PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DALAM LARUTAN PENCERAH MEREK “A” YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

  

PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DALAM LARUTAN PENCERAH

MEREK “A” YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN METODE

  

SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Shinta Lia Dewi Handoyo

  

NIM : 048114096

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2010

  

PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DALAM LARUTAN PENCERAH

MEREK “A” YANG BEREDAR DI PASARAN DENGAN METODE

  

SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Shinta Lia Dewi Handoyo

  

NIM : 048114096

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2010

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Papa dan mama yang mengubah kisah hidupku dengan berbagai cara mereka mengubah kekuranganku menjadi kelebihan yang mengagumkan dan membuatku mampu berjalan dengan tenang, dan bahagia atas bayang-bayang kepedihanku dan penderitaan yang kujalani.

  Karya ini yang kupersembahkan untuk: Papa dan mama yang selalu sabar dan membimbing saya

  Kakak dan adikku yang selalu mendukung saya Serta almamaterku

  

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan segala berkat, kasih, dan karunia-Nya untuk menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Larutan Pencerah

Merek

  ”A” yang Beredar di Pasaran dengan Metode Spektrofotometri Visibel.” Skripsi

ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat tugas akhir untuk memperolehi gelar Sarjana

Farmasi (S.Farm.) Program studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak

mendapat bantuan baik moral maupun spiritual dan dukungan yang berupa bimbingan,

dorongan, sarana, maupun fasilitas dari berbagai pihak dalam penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

  

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

  

2. Christine Patramurti, S.Si, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing atas kesabarannya

membimbing, memberi saran dan kritik, dan pengarahan selama penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.

  

3. Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu

untuk masukan, saran, dan kritik yang membangun selama penelitian.

  

4. Jeffry Julianus, M. Si., selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk

masukan, saran, dan kritik yang membangun bagi penulis.

  

5. Rekan tim penelitian hidrokuinon (Leo dan Lian) yang selama ini telah membantu,

menemani, mendukung dan menyemangati penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

  

6. Segenap staf laboran terutama laboran lantai IV atas masukan, bantuan, kebersamaan

dan kerjasamanya selama penelitian.

  7. Acay telah membantu mencari teman yang dapat membuat gambar dan tata tulis.

  8. Tris dan Putut telah membantu membuat gambar dan mengatur tata tulis selama ini.

  9. Teman-teman FST 2004 atas persahabatan dan kekompakan selama kuliah.

  

10. Semua pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih memiliki

kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis, maka penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kemajuan

dan kesempurnaan penelitian yang telah dilakukan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat

bagi orang lain yang membutuhkan.

  Yogyakarta, 10 April 2010 Penulis

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 10 April 2010 Penulis

  Shinta Lia Dewi Handoyo NIM : 048114096

  

INTISARI

  Hidrokuinon merupakan salah satu zat aktif yang digunakan secara luas pada produk pencerah kulit. Penggunaan hidrokuinon harus dibatasi kadarnya karena penggunaannya dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan efek samping yang berbahaya. Untuk melindungi kenyamanan dan keamanan bagi konsumen, hal itu sangat diperlukan kontrol kualitas produk larutan pencerah untuk mengetahui mutu produk yang dihasilkan sehingga kandungan hidrokuinonnya dapat diketahui dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar hidrokuinon dalam larutan pencerah merek

  “A” yang beredar di pasaran dengan metode spektrofotometri visibel. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif menggunakan metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi o-fenantrolina. Pemilihan metode ini

  2+

  didasarkan atas pembentukan komplek warna antara Fe dan o-fenantrolina dengan adanya hidrokuinon sebagai agen pereduksi yang baik.

  Berdasarkan analisis hasil, diperoleh kadar rata-rata hidrokuinon yang terkandung dalam sampel adalah 3,583 ± 0,085 % b/v. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa sampel lebih besar dari persyaratan yang telah ditentukan oleh BPOM.

  Kata kunci: hidrokuinon, larutan pencerah, spektrofotometer visibel.

  

ABSTRACT

  Hydroquinone is one of active agent that can be used widely at product of bleaching skin. The uses of hydroquinone must be limited because abundant usage in a big concentractions can cause dangerous adverse effect. For protect consument confortabel and safety, so that quality control product is very needed to know quality of product is producted so that the hydroquinone content is knowable and the result can be guaranteed. Purpose of this research was know hydroquionone concentraction of bleaching solution merek

  ”A” was revolved in market with visible spectophotometry method. This study was a non experimental descriptive which was using visible spectrophotometry method with o-phenanthroline reagent. The choice the methods based

  2+

  on form a coloured complex ion from that amount of Fe and o-phenanthroline with hydroquinone as a good reducing agent.

  Based on the result analysis, it was found that the average concentraction of hydroquinone in the sample with the trade mark was 3,583 ± 0,085 % b/v. Based on the data, it can be concluded that sample was not conditional fulfilled in BPOM. Keywords: hydroquinone, bleaching solution, visible spectrophotometry.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................................... v PRAKATA ......................................................................................................................... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................................... viii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ ix

  INTISARI ........................................................................................................................... x ........................................................................................................................ xi

  ABSTRACT

  DAFTAR ISI ..................................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xvii

  BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

  1. Permasalahan .................................................................................................... 3

  2. Keaslian Penelitian ............................................................................................ 3

  3. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4

  B. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 5

  BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ................................................................................ 6 A. Larutan .................................................................................................................... 6

  1. Pengertian larutan ............................................................................................. 6

  2. Penggolongan tipe larutan ................................................................................. 7

  3. Faktor yang mempengaruhi kelarutan............................................................... 9

  4. Kelebihan dan kekurangan sediaan larutan ..................................................... 11

  B. Larutan Pencerah................................................................................................... 13

  C. Hidrokuinon .......................................................................................................... 14

  1. Struktur dan sifat hidrokuinon ........................................................................ 14

  2. Penggunaan dan mekanisme kerja hidrokuinon ............................................. 15

  3. Efek samping hidrokuinon .............................................................................. 16

  D. Spektrofotometri Visibel ....................................................................................... 17

  1. Deskripsi umum .............................................................................................. 17

  2. Interaksi elektron dengan radiasi elektromagnetik (REM) ............................. 18

  3. Analisis kuantitatif dengan spektrofotometri visible ...................................... 25

  4. Instrumentasi spektrofotometri visibel............................................................ 29

  E. Senyawa kompleks.................................................................................................30

  F. Hipotesis ............................................................................................................... 37

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 38 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................................ 38 B. Definisi Operasional .............................................................................................. 38

  C. Bahan Penelitian .................................................................................................... 38

  D. Alat Penelitian ....................................................................................................... 39

  E. Tata Cara Penelitian .............................................................................................. 39

  1. Pembuatan larutan baku hidrokuinon ............................................................. 39

  2. Pembuatan larutan besi (III) ............................................................................ 39

  3. Pembuatan larutan o-fenantrolina ................................................................... 40

  4. Pembuatan larutan natrium asetat ................................................................... 40

  5. Penetapan kadar hidrokuinon dalam sampel larutan pencerah ....................... 41

  F. Analisis Hasil ........................................................................................................ 42

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 43 A. Optimasi Metode ................................................................................................... 43

  1. Penentuan Operating Time (OT) .................................................................... 46

  2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum........................................ 48

  3. Pembuatan kurva baku .................................................................................... 52

  B. Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Sampel Larutan Pencerah ......................... 55

  1. Pemilihan sampel ............................................................................................ 55

  2. Preparasi sampel ............................................................................................. 56

  3. Penetapan kadar hidrokuinon .......................................................................... 56

  BAB V. KESIMPULAN .................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 60 LAMPIRAN ...................................................................................................................... 64 BIOGRAFI PENULIS ...................................................................................................... 75

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I. Kategori kelarutan ............................................................................................. 7 Tabel II. Data replikasi seri baku hidrokuinon ................................................................ 3 Tabel III. Kadar rata-rata hidrokuinon dalam sampel larutan pencerah ......................... 57

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur hidrokuinon ..................................................................................... 14 Gambar 2. Reaksi oksidasi hidrokuinon menjadi kuinon ............................................... 15 Gambar 3. Tingkat energi elektronik molekul ................................................................ 19 Gambar 4. Pengaruh pelarut polar pad a transisi n → π* ................................................ 21 Gambar 5. Pengaruh pelarut- pelarut pada transisi π → π* ............................................. 22 Gambar 6. Instrumentasi spektrofotometer visibel ......................................................... 29

  2+

  Gambar 7. Reaksi pembentukan senyawa kompleks [(C H N ) Fe] ......................... 32

  12

  8

  2

  3 Gambar 8. Spliting orbital d pada senyawa kompleks oktahedral .................................. 34 2+

  Gambar 9. Spliting orbital d pada Fe dengan adanya ligan o-fenantrolina .................. 35 Gambar 10. Transisi elektron dari orbital d ke π* ............................................................ 36 Gambar 11. Pembentukan ikatan koordinasi pada senyawa kompleks ............................ 36 Gambar 12. Reaksi Redoks antara besi (III) dan hidrokuinon .......................................... 44 Gambar 13. Reaksi pembentukan senyawa kompleks berwarna ...................................... 46 Gambar 14. Hasil penetapan operating time pada panjang gelombang 510,0 nm............ 48 Gambar 15. Hasil pembacaan panjang gelombang serapan maksimum ........................... 51 Gambar 16. Kurva baku hidrokuinon dari replikasi II ...................................................... 54

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Data penimbangan hidrokuinon baku untuk kurva baku ............................ 64 Lampiran 2. Perhitungan seri kadar baku hidrokuinon ................................................... 64 Lampiran 3. Hasil scanning Operating Time (OT) ......................................................... 65 Lampiran 4. Data Operating Time (OT) ......................................................................... 66 Lampiran 5. Hasil scanning

  λ max kadar hidrokuinon ................................................... 66 Lampiran 6. Data scanning

  λ max kadar hidrokuinon .................................................... 67 Lampiran 7. Hasil scanning kurva baku hidrokuinon ..................................................... 67 Lampiran 8. Data kurva baku hidrokuinon ..................................................................... 68 Lampiran 9. Kurva baku dari 3 replikasi ........................................................................ 68 Lampiran 10. Komposisi sampel larutan pencerah hidrokuinon ...................................... 69 Lampiran 11. Gambar kemasan larutan pencerah mere k”A” telah beredar di pasaran .... 70 Lampiran 12. Hasil pembacaan serapan sampel ............................................................... 71 Lampiran 13. Data serapan sampel ................................................................................... 73 Lampiran 14. Contoh perhitungan kadar hidrokuinon dalam sampel larutan pencerah ... 74 Lampiran 15. Data perhitungan KV (%) ........................................................................... 74 Lampiran 16. Foto larutan sampel dan blangko ................................................................ 74

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan produk kosmetik semakin berkembang di masyarakat terutama

  produk pencerah yang biasa digunakan untuk menjaga penampilan dan mempercantik penampilan tubuh seseorang. Produk pencerah ini dipercaya konsumen dapat membuat penampilan tubuh seseorang tampak putih dan bersih seri sehingga lebih percaya diri.

  Sediaan pencerah kulit yang beredar di pasaran dalam bentuk larutan paling disukai oleh konsumen karena mudah menyebar rata di permukaan kulit, tidak lengket, tidak meninggalkan bekas, dan lebih mudah dibersihkan. Salah satu zat aktif yang banyak terkandung dalam larutan pencerah kulit adalah hidrokuinon yang berfungsi untuk menyerap UV dan mengurangi produksi melanin atau menghilangkan bercak-bercak hitam pada kulit sehingga membuat kulit tampak lebih putih (Anonim, 2005 b).

  Penggunaan hidrokuinon sebagai agen pencerah kulit dapat dikategorikan menjadi dua yaitu dua yaitu sebagai produk kosmetik dan sebagai obat. Dalam produk kosmetika, kadar hidrokui non ≤ 2% biasanya dijual secara bebas di pasaran. Sedangkan dalam produk obat, hidrokuinon dijual berdasarkan resep dan pengawasan dari dokter karena kadar yang digunakan umumnya lebih besar dibandingkan pada produk kosmetik. Daya kerja pemucatan hidrokuinon sangat cepat dengan kadar tinggi tetapi dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, misalnya: kemerahan, rasa terbakar (panas), gatal, dan iritasi kulit ringan pada wajah. Oleh karena itu penggunaan hidrokuinon harus dibatasi kadarnya.

  Ada produk larutan pencerah yang mengandung hidrokuinon yang telah beredar di pasaran namun tidak mencantumkan kadarnya. Dengan demikian, tidak diketahui apakah kadar hidrokuinon dalam berbagai merek memenuhi persyaratan BPOM atau tidak. Untuk melindungi kenyamanan dan keamanan bagi konsumen, hal itu sangat diperlukan kontrol kualitas produk larutan pencerah untuk mengetahui mutu produk yang dihasilkan sehingga kandungan hidrokuinonnya dapat diketahui dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Pemilihan metode penetapan kadar sangat penting karena dapat memberikan pengaruh hasil yang diperoleh. Metode pilihan untuk menetapkan kadar harus merupakan metode yang sensitif, selektif, dan praktis bagi senyawa tertentu. Metode-metode tersebut harus memenuhi kriteria validitas metode uji di antaranya adalah akurasi dan presisi, sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan.

  Pada penelitian ini digunakan metode spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi o-fenantrolina yang digunakan untuk analisis kuantitatif hidrokuinon.

  Teknik spektrofotometri visibel mempunyai keunggulan karena senyawa yang bersama-sama dengan hidrokuinon yang mengabsorpsi radiasi di daerah ultraviolet, tidak akan mengganggu pengukuran serapan radiasi pada daerah sinar tampak. Selain itu, pemilihan metode ini didasarkan atas pembentukan senyawa kompleks berwarna

  2+ agen pereduksi yang baik. Senyawa kompleks ini dapat diukur serapannya pada panjang gelombang daerah visibel (Haris, 1999).

  1. Permasalahan

  Dari latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah:

  a) Berapa kadar hidrokuinon dalam larutan pencerah merek “A” yang telah beredar di pasaran dengan metode spektrofotometri visibel?

  b) Apakah kadar hidrokuinon dalam sediaan kosmetik yang berbentuk larutan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh BPOM?

  2. Keaslian Penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian yang telah dilakukan berjudul ”Penetapan Kecermatan dan Keseksamaan Metode Kolorimetri Menggunakan Pereaksi Floroglusin untuk Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Pemutih” (Ibrahim, dkk., 2004), “Validasi Metode Spektrofotometri Visibel Menggunakan Pereaksi O-fenantrolina Pada Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Simulasi

  ” (Leo, 2008), dan “Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Pemutih Berbagai Merk yang Beredar di Yogyakarta” (Liancy, 2008). Sedangkan sepengetahuan penulis, penelitian tentang “Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Larutan Pencerah Merek ”A” yang Telah Beredar di Pasaran dengan Metode Spektrofotometri visibel” belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberi dan menambah informasi bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam dunia kefarmasian mengenai penetapan kadar hidrokuinon dalam larutan pencerah merek”A” yang telah beredar di pasaran dengan menggunakan metode spektrofotometri visibel”.

  b. Manfaat metodologis Penelitian ini dapat menjadi acuan tentang penggunaan metode spektrofotometri visibel dengan pereaksi o-fenantrolina dalam penetapan kadar hidrokuinon dan dapat digunakan untuk memberikan informasi bagi konsumen mengenai mutu, keamanan, dan kemanfaatan hidrokuinon dalam larutan pencerah merek “A” yang telah beredar di pasaran.

  c. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberi informasi kepada masyarakat mengenai kadar hidrokuinon dalam larutan pencerah yang bermanfaat bagi kecantikan dan kesesuaiannya dengan nilai yang tercantum dalam label.

B. Tujuan Penelitian

  1. Untuk mengetahui informasi besarnya kadar hidrokuinon yang terkandung di dalam larutan pencerah merek”A” yang telah beredar di pasaran dengan metode spektrofotometri visibel.

  2. Untuk mengetahui apakah kadar tersebut memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh BPOM.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Larutan

1. Pengertian larutan

  Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misalnya: terdispersi merata secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan mempunyai ketelitian yang baik jika larutan yang diencerkan atau dicampurkan (Anonim, 1995).

  Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah. Disebut homogen karena susunannnya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun (Anonim, 2010 b). Suatu larutan mengandung satu zat terlarut atau lebih dari satu pelarut. Zat terlarut merupakan komponen yang jumlahnya sedikit, sedangkan pelarut adalah komponen yang terdapat dalam jumlah yang banyak. Komponen dari larutan ialah solute (solvendum) bersinggungan dengan cairan (solvens), maka solute terbagi homogen atau terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai (Ahmad, 2001).

  Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada kulit. Larutan pencerah ini tergolong dalam larutan topikal karena larutan ini mengandung pelarut air (Anief, 2000).

  Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu 20 C, kecuali dinyatakan lain menunjukkan 1 bagian bobot zat padat atau bagian zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti 1 g zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut (Anief, 2000).

  

Tabel I. Kategori kelarutan (Anief, 2000)

Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan Sangat mudah larut Kurang dari 1

  1 Mudah larut

  • – 10

  Larut

  10

  • – 30

  Agak sukar larut

  30

  • – 100

  Sukar larut 100

  • – 1.000

  Sangat sukar larut 1.000

  • – 10.000 Lebih dari 10.000

  Praktis tidak larut

2. Penggolongan tipe larutan

  Berdasarkan pengenceran, macam-macam tipe larutan dapat dibagi menjadi 2 yaitu: a. Larutan encer yaitu jumlah zat A yang terlarut kecil.

  b. Larutan pekat yaitu larutan yang mengandung fraksi zat A yang besar (Anonim, 1995).

  Berdasarkan kejenuhan, macam-macam tipe larutan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

  a) Larutan tak jenuh (unsaturated)

  Adalah jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya. Larutan tak jenuh

lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh (Anonim, 2010 b).

  b) Larutan jenuh (saturated) Adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut.

  Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan zat itu (Anonim, 2010 b).

  Larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam jumlah maksimal, sehingga tidak dapat ditambahkan lagi zat terlarut. Pada keadaan jenuh telah terjadi kesetimbangan antara solut yang larut dan tak larut atau kecepatan pelarutan sama dengan kecepatan pengendapan. Kelarutan NaCl adalah 36 gram/100 gram air

  o

  (pada suhu 20

  C). Apabila kita letakkan 40 gram NaCl dalam 100 gram air (pada

  o

  suhu pada 20

  C), 36 gram akan larut dalam air tersebut.Yang selebihnya (4 gram) masih dalam keadaan yang tidak larut sehingga terjadi larutan jenuh (Anonim, 2010 b).

  c) Larutan lewat jenuh (supersaturated)

  Adalah jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya. Larutan lewat jenuh lebih pekat daripada larutan jenuh. Larutan lewat jenuh biasanya dibuat dengan cara membuat larutan jenuh pada temperatur yang lebih tinggi. Pada cara ini zat terlarut harus mempunyai kelarutan yang lebih besar dalam pelarut panas daripada dalam pelarut dingin. Jika dalam larutan yang panas itu masih tersisa zat terlarut yang sudah tak dapat melarut lagi, maka sisa itu harus disingkirkan dan tidak boleh ada zat lain yang masuk. Kemudian larutan itu didinginkan hati-hati dengan cara didiamkan untuk menghindari pengkristalan. Jika tidak ada solute yang memisahkan diri (mengkristal kembali) selama pendinginan, maka larutan dingin yang diperoleh bersifat lewat jenuh. Larutan lewat jenuh yang dapat dibuat dengan cara ini misalnya larutan dari sukrosa, natrium asetat dan natrium tiosulfat (hipo). Larutan lewat jenuh merupakan suatu sistem metastabil. Larutan ini dapat diubah menjadi larutan jenuh dengan menambahkan kristal yang kecil (kristal inti/bibit) umumnya kristal dari solute

  . Kelebihan molekul solute akan terikat pada kristal inti dan akan mengkristal kembali (Anonim, 2010 b).

3. Faktor yang mempengaruhi kelarutan

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu: a. Bahan zat yang dilarutkan (solute) dan bahan pelarut (solven) yang digunakan.

  Bahan solut dan solven dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1) Perbandingan antara solute dan solven.

  Daya larut maksimal dari suatu zat padat dalam suatu cair dinyatakan di dalam buku resmi (Farmakope). Contohnya: daya larut zat X dalam air = 1 : 10 berarti 1 gram zat X dengan 10 ml air sudah merupakan larutan yang jenuh (jadi lebih dari perbandingan tersebut tidak mungkin larut).

  2) Pengaruh Jenis Zat pada Kelarutan Prinsipnya adalah like dissolves like. Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling bercampur (Anonim, 2010 b).

  3) Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut Prinsipnya adalah like dissolves like. Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar. Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna

  (completely miscible)

  , air dan eter bercampur sebagian (partially miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely immiscible) (Anonim, 2010 b).

  b. Suhu Umumnya meningkatkan suhu sehingga meningkatkan kecepatan daya larut.

  Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat yang kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le

  Chatelier kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses

  pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi (Anonim, 2010 b).

  c. Ukuran partikel dan kecepatan difusi Ukuran partikel besar yang mengakibatkan kecepatan larutan kecil sehingga menurunkan kecepatan difusi, sedangkan ukuran partikel kecil yang dapat mengakibatkan kecepatan kelarutan besar sehingga menaikkan kecepatan difusi karena adanya luas permukaannya besar (Anief, 2000).

  d. Sifat-sifat fisika dan kimia Faktor yang mempengaruhi sifat-sifat fisika dalam kelarutan yaitu penggojokan selama proses pelarutan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi sifat-sifat kimia dalam kelarutan yaitu keasaman dan kebasaan (Anief, 2000).

4. Kelebihan dan kekurangan sediaan larutan

  Kelebihan sediaan larutan yaitu:

  a. Murah dalam biaya produksi dan biaya produk

  b. Mudah diaplikasikan pada kulit dan mudah didistribusikan pada kulit secara merata dan cepat pada permukaan kulit yang luas karena tidak lengket c. Segera kering pada kulit setelah pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan obat d. Mudah mengalami modifikasi dosis apabila diperlukan atau dosis dapat diubah- ubah dalam pembuatan.

  e. Konsentrasi zat atau obat dalam takaran tertentu dapat tepat karena larutan homogen.

  f. Kejernihan larutan dapat memberikan kesan yang menyenangkan.

  g. Dapat diberikan dalam larutan encer.

  h. Kerja awal obat lebih cepat karena obat cepat diabsorpsi. i. Mudah diberi pewangi, pewarna, dan lain-lain (Ansel, 1989; Sri et al., 2001). Kelemahan sediaan larutan yaitu: a. Tidak cocok untuk obat-obat yang tidak stabil dalam cairan.

  b. Sukar menutupi bau dan rasa yang tidak enak.

  c. Tidak cocok untuk obat-obat yang tidak larut dalam cairan.

  d. Larutan bersifat voluminous dan tidak praktis, sehingga kurang menyenangkan untuk diangkut dan disimpan. Apabila kemasan rusak, keseluruhan sediaan tidak dapat dipergunakan.

  e. Stabilitas dalam bentuk sediaan larutan biasanya kurang baik jika dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, terutama jika bahan mudah terhidrolisis.

  f. Kemungkinan terjadinya reaksi kimia dalam bentuk larutan di mana air sebagai katalisator.

  g. Larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme, oleh karena itu memerlukan penambahan pengawet (Yohana et al., 2009; Sri et al., 2001).

B. Larutan Pencerah

  Larutan pencerah merupakan campuran bahan kimia dan atau bahan lainnya dalam sediaan larutan yang berkhasiat mampu memucatkan noda hitam (cokelat) pada kulit. Dalam jangka waktu lama, larutan tersebut dapat menghilangkan atau mengurangi hiperpigmentasi pada kulit. Namun, penggunaan yang terus- menerus justru akan menimbulkan pigmentasi dengan efek permanen (Anonim, 2006 a).

  Larutan pencerah yang mengandung zat aktif hidrokuinon dapat berubah warna dari putih menjadi warna coklat selama 3

  • – 4 bulan (Maibach, 2000). Larutan pencerah dapat disimpan dalam botol berwarna coklat dan putih. Larutan pencerah yang disimpan botol berwarna coklat, karena hal ini digunakan untuk menghindari kerusakan obat karena cahaya sehingga tidak dapat terjadi degradasi obat oleh cahaya. Sedangkan larutan yang disimpan dalam botol putih untuk menghambat oksidasi.

  Larutan hidrokuinon merupakan produk yang baik dalam mengatasi melasma dengan atau tanpa bahan kimia untuk pengelupasan kulit (Maibach, 2000). Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK.00.05.4.1745 Bab II Pasal 3, Larutan pencerah dengan kandungan hidrokuinon termasuk kosmetika golongan Ic yaitu kosmetika yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan seperti termuat pada lampiran I no 47 (Anonim, 2003).

  

C. Hidrokuinon

Struktur dan sifat hidrokuinon

1. Hidrokuinon atau 1,4 benzendiol adalah senyawa organik aromatik dengan

  tipe fenol yang mempunyai rumus kimia C

  6 H

  6 O 2 , dan memiliki dua gugus hidroksil

  (-OH) yang berikatan dengan cincin aromatik/benzene pada posisi para (Wenninger

  et al ., 2000). Rumus bangun hidrokuinon adalah

HO OH

  

hidrokuinon

Gambar 1. Struktur hidrokuinon

  Hidrokuinon mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C

6 H

  6 O 2 dihitung terhadap zat anhidrat. Hidrokuinon merupakan substansi/zat

  kristal berbentuk jarum halus, putih, mudah menjadi gelap jika terpapar cahaya dan udara (Anonim, 1995). Hidrokuinon mudah larut dalam air (1 dalam 17 bagian air), dalam etanol (1 dalam 4 bagian etanol), dalam kloroform (1 dalam 51 bagian kloroform), dan dalam eter (1 dalam 16,5 bagian eter) (Anonim, 1995).

  Larutan hidrokuinon akan berwarna coklat dikarenakan proses oksidasi dengan adanya udara. Dalam suasana basa, hidrokuinon akan mengalami oksidasi dengan cepat, oksidasi ini bersifat reversibel yaitu senyawa dikarbonil (kuinon) mudah direduksi kembali menjadi senyawa dihidroksi (hidrokuinon), karena hidrokuinon merupakan agen pereduksi (Anonim, 1996). Reaksi yang terjadi adalah:

  • OH

  O O O

  • H

  2 HO OH

Hidrokuinon Kuinon

  Gambar 2. Reaksi oksidasi hidrokuinon menjadi kuinon (Anonim, 1996) Penggunaan dan mekanisme kerja hidrokuinon 2.

  Hidrokuinon yang digunakan sebagai agen pencerah atau depigmentasi untuk memutihkan kulit dan menghilangkan kulit yang dalam kondisi hiperpigmentasi seperti melasma, bercak-bercak atau bintik

  • –bintik hitam, dan lentigines. Karena mampu mengelupas kulit bagian luar dan menghambat pembentukan melanin pada kulit (Anonim, 2006a). Melanin adalah pigmen pada kulit yang memberikan warna gelap atau coklat (Anonim, 2010b). Penggunaannya membutuhkan waktu beberapa minggu sebelum muncul suatu efek, tapi depigmentasi terjadi setelah 2-6 bulan. Aplikasi hidrokuinon harus dihentikan jika tidak ada peningkatan setelah melindungi 2 bulan perawatan. Hidrokuinon harus digunakan dua hari sekali hanya untuk kulit dari sinar matahari dan mengurangi depigmentasi (Anonim, 1999). Selain itu, kegunaan hidrokuinon adalah sebagai antioksidan dalam fotografi (pencucian film) untuk mereduksi ion perak menjadi logam perak halida, sebagai penghambat polimerisasi, sebagai bahan dasar herbisida, karet antioksidan, dan bahan pewarna rambut (Wenningner et al., 2000).

  Hidrokuinon sendiri merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan dalam sediaan pencerah wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi enzimatik dari tirosin ke 3,4-dihidroksifenilalanin (Wilkinson et al., 1982). Enzim tirosinase ini merupakan enzim utama dalam pembentukan melanin, sehingga jika kerjanya dihambat maka jumlah pigmen melanin pemberi warna gelap atau cokelat kulitpun menjadi berkurang sehingga menjadi kulit lebih putih (Anonim, 2006 a). Hidrokuinon bekerja menghalangi pengeluaran melanin oleh enzim tirosinase pada melanosit yang terletak di lapisan epidermis kulit, mendegradasi melonosom pada kulit, menembus lapisan kulit, dan menyebabkan penebalan pada lapisan kolagen. Produksi melanin oleh enzim tirosinase pada melanosit ini biasanya diaktifasi oleh sinar matahari, hormonal, penyakit, obat, alergi dan iritasi yang akhirnya membuat kulit menjadi berflek, berwarna tak merata dan lebih gelap dari sebelumnya (Daniel, 2010).

3. Efek samping hidrokuinon Kosmetik hidrokuinon boleh dipasarkan tetapi harus berdasarkan resep dari dokter.

  Penggunaan dalam kosmetika bebas tidak boleh lebih dari 2% dan penggunaan

  b

  hidrokuinon lebih dari 2% / b termasuk golongan obat keras yang hanya dapat digunakan berdasarkan resep dokter sebab dapat mengakibatkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan terbakar, kelainan pada ginjal (nephropathy), kanker darah (leukemia) dan kanker sel hati (hepatocelluler adenoma) (Anonim, 2007). Selain itu, penggunaan hidrokuinon yang berlebihan juga dapat menyebabkan oochronosis (kulit berbintil seperti pasir dan berwarna coklat kebiruan, serta terasa gatal dan seperti

D. Spektrofotometri Visibel Deskripsi Umum 1.

  Spektrofotometer visibel adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memiliki sumber radiasi elektromagnetik sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Radiasi elektromagenetik dalam rentang panjang gelombang 380

  • – 780 nm merupakan radiasi yang dapat dilihat indera penglihatan manusia sehingga disebut cahaya tampak (visible) (Suharman, 1995).

  Spektrofotometer visibel termasuk dalam spektrofotometri serapan yang melakukan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM) dan materi (atom zat kimia, ion, atau molekul) sehingga mengalami peningkatan energi elektronik dari tingkat dasar (ground state) ke tingkat energi yang lebih tinggi (excited state) saat peralihan atau transisi elektronik. Transisi ini terjadi bila energi yang dihasilkan oleh radiasi sama dengan energi yang diperlukan untuk melakukan transisi. Transisi elektronik ditentukan oleh konfigurasi elektron pada molekul senyawa tersebut, maka transisi ditentukan struktur molekul. Oleh karena itu molekul yang berbeda strukturnya mempunyai tingkat energi yang berbeda dan setiap jenis molekul menyerap radiasi pada daerah spektrum tertentu karena hal ini yang menjadi dasar analisis kualitatif dengan metode ini. Sedangkan banyaknya cahaya yang diserap di frekuensi atau panjang gelombang tertentu sesuai transisi elektron yang terjadi karena hal ini menentukan intensitas serapan yang menjadi dasar analisis kuantitatif menggunakan metode ini (Williard et al., 1988).

  Pada kenyataannya, spektrum visibel yang merupakan korelasi antara serapan (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) tidak merupakan garis spektrum, tetapi sebagai pita spektrum. Terbentuknya pita spektrum visibel tersebut disebabkan transisi energi yang tidak sejenis dan terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus molekul yang kompleks (Rohman, 2007).

2. Interaksi elektron dengan radiasi elektromagnetik (REM)

  Dalam spektrofotometri, larutan sampel akan mengabsorpsi REM dengan energi yang sesuai dan jumlah yang diserap tersebut berhubungan dengan konsentrasi dari analit dalam larutan. Suatu molekul mengabsorpsi foton dengan energi yang sesuai untuk menjalani suatu transisi (Christian, 2004). Jenis-jenis absorpsi yang dapat terjadi antara lain: a. Absorpsi yang melibatkan transisi elektron ikatan dan elektron anti ikatan.

  Semua molekul organik mampu menyerap REM karena semua molekul organik mempunyai elektron valensi yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi yang dikenal sebagai elektron anti bonding. Transisi-transisi elektronik yang terjadi di antara tingkat-tingkat energi di dalam suatu molekul ada 4 yaitu: transisi sigma-sigma star (ϭ

  → ϭ*), transisi n – sigma star (n → ϭ*), transisi n – phi star (n → π*), dan transisi phi – phi star (π → π*) (Rohman, 2007).

  Anti Bonding

  σ

  • Anti bonding

  π

  • Σ

  Non Bonding

  n

  Bonding

  π

  Bonding

  σ

Gambar 3. Tingkat energi elektronik molekul

  1) Transisi atau eksitasi elektron ϭ → ϭ*

  Dibutuhkan energi paling besar untuk menginduksi terjadinya transisi ϭ → ϭ* dan terjadi pada daerah ultraviolet jauh (

Dokumen yang terkait

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi

0 0 105

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi

0 0 83

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

0 0 191

AKTIVITAS ANALGESIK PERSISTEN SENYAWA 2,5-BIS-(4’-METOKSI-BENZILIDIN)-SIKLOPENTANON PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS DENGAN METODE FORMALIN TEST SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Program Studi Ilmu Farmasi

0 0 87

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

0 0 115

VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL MENGGUNAKAN PEREAKSI o-FENANTROLINA PADA PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DALAM KRIM SIMULASI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

0 0 73

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si.) Program Studi Ilmu Komputer

0 0 174

PENETAPAN KADAR LIDOKAIN HCl DALAM SEDIAAN INJEKSI SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM TIDAK LANGSUNG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

0 0 86

KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

0 0 106

KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOLIK DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi

0 0 112