FAKTOR FAKTOR YANG MEMENGARUHI KONSEP DI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KONSEP DIRI PADA LESBIAN BUTCH SKRIPSI THERESIA OKI MEGA NOVENA 07.40.0062 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KONSEP DIRI PADA BUTCH SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

THERESIA OKI MEGA NOVENA 07.40.0062 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2011

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi

Pada Tanggal

18 Mei 2011

Mengesahkan Fakultas Psikologi

Universitas Katolik Soegijapranata

Dekan,

(Dr. Kristiana Haryati, M.Si) Dewan Penguji

1. Drs. D.P. Budi Susetyo, M.Si __________________

2. Siswanto, S.Psi, M.Si __________________

iii

3. Drs. George Hardjanta, M.Si __________________

Mengenal diri sendiri membuat kita berlutut dengan rendah hati

_Mother Theresa_

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebuah karya yang berasal dari mimpi, cita-cita dan kerja keras kupersembahkan untuk:

Bapak dan Ibu Sebagai perwujudan Rasa sayang,bakti dan ungkapan terimakasih Keluarga besar Sahabat-sahabat

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan YME atas atas anugerah dan berkat –Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan karya ilmiah ini yang berjudul “Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri pada Lesbian ”. Terselesaikannya dalam pembuatan ini tidak luput dari banyak pihak yang sudah turut membantu, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Kristiana Haryanti, MSi, selaku dekan fakultas Psikologi Unika Soegijapranata

2. Bapak Drs. George Hardjanta, MSi, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar meluangkan waktu untuk membimbing, mendampingi

penulis dan terus mendukung penelitian ini.

3. Ibu Esthi Rahayu , S.Psi, MSi, selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan selama perkuliahan.

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang atas bimbingan, inspirasi dan ilmu yang diberikan selama

penulis menjadi mahasiswa.

5. Mbak-mbak dan Mas Tata Usaha yang telah membantu penulis selama berkuliah di Fakultas Psikologi.

6. Bagi ketiga subyek yang bersedia berbagi kisah dan selalu membantu peneliti dalam penyelesaian karya ini

7. Buat Bapak dan ibu yang selalu menyemangati penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, serta kesabaran menghadapi perilaku

vi vi

8. Ireneus Eki Nugroho dan Dominicus Angki Prabowo, terimakasih telah memberikan warna pada hidup penulis. Semoga kalian dapat segera

melanjutkan mimpi penulis mewujudkan mimpi Bapak dan Ibu.

9. Keluarga besar Mbah Hadi Misman serta Keluarga besar Eyang Suroto yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan

penelitian ini dan terimakasih untuk semangat yang selalu diberikan kepada penulis.

10. Yohanes Firmansyah Catur Arya yang pernah memberikan semangat, dukungan dan juga warna pada hidup penulis. Terimakasih untuk

semuanya.

11. Mahardika Candra dan Laurentia Wahyu yang selalu menjadi motivator hebat bagi penulis dalam setiap kemalasan penulis. Terimakasih untuk

kecrigisannya, dan bentakan-bentakan kecil yang membuat penulis bangkit dan dapat menyelesaikan penelitian ini.

12. Linda Novalia Dewi, Paula Caecilia, Ria Stefani, Anne Margaretha, Novi Rahmawati, Irene Mutia, Rangga Liapputra, Indra Dwi Purnomo,

Aresa Miga, Maria Pitasari, Samuel Budi Krisnawan dan Dian Mustika terimakasih untuk kebersamaan dan saling curhatnya yang telah memberi kesan tersendiri dihati penulis. Makasih ya.

13. Dian Suraya, Theresia Epifanie dan Antonita Ardian terimakasih atas dukungan yang diberikan walaupun jarak memisahkan tetapi

terimakasih atassemangatnya, dan kebersamaannya.

vii

14. Teman-teman “Mawutz famz” (Oma Ria, Opa Heri, Paok, Dani, Wekz, Joe dan Rangga) terimakasih ya atas kebersamaannya, persahabatan

dan dukungannya. Kapan ni bisa main bareng lagi?

15. Teman-teman KKU (Rika, Vina dan Andre) yang trelah menjadi keluarga baru bagi penulis selama KKU. Terimakasih atas persahabatan

yang kalian berikan.

16. Teman-teman Peer Educator (Shinta, Ria, Myrna, Natal, Endah, Vida, Cik Cintya, Lala, Firman, Defry dan Rangga) terimakasih telah

mengajarkan banyak hal kepada pennulis selama berproses didalamnya.

17. Teman-teman TSC (Defry, Mizz Winna, Mizz Bella, Mizz Ayu, Mizz Dita, Sammy) terimakasih untuk bantuan dan kerjasama yang indah

selama penulis mengajar dan terimakasih atas dukungan, semangatnya selama proses penyelesaian penelitian ini.

18. Teman-teman FakultasPsikologi kakak angkatan dan adik angkatan khususnya angkatan 2007 kelas B, terimakasih telah menjadi

“keluarga” yang luar biasa bagi penulis.

19. Semua teman dan pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu selama proses penyelesaian Skripsi.

Penulis berharap, karya ini dapat memberikan pengetahuan dan inspirasi bagi pembacanya.

Semarang, Mei 2011

Penulis

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Bagan Faktor yang Mem engaruhi Konsep Diri pada Lesbian…27 Gambar 2: Bagan Faktor yang Memeng aruhi Konsep Diri Subyek 1..……59 Gambar 3: Bagan Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri S ubyek 2…..…74 Gambar 4: Bagan Faktor yang Memeng aruhi Konsep Diri Subyek 3…..…89 Gambar 5: Bagan Kesimpulan Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri pada

Ketiga Subjek..............................................................................103

xii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Jenis kelamin sangat berpengaruh dalam timbulnya daya tarik, seperti adanya daya tarik pada sesama jenis. Beberapa orang mengatakan bahwa timbulnya daya tarik ini menunjukkan bahwa seseorang adalah homoseksual. Dalam masyarakat dikenal ada dua macam bentuk homoseksual, yaitu gay yang artinya lelaki yang menyukai sesama jenisnya dan juga lesbian yaitu wanita yang menyukai sesama jenisnya.

Idealnya seorang lelaki akan berpasangan dan jatuh cinta pada seorang wanita begitu pula sebaliknya wanita idealnya berpasangan dan jatuh cinta pada seorang lelaki. Seperti sebuah keluarga terdiri dari seorang ayah yang berjenis kelamin lelaki dan seorang ibu yang berjenis kelamin wanita dan memainkan perannya sesuai dengan jenis kelaminnya.

Orang-orang yang terluka dan marah, dan yang merasa tidak aman dan tidak layak menjadi pria atau wanita, mulai melihat aktivitas homoseksual sebagai sarana untuk mencari kelegaan, mempertahankan rasa aman, dan membalas dendam. Awalnya memang jarang demikian, tetapi ketika mereka merasakan apa yang ditawarkan oleh homoseksualitas mereka langsung terjerat. Ketika mereka mulai mengejar lebih banyak dari apa yang membuat mereka tersandung, mereka mulai percaya bahwa apa yang disediakan oleh homoseksual itu

penting dan layak untuk didapat (Olson, 1996, h.30). Berdasarkan pengalaman peneliti, awal mula peneliti tertarik pada tema lesbian yaitu ketika peneliti memiliki teman-teman lesbian di SMA. Untuk pertama kali peneliti mengetahui teman-temannya adalah seorang lesbian, peneliti tidak terganggu karena peneliti belum mengetahui tentang lesbian itu seperti apa. Seiring berjalannya waktu teman-teman peneliti yang heteroseksual mulai memperingatkan peneliti untuk tidak berteman dengan seorang lesbian, karena menurut mereka lesbian itu dapat menular. Meskipun mendapatkan peringatan dari teman-teman heteroseksualnya, peneliti justru semakin dekat dengan teman-teman yang lesbian dan dari situlah peneliti tertarik dan ingin mengetahui lebih banyak apa itu lesbian dan apakah pandangan orang lain terhadap mereka para lesbian yahg sebagian besar menilai negatif akan berdampak pada konsep dirinya.

Rogers (dalam Zebua,2007, h.76) mengungkapkan bahwa konsep diri mencerminkan persepsi seseorang terhadap dirinya secara keseluruhan. Selanjutnya, Adler dan Rodman (dalam Apolo,2007, h.19) menyatakan bahwa konsep diri merupakan suatu persepsi seseorang yang mendalam dan relatif tetap terhadap dirinya sendiri yang khas atau berbeda dengan orang lain. Menurut Verdeber (dalam Sobur, 2009, h.518), semakin besar pengalaman positif yang diperoleh atau dimiliki seseorang, maka semakin positif konsep dirinya sebaliknya, semakin besar pengalaman negatif yang diperoleh atau yang dimiliki seseorang, maka semakin negatif konsep dirinya.

Sama halnya yang dialami oleh A, seorang lesbian yang melihat dirinya sebagai seorang yang cacat walaupun kondisi fisiknya baik-baik saja. Dia melihat dirinya sangat buruk karena orientasi seksualnya yang ditentang oleh keluarganya, terlebih karena membuat A memiliki hubungan yang buruk dengan keluarganya. Ibunya yang sangat terkejut mendapati anaknya menjadi seorang lesbian berusaha keras untuk menjodohkan A dengan lelaki. Hal ini membuat A merasa bersalah pada ibunya tetapi juga merasa marah kenapa ibunya tidak berusaha menerima A apa adanya tetapi memaksakan kehendaknya dengan alasan untuk kebaikannya. Selain itu penampilan diri A yang menyerupai lelaki membuat A merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisiknya yang membuatnya berbeda justru yang tertarik padanya adalah seorang wanita bukan lelaki, begitu pula dengan penampilan dirinya yang menyerupai lelaki membuat A merasa lebih nyaman dan lebih pantas menjadi lelaki dan hal inilah yang membuat A tidak bisa menerima dirinya sebagai perempuan, dia selalu menyalahkan kenapa harus terlahir sebagai perempuan. Tidak adanya dukungam sosial yang berasal dari orang-orang terdekatnya seperti orang tuanya, saudara-saudaranya, teman-temannya sangat berpengaruh pada kepribadian A yang kemudian mempengaruhi konsep dirinya. Dukungan sosial yang tidak pernah dia peroleh membuatnya menjadi pribadi yang tertutup. Kini A menjadi menutup relasinya dengan wanita lain yang ingin menjadi pasangannya dan bertekad untuk tidak akan berelasi dengan siapapun walaupun tetap menjadi sorang lesbian.

Pada artikel yang ditulis dalam majalah Bhinneka bahwa organisasi gay dan lesbian se-Asia menggelar konferesi di Surabaya pada 26 hingga 28 Maret 2010. Kegiatan yang baru pertama kali digelar di Indonesia ini diikuti sedikitnya 200 peserta dari belasan negara di Asia dan didatangi peserta tamu dari benua lain. Kegiatan ini ternyata menuai banyak penolakan, seperti yang dilakukan oleh FUI (Forum Umat Islam) yamg merupakan gabungan dari MUI (Majelis Ulama Indonesia), HTI, FPI Jawa Timur (Front Pembela Islam) dan juga dari Formabes (Forum Madura Bersatu). Mereka malakukan unjuk rasa untuk membatalkan konferensi tersebut dan melakukan sweeping di kamar-kamar hotel Oval untuk mengusir para peserta konferensi tersebut. Tindakan ini membuat para peserta panik dan tidak berani melakukan aktivitas di dalam hotel. Selain itu kantor ILGA yang ada di Surabaya juga di gembok dengan tujuan agar ILGA tidak dapat melanjutkan aktivitasnya bahkan di pintu kantor ILGA terdapat tulisan ILGA najis.

Dari berbagai contoh kasus diatas menunjukan bahwa penolakan yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan agama sangat berpengaruh pada konsep diri seseorang. Dengan adanya penolakan membuat konsep diri seseorang menjadi buruk. Individu tersebut menjadi seorang yang kurang percaya diri, tertutup, dan tidak dapat menerima dirinya. Kasus seperti ini sudah banyak ditemukan di dalam masyarakat. Dalam hukum yang berlaku di Indonesia hubungan wanita dengan wanita atau yang disebut dengan lesbian, sangat ditentang. Tidak ada hukum tertulis bahwa Negara mengijinkan adanya pernikahan Dari berbagai contoh kasus diatas menunjukan bahwa penolakan yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan agama sangat berpengaruh pada konsep diri seseorang. Dengan adanya penolakan membuat konsep diri seseorang menjadi buruk. Individu tersebut menjadi seorang yang kurang percaya diri, tertutup, dan tidak dapat menerima dirinya. Kasus seperti ini sudah banyak ditemukan di dalam masyarakat. Dalam hukum yang berlaku di Indonesia hubungan wanita dengan wanita atau yang disebut dengan lesbian, sangat ditentang. Tidak ada hukum tertulis bahwa Negara mengijinkan adanya pernikahan

Tekanan dari berbagai pihak bagi lesbian menimbulkan dinamika tertentu pada seorang lesbian. Serangkaian pengalaman negatif ini menyebabkan konsep diri yang negatif pula. Konsep diri yang negatif menyebabkan seorang individu tidak percaya diri, harga diri rendah, tidak dapat menerima dirinya sendiri dan sulit menyesuaikan diri Padahal, setiap individu pada dasarnya memerlukan konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif membuat individu lebih percaya diri, terbuka terhadap pengalaman dan hal-hal positif lainnya.

Walaupun banyak ditentang oleh masyarakat dan mungkin keluarga tetapi fenomena ini semakin merajalela. Para kaum lesbian semakin berani menampilkan perilakunya ini dan tidak hanya itu saja, mereka juga banyak yang sudah hidup bersama dalam satu atap. Semua penolakan ini sebenarnya hanya salah satu dari sekian aspek yang akan memepengaruhi konsep diri pada diri lesbian. Jika penolakan terjadi secara terus menerus maka konsep diri yang ada pada lesbian akan menjadi buruk.

Hurlock(1980, h.173) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada akhir masa kanak-kanak yaitu terdiri dari kondisi fisik, bentuk tubuh, nama dan julukan, status sosial ekonomi, lingkungan sekolah, dukungan sosial, keberhasilan dan kegagalan, peran seks, dan inteligensi sedangkan faktor-faktor yang Hurlock(1980, h.173) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada akhir masa kanak-kanak yaitu terdiri dari kondisi fisik, bentuk tubuh, nama dan julukan, status sosial ekonomi, lingkungan sekolah, dukungan sosial, keberhasilan dan kegagalan, peran seks, dan inteligensi sedangkan faktor-faktor yang

William Brooks (dalam Sobur, 2009, h.518) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang ada empat yaitu, self appraisal - viewing self as an object , reaction and response of others, roles you play - role taking, dan reference groups. Empat factor ini juga sangat berpengaruh pada konsep diri seseorang. Apabila pengaruhnya positif maka konsep dirinya akan positif juga, tetapi jika yang terjadi sebaliknya maka konsep dirinya akan negatif.

Manusia tidak berubah hanya karena mendapat wawasan lebih banyak mengenai bagaimana ketertarikan pada sesama jenis berkembang, tetapi pemahaman yang lebih dalam dapat menjadi langkah awal yang penting. Pemahaman inilah yang merupakan dasar dari konsep diri seseorang, terlebih bagi seorang lesbian, namun terkadang banyak dijumpai lesbian yang memiliki konsep diri yang negatif mungkin mereka menjadi seorang yang tidak percaya diri, sulit percaya dengan orang lain, tertutup, dan mungkin yang lebih parahnya lagi mereka akan mengalami stres atau depresi. Dampaknya yang akan terjadi pada lesbian adalah mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, dijauhi

oleh teman-temannya yang heteroseksual, merasa menjadi manusia yang berdosa karena lesbian oleh teman-temannya yang heteroseksual, merasa menjadi manusia yang berdosa karena lesbian

Dalam menjalani kehidupan, konsep diri sangat diperlukan dan memegang peran penting misalnya jika individu dapat menerima dirinya sendiri maka individu tersebut dapat mengenali apa yang menjadi kompetensinya dan dapat mengembangkan kompetensi yang ada dalam dirinya sehingga individu tersebut menjadi seorang yang percaya diri, dan optimis dalam melihat suatu peluang dalam hidupnya namun jika sebaliknya maka individu tersebut akan menjadi seorang yang tidak percaya diri, tidak ingin berkembang dan menutup dirinya dari lingkungan sekitarnya. Konsep diri seorang lesbian akan buruk atau baik tergantung pada bagaimana lesbian tersebut menanggapi peristiwa – peristiwa yang mereka alami. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apakah yang memengaruhi konsep diri pada seorang lesbian?

B. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri pada lesbian butch.

C. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis Penelitian ini dapat berguna untuk pengembangan ilmu dalam Psikologi Perkembangan dan Psikologi Klinis.

2. Manfaat praktis Untuk referensi para lesbian dalam memperbaiki konsep diri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DIRI

1. Pengertian Konsep Diri

Menurut Burns (dalam Pudjijogyanti,1985,h.2) konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri sendiri. Senada dengan pendapat Yatim dan Irwanto (1986, h.25) juga mengemukakan bahwa konsep diri merupakan sikap, pandangan atau keyakinan individu terhadap keseluruhan dirinya. Chaplin (1997, h.450) mengatakan bahwa konsep diri adalah evaluasi individu mengenai dirinya sendiri. Selanjutnya Hartanti dan Dwijanti (1997,

h. 145) konsep diri merupakan suatu komposisi yang bersifat unik yang terdiri dari persepsi, gagasan, perasaan dan sikap yang dimiliki seseorang tentang dirinya sebagai hasil evaluasi dari penilaian yang dimiliki oleh dirinya sendiri sebagai objek.

Selain beberapa teori diatas ada beberapa tokoh yang memiliki pengertian tentang konsep diri dalam dimensi yang berbeda, menurut Cawagas (dalam Pudjijogjayanti,1985,h.2) konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik

kepandaiannya, kegagalannya dan lain sebagainya, Calhoun (dalam Anastasia, 2004, h.136) berpendapat bahwa konsep diri merupakan pandangan diri terhadap diri sendiri atau potret mental meliputi pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan dan penilaian diri.

Sependapat dengan itu Brooks (dalam Rakhmat, 2003, h.125), mengatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi mengenai diri individu sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis

yang diperoleh melalui pengalaman individu dengan orang lain.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan gambaran diri atau refleksi diri dari penilaian diri sendiri mengenai fisik, karakteristik kepribadian individu, kelemahan, kakuatan dari hasil pengalaman diri sendiri.

2. Faktor-faktor Konsep diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada masa akhir kanak-kanak, adalah sebagai berikut (Hurlock, 1980, h. 173):

a. Kondisi fisik Kesehatan yang buruk dan cacat-cacat fisik menghalangi anak untuk bermain dengan teman-teman dan menyebabkan anak merasa rendah diri dan terbelakang

b. Bentuk tubuh Anak yang terlalu gemuk atau terlalu kecil menurut usianya tidak mampu mengikuti teman-temannya sehingga mengakibatkan perasaan rendah diri

c. Nama dan julukan Nama yang mengakibatkan cemoohan atau yang menggambarkan status kelompok minoritas, dapat mengakibatkan perasaan rendah diri. Julukan yang diambil dari kelucuan fisik atau sifat kepribadian akan menimbulkan rendah diri dan dendam c. Nama dan julukan Nama yang mengakibatkan cemoohan atau yang menggambarkan status kelompok minoritas, dapat mengakibatkan perasaan rendah diri. Julukan yang diambil dari kelucuan fisik atau sifat kepribadian akan menimbulkan rendah diri dan dendam

e. Lingkungan sekolah Penyesuaian diri yang baik didukung oleh guru yang kompeten dan penuh pengertian. Sedangkan guru yang menerapkan disiplin yang dianggap tidak adil oleh anak atau yang menentang anak akan memberi pengaruh yang berbeda

f. Dukungan sosial Dukungan atau kurangnya dukungan dari teman-teman memengaruhi kepribadian anak melalui konsep diri yang terbentuk. Yang paling terpengaruh adalah anak yang sangat popular dan anak yang terkucil

g. Keberhasilan dan kegagalan Berhasil menyelesaikan tugas-tugas memberikan rasa percaya diri dan menerima diri sendiri, sedangkan kegagalan menyebabkan timbulnya perasaan kurang mampu. Semakin hebat kegiatannya, seakin besar pengaruh keberhasilan atau kegagalan terhadap konsep diri. Kegagalan yang berulang-ulang menimbulkan akibat yang merusak pada kepribadian anak g. Keberhasilan dan kegagalan Berhasil menyelesaikan tugas-tugas memberikan rasa percaya diri dan menerima diri sendiri, sedangkan kegagalan menyebabkan timbulnya perasaan kurang mampu. Semakin hebat kegiatannya, seakin besar pengaruh keberhasilan atau kegagalan terhadap konsep diri. Kegagalan yang berulang-ulang menimbulkan akibat yang merusak pada kepribadian anak

i. Inteligensi Inteligensi yang sangat berbeda dari yang normal akan memberikan pengaruh buruk kepada kepribadian. Anak yang inteligensinya kurang dari rata-rata merasakan kekurangannya dan merasakan adanya sikap yang menolak dari kelompok. Akibatnya anak menjadi malu, tertutup dan acuh tak acuh, atau anak menjadi agresif terhadap teman-teman yang menolak dirinya. Anak dengan tingkat kecerdasan yang sangat tinggi juga cenderung mempunyai konsep diri yang buruk. Ini sebagian karena orang tua mengharap terlalu banyak dari anak sehingga ia merasa gagal, dan sebagian lagi karena sikap teman-teman yang kurang baik karena ia seringkali menjadi sombong dan kurang sabar terhadap teman-teman yang kurang pandai.

Kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri pada masa remaja menurut Hurlock (1980, h. 235) adalah sebagai berikut:

a. Usia kematangan Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.

Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti anak- anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri

b. Penampilan diri Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber daya memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial

c. Kepatutan seks Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya

d. Nama dan julukan Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila memberi nama julukan yang bernada cemoohan

e. Hubungan keluarga Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya e. Hubungan keluarga Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya

g. Kreativitas Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan idividualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas

h. Cita-cita Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasaan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik.

Menurut William Brooks (dalam Sobur, 2009, h. 518-522) menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri seseorang, yaitu:

a. Self appraisal – viewing self as an object Istilah ini menunjukan suatu pandangan, yang menjadikan diri sendiri sebagai objek dalam komunikasi atau dengan kata lain adalah kesan individu terhadap dirinya sendiri. Menurut Verderber, semakin besar pengalaman positif yang diperoleh atau dimiliki, semakin positif konsep dirinya. Sebaliknya, semakin besar pengalaman negatif yang diperoleh atau dimiliki, semakin negatif konsep dirinya.

b. Reaction and response of others Konsep diri dipengaruhi oleh reaksi serta respons orang lain terhadap diri individu, misalnya dala berbagai perbincangan masalah sosial. Menurut Brooks “self concept is the direct result of how significant others react to the individual”. Jadi, self concept atau konsep diri adalah hasil langsung dari cara orang lain bereaksi secara berrati kepada individu.

c. Roles you play – role taking Peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi perilaku yang harus dilakukan oleh seseorang, yang menduduki suatu posisi. Dalam hubungan pengaruh peran terhadap konsep diri, adanya aspek peran yang dimainkan sedikit banyak akan mempengaruhi konsep dirinya.

d. Reference groups yang dimaksud dengan reference groups atau kelompok rujukan adalah kelompok dimana seorang individu menjadi anggota didalamnya. Jika seorang individu tersebut menganggap kelompok itu penting, dalam arti kelompok tersebut dapat menilai dan bereaksi pada individu tersebut, hal ini akan berpengaruh pada konsep dirinya. Menurut William Brooks, “research shows that how we evaluate ourselves is in part a function of how we are evaluated by reference groups”. Jadi, penelitian menunjukan bahwa cara individu menilai dirinya merupakan bagian dari bagaimana individu tersebut di evaluasi oleh kelompok rujukan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri adalah bagaimana individu menilai dirinya sendiri yang meliputi kondisi fisik, bentuk tubuh, penampilan diri, hubungan dengan keluarga, inteligensi, kreativitas dan cita-cita. Kemudian penilaian dari orang lain yang meliputu nama dan julukan, lingkungan sekolah, dukungan sekolah, status sosial ekonomi, keberhasilan dan kegagalan. Kemudian peran sosial yang dimainkan meliputi peran seks, kepatutan seks dan usia kematangan. Yang terakhir kelompok rujukan yang meliputi teman-teman sebaya.

3. Aspek-aspek Konsep Diri

Pudjijogyanti (1985, h. 3) memberi penjelasan bahwa konsep diri terdiri dari dua aspek yaitu: Pudjijogyanti (1985, h. 3) memberi penjelasan bahwa konsep diri terdiri dari dua aspek yaitu:

b. Aspek afektif Merupakan penilaian individu tentang dirinya. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri (self acceptance), serta harga diri (self esteem) individu.

Hardy dan Heyes (1988, h.136) mengatakan bahwa konsep diri terdiri dari dua aspek, yaitu : aspek citra diri dan aspek harga diri, yang meliputi suatu penilaian, suatu perkiraan, mengenai pantas diri.

Berzonsky (1981, hal. 375) mengemukakan beberapa aspek konsep diri yaitu:

a. Aspek fisik Penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya, serta bersifat fisik

b. Aspek psikis Meliputi pemikiran, perasaan, dan sikap individu terhadap dirinya

c. Aspek sosial Bagaimana peranan sosial yang diperankan oleh individu dan penilaian individu terhadap peran tersebut

d. Aspek moral Meliputi nilai-nilai dan prinsip yang memberikan arti dan arah dalam kehidupan.

Menurut Rakhmat (2003, h.126), konsep diri meliputi aspek- aspek sebagai berikut:

a. Ideal self yaitu pengertian seseorang mengenai bagaimana seharusnya atau keinginan seseorang terhadap dirinya.

b. Social self yaitu pengertian seseorang yang berhubungan dengan pikiran mengenai dirinya dalam berhubungan dengan orang lain.

c. Real self yaitu pengertian seseorang tentang bagaimana dirinya yang sebenarnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek- aspek konsep diri mencakup aspek kognitif yang membentuk citra diri dan aspek afektif yang membentuk harga diri.

B. LESBIAN

1. Pengertian Lesbian

Lesbian dari kata Lesbos = pulau ditengah lautan Egeis yang pada zaman kuna dihuni oleh para wanita. Homoseksualitas di kalangan wanita disebut cinta lesbis atau lesbianisme (Kartono, 1989, h.249). Sama seperti yang disampaikan oleh Supratiknya (1995, h.94) lesbian adalah perilaku seksual yang yang ditujukan pada pasangan sejenis.

Lain halnya dengan yang dikatakan oleh Martin dan Lyon ( dalam Crooks, 1983, h.291) lesbian adalah sebutan bagi seseorang yang tampilan erotik, psikologis, emosional dan minat sosialnya pada sesama jenis, meskipun kadang tidak terlihat. Lesbian adalah suatu kecenderungan yang kuat akan daya tarik erotis seseorang Lain halnya dengan yang dikatakan oleh Martin dan Lyon ( dalam Crooks, 1983, h.291) lesbian adalah sebutan bagi seseorang yang tampilan erotik, psikologis, emosional dan minat sosialnya pada sesama jenis, meskipun kadang tidak terlihat. Lesbian adalah suatu kecenderungan yang kuat akan daya tarik erotis seseorang

Dari beberepa teori diatas dapat disimpulkan bahwa lesbian adalah seseorang yang memiliki ketertarikan kepada sesama jenisnya yaitu wanita.

2. Jenis-jenis Lesbian

Coleman, Butcher dan Carson (dalam Supratiknya, 1995, h.94-95) menggolongkan lesbian ke dalam beberapa jenis:

a. Lesbian tulen Jenis ini memenuhi gambaran stereotipik popular tentang perempuan yang kelelaki-lakian, ataupun sebaliknya lelaki keperempuan-perempuanan. Sering termasuk juga kaum transvestile atau TV, yakni orang-orang yang suka mengenakan pakaian dan berperilaku seperti lawan jenisnya.

b. Lesbian malu-malu Kaum wanita yang suka mendatangi WC-WC umum atau tempat-tempat mandi uap terdorong oleh hasrat homoseksualitas mereka namun tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan personal yang cukup intim dengan orang lain untuk mempraktikan homoseksualitasnya b. Lesbian malu-malu Kaum wanita yang suka mendatangi WC-WC umum atau tempat-tempat mandi uap terdorong oleh hasrat homoseksualitas mereka namun tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan personal yang cukup intim dengan orang lain untuk mempraktikan homoseksualitasnya

d. Lesbian situasional Terdapat aneka jenis situasi yang dapat mendorong orang mempraktekan homoseksualitas tanpa disertai komitmen yang mendalam

e. Biseksual Orang-orang

homoseksual dan heteroseksual sekaligus

yang

mempraktekkan

f. Lesbian mapan Sebagian besar kaum lesbian menerima homoseksualitas mereka, memenuhi aneka peran kemasyarakatan secara bertanggung jawab, dan mengikatkan diri dengan komunitas lesbian setempat. Secara keseluruhan, kaum lesbian tidak menunjukan gejala gangguan kepribadian yang lebih dibandingkan kaum heteroseksual. Ada kecenderungan bahwa kaum lesbian lebih mengutamakan kualitas hubungan mereka, bukan pada aspek- aspek seksualnya, sedangkan kaum homoseksual lelaki cenderung mengutamakan aspek-aspek seksual dalam hubungan mereka

Terdapat berbagai macam istilah yang digunakan untuk menyebut kelompok-kelompok lesbian (Moser,2000,h.124), yaitu:

a. High Femme atau lipstick lesbian, adalah wanita yang tampak feminim secara stereotip (gincu, riasan, sepatu tumit tinggi, pakaian berjumbai, dan lain-lain)

b. Femme, wanita yang memiliki penampilan feminim

c. Soft butch, wanita yang berpenampilan lebih tidak jelas dari jenis kelaminnya

d. Stone butch, cenderung berpenampilan maskulin dan mungkin menyukai penetrasi vagina.

3. Faktor-faktor penyebab lesbian

Dalam buku karangan Supratiknya (1995, h.96) dikatakan bahwa faktor penyebab lesbian adalah:

a. Kekurangan hormon wanita pada saat masa pertumbuhan

b. Mendapatkan pengalaman homoseksual yang menyenangkan pada masa remaja atau sesudahnya

c. Memandang perilaku heteroseksual sebagai sesuatu yang aversif atau menakutkan atau tidak menyenangkan

d. Besar ditengah keluarga dimana ayah dominan sedangkan ibu lemah atau tidak ada

Kartono (1989, h.248) mengatakan bahwa penyebab dari seseorang menjadi lesbian adalah:

a. Faktor herediter Adanya ketidak seimbangan hormon-hormon seks a. Faktor herediter Adanya ketidak seimbangan hormon-hormon seks

c. Pengalaman traumatis Adanya pengalaman buruk pada masa lalu yang terus melekat dalam benaknya, sehingga menimbulkan kebencian.

d. Mencari kepuasan relasi homoseksual Seseorang selalu mencari kepuasan homoseks karena pernah menghayati pengalaman homoseks yang menggairahkan pada masa remaja.

Dari teori faktor-faktor penyebab menjadi lesbian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab lesbian adalah adanya faktor herediter, pengaruh lingkungan, pengalaman traumatis, adanya kepuasan relasi homoseks.

C. KONSEP DIRI PADA LESBIAN BUTCH

Konsep diri merupakan persepsi mengenai diri individu sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh melalui pengalaman individu dengan orang lain (Brooks dalam Rakhmat, 2003, h.125).

Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-orang disekitarnya. Apa yang dipersepsi individu lain mengenai diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-orang disekitarnya. Apa yang dipersepsi individu lain mengenai diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang

Menurut Pudjijogyanti (1985, h.3) konsep diri terdiri dari dua aspek yaitu aspek kognitif, dimana individu memiliki pengetahuan mengenai keadaan dirinya, yang disebut dengan gambaran diri yang kemudian akan membentuk citra diri (self image) dan juga aspek afektif dimana individu menilai dirinya sendiri dan penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri (self acceptance) dan juga harga diri (self esteem) individu.

Lesbian butch adalah seorang wanita yang berpenampilan seperti lelaki yang memiliki suatu kecenderungan yang kuat akan daya tarik erotis seseorang justru terhadap jenis kelamin yang sama (sadarjoen, 2005, h.41).

Maka konsep diri pada lesbian butch adalah gambaran diri pada seseorang yang memiliki ketertarikan kepada sesama jenisnya yaitu wanita dari penilaian diri sendiri mengenai fisik, karakteristik kepribadian individu, kelemahan, kekuatan dari hasil pengamatan diri sendiri.

Dalam kenyataanya dari hasil pengamatan banyak sekali dijumpai para lesbian yang memiliki konsep diri yang buruk seperti misalnya mereka merasa berdosa karena orientasi seksual mereka berbeda dengan yang lain dan ditambah lagi banyak forum-forum agama yang menentang adanya kaum lesbian, sehingga dalam menjalani Dalam kenyataanya dari hasil pengamatan banyak sekali dijumpai para lesbian yang memiliki konsep diri yang buruk seperti misalnya mereka merasa berdosa karena orientasi seksual mereka berbeda dengan yang lain dan ditambah lagi banyak forum-forum agama yang menentang adanya kaum lesbian, sehingga dalam menjalani

Selain merasa berdosa para kaum lesbian pun kebanyakan merasa tidak percaya diri dan merasa terkucilkan karena orientasi seksual mereka yang berbeda dari orang normal kebanyakan, orang-orang disekitar mereka juga banyak yang menjauhi dan mengucilkannya. Dari hasil pengamatan banyak masyarakat yang masih kolot dengan aturan adat istiadatnya yang bahkan melarang anaknya untuk berteman dengan mereka kaum lesbian dan menganggap mereka sebagai sekelompok orang yang berpenyakit menular. Hal inilah yang kemudian membuat para kaum lesbian menarik diri dari lingkungannya, yang kemudian membentuk kelompok-kelompok eksklusif yang beranggotakan orang- orang yang memiliki orientasi seksual yang sama yaitu sesama lesbian.

Konsep diri seorang lesbian butch akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya faktor-faktor yang dijelaskan oleh William Brooks (dalam Sobur, 2009, h. 518-522) dan juga Hurlock (Hurlock, 1980, h. 173 dan h. 235) , yang dijumpai pada orang normal. Individu mulai menilai dirinya sendiri yaitu meliputi kondisi fisik, bentuk tubuh, penampilan diri, inteligensi, kreativitas dan cita-cita. Lalu kemudian adanya penilaian dari orang lain tentang individu itu sendiri yang meliputi nama dan julukan, status sosial ekonomi, lingkungan

sekolah, dukungan sosial dan keberhasilan dan kegagalan. Kemudian adanya peran sosial yang harus dimiankan oleh individu yang meliputi seks, kepatutan seks dan juga usia kematangan. Yang terakhir yang akan mempengaruhi konsep diri adalah kelompok rujukan yang meliputi teman-teman sebaya. Disini konsep diri mulai berkembang sejak individu berada pada masa kanak-kanak akhir hingga individu menginjak masa dewasa karena individu mulai menilai dirinya sendiri, dinilai orang lain bagaimana individu tersebut menjalankan peran dan bagaimana individu tersebut berada dalam kelompok rujukannya. Dalam hal ini lesbian juga pasti akan melewati masa-masa tersebut, jika mereka mampu menanggapi faktor-faktor yang mempengaruhi konsep dirinya sejak kecil maka dalam menanggapi faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada masa yang akan datang seperti masa remaja atupun dewasa pun akan bisa terlewati dengan baik, namun bila terjadi sebaliknya maka konsep diri pada masa kanak-kanak yang sudah buruk akan terus berkembang menjadi lebih buruk lagi pada masa remaja dan dewasa.

Semua faktor – faktor yang mempengaruhi konsep dari pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa baik dari penilain diri sendiri, penilaian dari orang lain, peran sosial yang dimainkan dan juga kelompok rujukan maka akan mempengaruhi konsep diri individu. Jika faktor-faktor yang mempengaruhinya membawa dampak yang positif dalam konsep diri lesbian maka konsep dirinya akan positif tetapi jika sebaliknya maka yang timbul adalah konsep diri yang negatif. Dari semua faktor yang berpengaruh pada konsep diri seorang lesbian akan Semua faktor – faktor yang mempengaruhi konsep dari pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa baik dari penilain diri sendiri, penilaian dari orang lain, peran sosial yang dimainkan dan juga kelompok rujukan maka akan mempengaruhi konsep diri individu. Jika faktor-faktor yang mempengaruhinya membawa dampak yang positif dalam konsep diri lesbian maka konsep dirinya akan positif tetapi jika sebaliknya maka yang timbul adalah konsep diri yang negatif. Dari semua faktor yang berpengaruh pada konsep diri seorang lesbian akan

Dari semua penjelasan diatas dapat disimpulkan mengenai pemikiran penulis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada lesbian butch, yaitu sebagai berikut:

Gambar 1

Bagan Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri pada Lesbian Butch

Self appraisal –viewing self as an object

Kondisi Fisik Bentuk Tubuh Penampilan Diri Hubungan dengan keluarga

Aspek afektif

Inteligensi Kreativitas

Harga diri

Cita-cita

(self esteem)

Reaction and response of others

Nama dan Julukan Dukungan Sosial Lingkungan Sekolah

Status Sosial Ekonomi

KONSEP

Keberhasilan dan Kegagalan

DIRI Roles you play – role taking

Seks Kepatutan seks

Aspek kognitif

Usia kematangan

Citra diri (self image)

Reference Groups

Teman-teman sebaya

BAB III METODE PENELITIAN

A. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2002, h.3) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002, h.3) penelitian kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Pendekatan kualitatif menurut Alwasilah (2002, hal.38) adalah penelitian yang lebih deskriptif, mengandalkan manusia sebagi alat penelitian, mengandalkan analisis data secara induktif, sasaran penelitian pada usaha menemukan teori, rancangan penelitian yang disusun secara ketat.

Penelitian kualitatif memberikan tekanan pada fakta dan penyebab perilaku. Para peneliti kualitatif lebih mengacu pada perspektif fenomenologis. Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang- orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. Mereka berusaha untuk masuk

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada lesbian ini, menggunakan metode kualitatif sebagai metode penelitian dengan pertimbangan bahwa metode penelitian ini memiliki makna penelitian tersendiri dan hasil dari penelitian ini tidak dapat diungkap secara kuantitatif tetapi memerlukan pendekatan, pengamatan dan wawancara kepada subjek penelitan. Dengan menggunakan metode kualitatif peneliti mengerti apa dan bagaimana suatu peristiwa tertentu bermakna dalam kehidupan seseorang, dan pemahaman sangat diperlukan untuk menggali aspek subjektif. Penelitian kualitatif juga digunakan untuk memahami suatu fenomena sentral seperti proses atau peristiwa. Untuk rancangan penelitian dengan metode kualitatif ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologis dimana peneliti berusaha memahami makna dari suatu peristiwa dan saling pengaruhnya dengan manusia dalam situasi tertentu (Alsa, 2003, h.33).

B. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian yaitu yang memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti (Azwar, 1997, h.34-35).

Subjek penelitian, pada dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Apabila subjek penelitiannya terbatas dan Subjek penelitian, pada dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Apabila subjek penelitiannya terbatas dan

Pengambilan sampel untuk subjek penelitian ini menggunakan teknik incidental sampling, artinya anggota sampel ditentukan dengan cara sederhana, yaitu hanya individu-individu atau group-group yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai dimana memiliki ciri-ciri yang sama dengan ciri-ciri populasi penelitian.

Untuk penelitian factor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada lesbian ini dibutuhkan subjek dengan ciri-ciri, yaitu:

1. Seorang wanita yang menyukai sesama jenis (wanita)

2. Berumur 18 keatas, karena umur 18 tahun dianggap dewasa secara syah (Hurlock, 1980, h.246).

C. METODE PENGAMBILAN DATA

1. Observasi

Observasi dalam arti luas berarti bahwa peneliti secara terus menerus melakukan pengamatan atas perilaku seseorang. Pengertian observasi yang lebih sempit adalah mengamati dan mendengar perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian, serta mencatat penemuan yang Observasi dalam arti luas berarti bahwa peneliti secara terus menerus melakukan pengamatan atas perilaku seseorang. Pengertian observasi yang lebih sempit adalah mengamati dan mendengar perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi atau pengendalian, serta mencatat penemuan yang

Tipe observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan, dalam observasi non partisipan peranan tingkah laku peneliti dalam kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan kelompok yang diamati kurang diruntut. Observasi non partisipan adalah suatu prosedur yang dengannya peneliti mengamati tingkah laku orang lain dalam keadaan alamiah tetapi peneliti tidak melakukan partisipasi terhadap kegiatan dari lingkungan yang diamati (Champion dan Black, 1999, h.287).

Dalam penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada lesbian ini, peneliti akan mengamati kondisi fisik dan penampilan subjek, ekspresi wajah dan bahasa tubuh subjek yang sering ditampilkan saat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peneliti, cara menjawab subjek (misalnya ada tekanan atau pengulangan pada jawaban subjek, mengalihkan pembicaraan).

2. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2002, h.135).

Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin. Dalam wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara namun tidak menutup Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin. Dalam wawancara, peneliti menggunakan pedoman wawancara namun tidak menutup

Dalam wawancara, peneliti menggunakan alat bantu seperti tape recorder, alat tulis dan buku catatan. Peneliti merencanakan melakukan wawancara beberapa kali terhadap subyek agar dapat memeperoleh data yang lebih mendalam. Untuk itu peneliti menyiapkan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan mengenai latar belakang subjek, penilaian subjek terhadap dirinya sendiri yang meliputi kondisi fisik, bentuk tubuh, penampilan diri, hubungan dengan keluarga, inteligensi, kreativitas dan cita-cita, kemudian pertanyaan mengenai penilaian orang lain terhadap dirinya yang meliputi dukungan sosial, lingkungan sekolah, status sosial ekonomi, nama julukan, keberhasilan dan kegagalan, kemudian peran sosial yang dimainkan subjek meliputi seks, kepatutan seks dan usia kematangan, yang terakhir mengenai kelompok sosial dimana individu tersebut bergaul yang meliputi teman-teman sebaya.

D. TEKNIK ANALISIS DATA

Patton (Moleong,2002,h.102) analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.

Moleong,2002,h.103) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti

Bogdan

dan

Taylor

(dalam (dalam

Tahap-tahap analisis data meliputi (Moleong,2002,h. 190):

1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.

2. Melakukan reduksi daya yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti. Proses dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya.

3. Menyusunnya dalam satuan. Satuan itu kemudian dikategorikan pada langkah berikutnya, kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat koding

4. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data, kemudian dilanjutkan dengan tahap penafsiran data.

E. UJI KEABSAHAN DATA

Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu yaitu derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian (Moleong,2002,h.173).

Menurut Moleong (2002,h.175-183) uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan cara perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, metode triangulasi, pemeriksaan Menurut Moleong (2002,h.175-183) uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan cara perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, metode triangulasi, pemeriksaan

1. Pemeriksaan teman sejawat melalui diskusi Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan konselor dan rekan-rekan sukarelawan.