ANALISIS STRUKTUR MUSIK DAN FUNGSI KEYBOARD SEBAGAI MUSIK PENGIRING TARI MAENA PADA UPACARA PESTA PERNIKAHAN
OL
NAMA: DANIEL ZAI NIM: 080707021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014
ANALISIS STRUKTUR MUSIK DAN FUNGSI KEYBOARD SEBAGAI MUSIK PENGIRING TARI MAENA PADA UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT NIAS DI KOTA MEDAN
OLEH: NAMA: DANIEL ZAI
NIM: 080707021
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si NIP 196512211991031001
NIP 195804021987031003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
ii
DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal : Hari
Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001
Panitia Ujian: Tanda Tangan
1. Drs, Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.
3. Drs. Perikuten Tarigan, M.Si.
4. Drs. Fadlin, M.A.
5. Arifni Netriroza, SST., M.A.
iii
DISETUJUI OLEH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Maret 2014
Daniel Zai Nim 080707021
ABSTRAK ANALISIS KEYBOARD SEBAGAI MUSIK PENGIRING TARI MAENA PADA MASYARAKAT NIAS DI KOTA MEDAN
Keyboard merupakan alat musik barat yang masuk ke Indonesia. Keyboard telah banyak digunakan sebagai alat musik tunggal pengiring dalam suatu nyanyian, bahkan sering juga digunakan dalam pesta-pesta perkawinan di kota Medan. Masyarakat Nias yang ada di kota Medan sekarang ini telah menggunakan keyboard pada pesta perkawinan yang diadakan. Pada pesta perkawinan masyarakat Nias, keyboard tidak hanya dijadikan sebagai alat pengiring nyanyian tetapi juga sebagai alat pengiring tarian. Tarian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah tari Maena. Tujuan dari penelitian ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana struktur musik yang digunakan dalam mengiring tari Maena, apa alasan menggunakan keyboard sebagai pengiring tarian, genre seperti apa yang digunakan, dan lainnya. Metode yang dilakukan ada beberapa cara, yaitu dengan cara kerja lapangan yang terdiri dari wawancara dan observasi, kerja laboratorium, serta studi kepustakaan.
Kata kunci: keyboard, tari Maena, struktur musik
vi
KATA PENGANTAR
Segala pujian dan syukur penulis ucapkan kepada Yesus Kristus, atas kasih dan kemurahanNya yang begitu besar yang telah mati untuk seluruh umat manusia. Penulis berterima kasih atas segala berkat, kekuatan, penghiburan, pertolongan dan perlindungan Tuhan yang tidak pernah berhenti dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih karena Engkau selalu ada ketika saya
membutuhkan sahabat untuk berbagi suka dan duka.
Skripsi ini berjudul “ Analisis Struktur Musik dan Fungsi Keyboard Sebagai Musik Pengiring Tari Maena Pada Upacara Pernikahan
Masyarakat Nias di Kota M edan”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, Ayahanda tercinta Fona Atulo Zai dan Ibunda Rida br. Purba. Terimakasih buat segala cinta kasih serta ketulusan kalian sehingga saya bisa seperti sekarang, terimakasih buat perhatian yang tak pernah putus-putus khususnya selama pengerjaan skripsi ini, terimakasih buat motivasi-motivasi yang kalian berikan sehingga saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih buat doa-doa yang kalian panjatkan sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada adik-adik yang saya sayangi Emilia Zai dan Enika Zai. Terimakasih buat doa dan semangat yang telah kalian berikan kepada saya.
vii
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. M. Takari, M.Hum sebagai Ketua Jurusan Etnomusikologi dan dosen pembimbing
I yang telah telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah bapak berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalaskan semua kebaikan yang bapak berikan.
Kepada yang terhormat Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Etnomusikologi. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah ibu berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalaskan semua kebaikan yang ibu berikan.
Kepada yang terhormat bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan bapak.
Kepada seluruh dosen di etnomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrirosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si, Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak-ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup bapak-ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti bapak-ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang penulis dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan
viii viii
Terimakasih penulis sampaikan kepada bapak Ama Hennie Zega dan keluarga yang telah memberikan banyak informasi kepada saya sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, sehingga data yang diperoleh mendukung penulisan skripsi ini.
Kepada saudara-saudara penulis Etno 2008, buat Nielson Sihombing dan Pardon Simbolon terimakasih atas bantuan transkripnya. Andro Mahardika Hutabarat, Agus Tafonao, Brian Harefa, Daniel Sianturi, Mahyar Sopyan Pane, Marini Pratiwi Sinaga, Mario King Sianipar, Marliana Manik, Medina Hutasoit, Rudi Silitonga, Sandro Batubara, Sudarsono Malau, dan Yudhistira Siahaan, terimakasih buat beberapa tahun kebersamaan yang telah kita miliki. Bangga bisa menjadi bagian orang-orang hebat seperti kalian. Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan bisa menjadi bagian hidup kalian. Hal tersebut merupakan kenangan yang tidak bisa penulis lupakan. penulis percaya kita semua akan menjadi orang- orang yang hebat. Biarlah jalinan kasih kita tidak terputus dan bisa berlanjut di masa yang mendatang. Kepada Senior dan junior di Etnomusikologi terutama stambuk 2004-2013 terimakasih buat hari-hari saya di perkuliahan yang begitu bersemangat karena kalian semua.
Kepada saudara-saudara penulis yang terkasih yang berada di IMPERATIF. Buat teman-teman di MPO, Era Dabukke, Yanti Simanullang, Ira Saragih, Stefanus Tobing, dan juga Leli Silalahi. Terimakasih buat saat-saat yang telah kita lalui bersama, kalian orang-orang luarbiasa yang selalu mendukungku dalam susah maupun senang. Bangga bisa berada disamping kalian sampai saat
ix ix
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam bidang Etnomusikologi.
Medan, Maret 2014 Penulis,
Daniel Zai 080707021
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keyboard adalah instrumen dengan susunan kunci yang ditata secara horizontal dan menghasilkan berbagai bunyi antara lain: piano, organ, klavikord, harpsikord, dan lain-lain. Alat musik ini karena penghasil utamanya adalah sinyal-sinyal elektrik maka lazim diklasifikasikan sebagai alat musik elektrofon. Dikatakan bahwa perkembangan baru sekarang keadaannya telah berubah menjadi sangat sempurna, bukan saja hanya sebagai instrumen tapi dilengkapi dengan pelbagai irama bunyi dan semua dapat diprogram secara komputerisasi.
Keyboard dapat menghasilkan berbagai bunyi atau suara alat musik, meter, ritem, jenis musik, dengan menggunakan program-program yang ada. Adapun contoh jenis meter (tanda birama) yang ada pada keyboard, seperti 4/4, 3/4, 2/4. Sedangkan contoh jenis pola ritem dapat kita lihat pada keyboard, seperti: Rhumba, Jazz, Waltz, Pop, Bosanova, Rock (Ensiklopedia Musik, Jilid I, 1992: 285 dalam Dermawan Purba, 2003:80).
Pada zaman sekarang, keyboard sudah banyak digunakan untuk mengiringi upacara-upacara adat yang setempat. Contohnya peran keyboard pada kebudayaan masyarakat Batak Karo. Keyboard pada awalnya digabungkan dengan gendang lima sedalanen dengan cara memanfaatkan unsur-unsur ritmis yang terdapat di program musik (style musik dalam keyboard) untuk menambah nuansa musikal. Akulturasi dalam aspek seni musik ini direspon positif oleh Pada zaman sekarang, keyboard sudah banyak digunakan untuk mengiringi upacara-upacara adat yang setempat. Contohnya peran keyboard pada kebudayaan masyarakat Batak Karo. Keyboard pada awalnya digabungkan dengan gendang lima sedalanen dengan cara memanfaatkan unsur-unsur ritmis yang terdapat di program musik (style musik dalam keyboard) untuk menambah nuansa musikal. Akulturasi dalam aspek seni musik ini direspon positif oleh
Hal yang hampir sama juga terjadi pada masyarakat Simalungun. Salah satu unsur asing yang masuk atau diadopsi oleh masyarakat Simalungun adalah musik keyboard. Genre musik ini menggunakan alat musik utamanya adalah keyboard ditambah drum, cymbal, dan gitar. Musik keyboard ini kemudian dikolaborasikan dengan gonrang sehingga mereka mulai gunakan dalam berbagai upacara adat mereka seperti upacara sayur matua. Secara umum mereka menerima karena lagu-lagu yang dimainkan hampir sama dengan ensambel musik tiup dan jenis-jenis repertoar gonrang sipitu-pitu. Selain itu musik keyboard ini mampu membawakan lagu-lagu rakyat Simalungun dan lagu dari daerah-daerah lain seperti lagu-lagu dari daerah Tapanuli, Karo,
Mandailing, Melayu, Ambon, lagu-lagu Barat, dan lagu-lagu Gerejawi. 2 Di dalam kebudayaan masyarakat Nias, khususnya di Kota Medan,
keyboard juga digunakan pada upacara adat, salah satunya upacara pernikahan masyarakat Nias sekarang ini. Pada upacara pernikahan tersebut, keyboard digunakan sebagai pengiring tari dan nyanyian.
Masyarakat Nias yang ada di Kota Medan pada awalnya berasal dari orang-orang yang merantau untuk mencari pekerjaan. Sama juga dengan orang Nias seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, sebagian dari orang
Baca skripsi Agus Tarigan yang berjudul “Penggunaan dan Fungsi Gendang Keyboard dalam Gendang Guro-Guro Aron di Desa Sukadame Kecamatan Tiga Panah Kabupaten Karo .”
2 Baca skripsi Roseflin Manurung yang berjudul “Pengaruh Musik Keyboard Terhadap Gonrang Sipitu-pitu dalam Upacara Kematian Sayur Matua
di desa Sarimatondang Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun. ”
Nias pergi dari pulau Nias dikarenakan berbagai hal, melakukan migrasi keberbagai daerah dengan tujuan dan kepentingan yang bermacam-macam dan menuju ke daerah-daerah sepert, Tapanuli, Sumatera Barat, Aceh, Bengkulu, dan bahkan sampai ke Malaysia (Johor, Melaka, Negeri Sembilan, Pulau Pinang), India, dan Madagaskan. Migrasi ataupun perpindahan yang dilakukan oleh orang Nias sudah berlangsung lama dan diperkirakan sudah terjadi dari abad ke-17 yaitu pada waktu berinteraksi dalam hal perdagangan dengan Arab dan bangsa Cina serta Hindia belakang (Usman Pelly 1990:80).
Masyarakat Nias yang datang ke Kota Medan beradaptasi dengan cara berbaur dengan etnis-etnis lain yang ada di Kota Medan. Suku Nias merupakan salah satu suku pendatang yang menetap di Kota Medan. Suku bangsa lain juga merupakan suku yang menetap di Medan terbagi, (1) suku bangsa tempatan (natif) yaitu suku Melayu (Usman Pelly 1990 : 84), dengan alasan bahwa suku Melayu pertama sekali bermukim di wilayah teritorial Kota Medan, (2) suku pendatang antara lain: Batak Toba, Batak Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, Pesisir Sibolga, dan Mandailing. Tibanya orang Nias di Kota Medan dan tinggal menetap dan melakukan aktivitas budaya dengan berbagai cara. Sistem pemerintahan di Nias saat ini berbentuk kabupaten dan kota, yang sebelumnya pulau Nias hanya memiliki satu kabupaten saja namun saat ini pulau Nias telah menajdi empat kabupaten satu kota, sehingga semakin memudahkan untuk dipahami bagi dari segi kebudayaannya maupun segi dialek bahasanya.
Dari migrasi tersebut suku Nias juga membawa adat istiadat yang ada di daerah mereka, antara lain sistem garis keturunan patrialisme (mengikuti garis keturunan ayah), dibuktikan dengan adanya marga(klen), membawa kesenian Dari migrasi tersebut suku Nias juga membawa adat istiadat yang ada di daerah mereka, antara lain sistem garis keturunan patrialisme (mengikuti garis keturunan ayah), dibuktikan dengan adanya marga(klen), membawa kesenian
Upacara pernikahan pada masyarakat Nias yang dilakukan merupakan salah satu dari bosi (tingkat kebudayaan hidup pada masyarakat Nias) yang disebut fangowalu atau pesta pernikahan. Di dalam pesta perkawinan ini ada tahap-tahap yang harus ditempuh namun ketika dilangsungkannya pesta perkawinan ada sebuah tarian yang dipertunjukan pada urutan perkawinan ini yaitu Maena. Pada upacara pernikahan ini, tari Maena dipertunjukkan dengan menggunakan musik pengiring dan keyboard merupakan alat musik yang mengiringi tarian Maena tersebut.
Tari Maena adalah tarian yang dipolakan dengan gerakan yang membentuk pola lantai segi empat dan dalam pertunjukannya bermakna
kegembiraan dan kemeriahan suatu acara yang dilangsungkan. Maena tidak terlepas dari tari yang saling mempengaruhi antara musik vokal dengan tari. Di dalam pertunjukannya maena dahulunya tidak menggunakan alat musik pengiring tetapi karena perubahan zaman atau karena dalam pertunjukannya bermakna suatu kegembiraan dan sukacita sehingga digunakan ensambel pengiring yang terdiri dari gong, gondra (gendang Nias), faritia (gong kecil ), dan ukulele (lute). Namun demikian, karena dilihat bahwa dengan menggunakan alat-alat tersebut sangat repot penyediaannya dan keyboard tersebut juga bias digunakan untukpara tamu untuk menyanyi menyumbangkan lagu untuk kedua mempelai, maka berubah dan kebanyakan dengan menggunakan keyboard
(wawancara dengan A. Hendrik Zega, 20 Januari 2013 3 ).
3 Seorang aktivis budaya Nias di kota Medan.
Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk mengangkat judul
Analisis Struktur Musik dan Fungsi Keyboard Sebagai Alat Musik Pengiring
Tari Maena Pada Upacara Pernikahan Masyarakat Nias di Kota Medan untuk melihat peranan alat msik keyboard baik berupa penggunaan style maupun timbre pada upacara pernikahan masyarakat Nias di kota Medan.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah :
1. Bagaimana struktur musik keyboard yang mencakup melodi, dan akord yang mengiringi tari Maena di Kota Medan?
2. Sejauh apa fungsi keyboard sebagai musik pengiring tari Maena pada pesta pernikahan masyarakat Nias di Kota Medan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui struktur musik keyboard sebagai alat musik pengiring dalam pesta perkawinan masyarakat Nias di Kota Medan
2. Untuk mengetahui fungsi keyboard sebagai alat musik pengiring dalam pesta perkawinan masyarakat Nias di Kota Medan
3. Sebagai dokumentasi tentang salah satu kebudayaan masyarakat Nias yang dapat menjadi masukan bagi Departemen Etnomusikologi dimana referensi tentang kesenian tradisional Nias sangat minim.
1.3.2 Manfaat penelitian
1. Mengetahui struktur musik keyboard sebagai alat musik pengiring dalam pesta perkawinan masyarakat Nias di Kota Medan.
2. Agar dapat menjadi bahan dokumentasi dasar bagi para peneliti, terutama etnomusikolog untuk dikembangkan berikutnya.
3. Agar dapat menjadi bahan dokumentasi dasar dan pelestarian kesenian di Nias.
1.4. Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:43), analisa adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.. Kata analisis mempunyai arti penelitian suatu masalah, atau penelitian terhadap suatu peristiwa sehingga dapat diketahui latar belakang dan duduk permasalahannya atau proses kejadiannya. Analisis yang penulis maksud di sini adalah menelaah dan menguraikan struktur musikal musik pengiring tari Maena, seperti pola ritme, meter, intensitas suara (keras lembutnya suara).
Fungsi dapat dikatakan adalah manfaat atau kegunaan dari suatu hal. Sosial merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. Fungsi sosial adalah manfaat maupun kegunaan suatu hal dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini penulis akan melihat apa fungsi atau pun kegunaan keyboard sebagai alat musik pengiring dalam pesta perkawinan masyarakat Nias di Kota Medan.
1.4.2 Kerangka Teori
Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa. (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1995:1041). Dalam tulisan ini unsur utama yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas adalah pola melodi yang dipakai dalam musik pengiring tari Maena.
Dalam konteks penelitian, teori digunakan sebagai arahan untuk melakukan kerja-kerja penelitian. Teori hanya sebagai acuan sementara, agar penelitian tidak melebar ke mana-mana. Teori adalah bangunan yang mapan, ada pendapat peneliti, ada simpulan awal. Itulah sebabnya teori harus dibangun terstruktur, sejalan dengan apa saja yang mungkin akan digunakan (Suwardi, 2006:107).
Menurut Koentjaraningrat pengertian upacara ritual atau ceremony adalah: sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. (Koentjaraningrat, 1990: 190).
Untuk melihat fungsi dan kegunaannya penulis juga menggunakan teori use and function Alan P. Merriam (1964:223-226). Menurut Merriam penggunaan (uses) dan fungsi (function) merupakan salah satu masalah yang terpenting didalam Etnomusikologi. Penggunaan musik meliputi pemakaian musik dalam konteksnya atau bagaimana musik itu digunakan, sedangkan fungsi musik berkaitan dengan tujuan pemakaian musik tersebut.
Di dalam buku Allan P. Merriam juga disebutkan bahwa terdapat sepuluh fungsi musik dalam ilmu etnomusikologi yaitu:
1. Fungsi pengungkapan emosional,
2. Fungsi pengungkapan estetika,
3. Fungsi hiburan,
4. Fungsi komunikasi,
5. Fungsi perlambangan,
6. Fungsi reaksi jasmani,
7. Fungsi yang berkaitan dengan norma sosial,
8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan,
9. Fungsi kesinambungan kebudayaan, dan
10. Fungsi pengintregasian masyarakat.
Untuk menganalisis aspek struktur musik keyboard sebagai alat musik pengiring tari Maena pada pesta pernikahan masyarakat Nias di kota Medan, penulis mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh William P. Malm yang dikenal dengan teori weighted scale dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch Untuk menganalisis aspek struktur musik keyboard sebagai alat musik pengiring tari Maena pada pesta pernikahan masyarakat Nias di kota Medan, penulis mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh William P. Malm yang dikenal dengan teori weighted scale dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu prosedur atau urutan pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam rangka penyelidikan dari suatu bidang yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati serta sistematis, dimana pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta, termasuk di dalamnya, pemilihan lokasi penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, memformulasikan hipotesa, penentuan model dalam pengujian hipotesa, studi kepustakaan dan kerja labolatorium.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang menghasilkan kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3).
Penelitian kualitatif ini, dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: tahap ke lapangan, tahap analisis data, dan tahap penulisan laporan (skripsi). Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai adalah sebagai berikut.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan salah satu landasan dalam melakukan sebuah penelitian, yaitu dengan mengumpulkan literatur atau sumber bacaan untuk mendapatkan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber-sumber bacaan ini dapat berupa buku, ensiklopedi, jurnal, buletin, artikel, laporan penelitian dan lain-lain. Dengan melakukan studi kepustakaan penulis akan mendapat cara yang efektif dalam melakukan penelitian lapangan dan penyusunan skripsi ini.
Hal pertama yang dilakukan penulis adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Dalam hal ini penulis mempelajari skripsi yang sudah pernah ditulis oleh sarjana dari Etnomusikologi. Penulis juga mengumpulkan data
dengan menggunakan teknologi internet, seperti dari www.google.com, dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapatakan konsep-konsep dan teori juga informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.
1.5.2 Kerja Lapangan
Menurut Harja W. Bachtiar (1985:108), bahwa pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (fied work) dengan menggunakan teknik observasi untuk melihat, mengamati objek penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan.
1.5.2.1 Wawancara
Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan metode wawancara. Menurut Harja W. Bachtiar (1985:155), wawancara adalah untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tidak ada yang hilang.
Dalam proses melakukan wawancara penulis beracuan pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985:139), yaitu: wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), wawancara sambil lalu (casual interview).
Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik lain secara bebas.
Untuk pemotretan dan perekaman wawancara penulis menggunakan kamera dan handycam untuk mempermudah perekaman dan penyimpanan data, dan juga dalam bentuk tulisan.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis
Menurut Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial tersebut.
Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data dan penyusunan tulisan. Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisis.
1.5.4 Lokasi Penelitian
Penulis mengambil sumber penelitian dari pesta pernikahan anak dari bapak A. Besty Telaumbanua, yang merupakan budayawan dan sekaligus Ev. BNKP Hilisawato yang berada di kota Medan Kecamatan Medan Tuntungan.
BAB II ETNOGRAFI KEADAAN MASYARAKAT NIAS DI KOTA MEDAN
2.1 Keadaan Geografis Kota Medan
Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang, Danau Toba. Secara geografis, Kota Medan terletak pada 2 27'-2 47' Lintang Utara dan 98 35'-98 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian Utara Propinsi Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah Utara dan berada pada ketinggian tempat 2,5- 37,5 m di atas permukaan laut. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar (www.wikipedia.com).
2.1.1 Demografi
Berdasarkan data sensus kependudukan pada tahun 2010 yang dilakukan oleh pemerintah kota Medan, penduduk kota Medan diperkirakan telah mencapai 2.097.610 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.060.684 jiwa > 1.036.926 jiwa). Selain itu, Kota Medan juga merupakan daerah Berdasarkan data sensus kependudukan pada tahun 2010 yang dilakukan oleh pemerintah kota Medan, penduduk kota Medan diperkirakan telah mencapai 2.097.610 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.060.684 jiwa > 1.036.926 jiwa). Selain itu, Kota Medan juga merupakan daerah
Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).
Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.
Populasi masyarakat Kota Medan didominasikan oleh beberapa suku seperti: Melayu, Jawa, Batak (Toba, Karo, Simalungun, Mandailing-Angkola), Nias dan Tionghoa. Mayoritas kependudukan di kota Medan sekarang ialah Suku Jawa, dan suku-suku dari tapanauli (Batak, Mandailing, Karo). Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah mesjid, gereja, dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India.
Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya.
Tabel 2.1: Perbandingan Etnis di Kota Medan pada
Tahun 1930, 1980, dan 2000.
Etnis
Tahun 1930
Tahun 1980 Tahun 2000
Aceh --
-- Lain-lain
Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut *Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan "Batak" sebagai suku bangsa, total Simalungun (0,69%), Tapanuli/Toba (19,21%), Pakpak (0,34%), dan Nias (0,69%) adalah 20,93% Bangsa Punjabi dan lainnya(3,95%)
Tabel 2.2: Penduduk Kota Medan Menurut Kecamatan
dan Jenis Kelamin Tahun 2010
No Kecamatan
Laki-laki
Perempuan Jumlah
1 Medan Tuntungan
2 Medan Selayang
3 Medan Johor
4 Medan Amplas
5 Medan Denai
6 Medan Tembung
7 Medan Kota
8 Medan Area
9 Medan Baru
10 Medan Polonia
11 Medan Malmun
12 Medan Sunggal
13 Medan Helvetia
14 Medan Barat
15 Medan Petisah
16 Medan Timur
17 Medan Perjuangan
18 Medan Deli
19 Medan Labuhan
20 Medan Marelan
21 Medan Belawan
Sumber : Sensus Penduduk 2010, BPS Kota Medan
2.1.2 Wilayah Administrasi Pemerintahan
Adapun beberapa kecamatan yang terletak di Kota Medan yaitu antara lain: Kecamatan Medan Helvetia, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Perjuangan, Kecamatan Medan Tembung, Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Amplas, Kecamatan Medan Denai, Bandar Udara Polonia.
Kota medan terdiri dari dua puluh satu kecamatan, yaitu seperti yang terurai di dalam Tabel 2.3 sebagai berikut.
Tabel 2.3: Kecamatan-kecamatan dan Luasnya dalam Kilometer Di Kota Medan Tahun 2013
No 2 Kecamatan Luas (Km )
1 Medan Tuntungan
2 Medan Selayang
3 Medan Johor
4 Medan Amplas
5 Medan Denai
6 Medan Tembung
7 Medan Kota
8 Medan Area
9 Medan Baru
10 Medan Polonia
11 Medan Malmun
12 Medan Sunggal
13 Medan Helvetia
14 Medan Barat
15 Medan Petisah
16 Medan Timur
17 Medan Perjuangan
18 Medan Deli
19 Medan Labuhan
20 Medan Marelan
21 Medan Belawan
Sumber : BPS Kota Medan, 2013
2.1.3 Kecamatan Medan Tuntungan
Kecamatan Medan Tuntungan adalah daerah tempat penelitian yang dipilih oleh penulis, terkhusus daerah Simalingkar Perumnas. Di daerah ini telah lama bermukim orang-orang Nias. Hal itu bisa kita lihat dari adanya gereja suku Nias yang telah berdiri dan adanya STM (serikat tolong menolong) khusus suku Nias. Kecamatan Medan Tuntungan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan Sumatera Utara, Indonesia . secara wilayah geografis, kecamatan Medan Tuntungan berbatasan dengan: - Sebelah utara berbatasan dengan Medan Selayang, - Sebelah timur berbatasan dengan Medan Johor, - Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, - Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.
Sensus pada tahun 2010 mengatakan kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 69.447 jiwa. Luasnya adalah 20,68 km² dan kepadatan penduduknya adalah 3.174,32 jiwa/km². Sebagaian besar penduduk di kecamatan ini adalah suku-suku pendatang seperti: Tionghoa, Minang, Batak, Aceh dan Jawa sedangkan suku asli Suku Melayu Deli 40% saja.
2.2 Gambaran Umum Adat Nias Termasuk di Kota Medan
Nias merupakan salah satu pulau besar yang ada di Sumatera Utara. Nias memiliki luas sebesar 5.625 km 2 atau 7,26% dari seluruh luas pulau Sumatera. Pulau Nias terletak di antara 0,12 0 LU – 1,32 o LU dan 90 o BT - 98 o BT. Pulau Nias berbatasan dengan, (1) Samudera Indonesia di sebelah barat, (2) Pulau Murshala (kepulauan Tapanuli Tengah) disebelah timur, (3) kepulauan banyak (Nanggroe Aceh Darrusalam) disebelah utara, dan (4) kepulauan Mentawai (Sumatera barat) disebelah selatan.
Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Kemudian bagi siapa saja yang melanggar hukum tersebut akan di kenakan sanksi sesuai dengan apa yang dilakukannya, bahkan ada sanksi yang sampai kepada kematian.
Suku Nias mengenal sistem kasta (12 tingkatan kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah Balugu. Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari. telah memberi. Ada 3 Suku Nias mengenal sistem kasta (12 tingkatan kasta). Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah Balugu. Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari. telah memberi. Ada 3
2.3 Masyarakat Nias di Kota Medan
Masyarakat Nias yang ada di kota Medan pada awalnya berasal dari orang-orang yang merantau untuk mencari pekerjaan. Sama juga dengan orang Nias seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, sebagian dari orang Nias pergi dari pulau Nias dikarenakan berbagai hal, melakukan migrasi keberbagai daerah dengan tujuan dan kepentingan yang bermacam-macam dan menuju ke daerah-daerah sepert, Tapanuli, Sumatera Barat, Aceh, Bengkulu, dan bahkan sampai ke Malaysia (Johor, Malaka, Negeri Sembilan, pulau Pinang), India, dan Madagaskan. Migras ataupun perpindahan yang dilakukan oleh orang Nias sudah berlangsung lama dan diperkirakan sudah terjadi dari abad ke-17 yaitu pada waktu berinteraksi dalam hal perdagangan dengan Arab dan bangsa Cina serta Hindia belakang. Pada saaat berlangsungnya jalur perdagangan menuju Baros. Tanö Niha (pulau Nias) menjadi lumbung tempat penyimpanan bahan bahan untuk kebutuhan selama berlangsungnya perdagangan di Baros. Nias merupakan daerah terdekat menuju Baros yang ramai dilayari kapal-kapal Masyarakat Nias yang ada di kota Medan pada awalnya berasal dari orang-orang yang merantau untuk mencari pekerjaan. Sama juga dengan orang Nias seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, sebagian dari orang Nias pergi dari pulau Nias dikarenakan berbagai hal, melakukan migrasi keberbagai daerah dengan tujuan dan kepentingan yang bermacam-macam dan menuju ke daerah-daerah sepert, Tapanuli, Sumatera Barat, Aceh, Bengkulu, dan bahkan sampai ke Malaysia (Johor, Malaka, Negeri Sembilan, pulau Pinang), India, dan Madagaskan. Migras ataupun perpindahan yang dilakukan oleh orang Nias sudah berlangsung lama dan diperkirakan sudah terjadi dari abad ke-17 yaitu pada waktu berinteraksi dalam hal perdagangan dengan Arab dan bangsa Cina serta Hindia belakang. Pada saaat berlangsungnya jalur perdagangan menuju Baros. Tanö Niha (pulau Nias) menjadi lumbung tempat penyimpanan bahan bahan untuk kebutuhan selama berlangsungnya perdagangan di Baros. Nias merupakan daerah terdekat menuju Baros yang ramai dilayari kapal-kapal
Pada waktu membuka perkebunan di Indonesia (Hindia Belanda waktu itu) banyak pemuda-pemuda Nias yang dipekerjakan di wilayah-wilayah perkebunan di luar pulau Nias, kemudian menetap dan bergenerasi di wilayah tersebut hinga sekarang. Masyarakat suku Nias yang tinggal di Kota Medan (dahulunya Sumatera Timur) diperkirakan dimulai sejak dibukanya onderneming perkebunan tembakau dan perkebunan karet yang dikenal dengan HVA. Banyak orang Nias bekerja di perkebunan-perkebunan, pada waktu itu
karet menjadi “primadona” oleh orang Belanda. Sehingga pohon karet oleh orang Nias disebut hafea, yang tak lain adalah penyebutan lain untuk HVA yang
berada di Sumatera Timur. Inilah awalnya dan sejarahnya masyarakat suku Nias tinggal dan menetap di Kota Medan. Seiring berjalannya waktu, Sumatera Timur kemudian berkembang menjadi Kota Medan. Orang Nias terus melakukan proses perpindahan atau urbanisasi yang dahulunya hanya kelompok kecil, semakin lama terbentuk sebuah masyarakat suku Nias. Hidup berdampingan berada di Sumatera Timur. Inilah awalnya dan sejarahnya masyarakat suku Nias tinggal dan menetap di Kota Medan. Seiring berjalannya waktu, Sumatera Timur kemudian berkembang menjadi Kota Medan. Orang Nias terus melakukan proses perpindahan atau urbanisasi yang dahulunya hanya kelompok kecil, semakin lama terbentuk sebuah masyarakat suku Nias. Hidup berdampingan
2.4 Adaptasi Masyarakat Nias Di Kota Medan
Masyarakat Nias yang datang ke kota Medan beradaptasi dengan cara berbaur dengan etnis-etnis lain yang ada di kota Medan. Suku Nias merupakan salah satu suku pendatang yang menetap di kota Medan. Suku bangsa lain juga merupakan suku yang menetap di Medan terbagi, (1) suku bangsa tempatan (natif) yaitu suku Melayu (Usman Pelly, 1990:84), dengan alas an bahwa suku Melayu pertama sekali bermukim di wilayah teritorial Kota Medan, (2) suku pendatang antara lain: Batak Toba, Batak Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, Pesisir Sibolga, Mandailing. Suku pendatang ini merupakan etnis yang wilayah teritorialnya paling dekat dengan Kota Medan dan tergolong dalam satu struktur pemerintahan setingkat propinsi dengan Medan menjadi pusat pemerintahannya. Juga etnis seperti Jawa, Sunda, Minangkabau, serta kelompok kecil etnis Nusantara lainnya serta etnis datang dari luar nusantara seperti etnis yang datang dari Cina, India, dan yang lain dalam jumlah kecil. Tibanya orang Nias di Kota Medan dan tinggal menetap dan melakukan aktifitas budaya dengan berbagai cara. Sistem pemerintahan di Nias saat ini berbentuk kabupaten dan Kotamadya dimana sebelumnya pulau Nias hanya memiliki satu kabupaten saja namun saat ini pulau Nias telah menajdi empat kabupaten satu Kotamadya sehingga semakin memudahkan untuk dipahami bagi dari segi kebudayaannya maupun segi dialek bahasanya.
2.5 Mata Pencaharian
Kedatangan orang Nias di Kota Medan berlangsung secara berkelompok dan juga secara individual. Para pemuda Nias melakukan perjalanan (merantau) bersama-sama dengan teman sekampung ke Kota Medan dengan tujuan untuk mencari pekerjaan. Kelompok ini menyebar keberbagai wilayah Kota Medan, bekerja di Pabrik, petani, nelayan, tukang becak, karyawan swasta, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau TNI / POLRI, buruh lepas juga ada yang berbaur lewat perkawinan antara orang Nias dengan orang dari etnis lain. Dengan bertambahnya jumlah orang Nias yang menetap di Kota Medan menimbulkan keinginan untuk bersatu dalam satu ikatan organisasi dan perkumpulan orang Nias dalam bentuk organisasi sosial, pendidikan, dan kepemudaan. Pada saat ini diperkirakan jumlah orang Nias yang tinggal dan menetap di Kota Medan sekitar 25.000. yang tersebar dalam wilayah Medan seperti, Daerah Belawan, Perumnas Mandala, daerah Perumnas Simalingkar, daerah Padang Bulan, daerah Helvetia, serta daerah lainnya dalam jumlah kecil namun khusus didaerah objek penelitian penulis diperkirakan berdasarkan hasil yang di kumpulkan penulis dari Kecamatan Medan Tuntungan sekitar 8.743 jiwa (BPS Kota Medan 2013).
2.6 Agama Dan Sistem Kepercayaan
Kebudayaan Nias merupakan salah satu kebudayaan Nusantara yang bebas dari pengaruh Hindu-Budha maupun Islam. Orang Nias mengalami banyak perubahan dalam hal kepercayaan dan agamanya. Dahulu kepercayaan orang Nias percaya pada sistem yang bersumber pada kekuatan alam dan roh
leluhur. Juga dua kekuatan supernatural di kosmos, yang menampakkan diri sebagai gejala-gejala alam dan arwah leluhur mereka. Kekuatan adikodrati (supernatural) bersumber pada gejala-gejala alam yang memiliki nama sesuai dengan tempat atau sistem kekuatannya. Para leluhur Nias kuno menganut kepercayaan animisme murni. Mereka mendewakan roh-roh yang tidak kelihatan dengan berbagai sebutan, misalnya: Lowalangi, Laturadanö, Zihi, Nadoya, Luluö , dan sebagainya. Dewa-dewa tersebut memiliki sifat dan fungsi yang berbeda-beda. Selain roh-roh atau dewa yang tidak kelihatan dan tidak dapat diraba tersebut di atas, mereka juga memberhalakan roh-roh yang berdiam di dalam berbagai benda berwujud. Misalnya berbagai jenis patung, (Adu Nama, Adu Nina, Adu Nuwu, Adu Lawölö , Adu Siraha Horö, Adu Horö, dan lain-lain) yang dibuat dari bahan batu atau kayu. Mereka juga percaya pada leluatan supernatural pada pohon tertentu, misalnya: Fösi, Böwö, Endruo, dan lain-lain. Oleh karena masyarakat Nias percaya terhadap banyak dewa, maka sering disebut bahwa orang Nias kuno menganut kepercayaan politeisme.
Dalam sistem religi terutama sebelum masuknya ajaran agama Islam dan Kristen, masyarakat Nias memiliki kepercayaan suku yang disebut dengan Sanomba Adu. Kata-kata ini secara etimologis sanomba berarti menyembah, dan adu adalah patung ukiran yang terbuat dari kayu atau batu yang dipercayai sebagai media roh bersemayam. Adu atau patung di tempatkan di Osali
b ȍrȍnadu, yaitu bagunan tempat ibadah untuk penyembah patung (sonomba adu ). Pada abad-19 masuklah ajaran agama kristen di Pulau Nias yang pertama kali dibawa oleh Denninger tahun 1865 tepatnya di Kota Gunungsitoli.
Sebelumnya ia sudah belajar bahasa Nias dan bergaul dengan orang Nias yang ada di Padang. Orang Nias yang berjumlah kurang lebih 3000 jiwa ini merupakan pendatang. Dari mereka inilah Denninger banyak mempelajari kebiasaankebiasaan orang Nias, adat istiadatnya sehingga ia tertarik untuk datang ke Nias untuk menyebarkan dan mengajarkan ajaran Kristen yang ternyata berhasil dengan baik ia sebarkan. Misi selanjutnya dilanjutkan oleh Thomas yang datang ke Nias pada tahun1873. Masa terpenting pada penyebaran agama Kristen tersebut terjadi antara tahun 1915-1930 dan tahun ini disebut sebagai tahun pertobatan (fangesa d ȍdȍ sebua).
Transformasi adat ini berlangsung cukup massif. Keajaiban dalam pengabaran Injil terjadi pada 1916 ketika digelar Fangefa SebuaFangesa Sebua (Pertobatan Massal) yang dimotori oleh misionaris Kristen (zendeling). Sejak peristiwa tersebut, orang-orang Nias mulai berani menghanyutkan patung- patung perwujudan nenek moyang mereka, menhir, patung-patung dewa, dan benda-benda peninggalan leluhur lainnya ke sungai. Keberhasilan misi Kristen di Nias juga banyak ditentukan oleh strategi yang cerdik dalam mengkonversi ritual-ritual adat sehingga makna ritual tersebut bergeser. Contohnya adalah diberlakukannya ritual fanano buno (menanam bunga) sebagai ganti famaoso dalo (mengangkat tengkorak kepala orang yang sudah meninggal).
Pada masa inilah mulai terjadi perubahan sikap kepercayaan orang Nias, yang mana kepercayaan yang sebelumnya ditinggalkan dengan membuang atau menghancurkan dan membakar patung-patung yang tadinya mereka jadikan sebagai dewa. Sangsi-sangsi hukum adat dengan hukum badan, poligami, penyembahan patung, penyembuhan penyakit melalui dukun sudah semakin Pada masa inilah mulai terjadi perubahan sikap kepercayaan orang Nias, yang mana kepercayaan yang sebelumnya ditinggalkan dengan membuang atau menghancurkan dan membakar patung-patung yang tadinya mereka jadikan sebagai dewa. Sangsi-sangsi hukum adat dengan hukum badan, poligami, penyembahan patung, penyembuhan penyakit melalui dukun sudah semakin
2.7 Organisasi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, sistem kekerabatan dan kerjasama sangat menonjol pada masyarakat Nias di kota Medan, walaupun terdapat perbedaan dalam kepercayaan, budaya, dan adat istiadat. Ini mencerminkan kenyataan sosial bahwa orang-orang Nias yang ada di kota Medan sangat baik dalam menjalin keakraban walaupun berbeda keyakinan. Organisasi sosial sangat penting dalam kehidupan sehari-sehari, kekerabatan dan kerja sama sangat menonjol meskipun terpolarisasi dalam paham keagamaan yang saling berbeda. Orang Nias memakai satu bahasa tunggal, akan tetapi dialeknya agak berbeda disetiap wilayah namun yang cukup khas dari bahasa Nias adalah huruf vocal yang mayoritas dalam setiap kata atau kalimat, dan selalu ditandai dengan akhiran huruf vokal. Ini juga secara tak langsung mempengaruhi adaptasi sosial antara sesame orang Nias dengan daerah budaya yang berbeda.
Walaupun sudah berpindah ke tempat yang jauh, tetapi orang-orang Nias yang datang ke kota Medan tetap berusaha untuk mempertahankan sistem keakraban yang telah dibangun oleh para leluhur terdahulu. Kebudayaan Nias dapat dilihat melalui organisasi-organisasi atau perkumpulanperkumpulan
masyarakat Nias yang ada di Kota Medan. Ada yang membentuk perkumpulan berdasarkan wilayah dimana asal mereka di pulau Nias seperti Persatuan Masyarakat Gomo (PERMASGOM), Lahewa, Sirombu, Gidö, Pulau Batu, Teluk Dalam. Ada juga berdasarkan marga (mado) seperti Persatuan Marga Harefa, Persatuan Marga Mendröfa, Persatuan Marga Lase, Persatuan Marga Telaumbanua, Persatuan Marga Zalukhu, Persatuan Marga Larosa, Persatuan Marga Nazara. Selain itu juga masyarakat Nias juga membentuk perkumpulan berdasarkan dimana mereka tinggal di Kota Medan berupa Serikat Tolong Menolong (STM), seperti STM Sehati, STM Faomakhöda, STM Kasih Karunia, STM Saradödö. Ada juga organisasi lain yang bersifat kepemudaan, gerejawi, pendidikan dan pembanguan juga berdiri di Kota Medan, seperti Gerakan Mahasiswa Nias (GMN), Forum Mahasiswa Nias Peduli Nias (FORMANISPE), KMN, FORMAN, Komisi pemuda BNKP Hilisawatö.
2.8 Sistem Kekerabatan
Suku Nias memiliki sistem kekerabatan dan sistem kekerabatan tersebut menurut garis keturunan ayah (patrineal) dengan menurunkan marga (mado) kepada anak-anak mereka yang menjadi perlambangan pada keluarga tersebut dan selalu maarga (mado) ayah yang ditempatkan dibelakang nama lahir untuk generasi dibawahnya. Marga-marga yang ada pada masyarakat Nias adalah Amazihönö,Baeha, Baene, Bate'e, Bawamenewi, Bawaniwa'ö, Bawö, Bali, Bohalima, Bu'ulölö, Buaya, Bunawölö, Bulu'aro, Bago, Bawaulu, Bidaya, Bulolo, Baewa Ba'i menewi Boda hili, Dakhi, Daeli, Dawolo, Daya, Dohare, Dohona, Duha, Duho, Fau, Farasi, Finowa'a, Fakho, Fa'ana,Famaugu, Fanaetu,
Gaho, Garamba, Gea, Ge'e, Giawa, Gowasa, Gulö, Ganumba, Gaurifa, Gohae, Gori, Gari, Halawa, Harefa, Haria, Harita, Hia, Hondrö, Hulu, Humendru, Hura, Hoya, Harimao, Lafau, Lahagu, Lahömi, Laia, Luaha, Laoli, Laowö, Larosa, Lase, Lawölö, Lo'i, Lömbu, Lamölö, Lature, Luahambowo, lazira, Lawolo,Lawelu, Laweni, Lasara, Laeru, Löndu go'o, lase, larosa, Maduwu, Manaö, Maru'ao, Maruhawa, Marulafau, Mendröfa, Mangaraja, Maruabaya, Möhö, Marundruri, Mölö, Nazara, Ndraha, Ndruru, Nehe, Nakhe, Nadoya, Nduru, Sadawa, Saoiagö, Sarumaha, Sihönö, Sihura, Sisökhi, Saota, Taföna'ö, Telaumbanua, Talunohi, Tajira, Wau, Wakho, Waoma, Waruwu, Wehalö, Warasi, Warae, Wohe, Zagötö, Zai, Zalukhu, Zamasi, Zamago, Zamili, Zandroto, Zebua, Zega, Zendratö, Zidomi, Ziliwu, Ziraluo, Zörömi, Zalögö, Zamago zamauze.
2.9 Kesenian