PERBEDAAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING PADA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DAN YANG TINGGAL DIRUMAH.

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING PADA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DAN YANG TINGGAL DIRUMAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh : SITI AISYAH NIM. B57212096

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

INTISARI

Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan pada persoalan-persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya. suatu persoalan dapat bersumber dari dalam diri seseorang atau dari lingkungannya,Kehidupan remaja tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan yang ada dalam setiap tahap perkembangannya. Permasalahan yang ada tersebut dapat bersumber dari berbagai macam faktor seperti dari dalam diri sendiri, keluarga, teman sepergaulan atau lingkungan sosial. Masalah-masalah yang dihadapi memberikan suatu bentuk ujian bagi para remaja agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar mereka

Rumusan permasalahan penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan yang tinggal dirumah. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan yang tinggal dirumah. Penelitian ini merupakan penelitian komparasi. Instrumen penelitian berupa skala kemampuan problem solvin yang berjumlah 40 aitem. Subjek penelitian ini berjumlah 75 siswa yang tinggal dipondok pesantren dan 25 siswa yang tinggal dirumah.

Hasil penelitian dianalisis menggunakan teknik komparasi Uji T dengan menggunakan SPSS versi 16.00 for Windows dengan taraf signifikansi sebesar 0,000< 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Kata kunci: kemampuan problem solving, siswa yang tinggal dipondok pesantren, siswa yang tingal dirumah.


(6)

ABSTRACT

Issue or problem is a part of human life. Almost every day people are faced with problems that needs to be addressed. a problem can be sourced from within oneself or from the environment, Life teenager is inseparable from a wide variety of problems that exist in every stage of its development. The existing problems can be sourced from a variety of factors, such as from within yourself, family, friends or social environment.

The problems faced provides a form of exam for teenagers to be able to adjust to their surroundings The formulation of the research problem is whether there is a difference between the problem solving ability of students who live in the islamic boarding school and living at home. To answer the problem formulation of this study aims to determine whether there are differences in problem solving ability among students living in the islmic boarding school and living at home. This research is comparative. The research instrument is the proficiency scale problem solvin totaling 40 item. Subjects of this study were 75 students who live in the islamic boarding schools and 25 students living at home. The results of the study are analyzed using T kompartion using SPSS version 16.00 for Windows with a significance level of 0.000 <0.05, then Ho is rejected and Ha accepted

Keywords: problem solving ability, environment, students who live in the islmic boarding school, students who live at home.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

INTISARI ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

PERSEMBAHAN ... ix

MOTTO ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Problem Solving ... 17

1. Pengertian Problem Solving ... 17

2. jenis-jenis masalah ... 26

3. hambatan bagi pemecahan masalah ... 28

B. Lingkungan Tempat Tinggal ... 38

C. Landasan Teori ... 43

D. Hipotesis ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 46

1. Identifikasi Variabel ... 46

2. Definisi Operasional... 47

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 49

1. Populasi ... 49

2. Sampel ... 50

3. Teknik Sampling ... 51


(8)

xiii

D. Validitas dan Reliabilitas ... 56

1. Validitas ... 54

2. Reliabilitas ... 61

E. Analisis Data ... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 62

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 63

1. Deskripsi Data ... 63

2. Reliabilitas Data ... 66

C. Analisis Data ... 66

1. Uji Normalitas Data ... 67

2. Pengujian Hipotesis ... 68

D. Pembahasan ... 71

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan pada persoalan-persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya. suatu persoalan dapat bersumber dari dalam diri seseorang atau dari lingkungannya, bergerak dari yang mudah sampai yang paling sulit, dan dari masalah yang sudah jelas, sampai masalah yang belum jelas (Prof. Dr. Suharnan., 2005).Menurut Karl (1999) problem ataau masalah adalah keadaan suatu hal peristiwa yang harus kita ganti dengan sebuah cara unuk mendapatkan apa yang kita inginkan, definisi ini adalah yang paling mudah, namun tidak berarti bahwa jika kita akan menyelesaikan suatu masalah berarti ada sesuatu yang tidak beres. Bahkan problem yang akan mengundang kita untuk berpikir dan bertindak.

Suatu masalah pasti akan terjadi pada setiap diri individu. Masalah terjadi ketika ada sesuatu yang menghalangi kita untuk sampai ke posisi yang kita inginkan. Dari kondisi kita saat ini ke kondisi yang menjadi tujuan kita, kita tidak mengetahui bagaimana mengatasi hambatan itu (Lovett dalam Ling dan Catling, 2012). Hambatan seperti itu biasanya juga dialami oleh siswa. Banyak siswa yang dikatakan telah mempelajari sesuatu yang bermanfaat kecuali mereka sanggup menggunakan informasi dan kemampuan untuk menyelesaikan soal.


(10)

2

Namun, banyak siswa (dan bahkan orang dewasa yang sesungguhnya kompeten) mengalami kesulitan menyelesaikan tugas atau masalah yang dihadapi. Oleh karena itu perlu adanya suatu proses yang dapat diajarkan dan dipelajari oleh siswa yang disebut dengan problem solving (pemecahan masalah) (Slavin, 2011). Dengan harapan bahwa dengan suatu proses pemecahan masalah, siswa mampu menyelesaikan persoalan dengan kemampuannya sendiri. Terlebih lagi masalah dalam sekolah ataupun masalah pribadinya sebagai seorang remaja.

Ling dan Catling (2012) menjelaskan Problem Solving sebagai keterampilan individu dalam menjalankan skenario berbeda setiap harinya. Mulai dari penyusunan jadwal kegiatan sehari-hari hingga munculnya suatu masalah baru. Mayoritas diantara kita menjalani proses-proses ini tanpa meyelesaikan masalah-masalah bahkan yang paling sederhana sekalipun. Sehingga setiap harinya akan banyak suatu masalah-masalah yang berbeda yang harus diselesaikan.

Menurut Nuzliah (2015) hal ini juga akan dialami oleh siswa di sekolah. Dimana siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas dan masalah-masalah dalam menyelesaikan soal-soal ujian dengan baik. Terutama dalam menghadapi era globalisasi ini, kemampuan berpikir kritis, kreatif, logis, dan rasional yang semakin dibutuhkan. Oleh sebab itu, disamping diberi masalah-masalah yang menantang selama dikelas. Seorang guru dapat juga memulai proses


(11)

3

pembelajarannya dengan mengajukan masalah yang cukup menantang dan menarik bagi siswa.

Masalah seringkali disebut orang sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, atau kesenjangan. Secara umum dan hampir semua ahli sepakat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan (problem is a gap or discrepancy between present stante and future state or desired goal). Keadaan sekarang sering pula disebut originsl state, sedangksn keadaan yang diharapkan sering pula disebut final state. Jadi, suatu masalah muncul apabila ada halangan atau hambatan yang memisahkan antara present state dengan goal state (Suharnan., 2005).

Kehidupan remaja tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan yang ada dalam setiap tahap perkembangannya. Permasalahan yang ada tersebut dapat bersumber dari berbagai macam faktor seperti dari dalam diri sendiri, keluarga, teman sepergaulan atau lingkungan sosial. Masalah-masalah yang dihadapi memberikan suatu bentuk ujian bagi para remaja agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. Hal ini dikarenakan oleh berbagai macam pertimbangan pada masa remaja sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Selain itu, permasalahan yang kerap kali terjadi pada remaja adalah masalah terkait dengan emosi yang labil dan kemampuan berpikir dalam


(12)

4

menemukan solusi yang tepat dalam menghadapi suatu masalah. Ketika remaja mengalami suatu masalah, terjadi kebingungan dalam diri yang mengarahkan pada ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri secara tepat terhadap kenyataan yang ada. Sehingga banyak kasus yang terjadi pada remaja saat ini adalah ketidakmampuan dalam menemukan solusi yang tepat terhadap masalah yang dihadapi sehingga mengambil jalan yang keliru seperti bunuh diri atau melampiaskannya dengan menggunakan obat-obatan terlarang.

Menurut data Komnas Perlindungan Anak (dalam Suara Karya Online, 24 Juli 2012), dari awal hingga tengah tahun 2012 terdapat 20 kasus bunuh diri pada anak dengan rentang usia 13-17 tahun, sebanyak delapan kasus bunuh diri dilatari masalah cinta, tujuh kasus akibat ekonomi, empat kasus masalah disharmoni keluarga, dan satu kasus masalah sekolah. Di samping itu juga berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada tahun 2005 tercatat 50 ribu penduduk Indonesia bunuh =diri setiap tahun. Dari kejadian kasus bunuh diri tersebut, ternyata kasus yang paling tinggi terjadi pada rentang usia remaja hingga dewasa muda, yakni 15-24 tahun, fakta ini berhubungan dengan peningkatan tajam angka depresi pada remaja (dalam Pontianak Post, 25 September 2012). Sedangkan dari data Badan Narkotika Nasional (dalam Republika Online, 23 Mei 2012), kasus penyalahgunaan narkoba terus meningkat di kalangan remaja dari 2,21% (4 juta orang) pada tahun 2010 menjadi 2,8% (sekitar 5 juta orang) pada tahun 2011.


(13)

5

Untuk mengatasi semua permasalahan sudah pasti di butuhkan suatu pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan salah satu bentuk proses representasi kognitif, akan tetapi di sisi lain dalam pemecahan masalah juga diperlukan adanya suatu proses belajar. Bila kita berhasil memecahkan suatu masalah kita akan mendapat sebuah pemahaman, yang kemudian dapat kita gunakan untuk memecahkan masalah-masalah lain yang mungkin terdapat kesamaan di waktu yang berbeda. Dan setiap kali kita pecahkan masalah, kita mempelajari sesuatu yang baru. Karena itu memecahkan masalah merupakan suatu bentuk belajar (Firdaus, 2015).

Memecahkan masalah menjadi persoalan yang bersifat penting dalam kehidupan manusia, karena sepanjang rentan kehidupannya manusia selalu berhadapan dengan berbagai masalah untuk dicari pemecahannya. Bila gagal dengan suatu masalah untuk memecahkannya manusia selalu mencoba memecahkannya dengan cara lain. Bila demikian adanya kehadiran dan keberhasialan manusi memecahkan masalah dalam kehidupannya pada tingkat dan jenjang tertentu dapat memberikan nilai tertentu pula pada manusia tersebut terutama bagi mereka yang masih duduk di bangku sekolah.

Menurut Chaplin (2001) pemecahan masalah adalah proses yang mencakup dalam usaha menemukan urutan yang benar dari alternatif-alternatif jawaban mengarah pada satu sasaran atau kearah pemecahan


(14)

6

membutuhkan suatu perencanaan, pengelolaan yang baik, dan kecerdasan emosi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, diharapkan dapat memecahkan masalah dengan mudah dan cepat. Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik (Robeth. S. Solso, 2008).

Problem solving atau kemampuan pemecahan masalah adalah pemecahan yang mengenai sasaran dengan dampak negatif yang sekecil mungkin, baik bagi individu yang bersangkutan maupun dengan objek individu lain (Nezu dan Ronan, 2008). Pemecahan masalah menurut Robert W. Balley (1989: 116) merupakan suatu kegiatan yang komplek dan tingkat tinggi dari proses mental seseorang.

Melihat dari kebanyakan yang terjadi di masa remaja, cara menyelesaikan masalah dengan cara yang mereka sukai, kadangkala dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat contohnya dengan perkelahian sesama siswa, perselisihan sekecil apapun bisa menjadi pemicu terjadinya perdebatan, adu mulut, bahkan sampai terjadi tawuran yang melibatkan banyak siswa. Masalah yang timbul seringkali karena adanya rasa solidaritas yang kuat antar remaja, namun tidak melihat bentuk soidaritas tersebut baik atau buruk, solidaritas ini seringkali disebut sebagi ikut-ikutan. Masalah dalam diri remaja seringkali dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan anak, meskipun


(15)

7

dimanapun manusia berada dia tidak akan lepas dari yang namanya masalah.

Setiap anak mempunyai cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah, contohnya ketika seorang anak mendapatkan masalah berupa tugas sekolah yang sangat banyak dan sulit untuk dikerjakan, banyak opsi pemecahan masalah yang bisa dipilih, contohnya: dengan cara kerja kelompok, dengan hal ini diharapkan siswa akan dapat bekerja sama dan mengurangi beban stres karena dipirkan dan di kerjakan secara bersama-sama. Selain itu bisa biasanya dalam menyelesaikan masalah tugas dengan mendahulukan mana jadwal yang paling dekat dan itu yang menjadi prioritas, bahkan menyelesaikan masalah dengan sitem kebut semalam seringkali terjadi dalam masa remaja.

Dalam memechkan masalah, seseorang seringkali dipegaruhi oleh lingkungan, meskipun permasalahan yang dihadapi cenderung sama, namun setiap manusia akan mempunyai cara tersendiri untuk menyelesaikan suatu masalah yang sedang dialami. Contohnya adalah siswa yang tinggal dirumah dan siswa yang tinggal dipondok pesantren, masalah yang dihadapi seorang siswa adalah masalah banyaknya tugas yang seringkali diberikan oleh guru, tugas yang seringkali diberikan adalah tugas yang dikerjakan selepas pembelajaran dikelas (PR) ika siswa yang pulang kerumah akan lebih banyak waktu untuk mengerjakan tugas sekolah, sedangkan siswa yang tingal diponndok pesantren memang


(16)

8

memiliki jadwal yang lebih padat selain sekolah, yakni mendalami tentang agama.

Menurut Runyon dan Haber (1984) Semakin bertambah usia seorang anak maka semakin luas juga pengaruh lingkungan bagi anak, yakni lingkungan sekolah, teman dalam kelompok dan masyarakat sangat mempengaruhi kehidupan seorang anak (siswa). Lingkungan disini dibagi menjadi dua, yakni siswa yang tinggal dilingkungan pondok pesantren dan siswa yang tinggal dilingkungan rumah (pulang langsung kerumah). Pondok pesantren menawarkan kurikulum yang berbeda dibandingkan dengan sekolah umum. Para santri yang menimba ilmu di pondok pesantren diharapkan dapat menguasai ilmu pengetahuan juga memiliki iman dan taqwa yang sebagai bekal untuk hidup bermasyarakat. Santri hidup dalam suatu komunitas khas, dengan kyai, ustadz, santri dan pengurus pesantren, berlandaskan nilai-nilai agama Islam lengkap dengan norma-norma dan kebiasannya tersendiri, yang tidak jarang berbeda dengan masyarakat umum yang mengitarinya (Bashori, 2003).

Kedudukan pondok pesantren dalam sistem pendidikan Indonesia telah diatur dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan keagamaan pasal 30. Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk dari pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan (ayat 1), serta dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal (ayat 3).


(17)

9

Rumah tinggal secara fisik umumnya sama dengan rumah tinggal-rumah tinggal yang ada. Susunannya pun tidak berbeda dengan apa yang ada pada rumah tinggalrumah tinggal pada umumnya. Ada ruang keluarga, ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, kamar mandi, dan dapur. Justru yang berbeda hanyalah ukuran, bentuk dan variasi. Rumah tinggal berkaitan erat dengan lingkungan keluarga, yang dalam hal ini adalah keluarga sendiri yang terdiri dari seorang ayah dan ibu, anak serta saudarasaudaranya (jika ada). Dapat dikatakan bahwa anak yang dibesarkan di rumah tinggal, maka lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam adalah lingkungan keluarganya sendiri.

Dari anggota keluarga yaitu ayah, ibu dan saudarasaudaranya, anak memperoleh segala kemampuan dasar, baik intelektual maupun sosial. Bahkan penyaluran emosi banyak ditiru dan dipelajarinya dari anggota-anggota keluarganya. Sikap, pandangan dan pendapat orang tua atau anggota keluarganya dijadikan model oleh anak dan ini kemudian menjadi sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri. Keberadaan figur dan peran orang tua yang jelas membuat anak merasa adanya penerimaan yang hangat dari orang tua berupa pemberian rasa aman dengan menerima anak, menghargai kegiatannya dan memberikan patokan yang jelas sehingga anak dengan sendirinya akan merasa yakin dengan kemampuannya dan akan lebih percaya diri.


(18)

10

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan yang tinggal dirumah?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahi apakah terdapat perbedaan pemahaman problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan yang tinggal dirumah

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Kegunaan teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengethuan, serta pemikiran, seputar permasalahan yang diteliti, baik bagi peneliti maupun pihak lain, sebagai bahan referensi dalam meneliti dan mengkajidengan masalah yang terkait dengan penelitian ini.

2. Kegunaan Praktis a. Bagi penulis

Penelitian ini dapat memberikan pemehaman dan pegetahuan lebih kepada penulis sehingga bisa menambah ilmu ang dimiliki, khususnya tentang kemampuan problem solving.


(19)

11

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan atau referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ada kaitannya tentang kemampuan problem solving.

c. Bagi Institusi ang terkait

Memberikan kontribusi bagi institusi tentang kemampuan problem solving.

E. Keaslian penelitian

Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kajian riset terdahulu mengenai variabel problem solving untuk dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Diantaranya:

1. Penelitian oleh Dwi Desfari Mandasari, Rina Oktaviana, desy Arisandy, dalam jurnal psikologi Universitas Bina Dama Palembang pada 2015 tentang hubungn antara kecerdasan emosi dengan pemecahan masalah pada anggota Polda Sumatra Selatan. Penelitian ini menggunakan metode skala kecerdasan emosi dan skala pemecahan masalah. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Analisis korelasi dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan pemecahan masalah pada anggota brimob Polda Sumatra Selatan. 2. Penelitian oleh Maulid Rahmat, Muhardjito, dan Siti Zulaikah,


(20)

12

kemampuan pemecahan masalah melalui strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem solving. Penelitian ini menggunakan mix Method dengan menggunakan instrumen perlakuan dan instrumen pengukuran. Hasil dari penelitian ini adalah : 1) strategi pembelajaran thinking aloud pair problem solving berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa, 2) pengaruh strategi pembelajaran thinking aloud pair problem solving berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa mengalami peningkatan.

3. Penelitian oleh Afi Amalia Putri (Universitas Muhammadiyah Surkarta) tentang Hubungan antara self regulated learning dengan kemampuan pemecahan masalah pada mahasiswa fakulas psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Metode pengumpulan data menggunakan skala self-regulated learning dan skala kemampuan pemecahan masalah, metode analisis data menggunankan product moment. Hasil dari penelitian ini adalah adnya hubungan positif yang sangat signifikan antara self-regulated learning dengan kemampuan pemecahan masalah pada Mahasiswa fakultas psikologi Universitas Muhamadiyah Surakarta.

4. Penelitian oleh Ni Made Wahyu Indrariyani Artha dan Supriyadi dalam Jurnal Psikologi Udayana pada tahun 2013, tentang Hubungan Antarav kecerdasan Emosi dan Self-Efficacy dalam


(21)

13

Pemecahan Masalah Penyesuaian Diri Remaja Awal. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan tiga buah skala pengukuran, yaitu skala kecerdasan emosi =20, skala self efficacy = 34, dan skala penyesuaian diri = 31. Metode analisis data adalah denan menggunakan metode analisis regresi ganda. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kecerdasan emosi dan self efficacy dalam pemecahan masalah penyesuaian diri remaja awal.

5. Penelitian oleh Laili Mahmudah, Suparmi, Widha Sunarno dalam Jurnal Inkuiri Universitas Sebelas Maret pada Tahun 2014 tentang Pembelajaran Fisika Menggunakan Metode Pictorial Riddle dan Problem Solving. Metode pengambilan data dari penelitian ini dengan menggunakan angket dan lembar observasi untuk prestasi efektif dan berfikir kreatif, serta angket Problem Solving. Metode analisis data dengan menggunakan anava tiga jalan, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut scheffe. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) tidak ada pengaruh penerapan pembelajaran dengan metode pictorial riddle dan problem solving terhadap terhadap prestasi belajar kognitif dan psikomotorik, namun berpengaruh terhadap prestasi belajar afektif; (2) ada pengaruh kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik; (3) ada pengaruh kemampuan analisis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar


(22)

14

kognitif, afektif, dan psikomotorik; (4) ada interaksi antara metode pictorial riddle dan problem solving dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif, tetapi tidak ada interaksi pada prestasi belajar psikomotorik; (5) tidak ada interaksi antara metode pictorial riddle dan problem solving dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif siswa, tetapi ada interaksi pada prestasi belajar afektif dan psikomotorik; (6) tidak ada interaksi antara kemampuan berpikir kritis dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik; (7) tidak ada interaksi antara metode pictorial riddle dan problem solving dengan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

6. Penelitian oleh Carol R. Aldous di Flinders University pada tahun 2007 tentang Creativity, problem solving and innovative science: Insights from history, cognitive psychology and neuroscience “Kreativitas, pemecahan masalah, dan ilmu pegetahuan yang inovatif: pengetahuan dari sejarah dan psikologi kognitif. Dengan metode kuantitatif dengan subjek yang diambil dari skala besar sejumlah 405 individu

7. Penelitian oleh Maria Lucero Botia Sanabria y Luis Hemberto Orozco pulido dalam International journal of Psychological Research pada tahun 2009 tentang Critical Review of Problem


(23)

15

Solving Processes Traditional Theoretical Models “Ulasan Kritis tentang Pemecahan Masalah dengan Teori-teori tradisional”. Metode dalam penelitian ini.

8. Penelitian oleh Ozcan Gulacar, Charles R. Bowman, Debra A. Feakes dalam Science Education Internasional Vol. 24 tahun 2013 Western Michigan University tentang Observational investigation of student problem solving: The role and importance of habits “Penyelidikan observasional pemecahan masalah mahasiswa: peran dan kebiasaan”. Metode pengambilan data dengan menggunakan tes (angket stoikiometri), metode pengambilan data dengan metode ada yang sama. Metode analisis data dengan menggunakan uji T (perbedaan). Hasil penelitian ini adalah tidak ada perbedaan yang signifikan antara siswa yang berhasil menyelesaikan masalah dengan siswa yang gagal ketika menyelesaikan suatu masalah.

9. Penelitian oleh David Fortus, R. Charles Dershimer, Joseph Krajcik, Ronald W. Marx dalam International Journal of Science Education (University of science, Ann Arbar, Michigan) tentang Design-Based Science (DBS) and Real-world Problem-Solving “Desain berbasis sains dan kenyataan dalam pemecahan masalah”. Metode pengambilan data dengan cara memberikan pre test dan post test pada siswa sekolah menengah di kelas fisika sejumlah 194 siswa. Metode analisis data dengan menggunakan T-tes. Hasil


(24)

16

penelitian ini adalah ada peningktan yang signifikasi secara statistik pada skor pre-tes dan post-tes serta ada korelasi yang kuat antara keduanya.

10. Penelitian oleh Michael Van, David Spears, dan ricardo dalam international journal of Psychology (University of scienc) tentang problem solving skills in students staying hostel. Meneliti tentang kemampuan siswa uang tinggal disebuah sekolah dengan asrama didalamnya. Metode pengambilan data dengan cara diberikan sebuah perlakuan dan dihadapkan pada sebuah masalah , apakah siswa-siswa itu sanggup memecahkannya. Dengan menggunakan sebuah tes.

Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti dengan penelitian sebelumnya yakni dari segi alat kur dimana peneliti membuat skala sendiri dan di ujikan sendiri kepada subjek penelitian yang jenjang sama dengan penelitian yang akan dilakukan, perbedaan selanjutnya adalah dari segi populasi dan subek penelitian, karena sebelumnya belum ada penelitian yang dilakukan di SMP Islam Brawijaya sebelumnya dengan tema problem solving. Selain itu, penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya karena dalam penelitian ini membandingkan dua macam kemampuan problem solving siswa antara yang tinggl dirumah dan yang tinggal dipondok pesantren.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Problem Solving

a. Pengertian

Problem Solving oleh Evans (1994) diartikan sebagai aktivitas yang dihubungkan dengan penyeleksian sebuah cara yang cocok untuk tindakan dan mengubah suasana sekarang menjadi suasana yang dibutuhkan. Artinya dalam setiap tahapan penyelesaian masalah, dibutuhkan sebuah filter dalam menentukan cara yang baik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan menyaring berbagai persoalan yang ada, seseorang akan dengan mudah dalam melakukan sebuah proses problem solving dari berbagai masalah yang dihadapinya.

Masalah seringkali disebut orang sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, atau kesenjangan. Secara umum dan hampir semua ahli sepakat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan (problem is a gap or discrepancy between present stante and future state or desired goal). Keadaan sekarang sering pula disebut originsl state, sedsngksn keadaan yang diharapkan sering pula disebut final state. Jadi, suatu masalah muncul apabila adal halangan atau hambatan


(26)

18

yang memisahkan antara present state dengan goal state (Suharnan., 2005).

Pemecahan masalah menurut Robert W. Balley (1989: 116) merupakan suatu kegiatan yang komplek dan tingkat tinggi dari proses mental seseorang. Pemecahan masalah didefinisikan sebagai kombinasi dari gagasan yang cemerlang untuk membentuk kombinasi gagasan yang baru, ia mementingkan penalaran sebagai dasar untuk mengkombinasikan gagasan dan mengarahkan kepada penyelesaian masalah. Ditambah pula bahwa, seseorang yang telah banyak pengalanman untuk bidang tertentu selalu memiliki respon yang siap dalam suatu situasi untuk mmecahkan masalah.

Robert W. Balley (989: 118121) mengemukakan bahwa peecahan masalah meemiliki tiga dimensi yaitu:

a. Kita berusaha bertanya apakah masalah itu benar-benar suatu masalah? Mengacu pada pengertian bahwa suatu masalah membawa kota kepada situasi dengan tidak segera dapat memecahkan masalah itu, misalnya suatu masalah yang mempertanyakan “siapa yang pertama kali menerbangkan pesawat terbang?”. Pertannyaan demikian bukanlah suatu masalah.

b. Terdapat beberapa alamat pertanyaan. Oleh karena itu diperlukan beberapa tipe sistematika dan pengorganisasian pemecahan, lalu


(27)

19

kegiatan pemecahannya pun konsisten dengan pendekatan yang dirancang

Pemecahan masalah mempunyai beberapa alternatif penyelesaian (solution). Sementara pernyataan sederhana pada umumnya memerlukan suatu penyelesaian yang pasti.

Proses pemecahan masalah yang dikemukakan G. Polya (1973) dalam bukunya berjudul “How to solve it” menjelaskan secara rinci bagaimana suatu masalah diselesaikan:

a. Memahami permasalahan

b. Memahami hubungan antara kenyataan dan harapan c. Merencanakan pemecahan masalah

d. Melaksanakan pemechan masalah (solusi) berdasarkan rencana

e. Memeriksa kembali atau mengevaluasi hasil dari pemecahan masalah yang telah dilakukan.

Pemecahan masalah adalah usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai dan berhubungan erat dengan proses pemikiran, pembelajaran, memori, transfer, presepsi, serta motivasi Evans (1994) Penyelesaian Masalah boleh didefinisikan sebagai satu proses kognitif di mana maklumat digunakan sebagai usaha mencari cara-cara yang sesuai bagi mencapai sesuatu matlamaat.


(28)

20

Torrence (1973), mendefinisikan penyelesaian masalah sebagai: “ Proses seseorang itu menjadi peka terhadap masalah dan ini melibatkan seseorang individu itu cuba mencari penyelesaian membuat andaian, mengubah hidup, dan akhirnya melaporkan silannya”

Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan seseorang untuk menemukan solusi melalui suatu proses yang melibatkan pemerolehan dan pengorganisasian informasi. Pemecahan masalah melibatkan pencarian cara yang layak untuk mencapai tujuan (Santrock, 2011). Menurut Solso (2007), kemampuan pemecahan masalah merupakan aktivitas kognitif kompleks yang di dalamnya termasuk mendapatkan informasi dan mengorganisasikan dalam bentuk struktur pengetahuan.

Menurut Slavin (2011) pemecaghan masalah adalah suatu upaya untuk mengatasi rintangan yang menghambat jalan menuju solusi. Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik (Solso, 2008). Kita menemukan banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari kita, sehingga kita akan membuat cara untuk menanggapi, memilih, menguji respon yang kita dapat untuk memecahkan suatu masalah.

Problem solving atau kemampuan pemecahan masalah adalah pemecahan yang mengenai sasaran dengan dampak negatif


(29)

21

yang sekecil mungkin, baik bagi individu yang bersangkutan maupun dengan objek individu lain Ling dan Catling (2012) Sebagian ahli berpendapat bahwa pemecahan masalah adalah kemampuan individu untuk menghubungkan antara konsep atau pengetahuan yang dimiliki dengan kenyataan yang ada

Definisi problem solving lainnya juga diungkapkan oleh Ling dan Catling (2012) yang diartikan sebagai keterampilan yang digunakan dalam banyak skenario berbeda setiap hari, apakah dalam mengatur jadwal dalam sehari atau menyusun rencana esai. Artinya seseorang yang menjalani kehidupan akan selalu mendapatkan berbagai macam masalah yang berbeda setiap harinya. Sehingga seseorang tersebut juga akan memiliki keterampilan yang berbeda pula setiap harinya dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan keterampilan tersebut diharapkan seseorang akan semakin dewasa dalam mengambil segala solusi yang dipakainya untuk kemudian diterapkannya kembali dalam masalah yang sama.

Davidoff (1988) juga menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah manusia biasanya didefinisikan sebagai suatu usaha yang cukup keras yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Seseorang yang menghadapi satu tujuan akan menghadapi persoalan dan dengan demikian dia menjadi


(30)

22

sedemikian rupa sehingga persoalan itu dapat diatasi. Artinya bahwa setiap orang yang memiliki suatu tujuan dalam mencapai segala hal yang diinginkan akan menemui suatu masalah atau rintangan yang menghadangnya. Akan tetapi, dengan tekad dan usaha yang dimilikinya, seseorang itu akan terus berusaha melawan masalah dan rintangan tersebut hingga akhirnya bisa mencapai tujuan yang diinginkannya.

Anderson (2005) mengatakan “problem solving is goal directed behavior that often involves setting subgoals to enable the application of operators”. Artinya pemecahan masalah adalah perilaku dengan tujuan terarah yang seringkali melibatkan keadaan dari sebuah tujuan untuk memungkinkan orang-orang yang menggunakannya. Sehingga, dalam menggunakan tujuan yang baik, seseorang akan lebih melihat situasi serta kondisi pada saat orang tersebut menyelesaikan masalah.

Oztruk dan Guven (2016) juga menambahkan bahwa problem solving adalah proses ilmiah seseorang yang melalui sebuah fase dari pemahaman masalah untuk kemudian mencari informasi yang diperlukan untuk diputuskan solusi pemecahannya dan dievaluasi solusinya. Artinya bahwa seseorang yang menghadapi suatu masalah harus mencari sumber informasi dari akar permasalahan tersebut terlebih dahulu. Sehingga seseorang itu


(31)

23

akan dengan mudah memutuskan sebuah solusi yang akan dipakainya dalam memecahkan suatu masalah.

Adapun dalam Islam telah dijelaskan dalam QS. Al Mudatsir ayat 1-7 tentang pemecahan masalah. Sebagaimana berikut ini:                           

“ 1. Hai orang yang berkemul (berselimut), 2. bangunlah, lalu berilah peringatan! 3. dan Tuhanmu agungkanlah! 4. dan pakaianmu bersihkanlah, 5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. 7. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.”

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa orang-orang yang sedang menghadapi suatu masalah cenderung tidak segera menyelesaikaannya dan memutuskan untuk menyendiri. Tetapi Rasul memerintahkan untuk bertemu dengan orang lain dan menceritakan masalah yang sedang dihadapinya. Kemudian diperintahkan untuk meyakini bahwa setiap masalah adalah ujian


(32)

24

dari Allah SWT. Selain itu, kita diperintahkan untuk memperbaiki diri kita, ikhlas dalam segala hal, dan kemudian bersabar berpasrah diri kepada Allah SWT (Al Hikmah, 2008). Artinya ketika kita menghadapi suatu masalah, seharusnya kita tidak menyendiri dan segera menyelesaikan masalah serta berpasrah kepada Allah atas segala ujiannya.                              

“53. dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. 54. kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu dari pada kamu, tiba-tiba sebahagian dari pada kamu mempersekutukan Tuhannya dengan (yang lain)” (QS. An Nahl, 16:53-54).

Dalam Qur’an surat An Nahl ini mengandung makna bahwa kita harus bersikap waspada bahwa kenikmatan dapat melupakan Allah SWT dan menyebabkan syirik kepadaNya. Kemudian kita diperintahkan untuk menjaga keimanan dan meminta pertolongan kepada Allah SWT harus terus dipertahankan (indonesian.irib.ir, 2014). Artinya bahwa setiap kita menhadapi segala ujian dari Allah


(33)

25

SWT, kita tidak boleh melupakanNya dan harus terus mengingatnya serta meminta pertolongan kepada Allah SWT.

Ayat-ayat Al qur’an di atas membuktikan bahwa sebagai manusia, semua akan mengalami ujian dari Allah SWT berupa suatu masalah atau apapun. Dan ujian tersebut wajib untuk diselesaikan dengan tetap mengingat Allah. Baik dengan berdoa memohon petunjukNya maupun dengan bercerita kepada teman yang tepat. Hal tersebut sudah tercantum dalam Al qur’an.

Menurut Solso (2007) kreativitas merupakan salah satu faktor yang mendukung pemecahan masalah. Kreativitas merupakan suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu cara baru dalam memandang masalah atau solusinya. Seseorang yang kreatif akan dapat menyusun banyak ide atau alternatif terhadap segala sesuatu yang membantu pemecahan masalahnya. Ada masalah-masalah yang menuntut untuk berpikir kreatif, seperti masalah dalam menciptakan sesuatu yang baru, masalah dalam mengantisipasi suatu kejadian. Sehingga dalam menyelesaikan sebuah masalah atau menghasilkan sesuatu yang baru, seseorang juga harus bisa berpikir secara kreatif.

Ormrod (2008) mengatakan bahwa kemampuan untuk memecahkan masalah berhasil tergantung pada sejumlah faktor yang berhubungan dengan sistem pemrosesan informasi manusia.


(34)

26

Faktor-faktor tersebut adalah working memory capacity, pengkodean, dan proses penyimpanan. Faktor-faktor tersebut juga memiliki tugas masing-masing dalam mempengaruhinya.

Jadi, problem solving merupakan suatu proses pemikiran dengan tujuan terarah untuk menemukan jalan keluar dari sebuah masalah yang dihadapi tersebut demi mencapai tujuan yang diinginkan, dengan melalui enam proses tahapan penyelesaian masalah yang diantaranya adalah mengidentifikasi, merepresentasi, merencanakan solusi, merealisasikan rencana, mengevaluasi rencana dan mengevaluasi solusi

b. Jenis-jenis Masalah

Masalah-masalah bisa dikategorikan menurut apakah mereka memiliki jalan yang jelas menuju solusi atau tidak (Davidson & Sternberg, 2003).

a) Masalah yang terstruktur dengan baik : memiliki jalan-jalan pemecahan yang jelas menuju solusi. Masalah-masalah ini juga disebut masalah-masalah yang terdefinisikan dengan baik. Sebuah metode untuk menyelesaikan bagaimana cara menyelesaikan masalah yang terdefinisikan dengan baik adalah dengan mengembangkan simulasi-simulasi komputer. Disini, tugas peneliti adalah menciptakan sebuah


(35)

27

program komputer yang bisa menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Dengan mengembangkan program instruksi yang memampukan komputer memutuskan pemecahan suatu masalah, peneliti mungkin bisa memahami lebih baik bagaimana manusia menyelesaikan jenis masalah yang sama. Menurut model pemecahan masalah (Newell & Simon, 1972), pemecahan masalah (entah menggunakan kecerdasan manusia maupun buatan) harus melihat kondisi awal masalah dan kondisi akhir (tujuan) di sebuah ruang masalah. Sebuah ruang masalah adalah semesta dari semua tindakan memungkinkan yang bisa diterapkan untuk menyelesaikan masalah, berdasarkan batasan apa yang diterapkan bagi penyelesaian masalah. Menurut model ini, strategi fundamental bagi pemecahan masalah adalah dengan menguraikan tugas masalah menjadi serangkaian langkah. Setiap langkah melibatkan seperangkat aturan bagi prosedur-prosedur yang bisa diimplementasikan.

b) Masalah yang terstruktur dengan buruk : tidak memiliki jalan yang jelas menuju solusi. Masalah-masalah ini juga sering disebut masalah-masalah yang terdefinisikan dengan buruk.


(36)

28

c. Hambatan dan Bantuan bagi Pemecahan Masalah

a) Perangkat-perangkat mental, kubu pertahanan dan fiksasi Sebuah faktor yang dapat mengahambat pemecahan masalah adalah perangkat mental: yaitu kerangka pikir yang melibatkan sebuah model yang ada untuk merepresentasikan masalah, konteks masalah atau prosedur bagi pemecahan masalah. Istilah lain bagi perangkat mental ini adalah kubu pertahanan (entrench ment). Ketika pemecahan masalah memiliki sebuah perangkat mental yang dipertahankan, mereka akan memfiksasi sebuah strategi yang normalnya bekerja baik dalam memecahkan banyak masalah tertentu.

b) Pentansferan positif dan negatif

Pentranferan adalah pengaplikasian pengetahuan atau keahlian dari sebuah situasi maslah kesituasii yang lain. Pentransferan bisa positif bisa negatif. Pentransferan negatif terjadi saat kemampuan pemecahan masalah ysng sebelumnya tidak berhasil diterapkan untuk memecahkan masalah yang selanjutnya. Kadangkadang maslah sebelumnya menyebabkan individu kejalan yang salah. Pentransferan positif terjadi ketika solusi masalah sebelumnya membuat kita mudah untuk menelesaikan masalah baru. Artinya, adakalanya pentansferan


(37)

29

seperangkat mental bisa menjadi bantuan yang berguna untuk memecahkan suatu masalah. Dari perspektif yang lebih luas, pentranfern positif bisa dianggap melibatkan pentransferan pengetahuan atau keahlian faktual dari satu setting ke setting yang lain .

c) Pentransferan analogi-analogi

Analogi-analogi diantara masalah-masalah melibatkan pemetaan hubungan diantara masalah-masalah (Gentner, 983, 2000). Atribut-atribut isi yang aktual tidak begitu relevan. Dengan kata lain, yang difokuskan pada analohgi bukan kemiripan isi, melainkan seberapa dekat sistem struktural hubungan-hubungan mereka bersesuaian. Karena terbiasa mempertimbangkan kebiasaan mempertimbangkan pentingnya isi, maka kita mengalami kesulitan untuk mendorong isi ke latar belakang. Selain itu, sulit juga untuk membawa bentuk (hubungan-hubungan struktural) dengan latar muka.

d) Inkubasi

Untuk memecahkn banyak masalah, hambatan utamanya bukan kebutuhan untuk menentukan strategi yang cocok untuk pentransferan positif. Sebaliknya, kita juga harus berusaha keras menghindari hambatan-hambatan yang muncul dari pentransferan negatif. Inkubasi yakni


(38)

30

menyisihkan persoalan untuk sesaat dengan tidak memikirkannya secara sadar. Hal ini melibatkan pengambilan jeda dari tahap-tahap pemecahan masalah. e) Keahlian bisa mempengaruhi pemecahan masalah

Bagi para ahli, kebanyakan aspek pemecahan masalah diatur oleh proses-proses otomatis. Keotomatisan ini biasanya memampukan para ahli menyelesaikan masalah diarea keahlian tertentu. Namun, ketika masalah melibatkan elemen-elemen baru yang memerlukan strategi baru, keotomatisan prosedur-prosedur ini bisa mempengaruhi pemecahan masalah, minimal untuk sementara waktu. Keahlian dibidang tertentu diliht umumnya dari perspektif “latihan menjadikan kita sempurna”. Meskipun demikian, banyak peneliti menyatakan bahwa konsep talenta tidak boleh memberikan banyak kontribusi bagi perbedaan keahlian-keahlian yang ada.

d. Tahapan Pemecahan Masalah

1) Pemahaman Masalah (Problem Understanding )

Agar dapat diperoleh suatu peecahan yang benar, seseorang harus terlebih dahulu memahami dan mengenali gambaran pokok persoalan secara jelas. Lama waktu yang yang dibutuhkan untuk mengerti permasalahan berbeda-beda bagi setiap orang. Perberbeda-bedaan ini sangat tergantung


(39)

31

pada hakekat permasalahan terutama dalam penampakannya, informasi disekitar persoalan, dan keakraban seseorag terhadap persoalan tersebut (Prof. Dr. Suharnan, MS., 2005).

2) Representasi Mental

Representasi masalah menunjuk pada proses mempresepsi dan menginterpretasi pokok persoalan. Aktivitas ini akan menimbulkan sejumlah identifikasi yang meliputi: (1) apa yang menjadi permasalahan sesungguhnya, (2) apa yang menjadi kriteria pemecahan, (3) keterbatasan-keterbatasan tertentu, dan (4) berbagai macam alternatif bagi pemecahan masalah.

3) Ruang Masalah

Ruang masalah juga sangat menentukan tingkat kemudahan atau kesulitan seseorang untuk mencari pemecahannya. Sebagai pegangan bahwa semakin luas ruang suatu masalah maka makin sulit mencari jalan keluar atau pemecahannya.

4) Kesenjangan anara Keadaan Sekarang dengan yang Diinginkan

Jarak kesenjangan antara keadaan yang sedang dihadapi sekarang dengan yang diinginkan juga


(40)

32

mempengaruhi tigkat kemudahan atau kesulitan orang dalam memecahkan masalah.

e. Langkah-langkah Pemecahan Masalah (Robert J. Stemberg, 2008) 1) Pengidentifikasian masalah: meskipun ganjil seperti

kedengarannya, pengidentifikasian apakah situasi tertentu problematis terkadang merupakan langkah yang sulit. Kita mungkin akan gagal untuk menyadari bahwa kita memiliki suatu tujuan.

2) Pendifinisian masalah dan perepresentasiannya: sekali kita dapat mengidentifikasikan keberadaan masalah, kita masih harus mengidentifikasikan dan dan merepresentasikan masalah dengan cukup baikagar paham cara menyelesaikannya.

3) Perumusan strategi : sekali masalah sudah didefinisikan secara selektif, langkah berikutnya adalah merencanakan strategi untuk menyelesaikannya. Strategi ini akan melibatkan:

a) Analisis : memilah-milah seluruh masalah yang kompleks menjadi unsur-unsur yang bisa diatur

b) Sintesis : memadukan bersama-sama berbagai unsur dan menyusunnya sebagai sesuatu yang berguna.

c) Berfikir divergen: berusaha membangkitkan solusi alternatif yang memungkinkan bagi sebuah masalah.


(41)

33

d) Berfikir konvergen: untuk menyempitkan berbagai kemungkinan sehingga bisa menyatukan jawaban tunggl terbaik.

4) Pengorganisasian informasi: ditahap ini anda berusaha mengintegrasikan semua informasi yang dianggap perlu untuk mengerjakan tugas secara efektif.

5) Pengalokasian sumber daya : sebagai tambhahan bagi masalahmaslah lain, kebanyakan dari kita menghadapi masalah melalui sumber daya yang terbatas.

6) Pemonitoran: mengalokasikan sesuatu yang bijak mencakup juga pemonitoran proses-proses pemecahan masalah.

7) Pengevaluasian :mengevaluasi solusi.

f. Bentuk-bentuk Problem solving bagi berbagai problematika psikis dan sosial anak remaja berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah

1) Kebijaksanaan (Hikmah)

Bagi seorang dai dan pemberi tuntunan, lebih-lebih yang memeiliki perhatian terhadap berbagai problematika remaja dan pemuda disyaratkan memiliki kebijaksanaan dan pemahaman yang baik tentang pernik-pernik dunia remaja serta situasi dan kondisi lingkungan yang melingkupinya. Kebijaksanaan meuntut seorang dai mampu memilih waktu, cara, dan metode yang tepat ketika ingin menyampaikan suatu


(42)

34

nasihat. Ia juga harus mampu mengukur banyak sedikitnya kadar nasihat yang harus ia sampaikan. Kemudaian hendaknya Ia mengakhiri pertemuan dengan memberikan sebuah sikap atau arti yang menarik perhatian dan pikiran si anak remaja. Dan meninggalkan sebuah tandda tanya didalam pikirannya tentang terusan nasihat yang belum selesai. Dengan cara seperti ini, dihrapkan penyembuhan dan penyelesaian problem yang ada bisa sempurna dan kesehatan jiwa si anak remaja pun bisa kembbali pulih.

2) Nasihat yang Baik (Mau’izhah Hasanah)

setiap hati memeiliki kunci dan gembok, kunci yang mampu diharapkan untuk membuka pintu hati adalah nasihat yanng baik. Hal ini disebabkan nasihat yang baik masuk kedalam hati secara pelan-pelan namun pasti, sehingga mampu megenai sasaran hati secara tepat.

Ada sebaian hati yang tutupnya terlalau tebal, karena sudah terlalau lama tertutup. Cara yang tepat dan sesuai untuk membuka hati yang kondisinya seperti ini adalah dengan menggunakan cara cara ancaman, gertakan, dan hukuman. Sehingga tututp yang menempel dihati bisa disingkirkan

3) Membantah dengan Cara yang Lebih Baik

Penyakit yang menyerang anak remaja mungkin pad dasarnya ada yang disebabkan adanya kesamaran yang muncul didalam


(43)

35

hati si anak atau memang sengaja dimunculkan dihadapanya, dengan tujuan ingin menjebak dan menjerumuskannya. Kondisi seperti ini membutuhkan penanganan yang berbeda, karena si anak remaja yakin bahwa dirinya tidak terkena virus prilaku dan morel menyimpang. Kondisi seperti ini menurut seorang dai yang ingin menyembuhkan si anak menggunakan membantah dengan cara yang lebih baik, jauh dari sikap menzalimi, menuduh atau berusaha menyinggung kehormatan dan harga dirinya. Ia hendaaknya mendiskusikan masalah yang ada dengan objektif dan tidak menyanhgkutkannya dengan pribadi kedua belah pihak. Begitu pula si anak hendaknya memahami bahwa tujuan sang dai tidak lain adalah murni mengingink kebenaran. Hal ini lebih bisa menjamin si anak mau menerima hasil yang diperoleh dari diskusi tersebut. Allah berfirman,

“Serulah (manusia)nkepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialahh yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (an-Nahl: 125)

4) Mendahulukan yang Lebih Penting Kemudian yang Penting (Fikih Prioritas)


(44)

36

Mendahulukan yang lebih penting atau yang dikenal dengan fikih prioritas adalah salah satu metode Al-Qur’an didalam proses mendidik dan memberikan arahan. Secara gamblang, metode ini dipraktikkan oleh seluruh utasan Allah didalam menyampaikan risalah kepada kaum mereka. Perhatian mereka pertama kali dikonsentrasikan untuk membrantas penyakit yang paling berbahaya yang virusnya telah menyebar didalam kaum, lalu mencabut akar-akarnya yang telah menghujam dalam di dalam diri kaum. Oleh karena itu, hendaknya seorang dai dan seorang pendidik yang pertama kali ia perhatikan ialah sisi keimanan dan seberapa pengaruhnya terhadap diri si anak, sebelum mencoba ,endekati dan memahami akar masalah yang ada. Hal ini disebabkan keimanan merupakan tiang utama bagi faktor-faktor yang digunakan untuk memecahkn masalah.

Ketika seorang dai benar-benar memahami seberapa jauh efektivitas keimanan didalam diri si anak, maka selanjutnya ia harus memulai mendekati dan menganalisis secara cermat hakikat unsur-unsur masalah yang ada. Kemudian bertahap berpindah kepada langkah yang tingkatan urgensinya berada setelah langkah diatas. Baru setelah itu ia menyelesaikan maslah yang ada, masalah yang lebih penting didahulukan, baru setelah itu menginjak kepada masalah ang


(45)

37

penting. Dan, perlu diingathendaknya seorang dai juga memperhatikan tabiat atau hakikat seala sesuatu sebelum memperhatikan luarnya.

5) Menghubungkan antara Sebab dan Akibat atau Hasil (Hukum Kausalitas)

Menghubungkan antara sebab dan akibat adalah metode yang digunakan oleh Al-Qur’an didalam melihat seluruh masalah kehidupan dan manusia, jauh dari sikap pura-pura baik dan pilih-pilih. Allah berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya balasan kepada mereka dengan pahala yang lebik dari apa yang telah mereka kejakan.” (an-Nahl: 97) “Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka adalah orang-orang yang aman entram daripada kejutan yang dahsyat pada hari itu.dan barangsiapa yang membawa kejahatan, maka disungkurkanlah muka mereka kedalam neraka. Tidaklah kamu dibalasi, melainkan (setimpal) dengan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (an-Nahl: 89-90)

Seorang dai yang menghubungkan antara sebab dan akibat, dan hanya berpegang pada keimanan merupakan sebab utama


(46)

38

yang bisa membawa kepada suatu penyelesaian. Karena cara seperti ini mampu membuka pintu harapan didepan si anak untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian setelah sebelumnya ia dihantui dengan perasaan, gelisah, takut, dan khawatir (Dr. M. Sayyid , 2007)

B. Lingkungan Tempat Tinggal 1. Pondok pesantren

Pondok pesantren sebagai suatu lingkungan (lembaga) pendidikan non formal berusaha memberikan wahana bagi santri dalam menghadapi situasi kehidupan yang semakin sulit, makin kompleks, penuh kompetisi dan ketidakpastian. Diantaranya dengan mengembangkan pemahaman bahwa santri memiliki potensi-potensi yang dapat dkembangkan, kemampuan pemecahan masaalah, kecakapan untuk memilih tindakan-tindakan, kesadaran yang mendalam atas segala macam konsekuensi semua tindakannya.

Kedudukan pondok pesantren dalam sistem pendidikan Indonesia telah diatur dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan keagamaan pasal 30. Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk dari pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan


(47)

39

(ayat 1), serta dapat diselenggarakan pada jalur formal, nonformal dan informal (ayat 3). Sedangkan perbedaan sistem pendidikan pesantren dengan yang lainnya yaitu di pondok pesantren selama 24 jam para siswa/santri wajib tinggal di asrama.

Santri atau siswa pondok pesantren memiliki heterogenitas yang tinggi. Santri memiliki latar belakang yang berbeda, baik daerah asal, bahasa, ekonomi, serta tingkatan umur, termasuk santri yang berusia remaja. Diungkapkan oleh Rachman (2010) bahwa secara umum usia santri berada pada rentang usia 12/13 sampai dengan 18/19 tahun adalah satu periode dalam rentang kehidupan santri yang tergolong masa remaja. Terdapat dua jenis pondok pesantren di Indonesia, yaitu yang masih bersifat tradisional atau semi modern dengan pengajaran salaf (pengajaran Al-Qur’an sepenuhnya) dan pondok pesantren modern yang menggabungkan pengajaran agama dengan pengetahuan umum dan menggunakan sistem pengajaran modern. Pondok pesantren modern telah memakai sistem pembelajaran modern dengan menggunakan kelas-kelas dan jadwal yang teratur.

Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren dapat menimbulkan stres pada masa awal sekolah (Widiastono, 2001). Keadaan di asrama dengan peraturan dan kondisi yang berbeda dengan di rumah dapat menjadi sumber tekanan (stressor) sehingga dapat menyebabkan stres. Akibat buruk


(48)

40

stres adalah kelelahan hingga mengakibatkan turunnya produktivitas dalam belajar maupun aktivitas pribadi (Rumiani dalam Naily, 2010). Beberapa permasalahan yang sering dialami oleh santri pada tahun pertama tinggal di pondok pesantren adalah ketika santri rindu dengan orang tua, keluarga, dan teman-teman mereka yang berada di rumah, ada juga yang tidak betah tinggal di pondok.

Masalah yang ada dipondok pesantren cenderung lebih kompleks, karena disini terdaapat kelompok-kelompok manusia yang berbeda-beda yang terdiri dari berbagai macam individu yang berbeda karakter, kepribadian, serta berbagai macam masalah yang berbeda, sehingga dalam menyelesaikan masaalah pun akan berbeda.

Masalah-masalah yang kerap kali terjadi dari siswa yang tinggal dipondok pesantren adalah kurangnya manage waktu sehingga saat sekolah menjadi ngantuk dan tidur disaat jam pelajaran, hal ini akan menjadi masalah, namun bagaimana seorang santri sekaligus siswa ini mencari solusi atau bagaimana proses dia agar dapat menyelesaikan masalah yang kerap kali terjadi ini. Karena santri atau siswa dipondok pesantren tidak ada pengawasan dari orangtua, sehingga apapun ang dia kerjakan akan berdampak sendiri pada dirinya.


(49)

41

Dalam menyelesaikan masalah ini biasanya santri akan mulai mencoba berbagai macam solusi atau alternatif , langsung mengerjakan tugas sekolah atau PR ketika selesai sekolah, sehingga ketika malam tidak tidak tidur terlalu malam karena alasan PR, bisa juga tugas sekolah dikerjakan secara bersama-sama karena hal ini akan memudahkan dan mempercepat dalam proses mengerjakan tugas.

2. Lingkungan Rumah

Rumah tinggal secara fisik umumnya sama dengan rumah tinggal-rumah tinggal yang ada. Susunannya pun tidak berbeda dengan apa yang ada pada rumah tinggalrumah tinggal pada umumnya. Ada ruang keluarga, ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, kamar mandi, dan dapur. Justru yang berbeda hanyalah ukuran, bentuk dan variasi.

Rumah tinggal berkaitan erat dengan lingkungan keluarga, yang dalam hal ini adalah keluarga sendiri yang terdiri dari seorang ayah dan ibu, anak serta saudara-saudaranya (jika ada). Dapat dikatakan bahwa anak yang dibesarkan di rumah tinggal, maka lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam adalah lingkungan keluarganya sendiri. Dari anggota keluarga tersebut yaitu ayah, ibu dan saudara-saudaranya, anak memperoleh segala kemampuan dasar, baik intelektual maupun


(50)

42

sosial. Bahkan penyaluran emosi banyak ditiru dan dipelajarinya dari anggota-anggota keluarganya. Sikap, pandangan dan pendapat orang tua atau anggota keluarganya dijadikan model oleh anak dan ini kemudian menjadi sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri. Keberadaan figur dan peran orang tua yang jelas membuat anak merasa adanya penerimaan yang hangat dari orang tua berupa pemberian rasa aman dengan menerima anak, menghargai kegiatannya dan memberikan patokan yang jelas sehingga anak dengan sendirinya akan merasa yakin dengan kemampuannya dan akan lebih percaya diri.

Masalah yang dihadapi anak atau siswa yang tinggal dirumah juga berbagai macam, mulai dari masalah keluarga, masalah dengan saudara, masalah dengan teman sepermainan dirumah, dan masalah disekolah. Disisni yang kita akan bahas adalah masalah yang berkaitan dengan masalah sekolah anak. Bukan untuk memfokuskan pada masalah, namun untuk mencari sebuah proses solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut, atau disebut problem solving.

Masalah siswa yng dihadapi adalah banyaknya tugas sekolah yag mengharuskan dikerjakan dirumah, hal ini akan menimbulkan masalah bila anak tidak mampu mengatur waktu antara kesibukan dirumah, biasanya kesibukan ini adalah membantu orang tua, entah membersihkan rumah, menjaga


(51)

43

adiknya saat orang tua sedang repot, bahkan ada yang membantu bekerja dirumah.

Dalam menghadapi masalah seperti ini perlu adanya beberapa proses sebelum melakukan seuatu penyelesaian masalah, yan pertama tugas sekolah diselesaikan sebelum sampai kerumah, biasanya langsung melakukan kerja kelompok bersama teman-teman selepas pulang dari sekolah.mengerjakan tugas sekolah atau PR di malam hari adalah hal yang seringkali ilakukan siswa untuk mengatasi masalah ini, karena pada mala hari cnderung semua pekerjaan rumah baik bersih-bersih rumah, membantu ibu, sefdah terselesaikan jdi fokus untuk mengerjakan pekerjaan sekolah.

C. Hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan kemampuan problem solving

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kemampuan problem solving pada siswa, karena lingkungan yang berbeda akan mempengaruhi pula pada kemandirian siswa, perilaku siswa dalam meanggapi masalah, pengalaman siswa, lingkungan juga akan berpengaruh pada kemampuan problem solving pada siswa. D. Landasan teoritis

Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan seseorang untuk menemukan solusi melalui suatu proses yang melibatkan pemerolehan dan pengorganisasian informasi.


(52)

44

Pemecahan masalah melibatkan pencarian cara yang layak untuk mencapai tujuan.

Santri atau siswa pondok pesantren memiliki heterogenitas yang tinggi. Santri memiliki latar belakang yang berbeda, baik daerah asal, bahasa, ekonomi, serta tingkatan umur, termasuk santri yang berusia remaja. Diungkapkan oleh Rachman (2010) bahwa secara umum usia santri berada pada rentang usia 12/13 sampai dengan 18/19 tahun adalah satu periode dalam rentang kehidupan santri yang tergolong masa remaja. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren dapat menimbulkan stres pada masa awal sekolah (Widiastono, 2001). Keadaan di asrama dengan peraturan dan kondisi yang berbeda dengan di rumah dapat menjadi sumber tekanan (stressor) sehingga dapat menyebabkan stres. Akibat buruk stres adalah kelelahan hingga mengakibatkan turunnya produktivitas dalam belajar maupun aktivitas pribadi. Rumah tinggal berkaitan erat dengan lingkungan keluarga, yang dalam hal ini adalah keluarga sendiri yang terdiri dari seorang ayah dan ibu, anak serta saudara-saudaranya (jika ada). Dapat dikatakan bahwa anak yang dibesarkan di rumah tinggal, maka lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam adalah lingkungan keluarganya sendiri. Dari anggota keluarga tersebut yaitu ayah, ibu dan saudara-saudaranya, anak memperoleh segala kemampuan dasar, baik intelektual maupun


(53)

45

sosial. Bahkan penyaluran emosi banyak ditiru dan dipelajarinya dari anggota-anggota keluarganya. Sikap, pandangan dan pendapat orang tua atau anggota keluarganya dijadikan model oleh anak dan ini kemudian menjadi sebagian dari tingkah laku anak itu sendiri. Keberadaan figur dan peran orang tua yang jelas membuat anak merasa adanya penerimaan yang hangat dari orang tua berupa pemberian rasa aman dengan menerima anak, menghargai kegiatannya dan memberikan patokan yang jelas sehingga anak dengan sendirinya akan merasa yakin dengan kemampuannya dan akan lebih percaya diri.

E. Hipotesis

Ho :Tidak ada perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan siswa yang gtinggal dirumah.

Ha :Ada perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dan siswa yang gtinggal dirumah.


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Margono (2007) menyatakan bahwa variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai. Variabel dapat juga diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih. Sugiyono (2010) menambahkan bahwa variabel penelitian juga merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya varibel juga memiliki berbagai macam yakni variabel independen, dependen, moderator, intervening, dan kontrol

a. Variabel Y :

Variabel Y dalam penelitian ini adalah kemampuan problem solving

b. Variabel X :

Variabel X dalam penelitian ini adalah X1 siswa yang tinggal dipondok pesantren, X2 siswa yang tingal dirumah


(55)

47

2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar, 2003). Artinya bahwa definisi dari suatu variabel yang diamati tersebut harus berlandaskan karakteristik dari sebuah teori yang ada. Definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

a. Kemampuan Problem Solving

Pemecahan masalah adalah suatu proses psikologis yang melibatkan struktur kognitif guna untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan serta mencapai tujuan tertentu . Proses pemecahan masalah mempunyai lima dimensi

1) Memahami permasalahan

2) Memahami hubungan antara kenyataan dan harapan 3) Merencanakan pemecahan masalah

4) Melaksanakan pemechan masalah (solusi) berdasarkan rencana

5) Memeriksa kembali atau mengevaluasi hasil dari pemecahan masalah yang telah dilakukan.

b. Siswa yang Tinggal Pondok Pesantren Dan Siswa Yang Tinggal Dirumah

Santri atau siswa pondok pesantren memiliki heterogenitas yang tinggi. Santri memiliki latar belakang


(56)

48

yang berbeda, baik daerah asal, bahasa, ekonomi, serta tingkatan umur, termasuk santri yang berusia remaja. Secara umum usia santri berada pada rentang usia 12/13 sampai dengan 18/19 tahun adalah satu periode dalam rentang kehidupan santri yang tergolong masa remaja. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan pondok pesantren dapat menimbulkan stres pada masa awal sekolah Siswa yang tinggl dirumah cenderung lebih banyak menghabiskan waktu dirumah bersama keluarga, maka yang menjadi permasalahan siswa yang tinggal dirumah adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan rumah, contohnya ketika mengerjakan tugas diganggu adiknya yang menagggap semua benda adalah mainan.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik trtentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010)

Populasi dari penelitian ini adalah siswa SMP Islam Brawijaya yang dibagi menjadi dua, yakni yang tinggal duipondok


(57)

49

pesantren dan yang tinggal dirumah. Siswa yang tinggal dirumah sejumlah 240 siswa , yang diambil adalah 30% dari jumlah populasi yakni sejumlah 25 siswa. Sedangkan siswa yang tinggal dipondok pesantren sejumlah 75 siswa yang diambil 30% dari jumlah populasi yakni 25 siswa.

Peneliti mengambil populasi ini dengan alasan bahwa pada penelitian sebelumnya belum ada tema tentang problem solving yang dilakukan di sekolah ini, dan sekolah ini adalah satu-satunya sekolah yang memiliki pondok pesantren modern dikota Mojokerto, sehingga penelti berharap hasil daripenelitian ini sanggup untuk dijadikan patokan sebagai penelitian yang akan datang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Islam Brawijaya yang yang tinggal di pondok pesantren yang akan dibandingkan dengan siswa SMP islam brawijaya yang tingal dirumah dengan pengambilan jumlah siswa yang tinggal dirumah lebih banyak daripada siswa yang tinggal dipondok pesantren.

Terdapat dua kelompok siswa yang diambil dari penelitian ini, yakni siswa yang tinggal dipondok pesantren dan masuk dalam kelas khusus atau kelas unggulan, yakni sejumlah 75 siswa , dan


(58)

50

siswa yang tinggal dirumah, siswa ini masuk dalam kelas reguler yakni sejumlah 240 siswa.

3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan randem sampling dengan melakuksan randomisasi terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara individual

Pada penelitian ini terdapat dua kelompok, yakni siswa yang tinggal dipondok pesantren dengan kisaran 75 siswa, yang akan diambil adalah 30% dari jumlah populasi ( 75 x 30% = 23 ). Sedangkan siswa yang tinggal dirumah dengan kisaran 240 siswa yang akan diambil 30% dari jumlah populsi ( 240 x 30% = 75 ).

C. Teknik Pengumpulan data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan satu macam skala psikologi, yakni skala kemampuan problem solving. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala problem solving yang dibuat oleh peneliti dan menggunakan aspek-aspek problem solving dari G. Polya (1973) dalam membuat aitem-aitemnya. Subjek diminta untuk mengisi skala problem solving ini agar dapat terukur kemampuan


(59)

51

problem solvingnya, dan sebagai tambahan data penulis juga melakukan observasi, dan revlective jurnal.

Model skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala problem solving dengan menggunakan skala likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain :

STS :yaitu sangat tidak setuju dengan pernyataan TS :yaitu tidak setuju dengan pernyataan S :yaitu setuju dengan pernyataan

SS :yaitu sangat tidak setuju dengan pernyataan Dimensi Atribut dan Indikator Perilaku:

Proses pemecahan masalah yang dikemukakan G. Polya (1973) dalam bukunya berjudul “How to solve it” menjelaskan secara rinci bagaimana suatu masalah diselesaikan:

a. Memahami permasalahan

1) Siswa mampu memahami permasalahan yang sedang dihadapi 2) Mengerti bahwa masalah memang harus diselesaikan

b. Memahami hubungan antara kenyataan dan harapan

1) Menerima kenyataan bahwa dirinya memang mempunyai masalah

2) Mempunyai harapan bahwa setiap masalah pasti bisa diselesaikan

c. Merencanakan pemecahan masalah


(60)

52

2) Menerima kemungkinan buruk terhadap penyelesaian masalah d. Melaksanakan pemechan masalah (solusi) berdasarkan rencana

1) Mampu menjalankan rencana penyelesaian masalah sesuai dengan apa yang telah direncanakan

2) Mampu membuat solusi yang pas ketika dihadapkan dalam suatu masalah

e. Memeriksa kembali atau mengevaluasi hasil dari pemecahan masalah yang telah dilakukan.

1) Mampu menilai apakah pemecahan maslah yang telah dilakukan sudah benar

2) Mampu meluruskan kembali apabila pemecahan masalah yang telah dilakukan kurang sempurna


(61)

53

Tabel 1

Tabel Blue Print Problem Solving

No Dimensi Indikator Aitem Jumlah

F UF

1. Memahami permasalahan Siswa mampu memahami permasalahan yang sedang dihadapi 11, 2, 12 3

Mengerti bahwa masalah memang harus diselesaikan

38, 4, 37

13

2. Memahami hubungan antara

kenyataan dan harapan

Menerima

kenyataan bahwa dirinya memang mempunyai masalah 14, 34 33,35, Mempunyai harapan bahwa setiap masalah pasti bisa diselesaikan

15, 36, 32, 16 3. Merencanakan

pemecahan masalah

Mempunyai alternatif solusi ketika dihadapkan pada masalah 18,21 39 22 Menerima kemungkinan buruk terhadap penyelesaian masalah 23, 20, 25 27

4. Melaksanakan pemechan masalah (solusi) berdasarkan rencana Mampu menjalankan rencana penyelesaian masalah sesuai dengan apa yang telah

direncanakan

9, 19, 7, 27

Mampu

membuat solusi yang pas ketika dihadapkan

24, 26, 40


(62)

54

dalam suatu masalah

5. Memeriksa kembali atau mengevaluasi hasil dari pemecahan masalah yang telah

dilakukan.

Mampu menilai apakah

pemecahan

maslah yang telah dilakukan sudah benar

10, 6, 29, 31

Mampu meluruskan kembali apabila pemecahan

masalah yang telah dilakukan kurang sempurna

5, 28, 30, 1


(63)

55

D. Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Menurut Muhammad (2008), validitas yaitu merujuk kepada sejauh mana suatu uji dapat mengukur apa yang sebenarnya yang ingin diukur. Suatu instrumen pengukuran dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yag seharusnya diukur atau dapat memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan peneliti.

Tabel 2

Tabel Analisis uji coba

Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted

ITEM1 65.9600 73.958 .246 . .651

ITEM2 66.1800 78.273 -.052 . .671

ITEM3 66.3200 77.161 .014 . .668

ITEM4 65.9200 80.932 -.228 . .683

ITEM5 65.9000 75.398 .157 . .657

ITEM6 65.9600 74.529 .197 . .654

ITEM7 65.8000 77.347 .030 . .664

ITEM8 66.1200 79.414 -.128 . .678

ITEM9 66.0200 77.489 -.004 . .669

ITEM1

0 65.7600 74.553 .197 . .654

ITEM1

1 66.2000 76.776 .040 . .666

ITEM1

2 65.8200 74.804 .195 . .654

ITEM1

3 66.1800 76.151 .102 . .660

ITEM1


(1)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan problem solving antara siswa yang tinggal dipondok pesantren dengan siswa yang tinggal dirumah, hal ini ditunjukkan dengan taraf signifikasi keduanya berbeda yakni lebih tinggi siswa yang tingal dirumah daripada siswa yang tinggal dipondok pesantren.

B. Saran

Penelitian ini tak luput dari banyak kekurangan, maka perlu adanya saran guna memperbaiki bagi penelitian yang akan dilakukan selanjutnya, baik bagi peneliti sendiri maupun bagi smua pihak yang akan bergelut dalam penelitian ini.

1. Bagi lembaga sekolah yang dibawah naungan pondok pesantren sebaiknya terus tingkatkan serta adanya sebuah pelatian tentang

problem solving, karena kompleksnya masalah yang ada dipondok pesantren sehingga meminimalisir masalah yang dianggap sulit untuk mencari jalan keluar

2. Bagi peneliti selanjuanya, sebaiknya subyek penelitian selalu didampingi saat pengisian skala, agar peneliti tau kondisi subyek yang sebenarnya dan menjelaskan secara ringkas tapi mudah untuk dipahami ketika akan melakukan tes, sehingga akan meminimalisir


(2)

72

adanya jawaban dari subyek yang saling contoh hingga variasi jawaban tidak ada. Sebaiknya gunakan kata kalimat yang tidak terlalu panjang dan mudah dimengerti ketika pembuatan skala, agar siswa menjadi paham seingga tidak akan ada siswa yang bertanya arti dari pernyataan (skala) yang dibuat oleh peneliti, Dalam pemilihan sample penelitian, lebih baik jika jumlah sample disamakan bila ingin menguji perbedaan dua macam sample yang berbeda karakteristik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. (2006). Psikologi Remaja. PT. Bumi Aksara: Jakarta

Anderson, John R.. (2005). Cognitive Psychology and its Implications. 6th ed. 41 Madison Avenue: New York

Andersson, Ulf. (2007). The Contribution of Working Memory to Children’s Mathematical Word Problem Solving. Applied Cognitive Psychology, 21: 1201-1216 (2007)

Arikunto, Suharsini.(2006). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta: Bandung Azwar, Syaifuddin. (2003). Metode Penelitian. Pustaka Pelajar: Yogyakarta Azwar, Syaifuddin. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar:

Yogyakarta

Bungin, M. Burhan. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Kencana Prenada Media Group: Jakarta

Damayanti, Dhika Rizqi., Agung Nugroho Catur S., dan Sri Yamtinah. (2014).

Upaya Peningkatan Kreativitas dan Prestasi Belajar Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Disertai Hierarki Konsep Pada Materi Hidrolisis Garam Siswa Kelas XI Semester Genap SMA Negeri 1 Ngemplak Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 3 No. 4 Tahun 2014. ISSN 2337-9995

Davidoff, Linda L. (1988). Psikologi Suatu Pengantar. Erlangga: Jakarta Evans, James R. (1994). Berpikir Kreatif. Bumi Aksara: Jakarta

Florida, Richard., Charlotta Mellander., dan Karlen King. (2015). The Global Creativity Index2015. Martin Prosperity Institute: Toronto

Hawadi, Akbar. (2001). Psikologi Perkembangan Anak. PT. Grasindo: Jakarta

Hergenhan, B.R. dan Matthew H. Olson. (2008). Theories of Learning. Kencana Prenada Media Group: Jakarta

Hurlock, E.B. (1999). Child Development. Sixth Edition. Jakarta: Erlangga

Ismail, Sarimah dan Abreza Atan. (2014). Aplikasi Pendekatan Penyelesaian Masalah Dalam pengajaran Mata Pelajaran Teknikal dan Vokasional


(4)

74

di Fakulti Pendidikan UTM. Journal of Educational Psychology and Counseling, volume 2, Jun 2011, Pages 113-144/ISSN: 2231-735X

Kulsum, U. dan S.E. Nugroho. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Problem Solving Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Ilmiah Siswa Pada Mata Pelajaran Fisika . Unnes Physics Education Journal 3 (2) 2014

Kuo, Fan-Ray, Nian-Shing Chen, dan Gwo-Jen Hwang (2014). A Creative Thinking Approach To Enhancing The Web-Based Problem Solving Performance of University Students. Journal of Computers & Education 72 (2014) 220–230

Kwon, Hyuksoo, Eunsang Lee, dan Dongkuk Lee. (2016). Meta-analysis on The Effectiveness of Invention Education in South Korea: Creativity, Attitude, and Tendency for Problem Solving. Journal of Baltic Science Education, Vol. 15. No. 1, 2016. ISSN: 1648-3898

Landry, Susan H., Karen E. Smith, dan Paul R. Swank. (2006). Responsive Parenting: Establishing Early Foundations for Social, Communication, and Independent Problem-Solving Skills. Developmental Psychology 2006, Vol. 42, No. 4, 627–642

Ling, Jonathan dan Jonathan Catling. (2012). Psikologi Kognitif. Erlangga: Jakarta

Margono, S. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta Muhid, Abdul. (2012). Analisis Statistik. Zifatama: Sidoarjo

Muhid, Abdul, Nailatin Fauziyah, Soffy Balgies, dan Tatik Mukhoyyaroh. (2013). Psikologi Umum. IAIN SA Press: Surabaya

Munandar, S.C. Utami. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Munandar, Utami. (1999). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Rineka Cipta: Jakarta

Munandar, Utami. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Rineka Cipta: Jakarta

Ngilawajan, Darma Andreas. (2013). Proses Berpikir Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Turunan Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent. Pedagogia


(5)

75

Nuzliah. (2015). Kontribusi Motivasi Belajar, Kreativitas Terhadap Problem Solving (Pemecahan Masalah) Siswa dalam Belajar Serta Implikasi Terhadap Bimbingan dan Konseling di SMPN 29 Padang. Jurnal Edukasi Vol 1, Nomor 2, July 2015

Ormrod, Jeanne Ellis. (2008). Human Learning. Pearson Merrill Prentice Hall: Canada

Ozturk, Tugba dan Bulent Guven. (2016). Evaluating Students’ Beliefs in Problem Solving Process: A Case Study. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2016, 12(2), 411-429 Patnani, Miwa. (2013). Upaya Meningkatkan Problem Solving Pada Mahasiswa.

Jurnal Psikogenesis, Vol. 1, No. 2/ Juni 2013

Priambodo, Bagus., Anita Listiara, dan Tri Puji Astuti. (2013). Pengaruh Dari Problem Posing Method Terhadap Kreativitas Verbal Siswa Smp Kelas VII. Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.2 Oktober 2013

Putra, Paksi Caponti dan Niken Titi Pratitis. (2014). Hubungan Antara Keterbukaan Terhadap Pengalaman dan Efikassi Diri dengan Kreativitas. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia September 2014, Vol. 3 No. 03, hal. 95-204

Rakhmat, Jalaluddin.(2002). Psikologi Komunikasi. Remaja Karya: Bandung Rose, Collin & Malcolm J. Nichols. (2006). Accelerated Learning, Cara Belajar

Cepat Abad XXI. Penerbit Nuansa: Bandung

Santrock, John W. (2014). Psikologi Pendidikan. 5th.ed. Salemba Humanika : Jakarta Selatan

Setianingsih, Eko, Zahrotul Uyun, dan Susatyo Yuwono. (2006). Hubungan Antara Penyesuaian Sosial Dan Kemampuan Menyelesaikan Masalah Dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuen Pada Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Vol.3 No. 1, Juni 2006

Siregar, Syofian. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Kencana Prenamedia Group: Jakarta

Slavin, Robert E. (2011). Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. PT. Indeks: Jakarta

Solso, Robert L., Otto H. Maclin, dan M. Kimberly Maclin. (2007). Psikologi Kognitif. Erlangga: Jakarta


(6)

76

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta: Bandung

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta: Bandung

Suharnan. (2005). Psikologi Kognitif. Srikandi: Surabaya

Suryani. (2007). Psikologi Kognitif. Dakwah Digital Press: Surabaya Tabrani, Primadi. (2006). Kreativitas dan Humanitas. Jalasutra: Yogyakarta Winarso, Widodo. (2014). Problem Solving, Creativity, dan Decision Making

Dalam Pembelajaran Matematika. Eduma Vol. 3 No. 1 Juli 2014, ISSN 2086-3918

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur’an. (2008). Al Hikmah. Diponegoro: Bandung

Yuliana, Dian. (2015). Hubungan Antara Kreativitas dengan Kemampuan Pemecahan Masalah. Naskah Publikasi. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

Muharram, Tamyiz. 2014. http://alislamiyah.uii.ac.id/2014/05/25/kreatifitas-dalam-khazanah-hadits-nabi/, 25 Mei 2014, diakses pada tanggal 23 Juni 2016, Pukul 08:43 wib

http://indonesian.irib.ir/islam/al-quran/item/84148-tafsir-l-quran,-surat-an-nahl-ayat-53-57, Kamis, 21 Agustus 2014 05:17, diakses pada tanggal 23 Juni 2016, Pukul 05:32 wib

http://www.kompasiana.com/afifatulwidad/dalil-tentang-kreativitas_ 5529b60bf1 7e61a91bd623e9, 19 Desember 2013 Pukul 18:46:11, diakses pada tanggal 23 Juni 2016, Pukul 05:32 wib

http://www.nu.or.id/post/read/67044/menguji-ujian-nasional, Menguji Ujian Nasional Selasa, 05 April 2016 04:30 diakses pada tanggal 18 Mei 2016, Pukul 09:05 wib


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA

4 33 22

PERBEDAAN TINGKAT KECERDASAN EMOSI DITINJAU DARI LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL REMAJA (ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DAN REMAJA YANG TIDAK TINGGAL DI PONDOK PESANTREN)

0 7 2

PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL DITINJAU DARI TEMPAT TINGGAL (Studi pada Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren dan yang Tinggal bersama Orang Tua)

5 29 21

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI PADA SISWA YANG PERNAH TINGGAL DI ASRAMA DAN YANG BELUM PERNAH TINGGAL DI ASRAMA

0 4 10

Perbedaan Sikap Sosial Antara Siswa Yang Tinggal Di Pondok Pesantren dan Siswa Yang Tinggal Bersama Orang Tua Pada Siswa Kelas II MA Banat NU Kudus Pada Tahun Pelajaran 2004/2005.

0 0 1

PERBEDAAN TINGKAT KEMANDIRIAN SISWA MAN MOJOKERTO DITINJAU DARI LINGKUNGAN YANG TINGGAL DI ASRAMA SEKOLAH DENGAN YANG TINGGAL DI PESANTREN.

0 0 93

Perbedaan Tingkat Perkembangan Moral Antara Remaja yang Tinggal Bersama Orang Tua (Keluarga) dengan Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren - Ubaya Repository

0 0 1

PERBEDAAN HASIL BELAJAR AKIDAH AKHLAK ANTARA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL DI LUAR PONDOK PESANTREN PADA SISWA KELAS VIII MTs SWASTA NURUL ULUM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TA. 2017/2018 - Raden Intan Repository

0 0 15

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian - PERBEDAAN HASIL BELAJAR AKIDAH AKHLAK ANTARA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL DI LUAR PONDOK PESANTREN PADA SISWA KELAS VIII MTs SWASTA NURUL

0 0 9

PERBANDINGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN PADA BIDANG STUDI QUR’AN HADIST

0 0 30