PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT TUNGGAL PADA ANAK TUNARUNGU DI SD DEWI SARTIKA BANDUNG.

(1)

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE

STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT

TUNGGAL PADA ANAK TUNARUNGU DI SD DEWI

SARTIKA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus

Oleh

Julianus Joko Utomo

0906413

JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014


(2)

Penggunaan

M

odel

Cooperative

L

earning T

ipe

Student

T

eams

A

chievement

D

ivision (STAD) dalam M

eningkatkan

K

emampuan

M

embuat

K

alimat

T

unggal

P

ada

A

nak

T

unarungu di SD Dewi

Sartika Bandung

Oleh

JULIANUS JOKO UTOMO 0906413

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhisalah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© JULIANUS JOKO UTOMO 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruh atau sebagian,


(3)

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE

STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT TUNGGAL PADA ANAK TUNARUNGU DI SD DEWI SARTIKA

BANDUNG

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH,

Dosen Pembimbing I

Dr. Budi Susetyo, M.Pd NIP. 19580907 198703 1 001

Dosen Pembimbing II

Dr.Sima Mulyadi.M.Pd NIP. 19600214 198203 1 003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Drs. Sunaryo, M.Pd NIP. 19560722 1985031 1001


(4)

Julianus Joko Utomo, 2014

ABSTRAK

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS

ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM MENINGKATKAN

KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT TUNGGAL PADA ANAK

TUNARUNGU DI SD DEWI SARTIKA BANDUNG.

Tunarungu mengalami hambatan dalam pendengaran, maka hal tersebut akan berdampak pada perkembangan bahasanya khususnya pembentukan bahasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model cooperative learning tipe student teams achievement division (STAD) dalam meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain penelitian one -

group pre test – post test. Pengolahan data dilakukan dengan uji Wilxocon.

Sampel penelitian ini sebanyak 6 orang peserta didik tunarungu kelas V yang ada di SD Dewi Sartika Bandung. Hasil analisis data menggunakan uji Wilxocon, menunjukan bahwa model cooperative learning tipe student teams achievement

division (STAD) dapat meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal.

Sehingga model pembelajaran ini dapat dipergunakan guru sebagai model pembelajaran alternatif guna meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Penelitian ini baru meneliti pengaruh model pembelajaran yang diterapkan untuk mempengaruhi kemampuan membuat kalimat tunggal. Diharapkan penelitian selanjutnya tidak hanya meneliti pengaruh terhadap kemampuan membuat kalimat tunggal saja, akan tetapi dapat dikembangkan terhadap jenis kalimat lainnnya, atau diteruskan menjadi paragraf atau cerita yang utuh.

Kata Kunci : Cooperative Learning, Student Teams Achievement Division (STAD), Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal, Tunarungu.


(5)

Julianus Joko Utomo, 2014

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan Pernyataan Keaslian Skripsi Ucapan Terima Kasih Abstrak

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel ... iv

Daftar Gambar ... v

Daftar Grafik ... vi

Daftar Lampiran ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat / Signifikasi Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITAN ... 6

A. Definisi Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ... 6

B. Definisi Kalimat Tunggal ... 12

C. Konsep Ketunarunguan ... 14

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 19

E. Kerangka Pemikiran ... 20


(6)

Julianus Joko Utomo, 2014

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A. Lokasi dan Populasi ... 25

B. Metode Penelitian ... 26

C. Definisi Operasional ... 27

D. Instrumen Penelitian ... 28

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

F. Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 44

B. Pembahasan ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(7)

Julianus Joko Utomo, 2014

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1. Kisi – Kisi Instrumen untuk Mengukur Kemampuan Membuat Kalimat Pada Anak Tunatungu ... 29 3.2. Instrumen Penelitian ... 31 4.1. Skor Pre Test dan Post Test Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal . 49


(8)

Julianus Joko Utomo, 2014

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran ... 23 3.1. one-group pretest-posttest design ... 27


(9)

Julianus Joko Utomo, 2014

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1. Skor Pre Test Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal ... 44

4.2. Skor Post Test Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal ... 45

4.3. Peningkatan Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal ... 46


(10)

Julianus Joko Utomo, 2014

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Asesmen ... 56

Kisi – kisi Instrumen ... 135

Instrumen Sebelum di Judgement ... 139

Pengisian Instrumen ... 143

Instrumen Setelah di Judgement ... 162

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 181

Perhitungan Validitas ... 190

Perhitungan Reliabilitas ... 192

Perhitungan Pre Test dan Post Test ... 197

Dokumentasi ... 202

Surat – Surat Perizinan Penelitian ... 211


(11)

Julianus Joko Utomo, 2014

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pelaksanaan pendidikan inklusif banyak permasalahan yang ditemukan. Salah satu permasalahan tersebut ditemukan di SD Dewi Sartika pada siswa kelas V, dimana dalam satu kelas tersebut terdapat 18 siswa dan 6 diantaranya merupakan siswa tunarungu. Salah satu permasalahan yang dirasakan adalah keterlambatan pemahaman siswa tunarungu dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya materi yang berhubungan dengan pembuatan kalimat. Ketika siswa tunarungu membuat kalimat, kalimat yang mereka buat tidaklah tersusun dengan benar sesuai dengan tatanan atau aturan yang ada. Hal ini menjadikan prestasi belajar anak tunarungu khususnya dalam pelajaran bahasa Indonesia menjadi rendah. Keadaan tersebut membuat guru kelas khawatir karena seiring dengan berjalannya proses pembelajaran, materi pembelajaran akan semakin berat.

Untuk mengatasi masalah tersebut, dalam penelitian ini peneliti akan menerapkan suatu model pembelajaran untuk membantu meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu kelas V di SD Dewi Sartika. Model pembelajaran yang akan digunakan adalah model cooperative

learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD).

Menurut Slavin (2005:8) “pada intinya dalam model cooperative learning, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang berangotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru”.

Model cooperative learning, khususnya tipe Student Teams Achievement

Division (STAD) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa,

dimana siswa akan saling mambantu agar teman satu kelompoknya paham terhadap materi yang disampaikan. Karena diakhir pembelajaran akan diadakan sebuah kuis yang harus dikerjakan secara individual. Pada saat itulah pemahaman


(12)

2

Julianus Joko Utomo, 2014

dari setiap individu akan membantu menambah skor kelompok, sehingga jika skor kelompok tersebut tinggi maka kelompok tersebut bisa saja menjadi kelompok yang terbaik di kelas itu.

Pada kasus yang ditemukan SD Dewi Sartika. Siswa tunarungu mengalami kesulitan ketika diminta membuat kalimat. Hal ini merupakan dampak dari ketunarunguan. Tunarungu yang mengalami hambatan dalam menerima informasi dari indera pendengarannya, akan terhambat pula perkembangan bahasanya termasuk membentuk bahasa (membuat kalimat). Maka dari itu untuk meningkatkan kemampuan membuat kalimat khususnya kalimat tunggal pada anak tunarungu di SD Dewi Sartika akan digunakan suatu model pembelajaran yaitu model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division

(STAD). Dengan menggunakan model ini, ketika proses pembelajaran tentang

kalimat berlangsung anak tunarungu akan dimasukan ke dalam kelompok yang beranggotakan anak pada umumnya, sehingga anak tunarungu ketika proses pembelajaran berlangsung akan dibantu oleh anak pada umumnya yang tentu saja tidak memiliki hambatan dalam perkembangan bahasanya. Selain itu juga skor kelompok yang diperoleh dari hasil penggabungan skor masing-masing individu dari kelompok tersebut akan memotivasi anak tunarungu dalam belajar dan akan memotovasi anak pada umumnya untuk membantu anak tunarungu dalam belajar. hal tersebut terjadi dikarenakan bila skor salah satu dari anggota kelompok mereka tidak memuaskan, maka akan berpengaruh pada skor kelompok.

Menurut Somantri (2006:95) anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian seluruh alat pendengarannya, sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.”

Bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan berbahasa manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan berbahasa pula manusia dapat menungkapkan ide dan keinginannya. Sejalan dengan itu Leutke-Stahlman dan Lucker (Bunawan,2000:34) mengemukakan “bahasa sebagai suatu perpaduan atau pertemuan antara fungsi


(13)

3

Julianus Joko Utomo, 2014

Fungsi dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Isi dari bahasa adalah makna dalam suatu ungkapan, sedangkan bentuk bahasa meliputi tata bentukan (morfologi), tata kalimat (sintaksis), dan tata bunyi (fonologi). (Bunawan,2000:34)

Namun berbeda halnya dengan anak tunarungu. Karena mereka memiliki hambatan dalam pendengaran, maka berdampak pada perkembangan bahasanya yang terhambat juga. Menurut Somantri (2006:95)

perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mempu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual.

Dalam konteks pendidikan, anak tunarungu yang memiliki kebutuhan-kebutuhan yang khusus berhak juga mendapatkan pendidikan yang sama seperti anak pada umumnya dan sekarang ini hak anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunarungu untuk mendapatkan pendidikan telah diatur dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Masalah-masalah yang dapat diidentifikasi terhadap kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu kelas V di SD Dewi Sartika, adalah sebagai berikut:

1. Hambatan pendengaran yang dimiliki oleh anak tunarungu berdampak pula terhadap perkembangan bahasa dan bicaranya. Oleh sebab itu kemampuan membentuk bahasa dalam hal ini tata kalimat (sintaksis) anak tunarungu masih kurang.

2. Model ataupun metode pembelajaran yang dipergunakan oleh guru ketika proses belajar mengajar, pada umumnya sama ketika mengajar anak pada umumnya.


(14)

4

Julianus Joko Utomo, 2014

3. Materi pembelajaran,khususnya yang berkaitan dengan kalimat yang semakin sulit membuat siswa tunarungu semakin kesulitan mengikuti pelajaran.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Adakah pengaruh model

cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap

peningkatan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu?” C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi 2, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap peningkatan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu kelas V di SD Dewi Sartika Bandung.

Sedangkan tujuan khususnya yaitu :

1. Mengetahui kemampuan membuat kalimat tunggal anak tunarungu sebelum diberikan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD).

2. Mengetahui kemampuan membuat kalimat tunggal anak tunarungu setelah diberikan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD).

3. Mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan membuat kalimat tunggal anak tunarungu setelah diberikan pembelajaran dengan model

cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD).


(15)

5

Julianus Joko Utomo, 2014

D. Manfaat/ Signifikasi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan inovasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Dari pelaksanaan di lapangan, penelitian ini bermanfaat bagi pendidik karena dapat menjadi kegiatan alternatif yang bisa digunakan ketika menghadapi anak berkebutuhan khusus, dalam hal untuk meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal terutama bagi anak tunarungu. Sedangkan untuk lembaga penelitian ini dapat dijadikan suatu program yang bisa diterapkan di lembaga, agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik, karena akan terjadinya interaksi antara pendidik dengan peserta didik, dan juga interaksi antara peserta didik dengan peserta didik yang lainnya. Penelitian ini juga bermanfaat untuk peneliti selanjutnya karena dapat dijadikan acuan untuk meneliti hal yang baru dengan subjek yang berbeda.


(16)

Julianus Joko Utomo, 2014

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Populasi 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah SD Dewi Sartika yang berlokasi di Jalan Kautamaan Istri No. 12, Bandung. Peneliti memilih SD tersebut, karena di SD tersebut terdapat peserta didik tunarungu yang memang peneliti butuhkan sebagai subjek penelitian. Ketika peneliti malakukan observasi, ternyata peneliti menemukan sebuah masalah yaitu kesulitannya peserta didik tunarungu dalam membuat kalimat dengan struktur yang benar. Hal ini mungkin dapat kita temukan pada peserta didik tunarungu di sekolah lain baik di sekolah umum ataupun di Sekolah Luar Biasa (SLB), karena kesulitannya tunarungu dalam membuat kalimat dengan srtuktur yang benar merupakan dampak dari terhambatnya perkembangan bicara dan bahasa. Namun yang menarik di sekolah ini peserta didik tunarungu yang memiliki hambatan perkembangan bicara dan bahasa melakukan kegiatan belajar bersama peserta didik pada umumnya yang tidak memiliki hambatan berbicara dan bahasa, sehingga mereka dapat membuat kalimat dengan struktur yang benar. Peneliti memandang hal tersebut merupakan suatu kesempatan yang sangat bagus untuk tunarungu dalam meningkatkan kemampuan membuat kalimat dengan struktur yang benar dalam konteks ini adalah kalimat tunggal. Dari latar belakang tersebut peneliti memilih lokasi penelitian di SD Dewi Sartika, Bandung.

2. Populasi dan Sampel a. Populasi Penelitian

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiono, 2012:80). Populasi

pada penelitian ini adalah peserta didik tunarungu yang berada di SD Dewi Sartika Bandung.


(17)

26

Julianus Joko Utomo, 2014 b. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian atau wakil dari populasi yang dapat mengambarkan

keadaan populasi tersebut. Menurut Sugiono (2012:81) “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Untuk

mengambil sampel dari sebuah populasi diperlukan suatu teknik sampling. Penelitian ini menggunakan sampling purposive. “Sampling purposive adalah

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu” (Sugiono, 2012:85).

Sampel penelitian ini adalah peserta didik tunarungu kelas 5 SD Dewi Sartika Bandung yang berjumlah 6 orang. Sampel tersebut terdiri dari 5 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Pertimbangan yang dilakukan peneliti ketika memilih sampel adalah karakteristik peserta didik tunarungu yang mengalami hambatan dalam membuat kalimat tunggal dengan struktur yang benar. Kemampuan mambuat kalimat tunggal ini merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki melihat materi pembelajaran pada kelas V yang menuntut peserta didik untuk mengarang suatu cerita. Pertimbangan lainnya adalah kemampuan peserta didik tunarungu yang sudah dapat bekerja sama dalam suatu kelompok.

B. Metode Penelitian

Menurut Sugiono (2012:2) “metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmuah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.”

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif eksperimen, dimana eksperimen yang akan di lakukan dalam penelitian

ini adalah “penggunaan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dalam meningkatkan kemampuan membuat kalimat

tunggal pada anak tunarungu kelas V di SD Dewi Sartika Bandung”

Penelitian ini menggunakan desain one-group pretest-posttest design. Dengan desain yang berbentuk seperti ini maka peneliti akan memberikan pretest sebelum diberi perlakuan dan setelah itu barulah diberikan posttest. Menurut

Suryabrata (2003:101) mengemukakan bahwa “dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek. Pertama-tama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan


(18)

27

Julianus Joko Utomo, 2014

perlakuan dalam jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran untuk ke

dua kalinya.” Pernyataan tersebut diperkuat oleh pernyataan Sugiono (2012:74)

yang mengatakan “hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.”

Menurut Suryabrata (2003: 102) desain eksperimen ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1 one-group pretest-posttest design

Keterangan:

T1 = pretest, untuk mengukur kemampuan subjek sebelum diberikan perlakuan.

X = perlakuan yang diberikan kepada subjek.

T2 = Posttest, untuk mengukur prestasi setelah diberikan perlakuan kepada subjek.

T1 – T2 = Perbedaan yang nampak sebagai pengaruh yang ditimbulkan dari perlakuan (X).

C. Definisi Operasional

Menurut Sugiono (2012:38) “variabel penelitian pada dasarnya adalah

segala sesuatu yang berbentu apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya.”

Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu :

a. Variabel Independent (variabel bebas). Menurut Sugiono (2012:39)

“Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,

antecedent.” Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa variabel ini merupakan variabel yang memberikan pengaruh atau efek terhadap peristiwa lain. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel


(19)

28

Julianus Joko Utomo, 2014

independent adalah model cooperative learning tipe Student Teams

Achievement Division (STAD). Model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan

model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dan sukses dalam pembelajaran secara bersama-sama, karena dengan menggunakan model pembelajaran ini peserta didik diharuskan bekerja sama untuk maju dan sukses dalam pembelajaran untuk mencapai keberhasilan kelompoknya Model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams Achievement

Division (STAD) terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentasi

kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim

b. Variabel Dependent (variabel terikat). Menurut Sugiono (2012:39)

variabel ini ”sering disebut sebagai variabel output, kriteria,

konsekuen.” Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa variabel

ini adalah variabel yang ditimbulkan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah peningkatan kemampuan membuat kalimat tunggal anak tunarungu kelas V. Kalimat tunggal adalah salah satu jenis kalimat yang dilihat dari jumlah klausanya. Kalimat tunggal terdiri dari satu klausa yang terdiri sekurang – kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan dalam kalimat tunggal terdapat komponen yang lainnya seperti objek dan keterangan.

D. Instrumen Penelitian

Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen

penelitian. Menurut Sugiyono (2012:102), “instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”.

Instrumen penelitian merupakan bagian penting dalam penelitian karena berfungsi sebagai sarana untuk mengumpulkan data yang banyak menentukan keberhasilan


(20)

29

Julianus Joko Utomo, 2014

suatu penelitian, maka dalam penyusunannya berpedoman pada pendekatan yang digunakan agar data terkumpul dapat dijadikan dasar untuk menguji hipotesis.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah dalam bentuk tes kemampuan membuat kalimat tunggal. Menurut Surapranata (2004:19):

Tes adalah sehimpunan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, atau pertanyaan-pertanyaan yang harus dipilih, ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh orang yang dites (testee) dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek (perilaku/atribut) tertentu dari orang yang dites tersebut.

Adapun langkah-langkah dalam membuat instrumen penelitian adalah membuat kisi-kisi, penyusunan butir soal, sistem penilaian butir soal, dan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.

1. Membuat Kisi-Kisi Instrumen

Kisi-Kisi instrumen merupakan rancangan dari penyusunan butir-butir soal sesuai dengan variabel yang akan diukur. Penyusunan kisi-kisi instrumen ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang indikator yang diterapkan pada butir-butir soal tes kemampuan membuat kalimat tunggal. Adapun kisi-kisi instrumen penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Kisi-Kisi Instrumen untuk Mengukur Kemampuan Membuat Kalimat Pada Anak Tunarungu

Variabel Penelitian

Aspek yang

Dinilai Indikator Jenis Tes

model

cooperative learning

tipe Student

Teams

Kemampuan membuat kalimat

tunggal

Melengkapi kalimat tunggal yang tidak

lengkap

Tes Tertulis

Menyusun


(21)

30

Julianus Joko Utomo, 2014

Achievement Division

(STAD)

menjadi kalimat tungal dengan dengan pola subjek

– predikat - objek Menyusun

kata-kata yang acak menjadi kalimat

tungal dengan dengan pola subjek

– predikat – objek - keterangan

Tes Tertulis

Membuat kalimat tunggal dengan

pola subjek - predikat

Tes Tertulis

tunggal dengan pola subjek – predikat - objek

Tes Tertulis

tunggal dengan pola subjek – predikat – objek -

keterangan

Tes Tertulis

2. Penyusunan Butir Soal

Pembuatan butir soal mengacu kepada indikator yang telah dirumuskan seperti pada tabel di atas. Untuk mengukur tingkat validitas tes dilakukan

judgement atau digunakan teknik penilaian oleh para ahli. Dengan demikian soal

tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Berikut ini adalah butir soal yang dikembangkan dari kisi-kisi di atas.


(22)

31

Julianus Joko Utomo, 2014

Tabel 3.2

Instrumen Penelitian

Soal Kriteria

Penilaian Keterangan 1. Bacalah teks di bawah ini dan

lengkapi kalimat yang tidak lengkap!

Membantu Pekerjaan Ibu Aku adalah anak pertama ibu dan ayah. Adikku masih berumur enam bulan. Kami sekeluarga selalu sarapan bersama. _________ memasak sarapan. Aku menyiapkan _________ di meja makan. Setelah selesai sarapan aku menbantu ibu lagi. Aku membantu mencuci piring. Selain itu aku juga suka membantu pekerjaan rumah lainnya. Aku ________ bajuku. Setelah pulang sekolah aku tak lupa belajar. Aku mengerjakan PR di ________. Setelah belajar aku membantu pekerjaan ibu lagi. Aku sangat sayang pada ibu.

2.Bacalah teks di bawah ini dan lengkapi kalimat yang tidak lengkap!

Benar Salah Kriteria Penilaian B = 1 S = 0 Ketentuan: a. Nilai 1, jika

anak dapat melengkapi kalimat yang tidak lengkap dengan kata yang benar. b. Nilai 0, jika

anak belum dapat

melengkapi kalimat dengan kata yang benar.

Catatan:

Bila anak dapat menjawab semua dengan benar maka akan diberikan skor 4.


(23)

32

Julianus Joko Utomo, 2014

Minggu Bersih

Hari Minggu adalah hari libur. Keluarga Didi berkumpul di rumah. Mereka mengadakan kerja bakti. ______ membersihkan selokan depan rumah. Ibu memotong rumput di ______. Didi membuang _________. Tita _______ halaman rumah. Mereka peduli terhadap lingkungan.

Susunlah kata-kata di bawah ini menjadi kalimat yang benar! Contoh : membaca – ani – buku

Ani membaca buku

3. menulis – saya - surat

__________________________

4. rumput – kambing – makan __________________________

Benar Salah

Kriteria Penilaian B = 1 S = 0 Ketentuan: a. Nilai 1, jika

anak dapat menyusun kata-kata menjadi kalimat yang berpola subjek – predikat - objek.

b. Nilai 0, jika anak belum dapat


(24)

33

Julianus Joko Utomo, 2014

menyusun kata-kata menjadi kalimat yang berpola subjek – predikat - objek.

Susunlah kata-kata di bawah ini menjadi kalimat yang benar! Contoh : masak – ibu – di dapur - sayur

Ibu memasak sayur di dapur.

5. di toko buku – buku – membeli

saya

__________________________

6. di pasar – ibu – beli – sayur __________________________

Kriteria Penilaian B = 1 S = 0 Ketentuan: a. Nilai 1, jika

anak dapat menyusun kata-kata menjadi kalimat yang berpola subjek – predikat – objek - keterangan. b. Nilai 0, jika


(25)

34

Julianus Joko Utomo, 2014

dapat menyusun kata-kata menjadi kalimat yang berpola subjek – predikat – objek - keterangan.

Buatlah 2 kalimat tunggal dengan pola subjek – predikat!

Contoh : Adik menangis

7. __________________________

8. __________________________

2 1 0 a. Nilai 3, jika anak dapat membuat kalimat tunggal sesuai dengan instruksi dan struktur yang benar.

b. Nilai 2, jika anak dapat membuat kalimat tunggal dengan struktur yang benar akan Buatlah 2 kalimat tunggal dengan

pola subjek – predikat - objek! Contoh : Siti main boneka

9. __________________________

10. __________________________

Buatlah 2 kalimat tunggal dengan pola subjek – predikat – objek - keterangan!


(26)

35

Julianus Joko Utomo, 2014

Contoh : Andi mengerjakan PR di kamar.

11. __________________________

12. __________________________

tetapi tidak sesuai

instruksi atau masih tertukar dalam penempatan komponen kalimat. c. Nilai 1, jika

anak dapat membuat kalimat akan tetapi

strukturnya belum benar atau peserta didik

membuat kalimat yang tidak

bermakna. d. Nilai 0, jika

anak sama sekali tidak dapat

membuat kalimat.


(27)

36

Julianus Joko Utomo, 2014

3. Sistem Penilaian Butir Soal

Setelah butir soal dibuat maka langkah selanjutnya adalah membuat sistem penilaian dari soal-soal tersebut. Penilaian digunakan untuk mendapatkan skor kemampuan membuat kalimat tunggal. Kriteria penilaian untuk soal nomor 1 dan 2 adalah sebagai berikut:

a. Anak mendapatkan skor 1 apabila anak dapat melengkapi kalimat yang tidak lengkap dengan kata yang benar.

b. Anak mendapatkan skor 0 apabila anak belum dapat melengkapi kalimat dengan kata yang benar.

Kriteria penilaian untuk soal nomor 3-6 adalah sebagai berikut:

a. Anak mendapatkan skor 1 apabila anak dapat menyusun kata-kata menjadi kalimat dengan pola benar sesuai instruksi.

b. Anak mendapatkan skor 0 apabila anak belum dapat menyusun kata-kata menjadi kalimat dengan pola benar sesuai instruksi.

Kriteria penilaian untuk soal nomor 7-12 adalah sebagai berikut:

a. Anak mendapat skor 3 apabila anak dapat membuat kalimat tunggal sesuai dengan instruksi dan struktur yang benar.

b. Anak mendapat skor 2 apabila anak dapat membuat kalimat tunggal dengan struktur yang benar akan tetapi tidak sesuai instruksi atau masih tertukar dalam penempatan komponen kalimat.

c. Anak mendapat skor 1 apabila anak dapat membuat kalimat akan tetapi strukturnya belum benar atau peserta didik membuat kalimat yang tidak bermakna.

d. Anak mendapat skor 0 apabila anak sama sekali tidak dapat membuat kalimat.


(28)

37

Julianus Joko Utomo, 2014

4. Membuat Rencana Pembelajaran

Proses belajar mengajar yang baik haruslah dilaksanakan secara terencana, dalam hal ini dapat dirumuskan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP ini dibuat berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan kelas V SD.

E.Teknik Pengumpulan Data 1. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dapat diartikan sebagai langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini. Adapun langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi Pendahuluan

Mengadakan studi lapangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan sebenarnya dan mencari informasi yang berkaitan dengan subjek yang akan diteliti. Setelah diketahui dan didapatkan informasi mengenai permasalahan yang terjadi di lapangan, permasalahan tersebut kemudian dituliskan dalam sebuah proposal penelitian. Proposal penelitian tersebut kemudian dipersentasikan dalam sebuah seminar proposal. Setelah diseminarkan, proposal tersebut direvisi untuk diajukan menjadi sebuah revisi.

b. Pengurusan Surat Izin Penelitian

1) Pengurusan surat izin dimulasi dari pembuatan surat keputusan pembimbing dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dan pengajuan proposal penelitian kepada Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) untuk mendapatkan surat permohonan izin mengadakan penelitian kepada Rektor Universitas Pendidikan Indonesia. 2) Surat pengantar dari Direktorat Akademik UPI mengenai permohonan izin

penelitian disampaikan kepada Badan Kesatuan Bangsa Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung yang kemudian dilanjutkan ke Dinas Pendidikan Kota Bandung.


(29)

38

Julianus Joko Utomo, 2014

3) Surat izin mengadakan penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Bandung, diajukan kepada SD Dewi Sartika.

c. Pembuatan Instrumen Penelitian

d. Melakukan Pengujuan Instrumen Penelitian

2. Pengujian Validitas

Salah satu syarat suatu alat ukur atau instrumen dapat dikatakan baik

adalah alat ukur tersebut haruslah valid. “Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur” (Sugiono, 2012:121).

Hal senada pun dikemukakan Surapranata (2004:50) yang mengemukakan bahwa

“validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauhmana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur.” Oleh sebab itu untuk mengukur tingkat validitas tes, peneliti peneliti menggunakan validitas isi(content validity). Validitas isi ini dilakukan agar tes atau instrumen yang telah dibuat sesuai dengan tujuan pembelajaran, sehingga dapat mencapai aspek-aspek yang terkandung dalam pembelajaran. Adapun proses validitas yang dilakukan adalah dengan cara penilaian oleh para ahli (judgement). Judgement tersebut dilakukan oleh dua orang dosen pendidikan khusus spesialisasi tunarungu dan satu orang pengajar di SD Dewi Sartika. Instrumen dinyatakan valid apabila seluruh penilai ahli menyatakan cocok kepada instrumen yang telah dibuat, namun instrumen tersebut tidak digunakan apabila ada salah seorang ahli yang menyatakan tidak cocok.

Data yang diperoleh dari hasil judgement kemudian diukur persentasenya dengan menggunakan rumus di bawah ini:

P =


(30)

39

Julianus Joko Utomo, 2014

Keterangan : F : Jumlah cocok N : Jumlah penilai ahli P : Persentase

Berdasarkan hasil judgement dapat disimpulkan bahwa instrumen kemampuan membuat kalimat pada anak tunarungu, semuanya cocok digunakan untuk mengukur kemampuan membuat kalimat tunggal. Hal ini ditunjukan dengan tingkat validitasnya yang mencapai 100%.

3. Pengujuan Reliabilitas

Selain valid alat ukur yang baik haruslah reliabel. “Instrumen yang

reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur

objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama” (Sugiono, 2012:121). Uji

reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Koefisien Alpha. Penggunaan koefisien alpha dalam uji reliabilitas instrumen ini dikarenakan kriteria penilaian dalam butir instrumen ada yang bersifat objektif (benar atau salah) dan ada juga yang bersifat gradualisasi (penilaian dengan rentang skor). Menurut Arikunto (2005:122):

Barangkali butir soal nomor 1 penilaian terendah o tertinggi 8, tetapi butir soal nomor 2 nilai tertinggi hanya 5, dan butir soal nomor 3 sampai 10, dan sebagainya. Untuk keperluan mencari reliabilitas soal keseluruhan perlu juga dilakukan analisis butir soal seperti halnya soal bentuk objektif. Skor untuk masing-masing dicantumkan pada kolom item menurut apa adanya. Rumus yang diginakan adalah rumus Alpha ...

Proses uji reliabilitas dilakukan dengan cara mengujikan instrumen kemampuan membuat kalimat tunggal pada responden, kemudian hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut dianalisis dan dicari varians dari tiap-tiap soal dengan menggunakan rumus berikut ini:

�2= ∑�2− ∑

� 2

� �


(31)

40

Julianus Joko Utomo, 2014 Keterangan:

2 = varian yang dicari

∑ 2 = jumlah kuadrat dari suatu item

(∑ 2 = jumlah skor dari setiap item

N = jumlah responden

Setelah varians dari setiap soal didapatkan, untuk menghitung besarnya reliabilitas digunakan rumus Koefisien Alpha seperti di bawah ini:

Keterangan:

= reliabilitas yang dicari

∑ 2 = jumlah varians skor tiaptiap item 2 = Varians total

n = jumlah item soal

Dari hasil perhitungan dengan rumus Koefisien Alpha tersebut, nilai yang diperoleh dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kriteria. Menurut Arikunto (2012:89) mengatakan:

Kriteria reliabilitas antara 0,00 s.d 0,40 mengandung arti reliabilitas rendah.

Kriteria reliabilitas antara 0,41 s.d 0,60 mengandung arti reliabilitas cukup. Kriteria reliabilitas antara 0,61 s.d 0,80 mengandung arti reliabilitas tinggi. Kriteria reliabilitas antara 0,81 s.d 1,00 mengandung arti reliabilitas sangat tinggi.

=

− 1

1 −

2


(32)

41

Julianus Joko Utomo, 2014

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan reliabilitas dengan rumus Koefisien Alpha diketahui bahwa reliabilitas dari instrumen kemampuan membuat tunggal adalah 0,69. Maka instrumen tersebut dapat dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi, sehingga instrumen tersebut dapat dipergunakan untuk kepentingan penelitian.

4. Pelaksanaan Penelitian a. Pelaksanaan Pre Tes

Pre tes dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam membuat kaliamt tunggal.

b. Perencanaan pembelajaran meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal dengan model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams

Achievement Division (STAD).

c. Implementasi model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams

Achievement Division (STAD).

Prosedur-prosedur model pembelajaran cooperative learning tipe Student

Teams Achievement Division (STAD) adalah sebagai berikut:

1) Presentasi kelas.

a) Memberikan pengenalan dan pengarahan tentang pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe Student

Teams Achievement Division (STAD).

b) Memberikan penjelasan yang mengarah kepada melengkapi kalimat tunggal yang tidak lengkap, menyusun kata menjadi kalimat tunggal dengan pola yang benar, dan membuat kalimat tunggal

2) Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.

Dalam kelompok siswa membahas permasalahan, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan anggota kelompoknya.

3) Kuis.

Setelah bekerja dengan kelompoknya siswa diberikan kuis yang harus dikerjakan secara individual.


(33)

42

Julianus Joko Utomo, 2014

Peneliti mencatat skor kemajuan siswa dari hari ke hari. 5) Rekognisi tim.

Memberikan penghargaan kepada tim.

d. Pelaksanaan Post Test

Pelaksanaan post test dilakukan setelah treatment dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari treatment yang telah dilaksanakan.

e. Mengumpulkan dan mengolah data hasil penelitian.

F. Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif pengolahan data merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan uji Wilxocon Menurut Sugiono (2012:147);

Dalam penelitian ini, data yang sudah diperoleh atau terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan statistic non-parametrik, dengan uji Wilxocon dikarenakan dalam penelitian ini akan menguji dua buah perbedaan data yang berpasangan.

Hal ini diperkuat oleh Susetyo (2010:228) yang mengatakan bahwa “uji

Wilxocon merupakan metode statistika yang dipergunakan untuk menguji perbedaan dua buah data yang berpasangan, maka jumlah sampel datanya selalu

sama banyaknya.”

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data dengan uji Wilxocon menurut Susetyo (2010:228) adalah sebagai berikut:

a. Memberi harga mutlak pada setiap selisih pasangan data (X-Y). Harga mutlak diberikan dari yang terkecil hingga yang terbesar atau sebaliknya. Harga mutlak terkecil diberi nomor urut atau rangking 1, kemudian selisih yang berikutnya diberikan nomor urut atau rangking 2 dan seterusnya.

b. Setiap selisih pasangan (X-Y) diberikan tanda positif dan negatif. c. Hitunglah jumlah rangking yang bertanda positif dan negatif.

d. Selisih tanda rangking yang terkecil atau sesuai dengan arah hipotesis, diambil sebagai harga mutlak dan diberi huruf J. Harga mutlak yeng terkecil atau J dijadikan dasar untuk pengujian hipotesis dengan melakukan perbandingan dengan tabel yang dibuat khusus untuk uji Wilxocon.


(34)

43

Julianus Joko Utomo, 2014

Pengujian hipotesis mempergunakan taraf signifikasi (nyata) = 0,05 atau = 0,01. Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan harga mutlak J yang dipilih dengan harga J pada taraf nyata tertentu, maka diterima atau ditolak.


(35)

Julianus Joko Utomo, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari analisis data yang telah peneliti lakukan dengan menggunakan rumus Wilxocon, mengenai pengaruh model cooperative

learning tipe student teams achievement division (STAD) dalam meningkatkan

kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu, diperoleh hasil bahwa cooperative learning tipe student teams achievement division (STAD) dapat meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu.

B. Saran

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, model cooperative learning tipe

student teams achievement division (STAD) dapat meningkatkan kemampuan

membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu, dari penelitian tersebut maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi, diantaranya:

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat berguna bagi guru sebagai alternatif model pembelajaran, sehingga dapat menjadi solusi yang akan digunakan untuk mengoptimalkan kemampuan anak berkebutuhan khusus, khususnya tunarungu yang mengalami permasalahan dalam membuat kalimat tunggal. Peneliti juga menyarankan kapada guru untuk mencoba menerapkan model cooperative

learning tipe student teams achievement division (STAD) pada saat kegiatan

pembelajaran, karena dengan menerapkan model ini tunarungu akan semakin senang belajar karena dalam model pembelajaran ini akan memunculkan sikap bersaing secara sehat.


(36)

53

Julianus Joko Utomo, 2014 2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini baru meneliti pengaruh model pembelajaran yang diterapkan untuk mempengaruhi kemampuan membuat kalimat tunggal. Diharapkan penelitian selanjutnya tidak hanya meneliti pengaruh terhadap kemampuan membuat kalimat tunggal saja, akan tetapi dapat dikembangkan terhadap jenis kalimat lainnnya, atau diteruskan menjadi paragraf atau cerita yang utuh.


(37)

Julianus Joko Utomo, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H. et al. (1998). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Arikunto, S. (2005). Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Bunawan, L dan Yuwati, C. S. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama

Engkoswara dan Komariah, A. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfaabeta

Keraf, G. (1984). Tatabahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah

Kosasih. (2011). Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: CV. Yrama Widya

Lie, A. (2002). Mempraktekan Cooperative Learning di ruang – ruang kelas.

Jakarta: PT. Gramedia

Putrayasa, I. B. (2008). Analisis Kalimat. Bandung: Rafika Aditama

Putrayasa, I. B.(2009). Jenis Kalimat Dalam Bahasa Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama

Sadjaah, E. (2003). Layanan dan Latihan Artikulasi Anak Tunarungu. Bandung: San Grafika

Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek . Bandung: Nusa Media

Solihatin, E dan Raharjo. (2009). Cooperative Learning Analisis Model

Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara

Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Rafika Aditama

Sugiono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Surapranata, S. (2004). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: Remaja Rosdakarya


(38)

55

Julianus Joko Utomo, 2014

Surapranata, S. (2004). Panduan Penulisan Tes Tertulis. Bandung: Remaja Rosdakarya

Suryabrata, Sumadi. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Susetyo, B. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT. Refika Aditama

Taniredja, T. et al. (2012). Model – Model Pembelajaran Inovatif. Bandung:


(1)

42

Julianus Joko Utomo, 2014

Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement D ivision (Stad) D alam Meningkatkan Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal Pada Anak Tunarungu D i Sd D ewi Sartika Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Peneliti mencatat skor kemajuan siswa dari hari ke hari. 5) Rekognisi tim.

Memberikan penghargaan kepada tim.

d. Pelaksanaan Post Test

Pelaksanaan post test dilakukan setelah treatment dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari treatment yang telah dilaksanakan.

e. Mengumpulkan dan mengolah data hasil penelitian.

F. Analisis Data

Dalam penelitian kuantitatif pengolahan data merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan uji Wilxocon Menurut Sugiono (2012:147);

Dalam penelitian ini, data yang sudah diperoleh atau terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan statistic non-parametrik, dengan uji Wilxocon dikarenakan dalam penelitian ini akan menguji dua buah perbedaan data yang berpasangan.

Hal ini diperkuat oleh Susetyo (2010:228) yang mengatakan bahwa “uji Wilxocon merupakan metode statistika yang dipergunakan untuk menguji perbedaan dua buah data yang berpasangan, maka jumlah sampel datanya selalu sama banyaknya.”

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data dengan uji Wilxocon menurut Susetyo (2010:228) adalah sebagai berikut:

a. Memberi harga mutlak pada setiap selisih pasangan data (X-Y). Harga mutlak diberikan dari yang terkecil hingga yang terbesar atau sebaliknya. Harga mutlak terkecil diberi nomor urut atau rangking 1, kemudian selisih yang berikutnya diberikan nomor urut atau rangking 2 dan seterusnya.

b. Setiap selisih pasangan (X-Y) diberikan tanda positif dan negatif. c. Hitunglah jumlah rangking yang bertanda positif dan negatif.

d. Selisih tanda rangking yang terkecil atau sesuai dengan arah hipotesis, diambil sebagai harga mutlak dan diberi huruf J. Harga mutlak yeng terkecil atau J dijadikan dasar untuk pengujian hipotesis dengan melakukan perbandingan dengan tabel yang dibuat khusus untuk uji Wilxocon.


(2)

43

Julianus Joko Utomo, 2014

Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement D ivision (Stad) D alam Meningkatkan Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal Pada Anak Tunarungu D i Sd D ewi Sartika Bandung

Pengujian hipotesis mempergunakan taraf signifikasi (nyata) = 0,05 atau = 0,01. Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan harga mutlak J yang dipilih dengan harga J pada taraf nyata tertentu, maka diterima atau ditolak.


(3)

Julianus Joko Utomo, 2014

Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement D ivision (Stad) D alam Meningkatkan Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal Pada Anak Tunarungu D i Sd D ewi Sartika Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari analisis data yang telah peneliti lakukan dengan menggunakan rumus Wilxocon, mengenai pengaruh model cooperative learning tipe student teams achievement division (STAD) dalam meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu, diperoleh hasil bahwa cooperative learning tipe student teams achievement division (STAD) dapat meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu.

B. Saran

Berdasarkan analisis data yang diperoleh, model cooperative learning tipe student teams achievement division (STAD) dapat meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu, dari penelitian tersebut maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi, diantaranya:

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat berguna bagi guru sebagai alternatif model pembelajaran, sehingga dapat menjadi solusi yang akan digunakan untuk mengoptimalkan kemampuan anak berkebutuhan khusus, khususnya tunarungu yang mengalami permasalahan dalam membuat kalimat tunggal. Peneliti juga menyarankan kapada guru untuk mencoba menerapkan model cooperative learning tipe student teams achievement division (STAD) pada saat kegiatan pembelajaran, karena dengan menerapkan model ini tunarungu akan semakin senang belajar karena dalam model pembelajaran ini akan memunculkan sikap bersaing secara sehat.


(4)

53

Julianus Joko Utomo, 2014

Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement D ivision (Stad) D alam Meningkatkan Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal Pada Anak Tunarungu D i Sd D ewi Sartika Bandung

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini baru meneliti pengaruh model pembelajaran yang diterapkan untuk mempengaruhi kemampuan membuat kalimat tunggal. Diharapkan penelitian selanjutnya tidak hanya meneliti pengaruh terhadap kemampuan membuat kalimat tunggal saja, akan tetapi dapat dikembangkan terhadap jenis kalimat lainnnya, atau diteruskan menjadi paragraf atau cerita yang utuh.


(5)

Julianus Joko Utomo, 2014

Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement D ivision (Stad) D alam Meningkatkan Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal Pada Anak Tunarungu D i Sd D ewi Sartika Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H. et al. (1998). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Arikunto, S. (2005). Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Bunawan, L dan Yuwati, C. S. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu.

Jakarta: Yayasan Santi Rama

Engkoswara dan Komariah, A. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfaabeta

Keraf, G. (1984). Tatabahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah

Kosasih. (2011). Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: CV. Yrama Widya Lie, A. (2002). Mempraktekan Cooperative Learning di ruang – ruang kelas.

Jakarta: PT. Gramedia

Putrayasa, I. B. (2008). Analisis Kalimat. Bandung: Rafika Aditama

Putrayasa, I. B.(2009). Jenis Kalimat Dalam Bahasa Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama

Sadjaah, E. (2003). Layanan dan Latihan Artikulasi Anak Tunarungu. Bandung: San Grafika

Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek . Bandung: Nusa Media

Solihatin, E dan Raharjo. (2009). Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara

Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Rafika Aditama

Sugiono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Surapranata, S. (2004). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: Remaja Rosdakarya


(6)

55

Julianus Joko Utomo, 2014

Penggunaan Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement D ivision (Stad) D alam Meningkatkan Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal Pada Anak Tunarungu D i Sd D ewi Sartika Bandung

Surapranata, S. (2004). Panduan Penulisan Tes Tertulis. Bandung: Remaja Rosdakarya

Suryabrata, Sumadi. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Susetyo, B. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT. Refika Aditama

Taniredja, T. et al. (2012). Model – Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta


Dokumen yang terkait

The Effectiveness Of Using Student Teams-Achievement Divisions (STAD) Techniques in Teaching Reading

1 16 116

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Komparasi hasil belajar metode teams games tournament (TGT) dengan Student Teams Achievement Division (STAD) pada sub konsep perpindahan kalor

0 6 174

The effectiveness of using student teams achievement division (stad) technique in teaching direct and indirect speech of statement (A quasi experimental study at the eleventh grade of Jam'iyyah Islamiyyah Islamic Senior high scholl Cege)

3 5 90

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

Applying Student Teams Achievement Division (STAD) Technique to Improve Students’ Reading Comprehension in Discussion Text. (A Classroom Action Research in the Third Grade of SMA Fatahillah Jakarta)

5 42 142

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

PENGGUNAAN MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KALIMAT SEDERHANA BAHASA PERANCIS.

1 2 38

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA

0 0 10