EKSISTENSI TENAGA KONTRAK PADA DINAS PEMADAM KEBAKARAN KABUPATEN BADUNG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

(1)

i

EKSISTENSI TENAGA KONTRAK PADA DINAS

PEMADAM KEBAKARAN KABUPATEN BADUNG

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13

TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

I GEDE AGUS GUNAWAN NIM. 1016051072

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

ii

EKSISTENSI TENAGA KONTRAK PADA DINAS

PEMADAM KEBAKARAN KABUPATEN BADUNG

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13

TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

I GEDE AGUS GUNAWAN NIM. 1016051072

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(3)

iii

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 10 DESEMBER 2015

Pembimbing I

Dr. I Made Udiana, SH.,MH. NIP. 19550925 198610 1 001

Pembimbing II

I Made Pujawan, SH.,MH. NIP. 19530410 198603 1 001


(4)

iv

SKRIPSI INI TELAH DI UJUI PADA TANGGAL 13 JANUARI 2015

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor 0009\UN 14.4E\IV\PP\2016 : Tanggal 5 Januari 2016

Ketua : Dr. I Made Udiana, SH.,MH. (……….….) NIP. 19550925 198610 1 001

Sekretaris : I Made Pujawan, SH.,MH. (……..……) NIP. 19530410 198603 1 001

Anggota : I Ketut Markeling, SH.,MH. (………...) NIP. 19541231 198403 1 007

I Nyoman Darmadha,SH.,MH. (…………..) NIP. 19541231 198103 1 033

I Nyoman Mudana, SH.,MH. (…………..)


(5)

v

KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”

Puja dan Puji Syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widi Wasa, karena atas Asung Kertha Wara Nugraha beliaulah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berjudul Eksistensi Perlindungan Hukum Tenaga Kontrak Pada Dinas Pemadam Kebakaran Di Kabupaten Badung.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan dalam rangka menyelesaikan pendidikan sarjana strata satu (S1) Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemui berbagai hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini khususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. I. G. N. Wairocana, SH.,MH., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH.,MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH.,MH., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, SH.,MH., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.


(6)

vi

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Keperdataan Universitas Udayana.

6. Bapak Dr. I Wayan Wiriawan, SH..,MH., Ketua Program Non Reguler Fakultas Hukum Universitas Udayana.

7. Bapak I Ketut Artadi, SH.,SU., Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk dalam menyelesaikan kuliah ini.

8. Bapak Dr. I Made Udiana, SH.,MH., Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan pertimbangan dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak I Made Pujawan, SH.,MH., Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan pertimbangan dalam penulisan skripsi ini.

10.Bapak atau Ibu Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah banyak memberikan ilmu serta wawasan yang lebih kepada penulis.

11.Bapak atau Ibu Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membantu dan memberikan kemudahan segala urusan administrasi selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

12.Bapak penulis I Made Tamiana dan Ibu penulis AA Made Kartnini (alm) yang selalu memberikan semangat dan doa restunya kepada penulis untuk segera menyelesaikann penulisan skripsi ini.


(7)

vii

Ariantini, Sri Utami, yang selalu memberikan dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

14.Rekan-rekan penulis Renhat, Tami, Hery, Intan, Rama, Arya, Erik, Oka, Kory, yang senantiasa memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

15.Rekan-rekan di Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung yang khususnya Regu I UPT Selatan, yang senantiasa menemani belajar dan memberikan informasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, segala saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis hargai dan harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

“Om santhi, santhi, santthi, Om”

Denpasar, 03 November 2015 Penulis


(8)

viii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulisan menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/ atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari banyak pihak manapun juga.

Denpasar, November 2015 Yang menyatakan,

I GEDE AGUS GUNAWAN NIM. 1016051072


(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

HALAMAN KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

HALAMAN DAFTAR ISI ... xi

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN………. xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 10

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 11

1.5 Tujuan Penulisan ... 12

1.5.1 Tujuan umum ... 12

1.5.2 Tujuan khusus ... 13

1.6 Manfaat Penelitian ... 13

1.6.1 Manfaat teoritis ... 13

1.6.2 Manfaat praktis ... 13

1.7 Landasas Teoritis ... 13

1.7.1 Teori Perlindungan Hukum ... 13


(10)

x

1.8 Metode Penelitian ... 25

1.8.1 Jenis penelitian ... 25

1.8.2 Jenis pendekatan ... 25

1.8.3 Sifat penelitian ... 26

1.8.4 Data dan sumber data ... 26

1.8.5 Teknik pengumpulan data hukum ... 28

1.8.6 Teknik pengelolaan dan analisis data ... 28

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja ... 30

2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja ... 30

2.1.2 Syarat Sahnya Perjanjian Kerja ... 31

2.1.3 Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja ... 32

2.1.4 Pembagian Perjanjian Kerja... 34

2.2 Perlindungan Hukum ... 36

2.2.1 Pengertian Perlindungan Hukum ... 36

2.2.2 Pengertian Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan ... 36

2.2.3 Jenis Perlindungan Hukum ... 40

2.3 Tenaga Kontrak ……… ... 40

2.3.1 Pengertian Tenaga Kontrak ……… ... 40


(11)

xi

KEBAKARAN KABUPATEN BADUNG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

3.1. Pelaksanaan sistem perekrutan Tenaga Kontrak Pada Dinas Pemadam Kebakaran………... 45 3.2 Proses Perjanjian Penggunaan Tenaga Kontrak Pada Dinas

Pemadam Kebakaran………... 47 BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM, TEKNIS EKONOMI DAN

SOSIAL TENAGA KONTRAK PADA DINAS PEMADAM KEBAKARAN DI KABUPATEN BADUNG

4.1 Faktor Internal Yang Mempengaruhi Perlindungan Hukum Tenaga Kontrak ………... 49 4.2 Faktor Eksternal Yang Mempengaruhi Perlindungan Hukum

Tenaga Kontrak ………. ... 56 BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan……… . 57 5.2. Saran……….. .. 58 DAFTAR PUSTAKA


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Korespondensi 2. Lampiran-lampiran


(13)

xiii

Di Indonesia sendiri permasalahan kebakaran sudah ada lembaga yang bertugas untuk melaksanakan usaha-usaha pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta pertolongan dan atau penyelamatan terhadap bencana lain. Lembaga tersebut adalah Dinas Pemadam Kebakaran yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati. Terjadinya pengangkatan tenaga kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung disebabkan karena kebutuhan yang sangat urgent. Untuk kepetingan masyarakat umum yang di karenakan wilayah kabupaten badung yang cukup luas, maka perlu penambahan post bantu di setiap wilayah untuk mempercepat respon jika terjadi kebakaran. Oleh karena itu perlu diketahui apakah sisem perekrutan tenaga kontrak sudag sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. dan perlindungan hukum pada dinas sudah sesuai dengan undng-undang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum empiris. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian jurnal ini adalah pendekatan fakta (fact approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang relevan dengan permasalahan penelitian dengan mengkaji pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan, dan mengkaji aspek terapan atau implementasinya. Penggunaan Tenaga Kontrak Pada Dinas Pemadam Kebakaran dimulai dengan dibentuknya tim seleksi pada dinas pemadam kebakaran, tim seleksi terdiri dari kepala dinas (kadis), seketaris, kabid, kabag kepegawaian dan kasi, kasi yang terkait. Selanjutnya diterbitkan SK penunjukan tenaga kontrak staf operasional pemadam kebakaran tahun anggaran 2014. Selanjutnya tim perekrutan menjalakn pekerjaannya dengan menyusun syarat-syart dan tata perekrutan tenaga kontrak. Dalam penerimaan tenaga kontrak terdapat standarisasi dalam menerima tenaga kontrak berupa test rangking nilai, test (Tinggi, umur dan berat badan) dan test tulis. Test dilakukan karena melihat banyaknya pelamar yang ingin bekerja. Bentuk hubungan kerja antara Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung dan tenaga kontrak adalah kesepakatan yang tertuang dalam surat pernyataan sebagai landasan adanya hubungan kerja diantara keduanya. Perjanjian kerja yang dibuat oleh tim perekrutan tenaga kontrak dinas pemadam kebakaran kabupaten badung tidak tertuang kesepakatan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga tidak terdapat perlindungan hukum dalama hal keselamatan dan kesehatan kerja, bagi tenaga kontrak di dinas pemadam kebakaran Kabupaten Badung. Terdapat dua faktor perlindungan hukum di dinas pemadam kebakaran yaitu faktor internal perlindungan hukum tenaga kontrak akan berkaitan dengan lembaga, faktor yang mengakibatkan belum diberikannya kepastian perlindungan hukum dalam hal ini kesehatan dan keselamatan kerja karena belum adanya anggaran pengadaan asuransi jiwa, sehingga perjanjian kesehatan dan keselamatan kerja antara tenaga kontrak dan dinas pemadam kebakaran belum dituangkan di dalam surat pernyataan, Sedangkan faktor eksternal perlindungan hukum tenaga kontrak akan berkaitan masyarakat. Diperjalanan menuju tempat kejadian perkara kebakaran di mana pengguna jalan masih belum sadar untuk memberikan kesempatan kepada mobil peemadam kebakaran untuk diutamakan dan juga di tempat kejadian di mana masyarakat di wilayah kebakaran sering memaksa petugas pemadam untuk secepatnya memadamkan api tanpa melihat situasi di lokasi kejadian yang membahayakan petugas.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Tenaga Kontrak, Dinas Pemadam Kebakaran


(14)

xiv ABSTRACT

In Indonesia the problems existing fire agencies tasked to implement prevention efforts as well as rescue and fire fighting and rescue or other disaster. The agency is the Fire Department led by a Head of Department under and responsible to the Regent. The appointment of contract staff at the Fire Department Badung due to a very urgent need. To interest general public in the district because of delinquent wide enough, it is necessary to post additional help in every region to speed up the response in case of fire. Therefore it is necessary to know how the implementation of the legal protection of labor contracts at the Fire Department in Badung and the factors that influence legal protection for contract workers at the Fire Department in Badung. This type of research used in this thesis is empirical legal research. The method used in the study of this journal is the approach of the fact (fact approach) and approach to legislation (statute approach) that are relevant to the research problems by examining article by article, the formalities and the binding force of a law, as well as the legal language used, and examines aspects of applied or implementation. The form of the working relationship between the Fire Department Badung and labor contracts are agreements contained in the affidavit as a basis for the working relationship between them. Employment agreement made by a team of recruitment contracts delinquent county fire department did not set out an agreement on health and safety, so that there is no legal protection in terms of safety and health, for contract workers in the fire department Badung. There are two factors of legal protection in the fire department is internal factor of legal protection contract labor will be associated with the institution, the factors that resulted in yet it provides certainty of legal protection in this case the health and safety because there is no budget provision of life insurance, so that the agreement occupational health and safety between the contractor and the fire department has not been set forth in the affidavit, the external factor will contract labor law protection related labor contract status in delinquent fire service district. With certainty has not given legal protection regarding occupational health and safety in an affidavit the Fire Department Badung lead to feeling uneasy and restless at work, look at the work that we do have a high risk for accidents.


(15)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Tenaga kerja memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Hal ini karena tenaga kerja adalah sebagai pelaku dan subyek pembangunan sekaligus juga sebagai tujuan atau obyek pembangunan nasional yang akan menentukan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Oleh karna itu diharapkan tenaga kerja dapat melaksanakan fungsinya dengan baik melalui pemberian kesempatan kerja yang merata, perlindungan terhadap hak-haknya dalam menjalankan pekerjaan, pemberian jaminan kesejahteraan, kesehatan, keselamatan dan semua aspek ketenagakerjaan.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan struktural dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa indonesia menyebutkan dalam Pasal 27 ayat (2) bahwa: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Hal ini menunjukkan bahwa setiap warga negara Indonesia tanpa memandang suku, ras, jenis kelamin, dan lain-lain, mempunyai hak yang sama untuk mendapat pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan.

Sampai saat ini Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai ketenagakerjaan bersumber pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut Undang-Undang Ketenagakerjaan). Dalam undang-undang ini hubungan kerja dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu hubungan kerja tetap, hubungan kerja kontrak dan hubungan kerja melalui pihak ketiga.

Hubungan kerja tetap didasari oleh Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (selanjutnya disebut PKWTT) dan mensyaratkan adanya masa percobaan selama 3


(16)

2

(tiga) bulan (Pasal 56 dan Pasal 60 Undang-Undang Ketenagakerjaan). Sedangkan hubungan kerja kontrak didasari oleh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (selanjutnya disebut PKWT) dan tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan selama 3 (tiga) bulan (Pasal 56 dan Pasal 58 Undang-Undang Ketenagakerjaan). Sementara itu hubungan kerja melalui pihak ketiga didasarkan pada ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja kontrak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu tenaga kerja yang diperoleh melalui pihak ketiga yang biasa disebut sebagai tenaga outsourcing dan tenaga kontrak yang langsung diupayakan oleh perusahaan atau instansi sendiri.

Mempekerjakan karyawan dalam ikatan kerja outsoucing nampaknya sedang menjadi trend atau model bagi pemilik atau pemimpin perusahaan baik itu perusahaan milik negara maupun perusahaan milik swasta. Banyak perusahaan outsourcing yakni perusahaan yang bergerak di bidang penyedia tenaga kerja aktif menawarkan ke perusahaan-perusahaan pemberi kerja, sehingga perusahaan yang memerlukan tenaga tidak perlu susah-susah mencari, menyeleksi dan melatih tenaga kerja yang dibutuhkan1.

Fenomena memilih kebijakan untuk menggunakan tenaga kerja outsourcing semakin bertambah saat terjadinya krisis ekonomi global yang melanda dunia termasuk Indonesia. Banyak perusahaan yang mengalami

1

S. Gunarto, 2006, Perlindungan Hukum Bagi Para Pekerja Kontrak Outsourcing, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, h. 27.


(17)

penurunan tingkat penjualan, sedangkan dilain pihak kebutuhan biaya hidup karyawan meningkat karena kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, maka terjadilah konflik antara karyawan yang menuntut kenaikan upah tetapi manajemen kesulitan memenuhi karena kondisi perusahaan menurun2.

Penggunaan tenaga kerja outsourcing di negara-negara maju merupakan kebijakan perusahaan yang wajar dan memang harus dilakukan, karena besarnya perusahaan dan banyaknya jenis pekerjaan yang tentunya membutuhkan banyak jenis keahlian sehingga tidak memungkinkan perusahaan menyediakan tenaga kerja secara keseluruhan.

Sementara itu perhatian perusahaan atas core competence yang dimilikinya telah membuka jalan untuk outsourcing terhadap tugas-tugas yang bersifat bukan tugas utama (non core activities), yang menantang para pimpinan perusahaan untuk mengevaluasi kembali niat tradisional untuk melakukan integrasi vertical dan memenuhi segala keperluan perusahaan dari satu atap (perusahaan sendiri). Potensi keuntungan dari outsourcing adalah memperoleh kesempatan mengatur organisasi yang lebih fleksibel untuk melakukan core activitiesnya. Pada era globalisasi ini, menjadi makin mudah untuk memperoleh jasa dari luar atau pihak ketiga. Apa yang membedakan antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, adalah terutama mengenai modal intelektual, pengetahuan dan pengalaman dan bukan lagi dari besar dan ruang lingkup sumber daya yang mereka punyai dan kuasai. Sebagai hasilnya, banyak perusahaan dari hampir semua jenis memilih untuk mengkontrakkan berbagai jenis pekerjaannya, dengan

2

Syibli, Mohammad, Sudarso, Indung, 2012, Analisis ”Pengaruh Faktor-Faktor Rekrutmen Terhadap Kinerja Sdm Outsourcing Pt Telkom Dengan Pendekatan Sem (Structural Equation Modelling),” Jurnal Manajemen Teknologi, h. 2.


(18)

4

tujuan untuk memfokuskan diri para aktivitas utamanya dan memanfaatkan kemampuan dan kemahiran mitra usahanya dalam menangani aktivitas sampingannya. Tidak ada suatu perusahaanpun yang terlalu kecil atau terlalu besar untuk memikirkan melakukan outsourcing ini3.

Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak pernah ditemukan kata outsourcing secara langsung, namun Undang-undang ini merupakan tonggak baru yang mengatur dan mendelegasi permasalahan outsourcing. Istilah yang dipakai dalam undang-undang ini adalah perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja atau buruh. Istilah tersebut diadopsi dari istilah yang dipakai dalam KUHPerdata seperti sebagaimana telah dijelaskan diatas. Lebih spesifik ketentuan yang mengatur outsourcing dapat ditemukan dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan4.

Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 64 disebutkan perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh.5 Selanjutnya dalam Pasal 65 yang intinya menyatakan bahwa penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Pengaturan lebih lanjut mengenai peraturan ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 220/Men/X/2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan

3

Indrajit dan Djokopranoto. 2006. Proses Bisnis: Outsourcing. PT. Grasindo, Jakarta, h. 3-4.

4

N.L.M. Mahendrawati, 2009, ”Perjanjian Outsourcing Dalam Kegiatan Bisnis”, Kertha Wicaksana, Vol.15. No 2, h. 151.

5

Lalu Husni, 2005, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Edisi Revisi. Cetakan Kelima, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 189.


(19)

Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain6. Pasal 66 mengatakan bahwa pekerjaan yang dapat dijadikan dalam perjanjian outsourcing adalah pekerjaan-pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan pokok atau proses produksi dari suatu perusahaan, kecuali untuk kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi7. Pada Pasal 66 ayat (1) dijelaskan bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan PKWT dan/atau PKWTT.

Demikian halnya dengan istilah tenaga kerja kontrak yang diupayakan oleh perusahaan atau instansi sendiri juga tidak ditemukan istilah pekerja kontrak dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan istilah tenaga kerja kontrak, pekerja kontrak, kontrak kerja maupun sistem kerja kontrak. Pada Pasal 56, 57, 58 dan 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan disebut dengan nama PKWT.

Pengaturan lebih lanjut PKWT dijabarkan di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (selanjutnya disingkat Kepmenakertrans): KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan tenaga kontrak adalah tenaga kontrak jenis PKWT ini yaitu tenaga kontrak yang direkrut oleh perusahaan atau instansi secara langsung.

6

Much. Nurachmad, 2009, Tanya Jawab Seputar Hak-Hak Tenaga Kerja Kontrak (Outsourcing), Visimedia, Jakarta, h. 15.

7

Bungasan Hutapea, 2010, “Perlindungan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Outsourcing”, Jurnal Penelitian Hukum APHI, DE JURE, 1410-5632 Vol.10. No. 3, h. 297.


(20)

6

Adanya tenaga kontrak PKWT ini bisa ditemukan pada Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung. Saat ini Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung mempekerjakan 147 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 100 orang tenaga PKWT yang disebut sebagai tenaga kontrak. Dinas Pemadam Kebakaran merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang penanggulangan kebakaran. Dinas Pemadam Kebakaran dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Pemadam Kebakaran dalam melaksanakan fungsinya di koordinasikan oleh Asisten Tata Praja dan Aparatur.

Salah satu masalah tenaga kontrak ini adalah ketika diterbitkannya PP No. 48 Tahun 2005 pada Pasal 8 yang menyatakan : “Sejak ditetapkan Peraturan Pemerintah ini semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di Lingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”.

Namun pada kenyataannya masih banyak terjadi pengangkatan tenaga honorer maupun kontrak di lingkungan pemerintahan yang diangkat oleh kepala instansi dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Kepala instansi terkait masih saja terjadi.

Hal ini menimbulkan pertentangan norma antara Peraturan Pemerintah dengan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh kepala instansi terkait, salah satunya yang terjadi pada Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung yang mengangkat tenaga honorer berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penunjukan Tenaga Kontrak Staf Operasional Pemadam Kebakaran Badung Tahun Anggaran 2015. Hal ini sebenarnya tidak boleh terjadi karena seharusnya lex superior derogat legi


(21)

inferiori8, yang artinya undang-undang yang lebih tinggi mengesampingkan undang-undang yang lebih rendah. Dengan perkataan lain seharusnya SK Kepala Dinas tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Pemerintah. Kondisi tersebut menyebabkan kedudukan tenaga kontrak sangat lemah.

Terjadinya perekrutan tenaga kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung disebabkan karena kebutuhan yang sangat urgent. Untuk kepetingan masyarakat umum yang di karenakan wilayah kabupaten badung yang cukup luas, maka perlu penambahan post bantu di setiap wilayah untuk mempercepat respon jika terjadi kebakaran. Maka dari itu di rekrutlah tenaga kontrak untuk mengisi kekosongan pada post-post yang baru di buat.

Di dalam surat peryataan yang di tanda tangani oleh tenaga kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung, yang merupakan isi dari perjanjian lisan ,Ternyata Belum Mendapatkan Perlindungan Hukum. Contoh perlindungan hukum yang belum diterima oleh tenaga kontrak yaitu belum adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Dalam Pasal 3 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menyatakan, bahwa untuk dapat diberikan keselamatan kerja harus memenuhi persyaratan dalam hal untuk mencegah, mengurangi memadamkan kebakaran. Tugas tenaga kontrak pada dinas Pemadam kebakaran kabupaten badung adalah pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Tugas ini merupakan tanggung jawab tenaga kontrak yang sangat beresiko9.

Jika dibandingkan dengan ketentuan pada Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyatakan, bahwa “setiap pekerja/buruh

8

Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty,

Yogyakarta, h. 6.

9

Cerita Miris Tim Damkar Badung Yang Belum Dapat Tunjangan Kesehatan, Bali Post, tanggal 6 Mei 2015.


(22)

8

mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja”. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan). Selanjutnya diatur juga mengenai sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang mewajibkan setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan (Pasal 87 Undang-Undang Ketenagakerjaan)10.

Pasal 86 dan Pasal 87 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mewajibkan perusahaan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan kerja seperti yang diuraikan di atas merupakan bentuk perlindungan terhadap tenaga kerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha11. Selanjutnya sebelum diterima bekerja di dinas pemadam kebakaran kabupaten badung terlebih dahulu tim perekrut tenaga kontrak mengumpulkan para calon tenaga kontrak untuk duduk bersama bernegosiasi membuat perjanjian kerja dan menyepakati perjanjian secara lisan. Untuk selanjutnya setelah diterima bekerja tenaga kontrak harus menandatangani surat peryantaan yang merupakan hasil dari kesepakatan tersebut dan melaksanakan perjanjian yang telah ada dalam surat peryataan tersebut.

10

I Made Udiana, 2015, Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial,

Udayana University Press, Denpasar, h. 8.

11 Ibid.


(23)

Sedangkan dalam pembayaran jasa tenaga kontrak Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Badung berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penunjukan Tenaga Kontrak Staf Operasional Pemadam Kebakaran Tahun Anggaran 2015.

Sampai sekarang belum pernah ada tenaga kerja kontrak yang menggugat sewenang-wenangan ini, sehingga perjanjian yang banyak melanggar aturan Undang-Undang Ketenagakerjaan ini terus berlanjut hingga sekarang. Hal ini disebabkan apabila tenaga kontrak melakukan gugatan, maka yang bersangkutan justru takut akan kehilangan pekerjaan. Demikian juga dengan sifat hubungan kerja juga tidak jelas apakah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ataukah Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWT), mengingat hubungan kerja antara tenaga kontrak dengan Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung, mengingat perjanjian tersebut tidak sesuai dengan pengaturan Pasal 56 hingga Pasal 59 Undang-Undang Ketenagakerjaan (pengaturan untuk PKWT) dan juga tidak sesuai dengan Pasal 60 Undang-Undang Ketenagakerjaan (pengaturan untuk PKWTT).

Mengingat pentingnya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung, maka perlu dikaji “Eksistensi Tenaga Kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan”.


(24)

10

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah keberadaan tenaga kontrak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003?

2. Apakah perlindungan hukum terhadap tenaga kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran di kabupaten Badung sudah sesuai dengan Undang-Undang?

1.3Ruang Lingkup Masalah

Untuk mendapatkan pembahasan yang sistematis dan tidak jauh menyimpang dari permasalahan, maka dalam pembahasan akan di batasi sesuai dengan permasalahan yang ada. Dimana terhadap permasalahan yang pertama yang akan di bahas adalah persoalan yang berkaitan dengan keberadaan tenaga kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran kabupaten di Kabupaten Badung sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Selanjutnya terhadap pembahasan yang kedua yang akan di bahas hanya perlindungan hukum terhadap tenaga kontrak pada dinas pemadam kebakaran di kabupaten Badung sudah sesuai dengan Undang-Undang.

1.4Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian, hingga saat ini belum ada hasil penelitian dalam bentuk skripsi ataupun


(25)

penelitian yang berkaitan dengan eksistensi perlindungan hukum tenaga kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran di Kabupaten Badung. Adapun dari penelusuran kepustakaan yang cukup dekat dengan topik penelitian ini yaitu :

No Judul Penelitian Penulis Rumusan Masalah

1 Pelaksanaan

Perlindungan Kerja bagi Pekerja Kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran Kota Mataram

Aditya Aprinky Heriansyah, Fakultas Hukum Universitas Mataram Tahun 2014

1. Bagaimanakah bentuk perlindungan kerja dalam hal keselamatan kerja dan waktu kerja yang diberikan Dinas Pemadam Kebakaran Kota Mataram terhadap pekerja kontrak?

2. Apakah perlindungan keselamatan kerja dan waktu kerja yang diberikan Dinas Pemadam Kebakaran Kota Mataram kepada pekerja kontrak sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditinjau dari faktor efektifitas hukum?

2 Perlindungan Hukum terhadap Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil pada Badan Layanan Umum Daerah(BLUD) (Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Jakarta)

Alam Syah, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2012

1.Bagaimana kedudukan pegawai non PNS pada BLU berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999?

2.Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap pegawai non PNS di BLUD Provinsi DKI Jakarta


(26)

12

khususnya pada RSUD Pasar Rebo, Jakarta?

3 Kepastian Hukum Kedudukan Tenaga Honorer dalam Sistem Kepegawaian

Ayu Prilia Diantri, Program

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2013

1. Apakah semua tenaga honorer sudah pasti dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil berdasarkan PP No. 48 Tahun 2005?

2. Bagaimana tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil? Dapat disimpulkan bahwa originalitas penelitian ini murni, belum dikerjakan oleh peneliti lain sehingga penulis dapat melanjutkan usulan proposal penelitian dengan judul eksistensi perlindungan hukum tenaga kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran di Kabupaten Badung.

1.5Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan umum

1. Untuk melatih menyatakan pikiran secara tertulis serta mengembangkan ilmu pengetahuan hukum.

2. Untuk memberikan kontribusi ilmiah terkait dengan permasalahn hukum dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu dalam bidang hukum perdata khususnya hukum ketenagakerjaan.

3. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.


(27)

1.5.2 Tujuan khusus

1. Untuk memahami keberadaan tenaga kontrak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

2. Untuk memahami perlindungan hukum terhadap tenaga kontrak pada dinas pemadam kebakaran di kabupaten badung sudah sesuai dengan Undang-Undang.

1.6Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat di jadikan sebagai bahan penelitian awal bagi para peneliti di lingkungan lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan refrensi pada perpustakaan.

1.6.2 Manfaat praktis

1. Untuk dapat di jadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis baik itu pembuatan makalah maupun penelitian hukum lainya, dan memberikan pengalaman belajar dan melakukan penelitian bagi mahasiswa sehingga mahasiswa mengtahui jalanya praktek hukum di masyarakat secara langsung.

2. Untuk dapat di jadikan pedoman dalam menyelesaikan permasalahan yang sejenis baik oleh pemerintah, praktis dan bagi yang berkepentingan.

1.7Landasan Teoritis

1.7.1 Teori Perlindungan Hukum

Dalam perspektif filsafat hukum, teori perlindungan hukum, awalnya muncul dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles, dan Zeno. Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa


(28)

14

hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.

Hukum alam menurut Thomas Aquinas sebagaimana dikutip Romli Atmasasmita12 adalah ketentuan akal yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk kebaikan dan dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat untuk disebarluaskan. Eksistensi dan konsep hukum alam selama ini, masih banyak dipertentangkan dan ditolak oleh sebagian besar filosof, tetapi dalam kanyataannya justru tulisan-tulisan pakar yang menolak itu, banyak menggunakan faham hukum alam yang kemungkinan tidak disadarinya. Salah satu alasan yang mendasari penolakkan sejumlah filosof terhadap hukum alam, karena mereka masih mengganggap pencarian terhadap sesuatu yang absolut dari hukum alam, hanya merupakan suatu perbuatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat.

Terjadi perbedaan pandangan para filosof tentang eksitensi hukum alam, tetapi pada aspek yang lain juga menimbulkan sejumlah harapan bahwa pencarian pada yang “absolut” merupakan kerinduan manusia akan hakikat keadilan. Hukum alam sebagai kaidah yang bersifat “universal, abadi, dan berlaku mutlak”, ternyata dalam kehidupan modern sekalipun tetap akan eksis yang terbukti dengan semakin banyaknya orang membicarakan masalah hak asasi manusia.13

12

Romli Atmasasmita, 2012, Teori Hukum Integratif : Rekonstruksi terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta Publishing, Yogyakarta, h. 20-21.

13 Ibid.


(29)

Hukum alam menurut Thomas Aquinas14 adalah cerminan dari undang-undang abadi (lex naturalis). Jauh sebelum lahirnya aliran sejarah hukum, ternyata aliran hukum alam tidak hanya disajikan sebagai ilmu pengetahuan, tetapi juga diterima sebagai prinsip-prinsip dasar dalam perundang-undangan. Keseriusan umat manusia akan kerinduan terhadap keadilan, merupakan hal yang esensi yang berharap adanya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Hukum alam telah menunjukkan, bahwa sesungguhnya hakikat kebenaran dan keadilan merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori. Berbagai anggapan dan pendapat para filosof hukum bermunculan dari masa ke masa. Substansi hukum, pada abad ke-17, telah menempatkan suatu asas yang berisfat universal yang bisa disebut hak asasi manusia.

Konsep perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat. Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra berpendapat bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif15. Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum dibutuhkan

14

Ibid.

15

Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya, Bandung, h. 118.


(30)

16

untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial16.

Upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya yang diinginkan oleh manusia adalah ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar dari hukum yakni adanya kepastian hukum, kegunaan hukum serta keadilan hukum. Meskipun pada umumnya dalam praktek ketiga nilai dasar tersebut bersitegang, namun haruslah diusahakan untuk ketiga nilai dasar tersebut bersamaan.17

Fungsi primer hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Di samping itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban. Menurut pendapat Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta tentang fungsi hukum untuk memberi perlindungan adalah bahwa hukum itu ditumbuhkan dan dibutuhkan manusia justru berdasarkan produk penilaian manusia untuk menciptakan kondisi yang melindungi dan memajukan martabat manusia serta untuk memungkinkan manusia menjalani kehidupan yang wajar sesuai dengan martabatnya.18

Perlindungan terhadap masyarakat mempunyai banyak dimensi yang salah satunya adalah perlindungan hukum. Perlindungan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali, dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar

16

Sunaryati, Hartono, 2001, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,Penerbit Alumni, Bandung, h. 29.

17

Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 53.

18

Lili Rasjidi dan B Arief Sidharta, 2004, Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, h. 64.


(31)

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut, dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia tanpa terkecuali. Dalam konteks Ilmu Hukum, konsep perlindungan hukum sering dimaknai sebagai suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi dari ancaman, gangguan, terror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada proses litigasi dan/atau non litigasi.

Dengan demikian Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:19

1. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

2. Perlindungan Hukum Represif

19


(32)

18

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Selanjutnya pekerja merupakan “tulang punggung perusahaan”. Pekerja dikatakan sebagai tulang punggung, karena memang dia mempunyai peranan yang penting. Tanpa adanya pekerja tidak akan mungkin perusahaan itu dapat berjalan, dan berpartisipasi dalam pembangunan. Pentingnya pekerja bagi perusahaan, pmerintah dan masyrakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaannya. Dengan demikian maka perlindungan kerja akan mencakup;

a. Norma keselamatan kerja.

b. Norma kesehatan kerja dan Heigiene kesehatan perusahaan. c. Norma kerja.

d. Kepada tenaga kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau menderita penyakit kuman akibat pekerjaan20.

Perlindungan hukum menurut Imam Soepomo membagi perlindungan pekerja ini menjadi 3 (tiga) macam yaitu:

a. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu

20

Kartasapoetra, G, 1982, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan, Cet I, Armico Bandung, h. 43-44.


(33)

bekerja sesuatu diluar kehedaknya. Perlindungan ini disebut jaminan sosial.

b. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannnya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan memperkembangkan prikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga; atau yang biasa disebut dengan kesehatan kerja.

c. Perlindungan Teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan; atau yang biasa disebut dengan keselamatan kerja.21

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum. Selanjutnya hukum dapat melindungi hak dan kewajiban setiap individu dalam masyarakat.

1.7.2 Konsep Tenaga Kerja Kontrak

Tenaga kerja kontrak adalah konsep perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam jangka waktu

21

Zainal Asikin, 2002, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Pt Raja Grafindo Persada, Jakarta. h. 76. Dikutip dari Imam Soepomo, 1983, Pengantar Hukum Perburuhan, Cet. VI, Djambatan.


(34)

20

berlakunya ditentukan. Bila jangka waktu telah berakhir maka dengan sendirinya terjadi pemutusan hubungan kerja dan para pekerja tidak berhak atas konpensasi.

Selanjutnya konsep perjanjian kerja menurut Wiwiho Soedjono adalah hubungan hukum antar seseorang yang bertindak sebagai pekerja/buruh dengan seorang yang bertindak sebagai majikan, atau perjanjian perorangan pada suatu pihak dengan lain pihak sebagai majikan, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan mendapat upah22.

Adapun syarat-syarat untuk melakukan kerja kontrak adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian Kerja Kontrak harus ditulis dan harus menggunakan bahasa Indonesia sesuai dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan Bahasa Indonesia dan huruf latin.”

2. Perjanjian Kerja Kontrak yang tidak dibuat tertulis dianggap sebagai Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dengan demikian pekerja menjadi pekerja tetap di perusahaan tersebut sesuai dalam Pasal 57 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

22


(35)

3. Perjanjian Kerja Kontrak tidak mempersyaratkan adanya masa percobaan sesuai dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.”

4. Apabila dalam Perjanjian Kerja Kontrak ditetapkan masa percobaan maka akan batal demi hukum sesuai dalam Pasal 58 ayat (2) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.”

5. Perjanjian Kerja Kontrak tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat terus-menerus atau tidak terputus-putus, sesuai dalam Pasal 56 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas: jangka waktu; atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.”

Adapun ciri-ciri pekerjaan yang dapat dibuat Perjanjian Kerja untuk Kontrak adalah sebagai berikut:

1. Jangka waktu pekerjaan tersebut tertentu atau terbatas

2. Jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja/buruh adalah tertentu bersifat, jenisnya dan kegiatanya selesai dalam jangka waktu tertentu


(36)

22

3. Pekerjaan yang bukan merupakan kegiatan pokok dari suatu perusahaan atau hanya merupakan pekerjaan penunjang atau tambahan 4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru atau kegiatan baru

atau tambahan yang dalam percobaan atau penjajakan.

Adapun masa berakhirnya Perjanjian Kerja untuk Kontrak adalah sebagai berikut:

1. Untuk Perjanjian Kerja untuk Kontrak adalah yang sekali selesai dan predictable maka perjanjian kerja untuk waktu tertentu diadakan untuk paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Pembaruan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat diadakan satu kali dan paling lama dua tahun.

2. Apabila perjanjian kerja untuk kontrak diakhiri oleh salah satu pihak sebelum berakhirnya perjanjian kerja untuk kontrak, maka pihak yang mengakhiri harus mengganti rugi sebesar upah pekerja sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja dan sebaliknya jika kewajiban ganti rugi itu tidak terjadi apabila pekerjaan yang diprediksikan untuk jangka waktu tertentu lebih cepat diselesaikan. Bila demikian maka perjanjian kerja untuk kontrak dibuat akan berakhir dengan sendirinya sesuai dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja


(37)

waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”

Jika sampai perjanjian kerja untuk kontrak itu pekerjaan belum selesai juga selesai maka dapat dilakukan pembaharuan perjanjian kerja untuk kontrak¸ pembaharuan perjanjian kerja untuk kontrak tersebut dapat dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Konsekuensinya selama 30 hari masa tenggang waktu tidak ada hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha.

Keberadaan pegawai non pegawai negeri sipil yang bekerja di instansi pemerintah telah berlangsung sejak awal kemerdekaan. Walaupun mereka bekerja pada tempat dan pekerjaan yang sama dengan pegawai negeri sipil, namun yang membedakan mereka terletak pada status hukumnya. Jadi seorang dikatakan sebagai pegawai negeri atau bukan pegawai negeri tidak terletak pada jenis pekerjaannya namun pada status hukum yang melekat pada masing-masing pegawai.

Pengertian pegawai non Pegawai Negeri Sipil tidak ditemukan dalam literatur hukum kepegawaian. Namun dapat ditarik suatu pengertian mengenai hal tersebut dengan menafsirkan secara terbalik dari pengertian pegawai negeri. Bila Logemann mengatakan bahwa pegawai negeri adalah seseorang yang mengikatkan dirinya kepada perintah negara atau pemerintah dalam suatu hubungan dinas publik, maka dengan demikian pegawai non pegawai negeri sipil


(38)

24

adalah seseorang yang bekerja kepada negara bukan berdasarkan hubungan dinas publik.

Sedangkan bila kita merujuk kepada pengertian pegawai negeri yang dibuat oleh undang-undang, maka kita juga dapat memberikan pengertian kepada pegawai non pegawai negeri sipil sebagai seseorang yang bekerja kepada negara atau pemerintah dalam hubungan hukum atau pengertian yang berbeda dengan pegawai negeri sipil. Dengan kata lain, mereka yang bekerja di pemerintah dengan dasar yang berbeda dengan pegawai negeri sipil adalah pegawai non pegawai negeri sipil.

Dengan pengertian tersebut di atas maka pegawai non pegawai negeri sipil bentuknya bisa bermacam-macam, tergantung dengan kebutuhan instansi tersebut. Sastra Djatmika dan Marsono menyebutkan golongan-golongan pekerja yang tidak termasuk pegawai negeri tersebut, yakni (a) pejabat negara, (b) pekerja, (c) pegawai dengan ikatan dinas (lebih tepat perjanjian kerja) berdasar ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil, (d) pegawai dengan ikatan dinas untuk waktu terbatas, (e) pegawai bulanan menurut Pasal 20 ayat (2) PGPS 1968, (f) pegawai desa, dan (g) pegawai perusahaan umum23. Pegawai-pegawai non PNS sebagaimana diatas diperkerjakan tidak secara tetap atau dalam jangka waktu tertentu baik secara harian, bulanan atau beberapa tahun.

23

Sastra Djatmika, 1990, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Penerbit Djambatan, Cetakan Kedelapan, Jakarta, h. 15


(39)

1.8Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini diperlukan ketersediaan data yang obyektif dan ada hubungannya dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dan untuk memperoleh data tersebut dipergunakan metode sebagai berikut:

1.8.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris istilah lain yang digunakan adalah:

Penelitian hukum sosioligis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan, karena bertitik tolak dari data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Penelitian lapangan di lakukan melalui pengamatan (observasi), wawamcara ataupun penyebaran kuesioner24.

1.8.2 Jenis pendekatan

Penelitian Hukum Empiris umumnya mengenal 7 jenis pendekatan, yaitu: Pendekatan Kasus, Pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Fakta, Pendekatan Analisis Konsep Hukum, Pendekatan Frasa, Pendekatan Sejarah, dan Pendekatan Perbandingan25.

Dari 7 Jenis-jenis pendekatan dalam penelitian hukum empiris seperti yang di uraikan di atas, penulis menggunakan jenis Pendekatan Fakta dan Pendekatan Perundang-undangan. Pendekatan fakta adalah pendekatan yang dilakukan dengan melihat langsung kondisi Tenaga Kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran di Kabupaten Badung.

24

Bambang Wahyo, 2008, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 16.

25

Fakultas Hukum Uiversitas Udayana, 2013, Buku Pedoman Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar. h. 80.


(40)

26

Selain itu, dipergunakan juga pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua Undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang telah ditangani. Berkaitan dengan penelitian ini yang dijadikan acuan adalah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan eksistensi perlindungan hukum tenaga kontrak pada Dinas Pemadam Kebakaran di Kabupaten Badung.

1.8.3 Sifat penelitian

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat26. Dalam penelitian ini memperkuat teori yang sudah ada dan dapat menggunakan data kualitatif.

1.8.4 Data dan sumber data

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 2 sumber data, yaitu:

1. Data primer (data lapangan) adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber asalnya dan belum diolah dan diuraikan oleh orang lain.27 Data primer ini merupakan data yang diperoleh dari lapangan, yang dalam hal ini data dari hasil penelitian yang dilakukan di Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung.

26

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta h. 25.

27


(41)

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh metode library research/penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berjudul laporan dan seterusnya berhubungan dengan masalah yang dibahas28. Adapun bahan-bahan hukum yang dipergunakan adalah:

a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang dapat membantu dalam menganalisa dan memahami permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:

1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).

4) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

5) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 220/Men/X/2004 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

6) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi No. Kep. 100/Men/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

28


(42)

28

7) Keputusan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penunjukan Tenaga Kontrak Staf Operasional Pemadam Kebakaran Tahun Anggran 2015

b. Bahan hukum sekunder yaitu sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikirian para ahli. Bahan hukum sekunder ini berupa jurnal-jurnal hukum, buku-buku hukum, dan hasil karya ilmiah para sarjana yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum tersier dalam penelitian ini bersumber dari Kamus besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

1.8.5 Teknik pengumpulan data

Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan lazim digunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam kegiatan ilmiah wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan pertanyaan-pertayaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawabn relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan. Agar hasil wawancara nantinya memiliki nilai validitas dan reabilitas, dalam berwanwancara peneliti menggunakan alat berupa pedoman wawancara atau interview guide29. Wawancara dilakukan pada Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Badung.

1.8.6 Teknik pengolahan dan analisis data

29


(43)

Untuk mendapatkan hasil atau jawaban atas permasalahan yang diteliti, maka keseluruhan data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa dari aspek praktek dan teorinya. Analisa data yang telah dilakukan adalah analisa kualitatif, dalam arti keseluruhan data yang terkumpul diklasifikasikan sedemikian rupa kemudian diambil yang ada hubungannya dengan permasalahan yang akan dibahas. Setelah data tersebut semua diolah, selanjutnya pembahasan disajikan secara analisis deskriptif yaitu memaparkan secara lengkap dan mendetail aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah, diberikan uraian-uraian dan memperoleh suatu kesimpulan yang ilmiah.


(44)

30 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

2.1 Perjanjian Kerja

2.1.1Pengertian Perjanjian Kerja

Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Selanjutnya perjanjian yang dalam bahasa belanda disebut arbeldsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian, Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian yakni: “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.

Wirdjono Prodjodikoro sesuai Pasal 1601 huruf a menyebut tentang perjanjian perburuhan30. Sedangkan Soebekti ada menyebut tentang Perjanjian Perburuhan yang sejati31. Pengertian perjanjian kerja yang umum, dapat dilihat dalam Pasal 1601 huruf a KUH Perdata memberikan pengertian sebagai berikut: “Perjanjian kerja adalah

30

Wirjono Prodjodikno, 1981, Hukum Perdata Tetang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Cet. VII, Sumur-Bandung. h. 67.

31

Soebekti, 1960, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. V, Penerbit CV. Pembimbing Masa, Jakarta. h. 131.


(45)

perjanjian dimana pihak kesatu (buruh), mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak lain (simajikan) untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.

Selanjutnya, Pasal 1601 KUH Perdata huruf b, menentukan tentang Persetujuan pemborongan kerja adalah “suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan”.

Selain pengertian normatif seperti di atas Imam Soepomo berpendapat, bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (pekerja/buruh), mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dan pihak kedua yakni majikan/pengusaha mengikatkan diri untuk memperkerjakan pekerja dengan membayar upah32.

2.1.2 Syarat Sahnya Perjanjian Kerja

Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 52 ayat (1) menyatakan: Perjanjian kerja dibuat atas dasar:

a. Kesepakatan kedua belah pihak;

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

32


(46)

32

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan.

Selanjutnya KUH Perdata juga mengatur syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Kausa yang halal.

Pasal 1338 KUH perdata juga berkaitan dengan suatu perjanjian yaitu berbunyi: “Suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

2.1.3 Unsur-Unsur Dalam Perjanjian Kerja

Berdasarkan Pasal 52 ayat (c) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Suatu Perjanjian harus mempunyai pekerjaan yang diperjanjikan. Hal tersebut mengandung makna bahwa yang diperjanjiakan dalam suatu perjanjian kerja harus mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah33.

33

Hidayat Muharam, 2006, Panduan Memahami Hukum Ketenagakerjaan Serta


(47)

1. Adanya unsur work atau pekerjaan

Suatu perjanjian kerja tersebut haruslah ada suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian kerja tersebut, pekerjaan mana yaitu yang dikerjakan oleh pekerja itu sendiri, haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja. Pasal 1603 a KUHPer menyatakan “Buruh Wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”.

2. Adanya Service atau pelayanan

Pasal 1603 b KUHPer, Pekerja wajib melakukan pekerjaan yang dilakukan sebagai manifestasi adanya perjanjian kerja tersebut, pekerja haruslah tunduk pada perintah orang lain, yaitu pihak pemberi kerja dan harus tunduk dan di bawah perintah orang lain, si majikan. Dengan adanya ketentuan tersebut, menunjukkan bahwa si pekerja dalam melaksanakan pekerjaanya berada di bawah wibawa orang lain yaitu si majikan.

3. Adanya unsur upah

Dilihat dalam Pasal 1 angka 30 Undang-Undang 13 Tahun 2003 menyatakan definisi dari Upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemeberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarakan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan


(48)

34

bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

2.1.4 Pembagian Perjanjian Kerja

Pada dasarnya perjanjian kerja dibuat tidak dipersyaratkan dalam bentuk tertentu apakah dalam bentuk tertulis atau tidak tertulis. Jadi seperti perjanjian lainnya, bentuk perjanjian kerja adalah bebas. Perjanjian lisan lazimnya dilakukan di masyarakat adat untuk ikatan hukum yang sederhana, misalnya perjanjian “pengadasan ternak” sedangkan perjanjian tertulis lazimnya dilakukan di masyarakat yang sudah modern, berkaitan dengan bisnis yang hubungan hukumnya kompleks. Perjanjian tertulis untuk hubungan bisnis lazimnya disebut dengan kontrak.

Selanjutnya perjanjian kerja dapat dibagi menjadi: a. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu;

Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu terdapat di Pasal 1603 e ayat (1) KUH Perdata yang mengatur mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu: “Hubungan kerja berakir demi hukum jika habis waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian atas peraturan-peraturan atau dalam peraturan perundang-undangan atau jika semua itu tidak ada menurut kebiasaan”.

Jelaslah bahwa yang dinamakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibagi pula menjadi 3 yaitu:


(49)

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut perjanjian, misalnya dalam perjanjian kerja tertulis untuk waktu 2 tahun dan sebagainya atau sampai proyek selesai.

2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut undang-undang, misalnya bila pengusaha mempekerjakan tenaga asing, dalam perjanjian kerja tertulis untuk waktu sekian tahun dan sebaginya menurut ijin yang diberikan oleh menteri tenaga kerja atas dasat Undang-Undang Nomor 3 tahun 1958 tentang penempatan tenaga kerja asing.

3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya ditentukan menurut kebiasaan, misalnya diperkebunan terdapat pekerja pemetik kopi, jangka waktu perjanjian kerja ditentukan oleh musim kopi. Musim kopi hanya berlangsung beberapa bulan dan setelah musim kopi selesai maka perjanjian kerja dianggap telah berakhir.

b. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu diatur dalam Pasal 1603 huruf q ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa jika waktu lamanya hubungan kerja tidak ditentukan baik dalam perjanjian atau peraturan majikan, maupun dalam peraturan perundang-undangan ataupun pula menurut kebiasaan, maka hubungan kerja itu dipandang diadakan untuk waktu tidak tertentu. Dengan dimikian yang dinamakan


(50)

36

perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu adalah perjanjian kerja dimana waktu berlakunya tidak ditentukana baik dalam perjanjian, undang-undang ataupun dalam kebiasaan.

2.2Perlindungan Hukum

2.2.1 Pengertian Perlindungan Hukum

Menurut Satjipto Raharjo perlindungan hukum adalah upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut34.

Perlindungan hukum merupakan perlindungan yang diberikan kepada subyek-subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang pada karya ilmiah ini akan lebih difokuskan pada perlindungan hukum terhadap pemenuhan hak-hak kesehatan dan kesalamatan tenaga kontrak sebagai mana telah diatur dalam Undng-Undang.

2.2.2 Pengertian Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan

Suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan terhadap tenaga kerja, untuk memberi keharmonisan dalam bekerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesetaraan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja

34


(51)

dan keluarganya, dengan tetap melihat perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan perusahaan.

Menurut Kartasapoetra dan Indraningsih sebagaimana dikutip Asikin maka perlindungan pekerja ini mencakup35:

a. Norma Keselamatan Kerja: yang meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan;

b. Norma Kesehatan Kerja dan Heigiene Kesehatan Perusahaan yang meliputi: pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit;

c. Norma Kerja yang meliputi: perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan waktu bekerja, system pengupahan, istirahat, cuti, kerja, wanita, anak, kesusilaan menurut agama keyakinan masing-masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral;

d. Norma Kecelakaan Kerja meliputi: Tenaga Kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau menderita penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan

35


(52)

38

dan atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat ganti kerugian.

Sedangkan menurut Imam Soepomo membagi perlindungan pekerja ini menjadi 3 (tiga) macam yaitu:

a. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut tidak mampu bekerja sesuatu diluar kehedaknya. Perlindungan ini disebut jaminan sosial.

b. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannnya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan memperkembangkan prikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga; atau yang biasa disebut dengan kesehatan kerja.

c. Perlindungan Teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat kerja lainnya atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan; atau yang biasa disebut dengan keselamatan kerja36.

36


(53)

Berdasarkan pemberian perlindungan hukum bagi pekerja menurut Imam Soepomo meliputi lima bidang hukum perburuhan, yaitu37:

a. Bidang pengerahan/penempatan tenaga kerja

Perlindungan hukum yang dibutuhkan oleh pekerja sebelum ia menjalani hubungan kerja. Masa ini sering disebut dengan masa pra penempatan atau pengerahan.

b. Bidang hubungan kerja

Masa yang dibutuhkan oleh pekerja sejak ia mengadakan hubungan kerja dengan pengusaha. Hubungan kerja itu didahului oleh perjanjian kerja. Perjanjian kerja dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu atau tanpa batas waktu yang disebut dengan pekerja tetap.

c. Bidang kesehatan kerja

Selama menjalin hubungan kerja yang merupakan hubungan hukum, pekerja harus mendapat jaminan atas kesehatan tubuhnya dalam jangka waktu yang relatif lama.

d. Bidang keamanan kerja

Adanya perlindungan hukum bagi pekerja atas alat-alat kerja yang dipergunakan oleh pekerja. Dalam waktu relatif singkat atau lama akan aman dan ada jaminan keselamatan bagi pekerja. Dalam hal ini negara mewajibkan kepada pengusaha untuk menyediakan alat keamanan kerja bagi pekerja.

37

Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Surabaya, h. 11.


(54)

40

e. Bidang jaminan sosial buruh

Telah diundangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

2.2.3 Jenis Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu38: 1. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

2. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

2.3 Tenaga Kontrak

2.3.1 Pengertian Tenaga Kontrak

Penegertian Tenaga kontrak adalah tenaga kontrak yang bekerja pada suatu instansi dengan kerja waktu tertentu yang didasari atas suatu perjanjian atau kontrak dapat juga disebut dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Pengaturan lebih lanjut PKWT dijabarkan di dalam Keputusan

38


(55)

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (selanjutnya disingkat Kepmenakertrans): KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

2.3.2Syarat Kerja Kontrak

Adapun syarat-syarat untuk melakukan kerja kontrak adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian Kerja Kontrak harus ditulis dan harus menggunakan bahasa Indonesia sesuai dalam Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan Bahasa Indonesia dan huruf latin.”

2. Perjanjian Kerja Kontrak yang tidak dibuat tertulis dianggap sebagai Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dengan demikian pekerja menjadi pekerja tetap di perusahaan tersebut sesuai dalam Pasal 57 ayat 2 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

3. Perjanjian Kerja Kontrak tidak mempersyaratkan adanya masa percobaan sesuai dalam Pasal 58 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.”


(56)

42

4. Apabila dalam Perjanjian Kerja Kontrak ditetapkan masa percobaan maka akan batal demi hukum sesuai dalam Pasal 58 ayat 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.”

5. Perjanjian Kerja Kontrak tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat terus-menerus atau tidak terputus-putus, sesuai dalam Pasal 56 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas: jangka waktu; atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.”

Adapun ciri-ciri pekerjaan yang dapat dibuat Perjanjian Kerja untuk Kontrak adalah sebagai berikut:

1. Jangka waktu pekerjaan tersebut tertentu atau terbatas

2. Jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja/buruh adalah tertentu bersifat, jenisnya dan kegiatanya selesai dalam jangka waktu tertentu 3. Pekerjaan yang bukan merupakan kegiatan pokok dari suatu perusahaan atau hanya merupakan pekerjaan penunjang atau tambahan


(57)

4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru atau kegiatan baru atau tambahan yang dalam percobaan atau penjajakan.

Adapun masa berakhirnya Perjanjian Kerja untuk Kontrak adalah sebagai berikut:

1. Untuk Perjanjian Kerja untuk Kontrak adalah yang sekali selesai dan predictable maka perjanjian kerja untuk waktu tertentu diadakan untuk paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Pembaruan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat diadakan satu kali dan paling lama dua tahun.

2. Apabila perjanjian kerja untuk kontrak diakhiri oleh salah satu pihak sebelum berakhirnya perjanjian kerja untuk kontrak, maka pihak yang mengakhiri harus mengganti rugi sebesar upah pekerja sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja dan sebaliknya jika kewajiban ganti rugi itu tidak terjadi apabila pekerjaan yang diprediksikan untuk jangka waktu tertentu lebih cepat diselesaikan. Bila demikian maka perjanjian kerja untuk kontrak dibuat akan berakhir dengan sendirinya sesuai dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak


(1)

Berdasarkan pemberian perlindungan hukum bagi pekerja menurut Imam Soepomo meliputi lima bidang hukum perburuhan, yaitu37:

a. Bidang pengerahan/penempatan tenaga kerja

Perlindungan hukum yang dibutuhkan oleh pekerja sebelum ia menjalani hubungan kerja. Masa ini sering disebut dengan masa pra penempatan atau pengerahan.

b. Bidang hubungan kerja

Masa yang dibutuhkan oleh pekerja sejak ia mengadakan hubungan kerja dengan pengusaha. Hubungan kerja itu didahului oleh perjanjian kerja. Perjanjian kerja dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu atau tanpa batas waktu yang disebut dengan pekerja tetap.

c. Bidang kesehatan kerja

Selama menjalin hubungan kerja yang merupakan hubungan hukum, pekerja harus mendapat jaminan atas kesehatan tubuhnya dalam jangka waktu yang relatif lama.

d. Bidang keamanan kerja

Adanya perlindungan hukum bagi pekerja atas alat-alat kerja yang dipergunakan oleh pekerja. Dalam waktu relatif singkat atau lama akan aman dan ada jaminan keselamatan bagi pekerja. Dalam hal ini negara mewajibkan kepada pengusaha untuk menyediakan alat keamanan kerja bagi pekerja.

37

Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Surabaya, h. 11.


(2)

e. Bidang jaminan sosial buruh

Telah diundangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

2.2.3 Jenis Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu38: 1. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

2. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

2.3 Tenaga Kontrak

2.3.1 Pengertian Tenaga Kontrak

Penegertian Tenaga kontrak adalah tenaga kontrak yang bekerja pada suatu instansi dengan kerja waktu tertentu yang didasari atas suatu perjanjian atau kontrak dapat juga disebut dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Pengaturan lebih lanjut PKWT dijabarkan di dalam Keputusan

38


(3)

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia (selanjutnya disingkat Kepmenakertrans): KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

2.3.2Syarat Kerja Kontrak

Adapun syarat-syarat untuk melakukan kerja kontrak adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian Kerja Kontrak harus ditulis dan harus menggunakan bahasa Indonesia sesuai dalam Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan Bahasa Indonesia dan huruf latin.”

2. Perjanjian Kerja Kontrak yang tidak dibuat tertulis dianggap sebagai Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dengan demikian pekerja menjadi pekerja tetap di perusahaan tersebut sesuai dalam Pasal 57 ayat 2 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

3. Perjanjian Kerja Kontrak tidak mempersyaratkan adanya masa percobaan sesuai dalam Pasal 58 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.”


(4)

4. Apabila dalam Perjanjian Kerja Kontrak ditetapkan masa percobaan maka akan batal demi hukum sesuai dalam Pasal 58 ayat 2 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.”

5. Perjanjian Kerja Kontrak tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat terus-menerus atau tidak terputus-putus, sesuai dalam Pasal 56 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas: jangka waktu; atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.”

Adapun ciri-ciri pekerjaan yang dapat dibuat Perjanjian Kerja untuk Kontrak adalah sebagai berikut:

1. Jangka waktu pekerjaan tersebut tertentu atau terbatas

2. Jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja/buruh adalah tertentu bersifat, jenisnya dan kegiatanya selesai dalam jangka waktu tertentu 3. Pekerjaan yang bukan merupakan kegiatan pokok dari suatu perusahaan atau hanya merupakan pekerjaan penunjang atau tambahan


(5)

4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru atau kegiatan baru atau tambahan yang dalam percobaan atau penjajakan.

Adapun masa berakhirnya Perjanjian Kerja untuk Kontrak adalah sebagai berikut:

1. Untuk Perjanjian Kerja untuk Kontrak adalah yang sekali selesai dan predictable maka perjanjian kerja untuk waktu tertentu diadakan untuk paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Pembaruan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat diadakan satu kali dan paling lama dua tahun.

2. Apabila perjanjian kerja untuk kontrak diakhiri oleh salah satu pihak sebelum berakhirnya perjanjian kerja untuk kontrak, maka pihak yang mengakhiri harus mengganti rugi sebesar upah pekerja sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja dan sebaliknya jika kewajiban ganti rugi itu tidak terjadi apabila pekerjaan yang diprediksikan untuk jangka waktu tertentu lebih cepat diselesaikan. Bila demikian maka perjanjian kerja untuk kontrak dibuat akan berakhir dengan sendirinya sesuai dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut: ”apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak


(6)

yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”

Jika sampai perjanjian kerja untuk kontrak itu pekerjaan belum selesai juga selesai maka dapat dilakukan pembaharuan perjanjian kerja untuk kontrak¸ pembaharuan perjanjian kerja untuk kontrak tersebut dapat dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Konsekuensinya selama 30 hari masa tenggang waktu tidak ada hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha.


Dokumen yang terkait

Peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam Penanggulangan Pekerja Anak dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Juncto Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

0 21 82

Implementasi Perlindungan Tenaga Kerja Penyedia Jasa (Outsourcing) ditinjau dari Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

3 16 136

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBANTU RUMAH TANGGA DI BAWAH UMUR DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

1 5 92

KETENTUAN SANKSI PIDANA DALAM PENEMPATAN TENAGA KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 0 6

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Sepihak Di Kabupaten Purwakarta Ditinjau Dari Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

0 0 1

PERLINDUNGAN UPAH PELATIH SEPAK BOLA PERSITA TANGERANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 0 1

PELAKSANAAN MOGOK KERJA OLEH PEKERJA KONTRAK PADA PT DONGAN KREASI INDONESIA DALAM MASA KONTRAK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 3 2

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA FACTORY OUTLET DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA.

0 1 1

undang undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

0 0 77

PENERAPAN UPAH MINIMUM REGIONAL KARYAWAN DI PERUSAHAAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

0 0 14