Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Komplikasi, dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 adalah penyakit yang timbul dalam masa pengobatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul akibat dari pelayanan yang diberikan kepada pasien.9 Anestesi lokal berisiko dapat menyebabkan komplikasi yang terjadi secara lokal maupun sistemik.10

2.2 Anestesi Lokal

2.2.1 Defenisi Anestesi Lokal

Anestesi lokal didefinisikan sebagai tindakan yang menghilangkan rasa nyeri atau sakit untuk sementara pada salah satu bagian tubuh, secara topikal atau suntikan, tanpa disertai hilangnya tingkat kesadaran. Anestesi lokal digunakan untuk mengurangi nyeri sehingga pasien merasa nyaman saat dilakukan tindakan dan dokter gigi mampu bekerja dengan baik.3,11

2.2.2 Penggolongan Anestesi Lokal

Bahan anestesi lokal terbagi atas dua golongan yaitu ester dan amida. Jenis bahan anestesi yang termasuk dalam golongan ester diantaranya yaitu kokain, prokain, 2-kloroprokain, tetrakain dan benzokain sedangkan yang termasuk dalam golongan amida diantaranya yaitu lidokain, mepivakain, bupivakain, prilokain, etidokain dan artikain.12


(2)

Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester adalah prokain, sedangkan golongan amida adalah lidokain dan bupivakain. Secara garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai berikut:13

Tabel 1. Jenis Anestesi Lokal

Prokain Lidokain Bupivakain

Golongan Ester Amida Amida

Mula Kerja 2 menit 5 menit 15 menit

Lama Kerja 30-45 menit 45-90 menit 2-4 jam

Metabolisme Plasma Hepar Hepar

Dosis maksimal

(mm/kgBB)

12 6 2

Potensi 1 3 15

Toksisitas 1 2 10

2.2.3 Komposisi Anestesi lokal

Untuk mendapatkan efek yang lebih kuat dari anestesi lokal, agen vasokonstriktor biasanya ditambahkan kedalam larutan anestesi lokal. Kombinasi tersebut telah memberikan kemajuan di bidang stomatologi dan meningkatkan kualitas perawatan dental. Sebanyak 2 ml dari lidokain 2% mengandung 36 mg lidokain hidroklorida. Konsentrasi 1: 80.000 mengandung 0,0125 mg/ml epinefrin dan konsentrasi 1: 100.000 mengandung 0,01 mg/ml epinefrin. 14


(3)

Komposisi dari larutan anestesi lokal terdiri dari agen, vasokonstriktor, agen pengoksidasi, bahan pengawet, antifungal dan solvent seperti yang terlihat pada tabel berikut:14

Tabel 2. Komposisi dan fungsi anestesi lokal Komposisi Fungsi

2% Lidocaine

hydrocloride

Agen anestesi lokal

1:80.000 sampai 1:100,000

epinefrine

Vasokonstriktor,

memperpanjang masa kerja anestesi lokal Sodium

metabisulphate

Agen pengoksidasi

Methyl paraben Bahan pengawet

Thymol Antifungal

Air suling Solvent

2.2.4 Mekanisme Anestesi Lokal

Anestesi lokal bekerja dengan menurunkan permeabilitas membran saraf terhadap ion sodium. Anestesi lokal tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap konduktivitas potassium. Ion kalsium yang terdapat dalam membran sel mengatur konduktivitas ion sodium di sepanjang membran. Pelepasan ion kalsium dari membran sel mengatur konduktivitas ion sodium di sepanjang membran. Pelepasan ion kalsium dari membran sel ini membuat permeabilitas sodium pada membran saraf meningkat, ini merupakan tahap pertama terjadinya depolarisasi membran saraf. Molekul anestesi lokal bekerja dengan cara antagonis kompetitif terhadap kalsium pada tempat yang sama dalam membran saraf.15


(4)

Tabel 3. Mekanisme Anestesi Lokal

2.2.5 Armamentarium

Peralatan yang digunakan pada penggunaan anestesi lokal adalah.11,16 1. Karpul

Kriteria karpul yang dipakai untuk anestesi lokal: 1. Tahan lama, tidak rusak karena sterilisasi berulang.

2. Jarum suntik sekali pakai harus dikemas dalam wadah steril.

3. Sesuai dengan berbagai macam ampul dan jarum dari produsen yang berbeda.

4. Murah, ringan, dan mudah digunakan dengan satu tangan.

5. Efektif untuk aspirasi sehingga darah dapat dengan mudah diamati pada ampul.

Perpindahan ion kalsium pada reseptor saraf

Pengikatan molekul anestesi lokal pada reseptor

Menghambat kanal sodium

Mengurangi konduktivitas sodium

Menekan terjadinya depolarisasi

Gagal mencapai ambang batas potensial

Kurangnya aksi potensial yang terjadi


(5)

2. Ampul

Biasanya terbuat dari kaca bebas alkali dan pirogen untuk mengindari pecah atau kontaminasi dari larutan. Sebagian besar ampul mengandung 2,2 ml atau 1,8 ml larutan anestesi lokal. Ampul dengan kedua ukuran tersebut dapat dipasang pada karpul standar namun umumnya larutan anestesi sebesar 1,8 ml sudah cukup untuk suatu prosedur perawatan gigi rutin.

3. Jarum

Pemilihan jarum harus disesuaikan dengan kedalaman anastesi yang akan dilakukan. Jarum suntik pada kedokteran gigi tersedia dalam 3 ukuran (sesuai standar American Dental Association = ADA); panjang (32 mm), pendek (20 mm) dan superpendek (10 mm).

Gambar 1: Karpul, ampul dan jarum.11

Komponen jarum terdiri dari:16,17

a. Bevel: Sudut atau ujung jarum. Semakin besar sudut bevel dengan sumbu panjang jarum, semakin besar tingkat defleksi jarum melewati jaringan lunak. b. Shank: Semakin tinggi gauge semakin kecil diameter internal. Ukuran yang

paling umum adalah 25, 27 dan 30 gauge.

c. Hub: hub adalah sepotong plastik atau logam yang dilalui jarum yang menempel pada karpul.


(6)

Gambar 2: Komponen jarum.17

2.2.6 Tipe-Tipe Anestesi Lokal 1. Anestesi Topikal

Anestesi topikal diperoleh melalui aplikasi agen anestesi tertentu pada daerah kulit dan membran mukosa yang dapat dipenetrasi untuk mengebaskan ujung-ujung saraf superfisial (gambar 3). Anestesi ini paling sering digunakan untuk mengebaskan mukosa sebelum dilakukan penyuntikan. Bahan aktif yang terkandung dalam larutan adalah lignokain hidroklorida 10% dalam basis air yang dikeluarkan dalam jumlah kecil dari kontainer aerosol atau biasa disebut semprotan klor etil.18


(7)

2. Anestesi Infiltrasi

Teknik ini dapat digunakan untuk mendapatkan anestesi pada gigi atas dan gigi anterior bawah. Efek anestesi didapatkan dengan mendepositkan larutan di sekitar akar gigi, pada sebelah bukal di bagian sulkus (gambar 4). Porositas pada tulang memungkinkan larutan berdifusi ke plat luar tulang untuk kemudian mengenai saraf. 15

Gambar 4: Anestesi infiltrasi15

3. Anestesi Blok

Injeksi blok pada batang saraf dapat digunakan untuk kepentingan bedah mulut. Istilah injeksi blok berarti bahwa anestetikum di deponir di suatu titik antara otak dan daerah yang dioperasi yang menembus batang saraf atau serabut saraf yang akan memblok sensasi yang datang. Sejauh ini, injeksi blok yang paling umum digunakan adalah blok mandibula, selain itu ada blok mental, blok saraf alveolar superior posterior dan blok infraorbital. 15

a) Blok mandibula

Pasien didudukkan di kursi dental dalam posisi supine atau semi supine dengan mulut terbuka lebar upaya dataran mandibula sejajar dengan lantai. Ketika ujung jari diatas internal olique ridge, pasien diminta untuk membuka lebar mulutnya dan jarum 1,5 inch ukuran 25 dimasukkan dari sisi berlawanan dari premolar


(8)

kedalam membran mukosa. Klinisi tidak seharusnya mencoba untuk mengenai tulang, 6 mm bagian jarum masuk kedalam jaringan dan dideponirkan anestetikum sebanyak 0,5 untuk anestesi saraf bukal panjang. Jarum dikeluarkan perlahan dan digeser ke sisi yang sama sehingga meluncur diatas internal olique ridge. Pada posisi ini jarum dimasukkan pada kedalaman 6-9 mm dan dideponirkan 0,5 cairan anestesi. Kemudian jarum suntik ditarik lagi dari sisi berlawanan dan dimasukkan hingga berjarak 12-15 mm sampai menyentuh tulang (gambar 5).Bila aspirasi negatif di deponir 1,8 ml anestetikum untuk menganestesi saraf alveolar inferior.15

Gambar 5: Blok mandibula 1) Posisi 1 saraf bukal panjang, 2) Posisi 2 saraf lingual. 3) Posisi 3 saraf alveolar inferior.15

b) Blok saraf mentalis

Apeks dari dua gigi premolar diperkirakan, dan menggunakan jarum dengan ukuran 25 gauge, sebanyak 1 inci ditusukkan pada titik di belakang foramen mental dan sedikit lateral pada kedalaman sulkus labial (pipi ditarik) sehingga sekitar 1 cm jaringan terpenetrasi. Jarum diteruskan pada posisi dibawah ujung jari, dengan palpasi yang lembut dapat ditemukan foramen. Jarum diteruskan kebawah sampai


(9)

mengenai periosteum mandibula (gambar 6). Sekitar 0.5-1 ml larutan di injeksikan dan ujung jari digunakan untuk memasse hingga cairan masuk kedalam kanal. 15

Gambar 6: Blok Mentalis.15

c) Blok zigomatik

Posisikan pasien sehingga bagian oklusal gigi maksila membentuk sudut 450 terhadap lantai. Menggunakan jarum berukuran 25 gauge, jarum dimasukkan setinggi lipatan mukobukal sebelah distal gigi molar kedua. Daerah yang dituju adalah nervus alveolaris superior bagian posterior. Jari tangan berada pada sudut 900 terhadap permukaan oklusal gigi maksila dan 450 terhadap bidang sagital. Jarum diposisikan pada dasar sulkus, dekat fisur pterigomaksila, mengarah keatas dari lipatan mukobukal menuju daerah diatas akar distobukal gigi molar kedua. (gambar 7).15


(10)

d) Blok infraorbital

Pasien diposisikan sehingga bidang oklusal gigi maksila berada pada sudut 450 terhadap lantai. Tentukan letak foramen infraorbitale dengan cara palpasi. Pertahankan jari telunjuk pada foramen ini secara eksternal, kenudian tarik bibir menggunakan jempol untuk memaparkan lipatan mukobukal. Jarum diarahkan paralel dengan gigi premolar kedua. Tempat penusukan dilakukan pada titik yang berada kira-kira 5 mm dari lipatan mukobukal. Penetrasi jarum kira-kira 2 cm, sebanyak 1 ml larutan anestesi diinjeksikandan jaringan diatasnya kemudian di masase untuk membantu penetrasi larutan kedalam kanal. (gambar 8). 15

Gambar 8: Blok Infraorbital.15

2.3 Komplikasi Lokal

Sejumlah faktor pengaruh yang menyebabkan komplikasi tergantung dari pasien dan operator. Faktor pengaruh pasien mencakup anatomi, patologi atau psikologis. Beberapa faktor yang berhubungan dengan operator adalah kesalahan penempatan jarum, kegagalan untuk aspirasi sebelum injeksi, maupun kecepatan injeksi.20

Konsekuensi dari penempatan jarum salah arah termasuk paralisis wajah, parastesi saraf alveolar inferior dan lingual serta trismus pada otot. Untungnya, dokter gigi dapat menghindari sebagian besar komplikasi ini dengan tetap menyadari


(11)

adanya potensi risiko yang terkait dengan suntikan dan dengan menaati protokol rutin yang harus diikuti sebelum memberikan setiap anestesi lokal.21

2.3.1. Kerusakan Jarum

Sejak diperkenalkannya jarum stainless steel sekali pakai, dan dipasarkan dalam wadah paket yang steril menyebabkan kasus patah jarum menjadi semakin jarang terjadi. Sebelumnya, untuk memberikan sterilisasi, dokter gigi merendam jarum hipodermik kecil dalam larutan desinfektan kimia, namun tindakan ini dianggap tidak efektif dan bahkan dapat mengkorosi logam.22

Penyebab umum patahnya jarum adalah gerakan tiba-tiba yang tidak terduga pada pasien saat jarum menusuk otot atau kontak periosteum. Jika pasien berlawanan dengan arah jarum maka tekanan yang adekuat ini akan menyebabkan patah jarum. Walaupun kebanyakan dokter gigi menggunakan jarum 27 gauge 35 mm untuk anastesi blok nervus alveolaris inferior pada orang dewasa,kadang muncul persepsi bahwa penggunaan jarum denan diameter yang lebih kecil (30 gauge) dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan pada pasien. Hal ini bahkan ditunjukkan bahwa terdapat sedikit perbedaan dalam persepsi rasa nyeri antara penggunaan jarum 27 dan 30 gauge. Selain itu telah diketahui juga bahwa defleksi jarum dan tekanan mendorong pada syringe adalah lebih besar pada jarum dengan gauge yang lebih kecil. 22

Telah diketahui bahwa patah jarum umumnya terjadi pada daerah hub atau pangkal jarum (gambar 9), karena itulah, jarum jangan diinsersikan seluruhnya kedalam jaringan, dan sebaiknya harus disisakan 5 mm dari seluruh panjang jarum agar jarum tetap menonjol keluar dari permukaan mukosa bilamana terjadi kerusakan pada jarum.22


(12)

Gambar 9: Daerah jarum yang paling sering rusak23

Meskipun jarang, kerusakan pada jarum bisa terjadi. beberapa hal, yang bila dihindari, dapat mencegah risiko patah jarum adalah sebagai berikut: 4,17

• Jangan menggunakan jarum pendek untuk blok mandibula pada orang dewasa. • Jangan gunakan jarum ukuran 30 untuk blok mandibula

• Jangan membengkokkan jarum saat akan memasukkan ke dalam jaringan lunak. • Jangan memasukkan jarum ke dalam jaringan lunak sampai ke hub.

• Hati-hati saat memasukkan jarum pada orang dewasa yang sangat fobia atau pada pasien anak.

2.3.2. Parastesi

Parestesi di definisikan sebagai anestesi yang menetap (anestesi melebihi durasi yang diharapkan). Terjadinya gangguan sensasi yang berlangsung lama pada daerah penyuntikan biasanya terjadi pada tindakan bedah seperti pencabutan gigi molar tiga. Walaupun jarang, namun dapat juga terjadi pada pelaksanaan anestesi lokal. Kasus ini hampir selalu mengenai saraf alveolaris inferior atau saraf lingual disebabkan oleh trauma pada saat anestesi blok mandibula.4

Komplikasi ini pada umumnya disebabkan oleh kerusakan saraf akibat trauma langsung dari bevel jarum atau berasal dari larutan yang sudah terkontaminasi oleh alkohol yang mengiritasi saraf, menimbulkan edema yang meningkatkan tekanan


(13)

disekitar saraf, kemudian menjadi parastesi. Perdarahan di sekitar selubung saraf juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada saraf sehingga terjadi parastesi.4

2.3.3. Paralisa Wajah

Injeksi lokal anestesi pada mulut kadang-kadang dapat memberi efek yang tidak disengaja pada saraf yang berdekatan . Contoh yang paling jelas adalah saraf fasial setelah blok mandibula. Jika ini terjadi, pasien tidak bisa menutup mata dan pergerakan setengah bagian wajah berubah, garis senyum dan sudut mulut jatuh (gambar 10).24

Komplikasi ini disebabkan karena jarum diinsersikan terlalu jauh kebelakang dan terlalu dekat dengan ramus ascendens dan larutan terdeposit pada substansi glandula parotis serta menganestesi cabang-cabang saraf fasialis sehingga menimbulkan paralisa otot yang disuplainya.24

Gambar 10: Paralisa wajah.4

Komplikasi ini dapat dicegah pada anestesi mandibula jika larutan didepositkan hanya jika telah terjadi kontak ujung jarum dengan tulang (aspek medial ramus). Jika jarum meleset ke posterior dan tidak terjadi kontak pada tulang, jarum harus ditarik kembali hampir seluruhnya dari jaringan, barel ditarik ke posterior dan jarum diinsersikan kembali sampai terjadi kontak dengan tulang.4,24


(14)

2.3.4. Trismus

Trismus adalah kondisi kesulitan membuka rahang karena kejang otot.4 Penyebab trismus pada injeksi anestesi lokal adalah trauma pada otot atau pembuluh darah. Selain itu, Larutan anestesi lokal yang terkontaminasi dengan alkohol juga dapat mengiritasi jaringan, yang kemudian berpotensi menyebabkan trismus. Perdarahan adalah penyebab lain dari trismus, volume darah yang besar menghasilkan iritasi jaringan yang menyebabkan disfungsi sampai darah diresorbsi secara perlahan.4 Trismus dicegah dengan:4

1. Gunakan jarum sekali pakai yang tajam, steril. 2. Perawatan dan pemeliharaan ampul

3. Jarum yang terkontaminasi harus segera diganti 4. Latih teknik insersi dan injeksi yang atraumatik

5. Hindari injeksi berulang dan insersi berkali-kali pada daerah yang sama. 6. Gunakan anestesi lokal dengan volume yang tepat.

2.3.5. Trauma jaringan lunak

Trauma pada bibir dan lidah biasanya disebabkan karena perilaku pasien yang tidak hati-hati atau tanpa sengaja menggigit-gigit bibir atau menghisap jaringan yang teranastesi. Hal ini dapat menyebabkan pembengkakan dan nyeri yang siginifikan (gambar 11).4


(15)

Kejadian ini sering terjadi pada anak-anak ataupun orang dewasa yang memiliki disabilitas mental atau fisik. Trauma pada jaringan yang dianestesi dapat menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri ketika efek anestesi mulai berkurang.4

Kasus ini dapat dihindari dengan menempatkan gulungan kapas yang diikat dengan dental floss diantara bibir dan gigi selama berlangsungnya efek anestesi (gambar 12). Selain itu peringatkan pasien dan pendamping pasien agar tidak memakan atau minum yang panas dan menggigit bibir atau lidah selama efek anestesi berlangsung.4

Gambar 12: Penempatan gulungan kapas4

2.3.6. Hematoma

Jaringan rongga mulut mempunyai cukup banyak pembuluh vaskular sehingga jarum suntik dapat menembus pembuluh darah secara tidak sengaja. Hematom dapat terjadi jika pada saat jarum dimasukkan, kemudian menembus pembuluh darah mengakibatkan kebocoran sehingga darah merembes jaringan sekitarnya (Gambar 13). 24

Komplikasi ini paling jarang terjadi pada teknik infiltrasi dan paling sering terjadi pada blok saraf alveolar superior posterior. Hal ini umumnya disebabkan oleh struktur dan posisi vena pleksus pterigoid yang bervariasi. Hematoma yang terjadi


(16)

setelah blok mandibula dapat dilihat secara intraoral sedangkan hematoma akibat blok saraf alveolar superior posterior dapat dilihat secara ekstraoral.24

Gambar 13: Hematoma4

Hematoma tidak selalu dapat dicegah, setiap jarum yang dimasukkan kedalam jaringan berisiko menyentuh pembuluh darah. Beberapa cara untuk mencegah resiko hematoma adalah:4

1. Pentingnya pengetahuan anatomi normal yang terlibat.

2. Pada pasien dengan wajah kecil kurangi kedalaman penetrasi pada blok saraf alveolar superior posterior.

3. Gunakan jarum yang pendek pada blok zigomatik 4. Minimalkan jumlah penetrasi jarum ke dalam jaringan 5. Jangan gunakan jarum untuk menjajaki jaringan.

2.3.7. Nyeri saat penyuntikan

Penyebab nyeri dapat terjadi karena injeksi yang kurang hati-hati, jarum tumpul akibat pemakaian injeksi berulang Ketajaman jarum merupakan faktor penting karena jarum yang tajam akan dapat mempenetrasi permukaan yang tertarik tegang dengan lebih mudah daripada jarum yang tumpul. Posisi bevel yang salah juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Bevel seharusnya ditempatkan paralel ke permukaan


(17)

tulang untuk mencegah ujung yang tajam pada jarum menusuk periosteum yang padat dan sangat dipersarafi sehingga merobeknya dari tulang.24

Nyeri juga dapat ditimbulkan oleh penyuntikan larutan non isotonik atau yang sudah terkontaminasi. Penggunaan ampul yang tepat akan dapat meniadakan kemungkinan ini. Tekanan yang cukup besar pada saat mendepositkan larutan pada jaringan juga akan menimbulkan rasa sakit.4

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah:4 1. Mematuhi prosedur injeksi yang tepat

2. Gunakan jarum yang tajam

3. Gunakan anestesi topikal bila perlu. 4. Gunakan larutan anestesi yang steril 5. Injeksi lokal anestesi secara perlahan 6. Pastikan temperatur larutan tepat. 7. Ph larutan harus berkisar 7,4.

2.3.8. Rasa terbakar pada penyuntikan

Penyebab utama dari rasa terbakar adalah pH larutan anestesi lokal yang didepositkan ke jaringan lunak dimana pH dari anestesi lokal, tidak termasuk vasokonstrikstor adalah sekitar 6.5. Larutan yang mengandung vasokonstriktor diketahui lebih asam (sekitar 3.5). Injeksi yang terlalu cepat juga mengakibatkan rasa terbakar. Selain itu, ampul yang disimpan dalam alkohol atau bahan sterilisasi lainnya dapat menyebabkan alkohol berdifusi kedalam ampul. Larutan dengan suhu tubuh normal biasanya masih dirasakan terlalu panas oleh pasien.4

Pencegahan rasa terbakar pada penyuntikan:4 1. Ph larutan anestesi netral sekitar 7,4.

2. Memperlambat kecepatan injeksi. Kecepatan yang ideal adalah 1 mL/min. Jangan melewati 1,8 mL/min.

3. Ampul harus disimpan dalam temperatur ruangan dalam kontainer aslinya, atau kontainer yang sesuai tanpa alkohol atau bahan sterilisasi lainnya.


(18)

2.3.9. Infeksi

Infeksi adalah komplikasi suntikan yang jarang terjadi karena pemakaian peralatan yang steril serta teknik asepsis umumnya sudah dapat mencegah masuknya organisme pada saat penyuntikan. Penyebab paling utama pada infeksi setelah penyuntikan adalah jarum yang telah terkontaminasi sebelum melakukan anestesi. Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa. Dokter gigi harus mempertimbangkan untuk tindakan desinfeksi daerah suntikan dengan memberikan antiseptik atau dengan obat kumur klorheksidin pada pasien dengan gangguan sistem imun. Jarum tidak boleh menembus daerah infeksi atau abses, karena hal ini diketahui dapat meningkatkan resiko menyebarnya mikroorganisme dan memperburuk infeksi. 24

Beberapa cara pencegahan infeksi pada penggunaan anestesi lokal adalah:4 1. Gunakan jarum yang steril

2. Menghindari kontak jarum dengan permukaan yang tidak steril. 3. Perawatan dan pemeliharaan ampul

a. Gunakan ampul hanya sekali

b. Simpan ampul dalam wadah aslinya.

c. Bersihkan leher ampul dengan alcohol steril, hapus segera sebelum digunakan.

4. Persiapkan jaringan sebelum penetrasi. Keringkan dan gunakan antiseptik topikal.

2.3.10. Edema

Pembengkakan jaringan bukan merupakan sindrom namun berupa manifestasi klinis adanya beberapa gangguan. Edema dapat terjadi karena trauma selama injeksi, infeksi, alergi, hemoragi, dan injeksi larutan yang dapat menyebabkan perih (alkohol atau larutan sterilisasi lain). Edema dapat menyebabkan rasa nyeri dan disfungsi dari regio yang terkena.


(19)

Edema dicegah dengan:4

1. Perawatan dan pemeliharaan peralatan anestesi lokal 2. Lakukan injeksi yang tidak menimbulkan trauma.

3. Lakukan evaluasi medis yang adekuat pada pasien sebelum pemberian obat.

2.3.11. Pengelupasan jaringan

Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril (gambar 12). Penyebab deskuamasi epitel, antara lain aplikasi anestesi topikal pada gusi yang terlalu lama, sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan dan adanya reaksi pada area anestesi topikal. Penyebab abses steril, antara lain iskemia sekunder akibat penggunaan lokal anestesi dengan vasokonstriktor, biasanya terjadi pada palatum keras.4

Gambar 14: Pengelupasan jaringan.5

Untuk pencegahannya adalah penggunaan anestesi topikal dimana larutan berkontak dengan mukosa membran selama 1-2 menit untuk memaksimalkan efektifitas dan meminimalkan toksisitas, dan jangan menggunakan larutan dengan vasokonstriktor yang terlalu pekat.4


(20)

2.3.12. Lesi intraoral setelah anestesi

Pasien sering melaporkan setelah 2 hari diberikan anastesi lokal timbul ulserasi pada mulut mereka terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya adalah nyeri. RAS atau herpes simpleks dapat terjadi setelah anestesi lokal (gambar 13). Rekuren Aftosa Stomatitis merupakan penyakit yang paling sering terutama berkembang pada gingiva yg tidak cekat dengan tulang seperti vestibulum bukal. Penyebab lesi intraoral ini belum diketahui, ulser tidak dapat dicegah dan perawatannya simptomatik. Trauma pada jaringan oleh dapat disebabkan oleh jarum, larutan anestesi lokal atau peralatan lain (penjepit rubber dam dan handpiece), oleh karena itu dibutuhkan penanganan jaringan yang hati-hati.4,15

Gambar 15: Herpes simpleks dan stomatisis aftosa rekuren.4

2.4 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh sebagai akibat stimulus yang ditangkap panca indera. Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan.25

Pengetahuan merupakan mempunyai tingkatan, yaitu :26

a. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali


(21)

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap suatu rangsangan tertentu. Oleh karena itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang ‘tahu’ tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori yang telah ada.

f. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau


(22)

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.26

2.4.1 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan menggunakan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:27

a. Baik : Hasil persentase 76% - 100% b. Cukup : Hasil persentase 56% - 75% c. Kurang : Hasil persentase <56%


(23)

Komplikasi Lokal Mekanisme Anestesi Lokal

Penggolongan anestesi lokal

Komposisi anestesi lokal

Armamentarium

Tipe Anestesi

Anestesi Lokal Komplikasi Anestesi

2.5 Kerangka Teori

Kerusakan Jarum

Parestesi

Paralisis Wajah

Trismus

Luka Pada Jaringan

Hematoma

Nyeri Saat Penyuntikan

Rasa Terbakar Saat Penyuntikan

Infeksi

Edema

Pengelupasan Pada Jaringan

Lesi Intraoral Setelah Anestesi


(24)

2.6 Kerangka Konsep

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut

FKG USU

Pencegahan Komplikasi Lokal pada penggunaan anestesi lokal


(1)

Edema dicegah dengan:4

1. Perawatan dan pemeliharaan peralatan anestesi lokal 2. Lakukan injeksi yang tidak menimbulkan trauma.

3. Lakukan evaluasi medis yang adekuat pada pasien sebelum pemberian obat.

2.3.11. Pengelupasan jaringan

Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril (gambar 12). Penyebab deskuamasi epitel, antara lain aplikasi anestesi topikal pada gusi yang terlalu lama, sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan dan adanya reaksi pada area anestesi topikal. Penyebab abses steril, antara lain iskemia sekunder akibat penggunaan lokal anestesi dengan vasokonstriktor, biasanya terjadi pada palatum keras.4

Gambar 14: Pengelupasan jaringan.5

Untuk pencegahannya adalah penggunaan anestesi topikal dimana larutan berkontak dengan mukosa membran selama 1-2 menit untuk memaksimalkan efektifitas dan meminimalkan toksisitas, dan jangan menggunakan larutan dengan vasokonstriktor yang terlalu pekat.4


(2)

2.3.12. Lesi intraoral setelah anestesi

Pasien sering melaporkan setelah 2 hari diberikan anastesi lokal timbul ulserasi pada mulut mereka terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya adalah nyeri. RAS atau herpes simpleks dapat terjadi setelah anestesi lokal (gambar 13). Rekuren Aftosa Stomatitis merupakan penyakit yang paling sering terutama berkembang pada gingiva yg tidak cekat dengan tulang seperti vestibulum bukal. Penyebab lesi intraoral ini belum diketahui, ulser tidak dapat dicegah dan perawatannya simptomatik. Trauma pada jaringan oleh dapat disebabkan oleh jarum, larutan anestesi lokal atau peralatan lain (penjepit rubber dam dan handpiece), oleh karena itu dibutuhkan penanganan jaringan yang hati-hati.4,15

Gambar 15: Herpes simpleks dan stomatisis aftosa rekuren.4

2.4 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh sebagai akibat stimulus yang ditangkap panca indera. Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan.25

Pengetahuan merupakan mempunyai tingkatan, yaitu :26

a. Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali


(3)

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap suatu rangsangan tertentu. Oleh karena itu, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang ‘tahu’ tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan sebagai penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis juga dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori yang telah ada.

f. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau


(4)

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.26

2.4.1 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan menggunakan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:27

a. Baik : Hasil persentase 76% - 100% b. Cukup : Hasil persentase 56% - 75% c. Kurang : Hasil persentase <56%


(5)

Komplikasi Lokal Mekanisme Anestesi Lokal

Penggolongan anestesi lokal Komposisi anestesi lokal

Armamentarium Tipe Anestesi

Anestesi Lokal Komplikasi Anestesi

2.5 Kerangka Teori

Kerusakan Jarum Parestesi Paralisis Wajah

Trismus Luka Pada Jaringan

Hematoma Nyeri Saat Penyuntikan Rasa Terbakar Saat Penyuntikan

Infeksi Edema

Pengelupasan Pada Jaringan Lesi Intraoral Setelah Anestesi


(6)

2.6 Kerangka Konsep

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut

FKG USU

Pencegahan Komplikasi Lokal pada penggunaan anestesi lokal


Dokumen yang terkait

Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Dosis Anestesi Lokal Oleh Mahasiswa Kepaniteraan Di Klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU Tahun 2013

5 72 69

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Trigeminal Neuralgia Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Januari 2015-Februari 2015

2 108 70

Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Tentang Anestetikum Lokal

6 75 49

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015

2 58 54

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada penanganan trauma maksilofasial periode November – Desember 2015

0 6 66

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015

0 0 10

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015

0 0 3

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap Pencegahan Komplikasi Lokal pada Penggunaan Anestesi Lokal di Departemen Bedah Mulut FKG USU periode Mei 2015 - Juni 2015

0 0 2

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut FKG USU pada penanganan trauma maksilofasial periode November – Desember 2015

0 1 12

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Trigeminal Neuralgia Di Departemen Bedah Mulut Fkg Usu Periode Januari 2015-Februari 2015

0 0 14