PENGARUH JENIS POHON TERHADAP POPULASI MAKROFAUNA EPIGEIK DAN ENDOGEIK SERTA POROSITAS TANAH DI SUB DAS SAMIN, DAS BENGAWAN SOLO HULU

(1)

commit to user

PENGARUH JENIS POHON TERHADAP

POPULASI MAKROFAUNA EPIGEIK DAN ENDOGEIK SERTA POROSITAS TANAH DI SUB DAS SAMIN,

DAS BENGAWAN SOLO HULU

Oleh :

SISTHA FITRI PRAMUDITA H 0205011

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

PENGARUH JENIS POHON TERHADAP

POPULASI MAKROFAUNA EPIGEIK DAN ENDOGEIK SERTA POROSITAS TANAH DI SUB DAS SAMIN,

DAS BENGAWAN SOLO HULU

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Jurusan / Program Studi Ilmu Tanah

Oleh :

SISTHA FITRI PRAMUDITA H 0205011

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(3)

commit to user

iii

PENGARUH JENIS POHON TERHADAP

POPULASI MAKROFAUNA EPIGEIK DAN ENDOGEIK SERTA POROSITAS TANAH DI SUB DAS SAMIN,

DAS BENGAWAN SOLO HULU

Yang dipersiapkan dan disusun oleh SISTHA FITRI PRAMUDITA

H0205011

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal :

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Surakarta, April 2011

Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS. NIP. 19551217198203-1-003 Ketua

Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, MP NIP. 19631123198703-2-002

Anggota I

Ir. Sumani, M.Si NIP. 19630704198803-2-001

Anggota II

Ir. Sumarno, MS NIP. 19540518198505-1-002


(4)

commit to user

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat terlaksana atas dari bantuan berbagi pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Pertanian UNS Prof. Dr. Ir. Suntoro Wongso Atmojo, MS., 2. Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, MP., selaku Pembimbing Utama, atas segala

bimbingan dan ilmu yang ditularkan kepada penulis. Kesabaran yang luar biasa, ketegasan, kritik dan saran, serta kedekatan dengan Tuhan YME merupakan pelajaran yang penulis dapatkan dari seorang Bu Dewi. “Terimakasih atas sabarnya, Bu..”,

3. Ir. Sumani, M.Si., selaku Pembimbing Pendamping I. Terimakasih atas segala keikhlasan, kritik dan saran, ilmu, bimbingan, serta kesabaran sehingga menjadikan motivasi yang luar biasa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

4. Ir. Sumarno, MS., selaku Pembimbing Pendamping II. Terima kasih atas keikhlasan, ilmu, bimbingan, saran dan masukan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. “Pak Marno, terimakasih, akhirnya nilai MSDM saya keluar”,

5. Ir. MMA. Retno Rosariastuti, M.Si., selaku Pembimbing Akademik. Terimakasih atas segala ilmu, bimbingan, dan nasehat,

6. Bapak dan Ibu (“Sistha persembahkan skripsi ini untuk Bapak dan Ibu, buah dari doa, kesabaran dan gregetannya Bapak dan Ibu”.), Adik-adikku (Westi, Nurul, Farid), keluarga besar Simbah Sastromihardjo dan Simbah Wiryohartono (Terimakasih atas segala motivasinya). Mas’Q’ (Tulus Cahyo Nugroho ).. (“Makasih Mas, atas supportnya”)

7. Tim “LAWU” : Ari, Joko M “Louhan” dan Lady, terima kasih untuk kerjasamanya yang luar biasa selama ini, perjuangan kalian dan kita semoga menjadi berkah.. Amin,


(5)

commit to user

v

8. Keluarga besar MIT’05 (special to SEMUA tanpa terkecuali), terimakasih atas kekompakan, kekeluargaan, kasih sayang, dan perhatian, yang diberikan selama ini. Tetap jadi teman, saudara, dan keluarga hingga akhir hayat memisahkan kita, kalian LUAR BIASA!!,

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas bantuan dan dorongan serta pengorbanan yang tidak ringan dari awal hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi tidak lepas dari kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.

Surakarta, 2011

Penulis


(6)

commit to user

vi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PENGESAHAN ………. ii

KATA PENGANTAR ………. iii

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ………... ix

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

ABSTRAK ………... xi

ABSTRACT ………,,….. xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Perumusan Masalah ……….. 3

C. Tujuan Penelitian ……….…... 3

D. Manfaat Penelitian ……… 4

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka………... 5

1. Permasalahan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Samin, DAS Bengawan Solo Hulu... 5

2. Peran Pohon Terhadap Porositas ... 6

a) Peranan Pohon Secara Langsung Terhadap Porositas... 6

b) Peran Pohon Secara Tidak Langsung Terhadap Porositas Melalui Aktivitas Makrofauna ... 7

3. Peran Pohon Terhadap Porositas ... 8

B. Kerangka Berfikir ... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

B. Data yang Diperlukan ... 11

C. Bahan dan Alat Penelitian ... 12


(7)

commit to user

vii

D. Desain Penelitian dan Teknik Pengambilan Contoh ... 12

E. Tata Laksana Penelitian ... 13

F. Variabel Pengamatan ... 24

G. Analisis Data ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 25

1. Letak Astronomis ... 25

2. Karakteristik Tanah di Lokasi Penelitian ... 27

B. Karakteristik Jenis Pohon ... 29

C. Iklim Mikro .. ... 33

D. Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Makrofauna ... ... 36

1. Makrofauna Permukaan Tanah (Epigeik) ... ... 36

a) Frekuensi Relatif (FR), Kepadatan Relatif (KR), Indeks Nilai Penting (INP), dan Dominansi …...….... 36

b) Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Kepadatan Populasi dan Biomasa Makrofauna Epigeik ………... 41

2. Makrofauna Dalam Tanah (Endogeik) …………...… ... 43

a) Frekuensi Relatif (FR), Kepadatan Relatif (KR), Indeks Nilai Penting (INP), dan Dominansi ……… 43

b) Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Kepadatan Populasi dan Biomasa Makrofauna Endogeik ………... ... 50

E. Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Porositas Tanah ……... ... 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………... ... 56

B. Saran ………..… 57 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Data Primer ...………...……….………... 11 Tabel 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berdasarkan Wilayah Administrasi,

Letak Astronomi, dan Ketinggian Tempat ... 26 Tabel 4.2.a Data Rata-Rata pH H2O, Pasir, Debu, Lempung, dan

Kelas Tekstur di Bawah Tegakan Pohon... 27 Tabel 4.2.b Data Rata-Rata Berat Volume, Berat Jenis,

Permeabilitas, Kemantapan Agregat, Bahan Organik, dan C/N Rasio Tanah di Bawah Tegakan Pohon... 27 Tabel 4.3.a Rata-Rata Diameter Batang, Tinggi Tajuk, Lebar Tajuk,

Jumlah Cabang pada Berbagai Jenis Pohon ... 30 Tabel 4.3.b Rata-Rata Diameter Akar Horisontal, Diameter

Akar Vertikal, Produksi Seresah, dan Ketebalan Seresah

pada Berbagai Jenis Pohon ... 30 Tabel 4.4 Rata-Rata Suhu Udara, Suhu Tanah, dan Kelengasan Tanah

di Bawah Tegakan Pohon ... 33 Tabel 4.5.a Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner, Frekuensi

Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Epigeik di Bawah

Tegakan Pohon ... 37 Tabel 4.5.b Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner, Frekuensi

Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Epigeik di Bawah

Tegakan Pohon ... 38 Tabel 4.5.c Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner,

Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Epigeik di Bawah

Tegakan Pohon ... 39 Tabel 4.6.a Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner,

Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Endogeik di Bawah

Tegakan Pohon ... 44


(9)

commit to user

ix

Tabel 4.6.b Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner,

Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Endogeik di Bawah

Tegakan Pohon ... 45 Tabel 4.6.c Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner,

Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Endogeik di Bawah

Tegakan Pohon ... 46 Tabel 4.7 Fungsi Makrofauna Tanah Terhadap Ekosistem ... 53


(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Ilustrasi cara pengukuran lebar tajuk ... 15

Gambar 3.2 Ilustrasi cara pengukuran tajuk ... 16

Gambar 3.3 Diagram skematik sebaran akar proksimal ... 19

Gambar 4.1. Pola Hubungan Antara Suhu Udara dengan Suhu Tanah ... 35

Gambar 4.2 Pola Hubungan Antara Suhu Tanah dengan Kelengasan Tanah .. 35

Gambar 4.7 Porositas di Bawah Tegakan Berbagai Jenis Pohon ... 54


(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil Analisis One-way ANOVA, Korelasi, Regresi,

dan Stepwise Regression ... 63 Lampiran 2. Rata-rata Nilai C-organik Tanah, N-total Tanah,

dan Nisbah C/N Tanah ... 73 Lampiran 3. Rata-rata Nilai C-organik Seresah, N-total Seresah,

dan Nisbah C/N Seresah ... 74 Lampiran 4. Rata-rata Kepadatan Populasi (K) dan Biomasa (B)

Ordo Makrofauna Epigeik di Bawah Tegakan Berbagai

Jenis Pohon ... 75 Lampiran 5. Rata-rata Kepadatan Populasi (K) dan Biomasa (B)

Ordo Makrofauna Epigeik... 76 Lampiran 6. Rata-rata Kepadatan Populasi (K) dan Biomasa (B)

Ordo Makrofauna Endogeik di Bawah Tegakan Berbagai

Jenis Pohon ... 77 Lampiran 7. Rata-rata Kepadatan Populasi (K) dan Biomasa (B)

Ordo Makrofauna Endogeik ... 78 Lampiran 8. Foto-foto Penelitian ... 79


(12)

commit to user

xii ABSTRAK

PENGARUH JENIS POHON TERHADAP POPULASI MAKROFAUNA EPIGEIK DAN ENDOGEIK SERTA POROSITAS TANAH

DI SUB DAS SAMIN, DAS BENGAWAN SOLO HULU

Sistha Fitri Pramudita*)

Sub DAS Samin, di wilayah DAS Bengawan Solo Hulu telah mengalami degragasi fungsi hidrologi dengan ditandai sering terjadinya erosi dan longsor di daerah tersebut, maka perlu adanya pengelolaan DAS dengan menggunakan teknik konservasi secara vegetatif. Pohon memiliki pengaruh secara langsung terhadap porositas melalui aktivitas akar. Pohon melalui karakter tajuk, produksi seresah, dan ketebalan seresah mampu menciptakan iklim mikro yang sesuai untuk tempat hidup makrofauna. Pergerakan makrofauna di dalam tanah ataupun aktivitasnya dalam membuat sarang dan mencari makanan secara tidak langsung dapat memperbaiki struktur tanah dan mampu menciptakan ruang pori di dalam tanah.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa jenis pohon dan karakternya terhadap makrofauna epigeik dan endogeik serta porositas tanah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yang bersifat kuantitatif dengan pendekatan survei di lapangan dan didukung hasil analisis laboratorium. Penelitian dimulai pada bulan Maret 2009 sampai Januari 2010.

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah jenis pohon memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap ketebalan dan kualitas seresah, suhu udara, suhu tanah, dan kelengasan tanah, namun memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap produksi seresah. Jenis pohon memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap biomasa, kepadatan populasi, dan jenis (ordo) makrofauna epigeik, dengan rata-rata 0,026 g/tangkapan, 0,203 ekor/tangkapan, dan 4 ordo. Makrofauna epigeik yang mendominasi ke-9 jenis pohon adalah Ordo Semut (Hymenoptera). Jenis pohon memiliki pengaruh terhadap jenis (ordo) dan biomasa makrofauna endogeik, namun memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap kepadatan populasi makrofauna endogeik, dengan rata-rata 6 ordo, 4,36 g/tangkapan, dan 18 ekor/tangkapan. Makrofauna endogeik yang mendominasi adalah Ordo Cacing Tanah (Oligochaeta) dari spesies Pontoscolex corethrurus. Faktor yang menentukan keberadaan jenis makrofauna endogeik adalah ketebalan seresah (r = 0,73**) dan suhu udara (r = -0,71**). Dalam penelitian ini jenis pohon memiliki pengaruh yang relatif kecil terhadap porositas tanah. Rata-rata porositas tanah di semua jenis pohon adalah 29,52%.

Kata kunci : DAS Bengawan Solo Hulu, jenis pohon, makrofauna, dan porositas *)

Mahasiswa Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS dengan NIM H0205011


(13)

commit to user

xiii

ABSTRACT

THE EFFECT OF SPESIFIC TREE TO POPULATION OF MACROFAUNA EPIGEIC AND ENDOGEIC AND SOIL POROSITY AT SAMIN SUB CATCHMEN AREA,

BENGAWAN SOLO HEADWATERS

Sistha Fitri Pramudita*)

Samin Sub Catchment area at Bengawan Solo Headwaters has been degradated of hydrology function, indicated by erosion and land slide at the area. Therefore, it need to be managed by vegetatively conservation technique. Tree has directly effect to porosity by root activity. Trees by their crown character, litter production and its thickness are able to create the suitable microclimate to macrofauna habitat. Macrofauna movement and their activity in the soil indirectly make a progress of soil structure and create soil pores.

The purpose of the research was to study the effect of some trees species and their character to epigeic and endogeic macrofauna and soil porosity. The research was quantitatively descriptive explorative one with survey approach and were supported by laboratory analysis result. The research was started on March 2009 to January 2010.

The result of the research showed that tree species gave the highly significant effect to soil thickness, air temperature, soil temperature and soil water, but it had less effect to litter production. Tree species had a less effect to biomass, population density, and order of epigeic macrofauna, with average value as 0,026 g/capture, 0,203 heads/capture, and 4 order. The dominated epigeic macrofauna to 9 tree species was Order Hymenoptera. The tree species had less effect to biomass and population density of endogeic macrofauna, but it affected to endogeic macrofauna Order, with average value as 4,36 g/capture, 18 heads/capture and 6 Orders. The dominated endogeic macrofauna was Oligochaeta from species Pontoscolex corethururus. The determined factor of existension of endogeic macrofauna species was litter thickness (r = 0,73**) and air temperature (r = -0,71**). Tree species had less effect to soil porosity. The average of soil porosity on all off tree species was 29,52%.

Key words : Bengawan Solo Headwaters catchment area, tree type, macrofauna, and porosity

*)

Student of Soil Science Agriculture Faculty Sebelas Maret University Surakarta with the student’s number H0205011


(14)

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sub DAS Samin, di wilayah DAS Bengawan Solo Hulu merupakan salah satu daerah yang mengalami kerusakan lingkungan yang serius (Nugraha dkk., 2006; 2007). Erosi dan longsor sering terjadi di daerah ini, keadaan ini mengindikasikan bahwa telah terjadi degradasi fungsi hidrologi di DAS tersebut. Laju erosi tanah di DAS Samin mencapai > 250 ton ha-1 th-1 dengan kategori sangat berat, dan banyak kejadian longsor tebing di beberapa tempat di Kabupaten Karanganyar pada bulan Desember 2007 hingga Maret 2008 (Nugraha dkk., 2006; 2007).

Salah satu yang menyebabkan terjadinya erosi dan longsor diduga karena berkurangnya makropori tanah sebagai akibat terbukanya permukaan tanah. Tetesan air hujan yang mengenai permukaan tanah yang terbuka tanpa vegetasi dapat merusak struktur tanah. Agregat tanah yang rusak akan menutup ruang pori sehingga menyebabkan berkurangnya porositas tanah.

Pengelolaan DAS perlu dilakukan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya bahaya erosi dan longsor, salah satunya adalah dengan teknik konservasi yang dilakukan secara vegetatif. Pohon memiliki peran yang sangat penting terhadap fungsi hidrologi, peran tersebut dipengaruhi oleh karakteristik pohon itu sendiri meliputi bentuk, tinggi, dan lebar tajuk, jumlah cabang, besar sudut cabang, diameter batang, kekasaran kulit batang, ketebalan seresah, produksi seresah, indeks kerapatan tajuk (IKT), indeks cengkraman akar (ICA), dan indeks jangkar akar (IJA). Jenis pohon yang berbeda akan memberikan dampak yang berbeda pula terhadap kondisi porositas maupun aktivitas biota tanah.

Tegakan pohon dapat mempengaruhi fungsi hidrologi tanah melalui intersepsi, lolos tajuk (troughfall) dan aliran batang (stemflow), masukan seresah dan distribusi akar (Mas’ud et al., 2004; Budiastuti, 2006; Hairiah et al., 2006). Pohon-pohon di hutan pada umumnya konsumsi air atau laju evapotranspirasinya tinggi namun terkompensasi oleh pengembalian seresah


(15)

commit to user

yang berperan sebagai filter air dan sedimen sehingga dapat memperbesar kapasitas infiltrasi dan mengurangi limpasan permukaan serta erosi (Hairiah et al., 2004).

Pohon dapat berperan langsung maupun tidak langsung terhadap porositas tanah. Peran langsung terhadap porositas tanah adalah melalui seresah dan akar pohon. Seresah pohon yang jatuh ke tanah mampu melindungi tanah dari energi kinetik air hujan, sehingga tanah tidak langsung terkena pukulan air hujan yang jatuh yang dapat merusak agregat tanah. Aktivitas akar melalui proses pertumbuhannya mampu menciptakan pori disekitarnya.

Peran pohon secara tidak langsung terhadap porositas tanah adalah melalui pengaruhnya terhadap aktivitas makrofauna tanah. Makrofauna tanah adalah semua invertebrata tanah yang memiliki panjang tubuh >1 cm, lebar >2 mm dan hampir semuanya (>90 %) dapat dilihat dengan mata telanjang (Brown et al., 2001). Berdasarkan kebiasaan makan dan distribusinya di dalam ekosistem, makrofauna tanah dikelompokkan menjadi epigeik (hidup di permukaan tanah dan seresah), aneksik (mengambil makanan di permukaan tanah kemudian membawa dan memakannya di dalam tanah), dan endogeik (berada di dalam tanah secara permanen, dengan memakan bahan organik dan perakaran tumbuhan) (Coleman dan Crossley, 1996). Pergerakan makrofauna di dalam tanah ataupun aktivitas dalam membuat sarang dan mencari makanan secara tidak langsung dapat memperbaiki struktur tanah dan mampu menciptakan ruang pori di dalam tanah.

Jenis pohon berbeda menghasilkan jumlah dan kualitas seresah yang berbeda pula. Pada umumnya pohon yang menghasilkan banyak seresah menyebabkan tebalnya seresah di permukaan tanah dan akan berpengaruh terhadap iklim mikro tanah dan aktivitas makrofauna. Masing-masing makrofauna menyukai jenis seresah yang berbeda-beda sebagai sumber makanannya. Kualitas seresah biasanya diukur berdasarkan pada nisbah C/N.

Pohon yang menghasilkan seresah kualitas rendah atau dengan nisbah C/N tinggi pada umumnya berperan lebih baik dalam mempengaruhi sifat fisik


(16)

commit to user

tanah namun biasanya kurang disukai oleh makrofauna karena sulit didekomposisi. Ada beberapa spesies tertentu dari makrofauna tanah yang dapat mendekomposisi seresah kualitas tinggi seperti rayap, maka diperlukan nisbah C/N yang sedang. Menurut Handayanto,Cadisch, Giller (1994) sumber bahan organik yang berpotensi sebagai penyedia unsur hara adalah bahan organik yang berkualitas tinggi yaitu memiliki rasio C/N < 20 dan keberadaannya melimpah.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mempelajari pengaruh karakter individu pohon terhadap populasi makrofauna epigeik (makrofauna di permukaan tanah) dan endogeik (makrofauna yang hidup di dalam tanah) serta pengaruhnya terhadap porositas tanah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu dasar pemilihan jenis pohon yang baik untuk konservasi fungsi hidrologi tanah di Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo Hulu.

B. Perumusan Masalah

Beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Jenis pohon apa yang menyediakan kondisi lingkungan paling baik bagi makrofauna epigeik dan endogeik, yang ditunjukkan oleh biomasa, kepadatan populasi dan jenis?

2. Jenis pohon apa yang memberikan porositas terbanyak?

3. Bagaimanakah hubungan antara jenis pohon dengan makrofauna epigeik dan endogeik serta porositas?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari pengaruh jenis pohon terhadap ketebalan, produksi, dan kualitas seresah, suhu udara, suhu tanah, dan kelengasan tanah.

2. Mempelajari pengaruh jenis pohon terhadap biomassa, kepadatan populasi dan jenis makrofauna epigeik dan endogeik.


(17)

commit to user

4. Mengestimasi hubungan antara faktor lingkungan pada berbagai jenis pohon dengan populasi makrofauna epigeik dan endogeik serta porositas tanah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan jenis pohon yang berpengaruh positif terhadap populasi makrofauna epigeik dan endogeik serta porositas tanah untuk memperbaiki biopori tanah di Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo Hulu.


(18)

commit to user

5

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Permasalahan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Samin, DAS Bengawan Solo Hulu

DAS Samin merupakan anak Sungai Bengawan Solo, bagian hulu dan tengah terletak di Kabupaten Karanganyar, sedangkan bagian hilir termasuk Kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah. DAS Samin meliputi wilayah seluas 32.378,79 ha. Fungsi Kawasan yang terdapat di DAS Samin dapat dibedakan menjadi: (1) fungsi Kawasan Lindung seluas 3.296,4 ha (± 10%), fungsi Kawasan Penyangga seluas 2.915,5 ha (± 9%), fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim seluas 21.981,5 ha (± 68%), dan fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan seluas 4.185,4 ha (± 13%). Berdasarkan pada kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi sedang sampai sangat berat terjadi pada lahan yang mempunyai kemiringan lereng > 45% sebanyak 44%, pada kemiringan lereng 25-45% sebanyak 31% dan kemiringan lereng 15-25% sebanyak 17% (Nugraha dkk., 2006). Sebagian besar penduduk di DAS Samin mengandalkan sumberdaya alam sebagai sumber mata pencahariannya (Nugraha dkk., 2006; 2007).

Masalah kerusakan lingkungan di wilayah DAS Samin diindikasikan oleh erosi dan longsor tanah yang serius. Laju erosi tanah di DAS Samin mencapai > 250 ton ha-1 th-1 dengan kategori sangat berat, dan banyak kejadian longsor tebing di beberapa tempat di Kabupaten Karanganyar pada bulan Desember 2007 hingga Maret 2008 (Nugraha dkk., 2006; 2007).

Faktor penyebab dari masalah tersebut adalah perubahan tutupan lahan hutan menjadi penggunaan lahan pertanian tanaman semusim dan pemukiman, serta penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan (Nugraha, 2008). Penggunaan lahan dengan fungsi lindung dan penyangga pada kemiringan lebih dari 30%, dalam prakteknya banyak digunakan untuk sistem pertanaman hortikultura (wortel, kentang, kobis)


(19)

commit to user

dengan pengolahan tanah secara intensif, sehingga tanah menjadi peka terhadap tenaga kinetik air hujan dan terjadi erosi (Nugraha dkk., 2006; 2007). Erosi tanah yang tinggi disebabkan oleh konsekuensi pengelolaan lahan yang buruk, dan pengembangan usaha tani pada lahan yang secara topografis rentan terhadap degradasi, karena pada lahan lereng gunung terjal. Pemanfaatan lahan demikian sebagai akibat kemiskinan dan terbatasnya lapangan kerja di luar pertanian (Irfan, 2008).

2. Peran Pohon Terhadap Porositas Tanah

a) Peranan Pohon Secara Langsung Terhadap Porositas Tanah Tegakan pohon dapat mempengaruhi fungsi hidrologi tanah melalui intersepsi air hujan, lolos tajuk (troughfall), dan aliran batang (stemflow), masukan seresah serta distribusi akar (Mas’ud et al., 2004; Budiastuti, 2006; Hairiah et al., 2006). Populasi dan diversitas pohon yang banyak seperti di hutan, pada umumnya konsumsi air atau laju evapotranspirasinya tinggi, namun terkompensasi oleh pengembalian seresah yang berperan sebagai filter air dan sedimen, sehingga dapat memperbesar kapasitas infiltrasi, dan mengurangi limpasan permukaan serta erosi (Hairiah et al., 2004). Selain itu, siklus hidup akar pohon yang sangat dinamis dapat menciptakan biopori yang berukuran besar dalam waktu yang lama, sehinga memberikan laju perkolasi (peresapan) air yang tinggi dan dapat meningkatkan air tanah (ground water) (Anonim, 1998; Stott et al., 1999; Agus et al., 2002).

Peran pohon dalam menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air melalui beberapa komponennya : (1) akar pohon memelihara kestabilan struktur tanah dengan memperbesar granulasi tanah, (2) seresah dan tajuk pohon menutupi permukaan tanah sehingga mengurangi evaporasi, (3) seresah dan tajuk pohon juga mempengaruhi iklim mikro dan menyediakan pakan bagi biota sehingga meningkatkan populasi dan aktifitasnya mengakibatkan


(20)

commit to user

peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi (Suhardi, 2003).

b) Peran Pohon Secara Tidak Langsung Terhadap Porositas Tanah Melalui Aktivitas Makrofauna

Fauna tanah adalah semua kelompok fauna yang sebagian atau seluruh tahap kehidupannya berada di dalam tanah, termasuk pada seresah tumbuhan. Fauna tanah diklasifikasikan berdasarkan ukuran tubuh, preferensi habitat, serta keberadaan dan aktivitas ekologinya. Berdasarkan ukuran tubuhnya, fauna tanah dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu mikrofauna (20x10-6 - 20010-6 mm), mesofauna (200 x10-6 - 2000 x10-6 mm), makrofauna (2-20 mm), dan megafauna (>20 mm) (Suin, 1997).

Menurut Anderson dan Ingram (1993) berdasarkan peranannya makrofauna tanah dapat dikelompokkan menjadi : epigeik, aneksik, dan endogeik. (1) Kelompok epigeik yaitu kelompok spesies yang hidup dan makan seresah di permukaan tanah, kelompok ini meliputi berbagai jenis fauna saprofagus dan berbagai jenis predatornya. (2) Kelompok aneksik memindahkan bahan organik tanaman dari permukaan tanah karena aktivitas makan, anggotanya meliputi filum Annelida dan sebagian filum Arthropoda. (3) Kelompok endogeik hidup di dalam tanah dan memakan materi organik serta akar tumbuhan yang mati, yang meliputi kelompok rayap dan berbagai jenis cacing tak berpigmen.

Sistem agroforestri pada umumnya memiliki kanopi yang menutupi sebagian atau seluruh permukaan tanah dan sebagian akan melapuk secara bertahap. Adanya seresah yang menutupi permukaan tanah dan penutupan tajuk pepohonan menyebabkan kondisi di permukaan tanah dan lapisan tanah lebih lembab, temperatur dan intensitas cahaya lebih rendah. Kondisi iklim mikro yang sedemikian ini sangat sesuai untuk perkembangbiakan dan kegiatan organisme.


(21)

commit to user

Kegiatan dan perkembangan organisme ini semakin cepat karena tersedianya bahan organik sebagai sumber energi. Kegiatan organisme makro dan mikro berpengaruh terhadap beberapa sifat fisik tanah seperti terbentuknya pori makro (biopore) dan pemantapan agregat. Peningkatan jumlah pori makro dan kemantapan agregat pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas infiltrasi dan sifat aerasi tanah (Edward, 1998).

Pola penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap populasi, biomas dan keanekaragaman cacing tanah. Sebaliknya cacing tanah mempunyai peranan penting terhadap perbaikan sifat tanah seperti menghancurkan bahan organik dan mencampuradukkannya dengan tanah, sehingga terbentuk agregat tanah dan memperbaiki struktur tanah (Buck, Langmaack, dan Schrader, 1999; Peres et al., 1998). Cacing tanah juga memperbaiki aerasi tanah melalui aktivitas pembuatan lubang dan juga memperbaiki porositas tanah akibat perbaikan struktur tanah. Selain itu cacing tanah mampu memperbaiki ketersediaan unsur hara dan kesuburan tanah secara umum (Edward, 1998).

3. Peran Makrofauna Terhadap Porositas

Pori-pori tanah terbentuk karena : (1) bentuk agregat-agregat tanah yang tidak beraturan dalam suatu volume tanah, (2) aktivitas akar-akar, serangga-serangga, cacing tanah, dan biota tanah lain yang mendesak jalan masuk ke dalam tanah, dan (3) beberapa gas yang terperangkap dalam lapisan tipis air tanah. Porositas tanah adalah salah satu karakter tanah yang sangat penting karena menentukan : (1) kecepatan air hujan atau air irigasi terinfiltrasi ke dalam tanah, (2) jumlah air yang dapat diikat oleh tanah, (3) kecepatan kelebihan air dapat didrainase, (4) jumlah udara yang terdapat di dalam tanah, dan (5) kecepatan pertukaran udara yang kaya CO2 dari dalam tanah dengan udara yang kaya O2 (Wolf and Snider, 2003).


(22)

commit to user

Pengaruh makrofauna dalam proses pendauran hara tanah adalah memotong-memotong sisa tumbuhan dan merangsang kegiatan mikrobia. Dalam struktur tanah, makrofauna mencampurkan zarah organik dan jasad renik, menciptakan biopori, meningkatkan humifikasi, dan menghasilkan gentel tinja (Tan, 1994).


(23)

commit to user

B. Kerangka Berfikir

Tajuk

Tinggi Jumlah cabang

Akar

Diameter akar horisontal

Diameter akar vertikal

Seresah

BOT Makrofauna

epigeik

Makrofauna endogeik

Porositas

Fungsi hidrologi : Run off

Erosi Longsor

Banjir Kapasitas air sungai Karakter Individu Pohon

Lebar


(24)

commit to user

11

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di beberapa lokasi di wilayah sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo Hulu di Kab. Karanganyar. Lokasi dipilih pada fungsi kawasan penyangga dan kawasan budidaya tanaman tahunan di sub DAS Samin. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika Tanah serta Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan untuk identifikasi makrofauna tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dimulai pada bulan Maret 2009 sampai Januari 2010, sedangkan prasurvei dimulai pada bulan Januari 2009.

B. Data yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, meliputi :

Tabel 3.1 Data Primer

Data Primer 1.

2.

3.

4.

Makrofauna Karakter Pohon

Sifat Fisika Tanah

Sifat Kimia Tanah

Epigeik dan Endogeik

Lebar dan tinggi tajuk, tinggi pohon, produksi, ketebalan, dan produksi seresah, diameter akar vertikal dan horizontal.

Suhu tanah, kadar lengas tanah kering angin, berat volume (BV), berat jenis (BJ), kemantapan agregat, dan porositas tanah. pH H2O, bahan organik tanah, dan nisbah C/N tanah.


(25)

commit to user Data Sekunder

1. Peta Administrasi Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo, Kabupaten Karanganyar

2. Peta Jenis Tanah Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo, Kabupaten Karanganyar

3. Peta Geologi Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo, Kabupaten Karanganyar

4. Peta Fungsi Kawasan Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo, Kabupaten Karanganyar

5. Peta Satuan Lahan Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo, Kabupaten Karanganyar

C. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Aquades, alkohol 70%, formalin 4%, detergen, sampel tanah terusik dan tidak terusik, bahan-bahan kimia untuk analisis tanah.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kantong plastik, kuas, monolit, gelas plastik, saringan, nampan, flakon, cangkul, kertas label, sungkup, kamera, jerigen, alat tulis, mikroskop, GPS, altimeter, pH meter, timbangan analitik, blender, pipet, gelas ukur, dll.

D. Desain Penelitian dan Teknik Pengambilan Contoh 1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yang menggambarkan fenomena-fenomena yang ada serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan. Penelitian ini juga bersifat kuantitatif dengan pendekatan survei di lapangan dan didukung hasil analisis laboratorium.

2. Teknik Pengambilan Contoh

a) Teknik Pengambilan Contoh Makrofauna Tanah - Makrofauna Epigeik

Pengambilan contoh makrofauna epigeik dengan menggunakan metode perangkap jebak/pitfall trap. Pengambilan contoh dilakukan di bawah tegakan pohon, untuk tiap tegakan jenis pohon dipasang 3 perangkap jebak/pitfall trap. Pengulangan


(26)

commit to user

pengukuran dilakukan 3 kali di bawah tegakan jenis pohon yang sama tetapi di lahan atau di tempat yang berbeda.

- Makrofauna Endogeik

Pengambilan contoh makrofauna endogeik dengan menggunakan metode perangkap hand sorting atau sortir tangan dengan alat yang berupa monolit. Pengambilan contoh dilakukan di bawah tegakan pohon, untuk tiap tegakan jenis pohon dipasang 2 monolit. Pengulangan pengukuran dilakukan 3 kali di bawah tegakan jenis pohon yang sama tetapi di lahan atau di tempat yang berbeda. b) Teknik Pengambilan Contoh Tanah

- Tanah Terusik

Pengambilan contoh tanah terusik dilakukan dengan metode simple random sampling atau pengambilan contoh tanah acak sederhana dengan tujuan untuk menganalisis sifat fisika dan kimia tanah.

E. Tata Laksana Penelitian

1. Tahap Sebelum Kerja Lapang

a. Penentuan batas-batas administratif daerah penelitian

DAS Samin bagian hulu dan tengah terletak di Kabupaten Karanganyar, sedangkan bagian hilir termasuk Kabupaten Sukoharjo. Kawasan DAS Samin yang dipilih sebagai daerah penelitian adalah bagian hulu dengan letak astronomi antara 7°37′40″ LS – 7°40′12.9″ LS dan 110°57′39″ BT – 111°10′38.5″ BT dan dengan ketinggian tempat antara 205-1741 m dpl.

b. Penentuan jenis pohon

Penelitian ini menggunakan sembilan jenis individu pohon yaitu Pinus (Pinus mercusii), Surian (Toona surenii), Mahoni (Swietenia mahagony), Jati (Tectona grandis), Alpukat (Parsea americana), Cengkeh (Syzygium aromatica), Durian (Durio zibethinus), Duku


(27)

commit to user

(Lansium domesticum), dan Rambutan (Nephelium lappaceum). Hasil penelitian Dewi dkk., (2008) menunjukkan bahwa ke sembilan jenis pohon tersebut memiliki karakter tajuk dan akar yang ideal untuk memelihara fungsi hidrologi tanah di sub DAS Samin. Oleh karena itu penelitian ini hanya memfokuskan pada ke sembilan jenis pohon tersebut. Sembilan jenis pohon tersebut ditentukan berdasarkan jenis pohon yang dominan dari setiap lokasi, berumur lebih dari 5 tahun serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan banyak dibudidayakan oleh masyarakat di wilayah sub DAS Samin, Kab. Karanganyar.

2. Tahap kerja lapang

a. Penentuan lokasi pohon terpilih

Cara menentukan lokasi untuk pengukuran karakter pohon terpilih dilakukan dengan overlay peta fungsi kawasan dengan peta jenis tanah DAS Samin, sehingga didapatkan peta satuan lahan. Berdasarkan peta satuan lahan tersebut, kemudian digunakan untuk menentukan lokasi sembilan jenis individu pohon terpilih. Tahap selanjutnya adalah melakukan pengecekan kesesuaian antara kondisi di peta dengan kondisi di lapangan. Pada lokasi pewakil yang akan dipilih, selanjutnya dibuat transek berukuran 40 cm x 5 cm. Tiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali pada lokasi yang sama namun disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

b. Pengamatan Karakter Jenis Pohon

Pengamatan karakter jenis pohon meliputi : 1. Lebar tajuk

Pengukuran lebar tajuk dilakukan secara manual dengan mengukur diameter lebar tajuk terpanjang dan diameter tajuk terpendek. Pengukuran dimulai dari bagian terluar tajuk, kemudian menarik garis lurus ke sisi lain pohon dengan memotong batang utama. Kemudian dari kedua diameter dari hasil pengukuran antara dua sisi tersebut diambil rata-ratanya. Hasil dari rata-rata inilah yang


(28)

commit to user

akan digunakan sebagai lebar tajuk. Pengukuran lebar tajuk ini dilakukan satu kali selama periode penelitian. Cara pengukuran lebar tajuk diilustrasikan pada gambar 3.1 :

Gambar 3.1 Ilustrasi cara pengukuran lebar tajuk keterangan :

a = diameter lebar tajuk terpanjang (m) b = diameter tajuk terpendek (m) c = batang pohon

2. Tinggi tajuk

Adapun pengukuran tinggi tajuk dilakukan dengan cara :

- Mengukur selisih antara tinggi pohon dari permukaan tanah hingga ujung / puncak pohon dengan tinggi pohon dari permukaan tanah hingga cabang paling bawah. Ini dilakukan hanya untuk pohon yang memiliki ketinggian yang dapat dijangkau dengan pengukuran secara manual.

- Sedangkan untuk pohon yang memiliki ketinggian yang tidak dapat dijangkau dengan pengukuran secara manual, akan menggunakan alat bantu klinometer dengan metode phytagoras. Cara pengukuran menggunakan klinometer diilustrasikan pada Gambar 3.2

- Pengukuran tinggi tajuk ini dilakukan satu kali selama periode penelitian.

a c b


(29)

commit to user α

Gambar 3.2 Ilustrasi cara pengukuran tajuk

Cara pengukuran tajuk pada ilustrasi gambar 1. dijelaskan dalam rumus berikut :

dimana :

x = tinggi pohon dari t0 (titik nol) hingga puncak pohon (m) y = tinggi pohon dari permukaan tanah hingga t0 (m)

z = tinggi pohon hingga cabang terbawah (m)

untuk mengetahui nilai x, dapat dihitung dengan rumus berikut :

dimana, α = sudut yang dibentuk ujung pohon dengan t0 d = jarak pengamat dengan pohon (m)

untuk mengetahui nilai y dan z, dilakukan dengan pengukuran secara manual. Namun apabila pada penghitungan nilai z diketahui bahwa cabang terbawah terlalu tinggi untuk pengukuran manual maka perlu penghitungan yang sama seperti penghitungan nilai x. 3. Jumlah cabang

Jumlah cabang dihitung secara manual sebanyak kemampuan mata pengukur memandang cabang pohon tersebut. Cabang pohon yang dihitung adalah cabang pohon sekunder dari cabang terbawah x

y

z t0

d

Tinggi tajuk = (x+y) - z


(30)

commit to user

hingga ujung/pucuk pohon. Pengukuran jumlah cabang dilakukan satu kali selama periode penelitian

4. Ketebalan dan produksi seresah 1) Ketebalan seresah

Ketebalan seresah diukur dengan menggunakan frame yang terbuat dari kayu atau bambu yang berukuran 50 x 50 cm, seresah yang diukur adalah seresah yang berada di permukaan tanah yang dinamakan standing litter. Frame diletakkan di bawah tegakan pohon yang akan diukur, kemudian diukur ketebalannya (cm) dengan menggunakan jangka sorong sebanyak 5 pengukuran dalam satu frame. Pengukuran ketebalan seresah dilakukan satu kali selama periode penelitian dan satu pohon dibutuhkan 6 frame.

2) Produksi seresah

Produksi seresah diukur dengan menggunakan litter trap, berupa alat yang terbuat dari kayu atau bambu dengan ukuran 1 m x 3 m kemudian diberi jaring di atasnya yang fungsinya untuk menangkap seresah yang jatuh dari pohon (litter fall). Litter trap diletakkan di bawah tegakan individu pohon yang akan diukur. Seresah diambil atau dipanen setelah 7 hari, selama periode penelitian dilakukan 16 kali pengambilan. Setelah 7 hari semua seresah yang jatuh di litter trap baik itu daun, ranting, bunga maupun buah diambil dan dibawa ke Laboratorium untuk dihitung berat basah dan berat kering oven sesuai dengan bagian tumbuhan, serta disisakan sebagian kecil sebelum ditimbang berat basahnya untuk dijadikan sebagai sub sampel. Berat basah didapatkan setelah seresah tersebut diambil langsung dari lapang dan berat kering didapatkan setelah seresah tersebut diketahui berat basahnya, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 75o C selama kurang


(31)

commit to user

lebih 48 jam atau selama kondisi seresah tersebut benar-benar kering. Perhitungan produksi seresah bertujuan untuk mengetahui jumlah seresah yang dihasilkan suatu pohon per tahun (g/ha/th).

5. Kualitas seresah

Kualitas seresah dihitung dari seresah sub sampel yang sebelumnya dikering anginkan terlebih dahulu, kemudian dihaluskan dan dianalisis kandungan C dan N untuk menentukan C/N rasio dari jenis pohon yang terpilih. C/N rasio bertujuan untuk membandingkan kualitas seresah dari masing-masing jenis pohon yang terpilih.

6. Pengukuran diameter akar horisontal dan vertikal

Sebelum dilakukan pengukuran diameter akar baik akar horisontal maupun akar vertikal, tanah yang berada di bawah pohon digali dengan menggunakan cangkul dan cetok hingga terlihat karakter akarnya. Tanah yang menempel di akar dibersihkan untuk memudahkan pengukuran, kemudian akar diukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong dan meteran kain. Ilustrasi tentang pengukuran diameter akar disajikan pada gambar 3.3 :


(32)

commit to user

Gambar 3.3 Diagram skematik sebaran akar proksimal. Akar horisontal membentuk sudut < 45o terhadap batang utama, sedangan akar vertikal membentuk sudut > 45o. D = diameter akar (Hairiah et al., 2006).

c. Pengambilan Sampel Makrofauna 1. Makrofauna epigeik

Pengambilan sampel makrofauna epigeik dilakukan dengan menggunakan perangkap jebak/pitfall trap. Pitfall trap menggunakan gelas plastik berukuran 10 x 7 cm yang dibenamkan di dalam tanah dengan kondisi permukaan gelas tersebut sejajar dengan permukaan tanah. Gelas plastik tersebut kemudian diisi dengan larutan deterjen hingga kurang lebih seperempat gelas, kemudian dipasang pelindung di bagian atasnya (atap) untuk melindungi dari hujan, alat ini berfungsi sebagai jebakan atau perangkap dan dipasang sejauh 30-50 cm dari pohon. Perangkap ini diambil setelah 24 jam. Setelah perangkap diambil kemudian disaring dengan menggunakan saringan plastik dan dicuci pelan-pelan dengan menggunakan air ataupun aquadest dengan tujuan untuk menghilangkan deterjen yang tertinggal dan untuk membedakan antara makrofauna dengan kotoran. Setelah itu makrofauna yang ada didalam saringan diambil dengan


(33)

commit to user

menggunakan kuas kecil kemudian masukkan ke dalam flakon yang sudah diisi dengan alkohol dan kemudian diidentifikasi di laboratorium. Untuk satu jenis pohon dengan tiga ulangan dipasang sembilan pitfall trap dengan dua kali periode pengambilan selama penelitian.

2. Makrofauna endogeik

Pengambilan makrofauna endogeik dilakukan dengan metode hand

sorting dengan menggunakan monolit yang berukuran 25 cm x 25

cm x 30 cm. Alat ini digunakan untuk pengamatan cacing tanah. Monolit tersebut dimasukkan ke dalam tanah kemudian tanah disekeliling monolit di cangkul untuk memudahkan membenamkan dan mengangkat monolit tersebut. Monolit dibenamkan pada kedalaman pertama yaitu 0-10 cm kemudian tanah diambil dan diletakkan pada nampan kemudian mulai hand sorting, begitu juga untuk dua kedalaman selanjutnya yaitu 10-20 cm dan 20-30 cm. Cacing tanah yang ditemukan kemudian dimasukkan kedalam flakon yang sudah diisi dengan formalin 4% untuk selanjutnya diidentifikasi di laboratorium. Untuk satu jenis pohon dengan tiga ulangan dibutuhkan 6 monolit.

d. Identifikasi makrofauna

Identifikasi makrofauna baik epigeik maupun endogeik dilakukan setelah pengambilan dari lapang, yaitu dengan membersihkan makrofauna yang tersimpan di dalam flakon dengan menggunakan aquades atau air biasa kemudian diamati dibawah mikroskop. Identifikasi makrofauna dalam penelitian ini hanya sampai pada tingkat ordo dan famili. Setelah makrofauna diketahui ordo maupun familinya kemudian ditimbang biomassanya dan disimpan kembali ke dalam flakon yang sudah diisi dengan alkohol 70%. Setelah itu dihitung Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP), dan Indeks Diversitas Shannon-Wienner.


(34)

commit to user 1. Kepadatan Relatif (KR)

Jenis hewan tanah yang terdapat dalam per satuan volume atau per satuan penangkapan tidak hanya satu jenis saja yang diketemukan, tetapi ada beberapa jenis hewan tanah. Maka perlu dilakukan pengukuran kepadatan relatif (KR) untuk mengetahui atau membandingkan suatu komunitas dengan komunitas lainnya, dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit contoh tersebut. Rumus dari Kepadatan relatif adalah sebagai berikut:

Kepadatan jenis A = Jumlah individu jenis A : Jumlah unit contoh/luas/volume

Kepadatan relatif jenis A = (K jenis A : Jumlah K semua jenis) x 100%

(Suin, 1997) 2. Frekuensi Relatif

Dalam suatu luasan tertentu terdapat beberapa jenis hewan atau makrofauna, namun terdapat satu jenis hewan saja yang sering muncul atau yang banyak ditemukan. Dari kenyataan di atas dapat diketahui Frekuensi Relatifnya yang digunakan untuk mengetahui Frekuensi Relatif atau frekuensi kehadiran suatu jenis hewan dalam suatu habitat atau menunjukkan keseringhadiran jenis tersebut di habitat itu. Dapat dihitung dengan rumus:

FR jenis A = (Jumlah contoh unit dimana A ditemukan : Jumlah semua unit contoh) x 100%


(35)

commit to user 3. Indeks Nilai Penting (INP)

INP digunakan untuk mengetahui jenis makrofauna apa yang paling dominan per satuan luasan tertentu. Dilihat dari hasil penjumlahan antara KR dan FR. Ditulis rumus sebagai berikut: INP = KR makrofauna jenis A + FR makrofauna jenis A Dimana : KR = Kepadatan relatif

FR = Frekuensi relatif

(Suin, 1997) 4. Indeks Diversitas Shannon-Wienner

Hewan tanah atau makrofauna tanah yang terdapat dalam suatu luasan tertentu atau per satuan penangkapan terdapat bermacam-macam jenis, sehingga perlu dilakukan suatu perhitungan untuk mengetahui diversitas makrofauna, dengan rumus :

H’ = -

å

-s

i

pi pi

1

ln Dimana :

H’= Indeks Diversitas Shannon-Wienner

pi = Kepadatan relatif jenis makrofauna ke-i (i = 1, 2,...n) pi = Jumlah individu jenis A : Jumlah total individu yang

ditemukan

(Suin, 1997) e. Iklim Mikro

1. Suhu udara

Pengukuran suhu udara dilakukan di bawah tajuk pohon selama 5-10 menit dengan menggunakan termometer, dilakukan di pagi hari antara pukul 7-10 WIB. Pengukuran suhu udara ini dilakukan setiap satu minggu satu kali selama 10 kali pengukuran selama periode penelitian.


(36)

commit to user 2. Suhu tanah

Pengukuran suhu tanah diukur dengan cara membenamkan termometer ke dalam tanah sedalam 5 cm di bawah tegakan pohon selama 5-10 menit, dilakukan di pagi hari antara pukul 7-10 WIB. Pengukuran suhu udara ini dilakukan setiap satu minggu satu kali selama 10 kali pengukuran selama periode penelitian.

f. Analisis laboratorium 1. Sifat fisika tanah

v Tekstur tanah dengan metode pemipetan (Balai Penelitian Tanah, 2005).

v Kadar lengas tanah dengan metode gravimetri (Balai Penelitian Tanah, 2005).

v Porositas tanah dengan pengukuran BV dan BJ (Balai Penelitian Tanah, 2005).

v Berat volume (BV) tanah dengan metode volumetri (Balai Penelitian Tanah, 2005).

v Berat jenis (BJ) tanah dengan metode gravimetri (Balai Penelitian Tanah, 2005).

v Kemantapan Agregat dengan metode pengayakan kering dan basah (Balai Penelitian Tanah, 2005).

2. Sifat kimia tanah

v pH tanah dengan metode elektrometri (Balai Penelitian Tanah, 2005).

v Bahan organik tanah (BOT) dengan metode Walkey-Black (Balai Penelitian Tanah, 2005).

v Nisbah C/N tanah dengan metode Walkey-Black (C) dan Kjeldahl (N) (Balai Penelitian Tanah, 2005).


(37)

commit to user 3. Analisis Seresah

v Nisbah C/N seresah untuk mengetahui kualitas seresah dengan metode Walkey-Black (C) dan Kjeldahl (N) (Balai Penelitian Tanah, 2005).

F. Variabel Pengamatan

Variabel percobaan yang diamati meliputi : 1. Variabel Bebas

- Jenis pohon (jumlah cabang, tinggi tajuk, lebar tajuk, diameter akar horizontal, diameter akar vertikal)

2.Variabel Terikat Utama

a. Populasi makrofauna epigeik dan endogeik b. Porositas tanah

3.Variabel Pendukung

a. Umur pohon, kerapatan pohon, ketebalan seresah, dan C/N ratio seresah.

b. Suhu tanah dan suhu udara

c. Tanah (BO (bahan organik), nisbah C/N tanah, BV (berat volume), BJ (berat jenis), tekstur, pH H2O, kemantapan agregat, dan porositas tanah).

G. Analisis Data

Data yang diperoleh diuji menggunakan analisis keragaman (uji F) untuk mengetahui pengaruh antara jenis pohon dengan beberapa variabel. Untuk mengetahui keeratan hubungan, diuji menggunakan uji korelasi. Untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh menggunakan uji stepwise regression. Alat yang digunakan untuk analisis data menggunakan minitab 13.


(38)

commit to user

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian A.1. Letak Astronomis

Lokasi penelitian terletak di wilayah Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo Hulu, Kabupaten Karanganyar. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan overlay peta fungsi kawasan dengan peta jenis tanah DAS Samin, sehingga didapatkan peta satuan lahan. Berdasarkan peta satuan lahan tersebut, kemudian digunakan untuk menentukan lokasi sembilan jenis individu pohon terpilih. Tahap selanjutnya adalah melakukan pengecekan kesesuaian antara kondisi di peta dengan kondisi di lapangan. Setelah dilakukan pengecekan di lapangan, didapatkan bahwa lokasi ke sembilan jenis pohon berada di empat wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Tawangmangu, Kecamatan Karangpandan, Kecamatan Matesih, dan Kecamatan Jumantono. Letak astronomi lokasi penelitian berada pada kisaran antara 7⁰37'40" hingga 7o40'12.9" Lintang Selatan dan 110⁰57'39" hingga 111⁰10'38.5" Bujur Timur, pada ketinggian antara 205 hingga 1741 m di atas permukaan laut. Adapun ringkasan deskripsi lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.1.


(39)

commit to user

Tabel 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berdasarkan Wilayah Administrasi, Letak Astronomi, dan Ketinggian Tempat

No.

Pohon Lokasi Lintang

Selatan Bujur Timur

Ketinggian Tempat,

m dpl

1. Pinus Kalisoro Gondosuli 1 Gondosuli 2

7o40'12,6" 7o39'50,3" 7⁰39'49,3"

111⁰8'45,1" 111⁰10'38,2" 111⁰10'38,5"

1253 1737 1741 2. Surian Nglebak 1

Nglebak 2 Krangean

7⁰40'5,5" 7⁰40'5,3" 7⁰39'45,8"

111⁰6'43,5" 111⁰6'43,4" 111⁰7'4,2''

913 911 920 3. Alpukat Kalisoro

Ngemplak 1 Ngemplak 2

7⁰40'12,9" 7⁰37'46,4" 7⁰37'42,2"

111⁰8'46,4" 111⁰3'14,2" 111⁰3'15,8"

1245 488 465 4. Cengkeh Krangean

Ngemplak 1 Ngemplak 2

7⁰39'44,3" 7⁰39'47,9" 7⁰38'46,5"

111⁰7'2,7" 111⁰3'20,1" 111⁰3'19,7"

887 529 514 5. Durian Ngemplak 1

Ngemplak 2 Plosorejo

7⁰37'48,5" 7⁰37'49,6" 7⁰38'37,1"

111⁰3'18,6" 111⁰3'17,9" 111⁰1'57,3"

487 464 389 6. Mahoni Ngadiluwih

Bangsri 1 Bangsri 2

7⁰38'25,5" 7⁰37'42,6" 7⁰37'40,9"

110⁰59'55,5" 111⁰3'22,5" 111⁰3'22,4"

282 358 354 7. Rambutan Sambirejo

Ngunut 1 Ngunut 2

7⁰38'31,7" 7⁰39'3,5" 7⁰39'2,9"

110⁰57'56,9" 110⁰59'13,1" 110⁰59'13,3"

223 273 275

8. Duku Ngadiluwih

Plosorejo 1 Plosorejo 2

7⁰38'8,4" 7⁰38'3,7" 7⁰38'4,2"

111⁰00'9,6" 111⁰02'13,2" 111⁰02'13,1"

288 395 393

9. Jati Jumantono 1

Jumantono 2 Jumantono 3

7⁰38'14,4" 7⁰38'26" 7⁰38'27,3"

110⁰57'56" 110⁰57'39,2" 110⁰57'40"

205 215 213


(40)

commit to user

A.2. Karakteristik Tanah di Lokasi Penelitian

Pengukuran sifat fisika maupun kimia tanah pada penelitian ini, digunakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi populasi, jenis, dan biomassa makrofauna tanah baik epigeik maupun endogeik di bawah tegakan pohon yang berbeda. Karakteristik tanah di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.2.a dan 4.2.b.

Tabel 4.2.a Data Rata-Rata pH H2O, Pasir, Debu, Lempung, dan Kelas Tekstur di Bawah Tegakan Pohon

Pohon pH H2O

Pasir (%) Debu (%) Lempung (%) Kelas Tekstur (USDA) Pinus 7,33 b 21,27 a 68,53 b 10,20 a Geluh debuan Surian 6,85 ab 33,52 ab 52,81 ab 13,54 ab Geluh debuan Alpukat 6,13 a 32,90 ab 45,18 ab 21,16 ab Geluh Cengkeh 6,06 a 31,61 ab 33,51 a 34,35 b Geluh lempungan Durian 6,21 ab 52,10 b 33,82 a 14,08 ab Geluh pasiran Mahoni 6,05 a 51,04 b 29,99 a 18,97 ab Geluh pasiran Duku 5,65 a 55,62 b 36,57 a 8,02 a Geluh pasiran Rambutan 5,79 a 15,90 a 20,00 a 64,05 c Lempung

Jati 5,47 a 16,03 a 12,89 a 70,67 c Lempung

Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata (p >0,05).

Tabel 4.2.b Data Rata-Rata Berat Volume, Berat Jenis, Permeabilitas, Kemantapan Agregat, Bahan Organik, dan C/N Rasio Tanah di Bawah Tegakan Pohon

Pohon

Berat Volume

(g/cm3)

Berat Jenis (g/cm3)

Permeabilitas (cm/jam) Kemantapan Agregat (%) Bahan Organik (%) C/N Rasio Tanah (%)

Pinus 0,18 a 0,25 a 38,49 b 41,69 a 6,10 a 2,03 a

Surian 0,26 ab 0,31 ab 17,13 a 53,13 a 5,56 a 2,82 a

Alpukat 0,48 b 0,59 b 7,64 a 49,51 a 2,94 a 1,06 a

Cengkeh 0,45 ab 0,55 b 5,46 a 103,57 a 5,92 a 2,65 a

Durian 0,37 b 0,52 b 10,1 a 595,25 a 4,83 a 1,25 a

Mahoni 0,49 b 0,56 b 7,21 a 292,84 a 2,02 a 2,75 a

Duku 0,41 b 0,73 b 5,03 a 258 a 5,04 a 1,64 a

Rambutan 0,47 b 0,66 b 5,55 a 29,99 a 3,71 a 1,14 a

Jati 0,29 b 0,71 c 1,33 a 31,33 a 3,09 a 1,33 a

Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf


(41)

commit to user

Berdasarkan Uji F, jenis pohon berpengaruh nyata (p <0,05) terhadap pH H2O dan berat volume, berpengaruh sangat nyata (p <0,01) terhadap berat jenis, %pasir, %debu, %lempung, dan permeabilitas, serta berpengaruh tidak nyata (p >0,05) terhadap bahan organik tanah dan C/N tanah (contoh analisis Uji F disajikan pada Lampiran 1).

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa lokasi di bawah tegakan masing-masing jenis pohon memiliki kandungan pH tanah yang berbeda-beda, yaitu berada pada kisaran 5,57-7,33 (agak masam-agak basa) (Tabel 4.2.a). Dengan kondisi kisaran pH tanah tersebut, sebenarnya tanah-tanah pada lokasi penelitian berada pada kondisi yang baik karena mendekati netral. Keadaan yang seperti ini sangat membantu dalam melarutkan unsur hara sehingga mudah digunakan oleh tanaman. Selain mampu mempengaruhi kelarutan unsur hara, pH juga berperan penting dalam perkembangan makroorganisme dan mikroorganisme. Mikroorganisme seperti bakteri dekomposer hanya dapat berkembang baik pada pH > 5,5 (Hardjowigeno, 1987). Keberadaan mikro dan makroorganisme sangat penting karena mereka dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, seperti yang dilakukan oleh bakteri dekomposer yang membantu proses dekomposisi seresah.

Proses dekomposisi dipengaruhi kondisi pH tanahnya, pada kondisi pH tanah agak masam hingga agak basa dekomposisi berlangsung optimal (Notohadiprawiro, 2000). Namun, kecepatan proses dekomposisi ini juga dipengaruhi oleh sifat atau kualitas seresah. Sebagaimana dinyatakan oleh Fisher dan Binkley (2000), bahwa kecepatan dekomposisi suatu seresah dipengaruhi oleh tipe molekul organiknya (semakin panjang rantai karbon maka seresah akan semakin sulit terdekomposisi, adanya kandungan (gula, selulose, lignin) dan kandungan unsur hara bahan (kandungan N, nisbah C/N dan nisbah lignin/N).


(42)

commit to user

Nilai tekstur tanah (% pasir, % debu, dan % lempung) (Tabel 4.2.a) yang berbeda-beda menunjukkan bahwa masing-masing pohon berada pada lokasi yang berbeda. Kelas tekstur pada lokasi pohon Pinus, Surian, Alpukat, Cengkeh, Durian, Mahoni, Duku, Rambutan, dan Jati, berturut-turut yaitu Geluh debuan, Geluh debuan, Geluh, Geluh lempungan, Geluh pasiran, Geluh pasiran, Geluh pasiran, Lempung, dan Lempung (Tabel 4.2.a).

Jenis pohon memiliki pengaruh yang tidak nyata terhadap bahan organik dan C/N tanah (contoh analisis Uji F disajikan pada Lampiran 1). Hal ini disebabkan karena seresah jenis pohon yang diteliti kebanyakan memiliki kualitas seresah yang rendah (> 20) (Tabel 4.3.b) yang artinya seresah tersebut sukar didekomposisi, sehingga sumbangannya terhadap kandungan bahan organik tanah relatif sama.

B. Karakteristik Jenis Pohon

Penelitian ini menggunakan sembilan jenis pohon yaitu Pinus (Pinus mercusii), Surian (Toona surenii), Mahoni (Swietenia mahagony), Jati (Tectona grandis), Alpukat (Parsea americana), Cengkeh (Syzygium aromatica), Durian (Durio zibethinus), Duku (Lansium domesticum), dan Rambutan (Nephelium lappaceum). Hasil penelitian Dewi dkk (2008) menunjukkan bahwa ke sembilan jenis pohon tersebut memiliki karakter tajuk dan akar yang baik untuk memelihara fungsi hidrologi tanah di sub DAS Samin. Hasil pengukuran karakter masing-masing jenis pohon tersebut disajikan pada Tabel 4.3.a dan 4.3.b.


(43)

commit to user

Tabel 4.3.a Rata-Rata Diameter Batang, Tinggi Tajuk, Lebar Tajuk, dan Jumlah Cabang pada Berbagai Jenis Pohon

Parameter Pohon

No Jenis

pohon Diameter batang Tinggi tajuk Lebar tajuk Jumlah cabang

(cm) (m) (m) (unit)

1. Pinus 105,6 c 9,45 c 6,05 b 43 c

2. Surian 50,67 a 4,30 a 6,38 b 17 a 3. Alpukat 57,33 a 3,75 a 3,53 a 30 b 4. Cengkeh 60,77 a 4,93 a 5,82 b 17 a 5. Durian 78,30 b 5,01 a 5,27 ab 25 ab 6. Mahoni 64,67 ab 4,27 a 4,26 ab 22 ab 7. Duku 79,00 b 6,43 b 7,88 b 23 ab 8. Rambutan 44,00 a 3,21 a 3,90 a 10 a 9. Jati 70,33 ab 3,33 a 3,07 a 15 a

Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata (p >0,05).

Tabel 4.3.b Rata-Rata Diameter Akar Horisontal, Diameter Akar Vertikal, Produksi Seresah, dan Ketebalan Seresah pada Berbagai Pohon

No Jenis

pohon Parameter Pohon Diameter Akar Horisontal (cm) Diameter Akar Vertikal (cm) Produksi Seresah (g/ha/th) Ketebalan Seresah (cm) Kualitas Seresah (rasio C/N)

1. Pinus 0,88 a 1,37 a 0,04 a 2,40 b 37,87 b 2. Surian 1,65 ab 3,82 b 0,06 a 0,18 a 15,57 a

3. Alpukat 1,16 a 1,54 a 0,08 a 0,48 a 93,21 d

4. Cengkeh 1,06 a 1,85 a 0,10 a 0,15 a 14,54 a

5. Durian 2,26 b 5,63 c 0,10 a 0,19 a 79,82 c

6. Mahoni 1,07 a 2,12 a 0,08 a 0,46 a 47,71 b

7. Duku 4,17 c 3,71 b 0,07 a 0,62 a 17,12 a

8. 9. Rambutan Jati 2,92 b 1,91 b 1,70 a 4,10 b 0,22 a 0,12 a 0,14 a 0,53 a 9,85 a 26,35 ab

Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata (p >0,05).

Berdasarkan uji F, jenis pohon berpengaruh sangat nyata (p <0,01) terhadap diameter batang, tinggi dan lebar tajuk, jumlah cabang, diameter akar horizontal dan vertikal, ketebalan dan kualitas seresah. Namun, berpengaruh tidak nyata (p >0,05) terhadap produksi seresah (contoh analisis Uji F disajikan pada Lampiran 1). Hal ini diduga karena produksi seresah yang dihasilkan kesembilan jenis pohon relatif kecil sehingga pengaruhnya tidak begitu tampak (kecil).


(44)

commit to user

Jenis pohon berbeda memiliki karakter pohon yang berbeda-beda pula, karakter tersebut meliputi karakter tajuk, akar, dan seresah (Tabel 4.3.a dan Tabel 4.3.b). Sifat dari ketiga karakter pohon tersebut mampu menjaga fungsi hidrologi tanah berdasarkan peranannya masing-masing, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktifitas makrofauna.

Tajuk pohon melalui beberapa komponennya yaitu tinggi tajuk, lebar tajuk, dan jumlah cabang dapat mencerminkan kepadatan tajuk suatu individu pohon. Tajuk pohon berdasarkan tingkat kepadatan tajuknya memiliki beberapa peran penting terhadap tanah maupun keberadaan biota tanah di bawahnya, khususnya makrofauna tanah. Tajuk pohon mampu menjaga stabilitas agregat tanah dari energi kinetik air hujan sehingga struktur tanah dapat terjaga dengan baik, menjaga fungsi hidrologi tanah, dan menciptakan iklim mikro yang sesuai bagi habitat makrofauna. Sembilan jenis pohon yang diteliti memiliki nilai tinggi tajuk, lebar tajuk, dan jumlah cabang yang bervariasi. Pinus memiliki nilai tinggi tajuk, lebar tajuk, dan jumlah cabang yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pohon lain, yaitu berturut-turut 9,45 m, 6,05 m, dan 43 unit. Hal ini menunjukkan bahwa pinus memiliki tajuk yang lebih padat dibandingkan dengan jenis pohon yang lain (Tabel 4.2.a). Tajuk yang padat ditunjukkan oleh jumlah cabang yang banyak.

Jenis pohon memiliki karakteristik akar atau pola perakaran yang berbeda-beda, baik akar horizontal maupun akar vertikal. Akar horisontal membentuk sudut < 45o terhadap batang utama, sedangan akar vertikal membentuk sudut > 45o (Hairiah et al., 2006). Akar adalah bagian tanaman penting untuk mencegah terjadinya longsor tanah, melalui dua mekanisme meliputi: (1) mencengkeram tanah di lapisan permukaan (kedalaman 0-5 cm) oleh akar pohon yang menyebar horizontal, dan (2) menopang tegaknya batang sebagai jangkar sehingga pohon tidak mudah tumbang oleh dorongan massa tanah yang berguling ke bawah. Akar pohon duku relatif lebih baik dibandingkan dengan akar jenis pohon yang lain, karena besar diameter akar horizontal maupun vertikal seimbang, berturut-turut yaitu 4,17 cm dan 3,71 cm, sehingga daya cengkram dan jangkar akarnya terhadap tanah lebih baik.


(45)

commit to user

Seresah pohon yang jatuh ke permukaan tanah dan menutupi permukaan tanah serta menciptakan ketebalan seresah tertentu mampu menjaga agregat tanah dari energi kinetik air hujan, menjaga partikel-partikel tanah agar tidak hilang terbawa oleh limpasan permukaan, sebagai sumber makanan bagi makrofauna tanah, dan bersama dengan tajuk pohon menciptakan iklim mikro yang sesuai bagi habitat makrofauna tanah. Keberadaan makrofauna tanah dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas bahan organik (seresah pohon). Seresah pohon yang memiliki kualitas seresah (Nisbah C/N) tinggi dengan nilai C/N < 20 (rendah) lebih disukai oleh makrofauna tanah karena mudah didekomposisi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa ketebalan seresah tertinggi disumbangkan oleh pohon pinus, yaitu 2,4 cm (Tabel 4.3.b). Meskipun produksi seresah yang dihasilkan pohon pinus paling sedikit (0,04 g/ha/th) dibandingkan rata-rata jenis pohon yang lain yaitu 0,09 g/ha/th, dan memiliki rasio C/N > 20 yaitu 37,87 (Tabel 4.3.b), namun pohon pinus lebih baik dalam menyediakan habitat yang sesuai bagi makrofauna tanah dibandingkan dengan jenis pohon yang lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan paling tingginya jumlah ordo makrofauna endogeik yang ditemukan di bawah tegakan pohon pinus, yaitu 13 ordo (Tabel 4.6.a, 4.6.b, 4.6.c). Kondisi vegetasi di lokasi pohon pinus cukup rapat karena selain pohon pinus yang sebagai tanaman dominan di lokasi tersebut, juga terdapat jenis tanaman semak yang cukup beragam yang tumbuh di bawah tegakan pohon pinus.

Nisbah C/N pada masing-masing seresah pohon yang diteliti berdeda-beda, berkisar antara 9,85-93,21. Seresah pohon yang mudah terdekomposisi (Nisbah C/N < 20) dalam penelitian ini adalah Rambutan, Cengkeh, Surian, dan Duku, berturut-turut yaitu 9,85; 14,54; 15,57; dan 17,21. Sedangkan seresah pohon yang sulit terdekomposisi (Nisbah C/N > 20) adalah Jati, Pinus, Mahoni, Durian, dan Alpukat, berturut-turut yaitu 26,35; 37,87; 47,71; 79,82; dan 93,21.


(46)

commit to user

C. Iklim Mikro

Kondisi iklim mikro (suhu tanah, suhu udara, dan kelengasan tanah) pada saat pengambilan sampel antara bulan April-Juni 2009 selama 10 minggu berbeda-beda antar lokasi. Iklim mikro menunjukkan keadaan iklim pada suatu kawasan kecil atau iklim lokal di sekitar tumbuhan. Iklim pada suatu tempat berhubungan dengan sistem iklim yang lebih besar, maka perubahan dalam iklim mikro akan mengakibatkan perubahan kepada sistem iklim yang lebih besar (makro) (Anonim, 2006). Uji F menunjukkan bahwa jenis pohon berpengaruh sangat nyata (p <0,01) terhadap suhu udara, suhu tanah, dan kelengasan tanah (contoh analisis Uji F disajikan pada Lampiran 1). Besarnya rata-rata suhu udara, suhu tanah, dan kelengasan tanah di bawah tegakan pohon disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Rata-Rata Suhu Udara, Suhu Tanah, dan Kelengasan Tanah di Bawah Tegakan Pohon

Pohon Suhu Udara (oC)

Suhu Tanah (oC)

Kelengasan Tanah (%)

Pinus 18,90 a 17,42 a 56,48 c

Surian 21,93 b 20,93 b 54,02 c

Alpukat 23,00 bc 21,45 b 31,50 b

Cengkeh 23,47 bc 22,00 bc 32,00 b

Durian 24,98 c 23,78 bc 19,25 ab

Mahoni 24,85 c 23,84 bc 22,93 ab

Duku 25,76 cd 24,98 c 11,69 a

Rambutan 27,12 d 25,98 c 12,13 a

Jati 27,34 d 26,30 c 10,35 a

Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata (p >0,05).

Hasil korelasi menunjukkan bahwa suhu udara berkorelasi negatif dengan jumlah cabang (r = -0,72**) dan tinggi tajuk (r = -0,64**). Suhu tanah berkorelasi negatif dengan jumlah cabang (r = 0,71**) dan tinggi tajuk (r = -0,62*) (contoh analisis hasil korelasi disajikan pada Lampiran 1). Semakin banyak jumlah cabang dan semakin tinggi tajuk suatu jenis pohon, maka semakin rendah nilai suhu udara maupun suhu tanah di sekitar pohon, karena dengan adanya tajuk pohon dengan jumlah cabang yang banyak maka pohon


(47)

commit to user

tersebut mampu menjadi penghalang sinar matahari yang masuk ke dalam tanah.

Berdasarkan Tabel 4.4, suhu udara dan suhu tanah tertinggi terjadi di bawah tegakan pohon jati, berturut-turut yaitu 27,34 oC dan 26,30 oC, serta terendah pada pohon pinus, berturut-turut yaitu 18,90 oC dan 17,42 oC. Hal ini diduga karena pohon jati memiliki rata-rata jumlah cabang (15 unit) dan tinggi tajuk (3,33 m) yang relatif lebih sedikit serta lebih rendah dibandingkan jenis pohon yang lain, dengan rata-rata jumlah cabang dan tinggi tajuk seluruh pohon berturut-turut yaitu 23 unit dan 5,64 m (Tabel 4.2.a), sehingga cahaya matahari mudah masuk menembus tajuk pohon dan menyebabkan suhu di bawah tegakan pohon jati menjadi tinggi. Selain itu kemungkina karena lokasi pohon jati yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis pohon yang lain sehingga suhunya relatif lebih tinggi. Suhu udara dan suhu tanah terendah terjadi di bawah tegakan pohon pinus, hal ini diduga karena lokasi pohon pinus yang terletak di dataran tinggi dengan ketinggian tempat antara 1741-1253 m dpl (Tabel 4.1), sehingga suhu udara dan suhu tanah lebih rendah dibandingkan dengan lokasi pohon yang lain.

Pada penelitian ini, jenis pohon terletak pada ketinggian tempat yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil korelasi, suhu udara dan suhu tanah berhubungan erat dengan ketinggian tempat, dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut yaitu r = -0,58* dan r = -0,59*. Kondisi suhu tanah berkorelasi positif dengan kondisi suhu udara (r = 0,99**) dan berkorelasi negatif dengan kelengasan tanah (r = -0,93**) (analisis hasil korelasi disajikan pada Lampiran 1). Pola hubungan antara suhu tanah dengan suhu udara dan suhu tanah dengan kelengasan tanah disajikan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Berdasarkan Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, pola hubungan antara suhu udara dengan suhu tanah adalah semakin tinggi suhu udara maka suhu tanah akan semakin tinggi. Sedangkan pola hubungan antara suhu tanah dengan kelengasan tanah adalah semakin tinggi suhu tanah maka kelengasan tanah akan semakin rendah.


(48)

commit to user

Gambar 4.1. Pola Hubungan Antara Suhu Udara dengan Suhu Tanah

Gambar 4.2 Pola Hubungan Antara Suhu Tanah dengan Kelengasan Tanah 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

17 19 21 23 25 27

S u h u T a n a h ( oC)

Suhu Udara (oC)

Jati Pinus Surian Mahoni Cengkeh Duku Rambutan Durian Alpukat 12 22 32 42 52 62

15 17 19 21 23 25

S u h u T a n a h ( oC)

Kelengasan Tanah (%)

Pinus Surian Mahoni Jati Cengkeh Duku Rambutan Durian Alpukat


(49)

commit to user

D. Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Makrofauna 1. Makrofauna Permukaan Tanah (Epigeik)

1.a. Frekuensi Relatif (FR), Kepadatan Relatif (KR), Indeks Nilai Penting (INP), dan Dominansi

Pengambilan sampel makrofauna epigeik dilakukan pada bulan April-Juni 2009. Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner, Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan dominansi makrofauna epigeik disajikan pada Tabel 4.5.a, Tabel 4.5.b, dan Tabel 4.5.c.


(50)

Tabel 4.5.a Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner, Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Epigeik di Bawah Tegakan Pohon

Ordo Pinus Surian Alpukat

FR KR INP Dominansi FR KR INP Dominansi FR KR INP Dominansi

Orthoptera - - - 9,09% 2,78% 11,88% 11,76% 3,48% 12,25%

Hymenoptera 69,23% 88,27% 157,51% Hymenoptera 81,82% 89,11% 170,93% Hymenoptera 41,18% 82,43% 123,61% Hymenoptera

Araneida 7,69% 3,84% 11,53% - - - 17,65% 3,48% 21,13%

Dermaptera - - - 5,88% 2,32% 8,20%

Homoptera 7,69% 1,92% 9,61% - - - -

Scorpion - - - -

Blattaria - - - -

Tysanura - - - -

Diptera 7,69% 1,92% 9,61% 9,09% 8,35% 17,45% 8,88% 4,64% 10,53%

Collembola - - - -

Coleoptera 7,69% 3,84% 11,53% - - - 17,55% 3,48% 21,13%

Jumlah Ordo 5 3 6

H’ 0,51 0,41 0,74

Keterangan :

FR : Frekuensi Relatif

KR : Kepadatan Relatif

INP : Indeks Nilai Penting


(51)

Tabel 4.5.b Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner, Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Epigeik di Bawah Tegakan Pohon

Ordo Cengkeh Mahoni Duku

FR KR INP Dominansi FR KR INP Dominansi FR KR INP Dominansi

Orthoptera 14,29% 3,14% 17,69% 13,33% 2,06% 15,40% 7,14% 1,54% 8,68%

Hymenoptera 64,29% 92,02% 156,31% Hymenoptera 46,67% 90,79% 137,45% Hymenoptera 57,14% 90,67% 147,81% Hymenoptera

Araneida 7,14% 1,14% 8,28% - - - 14,29% 3,07% 17,36%

Dermaptera 7,14% 1,14% 8,28% 13,33% 2,06% 15,40% - - -

Homoptera - - - -

Scorpion - - - 7,14% 1,54% 8,68%

Blattaria - - - -

Tysanura - - - -

Diptera 7,14% 2,27% 9,42% 6,67% 1,03% 7,70% - - -

Collembola - - - -

Coleoptera - - - 20,00% 4,13% 24,13% 14,29% 3,07% 17,36%

Jumlah Ordo 5 5 5

H’ 0,38 0,43 0,43

Keterangan :

FR : Frekuensi Relatif

KR : Kepadatan Relatif

INP : Indeks Nilai Penting


(52)

Tabel 4.5.c Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner, Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Epigeik di Bawah Tegakan Pohon

Ordo Rambutan Durian Jati

FR KR INP Dominansi FR KR INP Dominansi FR KR INP Dominansi

Orthoptera 15,38% 4,75% 20,13% - - - 13,04% 6,24% 19,29%

Hymenoptera 69,23% 90,22% 159,45% Hymenoptera 60,00% 76,15% 136,15% Hymenoptera 30,43% 52,02% 82,45% Hymenoptera

Araneida 15,38% 4,75% 20,13% 20,00% 10,38% 30,38% 13,04% 6,24% 19,29%

Dermaptera - - - 6,67% 3,46% 10,13% 13,04% 14,57% 27,61%

Homoptera - - - -

Scorpion - - - -

Blattaria - - - 6,67% 3,46% 10,13% - - -

Tysanura - - - 8,70% 6,24% 14,94%

Diptera - - - 8,70% 4,16% 12,86%

Collembola - - - 6,67% 6,92% 13,59% - - -

Coleoptera - - - 13,04% 10,40% 23,45%

Jumlah Ordo 3 5 7

H’ 0,38 0,86 1,51

Keterangan :

FR : Frekuensi Relatif

KR : Kepadatan Relatif

INP : Indeks Nilai Penting


(53)

commit to user

Berdasarkan uji F, jenis pohon berpengaruh tidak nyata (p >0,05) terhadap jumlah jenis (ordo) makrofauna epigeik (contoh hasil analisis Uji F disajikan pada Lampiran 1). Ordo yang ditemukan di bawah tegakan berbagai jenis pohon berkisar antara 3-7 ordo. Hal ini diduga karena sifat makrofauna epigeik yang suka berpindah-pindah tempat dalam hidupnya untuk mencari habitat yang sesuai, sehingga pada saat pengambilan sampel di bawah tegakan berbagai jenis pohon hanya sedikit yang ditemukan.

Berdasarkan Tabel 4.5.a, Tabel 4.5.b, dan Tabel 4.5.c, jumlah ordo makrofauna epigeik tertinggi ditemukan di bawah tegakan pohon jati, dibuktikan dengan jumlah ordo dan Nilai Indeks Diversitas, berturut-turut yaitu 7 dan 1,51, yang lebih tinggi dibandingkan dengan di bawah tegakan jenis pohon yang lain, yaitu antara 3-6 ordo dan 0,41-0,86. Ke tujuh ordo tersebut adalah Orthoptera, Hymenoptera, Araneida, Dermaptera, Tysanura, Diptera, dan Coleoptera. Hal ini diduga karena kondisi vegetasi penutup tanah pada lokasi pohon jati yang lebih beragam dibandingkan dengan lokasi pohon yang lain, selain terdapat pohon jati sebagai pohon yang dominan di lokasi tersebut terdapat tanaman singkong, beberapa pohon melinjo, pohon mangga, pohon rambutan, dan dibawah tegakan pohon jati ditanami temulawak sehingga menghasilkan seresah di permukaan tanah yang beragam.

Decaens et al. (1998) melaporkan bahwa terdapat dua faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap komunitas makrofauna tanah, yaitu: (a) struktur vegetasi yang menentukan keragaman mikrohabitat dan kondisi/tingkah laku makroinvertebrata dan (b) produksi dan kualitas seresah yang tergantung pada karakter vegetasinya serta populasi organisme herbivora. Kondisi keberagaman seresah tersebut menyebabkan terjadinya pencampuran seresah yang dapat mempercepat proses dekomposisi, sehingga fauna tanah yang


(54)

commit to user

pada awalnya hanya tertarik pada seresah berkualitas baik, ketika seresah tersebut habis fauna tersebut akan memakan juga seresah berkualitas jelek yang tercampur bersama seresah berkualitas baik (Utomo, 2004).

Dominansi makrofauna dapat diketahui dari nilai INP dari tiap-tiap jenis makrofauna yang ditemukan. INP merupakan hasil penjumlahan dari KR dan FR, dimana makrofauna tanah dominan ditunjukkan dengan Indeks Nilai penting tertinggi. Ordo yang mendominasi baik pada pohon jati maupun ke delapan pohon yang lain adalah Hymenoptera (semut) yang ditunjukkan dengan INP terbesar (Tabel 4.5.a, Tabel 4.5.b, dan Tabel 4.5.c). Wallwork (1970) menjelaskan bahwa Filum Arthropoda yang terdiri dari 4 kelas yaitu Insecta, Arachnida, Dilpopoda, dan Crustacea merupakan kelompok hewan tanah yang pada umumnya menunjukkan dominansi tertinggi di antara organisme penyusun komunitas hewan tanah.

Seperti dilaporkan Ashadi (2004) cit. Aini (2004) bahwa kesamaan dominansi semut tersebut disebabkan karena semut pada umumnya cocok hidup pada kondisi berbagai sumber makanan. Seperti dilaporkan juga oleh Maftu’ah et al, (2002) cit. Aini (2004) bahwa jumlah semut banyak ditemukan baik di permukaan maupun di dalam tanah, dan hewan ini menyukai kondisi tanah yang lebih porus. Hewan jenis ini, hidup di daerah tropik dan sub tropik dan memakan sisa tanaman maupun hewan, sehingga keberadaannya banyak ditemukan di tempat-tempat yang banyak seresah.

1.b.Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Kepadatan Populasi dan Biomasa Makrofauna Epigeik

Kepadatan populasi adalah jumlah individu tiap satuan luas, volume, atau satuan penangkapan. Kepadatan hewan tanah sangat bergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Tabel 4.6 Fungsi Makrofauna Tanah Terhadap Ekosistem

Ordo Fungsi

Araneida Collembola Diplopoda Diptera Homoptera Hymenoptera Oligochaeta Orthoptera

Predator, pemakan insekta dan invertebrata lainnya.

Merupakan mesofauna tanah yang berfungsi

mendekomposisi bahan organik.

Fitofagus, saprofagus, menyebabkan kerusakan akar tanaman.

Dekomposisi bahan organik, melembabkan sisa bahan organik, vektor hama dan penyakit.

Vektor virus dan penyakit tanaman.

Konsumen primer, predator, memodifikasi habitat melalui aktivitas membuat sarang dan penyimpanan makanan.

Menggali lubang (memperbaiki struktur),

memperbaiki kesuburan tanah. Hama tanaman, detretivor. Sumber : Curry, 1994.

E. Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Porositas Tanah

Uji F menunjukkan bahwa jenis pohon berpengaruh tidak nyata terhadap porositas tanah (p >0,05) (contoh hasil analisis Uji F disajikan pada Lampiran 1). Hal ini bukan berarti bahwa jenis pohon sama sekali tidak memiliki pengaruh terhadap porositas tanah, namun pengaruhnya relatif kecil. Berdasarkan uji korelasi, peubah yang memiliki memiliki korelasi positif dengan porositas tanah adalah suhu udara (r = 0,53*), suhu tanah (r = 0,51*), berat jenis (r = 0,60*), % lempung (r = 0,47*), dan jumlah jenis (ordo) makrofauna epigeik (r = 0,46*) (hasil analisis korelasi disajikan pada Lampiran 1). Sedangkan peubah yang memiliki korelasi negatif dengan porositas tanah adalah kadar lengas (r = -0,52*), pH H2O (r = -0,56*), dan %

debu (r = -0,47*) (hasil analisis korelasi disajikan pada Lampiran 1). Dari seluruh peubah yang berkorelasi dengan porositas tanah, berdasarkan uji

stepwise regression tidak ada peubah yang paling berpengaruh.


(2)

commit to user

Gambar 4.3 Porositas di Bawah Tegakan Berbagai Jenis Pohon

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata (p >0,05).

Nilai porositas tanah di setiap tegakan pohon berbeda ditunjukkan pada Gambar 4.3. Berdasarkan gambar diatas pohon jati memiliki nilai porositas tertinggi yaitu 45,03 %. Suhu udara dan suhu tanah yang tinggi di lokasi pohon jati (Tabel 4.4), serta dengan kandungan lempung yang tinggi pula menyebabkan terbentuknya celah-celah di permukaan tanah sehingga tercipta ruang pori yang lebih banyak dibandingkan dengan lokasi pohon yang lain.

Masuknya aliran air ke dalam tanah melalui pori disebut permeabilitas. Secara kuantitatif permeabilitas diberi batasan dengan koefisien permeabilitas (k). Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Jika tanahnya berlapis-lapis, permeabilitas untuk aliran sejajar lebih besar dari pada permeabilitas untuk aliran tegak lurus. Lapisan permeabilitas lempung yang bercelah lebih besar dari pada lempung yang tidak bercelah (Pasaribu, 2005). Meskipun nilai porositas di lokasi pohon jati tertinggi namun nilai permeabilitasnya terendah (Tabel 4.2.b), hal ini disebabkan karena pada saat hujan turun menyebabkan lokasi pohon jati yang kandungan lempungnya tinggi menjadi jenuh air dan partikel-partikel tanah menutupi

24,53 a 19,88 a

25,73 a 45,03 a

25,42 a

33,05 a35,67 a32,72 a 23,69 a 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 P or os it as (100% ) JENIS POHON


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

ruang pori, sehingga menyebabkan ruang pori menjadi berkurang dan aliran air ke dalam tanah menjadi lambat.


(4)

commit to user

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Jenis pohon mempengaruhi ketebalan dan kualitas seresah di permukaan tanah, suhu udara, suhu tanah, dan kelengasan tanah. Jenis pohon memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap produksi seresah.

1.a. Ketebalan Seresah

Tertinggi : Pohon Pinus (24 cm) Terendah : Pohon Rambutan (0,14 cm) b. Kualitas Seresah

Tertinggi : Pohon Alpukat (93,21) Terendah : Pohon Rambutan (9,85) c. Produksi Seresah

Tertinggi : Pohon Rambutan (0,22 g/ha/th) Terendah : Pohon Pinus (0,04 g/ha/th) d. Suhu Udara

Tertinggi : Pohon Jati (27,34 oC) Terendah : Pohon Pinus (18,90 oC) e. Suhu Tanah

Tertinggi : Pohon Jati (26,30 oC) Terendah : Pohon Pinus (17,42 oC) f. Kelengasan Tanah

Tertinggi : Pohon Pinus (56,48%) Terendah : Pohon Jati (10,35%)

2. Jenis pohon memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap biomasa

(rata-rata 0,026 g/tangkapan), kepadatan populasi (rata-rata 0,203

ekor/tangkapan), dan jenis (ordo) makrofauna epigeik (rata-rata 4 ordo). Makrofauna epigeik yang mendominasi ke-9 jenis pohon adalah Ordo Semut (Hymenoptera).

3. Jenis pohon memiliki pengaruh terhadap terhadap jenis (ordo) (rata-rata 6 ordo) dan biomasa makrofauna endogeik (rata-rata 4,36 g/tangkapan),

56


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

namun memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap kepadatan populasi makrofauna endogeik (rata-rata 18 ekor /tangkapan). Makrofauna endogeik yang mendominasi adalah Ordo Cacing Tanah (Oligochaeta) dari spesies Pontoscolex corethrurus.

4. Jenis pohon memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap porositas tanah. Rata-rata porositas tanah di semua jenis pohon adalah 29,52%.

5. Makrofauna Epigeik, faktor yang mempengaruhi :

-Jenis (Ordo) : pH H2O dan porositas.

-Biomassa : Suhu udara, suhu tanah, lengas tanah,

permeabilitas, berat jenis, berat volum, % debu, diameter batang, tinggi tajuk, dan ketebalan seresah.

Makrofauna Endogeik, faktor yang mempengaruhi :

-Jenis (Ordo) : ketebalan seresah dan suhu udara.

-Kepadatan populasi : ketebalan seresah dan jumlah jenis makrofauna endogeik.

Porositas tanah, faktor yang mempengaruhi : suhu udara, suhu tanah, berat jenis, % lempung, jumlah jenis (ordo) makrofauna epigeik, kadar lengas, pH H2O, dan % debu.

B. Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh jenis pohon selain pohon yang telah diteliti terhadap populasi makrofauna epigeik dan endogeik serta porositas tanah di Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo Hulu.

2. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh jenis pohon terhadap makrofauna epigeik berdasarkan aktivitasnya yaitu nokturnal (aktif di malam hari), diurnal (aktif di siang hari), dan aritmis/krepuskular (aktif di malam maupun siang hari) guna memudahkan membedakan sifat, jenis, dan peranannya terhadap ekosistem di Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo Hulu.


(6)

commit to user

3. Perlu adanya perbaikan metode dalam pengukuran porositas tanah, yaitu dengan mengukur banyaknya pori makro dan pori mikro di bawah tegakan berbagai jenis pohon.