Analisis Kelengkapan Penulisan Resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

ANALISIS KELENGKAPAN PENULISAN RESEP DI INSTALASI

FARMASI RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA

NI MADE TIKA HERAYANTI NIM. 1420015036

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

ANALISIS KELENGKAPAN PENULISAN RESEP DI INSTALASI

FARMASI RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

NI MADE TIKA HERAYANTI NIM. 1420015036

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA 2016


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 14 Juli 2016

Tim Penguji Skripsi

Ketua

(Putu Ayu Indrayathi, SE., MPH) NIP. 197703312005012001

Anggota (Penguji II)

(dr. Pande Putu Januraga, M.Kes.,DrPH) NIP. 197901102003121001


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan diperiksa dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 14 Juli 2016

Pembimbing

(dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH) NIP. 198311042008012005


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang MahaEsa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kelengkapan Penulisan Resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara” tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana (S1) di Universitas Udayana Program Studi Kesehatan Masyarakat. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak yang terkait. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. I Made Ady Wirawan, MPH., PhD, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

2. Ibu Putu Ayu Indrayathi, S.E, MPH, selaku Ketua Bagian Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

3. Ibu dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu luang dalam memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen dan Staff tata usaha pada Program Studi Kesehatan Masyarakat atas bantuan dan dukungannya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Kepala Instalasi Farmasi dan seluruh petugas instalasi farmasi RS Mata Bali

Mandara atas waktu luangnya dalam memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.


(6)

vi

7. Teman-teman Angkatan Tahun 2014 yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam penyusunan skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak.

Denpasar, 14 Juli 2016


(7)

vii

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN Skripsi, Juli 2016

ANALISIS KELENGKAPAN PENULISAN RESEP DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MATA BALI MANDARA

ABSTRAK

Pelayanan farmasi merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien terkait sediaan obat yang nantinya dapat membantu proses pengobatan dan kemudian mampu meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pada prosesnya sangat mungkin terjadi kesalahan maupun kendala yang dapat berdampak buruk bagi pelayanan pasien. Dari data yang diperoleh diketahui kesalahan resep salah satunya terkait dengan penulisan signa atau keterangan aturan pakai. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode campuran (mixed methods).

Metode yang digunakan adalah observasi dan wawancara mendalam. Aspek yang diteliti dengan metode observasi adalah mengenai kelengkapan dalam penulisan resep. Jumlah sampel yang diambil sebesar 341 resep. Sedangkan aspek yang diteliti dengan metode wawancara adalah mengenai persepsi apoteker/asisten apoteker dan dokter terkait kelengkapan dalam penulisan resep. Jumlah informan pada penelitian ini adalah sebanyak 6 orang.

Hasil dari penelitian ini diketahui ketidaklengkapan penulisan resep ditemukan sebesar 99,4%. Komponen resep terbanyak yang tidak ditulis dengan lengkap adalah berat badan pasien yang didapat hasil sebesar 98,5%. Hanya pada komponen dosis pada resep yang tidak ditemui ketidaklengkapan penulisan. Masalah lain yang dihadapi di lapangan adalah banyaknya jumlah pasien dan kesulitan dalam berkomunikasi dengan pasien yang rata-rata berusia lanjut. Selain itu, faktor lainnya adalah keterbatasan jumlah sticker nama pasien pada rekam medis dan tidak tersedianya timbangan berat di poliklinik. Ditinjau dari pembaca resep, ketidaklengkapan resep ini menimbulkan beberapa dampak yang terkait dengan kinerja dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Mereka memerlukan waktu yang lebih lama untuk membaca resep dan untuk mengklarifikasi ulang isi resep dengan dokter penulis resep, sehingga memerlukan waktu tunggu pelayanan resep yang lebih lama.

Waktu tunggu yang melebihi standar dapat menimbulkan ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan farmasi khususnya dan pelayanan di rumah sakit pada umumnya.


(8)

viii SCHOOL OF PUBLIC HEALTH

FACULTY OF MEDICINE UDAYANA UNIVERSITY

CONCENTRATION ADMINISTRATION AND HEALTH POLICY Essay, on July 2016

Analysis of the Completeness of Prescriptions in the Pharmacy Installation “Mata Bali Mandara” Hospital

ABSTRACT

Pharmacy services is a direct services and responsible to the relevant patient medicine which in turn can help the process of treatment and then able to improve the quality of life of patients. In the process prescription service is very possible errors or problems which may adversely affect patient care. From the other data that the incidence of prescription errors due to incomplete signa.

This study is using a mixed methods. The data collection is done by in-depth interviews and direct observation. Aspects investigated by the method of observation is about completeness in prescription writing. Sample prescription for this study amounted to 341 prescription. While the aspects by the method of interview is about the perception of pharmacist/assistant pharmacist and doctor associated writing of the prescription. the number of informants in this study were 6 people.

The results of this studies, in this hospital 99,4% incompleteness prescription, and incompleteness prescription components namely body weight of patients who obtained in 98.5% is not complete, only the prescribing dosage is completeness in prescription writing. Another problem encountered in the field is the to much of patients and the difficulties in communicating with patients who have average elderly. In addition, other factors are limitations sticker of patient's name and the unavailability of weight scales in the policlinic. In terms of pharmacist, incompleteness prescription this raises some impacts associated with their performance in providing services to patients. They need more time to read the prescription and for reconfirm incomplete prescription with doctor, so the waiting time longer prescription services.

Waiting time beyond the standard waiting time services prescription can certainly cause dissatisfaction of patients to pharmacy services in particular and services at the hospital in general.


(9)

ix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.4.1 Tujuan Umum ... 5

1.4.2 Tujuan Khusus ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Manfaat Praktis ... 6

1.5.2 Manfaat Teoritis ...6

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Farmasi ... 8

2.2 Resep ... 8

2.2.1 Pengertian Resep ... 8

2.2.2 Ukuran Lembar Resep ... 9

2.2.3 Jenis-Jenis Resep ... 9


(10)

x

2.3.1 Pengertian Penulisan Resep ... 9

2.3.2 Tujuan Penulisan Resep ... 10

2.3.3 Format Penulisan Resep ... 10

2.3.4 Prinsip Penulisan Resep di Indonesia ... 11

2.4 Kelengkapan Penulisan Resep ... 12

2.5 Sikap dan Pengalaman Dokter dalam Penulisan Resep ... 14

2.6 Kelengkapan Penulisan Resep, Kinerja Petugas Farmasi dan Kualitas Layanan ... ..15

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep ... 18

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 19

3.2.1 Variabel Penelitian ... 19

3.2.2 Definisi Operasional ... 20

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 22

4.2 Peran Peneliti ... 22

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

4.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

4.4.1 Populasi Penelitian ... 23

4.4.2 Sampel Penelitian ... 23

4.5 Strategi Pengumpulan Data ... 25

4.5.1 Data Primer ... 25

4.6 Instrumen Penelitian... 26

4.6.1 Data Kuantitatif ... 26

4.6.2 Data Kualitatif ... 26

4.7 Pengolahan dan Analisis Data ... 27


(11)

xi

4.7.2 Data Kualitatif ... 28

4.8 Strategi Validasi Data... 28

BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 30

5.2 Riwayat Penelitian ... 31

5.3 Karakteristik Informan ... 32

5.4 Gambaran Resep yang Diteliti di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara ... 33

5.5 Gambaran Kelengkapan Penulisan Resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara ... 34

5.6 Gambaran Sikap dan Pengalaman Dokter terkait Penulisan Resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara ... 35

5.7 Dampak Penulisan Resep terhadap Kinerja Petugas Farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara... 37

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Gambaran Kelengkapan Penulisan Resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara ... 40

6.2 Sikap dan Pengalaman Dokter terkait Kelengkapan dalam Penulisan Resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara ... 44

6.3 Dampak yang Muncul Akibat Ketidaklengkapan Penulisan Resep Terkait Kinerja Petugas Farmasi dan Kualitas Layanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara ... 47

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 51

7.2 Saran ... 52

7.2.1 Untuk Instalasi Farmasi dan Rumah Sakit Mata Bali Mandara ... 52


(12)

xii DAFTAR PUSTAKA


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian Kuantitatif ... 20 Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian Kualititatif ... 21 Tabel 5.1 Gambaran 341 Resep yang diteliti di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara ... 33 Tabel 5.2 Kelengkapan Penulisan Resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali

Mandara ... 34 Tabel 5.3 Gambaran Kelengkapan Penulisan Resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit


(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Daftar Singkatan

BB : Berat Badan

RS : Rumah Sakit

SIP : Surat Ijin Praktek

THT : Telinga, Hidung, dan Tenggorokan WHO : World Health Organization

Daftar Lambang


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman


(16)

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Upaya pelayanan kesehatan merupakan berbagai kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan atau sarana pelayanan kesehatan yang memberikan berbagai pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dalam rangka untuk mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat, dan memiliki peran yang sangat penting. Rumah sakit menyediakan berbagai pelayanan, diantaranya pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Berbagai kegiatan dirumah sakit saling terkait satu dengan lainnya. Salah satu penunjang pelayanan di rumah sakit adalah pelayanan bidang farmasi (Menkes RI, 2014).

Standar pelayanan farmasi di rumah sakit merupakan tolak ukur yang digunakan sebagai pedoman bagi petugas farmasi dalam menjalankan pelayanan di rumah sakit. Pelayanan farmasi merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien terkait sediaan obat yang nantinya dapat membantu proses pengobatan dan kemudian mampu meningkatkan mutu kehidupan pasien. Dalam pelayanan farmasi, permintaan tertulis dari dokter kepada instalasi farmasi untuk menyediakan dan menyerahkan obat kepada pasien sesuai penyakit dan aturan-aturan yang berlaku disebut dengan resep (Menkes RI, 2014).

Pelayanan farmasi atau pemberian pelayanan obat terhadap pasien merupakan proses yang sangat kompleks. Pada prosesnya sangat mungkin terjadi kesalahan maupun kendala yang dapat berdampak buruk bagi pelayanan pasien. Salah satu


(18)

2

kendala yang sering ditemui adalah kejadian kesalahan resep. Kesalahan resep yang sering terjadi yaitu karena tulisan resep yang tidak jelas dan tidak lengkap sehingga tidak dapat terbaca dengan baik oleh petugas farmasi. Salah satu faktor yang meningkatkan resiko kesalahan dalam pengobatan adalah dari resep (Cohen, 1999).

Kemajuan teknologi saat ini seharusnya dapat dijadikan sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan masalah terkait resep. Salah satunya dengan menerapkan sistem informasi berbasis komputer yaitu dengan menerapkan Electronic Prescription Record (EPR). Dikutip dari artikel mengenai Antidote to Prescription Error, diketahui bahwa hasil penelitian terdahulu menunjukkan sistem informasi yang ditingkatkan dapat mencegah 78% kesalahan yang dapat mengakibatkan efek samping dari resep. Penulis juga mencatat, sistem yang ditingkatkan tersebut selain dapat memberikan signal peringatan kejadian kesalahan, juga dapat menghapus kesalahan resep yang tidak terbaca. Dampak dari sistem diharapkan memberi pengaruh baik dimasa depan (Voelker, 2000).

Penelitian yang dilakukan di Sunderland Eye Infimary, Inggris yang melibatkan 1952 resep menyebutkan kesalahan penulisan resep terbanyak adalah dengan format yang tidak benar dengan kejadian 144 resep. Dari 144 resep tersebut terdapat 18 resep dengan tulisan dokter yang tidak terbaca (Mandal, 2005).

Hasil penelitian lain yang dilakukan di apotek-apotek kota madya Yogyakarta menyatakan, bahwa masih kurangnya kesadaran penulis resep dalam menulis resep dengan lengkap menurut peraturan yang berlaku. Jumlah resep yang memenuhi kriteria kelengkapan resep atas dasar peraturan perundangan yang berlaku sejumlah 39,8%. Di Indonesia, Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 menyebutkan bahwa resep yang lengkap harus mencantumkan nama dan alamat penulis resep; nomor ijin praktek (jika dokter praktek pribadi); tanggal penulisan resep; tanda


(19)

3

tangan atau paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang diminta; cara pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya (Menkes, 2004). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di apotek-apotek kota madya Yogyakarta tersebut, ketidaklengkapan resep terjadi karena tidak dicantumkannya paraf dokter, nomer SIP dokter, tanggal resep dan alamat pemilik pada resep dokter hewan. Selain itu, 0,4 % resep ditulis oleh petugas kesehatan lain, seperti perawat dan bidan (Rahmawati dan Oetari, 2002).

Salah satu rumah sakit dengan klasifikasi A di Bali yaitu RS Indera Provinsi Bali, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 02.03/I/1328/2015 tanggal 15 Mei 2015 RS Indera Provinsi Bali berubah menjadi RS Mata Bali Mandara. RS Mata Bali Mandara memiliki instalasi farmasi yang menjadi penunjang pelayanan di rumah sakit tersebut. Dari data jumlah pegawai diketahui jumlah dokter spesialis sebanyak 16 orang dengan rincian, dokter spesialis mata sebanyak 8 orang, dokter spesialis THT sebanyak 3 orang, dan dokter spesialis kulit sebanyak 5 orang. Sedangkan untuk apoteker sebanyak 4 orang dengan asisten apoteker sebanyak 6 orang. Untuk pelayanan dibuka dari pukul 08:00 sampai pukul 13:30 WITA.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala instalasi farmasi rumah sakit tersebut, diketahui bahwa lembar/blanko resep yang digunakan sudah memenuhi komponen-komponen resep yang baik. Namun, dalam penulisan yang masih manual masih ditemui beberapa kesalahan, seperti ketidaklengkapan penulisan resep. Dari data rumah sakit diketahui bahwa kejadian prescription error, kesalahan penyerahan obat, dan kesalahan pemberian obat banyak diakibatkan tidak lengkapnya penulisan signa. Signa merupakan singkatan untuk keterangan aturan pakai. Sepanjang tahun 2015 (dari bulan Januari-Desember) diketahui resep yang masuk sebanyak 37.912 resep, dengan rata-rata resep tiap bulan sebanyak 3.000 resep, jadi rata-rata setiap


(20)

4

hari sebanyak lebih dari 100 resep yang masuk di instalasi farmasi rumah sakit tersebut. Dari data yang tercatat dalam buku catatan prescription error, kesalahan penyerahan obat, dan kesalahan pemberian obat terjadi sebanyak 76 kejadian, dengan kesalahan dan ketidaklengkapan penulisan signa sebanyak 43 kasus (Register Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara, 2015). Namun telaah yang telah dilakukan pada resep tersebut hanya pada prescription error atau hanya pada isi dari resep, tidak mencakup komponen administrasi kelengkapan resep lainnya. Analisis yang komprehensif terkait kelengkapan penulisan resep dan penelitian yang terkait untuk menggali persepsi penulis resep serta pembaca resep belum pernah dilakukan di rumah sakit tersebut.

Melihat dari dampak buruk yang dapat terjadi akibat ketidaklengkapan penulisan resep seperti kemungkinan kesalahan dalam pemberian obat dan waktu penyelesaian resep yang membutuhkan waktu lebih lama, maka hal-hal tersebut penting untuk diteliti. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis kelengkapan penulisan resep serta menggali persepsi penulis resep dan pembaca resep terkait kelengkapan dalam penulisan resep.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan pengumpulan data awal yang dilakukan, diketahui masih ditemukannya ketidaklengkapan penulisan resep yang masuk di Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara. Dari 37.912 resep yang masuk sepanjang tahun 2015 diketahui 76 resep mengalami ketidaklengkapan dan kesalahan penulisan (prescription error), namun analisis yang dilakukan tersebut belum komprehensif. Ketidaklengkapan dan kesalahan penulisan resep terbanyak disebabkan karena tidak lengkapnya penulisan signa. Penulisan resep yang tidak lengkap berpotensi menimbulkan dampak negatif


(21)

5

bagi pasien maupun pembaca resep. Dampak yang dialami pasien dapat berupa kesalahan dalam pemberian obat (jenis maupun dosis) maupun waktu penyelesaian resep yang membutuhkan waktu lebih lama. Sedangkan dampak yang dialami pembaca resep yaitu terkait kinerjanya yang juga berpengaruh pada mutu layanan di instalasi farmasi khususnya dan RS Mata Bali Mandara pada umumnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis kelengkapan penulisan resep serta menggali persepsi penulis resep dan pembaca resep terkait kelengkapan dalam penulisan resep.

1.3Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan antara lain:

1.3.1 Bagaimana gambaran kelengkapan penulisan resep di Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara?

1.3.2 Bagaimana sikap dan pengalaman penulis resep terkait kelengkapan dalam penulisan resep di Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara?

1.3.3 Bagaimana persepsi apoteker dan asisten apoteker sebagai pembaca resep mengenai dampak yang muncul akibat ketidaklengkapan dalam penulisan resep terkait kinerjanya dan kualitas layanan di Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara?

1.4Tujuan Penelitian Tujuan Umum :

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis kelengkapan penulisan resep di Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara.


(22)

6

Tujuan Khusus :

1.4.1 Untuk mengetahui gambaran kelengkapan dalam penulisan resep di Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara.

1.4.2 Untuk menggali sikap dan pengalaman penulis resep terkait kelengkapan dalam penulisan resep di Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara.

1.4.3 Untuk menggali persepsi pembaca resep atau apoteker dan asisten apoteker mengenai dampak yang muncul akibat ketidaklengkapan dalam penulisan resep terkait kinerja petugas farmasi dan kualitas layanan di Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara.

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada RS Mata Bali Mandara mengenai hasil analisis kelengkapan penulisan resep dan dampaknya dengan kualitas layanan di Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara sehingga dapat memberi masukan mengenai strategi pemecahan masalah sehingga mampu meningkatkan kualitas layanan khususnya dalam bidang pelayanan farmasi. 1.5.2 Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini, peneliti mampu meningkatkan pengetahuan mengenai bagaimana kelengkapan penulisan resep di Instalasi Farmasi RS Mata Bali Mandara dan dampaknya dengan kinerja dan kualitas layanan dengan menerapkan dan mengaplikasikan ilmu-ilmu yang sudah didapat saat kuliah di program studi Kesehatan Masyarakat FK UNUD.


(23)

7

1.6Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah penelitian dalam bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan mengenai manajemen mutu pelayanan dengan analisis kelengkapan penulisan resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara. Analisis tersebut akan dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara yang berlokasi di Jl. Angsoka No. 8, Denpasar.


(24)

(25)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pelayanan Farmasi

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Menurut WHO, pelayanan farmasi di rumah sakit, terdiri dari berbagai unsur, yang paling utama yaitu terkait usaha pengadaan, distribusi, dan pengawasan semua obat-obatan yang digunakan dalam pelayanan, melakukan evaluasi dan penyebaran informasi secara luas tentang obat-obatan dan penggunaannya kepada staff rumah sakit dan pasien, serta memantau dan menjamin kualitas penggunaan obat. Selain itu terdapat tugas dan kegiatan profesional lainnya, seperti penyuluhan obat-obatan kepada pasien dan tanggung jawab perawatan primer, yang dilakukan secara bekerja sama dengan bagian lainnya di rumah sakit.

2.2Resep

2.2.1 Pengertian Resep

Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter kepada instalasi farmasi untuk menyiapkan, membuat, meracik, dan menyerahkan obat untuk pasien. Dokter harus menulis resep dengan jelas dan lengkap, jika resep yang diterima oleh apoteker tidak jelas dan lengkap maka isi resep harus dikonfirmasi ulang ke dokter penulis resep (Syamsuni, 2006).


(26)

9

2.2.2 Ukuran Lembar Resep

Pada umumnya, resep memiliki ukuran panjang 15 hingga 20 cm dan lebar 10 hingga 12 cm. Lembar resep pada umumnya berbentuk persegi panjang (Jas, 2009).

2.2.3 Jenis-Jenis Resep

Resep terdiri dari 4 jenis, antara lain resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya; resep magistrales (R/. Poliklinikfarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik; resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan; resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya, dapat mengalami peracikan atau tidak (Jas, 2009).

2.3 Penulisan Resep

2.3.1 Pengertian Penulisan Resep

Penulisan resep artinya pengaplikasian pengetahuan dokter dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep menurut kaedah dan peraturan yang berlaku, diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek agar obat diberikan sesuai dengan yang tertulis. Pihak apotek terutama apoteker berkewajiban melayani secara cermat, memberi informasi terutama menyangkut penggunaan dan mengoreksinya bila terjadi kesalahan dalam penulisan. Dengan demikian pemberian obat lebih rasional yang artinya tepat, aman, efektif dan ekonomis (Jas, 2009).


(27)

10

2.3.2 Tujuan Penulisan Resep

Penulisan resep memiliki tujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi, meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat, terjadi kontrol silang (cross check) dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi, meningkatkan peran dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat, memberikan obat lebih rasional dibandingkan dispensing dan dokter bebas memilih obat secara tepat, ilmiah dan selektif, pelayanan yang dilakukan juga berorientasi kepada pasien (patien oriented), menghindarkan material

oriented, selain itu resep juga sebagai medical record yang dapat

dipertanggungjawabkan, dan bersifat rahasia.

2.3.3 Format Penulisan Resep

Resep terdiri dari 6 bagian, antara lain (Jas, 2009) :

1. Inscriptio: Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota dalam satu provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep, format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.

2. Invocatio: permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/=resipe” artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dokter dengan apoteker di instalasi farmasi.

3. Prescriptio/Ordonatio: nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan.


(28)

11

4. Signatura: yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.

5. Subscrioptio: yaitu tanda tangan/paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.

6. Pro (diperuntukkan): dicantumkan nama dan umur pasien. Untuk obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat pasien (bertujuan untuk pelaporan ke Dinkes setempat).

2.3.4 Prinsip Penulisan Resep di Indonesia

Setiap negara memiliki ketentuan berbeda tentang informasi apa yang harus tercantum dalam sebuah resep yaitu obat ditulis dengan nama paten/dagang, generik, resmi atau kimia, karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantun pada label kemasan, resep ditulis dengan jelas di kop resep resmi, bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep, Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin, Pro atau peruntukan dinyatakan dengan umur pasien (Jas, 2009).

Di Indonesia, persyaratan administrasi yang harus dimiliki resep ditetapkan

menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1027/MENKES/SK/IX/2004, meliputi nama dokter, SIP, dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan atau paraf dokter; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta; cara pemakaian yang jelas; dan informasi lainnya


(29)

12

2.4 Kelengkapan Penulisan Resep

Resep merupakan bagian terpenting sebelum pasien menerima obat. Dalam alur pelayanan resep, apoteker wajib melakukan skrining resep yang meliputi skrining administrasi, kesesuaian farmasetis, dan kesesuian klinis untuk menjamin legalitas suatu resep dan meminimalkan kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan. Dokter harus menulis resep dengan lengkap dan jelas untuk menghindari salah presepsi antara penulis dan pembaca resep. Terjadinya kegagalan komunikasi dan kejadian salah interpretasi antara dokter dengan apoteker merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kesalahan medikasi (medication error) yang dapat berakibat fatal bagi pasien (Cohen, 1999).

Berdasarkan literatur, hasil kajian kelengkapan resep pediatri rawat jalan di Kabupaten Gianyar diperoleh angka kejadian terkait kelengkapan administrasi yang berpotensi menimbulkan medication error sebesar 4,69%. Angka kejadian yang tergolong kecil bukan berarti masalah tersebut dapat diabaikan, karena kejadian yang terus menerus dapat memberi dampak buruk bagi pelayanan di rumah sakit (Piliarta, 2012).

Hasil penelitian dan analisis resep yang telah dilakukan di lima Apotek kota Surakarta, diketahui kejadian kelengkapan administrasi resep yang ditulis antara lain, terjadi ketidaklengkapan nama dokter 0,66%, nomor SIP 17,55%, alamat dokter 0,16 %, paraf dokter 21,68%, tanggal penulisan resep 2,32%, nama pasien 0,99%, umur pasien 32,78%, dan alamat pasien 55,80%. Penelitian lain juga menunjukkan, dalam penulisan resep sering kali terjadi penyimpangan dalam hal kelengkapan administrasi yang meliputi tanggal penulisan resep, SIP, alamat dokter, paraf dokter, dan keterangan bentuk sediaan. Tidak lengkapnya tanggal penulisan dan paraf dokter membuat keabsahan atau keaslian resep diragukan (Rahmawati dan Oetari, 2002).


(30)

13

Setiap komponen yang ada dalam administrasi kelengkapan penulisan resep memiliki peran penting untuk kejelasan keterangan dalam resep tersebut. Nama dokter merupakan salah satu syarat administrasi resep yang harus dipenuhi, karena dengan dicantumkannya nama dokter menujukkan bahwa resep tersebut asli dan dapat di pertanggungjawabkan dan tidak dapat disalahgunakan orang lain selain tenaga keprofesian dokter dalam hal ini untuk menentukan keputusan medis kepada pasien.

Penulisan SIP dokter wajib dicantumkan di dalam resep, terutama untuk dokter praktik pribadi karena untuk menjamin bahwa dokter tersebut secara sah diakui dalam praktek keprofesian dokter. Peraturan menteri kesehatan juga menyebutkan bahwa dokter dan dokter gigi wajib memiliki SIP (Menkes RI, 2007).

Alamat dokter terdiri dari alamat praktek, alamat rumah, dan nomor telepon dokter yang biasa dicantumkan dalam resep. Alamat dokter harus dicantumkan dengan jelas dan diperlukan apabila suatu resep tulisannya tidak jelas atau meragukan dapat langsung menghubungi dokter yang bersangkutan, hal ini juga akan memperlancar pelayanan pasien pada waktu di apotek. Namun, khusus untuk resep rumah sakit sudah lengkap dicantumkan alamat dan nomor telepon rumah sakit pada bagian atas resep.

Pencantuman paraf dokter digunakan agar resep yang ditulis otentik dan dapat dipertanggungjawabkan agar tidak disalahgunakan oleh masyarakat umum, hal itu terkait dalam penulisan resep narkotik maupun psikotropika. Untuk tanggal penulisan resep dicantumkan untuk keamanan pasien dalam hal penggambilan obat. Apoteker dapat menentukan apakah resep tersebut masih dapat dilayani di apotek atau disarankan kembali ke dokter.


(31)

14

Pencantuman nama pasien di dalam resep sangat penting, yaitu untuk menghindari tertukarnya obat dengan pasien lain pada waktu pelayanan di apotek. Untuk alamat pasien sering kali diabaikan oleh penulis resep (dokter), alamat pasien berguna sebagai identitas pasien apabila terjadi kesalahan dalam pemberian obat di apotek, atau obat tertukar dengan pasien lain.

Pencantuman umur pasien di dalam resep berguna dalam kaitannya dengan perhitungan dosis obat, karena banyak rumus untuk perhitungan dosis menggunakan umur pasien. Umur pasien juga berkaitan dengan kesesuaian bentuk sediaan akhir pada resep racikan.

Jadi, setiap komponen dalam penulisan resep sangat penting untuk dilengkapi, selain untuk keamanan pasien juga dapat membantu apoteker dalam proses pembacaan resep dan kemudahan dalam pelayanan pemberian obat.

2.5 Sikap dan Pengalaman Dokter dalam Penulisan Resep

Penulisan resep merupakan salah satu pengaplikasian pengetahuan dokter dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep menurut kaedah dan peraturan yang berlaku, diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek/instalasi farmasi agar obat diberikan sesuai dengan yang tertulis. Dalam prosesnya sangat mungkin dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain sikap dokter itu sendiri dalam menerapkan penulisan resep sesuai kaedah dan peraturan yang berlaku. Selain itu, pengalaman dokter itu sendiri terkait kendala yang dialami di lapangan juga dapat mempengaruhi dirinya dalam penulisan resep. Hal tersebut dapat memberi pengaruh pada kelengkapan penulisan resep, resep yang tidak lengkap dapat memicu terjadinya salah persepsi antara penulis resep dengan pembaca resep (Wongkar, 2000).


(32)

15

Ranah perilaku terdiri atas kognitif, afektif, dan psikomotor atau dalam bentuk yang lebih operasional dapat diukur dengan knowledge (pengetahuan), attitude (sikap) dan practice (tindakan) (Notoatmodjo, 2010). Dengan adanya pengukuran knowledge, attitude dan practice ini nantinya dapat diidentifikasi apa yang telah diketahui dan dilakukan dokter serta bagaimana sikap dokter dalam melakukan pekerjaan sehari-hari apakah sudah mencerminkan perilaku aman atau belum. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Kognitif atau pengetahuan merupakan domain terpenting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Kholid, 2012).

2.6 Kelengkapan Penulisan Resep, Kinerja Petugas Farmasi dan Kualitas Layanan

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka rumah sakit harus mampu memikirkan strategi untuk memberikan pelayanan yang bermutu kepada pasien. Peningkatan mutu pelayanan dan kepuasan pasien merupakan hal penting yang harus diperhatikan sebagai penentu penetapan kebijakan baru di rumah sakit. Peningkatan mutu dalam pelayanan kesehatan selain berorientasi pada proses pelayanan yang bermutu, juga menuntut hasil mutu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan keinginan pasien (Wijono, 2009).


(33)

16

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, kelengkapan penulisan resep sangat membantu dalam proses penyelesaian resep oleh apoteker. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada apotek-apotek di kotamadya Yogyakarta diketahui bahwa salah interpretasi yang terjadi adalah terkait penulisan resep yang tidak jelas ataupun sukar dibaca (terutama pada bagian nama obat, dosis dan jumlah obat, aturan pakai, bentuk sediaan, dan jumlah iterasi), penulisan aturan pakai yang tidak lengkap serta digunakannya singkatan yang tidak lazim dalam resep untuk nama obat dan aturan pakai. Hal tersebut tentunya dapat menghambat apoteker dalam mengartikan isi resep sehingga menyebabkan waktu penyelesaian resep menjadi lebih lama.

Dari data analisis kajian resep Instalasi Farmasi RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng tahun 2012, menunjukkan bahwa resep yang dapat menyebabkan terjadinya medication error karena resep tidak lengkap yaitu sebesar 36,75%. Dengan melihat data tersebut, menandakan bahwa peluang akan terjadinya medication error di rumah sakit tersebut sangat besar.

Penelitian lain yang dilakukan pada 96 resep pediatri rawat jalan di RS Swasta di kabupaten Gianyar, diperoleh angka kejadian yang berpotensi menimbulkan error tertinggi adalah cara pemakaian sebesar 76,92%, diikuti oleh nama dan umur pasien sebesar 15,39%, kemudian jumlah obat yang diminta sebesar 7,69%. Dari hasil kajian tersebut, yang berpotensi menimbulkan medication error sebanyak 277 resep, yang terdiri dari kesesuaian farmasetika sebesar 78,70%, pertimbangan klinis sebesar 16,61%, dan kelengkapan administrasi sebesar 4,69%. Kelengkapan administrasi tersebut dapat memicu kesalahan komunikasi antara penulis resep dengan pembaca resep. Contoh ketidaklengkapan resep pada peresepan pediatri yaitu tidak tercantumnya berat badan dan umur pasien, padahal diketahui kedua unsur resep


(34)

17

tersebut sangat penting sebagai dasar perhitungan dosis pemberian obat (Piliarta, 2012).

Wongkar dalam Widiasari mengatakan bahwa jumlah resep dan kelengkapan resep merupakan salah satu faktor yang memberi kontribusi terhadap waktu tunggu pelayanan resep. Selain itu, tidak lengkapnya penulisan resep dapat memicu terjadinya salah persepsi antara penulis resep dengan pembaca resep. Pembaca resep atau apoteker wajib mengonfirmasi keraguannya dalam membaca resep ke penulis resep atau dokter yang bersangkutan. Kejadian tersebut tentunya dapat mempengaruhi kinerja petugas/apoteker dalam pelayanan resep yang dapat berdampak pada waktu tunggu penyelesaian resep yang dapat mempengaruhi kualitas layanan (Wongkar, 2000).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Southern California menunjukkan bahwa kepuasan pasien terhadap layanan farmasi sangat erat kaitannya dengan kepuasan pasien terkait waktu tunggu penyelesaian resep. Waktu tunggu penyelesaian resep yang lama merupakan salah satu alasan mengapa sebagian pasien enggan menebus resepnya ditempat tersebut. Hal tersebut tentunya sangat mempengaruhi kualitas layanan pada instalasi farmasi khususnya dan rumah sakit pada umumnya (Afolabi dan Erhun, 2003).


(1)

2.4 Kelengkapan Penulisan Resep

Resep merupakan bagian terpenting sebelum pasien menerima obat. Dalam alur pelayanan resep, apoteker wajib melakukan skrining resep yang meliputi skrining administrasi, kesesuaian farmasetis, dan kesesuian klinis untuk menjamin legalitas suatu resep dan meminimalkan kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan. Dokter harus menulis resep dengan lengkap dan jelas untuk menghindari salah presepsi antara penulis dan pembaca resep. Terjadinya kegagalan komunikasi dan kejadian salah interpretasi antara dokter dengan apoteker merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kesalahan medikasi (medication error) yang dapat berakibat fatal bagi pasien (Cohen, 1999).

Berdasarkan literatur, hasil kajian kelengkapan resep pediatri rawat jalan di Kabupaten Gianyar diperoleh angka kejadian terkait kelengkapan administrasi yang berpotensi menimbulkan medication error sebesar 4,69%. Angka kejadian yang tergolong kecil bukan berarti masalah tersebut dapat diabaikan, karena kejadian yang terus menerus dapat memberi dampak buruk bagi pelayanan di rumah sakit (Piliarta, 2012).

Hasil penelitian dan analisis resep yang telah dilakukan di lima Apotek kota Surakarta, diketahui kejadian kelengkapan administrasi resep yang ditulis antara lain, terjadi ketidaklengkapan nama dokter 0,66%, nomor SIP 17,55%, alamat dokter 0,16 %, paraf dokter 21,68%, tanggal penulisan resep 2,32%, nama pasien 0,99%, umur pasien 32,78%, dan alamat pasien 55,80%. Penelitian lain juga menunjukkan, dalam penulisan resep sering kali terjadi penyimpangan dalam hal kelengkapan administrasi yang meliputi tanggal penulisan resep, SIP, alamat dokter, paraf dokter, dan keterangan bentuk sediaan. Tidak lengkapnya tanggal penulisan dan paraf dokter membuat keabsahan atau keaslian resep diragukan (Rahmawati dan Oetari, 2002).


(2)

Setiap komponen yang ada dalam administrasi kelengkapan penulisan resep memiliki peran penting untuk kejelasan keterangan dalam resep tersebut. Nama dokter merupakan salah satu syarat administrasi resep yang harus dipenuhi, karena dengan dicantumkannya nama dokter menujukkan bahwa resep tersebut asli dan dapat di pertanggungjawabkan dan tidak dapat disalahgunakan orang lain selain tenaga keprofesian dokter dalam hal ini untuk menentukan keputusan medis kepada pasien.

Penulisan SIP dokter wajib dicantumkan di dalam resep, terutama untuk dokter praktik pribadi karena untuk menjamin bahwa dokter tersebut secara sah diakui dalam praktek keprofesian dokter. Peraturan menteri kesehatan juga menyebutkan bahwa dokter dan dokter gigi wajib memiliki SIP (Menkes RI, 2007).

Alamat dokter terdiri dari alamat praktek, alamat rumah, dan nomor telepon dokter yang biasa dicantumkan dalam resep. Alamat dokter harus dicantumkan dengan jelas dan diperlukan apabila suatu resep tulisannya tidak jelas atau meragukan dapat langsung menghubungi dokter yang bersangkutan, hal ini juga akan memperlancar pelayanan pasien pada waktu di apotek. Namun, khusus untuk resep rumah sakit sudah lengkap dicantumkan alamat dan nomor telepon rumah sakit pada bagian atas resep.

Pencantuman paraf dokter digunakan agar resep yang ditulis otentik dan dapat dipertanggungjawabkan agar tidak disalahgunakan oleh masyarakat umum, hal itu terkait dalam penulisan resep narkotik maupun psikotropika. Untuk tanggal penulisan resep dicantumkan untuk keamanan pasien dalam hal penggambilan obat. Apoteker dapat menentukan apakah resep tersebut masih dapat dilayani di apotek atau disarankan kembali ke dokter.


(3)

Pencantuman nama pasien di dalam resep sangat penting, yaitu untuk menghindari tertukarnya obat dengan pasien lain pada waktu pelayanan di apotek. Untuk alamat pasien sering kali diabaikan oleh penulis resep (dokter), alamat pasien berguna sebagai identitas pasien apabila terjadi kesalahan dalam pemberian obat di apotek, atau obat tertukar dengan pasien lain.

Pencantuman umur pasien di dalam resep berguna dalam kaitannya dengan perhitungan dosis obat, karena banyak rumus untuk perhitungan dosis menggunakan umur pasien. Umur pasien juga berkaitan dengan kesesuaian bentuk sediaan akhir pada resep racikan.

Jadi, setiap komponen dalam penulisan resep sangat penting untuk dilengkapi, selain untuk keamanan pasien juga dapat membantu apoteker dalam proses pembacaan resep dan kemudahan dalam pelayanan pemberian obat.

2.5 Sikap dan Pengalaman Dokter dalam Penulisan Resep

Penulisan resep merupakan salah satu pengaplikasian pengetahuan dokter dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas resep menurut kaedah dan peraturan yang berlaku, diajukan secara tertulis kepada apoteker di apotek/instalasi farmasi agar obat diberikan sesuai dengan yang tertulis. Dalam prosesnya sangat mungkin dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain sikap dokter itu sendiri dalam menerapkan penulisan resep sesuai kaedah dan peraturan yang berlaku. Selain itu, pengalaman dokter itu sendiri terkait kendala yang dialami di lapangan juga dapat mempengaruhi dirinya dalam penulisan resep. Hal tersebut dapat memberi pengaruh pada kelengkapan penulisan resep, resep yang tidak lengkap dapat memicu terjadinya salah persepsi antara penulis resep dengan pembaca resep (Wongkar, 2000).


(4)

Ranah perilaku terdiri atas kognitif, afektif, dan psikomotor atau dalam bentuk yang lebih operasional dapat diukur dengan knowledge (pengetahuan), attitude (sikap) dan practice (tindakan) (Notoatmodjo, 2010). Dengan adanya pengukuran knowledge, attitude dan practice ini nantinya dapat diidentifikasi apa yang telah diketahui dan dilakukan dokter serta bagaimana sikap dokter dalam melakukan pekerjaan sehari-hari apakah sudah mencerminkan perilaku aman atau belum. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Kognitif atau pengetahuan merupakan domain terpenting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Kholid, 2012).

2.6 Kelengkapan Penulisan Resep, Kinerja Petugas Farmasi dan Kualitas Layanan

Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka rumah sakit harus mampu memikirkan strategi untuk memberikan pelayanan yang bermutu kepada pasien. Peningkatan mutu pelayanan dan kepuasan pasien merupakan hal penting yang harus diperhatikan sebagai penentu penetapan kebijakan baru di rumah sakit. Peningkatan mutu dalam pelayanan kesehatan selain berorientasi pada proses pelayanan yang bermutu, juga menuntut hasil mutu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan keinginan pasien (Wijono, 2009).


(5)

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, kelengkapan penulisan resep sangat membantu dalam proses penyelesaian resep oleh apoteker. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada apotek-apotek di kotamadya Yogyakarta diketahui bahwa salah interpretasi yang terjadi adalah terkait penulisan resep yang tidak jelas ataupun sukar dibaca (terutama pada bagian nama obat, dosis dan jumlah obat, aturan pakai, bentuk sediaan, dan jumlah iterasi), penulisan aturan pakai yang tidak lengkap serta digunakannya singkatan yang tidak lazim dalam resep untuk nama obat dan aturan pakai. Hal tersebut tentunya dapat menghambat apoteker dalam mengartikan isi resep sehingga menyebabkan waktu penyelesaian resep menjadi lebih lama.

Dari data analisis kajian resep Instalasi Farmasi RSUD Anwar Makkatutu Bantaeng tahun 2012, menunjukkan bahwa resep yang dapat menyebabkan terjadinya medication error karena resep tidak lengkap yaitu sebesar 36,75%. Dengan melihat data tersebut, menandakan bahwa peluang akan terjadinya medication error di rumah sakit tersebut sangat besar.

Penelitian lain yang dilakukan pada 96 resep pediatri rawat jalan di RS Swasta di kabupaten Gianyar, diperoleh angka kejadian yang berpotensi menimbulkan error tertinggi adalah cara pemakaian sebesar 76,92%, diikuti oleh nama dan umur pasien sebesar 15,39%, kemudian jumlah obat yang diminta sebesar 7,69%. Dari hasil kajian tersebut, yang berpotensi menimbulkan medication error sebanyak 277 resep, yang terdiri dari kesesuaian farmasetika sebesar 78,70%, pertimbangan klinis sebesar 16,61%, dan kelengkapan administrasi sebesar 4,69%. Kelengkapan administrasi tersebut dapat memicu kesalahan komunikasi antara penulis resep dengan pembaca resep. Contoh ketidaklengkapan resep pada peresepan pediatri yaitu tidak tercantumnya berat badan dan umur pasien, padahal diketahui kedua unsur resep


(6)

tersebut sangat penting sebagai dasar perhitungan dosis pemberian obat (Piliarta, 2012).

Wongkar dalam Widiasari mengatakan bahwa jumlah resep dan kelengkapan resep merupakan salah satu faktor yang memberi kontribusi terhadap waktu tunggu pelayanan resep. Selain itu, tidak lengkapnya penulisan resep dapat memicu terjadinya salah persepsi antara penulis resep dengan pembaca resep. Pembaca resep atau apoteker wajib mengonfirmasi keraguannya dalam membaca resep ke penulis resep atau dokter yang bersangkutan. Kejadian tersebut tentunya dapat mempengaruhi kinerja petugas/apoteker dalam pelayanan resep yang dapat berdampak pada waktu tunggu penyelesaian resep yang dapat mempengaruhi kualitas layanan (Wongkar, 2000).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh University of Southern California menunjukkan bahwa kepuasan pasien terhadap layanan farmasi sangat erat kaitannya dengan kepuasan pasien terkait waktu tunggu penyelesaian resep. Waktu tunggu penyelesaian resep yang lama merupakan salah satu alasan mengapa sebagian pasien enggan menebus resepnya ditempat tersebut. Hal tersebut tentunya sangat mempengaruhi kualitas layanan pada instalasi farmasi khususnya dan rumah sakit pada umumnya (Afolabi dan Erhun, 2003).