Roadmap Pengembangan Perikanan Tangkap u
1.1. Latar Belakang
Sektor Perikanan merupakan salah satu sektor andalan dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat maupun pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Perikanan tangkap merupakan salah satu sektor utama mendukung perekonomian masyarakat
kontribusinya dalam penyediaan pangan yang berasal dari laut seperti berbagai jenis ikan, udang dan kerang-kerangan. Kegiatan perikanan tangkap ini melibatkan 22.489 jiwa penduduk dengan 10.570 KK atau
Gambar 1. Kapal Tangkap sekitar 33,4% dari jumlah penduduk
usia kerja. Pemerintah Indonesia bertanggungjawab menetapkan pengelolaan sumberdaya alam Indonesia bagi kepentingan seluruh masyarakat, dengan memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya tersebut. Hal ini juga berlaku bagi sumberdaya perikanan, seperti ikan, lobster dan udang, teripang, dan kerang-kerangan seperti kima, dan kerang mutiara. Sumberdaya ini secara umum disebut atau termasuk dalam kategori dapat pulih. Namun, kemampuan alam untuk memperbaharui ini bersifat terbatas. Jika manusia mengeksploitasi sumberdaya melelebihi batas kemampuannya untuk melakukan pemulihan, sumberdaya akan
mengalami penurunan, terkuras dan bahkan menyebabkan kepunahan. Penangkapan berlebih atau ‘over-fishing’ sudah menjadi kenyataan pada berbagai perikanan tangkap di dunia – Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memperkirakan 75% dari perikanan laut dunia sudah tereksploitasi penuh, mengalami tangkap lebih atau stok yang tersisa bahkan sudah terkuras – hanya 25% dari sumberdaya masih berada pada kondisi tangkap kurang (FAO, 2002). Total produksi perikanan tangkap dunia pada tahun 2000 ternyata 5% lebih rendah dibanding puncak produksi pada tahun 1995 (tidak termasuk Cina, karena unsur ketidak- pastian dalam statistik perikanan mereka). Sekali terjadi sumberdaya sudah menipis, maka stok ikan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pulih kembali, walaupun telah dilakukan penghentian penangkapan. Masalah ini bahkan sudah menjadi pesan SEKJEN – PBB pada Hari Lingkungan Hidup sedunia tanggal 5 Juni 2004.
Departemen Kelautan dan Perikanan, DKP, sangat memahami permasalahan penangkapan berlebih di perairan laut Indonesia Bagian Barat, khususnya perairan pantai utara Jawa. Didorong oleh harapan publik dimana sektor perikanan harus memberikan kontribusi terhadap peningkatan GNP Indonesia melalui peningkatan produksi hasil tangkap, DKP sekarang sedang mencari ‘sumberdaya yang tidak pernah habis’ tersebut di Indonesia Bagian Timur (Widodo, 2003). Pertanyaannya adalah sampai sejauh mana perairan laut Indonesia. Bagian Timur bisa dikembangkan untuk perikanan tangkap dengan memperhatikan aspek keberlanjutan sumberdaya. Apakah perairan Indonesia Bagian Timur termasuk bagian dari 25% perikanan tangkap dunia, yang menurut FAO bisa dikembangkan lebih lanjut?. Indonesia cenderung melakukan intensifikasi perikanan tangkap. Artikel yang diterbitkan Jakarta Post (14 Januari 2004) melaporkan investasi yang dilakukan oleh salah satu perusahaan perikanan tangkap Indonesia senilai Rp. 2 triliun (setara US$
235 juta), untuk memperluas armada perikanan di perairan Papua – dengan menyerahkan 5% saham dari projek tersebut kepada Pemerintah Papua. Artikel lain yang dimuat dalam Kompas 21 Januari 2004 (Hakim, 2004) menggambarkan beberapa wilayah perairan laut yang sudah mengalami tangkap lebih, sementara beberapa wilayah lainnya masih berada dalam kondisi tangkap kurang. DKP mencoba mengangkat masalah ini dan menyelesaikannya dengan cara memfasilitasi transmigrasi nelayan (pernyataan pers DKP, tertanggal 29 Agustus 2003, 20 Januari 2004 dan 9 Desember 2004; diakses melalui http://www.dkp.go.id). Lebih lanjut, Pemerintah Indonesia sangat gencar mengundang investor asing untuk mengeksploitasi sumberdaya yang dianggap tidak akan pernah habis: situs Kedutaan Inggris di Indonesia mengundang industri perikanan tangkap di Inggris dalam memanfaatkan peluang ini (British Embassy, 2004), melalui suplai armada perikanan yang digunakan, kemungkinan bersama ABK, alat tangkap gill net, pukat harimau, pancing pole & line, pukat cincin, beserta pelayanan konsultasi dan transfer teknologi.
Stok perikanan Indonesia bisa terus dipertahankan meningkat dengan meningkatnya laju eksploitasi dan pengembangan alternatif kebijakan perikanan tangkap berbasis ekosistem dengan penekanan pada peranan Kawasan Perlindungan Laut, KPL, sebagai alat pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia, yang secara tradisional dipikirkan sebagai instrumen dari usaha konservasi keanekaragaman sumberdaya hayati.
Tetapi Paradigma Pembangunan selama ini terlalu berorientasi pada daratan dimana daerah pesisir dan laut kerap kali mengalami ketertinggalan dan keterbelakangan, terjadi degradasi ekosistem lingkungan pesisir dan laut (mangrove, terumbu karang, estuaria, padang lamun) dan masyarakat pesisir khususnya nelayan kini merupakan Tetapi Paradigma Pembangunan selama ini terlalu berorientasi pada daratan dimana daerah pesisir dan laut kerap kali mengalami ketertinggalan dan keterbelakangan, terjadi degradasi ekosistem lingkungan pesisir dan laut (mangrove, terumbu karang, estuaria, padang lamun) dan masyarakat pesisir khususnya nelayan kini merupakan
Pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Langkat memerlukan pedoman arah pembangunan berupa roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program agromarine di Kabupaten Langkat, yang dijabarkan secara secara terpadu. Rodmap ini ditujukan untuk sistem manajemen penangkapan ikan. Roadmap ini mampu menjangkau peta persaingan tangkapan ikan internasional, nasional dan daerah di masa depan, supaya keberlanjutan penangkapan ikan dapat berjalan lebih efektif, efisien, berbiaya murah, serta membutuhkan waktu singkat dan menawarkan berbagai pilihan alternatif. mensinergikan kegiatan pembangunan secara berkesinambungan yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh para pemangku kepentingan (stakeholders).
Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta kemiskinan di perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di kawasan perdesaan. Meskipun demikian, pendekatan pengembangan kawasan perdesaan seringkali dipisahkan dari kawasan perkotaan. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangan kawasan perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan malah berakibat sebaliknya yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sisi sumber daya manusia, alam, bahkan modal.
Di samping itu paradigma pembangunan selama ini masih terlalu berorientasi terhadap daratan sehingga perkembangan berbagai sektor di wilayah pesisir dan pulau–pulau kecil mengalami ketertinggalan. Untuk mengatasi atau meminimumkan kecenderungan yang demikian, diperlukan upaya percepatan pembangunan kawasan pesisir, pulau-pulau Di samping itu paradigma pembangunan selama ini masih terlalu berorientasi terhadap daratan sehingga perkembangan berbagai sektor di wilayah pesisir dan pulau–pulau kecil mengalami ketertinggalan. Untuk mengatasi atau meminimumkan kecenderungan yang demikian, diperlukan upaya percepatan pembangunan kawasan pesisir, pulau-pulau
Selain itu, pembangunan kawasan pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau terluar diharapkan juga dapat mendayagunakan keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dimiliki menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage) secara berkelanjutan.
Pada tanggal 13 April 2006 telah ditandatangani nota kesepahaman dengan 16 (enam belas) kabupaten/kota tentang Program Agromarinepolitan di Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari 9 Bupati/Walikota di Pantai Timur (Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Asahan, Serdang Bedagai, Labuhan Batu, Kota Binjai, Kota Medan dan Kota Tebing Tinggi) serta 7 kabupaten/kota di Pantai Barat Sumatera Utara (Kota Sibolga, Padang Sidempuan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Nias serta Nias Selatan) bertempat di Medan oleh Gubernur Sumatera Utara dihadapan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Kemudian pada tanggal 17 Juli 2006 Presiden Republik Indonesia mencanangkan secara resmi program ini di Kantor Gubernur Sumatera Utara.
Kabupaten Langkat adalah salah satu dari Kabupaten/ Kota yang sepakat dan turut dalam mendukung Program Agromarinepolitan di Sumatera Utara. Program Agromarinepolitan adalah pendekatan pembangunan wilayah berbasis pada sumberdaya alam (pertanian, kelautan dan perikanan) yang dilaksanakan secara terpadu, efisien, berdaya saing, berkeadilan dan ramah lingkungan untuk menciptakan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Adapun Visi dari Program
Agromarinpolitan ini adalah Terwujudnya Pembangunan Kawasan Agromarinepolitan sebagai Kawasan Industri
Agromarine ( Agro, Perikanan, Pariwisata Bahari) secara terpadu lintas sektor dan wilayah yang berbasis sumberdaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan. Dengan Misi :
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir sekali gus mengurangi kesenjangan antar kelompok masyarakat;
2. Memelihara daya dukung dan kualitas ekosistem pesisir guna menjamin keberlanjutan pemanfaatan
3. Mengembangkan usaha lintas sektor dan wilayah yang berbasis pada sumber daya agromarine,
4. Meningkatkan segenap lembaga / pelaku agromarine secara optimal dan berkelanjutan.
5. Menciptakan iklim yang kondusif bagi partisipasi seluruh stakeholder.
Kabupaten Langkat yang terdiri dari 23 Kecamatan, 9 diantaranya merupakan kecamatan pesisir dengan panjang garis pantai 110,393 km
memiliki 57 kelurahan/desa dengan jumlah masyarakat 17.647 Jiwa yang mayoritas nelayan, merupakan daerah yang sudah mengadopsi Program Agromarinepolitan dalam pelaksanaan
Gambar 2. Peta Administrasi kegiatan-kegiatan di daerah.
Kab.Langkat Peran serta satuan kerja perangkat
daerah yang lain juga sudah terlihat dengan adanya SK Bupati Langkat tentang Tim Koordinasi Program Agromarinepolitan di Kabupaten.Langkat
Sejalan dengan visi yang hendak diwujudkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat sebagai institusi atau pelaksana teknis dalam pembangunan Sektor Perikanan dan Kelautan di Kabupaten
Langkat adalah “ terwujudnya pengelolaan usaha perikanan dan kelautan yang maju, berkelanjutan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat”. Sedangkan Misi yang diemban oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat adalah :
1. Mewujudkan peningkatan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan masyarakat pesisir lainnya.
2. Mewujudkan pembinaan yang professional melalui peningkatan kualitas SDM Perikanan
3. Mewujudkan peningkatan pengendalian, pengawasan dan pelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan.
Berdasarkan Visi dan Misi di atas, maka salah satu tujuan pembangunan sektor perikanan dan kelautan yang hendak dicapai adalah Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Nelayan dengan sasaran meningkatnya pendapatan nelayan
Wilayah pesisir dan laut Kabupaten Langkat merupakan salah satu kawasan yang sangat strategis ditinjau dari segi ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Terkait dengan pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat maka perlu adanya penyusunan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat guna mendukung sektor perikanan tangkap di Kab.Langkat ke depan.
1.2. Permasalahan
Adapun Permasalahan perikanan tangkap di Kabupaten Langkat, antara lain :
a. Terjadinya overfishing penangkapan ikan di laut Kab.Langkat
b. Adanya konflik pemanfaatan kawasan penangkapan dengan nelayan dari daerah lain (nelayan dari medan, deliserdang)
c. Sarana dan prasarana penangkapan ikan nelayan masi relatif sederhana sehingga kalah bersaing dengan nelayan dari medan
d. Kurang terkelolanya sarana prasarana perikanan tangkap yang sudah
e. Belum terkelolanya dengan baik potensi perikanan tangkap di Kab.Langkat untuk mendukung Program Agromarinepolitan
f. Sulitnya akses permodalan bagi nelayan penangkap ikan
g. Manajemen keuangan nelayan yang masi buruk
h. Belum baiknya pengelolaan tata ruang pesisir dan laut Kab.Langkat
i. Rendahnya produksi perikanan tangkap j. Kurangnya penguasaan teknologi perikanan tangkap
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat ini adalah untuk menggambarkan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Langkat dalam rangka mendukung Program Agromarinepolitan.
Tujuan dari penyusunan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat ini adalah : Tujuan dari penyusunan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat ini adalah :
b. Menyediakan referensi bagi investor yang ingin berinvestasi.
c. Meningkatkan produksi perikanan tangkap di kawasan laut Kab.Langkat
d. Mendukung komoditi perikanan tangkap Kab.Langkat (seperti ikan kerapu) sebagai wujud nyata pelestarian sumber daya perikanan tangkap berwawasan lingkungan.
e. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan
f. Menunjang visi Kab.Langkat sebagai Kabupaten berwawasan bahari
g. Mencegah konflik antar masyarakat dan stake holder dalam pemanfaatan sumber daya dan ruang pesisir dan laut
1.4. Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan penyusunan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat ini adalah seluruh wilayah kecamatan (laut dan darat) yang memiliki potensi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Langkat.
1.5. Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini
1. Tersusunnya roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat sehingga dapat memfokuskan kegiatan pengembangan potensi perikanan tangkap yanga ada
2. Memberikan solusi terhadap permasalah yang dihadapi dalam pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat
3. Perbaikan sarana prasarana perikanan tangkap yang ada guna mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat
4. Meminimalisasi laju degradasi sumber daya alam pesisir dan laut (ecosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuari,pulau- pulau kecil)
5. Diperolehnya masukan pengelolaan tata ruang pesisir dan laut Kab.Langkat mendatang
6. Perbaikan kondisi infrastruktur
7. Peningkatan pendapatan nelayan dan masyarakat pesisir.
1.6. Sasaran dan Keluaran
Sasaran kegiatan adalah :
1. Perairan laut Kab.Langkat
2. Kapal-kapal dan alat tangkap ikan
3. Sarana dan prasarana perikanan tangkap dan pendukungnya
4. Sentra pemasaran hasil tangkapan ikan Keluaran kegiatan adalah :
1. Final Report roadmap rencana pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Langkat
2. Data jumlah dan jenis alat tangkap perkecamatan di Kab.Langkat
3. Gambar (map) daerah-daerah penangkapan ikan dan zona penangkapan ikan di perairan laut Kab.Langkat
4. Data sarana dan prasarana perikanan tangkap di Kab.Langkat
5. Data dan photo-photo hasil tangkapan ikan perairan laut Kab.Langkat
6. Titik-titik koordinat daerah zonasi alat tangkap ikan
7. Memperhitungkan daya dukung perairan laut Kab.Langkat terhadap penambahan jumlah alat tangkap
8. Data-data sentra pemasaran hasil tangkap ikan nelayan
2.1. Pendekatan Umum
Paradigma pembangunan yang selama ini terlalu berorientasi pada daratan, mengakibatkan daerah pesisir dan laut mengalami ketertinggalan dan terjadinya degradasi ekosistem lingkungan pesisir dan laut (mangrove, terumbu karang, estuaria, padang lamun). Keadaan ini berakibat kepada masyarakat pesisir khususnya nelayan kini merupakan kelompok masyarakat termiskin.
Pemerataan pembangunan pada semua wilayah merupakan hal yang sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat. Harapan dan cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan tersebut dapat diimplementasikan melalui pembangunan kewilayahan secara terpadu untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945.
Pesisir merupakan wilayah dinamis dan rawan. Kedinamisan wilayah pesisir disebabkan oleh karena wilayah tersebut merupakan pertemuan kedua ekosistem, yaitu ekosistem daratan dan ekosistem lautan. Wilayah pesisir mengandung potensi sumberdaya yang besar, baik hayati maupun non hayati termasuk jasa-jasa lingkungan.
Konsekuensi dari dinamika wilayah pesisir yang berpotensi menyebabkan manusia untuk datang dan berinteraksi dengan ekosistem lainnya. Interaksi manusia dengan lingkungan pesisir menyebabkan terjadinya kerawanan-kerawanan karena aktivitas manusia di daerah hulu dan kegiatan perairan lepas maupun lautan lepas, serta pengaruh alam yang memberi andil tidak sedikit terhadap degradasi lingkungan pesisir.
Realitas wilayah pesisir yang dinamis memerlukan suatu pengolahan wilayah yang spesifik untuk dapat mengakomodasikan semua kepentingan manusia dan kestabilan lingkungan. Pengelolaan wilayah pesisir ekosistem yang harus berkelanjutan tanpa mengurangi hak manusia dan komunitas lainnya untuk hidup di dalamnya.
Pesisir merupakan wilayah interaksi antara darat dan laut yang memiliki potensi sumber daya alam dan lingkungan yang cukup besar. Kawasan pesisir tersebut pada dasarnya telah dikembangkan melalui berbagai program pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, tetapi hasilnya dirasakan belum signifikan.
Provinsi Sumatera Utara memiliki pantai yang terbentang di wilayah timur dan wilayah barat. Potensi yang terdapat di wilayah tersebut perlu di kelola dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana amanat Undang-undang nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Hasil seminar di Medan pada bulan Juni 2006 yang didasarkan dari pembahasan dan masukan berbagai narasumber, pakar pembangunan serta stakeholders, disepakati bahwa nama program pembangunan wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau kecil diubah menjadi “Program
Pembangunan Agromarinepolitan Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil Dan Pulau-Pulau Terluar Provinsi Sumatera Utara”.
Wilayah sasaran program dimaksud adalah Kabupaten/Kota: Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Tanjung Balai, Asahan, Labuhan Batu berada dalam wilayah Pantai Timur, sedang Sibolga, Tapanuli Tengah, Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Nias dan Nias Selatan berada di Pantai Barat (Kabupaten Batubara, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas; saat penandatanganan masing-masing masih berada di Kabupaten Induk).
Salah satu kegiatan pembangunan perikanan yang dapat mendukung program agromarinepolitan di Kabupaten Langkat adalah perikanan tankap.
Penyusunan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat didasarkan pada data hasil evaluasi perikanan tangkap Kab. Langkat, sarana prasarana dan tata ruang pengembangan perikanan tangkap yang ada. Sedangkan evaluasi perikanan tangkap didasarkan pada hasil observasi lapangan yang terdiri dari data jumlah rumah tangga nelayan, jumlah alat tangkap, jenis alat tangkap, jenis hasil tangkapan, sarana dan prasarana penangkapan ikan yang ada serta sarana pendukung lainny seperti sarana jalan, pemasaran hasil tangkapan dll diselaraskan dengan rencana tata ruang dan pengembangan program Agromarinepolitan
Penyajian hasil evaluasi perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Langkat dalam wujud spasial atau peta dilakukan dengan cara mengimpor data tabulasi hasil analisis yang sudah di matching dengan syarat lokasi pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Penyajian hasil evaluasi perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Langkat dalam wujud spasial atau peta dilakukan dengan cara mengimpor data tabulasi hasil analisis yang sudah di matching dengan syarat lokasi pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program
Selanjutnya peta kesesuaian pengambangan perikanan tangkap tersebut dioverlaykan dengan peta administratif kecamatan sehingga diketahui peta pengembangan potensial perikanan di masing-masing Kecamatan di Kabupaten Langkat.
Penajaman arahan dilakukan secara redaksional dan didasarkan kepada hasil validasi di lapangan. Sejalan dengan pelaksanaan validasi juga dilakukan konsultasi hasil analisis dengan penentu kebijakan sehingga keluaran kegiatan dapat dipakai sebagai acuan perencanaan pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program agromarinepolitan bagi Pemerintah Daerah setempat.
2.2. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan penyusunan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat mencakup berbagai potensi fisik dan ekonomi perikanan tangkap sehingga dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk prospek pengembangan perikanan tangkap yang mencakup ketersediaan dan kesesuaian potensi, teknologi penangkapan dan pemasaran.
Adapun lingkup kegiatan tersebut yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa konsultansi antara lain adalah:
1) Penyajian kondisi dan potensi perikanan tangkap di Kabupaten Langkat secara umum.
2) Penyajian peta potensi pengembangan perikanan tangkap dan informasi pendukung lain yang dapat menarik investor.
3) Arahan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Langkat. dengan mempertimbangkan : Analisis tata ruang pesisir laut Kab.Langkat Penegakan hukum, peraturan dan pengawasan terhadap sumberdaya
perikanan Klaster yang harusnya dikembangkan Alat tangkap ikan dan teknologi yang cocok di kembangkan Sentra-sentra tempat pemasaran hasil-hasil tangkap nelayan
2.3. Metodologi
Tahapan Persiapan
Persiapan dasar berupa pengkajian data dan kepustakaan (literature) best practice, peraturan dan kebijakan Nasional, Provinsi, Kabupaten yang berkaitan dengan ruang lingkup pekerjaan serta mempersiapkan dokumen – dokumen administrasi yang mendukung pelaksanaan kegiatan penyusunan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat ini.
Tahapan Survey/ Pengumpulan Data
Tahapan kegiatan selanjutnya yang wajib dilaksanakan oleh calon penyedia jasa konsultansi adalah melakukan pengumpulan data sekunder dari Instansi terkait, study – study yang berkaitan dengan kegiatan ini dilengkapi dengan data primer yang dilakukan dengan pengamatan/ obeservasi, wawancara langsung dengan masyarakat secara acak (random sampling) diwilayah kawasan pesisir laut Kabupaten Langkat.
Tahapan Tabulasi, Kompilasi/ Analisis Data
Seluruh data yang telah siap dikumpulkan, diseleksi, ditabulasi dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan, rencana dan hasil studi lingkup masing – masing bidang bahasan.
Selanjutnya berdasarkan kompilasi data dan peninjauan lapangan yang dilakukan kemudian dilaksanakan pekerjaan kajian/ analisis secara deskriptif dalam bentuk laporan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat.
2.4. Konsep Agromarinepolitan
Sesuai dengan namanya Agromarinpolitan bermakna “Kota Pertanian/Perikanan di kawasan marin/pantai”. Dalam konteks pembangunan, agromarinpolitan merupakan paradigma pembangunan daerah dimana pembangunan kota-kota dimaksudkan untuk mendukung pembangunan pertanian (dalam arti luas)-pedesaan. Sedangkan Program Agromarinepolitan, pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau-pulau terluar Sumut yaitu : pendekatan pembangunan wilayah berbasis pada sumberdaya alam (pertanian, kelautan dan perikanan) yang dilaksanakan secara terpadu, efisien, berdaya saing, berkeadilan dan ramah lingkungan untuk menciptakan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Adapun maksud dari Program Agromarinepolitan ini adalah : mengintegrasikan secara sinergi ke 9 kabupaten/kota di pantai
timur dan 7 kab/kota di pantai barat tentang master plan pembangunan agromarinepolitan pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau terluar di sumatera utara;
memberikan arah masa depan yang defenitif bagi pembangunan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau terluar di sumatera utara;
menjadi landasan bagi pemerintah, dunia usaha dan stakeholders lainnya bagi pembangunan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau terluar di sumatera utara.
Dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir pada umumnya khususnya komunitas nelayan yang merupakan kelompok terbesar dikategorikan miskin;
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau terluar secara terpadu;
mengembalikan kondisi sumberdaya alam yang mengalami kerusakan serta mencegah terhadap sumberdaya alam yang masih dalam kondisi baik;
mengurangi kesenjangan pendapatan antara kelompok masyarakat yang berada di wilayah pesisir.
Gambar 3. Nelayan sebagai komoditas terbesar kategoti miskin
Pembentukan Klaster yaitu kelompok-kelompok usaha yang saling terkait dalam suatu kawasan, yakni seperti :
klaster teri, antara pt. agromarine selaras dengan kelompok nelayan pagurawan madang deras dan sekitarnya;
klaster kerapu, antara cv. sundoro dan 2 kelompok nelayan di belawan
Perkembangan dan pengembangan kota-kota ditentukan oleh perkembangan atau pengembangan pertanian-pedesaan. Karena itu, aktivitas-aktivitas yang terjadi atau yang berkembang di perkotaan adalah akitivitas atau fungsi yang mendukung pertanian-pedesaan. Sehingga tidak ada lagi ketimpangan antara kota dengan desa (gambar) Pengembangan sektor industri dan jasa di perkotaan dimaksudkan untuk memfasilitasi atau mendukung pembangunan pertanian-pedesaan. Dengan kata lain yang dikembangkan di perkotaan adalah fungsi-fungsi dari sistem agribisnis mulai dari hulu sampai ke hilir.
Gambar 4. Konsep Pembangunan Sistem Terpadu Program Agromarinepolitan
Gambar 5. Distribusi Nilai Tambah
Karena itu pembangunan dengan pendekatan agromarinpolitan sering disebut pembangunan pertanian-pedesaan yang didukung pembangunan industri dan jasa. Dan kota-kota yang berkembang adalah kota rural-urban (rurban) dimana karakteristik rural (pedesaan) dan karakteristik (perkotaan) terintegrasi secara harmonis.
Dalam kaitannya dengan pembangunan daerah, pengembangan kawasan agromarinpolitan ini akan mengintegrasikan program/proyek- proyek multisektor yang telah berjalan selama ini sehingga efek sinergisnya makin kuat dan manfaat yang dihasilkannya makin besar dan beragam. Karena itu, pengembangan agropolitan pada dasarnya bukanlah program/proyek yang benar-benar baru, melainkan lebih menekankan pada upaya-upaya mensinergikan dan mengintegrasikan program/proyek yang telah ada selama ini. Kalaupun ada program/proyek baru, hanyalah untuk memperkuat atau memfasilitasi efek sinergis dalam ruang dan fungsi.
Berdasarkan issue dan permasalahan pembangunan perdesaan yang terjadi, pengembangan kawasan agromarinpolitan merupakan alternatif solusi untuk pengembangan wilayah (perdesaan). Kawasan agromarinpolitan disini diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yakni dengan adanya pusat agromarinpolitan dan kawasan di sekitarnya membentuk kawasan agromarinpolitan.
Disamping itu, Kawasan agromarinpolitan ini juga dicirikan dengan kawasan pertanian/perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di pusat agromarinpolitan yang Disamping itu, Kawasan agromarinpolitan ini juga dicirikan dengan kawasan pertanian/perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis di pusat agromarinpolitan yang
Dalam pengembangannya, kawasan tersebut tidak bisa terlepas dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan sistem pusat kegiatan pada tingkat propinsi (RTRW Propinsi) dan Kabupaten (RTRW Kabupaten).
Hal ini disebabkan, rencana tata ruang wilayah merupakan kesepakatan bersama tentang pengaturan ruang wilayah. Terkait dengan Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN), maka pengembangan kawasan agromarinpolitan harus mendukung pengembangan kawasan andalan. Dengan demikian tujuan pembangunan nasional dapat diwujudkan.
Gambar 6. Konsep Kawasan Pesisir Terpadu
Gambar 7. Bagan Hubungan Undang-Undang dengan Program Agromarinepolitan
Disamping itu, pentingnya pengembangan kawasan agromarinpolitan diindikasikan oleh ketersediaan lahan pertanian/perikanan dan tenaga kerja yang murah, telah terbentuknya kemampuan (skills) dan pengetahuan (knowledge) di sebagian besar petani, jaringan (network) terhadap sektor hulu dan hilir yang sudah terjadi, dan kesiapan pranata (institusi).
Kondisi ini menjadikan suatu keuntungan kompetitif (competitive advantage) Indonesia dibandingkan dengan negara lain karena kondisi ini sangat sulit untuk ditiru (coping) (Porter, 1998). Lebih jauh lagi, mengingat pengembangan kawasan agromarinpolitan ini menggunakan potensi lokal, maka konsep ini sangat mendukung perlindungan dan pengembangan budaya sosial lokal (local social culture).
Keterangan: Penghasil Bahan Baku
Pengumpul Bahan Baku Sentra Produksi Kota Kecil/Pusat Regional
Gambar 8. Konsep Pengembangan Kawasan
Kota Sedang/Besar (outlet) Agromarinpolitan
Jalan & Dukungan Sapras Batas Kws Lindung, budidaya, dll Batas Kws Agromarinpolitan
Secara lebih luas, pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat mendukung terjadinya sistem kota-kota yang terintegrasi. Hal ini ditunjukkan dengan keterkaitan antar kota dalam bentuk pergerakan barang, modal, dan manusia. Melalui dukungan sistem infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan agropolitan dan pasar dapat dilaksanakan. Dengan demikian, perkembangan kota yang serasi, seimbang, dan terintegrasi dapat terwujud (Gambar 9).
Jalan Propinsi
Jalan Kabupaten
Jalan Lokal
Jalan Lokal
Jalan Lokal
Gambar 9.
Keterangan :
Konsep Pengembangan Kawasan Agromarinpolitan : Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
Dalam Konteks Rencana Tata Ruang Wilayah : Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Nasional (RTRWN)
: Pusat Kegiatan Lokal (PKL) : Desa Sentra Produksi Pertanian
: Kawasan Agromarinpolitan
3.1. Keadaan Geografis
Kabupaten Langkat merupakan kabupaten yang terletak di bagian Timur Propinsi Sumatera Utara berbatasan langsung dengan Provinsi Nanggro Aceh Darusalam (NAD) Ibukota Kabupaten adalah Stabat (38 Km sebelah utara Ibukota Propinsi / Kota Medan). Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Selat Sumatera, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara / Tanah Alas, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Kabupaten Langkat berada pada 3°14’– 4° 13’ Lintang Utara dan 97°52’ – 98° 45’ Bujur Timur, dengan luas daerah ± 6.263,29 Km² (626.329 Ha), yang terdiri dari 23 kecamatan. Secara Topografi Kab. Langkat berada pada : 0 – 105 m dari permukaan laut, terbagi atas : – Daerah Pesisir Pantai
: ketinggian 0 – 4 m dari permukaan laut – Daerah Dataran Rendah : ketinggian 4 – 30 m dari permukaan laut – Daerah Dataran Tinggi : ketinggian 30 – 150 m dari permukaan laut Dengan kondisi geologi :
Dataran sepanjang pantai : jenis tanah Alluvial Dataran rendah
: jenis tanah Gleihumus rendah, Hidrimofil
kelabu dan plarosal
Dataran tinggi/perbukitan : jenis tanah podzolik merah kuning
3.2. Iklim
Seperti
umumnya daerah-daerah
lainnya yang berada di kawasan Sumatera Utara, Kabupaten Langkat termasuk daerah yang beriklim tropis, sehingga daerah ini memiliki 2 (dua) musim yaitu hujan dan kemarau. Musim kemarau dan musim hujan biasanya ditandai dengan sedikit banyaknya hari hujan dan volume curah hujan pada bulan terjadinya musim. Rata-rata curah hujan
Gambar 10. Grafik rata-rata tahunan bisa dilihat pada gafik (gambar 8)
curah hujan Wilayah Kabupaten Langkat termasuk tropis dengan indikator iklim sebagai berikut : Musim kemarau : Februari s/d Agustus Musim hujan : September s/d Januari Curah hujan rata-rata 3.268 mm/tahun Suhu rata-rata 28 derajat celcius - 30 derajat celcius
3.3. Luas dan Administrasi Kecamatan
Wilayah administratif Kabupaten Langkat terdiri dari 23 kecamatan dengan 231 desa dan 36 kelurahan. Menurut kecamatan terdapat sebanyak 626.329 ha dan untuk luas wilayah yang paling besar yaitu Kecamatan Bahorok sebanyak 95.510 ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rincian pada Tabel 1. berikut ini.
Gambar 11. Peta administrasi Kab.Langkat
Tabel 1. Luas Wilayah dan Ratio Terhadap Luas
Kabupaten Langkat Menurut Kecamatan
Ratio Terhadap No
Luas Total
2,91 5 Sei. Bingei
3,24 11 Batang Serangan
15,85 12 Sawit Seberang
4,22 13 Padang Tualang
3,89 16 Tanjung Pura*
1,77 19 Sei Lepan*
7,03 20 Brandan Barat*
8,90 22 Pangkalan Susu*
3,00 23 Pematang Jaya*
Sumber: Kabupaten Langkat Dalam Angka Tahun 2009 Keterangan: * Wilayah Studi
Untuk Kecamatan Secanggang luas wilayah 24.378 ha, Kecamatan Tanjung Pura 16.578 ha, Kecamatan Gebang 18.674 ha, Kecamatan Babalan 11.099 ha, Kecamatan Sei Lepan 44.054 ha, Kecamatan Brandan
Barat 7.153 ha, Kecamatan Besitang 55.767 ha, Kecamatan Pangkalan Susu 18.816 ha dan Pematang Jaya 19.715 ha.
Kabupaten Langkat beribukota Stabat dimana Kecamatannya terdiri dari 226 desa dan 34 kelurahan yang masing-masing memiliki jarak dan ibukota yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat pada rincian Tabel 2. berikut ini.
Tabel 2. Jumlah Desa, Kelurahan Tiap Kecamatan dan Nama Ibukota
Kecamatan dan Jarak Ibukota Kecamatan ke Stabat
No Kecamatan
Ibukota
Jumlah Desa
Defenitif
Jarak Ibukota Kec. Ke Stabat
Bahorok Serapit Salapian Kutambaru Sei. Bingei Kuala Selesai Binjai Stabat Wampu Batang Serangan Sawit Seberang Padang Tualang Hinai Secanggang* Tanjung Pura* Gebang* Babalan * Sei Lepan* Brandan Barat* Besitang* Pangkalan Susu* Pematang Jaya*
Pekan Bahorok Sirapit Minta Kasih Kutambaru Namu Ukur Sltn Pekan Kuala Pekan Selesai Kwala Begumit Stabat Baru Bingai Batang Serangan Sawit Seberang Tanjung Selamat Tanjung Beringin Hinai Kiri Pekan Tjg Pura Gebang Pelawi Utara Alur Dua Tangkahan Durian Pekan Besitang Pangkalan Susu Pematang Jaya
Sumber: Kabupaten Langkat Dalam Angka Tahun 2009
Gambar 12. peta administrasi 9 kecamatan pesisir.
Kecamatan Secanggang ibukotanya Hinai Kiri dan jarak ibukota kecamatan ke Stabat 23 Km yang memiliki 16 desa dan 1 kelurahan, Kecamatan Tanjung Pura ibukotanya Pekan Tanjung Pura dan jarak ibukota kecamatan ke Stabat 18 Km yang memiliki 18 desa dan 1 kelurahan, Kecamatan Gebang ibukotanya Gebang dan jarak ibukota kecamatan ke Stabat 32 Km yang memiliki 10 desa dan 1 kelurahan.
Sementara di Kecamatan Babalan ibukotanya Pelawi Utara dan jarak ibukota kecamatan ke Stabat 40 Km yang memiliki 4 desa dan 4 kelurahan, Kecamatan Sei Lepan ibukotanya Alur Dua dan jarak ibukota kecamatan ke Stabat 40 Km yang memiliki 9 desa dan 5 kelurahan. Kecamatan Brandan Barat ibukotanya Tangkahan Durian dan jarak ibukota kecamatan ke Stabat 45 Km yang memiliki 5 desa dan 2 kelurahan, Kecamatan Besitang ibukotanya Pekan Besitang dan jarak ibukota kecamatan ke Stabat 61 Km yang memiliki 6 desa dan 3 kelurahan, Kecamatan Pangkalan Susu ibukotanya Pangkalan Susu dan jarak ibukota kecamatan ke Stabat 63 Km yang memiliki 9 desa dan 2 kelurahan serta Kecamatan Pematang Jaya ibukotanya Pematang Jaya dan jarak ibukota kecamatan ke Stabat 75 Km yang memiliki 8 desa dan 0 kelurahan
3.4. Morfologi dan Topografi
Wilayah pesisir Kabupaten Langkat dengan luas 125.684,9 Ha merupakan daerah dengan topografi datar hingga bergelombang berada pada ketinggian 0 – 300 m dpl.
Dataran rendah, ketinggian 0 – 50 m dpl dengan kemiringan 0 – 15 0 terdapat di sepanjang pantai.
Bukit-bukit landai dan tonjolan-tonjolan batu gamping terumbu dengan ketinggian 0 – 200 m dpl terdapat pada Kecamatan Gebang, Brandan Barat dan sebagian kecil Pangkalan Susu. Perbukitan bergelombang dengan ketinggian 0 – 300 m dpl dan
kemiringan lereng 15 – 40 0 terdapat pada Kecamatan Pangkalan Susu, Besitang, Sei Lepan, Babalan dan Gebang.
3.5. Batimetri
Pantai timur Langkat memanjang di sepanjang Timur Laut membentuk garis pantai yang relatif lurus. Sebagaimana halnya dengan pantai-pantai yang berhadapan dengan perairan Malaka, kondisi Pantai Timur Langkat adalah landai. Garis isobath 5 m ditemui pada jarak rata- rata 3,5 km, garis isobath 10 m berada pada jarak 7,1 km sedangkan garis isobath 20 m berada pada jarak 9 km dari garis pantai.
Peta Topologi Kabupaten Langkat
Gambar 13. Topologi darat Kabupaten Langkat
3.6. Hidro - Oseanografi
Pasang Surut Pasang surut perairan Langkat dihitung berdasarkan hari bulan, antara lain :
15 hari bulan : pasang besar
30 hari bulan : pasang besar
8 hari bulan : pasang mati
22 hari bulan : pasang mati Gelombang
Kondisi gelombang di perairan Langkat yang diperoleh dari data sekunder adalah bahwa gelombang laut yang besar terjadi pada bulan agustus sampai desember.
Abrasi dan Sedimentasi Di Pantai Timur Langkat proses abrasi terdapat di hampir sepanjang pantai dan proses sedimentasi terjadi di daerah- daerah muara sungai seperti di Kwala Langkat.
P E T A K E D A L A M A N P E R A IR A N PENYUSUNANROADMAP PENGEMBAGANPERIKANANTANGKAP
A R O M A R I N E P O L IT A N DIKABUPATENLANGKAT
4 K e c . B e s it a n g K e c . B ra n d a n B a r a t Kec.Gebang K e c . P a n g k a la n S u s u Kec.Secanggang Kec.SeiLepan
Gambar 14. Peta kedalaman perairan Kab.Langkat
3.7. Kependudukan dan Tenaga Kerja
Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Langkat terutama di kawasan pesisir yang tinggi terjadi karena banyak hal. Namun demikian besarnya potensi ekonomi yang bisa dikembangkan di kawasan pesisir menjadi faktor penarik yang mengundang orang untuk datang. Kecamatan yang terletak di pesisir amat layak dikembangkan sebagai sentra perekonomian berbasis hasil tangkapan laut dan budidaya perikanan.
Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk terakhir, penduduk Kabupaten Langkat berjumlah 1.013.849 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 161,87 jiwa per Km². Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Langkat adalah sebesar 1,07 persen. Untuk tahun 2009 berdasarkan hasil proyeksi penduduk Kabupaten Langkat 1.013.849 jiwa Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Stabat yaitu sebanyak 80.926 jiwa dengan kepadatan penduduk 892,8 jiwa per Km², sedangkan penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Brandan barat sebesar 23.208 jiwa. Kecamatan Stabat merupakan Kecamatan yang paling padat penduduknya dengan kepadatan 892.8 jiwa per Km² dan Kecamatan Batang Serangan merupakan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 40,41 jiwa per Km².
Gambar 15. Penduduk dan Tenaga Kerja Perikanan
Jumlah penduduk Kabupaten Langkat per jenis kelamin lebih banyak laki-laki dibandingkan penduduk perempuan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk laki-laki sebesar 513.461 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 500.388 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 102,61 persen. Penduduk Kabupaten Langkat mayoritas bersuku bangsa Jawa (56,87persen), diikuti dengan suku Melayu (14,93 persen), Karo (10,22 persen), Tapanuli /Toba (4,50 persen), Madina ( 2,54 persen) dan lainnya (10,94 persen). Sedangkan agama yang dianut penduduk Kabupaten Langkat mayoritas agama Islam (90,01 persen), Kristen Protestan (7,56 persen), Kristen Katholik (1,06 persen), Budha (0,95 persen), dan Hindu (0,09 persen) dan lainnya (0,34 persen).
Jumlah pencari kerja yang terdaftar di Kabupaten Langkat pada tahun 2006 sebanyak 4113 orang, yang terdiri dari 1952 tenaga kerja laki-laki dan 2161 perempuan. Pencari kerja yang terdaftar tersebut paling banyak mempunyai tingkat pendidikan tamat SLTA umum/kejuruan/lainnya yaitu 2682 orang atau 65,21 persen, sedangkan Sarjana lengkap 419 orang atau 10,19 persen,
Gambar 16. Jlh penduduk menurut SLTP umum/sederajat 438 orang
jenis kelamin atau 10,65 persen dan sisanya tamat DII/DIII 531 orang atau 12,91 persen, dan tamat SD 43 orang atau 1,04 persen. Sedangkan pekerja-
pekerja yang ada di Kabupaten Langkat selain putra daerah langkat, sebahagian juga berasal dari luar daerah seperti binjai, medan dan luar kota lainnya.Pekerja asing yang tercatat ada sebanyak 28 orang.
Tabel 3. Luas Wilayah, Jumlah Desa dan Penduduk Menurut Kecamatan
No Kecamatan
Luas Wilayah
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km 2 )
Bahorok Serapit Salapian Kutambaru Sei. Bingei Kuala Selesai Binjai Stabat Wampu Batang Serangan Sawit Seberang Padang Tualang Hinai Secanggang* Tanjung Pura* Gebang* Babalan * Sei Lepan* Brandan Barat* Besitang* Pangkalan Susu* Pematang Jaya*
Sumber: Kabupaten Langkat Dalam Angka Tahun 2009
Tabel 4. Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Pesisir di Kabupaten Langkat Tahun 2009
Penduduk No
Kecamatan
Luas Wilayah
Kepadatan 2 (Km 2 ) (Jiwa) (Jiwa/Km )
1 Secanggang
281,26 2 Tanjung Pura
575,10 5 Sei Lepan
122,09 6 Brandan Barat
105,71 8 Pangkalan Susu
253,66 9 Pematang Jaya
Sumber: Kabupaten Langkat dalam Angka 2009 Keterangan: * Kecamatan baru hasil pemekaran ### Belum tersedia data
Jumlah Penduduk Kecamatan Pesisir di Kabupaten
Secanggang Tanjung Pura
54626, 12% Gebang
Babalan Sei Lepan
23208, 5% Brandan Barat
Pangkalan Susu 52308, 12%
Gambar 17. Persentase Jumlah Penduduk Kecamatan Pesisir di Kabupaten Langkat
Jumlah rumah tangga Kabupaten Langkat sampai keadaan akhir tahun 2007 sebesar 235.780 RT yang terdiri dari 513.461 jiwa penduduk laki-laki dan 500.388 jiwa penduduk perempuan, lebih jelasnya dapat dilihat pada rincian Tabel 5. berikut ini.
Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan
No Kecamatan
Jumlah RT
Jenis Kelamin
Bahorok Serapit Salapian Kutambaru Sei. Bingei Kuala Selesai Binjai Stabat Wampu Batang Serangan Sawit Seberang Padang Tualang Hinai Secanggang* Tanjung Pura* Gebang* Babalan * Sei Lepan* Brandan Barat* Besitang* Pangkalan Susu* Pematang Jaya*
Sumber: Kabupaten Langkat dalam Angka 2009
Jumlah rumah tangga Kecamatan Secanggang sebesar 16.090 RT yang terdiri dari 34.141 jiwa penduduk laki-laki dan 34.424 jiwa penduduk perempuan, jumlah rumah tangga Kecamatan Tanjung Pura sebesar 17.363 RT yang terdiri dari 35.746 jiwa penduduk laki-laki dan 35.274 jiwa Jumlah rumah tangga Kecamatan Secanggang sebesar 16.090 RT yang terdiri dari 34.141 jiwa penduduk laki-laki dan 34.424 jiwa penduduk perempuan, jumlah rumah tangga Kecamatan Tanjung Pura sebesar 17.363 RT yang terdiri dari 35.746 jiwa penduduk laki-laki dan 35.274 jiwa
Sementara jumlah rumah tangga Kecamatan Babalan sebesar 14.112 RT yang terdiri dari 31.820 jiwa penduduk laki-laki dan 32.010 jiwa penduduk perempuan, jumlah rumah tangga Kecamatan Sei Lepan sebesar 12.457 RT yang terdiri dari 26.992 jiwa penduduk laki-laki dan 26.793 jiwa penduduk perempuan, jumlah rumah tangga Kecamatan Brandan Barat sebesar 5.472 RT yang terdiri dari 12.067 jiwa penduduk laki-laki dan 11.794 jiwa penduduk perempuan.
Sedangkan jumlah rumah tangga Kecamatan Besitang sebesar 11.976 RT yang terdiri dari 29.722 jiwa penduduk laki-laki dan 29.229 jiwa penduduk perempuan, jumlah rumah tangga Kecamatan Pangkalan Susu sebesar 10.972 RT yang terdiri dari 24.064 jiwa penduduk laki-laki dan 23.665 jiwa penduduk perempuan serta , jumlah rumah tangga Kecamatan Pematang Jaya sebesar 4.080 RT yang terdiri dari 7.451 jiwa penduduk laki-laki dan 7.328 jiwa
Bila dilihat dari golongan umur, maka sebanyak 55,05% dari penduduk Kabupaten Langkat berada pada usia 0 – 24 tahun dan sebanyak 23,03% berada pada usia 25 – 39 tahun sisanya sebanyak 21,92% berada pada usia 40 tahun ke atas. Komposisi penyebaran umur dari penduduk Kabupaten Langkat ini sudah cukup baik, karena terjadi keseimbangan antara usia produktif (25 – 39 tahun) dengan usia dibawahnya. Hal ini merupakan hal yang paling penting dalam pembangunan karena penduduk merupakan sumberdaya manusia yang partisipasinya sangat besar sebagai penggerak dalam pelaksanaan pembangunan, disamping itu sebagai subjek dalam proses pembangunan, Bila dilihat dari golongan umur, maka sebanyak 55,05% dari penduduk Kabupaten Langkat berada pada usia 0 – 24 tahun dan sebanyak 23,03% berada pada usia 25 – 39 tahun sisanya sebanyak 21,92% berada pada usia 40 tahun ke atas. Komposisi penyebaran umur dari penduduk Kabupaten Langkat ini sudah cukup baik, karena terjadi keseimbangan antara usia produktif (25 – 39 tahun) dengan usia dibawahnya. Hal ini merupakan hal yang paling penting dalam pembangunan karena penduduk merupakan sumberdaya manusia yang partisipasinya sangat besar sebagai penggerak dalam pelaksanaan pembangunan, disamping itu sebagai subjek dalam proses pembangunan,
Tabel 6. Jumlah penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin di Kabupaten Langkat
Ratio Golongan No
Jenis Kelamin
Golongan Umur Umur
1,10 16 75 ke atas
Sumber: Kabupaten Langkat Dalam Angka 2009 (Hasil Analisa)
Kabupaten Langkat didominasi oleh penduduk yang beragama Islam, hal ini terlihat pada Tabel 8 bahwa sebanyak 90,00% penduduknya beragama Islam, diikuti oleh agama Protestan, Katolik, Budha dan Hindu, masing – masing sebanyak 7,56%; 1,06%; 0,95% dan 0,09%. Sedangkan Kabupaten Langkat didominasi oleh penduduk yang beragama Islam, hal ini terlihat pada Tabel 8 bahwa sebanyak 90,00% penduduknya beragama Islam, diikuti oleh agama Protestan, Katolik, Budha dan Hindu, masing – masing sebanyak 7,56%; 1,06%; 0,95% dan 0,09%. Sedangkan
Tabel 7. Persentase Penduduk Menurut Agama yang Dianut per Kecamatan di Kabupaten Langkat tahun 2009
Budha Lainnya
Bahorok Salapian Sei Bingei Kuala Selesai Binjai Stabat Wampu Batang Serangan Sawit Seberang Padang Tualang Hinai Secanggang Tanjung Pura Gebang Babalan Sei Lepan Brandan Barat Besitang Pangkalan Susu Sirapit* Pematang Jaya* Kutambaru**
Sumber: Kabupaten Langkat dalam Angka 2007 Keterangan: * Kecamatan baru hasil pemekaran ### Belum tersedia data
Dari 23 kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat 9 diantaranya ada di kawasan pesisir laut dan 7 kecamatan tergolong miskin yakni kecamatan pematang jaya, besitang, brandan barat, sei lepan, sei bilah, gebang dan secanggang sedangkan yang tergolong tidak miskin hanya kecamatan pangkalan susu dan tajung pura. (data bappeda Kab.Langkat)
Jumlah nelayan di Kabupaten Langkat dari tahun-ketahun terus meningkat.sampai saat ini jumlah nelayan Kab.Langkat yang tersebar di 9 kecamatan pesisir adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Jumlah nelayan di 9 kecamatan pesisir Kab.Langkat
No Kecamatan
Jumlah Nelayan
2 Tanjung Pura
5 Sei Lepan
Jiwa
6 Brandan Barat
Jiwa
7 Pangkalan Susu
9 Pematang Jaya
Rumah Tangga Perikanan (RTP)
RTP
Jumlah Nelayan di 9 kecamatan pesisir Kab.Langkat
Gambar 18. grafik jumlah nelayan di 9 kecamatan pesisir Kab.Lankgat
Jumlah nelayan terbanyak terdapat di Kecamatan Tanjung Pura dan Pangkalan Susu yakni 4.125 jiwa dan 3.500 jiwa, yang terdiri dari nelayan tetap, sambilan utama dan sambilan.
Perkembangan suatu wilayah akan diwarnai dengan proses perubahan sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya, terutama jika perkembangan wilayahnya diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk yang juga diakibatkan adanya imigrasi penduduk. Fenomena ini akan berpengaruh terhadap proses akulturasi budaya antara masyarakat setempat dan masyarakat pendatang. Proses perubahan ini mempunyai dampak yang cukup signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Bilamana proses tersebut terjadi secara alami dengan daya adaptasi yang baik, maka proses transfer dan akulturasi akan berjalan damai. Namun bilamana proses tersebut tidak berjalan secara alami dan mempunyai daya tolak negatif, maka proses transfer dan Perkembangan suatu wilayah akan diwarnai dengan proses perubahan sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya, terutama jika perkembangan wilayahnya diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk yang juga diakibatkan adanya imigrasi penduduk. Fenomena ini akan berpengaruh terhadap proses akulturasi budaya antara masyarakat setempat dan masyarakat pendatang. Proses perubahan ini mempunyai dampak yang cukup signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Bilamana proses tersebut terjadi secara alami dengan daya adaptasi yang baik, maka proses transfer dan akulturasi akan berjalan damai. Namun bilamana proses tersebut tidak berjalan secara alami dan mempunyai daya tolak negatif, maka proses transfer dan
Kondisi sosial ekonomi masyarakat biasanya digambarkan oleh keadaan sarana dan prasarana pendidikan serta gambaran tingkat pendidikan masing - masing. Kondisi sosial – ekonomi masyarakat nelayan juga dapat dilihat dari tipologi rumah tangga nelayan. Hasil survey lapangan tipologi rumah tangga nelayan di Kabupaten Langkat disajikan pada Tabel. Tabel 9. Tipologi Rumah Tangga Nelayan di Pesisir Kabupaten Langkat
Karakteristik Rumah Tangga Nelayan
Lokasi Kecamatan Pangkalan Susu dan Pangkalan Brandan termasuk desa pesisir
Tempat Berusaha
Laut lepas, kawasan pesisir
Faktor Produksi Luas perairan, lahan pertambakan, tenaga kerja, perahu, nelayan, mesin, alat tangkap, dayung dan pancing
Musim
23 hari dalam satu bulan tidak menentu Waktu Kegiatan
Dominan malam (bulan gelap), kadang siang
Pekerjaan Sampingan Membetulkan jaring, home industry Tenaga Kerja
Dominan laki – laki
Jenis Pekerjaan Pemilik kapal, ABK, buruh nelayan, petambak udang
Bentuk Kegiatan Dilakukan bersama – sama pada umumnya
Adanya tipologi rumah tangga nelayan berguna untuk pengembangan sistem informasi tentang rumah tangga nelayan yang selama ini, namun belum merupakan prioritas dari badan penyedia data untuk disediakan. Dengan mengetahui tipologi rumah tangga nelayan ini, maka diharapkan mampu memberikan jawaban terhadap berbagai masalah yang muncul yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan nelayan di pesisir Kabupaten Langkat. Selanjutnya akan bermanfaat untuk penyusunan bahan perencanaan dan program - program yang berkaitan dengan perbaikan kehidupan nelayan di wilayah pesisir Kabupaten Langkat.