PENGEMBANGAN KETERAMPILAN VOKASIONAL DI (1)

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN VOKASIONAL DI MADRASAH ALIYAH PENGEMBANGAN KETERAMPILAN VOKASIONAL DI MADRASAH ALIY AH

The Education Sector Analytical And Capacity Development Partnership

(ACDP)

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN VOKASIONAL DI MADRASAH ALIYAH

The Education Sector Analytical And Capacity Development Partnership

(ACDP)

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN VOKASIONAL DI MADRASAH ALIYAH

Diterbitkan oleh:

Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP)

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung E, Lantai 19 Jl. Jend. Sudirman, Senayan, Jakarta 10270 Tel. +62 21 5785 1100, Fax: +62 21 5785 1101 Website: www.acdp-indonesia.org Email Sekretariat: secretariat@acdp-indonesia.org

Diterbitkan pada bulan Juni 2017 Pemerintah Republik Indonesia (yang diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan

BAPPENAS), Australian Agency for International Development (Ausaid), Uni Eropa (EU) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) telah membentuk Kemitraan Untuk Pengembangan Kapasitas dan Analisis Pendidikan (ACDP) sebagai fasilitas untuk mendorong dialog kebijakan dan reformasi kelembagaan dan organisasi di sektor pendidikan dalam mendukung implementasi kebijakan dan membantu mengurangi kesenjangan dalam kinerja pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Kegiatan ini merupakan bagian integral dari Program Dukungan Sektor Pendidikan (ESSP) yang terdiri dari (i) dukungan sektor anggaran Uni Eropa dengan pengaturan yang telah disetujui terkait pencairan hibah berdasar hasil dan (ii) pendukung hibah pengembangan sektor Ausaid berdasar kebijakan yang ditetapkan dan program yang terdiri dari: program sarana-prasarana sekolah, dan sebuah program pengembangan kabupaten/kota dan pengelolaan sekolah secara nasional serta sebuah program untuk mempercepat akreditasi madrasah swasta di Indonesia. Laporan ini disiapkan dengan dukungan hibah dari Ausaid dan Uni Eropa melalui ACDP.

Kementerian PPN/ Bappenas

KEMENTERIAN PENDIDIKAN

KEMENTERIAN DAN KEBUDAYAAN AGAMA

EUROPEAN UNION

Institusi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan studi ini adalah Trans Intra Asia Tim konsultan yang menyiapkan laporan adalah:

1. Rod Murray, Team Leader

2. Winifred Lydia Wirkus, International Madrasah Policy Development Specialist

3. Achmad Syahid, Madrasah Education Specialist

4. Gusti Ngurah Adhi Wibawa, Statistician/Data Processing Specialist-1

5. Iyus Hendrawan, Agricultural Education Development Specialist

6. Nur Bambang Priyo Utomo, Aquaculture Education Development Specialist

7. Adri BudiSulistyo, Finance Specialist

Pendapat yang disampaikan dalam publikasi ini merupakan tanggung jawab penuh dari para pengarangnya dan tidak serta merta mewakili pandangan Pemerintah Indonesia, Pemerintah Australia dan Uni Eropa.

PENINGKATAN KETERAMPILAN DI MADRASAH ALIYAH

Daftar Singkatan

Kemitraan untuk Pengembangan Education Sector Analytical and ACDP

Kapasitas dan Analisis Sektor Capacity Development Partnership Pendidikan

ADB Bank Pembangunan Asia Asian Development Bank Spesialis Pengembangan Pendidikan

Agricultural Education Development AEDS Agrikultural

Specialist

AFTA Area Pasar Bebas ASEAN ASEAN Free Trade Area Spesialis Pengembangan Pendidikan

Aqua-culture Education Development AQEDS Akuakultur

Specialist

Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Association of Southeast Asian ASEAN Tenggara

Nations

Badan Akreditasi Nasional Sekolah / Board for Accreditation of School and BAN-S/M Madrasah

Madrasah

BLK Balai Latihan Kerja Job Training Centers Balai Latihan Pendidikan Tenaga

Training Centers for Health Apparatus BLPTK Kesehatan

Improvement National Professional Certification

BNSP Badan Nasional Sertifikasi Profesi

Institute

BOS Bantuan Operasional Sekolah School Operational Assistance BPS

Badan Pusat Statistik Indonesian Central Statistical Agency BSNP

Badan Standar Nasional Pendidikan National Education Standards Agency Pelatihan Berbasis Kompetensi dan

Competency Based Training and CBT&A Penilaian

Assessment

DGIE Direktur Jenderal Pendidikan Islam Director General of Islamic Education Budget Implementation Registration

DIPA Daftar Isian Penggunaan Anggaran

Form

EUs Unit Pendidikan

Education Units

FGD Kelompok Diskusi Terfokus Focus Group Discussions IAIN

Institut Agama Islam Negeri State Institute for Islamic Studies ICR

Laporan Pendahuluan Inception Report Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

Indonesian National Qualifications INQF (KKNI)

Framework Indonesian Chamber of Commerce

Kadin Kamar Dagang dan Industri Indonesia

and Industry

KKKS Kelompok Kerja Kepala Sekolah Principals Working Groups LMS

Spesialis Pasar Tenaga Kerja Labor Market Specialist

LSP Lembaga Sertifikasi Profesi Profesional Certication Center MA

Madrasah Aliyah Senior Secondary Madrasah MAK

Madrasah Aliyah Kejuruan Vocational Madrasah Aliyah MAN

Madrasah Aliyah Negeri State Madrasah Aliyah MES

Spesialis Pendidikan Madrasah Madrasah Education Specialist Kementerian Pendidikan dan

MoEC Ministry of Education and Culture Kebudayaan

MoRA Kementerian Agama Ministry of Religious Affairs MSME

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Micro, Small and Medium Enterprises

RPL Pengakuan Hasil Belajar Sebelumnya Recognition of Prior Learning Pendidikan & Pelatihan Teknis &

Technical & Vocational Education & TVET Kejuruan

Training

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Versatile-Dedicated-Care-Training VEDCA

Kependidikan Pertanian/Pusat Centers for Teachers in Agricultural Pengembangan dan Penataran Guru

Skills Program

Pertanian

RINGKASAN EKSEKUTIF

Penelitian ini dilakukan selama periode antara tanggal 20 September 2016 hingga 28 April 2017. Tim peneliti ini terdiri atas Team Leader (TL) Internasional serta beberapa spesialis dan konsultan. Tim peneliti meneliti secara mendalam tentang program pelatihan keterampilan di Madrasah Aliyah (MA), yang mencakup melakukan analisis makro terkait permintaan pasar terhadap kebutuhan pekerja dalam konteks kondisi perekonomian Indonesia baik saat ini maupun perkiraan ke depan, serta menghitung jumlah biaya program pelatihan keterampilan baik pada tingkat kelembagaan maupun tingkat nasional sebagai masukan untuk Rencana Pengembangan Jangka Menengah pada Peningkatan Keterampilan di Madrasah Aliyah. Oleh karena itu, dalam menghasilkan produk ini, tim peneliti mengumpulkan dan menganalisis data kunjungan lapangan, menyelengarakan Diskusi Kelompok Terfokus atau Focus Group Discussions (FGD), dan melakukan analisis data sekunder yang relevan.

Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan pilihan strategis dalam hal pembangunan dan pengembangan program peningkatan keterampilan pada tingkat MA seperti yang tercantum dalam Kerangka Acuan. Hasil studi yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan pemetaan serta analisis kesenjangan keterampilan vokasional, sektor ekonomi, permintaan tenaga kerja, dan jenjang masuk pendidikan lanjut/tinggi, dan menyampaikan pilihan strategi pengembangan;

2. Mengembangkan pilihan kebijakan pembiayaan pada model untuk program peningkatan keterampilan vokasional di MA, kemudian menerapkannya secara tepat guna dan berkesinambungan;

3. Mengembangkan pilihan kebijakan yang diperlukan sesuai dengan regulasi dan aturan yang telah ditentukan oleh Kemenag; dan

4. Membuat draf Rencana Pembiayaan Pengembangan Jangka Menengah pada Peningkatan Program Keterampilan Vokasional di Madrasah Aliyah, termasuk sumber daya manusia, fasilitas, dan pembiayaannya.

Penelitian ini fokus pada kebutuhan program pelatihan keterampilan vokasional yang ada saat ini dan melihat kecenrungan ke depan yang nantinya dapat disediakan oleh MA sekaligus mengidentifikasi kesenjangan antara kebutuhan pekerja terlatih maupun permintaan pasar terhadap pekerja (formal dan informal) atas keterampilan vokasional khusus tertentu. Penelitian ini juga menilai kapasitas MA dalam memenuhi kebutuhan keterampilan vokasional di tingkat lokal dan mengadaptasikan program peningkatan keterampilan vokasional mereka berdasarkan permintaan tersebut.

Proses peningkatan keterampilan tersebut didasarkan pada kebutuhan untuk memberikan siswa keterampilan vokasional dan pengetahuan kognitif yang umum seperti halnya pelatihan keterampilan vokasional yang akan mereka gunakan dalam mencari pekerjaan yang lebih baik pada sektor formal atau pekerjaan yang lebih menjanjikan pada sektor informal -- serta dalam mempersiapkan siswa dan siswi untuk melanjutkan pendidikan keterampilan vokasionalnya ke jenjang yang lebih tinggi di perguruan tinggi.

Keterbatasan Penelitian

Dikarenakan banyaknya ragam keterampilan vokasional yang diizinkan untuk diselenggarakan oleh MA, bervariasinya sektor ekonomi lokal, dan perbedaan dalam hal biaya atas barang dan jasa Dikarenakan banyaknya ragam keterampilan vokasional yang diizinkan untuk diselenggarakan oleh MA, bervariasinya sektor ekonomi lokal, dan perbedaan dalam hal biaya atas barang dan jasa

Budidaya perairan (aquaculture) belum tercantum dalam daftar keterampilan yang diakui oleh Kementerian Agama, sementara itu, beberapa MA justru telah menyelenggarakan program keterampilan tersebut. Setelah melakukan berbagai konsultasi dengan beberapa pemangku kepentingan dapat disimpulkan bahwa budidaya perairan merupakan jenis keterampilan

vokasional yang sangat penting untuk dipelajari. Oleh karena itu, walaupun studi khusus tentang budidaya perairan tidak termasuk dalam TOR penelitian ini, namun sebuah studi kasus mendalam termasuk diantaranya biaya untuk mengembangkan program pelatihan keterampilan budidaya perairan telah dilakukan.

Penelitian ini juga diperlukan untuk menghasilkan Rencana Pengembangan Jangka Menengah Peningkatan Program Keterampilan Vokasional di Madrasah Aliyah. Mengingat besarnya biaya yang diperlukan untuk guru (tenaga pengajar) keterampilan, peralatan, fasilitas dan bahan yang dibutuhkan untuk pelatihan keterampilan vokasional di berbagai wilayah di negara ini, maka tim peneliti membatasi pembuatan estimasi biaya satuan untuk beberapa jenis keterampilan vokasional saja. Perkiraan tersebut didasarkan pada data yang diberikan kepada Tim oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang ditelaah dan disempurnakan dalam FGD dengan pemangku kepentingan utama di 20 kabupaten. Tim peneliti kemudian menghitung rata-rata dari data dan informasi yang dianalisis di atas. Dengan demikian data biaya yang termasuk dalam rencana pengembangan jangka menengah terbatas pada estimasi berdasarkan data dan informasi dari berbagai sumber yang terpercaya.

Latar belakang

Hasil analisis atas perkembangan ekonomi Indonesia, sistem pendidikan pada umunya dan sub- sektor pendidikan keterampilan vokasional pada khususnya, kerangka kerja kebijakan dan organisasi, menjadi konteks dimana studi peningkatan keterampilan vokasional di MA ini dilakukan. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia telah tumbuh sekitar 5% per-tahun selama beberapa tahun terakhir dan porsi besarnya adalah pada sektor ekonomi informal. Dengan demikian, sektor ekonomi informal menjadi fokus utama program pelatihan keterampilan vokasional di MA, yang memberikan keterampilan vokasional disamping kurikulum inti nasional. Pendidikan vokasional untuk sektor formal paling baik dilakukan pada lembaga pendidikan yang dilengkapi dengan fasilitas pelatihan keterampilan vokasional yang dirancang secara khusus untuk kepentingan tersebut. Lembaga pendidikan vocasional di madrasah yang ditunjuk secara resmi untuk menyelenggarakan ini adalah Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan diharuskan mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sementara itu, progam pelatihan keterampilan vokasional di MA yang di studi ini, diatur oleh Kementerian Agama.

Penelitian menemukan bahwa kebanyakan MA yang menyelenggarakan pelatihan keterampilan vokasional tidak mampu memberikan lulusan yang bersertifikasi. Oleh karena itu, Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan pengembangan keterampilan kejuruan di MA karena BNSP secara resmi memberi wewenang kepada beberapa lembaga untuk menguji kompetensi keterampilan kejuruan tertentu melalui tempat uji kompetensi yang didirikan di berbagai lembaga. Lembaga-lembaga ini juga dapat memberikan sertifikat kompetensi kepada mereka yang lulus uji. Lembaga yang berwenang tersebut disebut

Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Beberapa SMK dan MA telah ditunjuk sebagai LSP. Hal ini memberi kesempatan bagi para siswa lulusan dari MA yang bukan merupakan lembaga sertifikasi resmi untuk diuji dan menerima sertifikasi kompetensi keterampilan dari LSP yang berwenang tersebut.

Kerangka peraturan saat ini juga menyediakan payung hukum bagi MA untuk berkolaborasi dengan pusat pelatihan vokasional pemerintah daerah yang dioperasikan oleh sejumlah kementerian agar mendapatkan pelatihan keterampilan vokasional yang intensif serta memperoleh sertifikasi kompetensi.

Metodologi

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan berbagai metode untuk memperoleh data kuantitatif dan kualitatif baik berupa data primer maupun sekunder. Sebagian besar data kuantitatif dikumpulkan melalui kuesioner yang diisi oleh pihak madrasah dan siswa, perusahaan lokal, dan pejabat pemerintah daerah. Data tambahan dikumpulkan dari EMIS Kementerian Agama, Badan Pusat Statistik (BPS), dan hasil review beberapa dokumen. Data kuantitatif disusun dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sebagai dasar untuk analisis lebih lanjut mengenai pilihan kebijakan dan rekomendasi untuk pengembangan program keterampilan vokasional di MA. Data kualitatif dikumpulkan terutama FGD di tingkat nasional dan di 20 kabupaten dan empat wilayah. Data kualitatif juga dikumpulkan melalui kunjungan lapangan ke MA, wawancara dengan pihak MA dan Kementerian Agama setempat, para pengusaha lokal, serta pejabat pemerintah lainnya.

Pemetaan dan Analisis Kesenjangan Keterampilan

Para pengusaha di sektor ekonomi formal menekankan bahwa soft skill (integritas pribadi, religiusitas, etika dan moral, kreativitas, disiplin, dll.) lebih penting pada lingkup pekerjaan di sektor formal daripada pekerjaan yang menuntut keterampilan teknis. Mereka mencatat soft skill

lulusan MA perlu ditingkatkan, namun, pada umumnya lulusan MA memiliki soft skills yang lebih baik daripada lulusan sekolah umum.

Analisis data yang diberikan oleh pengusaha di sektor ekonomi formal dan informal menunjukkan bahwa jenis keterampilan vokasional yang diajarkan di MA hanya mencakup sebagian kebutuhan sektor ekonomi formal dan juga potensi kebutuhan pada sektor informal. Dengan demikian, kapasitas yang lebih besar perlu dikembangkan bagi madrasah dan staf Kementerian Agama untuk menyelaraskan pembelajaran keterampilan vokasional yang lebih baik di MA, disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi pada sektor ekonomi formal dan informal. Temuan dari penelitian ini memberikan dasar untuk memberikan peningkatan program pelatihan keterampilan vokasional lebih lanjut di MA. Rencana Pembangunan Jangka Menengah, yang dilampirkan sebagai dokumen terpisah pada laporan ini, memberikan peta jalan bagi Kementerian Agama dalam melakukan kegiatan termasuk merevisi peraturan perundangan dan menyediakan pendanaan untuk meningkatkan program pelatihan keterampilan vokasional di MA berdasarkan temuan yang dihasilkan penelitian ini.

Analisis permintaan akan tenaga kerja dan data penawaran yang diperoleh melalui penelitian ini menunjukkan adanya kesenjangan antara tuntutan sektor ekonomi formal dan informal dengan pasokan tenaga kerja terampil yang dihasilkan melalui program pendidikan keterampilan vokasional di MA. Analisis menunjukkan bahwa lulusan MA sangat sedikit memperoleh pekerjaan di sektor formal. Sekitar 30% lulusan MA melanjutkan ke pendidikan tinggi sementara sisanya bergelut dalam ekonomi informal atau menganggur atau setengah menganggur. Namun, penelitian ini juga menemukan bukti adanya potensi besar untuk mengembangkan ekonomi lokal Analisis permintaan akan tenaga kerja dan data penawaran yang diperoleh melalui penelitian ini menunjukkan adanya kesenjangan antara tuntutan sektor ekonomi formal dan informal dengan pasokan tenaga kerja terampil yang dihasilkan melalui program pendidikan keterampilan vokasional di MA. Analisis menunjukkan bahwa lulusan MA sangat sedikit memperoleh pekerjaan di sektor formal. Sekitar 30% lulusan MA melanjutkan ke pendidikan tinggi sementara sisanya bergelut dalam ekonomi informal atau menganggur atau setengah menganggur. Namun, penelitian ini juga menemukan bukti adanya potensi besar untuk mengembangkan ekonomi lokal

1. Keputusan Kementerian Agama mengatur jam belajar minimum untuk program pelatihan keterampilan vokasional, namun banyak diantara MA yang tidak memenuhi jumlah waktu pembelajaran minimum yang diperlukan.

2. Dalam penelitian ditemukan bahwa beberapa jenis keterampilan vokasional tertentu yang ditawarkan tidak dapat menghasilkan kompetensi yang dibutuhkan berdasarkan batasan waktu yang diberikan untuk program pelatihan keterampilan vokasional dalam kurikulum MA yang khas. Oleh karena itu, program keterampilan vokasional yang ditawarkan harus ditentukan oleh alokASI waktu yang cukup untuk pelatihan keterampilan vokasional sehingga tingkat kompetensi minimum yang dibutuhkan untuk pekerjaan di ekonomi lokal dapat dicapai. Keterampilan vokasional yang membutuhkan waktu tambahan, kalau perlu dapat dilakukan di lembaga pendidikan kejuruan vokasional lainnya, dari pada di MA.

3. Kurikulum yang mencakup program keterampilan voksional termasuk ke dalam kegiatan intra-kurikuler yang belum didasarkan pada standar kompetensi berbasis Kompetensi Nasional Indonesia (KKNI). Hal ini yang mengakibatkan kualitas pembelajaran yang cenderung lebih lemah.

4. Infrastruktur untuk mendukung program keterampilan vokasional tidak diperbarui dan tidak terpelihara dengan baik di banyak MA.

5. Kompetensi guru dan guru keterampilan vokasional tidak diperbarui kemampuannya.

6. Kursus pelatihan dan sertifikasi yang diselenggarakan oleh pusat pelatihan nasional dilakukan melalui Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian dan sebagainya (mis., BLK, BLPT), termasuk program magang; namun, banyak MA yangf disampling dalam penelitian ini tidak memiliki kerjasama dengan lembaga-lembaga tersebut.

7. Tata kelola program pelatihan keterampilan vokasional di MA oleh kantor Kementerian Agama setempat lemah dalam hal pengawasan dan pemberian dukungan kepada MA untuk memperbaiki program mereka. Ini termasuk bantuan agar MA dapat menjalin hubungan dengan pusat pelatihan dan ekonomi lokal.

Penelitian juga menemukan contoh di sejumlah MA yang berinisiatif untuk meningkatkan kualitas dan relevansi program pelatihan keterampilan vokasionalnya sehingga mengurangi kesenjangan antara permintaan dan penawaran keterampilan vokasional terutama di sektor informal yang bersifat lokal. Sebagai contoh, beberapa MA mengadakan kesepakatan kerjasama dengan Balai Latihan Kerja / BLK yang dioperasikan oleh Balai Latihan Pendidikan Teknik / BLPT yang dikelola oleh dinas pendidikan provinsi. Lembaga ini juga memberikan pelatihan bagi guru dan siswa untuk peningkatan keterampilan vokasionalnya. Beberapa MA juga telah melakukan kerjasama magang dengan perusahaan industri tertentu. Beberapa siswa yang pernah mengikuti BLK atau BLPT atau magang di perusahaan sektor formal telah menerima sertifikat keterampilan vokasional (vocational skills certificates). Namun, banyak alumni dari MA yang belum memperoleh pelatihan tambahan yang dijelaskan di atas, sehingga hanya diberikan sertifikat dari internal MA yang belum tentu diakui oleh Badan Sertifikasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Model Peningkatan Keterampilan MA

Penelitian ini telah menghasilkan lima model untuk menerapkan pelatihan keterampilan vokasional di MA. Kelima model pelatihan keterampilan vokasional tersebut memiliki acuan yang berdasarkan pada program-program yang sudah berjalan khususnya pada program yang bertujuan pada kebutuhan ekonomi lokal. Sebagai tambahan, perlu adanya masukan dalam proses perancangan seluruh model yang direkomendasikan oleh para pemangku kepentingan utama baik pada tingkat nasional, regional, maupun kabupaten dengan melibatkan Kementerian Agama dan lembaga pemerintah lainnya, karyawan madrasah dan perwakilan dari sektor ekonomi, baik perusahaan formal maupun informal. Model tersebut berkisar mulai dari model Penelitian ini telah menghasilkan lima model untuk menerapkan pelatihan keterampilan vokasional di MA. Kelima model pelatihan keterampilan vokasional tersebut memiliki acuan yang berdasarkan pada program-program yang sudah berjalan khususnya pada program yang bertujuan pada kebutuhan ekonomi lokal. Sebagai tambahan, perlu adanya masukan dalam proses perancangan seluruh model yang direkomendasikan oleh para pemangku kepentingan utama baik pada tingkat nasional, regional, maupun kabupaten dengan melibatkan Kementerian Agama dan lembaga pemerintah lainnya, karyawan madrasah dan perwakilan dari sektor ekonomi, baik perusahaan formal maupun informal. Model tersebut berkisar mulai dari model

Masing-masing MA memiliki kekhususan tersendiri sejalan dengan 4 kaidah peraturan tentang tipologi resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama. Keempat tipologi tersebut adalah: (i) madrasah yang fokus pada pendidikan agama, (ii) madrasah yang berfokus dalam mempersiapkan siswa dan siswinya untuk pendidikan lanjut, (iii) madrasah yang menyediakan pendidikan umum, dan (iv) madrasah yang mengkhususkan diri dalam progam pelatihan keterampilan vokasional. Meskipun empat tipologi tersebut belum dinyatakan sebagai kebijakan resmi, namun MA telah mempertimbangkan untuk menjalankan salah satunya. Dengan demikian, melihat banyak terdapatnya berbagai macam jenis pendidikan yang dapat difokuskan oleh MA, sebaiknya model pelatihan yang diambil harus sesuai dengan visi dan misi MA.

Kelima model tersebut dibagi kedalam beberapa hal berikut ini. (1) Ekstra-kurikuler: pelatihan keterampilan vokasional yang tidak ditambahkan kedalam

kurikulum inti, tetapi diberikan di luar kurikulum MA karena program tersebut hanya dilaksanakan selama satu atau dua jam dalam seminggu, biasanya di siang hari setelah jam sekolah atau saat akhir pekan.

(2) Intra-kurikuler: pelatihan keterampilan vokasional ditambahkan kedalam kurikulum inti MA karena regulasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mewajibkan agar para siswa belajar membuat prakarya dan belajar kewirausahaan dan juga belajar melalui pelatihan keterampilan vokasional selama 6 jam dalam seminggu.

(3) Intrakurikuler + BLK, BLPT, Perusahaan: model ini mengombinasikan Model 2 dengan beberapa tambahan pelatihan keterampilan vokasional yang intensif pada pusat-pusat pelatihan keterampilan pemerintah yang terpercaya seperti BLK, BLPT yang diselenggarakan sekitar satu hingga tiga bulan dalam bentuk program magang di perusahaan yang pelatihannya diadakan selama libur semester dan selama masa libur antar tahun akademik.

(4) Intrakurikuler + BLK, BLPT, Perusahaan, PT: model ini menggunakan Model 3 sebagai dasar contohnya tetapi ditambahkan beberapa instruksi tambahan dari para dosen Perguruan Tinggi yang keseluruhan jumlahnya adalah 120 jam di kelas XII; sebagai tambahan para dosen tersebut juga memberikan waktu selama dua minggu pelatihan untuk para pengajar keterampilan MA.

(5) Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK): program dasar MAK (Madrasah Aliyah Kejuruan) harus mengikuti standarisasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejalan dengan Peraturan Menteri No. 60/2014 bahwa kurikulum harus berdasarkan pada berbagai keterampilan yang diatur oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada Model 5 ditambahkan tiga kondisi tambahan (pengajar keterampilan bersertifikasi, pusat uji kompetensi, dan standarisasi ISO 17025 untuk laboratorium, workshop, dll). Model 5 juga mencakup kurikulum umum yakni adanya program magang dan pelatihan khusus dari para dosen perguruan tinggi seperti tercantum dalam Model 4.

Model Pembiayaan Pelatihan Keterampilan MA

Program pelatihan keterampilan vokasional tidak terlepas dari adanya biaya. Pendidikan keterampilan vokasional membutuhkan guru yang memiliki keahlian khusus, peralatan, fasilitas seperti workshop dan hal lainnya yang memerlukan tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk menerapkannya selain kurikulum inti MA. Total biaya untuk menerapkan model tertentu untuk memberikan pelatihan keterampilan vokasional bergantung pada tingkat kedalaman pelatihan vokasional yang diberikan. MA dan Kementerian Agama – yang dalam hal ini mampu sejauh Program pelatihan keterampilan vokasional tidak terlepas dari adanya biaya. Pendidikan keterampilan vokasional membutuhkan guru yang memiliki keahlian khusus, peralatan, fasilitas seperti workshop dan hal lainnya yang memerlukan tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk menerapkannya selain kurikulum inti MA. Total biaya untuk menerapkan model tertentu untuk memberikan pelatihan keterampilan vokasional bergantung pada tingkat kedalaman pelatihan vokasional yang diberikan. MA dan Kementerian Agama – yang dalam hal ini mampu sejauh

Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Agama (SK) No 1023/2016, menetapkan adanya tiga kelompok keterampilan utama yang dapat diimplementasikan oleh MA. Pada masing - masing kelompok tercantum beberapa jenis keterampilan vokasional tertentu. Ada 24 jenis keterampilan vokasional khusus yang tercantum dalam peraturan tersebut. Ketiga kelompok dan beberapa contohnya masing-masing adalah sebagai berikut:

Teknologi (contoh: operator komputer, mekanik mobil, keterampilan kelistrikan);

Kejuruan (contoh: tata busana , tata boga); dan

Pertanian dan Maritim (contoh: peternakan unggas (bebek, ayam, dll.), budidaya ikan air tawar).

Dari 24 bidang keahlian yang tercantum dalam peraturan tersebut, ada beberapa yang sesuai dengan sektor ekonomi formal pada umumnya, namun ada juga yang tidak sesuai dengan perekonomian lokal. Melalui wawancara yang mendalam, kuesioner dan FGDs, diputuskan untuk memfokuskan penelitian dan penetapan biaya keterampilan yang paling sesuai dengan lowongan pekerjaan yang dibutuhkan pada sektor ekonomi lokal dan pada saat yang sama siswa yang bersangkutan dapat digunakan untuk pendidikan lanjutan. Penelitian ini telah memilih tujuh jenis keterampilan sebagai fokus awal untuk melakukan uji coba dan pengembangan terhadap lima model pembelajaran program pendidikan keterampilan vokasional selama lima tahun ke depan. Dari ketujuh jenis keahlian yang dipilih, enam secara resmi diakui oleh peraturan Kementerian Agama. Para pemangku kepentingan merekomendasikan budidaya perairan, yang tidak termasuk dalam peraturan Kementerian Agama, untuk dihitung pembiayaannya karena memiliki potensi pengembangan yang besar di beberapa wilayah di negara ini. Tujuh jenis keterampilan yang disepakati melalui konsensus pemangku kepentingan untuk dipelajari secara rinci dan untuk menentukan biaya pelaksanaan, adalah sebagai berikut:

1. Otomotif;

2. Elektronika;

3. Multimedia/Teknologi Informasi;

4. Pertanian/Pengolahan Pangan;

5. Tata Boga;

6. Tata Busana;dan

7. Budidaya Perairan.

Unsur utama metodologi untuk menghitung biaya pelaksanaan tujuh jenis keterampilan melalui kelima model pembelajaran adalah memperkirakan biaya satuan. Kalkukasi perkiraan biaya ini dilakukan dengan menggunakan pembiayaan pada SMK sebagai perkiraan yang nantinya disempurnakan dalam FGD dengan beberapa pihak pemangku kepentingan di 20 kabupaten dan enam provinsi. Metodologi penetapan biaya satuan kemudian menggunakan format kerangka penganggaran Kementerian Agama dengan menghitung biaya pelaksanaan ketujuh jenis keterampilan tersebut melalui lima modal pembelajaran selama periode lima tahun. Akhirnya, sesuai dengan peraturan penganggaran Indonesia, masing-masing biaya untuk menerapkan lima model untuk tujuh jenis keterampilan dan untuk pengelolaan program dihitung sesuai dengan delapan Standar Pendidikan Nasional. Model pembiayaan ini dilampiri dengan Rencana

Pembiayaan Pembangunan Jangka Menengah untuk Kementerian Agama dalam meningkatkan program pendididikan keterampilan vokasional di MA selama kurun waktu lima tahun.

Pilihan Kebijakan dan Rekomendasi

Penelitian ini mengusulkan adanya lima model pelaksanaan program pendidikan ketrampilan vokasional di MA. Model tersebut disusun berdasarkan praktik program pendidikan ketrampilan vokasional yang saat ini dilaksanakan di MA tertentu dan atas rekomendasi para pemangku kepentingan. Biaya untuk melaksanakan masing-masing model untuk tujuh jenis keterampilan yang sesuai dengan perekonomian daerah sudah diselesaikan dan disertakan pada rencana pembangunan jangka menengah untuk meningkatkan keterampilan di MA. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa banyak MA yang menjadi sampel menyelenggarakan program ini tidak sesuai dengan Surat keputusan (SK) No. 4923/2016 yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama. Selain itu, beberapa rekomendasi dari pemangku kepentingan yang diusulkan, tidak tidak sesuai dengan peraturan tersebut. Pilihan kebijakan yang harus dipertimbangkan oleh Kementerian Agama untuk meningkatkan program keterampilan vokasional di MA adalah sebagai berikut:

Mempertimbangkan semua atau beberapa model yang dikembangkan dan disulkan oleh penelitian ini atau memodifikasi model dan memberikan payung hukum yang memungkinkan MA untuk menerapkan model (atau beberapa model) berdasarkan permintaan lokal, visi dan misi MA, serta juga sumber daya yang tersedia.

1. Masing-masing MA harus mengusulkan model pelatihan yang diinginkan untuk menerapkan program keterampilan vokasional berdasarkan kapasitas kelembagaan mereka dan ketersediaan sistem pendukungnya. Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama bertanggung jawab dalam menilai dan menyetujui masing-masing usulan.

2. Merevisi (SK) No. 4923/2016 yang berisikan 24 jenis keterampilan yang diakui resmi agar memungkinkan MA dapat menyelenggarakan program pendidikan keterampilan vokasional yang belum termasuk dalam peraturan ini, dalam rangka memenuhi permintaan lokal serta mampu beradaptasi dan menyesuakan keterampilan yang ditawarkan dengan tuntutan perubahan ekonomi daerah. Sebagai alternatif, perlu ditegakkan peraturan jika peraturan tersebut tidak berubah, dengan cara Kementerian Agama menyediakan pemantau dan pengawas MA yang tidak memenuhi ketentuan peraturan dan kemudian memberikan sanksi jika MA tetap tidak tunduk.

3. Perlu hati-hati dalam mempertimbangkan pendirian MAK baru secara terbatas, mengingat bahwa model ini sangat mahal dan pejabat tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan percaya bahwa sudah terlalu banyak jumlah SMK dan tingkat penerimaan lulusannya di lapangan kerja buruk. Jika MAK akan didirikan, konsultasi dengan Depdikbud dan Bappenas perlu dilakukan karena Peraturan Menteri Depdikbud No. 60/2014 menunjukkan bahwa pendidikan vokasional (kejuruan) ditentukan melalui peraturan yang dikeluarkan oleh Depdikbud Direktorat Jenderal dan pendidikan menengah.

4. Jika Kementerian Agama menerima model yang dapat melengkapi program pelatihan vokasional dengan pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintahan pusat atau pendidikan tinggi, kebijakan ini perlu ditampung dalam revisi peraturan sekarang ini atau memberikan payung hukum dengan peraturan baru perlu dikeluarkan.

5. Jika model yang dilaksanakan melibatkan pelatihan tambahan di luar MA dimana siswa telah terdaftar, kebijakan diperlukan untuk memberikan payung hukum untuk memungkinkan siswa dapat diuji kompetensi oleh pusat uji yang diakui dan menerima pelatihan dengan sertifikasi lembaga-lembaga di luar keterampilan MA.

6. Kurikulum SLTA terkini memerlukan waktu pemberlajaran 6,5 jam pelajaran per hari (07.30-14.00). Ada usulan untuk menambah jam pelajaran dengan “full-day school” yaitu

memaksimalkan waktu pembelajaran menjadi jam 7.30 sampai dengan 17.00. Jika jam pelajaran penuh menjadi wajib, setidaknya untuk SLTA, ini dapate memberikan tambahan waktu yang dibutuhkan untuk program pendidikan keterampilan vokasional yang lebih intensif. Jika pembelajaran sehari penuh menjadi kewajiban, maka Kementerian Agama perlu mempertimbangkan kebijakan untuk mengijinkan madrasah tertentu diberikan wewenang untuk menerapkan model 3, 4 dan 5 dalam rangka memperpanjang waktu pembelajaran untuk program pelatihan keterampilan vokasional tambahan dan pengintegrasian pengajaran agama yang lebih baik.

Pilihan kebijakan yang dijelaskan di atas melibatkan perubahan dalam peraturan dan kesepakatan formal, serta koordinasi dengan berbagai lembaga lain. Penelitian ini juga memberikan rekomendasi untuk kegiatan dan keputusan khusus yang dapat dilakukan setelah pilihan kebijakan yang dijelaskan di atas difinalkan.

Pilihan kebijakan untuk mendirikan dan mengelola program peningkatan keterampilan vokasional di MA disusun berdasarkan temuan-temuan studi ACDP 046 ini. Maksudnya, rekomendasi dibuat berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan melalui pertemuan dan FGD dengan para pimpinan MA dan staf Kementerian Agama, hasil kunjungan ke MA, survei di sejumlah program keterampilan vokasional di MA, serta review dan analisis yang terhadap peraturan pemerintah terkait dengan program keahlian dan pendidikan ketrampilan vokasional MA.

1. Penelitian ini mengembangkan lima model pengembangan ketrampilan vokasional dan

disarankan tiap-tiap MA dapat memilih model yang terbaik sesuai dengan visi dan misi MA.

2. Penelitian ini juga merekomendasikan Kementerian Agama untuk menyediakan dana hibah guna membangun model pelatihan keterampilan vokasional yang intensif di MA yang dipilih sebagai model awal, memonitor dan mengevaluasi hasilnya secara menyeluruh.

3. Pemimpin MA bersama staf dari Kantor Wilayah Kementerian Agama merancang program pendidikan keterampilan vokasional berdasarkan tuntutan bursa tenaga kerja di ekonomi lokal dan membangun jaringan dengan perusahaan lokal untuk mengeksplorasi kemungkinan penyelenggaraan magang. Program pembangunan kapasitas dalam kemampuan ini perlu dilakukan untuk tujuan ini.

4. Berbagai model pendidikan ketrampilan vokasional membutuhkan kualifikasi pelatih keterampilan yang berbeda. Model yang intensitasnya rendah diperbolehkan menggunakan guru kontrak tanpa sertifikat keterampilan vokasional, sedangkan model pelatihan keterampilan vokasional yang intensitasnya tinggi memerlukan guru keterampilan bersertifikasi.

5. Penting ditekankan bahwa MA yang menyelenggarakan program pendidikan keterampilan vokasional mampu membuat Rencana Bisnis (maksudnya Rencana Strategis Pengembangan Program Pendidikan Ketrampilan Vokasional). Di dalamnya termasuk program peningkatan kapasitas khusus bagi Kepala Madrasah dan Komite madrasah.

6. Kementerian Agama perlu mendorong kerjasama MA dengan SMK dan berbagai pusat pelatihan nasional/ lokal (BLK, BLPT, dsb) untuk memanfaatkan tenaga pelatih keterampilan vokasionalserta memanfaatkan peralatan dan fasilitas bilamana memungkinkan.

7. Kementerian Agama perlu meningkatkan tata kelola yang baik untuk program pendidikan keterampilan vokasional di MA dengan melakukan pemantauan kualitas dan perekaman kemajuan untuk menjamin kualitas program. Jaminan kualitas dapat ditingkatkan dengan menjalin koordinasi dengan pusat-pusat pelatihan dan pendidikan tinggi untuk mengembangkan instrumen dalam pengawasan dan penilaian pelaksanaan pendidikan keterampilan vokasional.

8. Kementerian Agama perlu mempertimbangkan pemberian ijin bagi MA tertentu, termasuk MA yang melaksanakan model pendidikan keterampilan yangd intensif dan juga MAK, untuk memberlakukan pembelajaran 24 jam per hari berbasis model pesantren.

1. Pendahuluan

Penelitian ini dilakukan atas nama Kementerian Agama (Kemenag), dan bertujuan untuk menyediakan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan penyediaan pelatihan keterampilan di Madrasah Aliyah (MA). Penelitian ini sangat penting bagi Kementerian Agama dan bangsa karena Kementerian Agama adalah peserta utama dalam proses pengembangan keterampilan, dan juga pemimpin dalam proses ini di beberapa area penting.

Penelitian ini dilakukan selama periode 20 September 2016 - 28 April 2017. Tim peneliti terdiri dari Team Leader (TL) Internasional dan beberapa spesialis dan konsultan. Termasuk diantaranya dua konsultan telah menjalankan beberapa studi kasus yang mendalam pada keterampilan pelatihan madrasah termasuk analisis biaya untuk menjalankan program; dan konsultan lain mempersiapkan analisis makro sesuai tuntutan bidang kerjanya dalam konteks saat ini dan untuk kedepannya diperkirakan dapat melengkapi latar belakang kontekstual untuk penelitian ini sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Seorang ahli keuangan menghitung biaya pelatihan keterampilan pada tingkat kelembagaan serta di tingkat nasional sebagai masukan bagi rencana pengembangan jangka menengah pelatihan keterampilan madrasah. Para ahli Statistik dan data dikumpulkan untuk menganalisis data yang berasal dari kunjungan lapangan, Kelompok Diskusi Terfokus (FGD) dan pengulasan atas data yang relevan. Dan seorang ahli madrasah memberikan masukan atas semua aspek pendidikan madrasah termasuk deskripsi kerangka acuan peraturan mengenai pelatihan keterampilan yang diajarkan di MA. Trans Intra Asia sebagai Kontraktor mendukung penuh secara administrasi dan logistik tim peneliti. Staf ACDP menyediakan pengawasan dan bimbingan. Direktorat Pendidikan MadrasahKementerian Agama bekerja sama dengan tim peneliti.

1.1. Pengorganisasian Laporan

Bab pengantar ini berlanjutan dengan latar belakang informasi yang diperlukan untuk menggambarkan konteks penelitian. Latar belakang mencakup ringkasan dari sektor ekonomi Indonesia sebagai konteks untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja di pasar dan pasokan pekerja terampil dengan Madrasah Aliyah (MA). Gambaran dari sistem pendidikan di Indonesia dan deskripsi pendidikan kejuruan di Indonesia yang menetapkan konteks untuk menyelenggarakan pelatihan keterampilan kejuruan di MA.

Bab 2 menjelaskan tujuan, ruang lingkup dan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Bab 3 menyediakan pemetaan dan analisis kesenjangan keterampilan melalui penilaian kebutuhan tenaga kerja pasar dan pasokan lulusan MA yang terampil. Lima model untuk menyelenggaraan pelatihan keterampilan kejuruan di MA dijelaskan dalam bab 4. Bab 4 juga menjelaskan metodologi dan contoh cara pembiayaan pelaksanaan model pelatihan keterampilan untuk keperluan perencanaan. Pilihan kebijakan dan rekomendasi dijelaskan dalam Bab 5.

Bab 4 dan 5 memberikan dasar untuk pembuatan rencana jangka menengah untuk Pengembangan Peningkatan Keterampilan di MA. Rencana tersebut dilengkapi dengan penetapan biaya unit terperinci untuk tujuh jenis pelatihan keterampilan yang dianggap layak untuk MA serta memenuhi tuntutan ekonomi daerah. Biaya untuk menerapkan tujuh jenis keterampilan ini melalui lima modalitas selama periode lima tahun juga termasuk dalam tambahan bagian pembiayaanyang terlampir pada Perencanaan berupaflash disk. Akhirnya, beberapa lampiran yang memberikan informasi untuk melengkapi teks.

1.2. Latar Belakang

1.2.1. Tinjauan Sektor Ekonomi Indonesia

Selama hampir setengah abad, pemerintah Indonesia telah memprioritaskan pertumbuhan ekonomi sebagai komponen kunci dalam pembangunan nasional. Indonesia kini telah mencapai

kategori Negara berpenghasilan menengah 1 dengan pendapatan per kapita sebesar US $ 3.500 (Bank Dunia, 2016) 2 . Struktur perekonomian memiliki tiga karakteristik yang penting dalam konteks penelitian ini, yaitu: pertumbuhan, perubahan jangka pendek yang dinamis, dan juga daya saing global.

Setelah pulih dari krisis keuangan Asia pada tahun 1999, Indonesia mengalami satu decade pertumbuhan yang pesat kisaran 6% per tahun 3 . Sejak melambatnya pertumbuhan global yang dipicu oleh krisis keuangan AS di tahun 2009, Indonesia juga mengalami perlambatan menjadi 5% setiap tahunnya; namun masih sesuai dengan ekonomi regional lainnya dan lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan negara maju. Selama periode 2010-2016, perekonomian menciptakan hampir 15 juta pekerjaan baru, dimana sepertiga (34%) untuk lulusan sekolah menengah atas dan 27% lainnya untuk sekolah menengah kejuruan.

Usaha mikro, kecil dan menengah UMKM telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2012 ada 56.5 juta perusahaan, mempekerjakan 107.6 juta orang dan tumbuh pada tingkat rata-rata lebih dari 2% per tahun. Namun kontribusi UMKM terhadap total penghasilan nasional (PDB) meningkat dari 5% menjadi hampir 10% selama periode 2010-2012. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan ini meningkatkan produktivitas mereka. Pada kenyataannya, nilai hasil per perusahaan meningkat sebesar 12% dan nilai hasil per pekerja meningkat sebesar 8% selama periode tersebut.

Secara internasional, usaha mikro dan kecil telah memberikan kesempatan kerja yang besar di beberapa waktu. Perkiraan bervariasi namun cukup adil untuk mengatakan bahwa itu terdiri dari

tiga perempat semua pekerjaan non-pertanian di negara-negara berkembang. 4 Meskipun rasio ini mungkin kurang di Indonesia, sektor ekonomi informal berperan besar dalam perekonomian secara menyeluruh. Juga adil untuk menyatakan bahwa bekerja di perusahaan mikro adalah pilihan utama untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih formal. Sementara ini merupakan kasus lulusan terampil, perusahaan mikro adalah sumber pekerjaan berbayar pekerja terampil yang tak bersertifikat.

Pola produksi yang dinamis permintaan konsumen dan ekspor tercermin di bursa lapangan kerja. Selama periode 2010-2016, pekerja di sector perdagangan meningkat 6 juta pekerja, sementara industri dan kontruksi masing-masing menambahkan 3 juta pekerja. Delapan puluh persen pekerja baru ini menjadi tenaga kerja sebagai karyawan yang bekerja untuk orang lain sisanya 20% pemilik usaha yang bekerja tanpa karyawan.

Sebagian besar pekerja saat ini bekerja di ekonomi formal tidak akan menerima pelatihan kejuruan formal atau memiliki kualifikasi untuk pekerjaan itu. Secara umum diakui bahwa ada sejumlah besar pemilik usaha/ pengusaha mikro yang membutuhkan keterampilan untuk pekerjaan mereka saat ini.

1 Pendapatan per kapita US$1,026 hingga $12,475. Dari laman Bank Dunia: http://www.worldbank.org/en/country/mic/overview.

2 Perlu diingat bahwa ini tidak berarti bahwa “rata-rata” orang memiliki pendapatan sebesar ini. Pendapatan perkapita dihitung sebagai total nilai produksi ekonomi tahunan dibagi total populasi.

3 Secara riil bersih dari inflasi 4 http://ilo.org/global/topics/employment-promotion/informal-economy/lang--en/index.htm

Tenaga kerja tidak hanya membutuhkan pekerja cakap-ahli untuk lingkungan ekonomi saat ini, tetapi juga membutuhkan pekerja yang memiliki keterampilan lunak (softskill), seperti kemampuan untuk belajar dalam pekerjaan, memiliki komitmen terhadap organisasi mereka dan menetapkan etika kerja individual.

Bursa tenaga kerja seperti pasar lainnya memiliki tiga unsur: persediaan, permintaan dan struktur persaingan. 5 Dalam hal pasar tenaga kerja, persediaan adalah ketersediaan dan kesediaan pekerja terampil yang layak. Permintaan adalah jumlah lapangan pekerjaan, persyaratan kerja dan kemauan pemberi kerja untuk membayar. Struktur kompetitif adalah kekuatan negosiasi masing- masing pihak. Teori ekonomi pasar mengasumsikan bahwa keputusan pemasok(pekerja) dan peminta (pengusaha) bersifat independen. Tapi dalam kasus bursa tenaga kerja, asumsi ini tidak berlaku. Salah satu faktor dalam keputusan untuk berinvestasi adalah ketersediaan pekerja dan kesediaan mereka untuk bekerja dengan upah yang sesuai dengan anggaran investor. Salah satu faktor yang memengaruhi keputusan pekerja untuk mencari pekerjaan daripada melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau tinggal di rumah adalah tersedianya pekerjaan dan upah yang ditawarkan. Keputusan ini tercermin dalam statistik yang disebut tingkat partisipasi angkatan kerja.

Dari uraian di atas, jelas bahwa bursa tenaga kerja sangat spesifik. Dalam situasi di Indonesia, bursa tenaga kerja terfragmentasi sepanjang dua dimensi: horisontal oleh wilayah geografis dan vertikal oleh sektor formal vs. informal. Di dalam masing-masing wilayah geografis dan kategori vertical, pasar barang pada umumnya terfragmentasi oleh produk / sektor. Bursa tenaga kerja terbagi-bagi oleh sistem keterampilan kejuruan yang menggolongkan kemampuan dengan mempertahankan kurikulum keterampilan dengan daya jual spesifik, dan secara horizontal dimana jalur dari tingkat kualifikasi bawah hingga ke tingkat atas tidak terfasilitasi dengan baik. Pengenalan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (lihat di bawah) ditujukan untuk fragmentasi

vertikal. 6 Berbagai provinsi 7 di Indonesia sangat beragam dalam hal struktur ekonomi dan karakteristik

bursa tenaga kerja. Fragmentasi vertikal pasar tenaga kerja didasarkan pada tingkat pendidikan, yang menentukan sektor ekonomi di mana orang tersebut akan bekerja dan jenis pekerjaan yang akan dimilikinya. Jika seseorang berpendidikan di bawah SD, ia diperkirakan bekerja di bidang pertanian (61% pekerja berpendidikan rendah) atau berdagang (17%). Pendidikan SD menunjukkan pola yang sama, dengan 46% di bidang pertanian dan 21% dalam perdangan, namun 11% mendapatkan pekerjaan di industri. Lulusan Sekolah Menengah Pertama, juga terkonsentrasi di tiga sektor ini: 29% di bidang pertanian, 27% di bidang perdagangan; 16% masing-masing di bidang pertanian serta industri. Dan 20% di layanan jasa. Untuk lulusan Sekolah Menengah Kejuruan, 23% bekerja di industri, dengan persentase yang lebih kecil di bidang pertanian (10%). Orang-orang dengan pendidikan lebih tinggi bekerja di semua sektor, walaupun sekitar setengahnya bekerja di bidangjasa dan 10% di bidang keuangan, dan hanya 3% bekerja di pertanian.

5 WLW Subandi, Ekonomi Persaingan, Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Surabaya.2012 6 Fragmentasi tenaga kerja di Eropa menghasilkan peningkatan dalam bentuk pembukaan dan penyerapan lapangan

kerja yang berbeda dari “hubungan standar penempatan kerja” permanen, penuh waktu, penempatan kerja menjamin keamanan sosial. Melengkapi bentuk standar penempatan kerja adalah perkembangan pada pekerjaan paruh waktu, kontrak PKWTT, agensi kerja kontrak PKWT, pekerja rumahan, pekerja mandiri, pekerja tidak tetap, musiman dan penempatan kerja dengan bentuk “tidak standard”.

EuWORK.https://www.eurofound.europa.eu/observatories/eurwork/industrial-relations-dictionary/fragmentation-of- the-labour-force. 7 Analisis ini terbatas pada tingkat provinsi karena adanya keterbatasan data. Analisis statistik (F test) menunjukkan bila berbagai kabupaten di dalam sebuah provinsi lebih beragam ketimbang bermacam propinsi, dengan total keragaman kabupaten hingga 2/3-3/4.