konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba, dan otomatis. Impulse buying


(2)

menitikberatkan pada daya tarik atas sentimen dan gairah membeli.Artinya, berkaitan dengan emosi seseorang.Daya tarik di sini berkaitan dengan barang yang ditawarkan suatu toko tertentu, sehingga mereka tertarik dan mempunyai gairah untuk membelanjakannya (Arifianti, 2009).Menurut Fitriani (2010) kategori impulse buying dapat dibagi menjadi empat klasifikasi sebagai berikut ini:

1) Pure impulse, pembelian dilakukan murni tanpa terencana atau terkesan mendadak, biasanya terjadi setelah melihat barang yang dipajang di toko dan muncul keinginan untuk memilikinya saat itu juga.

2) Reminder impulse, pembelian dilakukan tanpa terencana setelah diingatkan ketika melihat iklan atau brosur yang ada di pusat perbelanjaan.

3) Suggestion impulse, pembelian dilakukan tanpa terencana pada saat berbelanja di pusat perbelanjaan. Pembeli terpengaruh karena keyakinan oleh penjual atau teman yang ditemuinya pada saat berbelanja.

4) Planned impulse, pembeli melakukan pembelian karena sebenarnya sudah direncanakan tetapi karena barang yang dimaksud habis atau tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka pembelian dilakukan dengan membeli jenis barang yang sama tetapi dengan merek atau ukuran yang berbeda.

Menurut Buedincho (2003),faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi impulse buying antara lain adalah harga, kebutuhan terhadap produk atau merek, pelayanan terhadap diri sendiri, iklan, display toko yang


(3)

mencolok, siklus hidup produk yang pendek, ukuran yang kecil,dan kesenangan untuk mengoleksi.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Lokasi terhadap Impulse Buying

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vitorino (2011), menyatakan bahwa lokasi pada pusat perbelanjaan membantu konsumen untuk melakukan impulse buying terhadap produk yang mereka cari. Hasil penelitian dari Hendro,dkk. (2013) menunjukkan bahwa variabel retail mix yaitu lokasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap impulse buying pada pusat perbelanjaan.

H1 : Lokasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

2.2.2 Pengaruh Merchandise terhadap Impulse buying

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Septenawati (2007),Fachtur (2009), dan Hadjali, dkk.(2011) yang memperlihatkan bahwa kegiatan merchandising yang dilakukan peritel dapat meningkatkan impulse buying.Muruganatham dan Ravi (2013) juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang mendorong terjadinya impulse buying adalah retail merchandising.Hasil penelitian dari Sari dan Suryani (2014) menunjukan bahwa variabel merchandising berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buying dimana semakin baik kegiatan merchandising yang dilakukan maka dapat meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan.


(4)

H2 : Merchandise berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.

2.2.3 Pengaruh Pricing terhadap Impulse buying

Hasil penelitian Hendro,dkk. (2013) menunjukkan bahwa salah satu variabel retail mix yaitu pricingmempunyai pengaruh yang positif terhadap impulse buying pada pusat perbelanjaan.Dari hasil penelitian Kenanga,dkk. (2013)mengungkapkan bahwa variabel harga berpengaruh positif terhadap perilaku impulse buying konsumen Robinson Department Store Semarang. Wiguna dan Nurcaya (2014) juga menyimpulkan bahwa kewajaran harga berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap impulse buyingpada merk Nevada. Semakin meningkatnya kewajaran harga maka akan meningkatkan pula keputusan impulse buyingpada produk merk Nevada. H3 : Pricingberpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying

pada hypermarket di Kabupaten Badung.

2.2.4 Pengaruh Promosi terhadap Impulse buying

Arifianti (2009) juga menyebutkan bahwa promosi penjualan mempunyai pengaruh positif terhadap impulse buying.Khoirun (2010) yang menunjukan bahwa kegiatan promosi yang dilakukan oleh peritel dapat meningkatkan impulse buying serta penelitian juga dilakukan oleh Hadjali,dkk (2012), Denny dan Yohanes (2012). Hasil penelitian Hendro, dkk. (2013) menunjukkan bahwa variabel retail mix yaitu promosi mempunyai pengaruh yang positif terhadap impulse buyingpada pusat perbelanjaan.Menurutpenelitian Sari dan Suryani (2014) variabel promosi


(5)

berpengaruh positif signifikan secara parsial terhadap variabel impulse buyingdi mana semakin baik kegiatan promosi yang dilakukan maka semakin meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan.

H4 : Promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulsebuyingpada hypermarket di Kabupaten Badung.

2.2.5 Pengaruh Atmosfer dalam gerai terhadap Impulse Buying

Temuan penelitian yang dilakukan olehMattila and Wirtz (2008) menunjukkan bahwa atmosfer dalam gerai berpengaruh positif terhadap impulse buying dimana efek interaktif atau kerumunan orang berbelanja yang dirasakan dan keramahan karyawan menunjukkan bahwa dua faktor ini perlu dipertimbangkan bersama-sama dalam desain toko. Penelitian yang dilakukan oleh Soars (2009) juga menemukan bahwa adanya pengaruh positif atmosfer dalam gerai tehadap impulse buying.Xu (2010) juga melakukan penelitian dan mengatakan bahwa lingkungan toko yang terdiri dari ambience, design, employee, crowding berpengaruh positif dan signifikan terhadap emosi konsumen yang akhirnya berpengaruh terhadap impulse buying. Variabel atmosfer dalam gerai berpengaruh positif signifikan terhadap impulse buying dimana semakin baik penciptaan suasana atmosfer dalam gerai yang dilakukan Tiara Dewata Supermarket Denpasar, maka akan dapat meningkatkan impulse buying yang dilakukan pelanggan, penelitian ini dilakukan oleh (Sari dan Suryani, 2014).

H5 : Atmosferdalam gerai berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buyingpada hypermarket di Kabupaten Badung.


(6)

2.2.6 Pengaruh Retail service terhadap Impulse buying

Salah satu variabel Retail Mix yaitu retail servicemempunyai pengaruh yang signifikan terhadap impulse buyingpada pusat perbelanjaan. Temuan ini ditemukan oleh Hendro,dkk (2013).Menurut penelitian Diah Kenanga,dkk. (2013)dapat diketahui bahwa ada pengaruh positif antara pelayanan toko terhadap perilaku impulse buying konsumen Robinson Department Store Semarang dengan hasil perhitungan uji t dimana t hitung 15,551 > t tabel 1,660. Positif artinya apabila pelayanan toko yang ada di Robinson Department Store Semarang semakin baik maka aktivitas perilaku impulse buying konsumen jugaakan semakin meningkat. Menurut penelitian Fam et al (2011) juga menemukan bahwa pelayanan yang disediakan oleh peritel dapat mempengaruhi terjadinya impulse buying.

H6 : Retail service berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying pada hypermarket di Kabupaten Badung.