MENINJAU KEMBALI SEBERAPA PENTING TARGET INFLASI BANK INDONESIA DALAM MENGONTROL LAJU INFLASI Rachman Hakim

MENINJAU KEMBALI SEBERAPA PENTING TARGET INFLASI BANK INDONESIA DALAM MENGONTROL LAJU INFLASI

Rachman Hakim

hakim_rachman@ymail.com

Universitas Madura

ABSTRACT

Inflation is a crucial issue for a development country such as Indonesia. To solve the problem of inflation, Bank Indonesia as the monetary policy actors trying to adopt inflation targeting system. Every year Bank Indonesia announced its inflation target with the goal of keeping actual inflation will also lead there. However, the results obtained are less appropriate expectations for Bank Indonesia's inflation target is often off the mark. It is interesting to discuss the actual extent of the inflation target can affect the rate of inflation. Many disagreements related to it. This study wanted to reveal how the influence of the inflation target to actual inflation rate, especially in Indonesia. The method used is multiple linear regression. In addition to the inflation target, there are other variables to be studied its effect on the rate of actual inflation, ie inflation earlier period, inflation expectations and the Gross Domestic Product (GDP). The results showed that previous periods of inflation, inflation expectations and GDP significantly influence the rate of inflation. In contrast, Bank Indonesia's inflation target does not significantly influence the rate of inflation in Indonesia. This can happen due to the lack of credibility of Bank Indonesia in front of Indonesian, especially in the application of inflation targeting.

Key words: inflation targeting, the rate of actual inflation, bank Indonesia

ABSTRAK

Inflasi termasuk masalah krusial bagi negara berkembang seperti Indonesia. Untuk mengatasi masalah inflasi, Bank Indonesia selaku pelaku kebijakan moneter mencoba untuk menganut sistem inflation targeting . Setiap tahun Bank Indonesia mengumumkan target inflasinya dengan harapan inflasi aktual juga akan mengarah kesana, akan tetapi, hasil yang diperoleh kurang sesuai harapan karena target inflasi Bank Indonesia seringkali melenceng. Menarik untuk membahas sebenarnya sejauh mana target inflasi bisa mempengaruhi laju inflasi. Banyak perbedaan pendapat terkait hal tersebut. Penelitian ini ingin mengungkap bagaimana pengaruh target inflasi terhadap laju inflasi aktual terutama di Indonesia. Metode yang digunakan adalah regresi linier berganda. Selain target inflasi, ada variabel lain yang akan diteliti pengaruhnya terhadap laju inflasi aktual yaitu inflasi periode sebelumnya, ekspektasi inflasi dan Gross Domestic Product (GDP). Hasil penelitian menunjuk- kan bahwa inflasi periode sebelumnya, ekspektasi inflasi dan GDP berpengaruh secara signifikan terhadap laju inflasi. Sebaliknya, target inflasi Bank Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia. Hal tersebut terjadi bisa dikarenakan kurangnya kredibilitas Bank Indonesia di mata masyarakat Indonesia, terutama dalam penerapan inflation targeting.

Kata kunci: target inflasi, laju inflasi aktual, Bank Indonesia

PENDAHULUAN

dengan kejadian-kejadian terkait inflasi Bukan rahasia umum jika laju inflasi

yang sepertinya terlihat rutin terjadi setiap sangat sulit dikendalikan, terutama di ne-

tahun, akan tetapi, hal ini terlihat belum gara berkembang seperti halnya Indonesia.

banyak memberi pelajaran berarti karena Kita seperti hampir kehabisan akal untuk

laju inflasi masih cenderung tidak ter- mengatasi masalah inflasi. Padahal, Indo-

kontrol. Terbukti dari target inflasi Bank nesia sudah cukup sering berhadapan

Indonesia yang seringkali melenceng dari

54 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 1, Maret 2016 : 53 – 71

sasaran atau jika dibandingkan dengan Indonesia menjadi tidak bebas untuk me- inflasi aktual.

lakukan penyesuaian yang diperlukan un- Bank Indonesia bukannya berdiam diri

tuk merespon perubahan terhadap berbagai menghadapi masalah tersebut. Untuk me-

faktor yang menyebabkan inflasi termasuk ngatasi masalah inflasi, sejak tahun 2000an

perkembangan di sektor keuangan yang Bank Indonesia sudah menggunakan ke-

pada umumnya sangat dinamis. rangka kebijakan Inflation Targeting Frame-

Kelemahan fundamental lain dengan work (ITF). Berlakunya UU No. 23 Tahun

mengumumkan target inflasi dan base money 1999 menjadi landasan hukum yang kuat

pada saat yang sama adalah bahwa secara bagi Bank Indonesia untuk menerapkan

implisit Bank Indonesia mengakui hubung- suatu kerangka kebijakan moneter berdasar-

an antara base money dan inflasi adalah jenis kan pendekatan ITF, akan tetapi, sebenar-

hubungan one-to-one dan juga cenderung nya undang-undang tidak mengamanatkan

tidak mempunyai tenggang waktu atau time Bank Indonesia untuk mengadopsi suatu

lag kebijakan. Asumsi ini jelas bertolak kerangka kebijakan berdasarkan ITF. UU

belakang dengan kesimpulan umum dalam No. 23 Tahun 1999 hanya mengarahkan

wacana kebijakan moneter mutakhir di- agar Bank Indonesia menjadi lembaga inde-

mana hubungan besaran moneter dengan penden yang mempunyai peran tunggal,

variabel riil menjadi semakin tidak stabil, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan

dan tenggang waktu kebijakan adalah hal nilai rupiah. Secara implisit maksudnya

penting yang harus diantisipasi oleh setiap menjaga kestabilan harga. Atau dengan kata

perumus kebijakan moneter. Apabila asum- lain, sasaran tunggal Bank Indonesia yaitu

si implisit di atas pada kenyataannya tidak inflasi (Pohan, 2008).

berlaku, kerangka formal kebijakan moneter Pengadopsian kerangka kebijakan ITF

sesungguhnya menggunakan dua kerangka merupakan pilihan Bank Indonesia sebagai

berbeda pada saat yang sama, yaitu ke- otoritas moneter. Setelah UU No. 23 Tahun

rangka inflation targeting dan kerangka base 1999 diberlakukan, Bank Indonesia meng-

money targeting .

umumkan target inflasi dengan kurun wak- Selain kerancuan antara kerangka infla- tu setahun ke depan. Akan tetapi, dalam

tion targeting dan kerangka base money tar- implementasi kebijakan moneter yang di-

geting , pada saat itu kerangka kebijakan mo- ambil, Bank Indonesia masih terus meng-

neter dalam praktiknya memiliki komplek- gunakan uang primer atau base money se-

sitas tambahan. Dalam beberapa pernyata- bagai target operasional, sebagaimana telah

annya, Bank Indonesia seringkali mengait dilakukan sebelumnya. Hal ini menjadi

kan setiap kebijakannya dengan tujuan lain masalah yang mendasar. Tidak lazim apa

selain inflasi, misal untuk mengarahkan yang dilakukan Bank Indonesia dengan

nilai tukar pada level tertentu atau untuk mengumumkan kedua target tersebut (tar-

mendukung laju pertumbuhan ekonomi. get inflasi dan uang primer) pada saat yang

Memang sangat relevan bagi suatu negara sama di awal tahun. Pada umumnya, ne-

berkembang untuk memberi perhatian atas gara yang mengadopsi kerangka ITF hanya

variabel lain selain inflasi, namun bagi target inflasi saja yang diumumkan secara

negara berkembang yang menerapkan ITF, eksplisit, sedangkan target operasional

tujuan selain inflasi harusnya menjadi sub- diumumkan setiap selesai rapat monetary

ordinat. Tampaknya belum ada urutan board dengan memerhatikan berbagai faktor

prioritas yang jelas dalam kerangka kebijak- yang memengaruhi tekanan pada inflasi.

an moneter Bank Indonesia. Dengan mengumumkan target operasi

Banyak sekali permasalahan yang di- pada awal tahun, sesungguhnya kebijakan

hadapi Bank Indonesia pada masa awal moneter Bank Indonesia pada tahun ber-

penggunaan ITF. Hal ini mengakibatkan jalan akan terkendala sejak awal. Bank

target inflasi Bank Indonesia menjadi tidak

Meninjau Kembali Seberapa Penting Target Inflasi ... – Hakim

kredibel di masyarakat, keberadaan target Indonesia. Mengingat banyaknya jumlah inflasi Bank Indonesia belum terasa ke-

permasalahan yang dihadapi dalam pe- beradaannya. Tidak jelasnya kerangka ke-

nerapan kerangka kebijakan inflation target- bijakan moneter yang diadopsi oleh Bank

ing lite dan juga tidak tepatnya pilihan jika Indonesia dikategorikan sebagai inflation

menerapkan rezim nilai tukar maka sejak targeting lite (ITL). Bank Indonesia di-

tahun 2004 Bank Indonesia lebih memilih kelompokkan ke dalam bank sentral without

untuk mulai berkomitmen penuh dalam clear commitment , dimana kebijakan moneter

tujuan mengatur laju inflasi. Ini ditandai Bank Indonesia dianggap memiliki tiga

dengan berubahnya kerangka kebijakan tujuan, yaitu inflasi, suku bunga riil, dan

Bank Indonesia dari Inflation Targeting Lite pertumbuhan base money. Ini menunjukkan

menjadi Full-fledged Inflation Targeting bahwa kerangka inflation targeting lite

(FFIT). Undang-undang No. 3 Tahun 2004 memiliki komitmen yang rendah terhadap

Pasal 7 merupakan dasar perubahan rerang- pencapaian target inflasi dan memiliki ciri

ka kebijakan tersebut. Sejak berlakunya kurang transparannya pengambilan kebijak-

undang-undang tersebut, Bank Indonesia an moneter.

bisa dibilang telah menganut Inflation Melihat sejumlah kelemahan yang ada

Targeting Framework secara penuh (Harman- dalam kerangka kebijakan inflation targeting

ta et al., 2011). Carare dan Stone menyatakan lite tersebut, pada akhirnya dirasa perlu

sejumlah alasan kenapa Bank Indonesia untuk mulai berpindah kepada kerangka

perlu untuk beralih pada penerapan Full- kebijakan moneter yang lebih jelas dengan

fledged Inflation Targeting (Pohan, 2008). satu patokan nominal atau satu tujuan yang

Pertama, dengan penerapan Full-fledged jelas tanpa terikat untuk mencapai tujuan

Inflation Targeting (FFIT) akan memperjelas yang lain. Pilihannya adalah dengan meng-

komitmen Bank Indonesia dalam mengen- gunakan nilai tukar sebagai anchor seperti

dalikan inflasi dan menggunakan inflasi pegged exchange rate , currency board dan

sebagai satu-satunya nominal anchor. Ke- dolarisasi; atau Full-fledged Inflation Target-

jelasan ini diperlukan mengingat sebelum- ing.

nya pada periode inflation targeting lite (ITL) Rezim nilai tukar tetap dengan segala

masyarakat sudah seringkali melihat ada- macam jenisnya memiliki banyak kelemah-

nya anchor yang lain seperti target base an terutama sangat rawan terhadap serang-

money , suku bunga riil maupun nilai tukar. an spekulasi, terutama jika kredibilitas bank

Kedua, penerapan Full-fledged Inflation sentral dalam mempertahankan nilai tukar

Targeting (FFIT) bisa menjadi salah satu cara tetap masih rendah. Jumlah cadangan devi-

untuk mengembalikan kredibilitas Bank sa juga terbatas untuk menghadapi serang-

Indonesia sebagai pengendali inflasi, tentu- an spekulasi maupun kondisi perbankan

nya melalui komitmen pencapaian target yang masih lemah menjadi kendala bagi

inflasi. Tanpa kejelasan anchor yang akan bank sentral untuk mempertahankan nilai

digunakan, akan mudah sekali Bank Indo- tukar melalui kenaikan suku bunga. Di-

nesia terjebak pada masalah “time inconsis- samping itu, rezim nilai tukar tetap juga

tency ”. Melakukan kebijakan moneter se- dapat menyebabkan kebijakan moneter

bagai upaya untuk mendorong pertumbuh- kehilangan independensi dalam menjalan-

an ekonomi dalam jangka pendek, namun kan kebijakan moneter untuk mengatasi

memiliki dampak negatif pada inflasi dalam siklus perekonomian domestik. Dolarisasi

jangka panjang yang digunakan masyarakat juga bukan termasuk pilihan yang menarik

sebagai anchor ekspektasi inflasi. Jika hal ini mengingat rezim ini akan mengganti mata

terjadi maka kredibilitas Bank Indonesia uang nasional (Pohan, 2008).

yang sudah mulai pulih pasca krisis 1998 Pada simpulan nya, rezim nilai tukar

akan kembali menurun. Kredibilitas tentu dianggap belum cocok untuk diterapkan di

sangat dibutuhkan Bank Indonesia karena

56 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 1, Maret 2016 : 53 – 71

dapat mempengaruhi publik dalam mem- buat ekspektasi inflasi.

Ketiga, keberhasilan penerapan Full- fledged Inflation Targeting di negara ber- kembang membantu negara tersebut me- ngurangi masalah currency mismatch, sebuah permasalahan yang sering menjadi pe- nyebab krisis nilai tukar di negara ber- kembang seperti di Indonesia dan sejumlah negara Asia ketika terjadi krisis pada tahun 1997-1998. Salah satu alasan kenapa investor asing enggan memberi pinjaman dalam mata uang lokal karena resiko mata uang- nya yang terlalu berlebihan. Tanpa rerangka kebijakan yang jelas, sulit bagi investor untuk menilai resiko mata uang bahkan lebih sulit dibandingkan dengan menilai resiko kredit. Kerangka target inflasi de- ngan komitmen kuat untuk mencapai inflasi yang rendah termasuk salah satu jawaban untuk mengatasi masalah tersebut.

Keempat, formula kebijakan Full-fledged Inflation Targeting bersifat forward looking sesuai dengan fakta bahwa dampak kebijak- an moneter terhadap inflasi memerlukan time lag yang cukup panjang. Penerapan Full-fledged Inflation Targeting akan meng- ubah proses pengambilan keputusan ke- bijakan moneter sebelumnya yang masih bersifat backward looking. Kelima, pengala- man sejumlah negara maju ataupun ber- kembang menunjukkan keberhasilan peng- gunaan target inflasi. Keberhasilan itu ditunjukkan oleh pencapaian inflasi yang lebih rendah setelah penerapan target inflasi dibandingkan dengan inflasi yang terjadi sebelum menggunakan kerangka kerja tar- get inflasi. Selain itu, target inflasi terbukti mampu menurunkan ekspektasi inflasi meski tidak seketika, karena pembentukan kredibilitas biasanya terjadi secara bertahap. Kelima hal inilah yang bisa dijadikan alasan kenapa perlu bagi Bank Indonesia untuk beralih dari Inflation Targeting Lite menuju Full-fledged Inflation Targeting .

Perbedaan mendasar antara Inflation Targeting Lite yang digunakan pasca UU No.

23 Tahun 1999 dengan Full-fledged Inflation Targeting pasca UU No. 3 Tahun 2004 Pasal

7 adalah rezim Inflation Targeting Lite selain mengumumkan target inflasi masih disertai dengan komitmen untuk mencapai tujuan lain seperti aggregat moneter dan nilai tukar. Sementara itu dalam Full-fledged Infla- tion Targeting , tujuan selain inflasi hanya menjadi subordinat. Harapannya tentu agar Bank Indonesia lebih fokus dalam mengatur laju inflasi. Seiring berjalannya waktu, tentu banyak pertanyaan yang menghampiri, apa- kah benar kerangka kebijakan moneter yang sudah dipraktekkan mampu mengontrol laju inflasi. Seberapa penting penggunaan target inflasi dalam usaha untuk mengatur laju inflasi. Banyak sekali pendapat yang bermunculan terkait hal ini. Solanes dan Flores (2009) berpendapat bahwa target inflasi berpengaruh terhadap pembentukan inflasi. Bahkan penelitiannya ini dilakukan di 18 negara Amerika Latin. Hasil penelitian Solanes dan Flores (2009) mendapat duku- ngan dari beberapa peneliti lain, seperti Vega dan Winkleried (2005), Ftiti dan Walid (2013), Romdhane dan Mensi (2014), dan masih banyak lagi. Sebagian besar sepakat bahwa target inflasi sangat menentukan dalam proses untuk mengontrol laju inflasi.

Parkin (2013) juga memiliki pendapat yang tidak jauh berbeda. Parkin mengata- kan secara lebih spesifik bahwa target inflasi yang fleksibel, dapat dipercaya, dan disampaikan secara transparan, bisa men- jadi hal yang baik dalam usaha untuk men- jaga agar inflasi tetap rendah, akan tetapi, selain penelitian-penelitian yang mendu- kung adanya pengaruh target inflasi dalam mengontrol laju inflasi, ternyata ada peneliti lain yang kurang bersepakat dengan pen- dapat tersebut. Dalam penelitiannya, Wil- lard (2006) menyatakan bahwa secara umum target inflasi pengaruhnya kecil dan tidak signifikan terhadap terbentuknya in- flasi. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan pendapat-pendapat sebelumnya.

Tugcu dan Ozturk (2015) juga memiliki pendapat yang agak berbeda. Tugcu dan Ozturk menyatakan dampak target inflasi terhadap laju inflasi masih membingung- kan, artinya bisa jadi ada pengaruh dan bisa

Meninjau Kembali Seberapa Penting Target Inflasi ... – Hakim

pula tidak ada pengaruh. Dengan kata lain, rerangka kerja yang dinamakan Inflation tidak ada jawaban pasti terkait pengaruh

Targeting Framework (ITF). Dengan kerangka target inflasi terhadap laju inflasi. Dengan

ini, setiap tahunnya Bank Indonesia secara ini sudah ada tiga pendapat yang berbeda

eksplisit mengumumkan target inflasi ke- terkait permasalahan tersebut. Hal ini me-

pada publik dan setiap kebijakan moneter nunjukkan adanya banyak perbedaan pen-

yang diambil akan diarahkan untuk men- dapat terkait pengaruh target inflasi dalam

capai target inflasi tersebut. Kebijakan mengontrol laju inflasi aktual, sekaligus

moneter tersebut dilakukan secara forward menjadi landasan kenapa penelitian terkait

looking , artinya perubahan stance kebijakan pengaruh target inflasi terhadap laju inflasi

moneter dilakukan melalui evaluasi apakah masih layak untuk diteliti lebih lanjut

perkembangan inflasi ke depan masih se- terutama di Indonesia yang juga menganut

suai dengan target inflasi yang telah di- kerangka kebijakan Inflation Targeting

canangkan (Bank Indonesia, 2016). Dengan Framework (ITF).

kata lain, evaluasi terkait target inflasi yang Berdasarkan uraian di atas, bisa dikata-

telah ditetapkan bisa jadi dilakukan jika kan bahwa target inflasi belum diketahui

situasi yang berkembang mengharuskan secara pasti pengaruhnya terhadap proses

Bank Indonesia untuk melakukan itu. terbentuknya laju inflasi. Hal ini tentu

Mishkin mengatakan bahwa terdapat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Masih

lima karakteristik Inflation Targeting Frame- ada pertanyaan yang besar terkait hal ter-

work (Pohan, 2008), yaitu: (1) pengumuman sebut sehingga perlu dicari tahu jawaban-

target inflasi jangka menengah kepada nya, oleh karena itu, maka rumusan masa-

publik; (2) adanya komitmen pada stabili- lah dari penelitian ini adalah apakah target

tas harga sebagai sasaran utama jangka pan- inflasi Bank Indonesia memiliki pengaruh

jang dari kebijakan moneter, dan komitmen terhadap laju inflasi di Indonesia. Selain itu,

untuk mencapai target inflasi; (3) strategi ada variabel lain yang tidak bisa diabaikan

yang menggunakan semua informasi me- pengaruhnya terhadap laju inflasi, yaitu

ngenai perkembangan sejumlah variabel ekspektasi inflasi, inflasi periode sebelum-

ekonomi selain agregat moneter sebagai nya, dan output gap. Variabel-variabel ini

masukan dalam memformulasikan kebijak- juga akan dilihat pengaruhnya terhadap

an moneter; (4) transparansi dalam strategi laju inflasi. Secara total akan ada empat

kebijakan moneter melalui komunikasi efek- variabel bebas. Tetapi fokus penelitian ini

tif dengan publik dan pelaku pasar perihal adalah variabel target inflasi.

rencana dan tujuan pengambilan kebijakan; Penelitian ini bertujuan untuk meng-

5 akuntabilitas dari bank sentral dalam pen- ukur seberapa besar target inflasi yang

capaian target inflasi. Secara legal, sesuai setiap tahunnya ditetapkan oleh Bank Indo-

UU BI tahun 1999 telah diberikan landasan nesia berperan dalam mengontrol laju

yang kuat bagi penerapan target inflasi ter- inflasi di Indonesia, akan tetapi, nantinya

sebut, terutama dari segi kebijakan moneter, juga akan diukur pengaruh variabel lainnya

independensi dalam eksekusi kebijakan yang memang selama ini dianggap me-

moneter, tidak ada dominasi fiskal, dan miliki kaitan erat dengan laju inflasi.

transparansi serta akuntabilitas. Variabel-variabel tersebut adalah ekspektasi

Untuk mendukung berjalannya rerang- inflasi, inflasi periode sebelumnya, dan

ka kebijakan ITF tersebut, diperlukan ada- output gap.

nya prasyarat tertentu atau dapat disebut juga dengan elemen-elemen penting dalam

TINJAUAN TEORETIS

penggunaan kerangka ITF.

Target Inflasi

Elemen penting ITF tersebut dapat di- Dalam melaksanakan kebijakan mone-

bagi ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) ke- ter, Bank Indonesia menganut sebuah

rangka institusional (mandat, independensi,

58 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 1, Maret 2016 : 53 – 71

akuntabilitas dan transparansi); (2) kestabil- tinggi. Cara yang dapat ditempuh antara an kondisi ekonomi makro; dan( 3) isu

lain melalui proses transparansi dan operasional yang meliputi target inflasi

akuntabilitas kebijakan moneter. Kunci ke- (jenis, bentuk, level, dan jangka waktu

berhasilan dalam penerapan kerangka ke- sasaran inflasi serta peran escape clause),

bijakan ITF, bank sentral dituntut untuk proyeksi inflasi, respon kebijakan moneter

dapat bekerja secara transparan dan akun- dan kerangka operasional.

tabel. Bank sentral penganut ITF dituntut untuk terbuka dan dapat mempertanggung

Kerangka Institusional

jawabkan kebijakan yang telah dilakukan Kerangka institusional merupakan pra-

dalam rangka pencapaian target inflasi syarat yang mutlak diperlukan bagi bank

(akuntabel).

sentral yang ingin menerapkan ITF. Pada umumnya, kerangka institusional terdiri

Kestabilan Kondisi Ekonomi Makro

atas: kerangka legal bank sentral (mandat Selain kerangka institusional, dalam dan independensi), serta transparansi dan

penerapan ITF idealnya juga diperlukan akuntabilitas. Dalam praktiknya, bank sen-

adanya kestabilan kondisi ekonomi makro. tral harus memiliki mandat dan inde-

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pendensi agar kebijakannya bisa fokus da-

guna menjamin pencapaian kestabilan lam rangka pencapaian target inflasi. Hal ini

kondisi ekonomi makro adalah tidak terjadi bertujuan untuk menjamin berjalannya dan

dominasi fiskal, kestabilan, dan kebijakan didapatnya kredibilitas ITF. (a) Mandat,

nilai tukar serta kestabilan dan perkem- Karakteristik utama kerangka kebijakan ITF

bangan sistem keuangan. (a) Tidak Terjadi adalah adanya suatu mandat yang me-

Dominasi Fiskal, Sehat dan kuatnya sektor netapkan target inflasi sebagai tujuan utama

fiskal merupakan prakondisi makro ekono- kebijakan moneter dan tidak dapat didomi-

mi yang sangat diperlukan dalam men- nasi oleh sasaran kebijakan moneter lain-

dukung efektivitas kebijakan moneter. nya; (b) Independensi, Dalam penerapan

Prakondisi ini akan jadi lebih penting dalam kerangka ITF, independensi yang harus di-

menerapkan kerangka target inflasi, meng- miliki oleh bank sentral adalah instrumen

ingat adanya target inflasi yang perlu dan target yang independen. Agar dapat

dicapai oleh kebijakan moneter pada batas melaksanakan mandat kebijakan moneter

waktu akhir periode yang dijanjikan. Ba- dengan baik, bank sentral memerlukan

nyak faktor yang akan mempengaruhi pen- independensi dalam hal pemilihan dan

capaian target inflasi, dimana kebijakan penggunaan instrumen moneter. Inde-

fiskal merupakan salah satu diantaranya. pendensi merupakan konsekuensi yang

Tekanan terhadap inflasi dapat disebabkan logis dari pemberian mandat untuk men-

karena kebijakan harga yang ditentukan capai target inflasi, dimana bank sentral

oleh pemerintah (administred price) seperti diberikan wewenang penuh untuk meng-

tarif angkutan, tarif listrik atau harga be- gunakan segala kemampuan yang dimiliki-

berapa jenis bahan bakar minyak. Ke- nya tanpa adanya campur tangan dari pihak

lompok barang dan jasa tersebut memiliki lain dalam rangka pencapaian target inflasi;

bobot yang besar dalam pembentukan (c) Akuntabilitas dan Transparansi, Selain

indeks harga konsumen (IHK), shock harga mandat dan independensi, bank sentral juga

yang terjadi pada kelompok tersebut bisa memerlukan kredibilitas kebijakan moneter

menyebabkan terjadinya pergerakan inflasi. atau dapat juga disebut reputasi kebijakan

Pemerintah juga dapat mempengaruhi anti inflasi. Akan tetapi, upaya untuk mem-

pencapaian target inflasi dengan kebijakan bentuk kredibilitas bukanlah perkara mu-

pembiayaan defisit fiskal yang dilakukan dah terutama di negara dengan tingkat

dengan penambahan jumlah uang yang inflasi yang sering berada pada level yang

beredar; (b) Kestabilan dan Kebijakan Nilai

Meninjau Kembali Seberapa Penting Target Inflasi ... – Hakim

Tukar, Kondisi nilai tukar mempunyai Inflasi, Salah satu karakteristik yang mem- peran penting bagi negara yang menganut

bedakan kerangka kebijakan moneter infla- ITF dalam perekonomian terbuka. Ini di-

tion targeting dengan kerangka kebijakan karenakan adanya pengaruh fluktuasi nilai

lainnya, yaitu bank sentral mengumumkan tukar terhadap variabel sasaran kebijakan

target inflasi secara eksplisit (jelas) kepada moneter (terutama inflasi) melalui berbagai

publik dalam setiap periode tertentu, biasa- channel , baik secara langsung maupun dua

nya target inflasi tahunan. Dalam menentu- channel tidak langsung yang mempengaruhi

kan target inflasi tersebut, berdasarkan permintaan agregat dan penawaran agregat,

pengalaman di sejumlah negara terdapat akan mempunyai dampak yang cukup

beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu besar dalam pembentukan inflasi. Kondisi

jenis sasaran, bentuk sasaran, level sasaran, nilai tukar yang stabil akan sangat mem-

jangka waktu sasaran, dan escape clause. bantu Bank Indonesia untuk dapat lebih

Jenis sasaran: Mengingat pentingnya pen- memfokuskan kebijakannya dalam pen-

capaian target inflasi bagi bank sentral, capaian target inflasi yang ditetapkan tanpa

dalam penetapan target inflasinya tersebut, harus memikirkan kebijakan untuk meng-

bank sentral perlu mempertimbangkan jenis atur nilai tukar. Pergerakan nilai tukar riil

inflasi yang digunakan sebagai target. Ideal- akan mempengaruhi permintaan agregat

nya, jenis inflasi yang dipilih adalah indi- (dengan lag tertentu) melalui respon konsu-

kator harga yang dapat menjelaskan pe- men terhadap perubahan harga relatif dan

ngertian inflasi sebagaimana didefinisikan output gap yang pada akhirnya akan mem-

secara teori. Tujuannya agar tidak me- pengaruhi laju inflasi. Sementara itu, fluktu-

nimbulkan banyak interpretasi dan bisa asi nilai tukar juga dapat mempengaruhi

lebih dipahami oleh masyarakat pada penawaran agregat (baik dengan atau tanpa

umumnya. Jenis inflasi yang menjadi target lag ) karena ada hubungannya dengan biaya

harusnya merupakan indikator yang harga produksi yang tergantung dari harga ba-

yang paling mencerminkan perkembangan rang impor; (c) Stabilitas Sistem Keuangan,

harga secara umum dan banyak digunakan Adanya sistem dan pasar keuangan yang

sebagai acuan dalam pengambilan keputus- sehat diperlukan untuk dapat mempe-

an oleh para pelaku ekonomi. Indikator ngaruhi secara efektif tingkat pencapaian

harga seperti inilah yang sering disebut akhir dari sasaran kebijakan moneter se-

dengan indikator harga yang memiliki hingga kebijakan tersebut dapat ditrans-

tingkat akseptabilitas yang tinggi. Kriteria misikan dengan efektif ke sektor riil. De-

akseptabilitas tersebut sangat penting kare- ngan berjalannya proses transmisi tersebut,

na pencapaian target inflasi akan menunjuk- respon kebijakan moneter yang dituangkan

kan peranan penting bank sentral dalam dalam bentuk sasaran operasionalnya

menciptakan kestabilan ekonomi makro, (biasanya menggunakan suku bunga) dapat

yang dalam hal ini ditunjukkan oleh ke- menstimulasi variabel ekonomi yang lain

mampuan bank sentral dalam mengendali- lewat saluran-saluran transmisi yang ada

kan laju inflasi. Selama ini, indikator yang sehingga dampaknya pada sasaran akhir

paling sering digunakan sebagai acuan oleh akan sesuai dengan yang diperkirakan.

pelaku ekonomi dalam melakukan peng- ambilan keputusan adalah Indeks Harga

Isu Operasional

Konsumen (IHK). Bentuk sasaran: Target Memetakan konsep kerangka kebijakan

inflasi idealnya berbentuk satuan angka moneter dengan pendekatan ITF ke dalam

(poin) karena mempunyai kelebihan antara praktik operasional yang dilakukan oleh

lain: secara eksternal, (1) lebih jelas, mudah bank sentral merupakan isu yang kompleks.

diingat, dan dimengerti publik; (2) men- Isu operasional kerangka kebijakan ITF

jelaskan komitmen bank sentral yang sangat menyangkut hal-hal berikut ini. (a) Target

tinggi; (3) lebih dapat mengarahkan ekspek-

60 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 1, Maret 2016 : 53 – 71

tasi inflasi pelaku ekonomi. Sementara itu, meningkatkan natural rate of unemployment. kelebihan untuk pihak internal: (1) mem-

Argumen tentang pentingnya target inflasi berikan fokus yang lebih jelas pada tataran

yang lebih besar dari nol persen, yakni operasional respons kebijakan moneter

adanya kemungkinan yang lebih besar bagi bank sentral; dan (2) lebih mendisiplinkan

perekonomian untuk terhindar dari deflasi. bank sentral pada pencapaian targetnya

Fenomena deflasi merupakan hal yang di- karena sudah memiliki acuan yang jelas

khawatirkan oleh bank sentral di sejumlah terkait target inflasi yang ingin dicapai.

negara maju. Deflasi menjadi hal yang Target inflasi dalam bentuk angka akan

ditakutkan karena apabila terjadi dalam menjadi fokus utama perhatian bank sentral

waktu yang lama akan menyebabkan turun- dan sekaligus menjadi tolak ukur yang jelas

nya nilai riil kekayaan. Argumen lain ten- bagi tercapai atau tidaknya target inflasi,

tang pentingnya target inflasi yang rendah namun, untuk mencapai target inflasi dalam

dan stabil tidak berarti levelnya harus nol bentuk angka tersebut bukanlah tugas yang

persen. Karena dengan tingkat inflasi nol mudah bagi bank sentral. Inflasi merupakan

persen berarti bank sentral menargetkan hasil interaksi permintaan dan penawaran

price level stability , artinya tidak ada pe- dalam perekonomian dimana banyak faktor

rubahan harga samasekali dalam suatu yang mempengaruhinya. Mengingat ada-

periode tertentu. Padahal, pada prakteknya nya ketidakpastian yang tinggi dalam pro-

price level stability sulit dicapai oleh bank ses pembentukan harga tersebut, penetepan

sentral. Sampai saat ini, hampir tidak per- target inflasi akan lebih realistis jika mem-

nah ada negara yang menargetkan inflasi pertimbangkan faktor ketidakpastian ter-

nol persen. Kalaupun ada hanya sebagai sebut. Formulasi target inflasi yang mem-

batas bawah target inflasi yang menunjuk- pertimbangkan faktor ketidakpastian dapat

kan bahwa inflasi akan diupayakan bernilai dilakukan misal dengan menetapkan target

positif. Berdasarkan teori, ada tiga alasan inflasi dalam bentuk kisaran dan apabila

yang menjadi dasar pertimbangan mengapa tetap menggunakan target inflasi dalam

perlu inflasi yang bernilai positif dan bentuk satuan maka penyajiannya di-

rendah: (1) measurement bias; (2) downward tambahkan dengan suatu deviasi tertentu.

rigidity nominal wages dan price inertia; (3) Level Sasaran: Secara teoretis, ITF ber-

zero bound nominal interest rate dan deflati- tujuan untuk mencapai tingkat inflasi yang

onary spiral . Jangka Waktu Sasaran: Pada rendah dan stabil. Pengalaman di sejumlah

dasarnya kebijakan moneter dalam kerang- negara yang menerapkan ITF antara lain

ka ITF merupakan kebijakan moneter yang menunjukkan bahwa target inflasi yang di-

forward looking sehingga lebih bersifat anti- tetapkan memiliki: (1) cukup rendah (pada

sipatif. Dalam hal ini kebijakan moneter umumnya satu digit), (2) memiliki gejolak

dilakukan untuk merespons tekanan inflasi inflasi yang rendah, (3) cukup menantang

yang akan muncul sehingga pada waktunya untuk dicapai oleh bank sentral sehingga

nanti realisasi inflasi diharapkan akan dapat meningkatkan kredibilitas, (4) dapat

sesuai/mendekati tingkat inflasi yang telah dicapai dengan pengorbanan gejolak output

ditetapkan. Sementara itu, dengan adanya yang minimum. Untuk tiap negara, pe-

lag kebijakan moneter terhadap inflasi me- nentuan berapa level yang dianggap rendah

nyebabkan bank sentral perlu memper- dan stabil serta optimal pada dasarnya

timbangkan kondisi dan waktu (timing) merupakan sesuatu yang unik dan berbeda

yang paling tepat dalam mengimplemen- dari suatu negara dibandingkan dengan

tasikan setiap kebijakan moneternya, oleh negara lainnya. Target inflasi juga diharap-

karena itu, jangka waktu target inflasi yang kan tidak ditetapkan terlalu rendah karena

paling optimal paling tidak jangka waktu- akan menciptakan inefisiensi dalam per-

nya sesuai dengan panjang lag optimal ekonomian yang pada gilirannya akan

kebijakan moneter terhadap inflasi. Panjang

Meninjau Kembali Seberapa Penting Target Inflasi ... – Hakim

atau pendeknya lag kebijakan moneter Berapa faktor tersebut seringkali disebut dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain

sebagai escape clause apabila target inflasi struktur pasar keuangan, fungsi inter-

tidak tercapai. Pengumuman hal-hal yang mediasi, dan kredibilitas bank sentral. Pe-

menjadi escape clause umumnya bersamaan nentuan jangka waktu target inflasi yang

dengan pengumuman target inflasi. Ke- terlalu pendek jika dibandingkan dengan

beradaan escape clause tersebut membantu panjang lag kebijakan moneternya yang

tingkat fleksibilitas penerapan ITF, tetapi, disertai oleh target inflasi dalam bentuk

semakin banyak hal yang dimasukkan da- poin atau kisaran yang sempit, mempunyai

lam escape clause akan menurunkan kredibi- tingkat ketidakpastian yang tinggi dapat

litas dan juga bisa melemahkan komitmen menimbulkan potensi permasalahan dan

bank sentral untuk mencapai target inflasi. ketidakstabilan instrumen. Pada akhirnya

Dalam prakteknya, negara penganut ITF hal ini dapat menurunkan kredibilitas bank

biasanya mencantumkan escape clause fak- sentral apabila sasaran tersebut tidak ter-

tor-faktor yang menjelaskan kemungkinan capai. Berdasarkan pengalaman di berbagai

tidak tercapainya target inflasi atau pe- negara, pada umumnya lag kebijakan mo-

nyebab berubahnya lintasan target inflasi, neter berkisar antara satu sampai dua

tetapi ada juga beberapa negara penganut tahun. Hal-hal yang perlu diperhatikan

ITF yang tidak menggunakan escape clause dalam menetapkan jangka waktu inflasi

dalam desain kerangka kebijakan moneter- adalah sebagai berikut. (1) Time horizon

nya. Dalam penggunaan escape clause pada target inflasi yang ideal adalah sesuai

kerangka ITF perlu diperhatikan hal-hal dengan panjang lag kebijakan moneter

sebagai berikut. (1) Escape clause merupakan untuk masing-masing negara sifatnya unik

salah satu bentuk transparasi bank sentral dan dipengaruhi oleh banyak faktor; (2)

tentang adanya faktor yang bisa mem- Jangka waktu target inflasi yang ditetapkan

pengaruhi pencapaian target inflasi yang tidak hanya dilakukan untuk periode

ditetapkan. Hal-hal yang dimasukkan da- jangka pendek (sesuai lag kebijakan mone-

lam escape clause pada umumnya adalah ter) tapi juga bisa dalam jangka waktu yang

berupa penjelasan faktor yang berada di lebih panjang yakni medium term (lima

luar kendali bank sentral dan faktor yang tahun) bahkan untuk jangka waktu yang

dapat menyebabkan inflasi menyimpang lebih panjang lagi. Pengumuman target

dari sasaran, (2) Pencantuman berbagai hal dengan jangka waktu yang lebih panjang ini

ke dalam escape clause secara berlebihan utamanya dimaksudkan untuk menunjuk-

dapat menurunkan kredibilitas dan bisa kan komitmen bank sentral yang lebih jelas

dijadikan gambaran kurangnya komitmen terhadap proses disinflasi. Escape Clause:

bank sentral untuk mencapai target inflasi- Adanya ketidakpastian mengenai masa

nya; (b) Proyeksi Inflasi dan Respon Ke- depan termasuk proyeksi inflasi dan kon-

bijakan, Baik secara teori maupun studi disi perekonomian dapat mengganggu

empiris dapat disimpulkan adanya lag res- pencapaian target inflasi oleh bank sentral.

pon kebijakan moneter terhadap laju inflasi, Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya,

sehingga kebijakan moneter pada suatu adanya ketidakpastian dapat dicerminkan

periode baru akan mempengaruhi tingkat melalui pemilihan jenis inflasi, level, ben-

inflasi pada beberapa waktu kemudian, oleh tuk, dan jangka waktu pencapaian target

sebab itu, kebijakan moneter seharusnya inflasi, namun demikian, ada faktor lain

merespon tekanan inflasi yang akan muncul yang berada di luar jangkauan bank sentral,

dan bukannya sebagai bentuk reaksi ter- tetapi memiliki pengaruh yang besar

hadap tekanan inflasi yang telah atau terhadap pencapaian target inflasi. Faktor

sedang terjadi saat ini. Kebijakan moneter tersebut antara lain: bencana alam, gang-

yang difungsikan untuk merespon tekanan guan distribusi, gejolak sosial, dan perang.

inflasi yang akan datang disebut dengan

62 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 1, Maret 2016 : 53 – 71

forward looking monetary policy . Dalam pendekatan forward looking monetary policy ini, informasi yang akurat mengenai proyeksi inflasi dan lag kebijakan moneter me megang peranan penting karena akan menentukan arah, waktu yang tepat, dan seberapa besar respon kebijakan moneter yang diperlukan.

Proyeksi Inflasi Secara Umum. Dalam kerangka inflation targeting, formulasi ke- bijakan moneter menuntut kemampuan proyeksi inflasi dan analisis kebijakan makro ekonomi yang baik. Hal ini berkaitan dengan kewajiban bank sentral untuk mengumumkan target inflasi yang hendak dicapai kepada publik dengan tujuan agar digunakan sebagai jangkar dalam pem- bentukan ekspektasi masyarakat, artinya ekspektasi masyarakat diharapkan setidak- nya mendekati target inflasi bank sentral, oleh karena itu, ketersediaan analisis dan proyeksi inflasi yang relatif akurat akan sangat membantu dalam mengarahkan pembentukan ekspektasi inflasi masyarakat agar sejalan dengan target inflasi bank sentral.

Proyeksi Inflasi Bank Indonesia. Se- berapa yakin bank sentral terhadap target inflasi yang ditetapkan merupakan per- tanyaan yang lumrah diajukan terhadap negara yang menerapkan inflation targeting. Hal ini bukan pertanyaan yang mudah untuk dijawab. Pertanyaan mengenai pro- yeksi inflasi paling tidak berkaitan dengan beberapa hal, yaitu validitas model yang digunakan, akurasi hasil proyeksi terhadap inflasi aktual, dan asumsi yang melandasi suatu proyeksi. Validitas model proyeksi inflasi dapat ditinjau dari sejumlah aspek, salah satunya validitas teori yang diguna- kan sebagai dasar penyusunan model proyeksi inflasi dan aspek validitas hasil estimasi dari model. Tidak ada ukuran standar untuk mengukur validitas teori yang digunakan dalam menyusun suatu model, oleh karena itu, evaluasi atas ke- validan teori ekonomi yang digunakan dalam penyusunan proyeksi inflasi dilaku- kan dengan mengkaji parameter hasil esti-

masi model. Selama ini, Bank Indonesia setidaknya memiliki tiga model ekonomi yang sering digunakan untuk menghasilkan proyeksi inflasi dan proyeksi model makro lainnya. Ketiga model tersebut yaitu Small Scale Macro Model (SSM), Short Term Forecas- ting Indonesian Economy (SOFIE), dan Model of Bank Indonesia (MODBI).

Respon Kebijakan Moneter. Dalam inflation targeting framework (ITF) respon kebijakan moneter idealnya ditujukan ter- utama untuk mengantisipasi deviasi pro- yeksi inflasi terhadap targetnya. Respon kebijakan moneter di negara yang meng- anut ITF pada umumnya diformulasikan dalam suatu model atau persamaan yang dikenal dengan istilah policy rules. Paul D. McNelis dalam penelitiannya menguraikan tentang arah kebijakan moneter Bank Indo- nesia terhadap inflasi, prosedur operasional kebijakan moneter, dan metode untuk me- lakukan proyeksi inflasi; (c) Kerangka Ope- rasional, Hal lain yang juga terbilang pen- ting dalam penerapan ITF adalah bagai- mana secara operasional kebijakan moneter dilakukan oleh bank sentral. Jadi prosedur operasional kebijakan moneter sangat ter- kait dengan pengetahuan mengenai jenis jalur transmisi mekanisme moneter (kua- litas vs harga) yang lebih banyak bekerja di suatu negara. Apabila jalur harga yang lebih banyak berperan, prosedur operasional ke- bijakan moneter seperti jenis target operasi- onal dan instrumen mix akan sangat ber- beda dengan prosedur operasional kebijak- an moneter yang mendasari pada jalur transmisi melalui agregat moneter. Berdasar pengalaman di beberapa negara penganut ITF, ditemukan bahwa suku bunga me- rupakan instrumen kebijakan moneter yang paling banyak digunakan sebagai target operasional. Beberapa pendapat mengenai pilihan penggunaan instrumen operasional kebijakan moneter antara lain menyimpul- kan bahwa sekurang-kurangnya terdapat tiga kriteria yang harus menjadi bahan pertimbangan bagi bank sentral, yaitu: (1) Measurability , instrumen yang digunakan harus dapat diukur secara cepat dan akurat;

Meninjau Kembali Seberapa Penting Target Inflasi ... – Hakim

(2) Controlability, otoritas moneter harus turun. Hal ini tentu mudah untuk di- dapat mengendalikan instrumen tersebut

jelaskan, misal daya beli masyarakat me- secara efektif; dan (3) Ability to predictability

ningkat maka barang-barang di pasaran affect goals , kemampuan instrumen moneter

akan laku di pasar kemudian akan disusul untuk mencapai target harus dapat di-

dengan kenaikan harga. Sebaliknya ketika perkirakan.

daya beli masyarakat turun maka barang- barang di pasaran tidak akan laku kemudi-

Hubungan Target Inflasi dan Laju Inflasi

an akan terjadi penurunan harga. Kurang Secara umum, laju inflasi dipengaruhi

lebih begitulah hubungan antara ketiga oleh banyak hal. Misalnya dalam per-

variabel tersebut (ekspektasi inflasi, inflasi samaan New Keynesian Phillips Curve Hybrid

periode sebelumnya, dan output gap) de- (NKPC Hybrid), dimana dikatakan bahwa

ngan laju inflasi, akan tetapi, tentunya inflasi aktual sangat dipengaruhi oleh

bukan hanya variabel ekspektasi inflasi, beberapa variabel pokok. Untuk lebih

inflasi periode sebelumnya, dan output gap jelasnya berikut ini model New Keynesian

yang bisa mempengaruhi laju inflasi aktual. Phillips Curve Hybrid tersebut:

Banyak peneliti yang coba mengkaitkan dengan variabel lain, contohnya target infla- si. Tentu menjadi bahasan yang menarik

dimana π t adalah inflasi aktual, π t+1 adalah apakah rezim inflation targeting mampu ekspektasi inflasi, π t-1 adalah inflasi periode

menjadi solusi untuk mengontrol laju inflasi sebelumnya, dan y t adalah output (GDP)

seperti yang diharapkan atau malah sebalik- gap . Berikut ini rincian hubungan antara

nya tidak ada efek yang signifikan dari inflasi aktual dan variabel-variabel tersebut.

keberadaan rezim inflation targeting. Ketika ekspektasi inflasi naik maka

Ada sejumlah penelitian-penelitian ter- inflasi juga akan naik. Sebaliknya, ketika

dahulu yang pernah meneliti tentang pe- ekspektasi inflasi turun maka inflasi juga

ngaruh target inflasi terhadap laju inflasi. akan turun. Hubungan kedua variabel ini

Penelitian-penelitian tersebut bisa memberi- seringkali disebut dengan forward looking.

kan sedikit gambaran bagaimana hubungan Selanjutnya, pengaruh variabel inflasi perio-

antara target inflasi dan laju inflasi. Hasil

de sebelumnya terhadap inflasi. Ketika penelitian Solanes dan Flores (2009) me- inflasi periode sebelumnya naik maka laju

nunjukkan ternyata target inflasi sangat inflasi aktual akan naik pula. Sebaliknya

berpengaruh terhadap pembentukan inflasi, ketika inflasi periode sebelumnya turun

bahkan terhadap kondisi makroekonomi maka laju inflasi aktual juga akan turun.

secara keseluruhan Amerika Latin. Berikut Hubungan kedua variabel ini dinamakan

ini persamaan yang digunakan oleh Solanes backward looking . Forward looking dan back-

dan Flores (2009) untuk mengukur pe- ward looking ini pernah di bahas dalam

ngaruh target inflasi terhadap laju inflasi. penelitian Alamsyah (2008). Hasil peneliti-

annya menunjukkan bahwa pelaku ekono- mi di Indonesia cenderung masih ber- perilaku backward looking. Artinya ketika

Solanes dan Flores (2009) meneliti seberapa jauh inflasi (x i,t ) dipengaruhi oleh variabel

ingin memperkirakan tingkat laju inflasi dummy F i,t . Variabel dummy ini diisi antara

aktual maka mereka akan berpatokan pada nilai 0 atau 1. Ball dan Sheridan (2005) juga

inflasi periode sebelumnya. Terakhir pe- menggunakan variabel dummy seperti ini ngaruh variabel output gap terhadap laju dalam penelitiannya. Angka 1 menandakan inflasi. Ketika output gap naik maka laju negara tersebut menerapkan sistem inflation inflasi juga akan ikut naik. Sebaliknya jika targeting , sedangkan angka 0 menyatakan output gap turun maka inflasi juga akan ikut kebalikannya yaitu tidak menerapkan sis-

64 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 20, Nomor 1, Maret 2016 : 53 – 71

tem inflation targeting. Penelitian Solanes nya, terutama dalam mengontrol laju inflasi. dan Flores (2009) tersebut menggunakan

Parkin berpendapat target inflasi yang data dari 18 negara tahun 2000-2007 di

fleksibel lebih efektif dibandingkan dengan Amerika Latin.

kemandirian bank sentral. Target inflasi Hasil penelitian Solanes dan Flores

yang fleksibel, dapat dipercaya, dan di- (2009) mendapat dukungan dari banyak

sampaikan secara transparan, nampaknya penelitian lainnya. Vega dan Winkleried

bisa menjadi hal yang baik dalam usaha (2005) menemukan bahwa target inflasi

untuk menjaga agar inflasi tetap rendah, sangat membantu dalam menurunkan laju

volatilitas rendah, dan pertumbuhan tinggi. dan volatilitas inflasi di negara-negara yang

Seperti yang dipraktekkan di Australia, mengadopsinya. Ftiti dan Walid (2013)

Kanada, Swedia, dan Inggris, pendekatan mencoba untuk membandingkan bagai-

kebijakan moneter semacam ini sangatlah mana laju inflasi di negara yang meng-

berhasil.

adopsi rezim penargetan inflasi dan yang Petursson (2004) menyimpulkan peng- tidak mengadopsi rezim penargetan inflasi.

adopsian target inflasi telah memungkinkan Hasilnya bisa ditarik dua kesimpulan.

bank sentral untuk menurunkan laju inflasi Pertama, untuk negara yang mengadopsi

dan untuk menjaganya tetap rendah, de- sistem penargetan inflasi, inflasi menjadi

ngan inflasi yang juga lebih stabil. Ekspek- lebih stabil di bawah rezim penargetan

tasi inflasi juga turun, melalui beberapa inflasi jika dibandingkan dengan periode

penelitian ternyata penurunan ekspektasi sebelumnya. Kedua, perbandingan antara

inflasi setelah kerangka kebijakan baru ini negara pengadopsi sistem penargetan infla-

(target inflasi) mampu lebih meningkatkan si (Inggris, Kanada, dan Swedia) dan negara

kredibilitas dari bank sentral. yang tidak mengadopsi rezim penargetan

Berikut ini persamaan yang Williard inflasi (Perancis, Amerika, dan Norwegia)

(2006) pakai dalam penelitiannya terkait menunjukkan bahwa laju inflasi di negara

tema pengaruh target inflasi terhadap laju pengadopsi sistem penargetan inflasi lebih

inflasi:

rendah dibandingkan negara yang tidak mengadopsi rezim penargetan inflasi.

Romdhane dan Mensi (2014) melaku- kan penelitian tentang pengaruh target inflasi di negara-negara OECD. Romdhane

dimana ∆π i adalah perbedaan antara inflasi dan Mensi menggunakan variabel dummy

sekarang dengan periode sebelumnya, π * i seperti halnya Solanes dan Flores (2009)

merupakan target inflasi, dan T i adalah serta Ball dan Sheridan (2005). Hasilnya