Deskripsi tingkat asertivitas para suster konggregasi SCMM propinsi Indonesia tahun 2008/2009 - USD Repository

  

DESKRIPSI TINGKAT ASERTIVITAS PARA SUSTER

KONGGREGASI SCMM PROPINSI INDONESIA

TAHUN 2008 / 2009

  

Martina Ina Kii

041114028

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Saat aku mencari Allah dan membiarkan diriku ditemukan

Allah maka aku menemukan segala-galanya. Namun, saat aku

mengejar segala-galanya yang kudapatlan adalah kehilangan

segala-galanya meskipun Allah tetap setia dan mencariku.

  Skripsi ini kupersembahkan kepada: 1.

  Christ Jesus My God, true friend and Savior 2. Kongregasi SCMM 3. Bapak dan ibuku dan keluarga tercinta yang telah mendoakan dan mendukungku.

4. My Friends at St.Cecilia Community – Pondok Kemuning Yogyakarta.

  

ABSTRAK

DESKRIPSI TINGKAT ASERTIVITAS PARA SUSTER KONGREGASI SCMM PROPINSI INDONESIA TAHUN 2008/2009 Martina Ina Kii Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma 2010

  Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan komunikasi asertif dari para suster kongregasi SCMM. Pertanyaan-pertanyaan penelitian adalah: 1) Bagaimana tingkat asertivitas para suster SCMM dalam berkomunikasi? 2) Apakah ada perbedaan yang signifikan antara tingkat asertivitas para suster yang belum berkaul kekal dan yang sudah berkaul kekal dalam berkomunikasi?

  Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan komparatif. Adapun alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner komunikasi asertif yang disusun sendiri oleh peneliti. Responden penelitian adalah para suster kongregasi SCMM propinsi Indonesia yang berdomisili di Medan. Data yang diperoleh dianalisis melalui langkah- langkah sebagai berikut: 1) Menentukan skor dari masing-masing alternatif jawaban dan menghitung total skor yang sudah diberikan oleh responden. 2) Menentukan penggolongan kualifikasi komunikasi asertif seluruh responden berdasarkan pendapat Azwar (1999: 108) yakni kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. 3) Untuk menguji perbedaan tingkat daya beda komunikasi asertif menggunakan rumus t-test.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Para suster yang belum berkaul kekal yang mencapai kualifikasi sangat tinggi berjumlah 12 orang(63,15%), sedangkan yang mencapai kualifikasi tinggi berjumlah 7 orang(36,15%). (2) Para suster yang sudah berkaul kekal yang mencapai kualifikasi sangat tinggi 41 orang(100%), dan 3) terdapat perbedaan yang signifikan dalam komunikasi asertif antara para suster yang belum berkaul kekal dan para suster yang sudah berkaul kekal dengan taraf signifikansi 5%.

  ABSTRACT THE DESCRIPTION OF THE ASSERTIVENESS LEVEL AMONG THE INDONESIAN PROVINCE SISTERS OF THE CONGREGATION OF SCMM 2008/2009 Martina Ina Kii Guidance and Counseling Study Program Sanata Dharma 2010

  This research aimed to describe assertive communication among Sisters of SCMM Congregation. The questions of the research are: 1) How the assertiveness level takes place among SCMM sisters 2008/2009? 2) Are there significant differences between assertiveness level between temporal and perpetual vowed sisters 2008/2009?

  This research is descriptive and comparative research. The instrument used is assertive communication questionnaire compiled by the researcher. The respondents were the Sisters of SCMM Congregation of Indonesian province, which are located in Medan. The obtained data were analyzed through the following steps: 1) Defining the score of each alternative answers and calculating the total score which was given by respondents. 2) Determining the qualifications of the classification of all respondents based on assertive communication according to Azwar (1999: 108), which is categorized as very low, low, medium, high, and very high. 3) Examining differences in the different levels of assertive communication using the t-test formula.

  The results of this research indicates that: (1) the temporal vowed sisters who reach very high qualifications are 12 sisters (63.15%), while achieving high qualifications are 7 sisters (36.15%); (2) the perpetual vowed sisters who reach very high qualification are 41 sisters 100%), and 3) there are significant differences in assertive communication between the temporal and perpetual vowed sisters at 5% significance level.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur dan terima kasih penulis haturkan kepada Bapa Maha Pemurah dan Berbelaskasih atas segala bimbingan dan penyertaan-Nya, yang menuntun penulis sehingga skripsi ini selesai dengan baik. Begitu besar kasih Tuhan sehingga Ia selalu menolong dan menopang setiap usaha dan karya penulis. Walaupun banyak kesulitan, namun penulis tetap tekun,sabar dan setia.

  Semuanya itu berkat kekuatan dan penghiburan dari-Nya. Oleh karena itu, pantas dan layaklah penulis mengucapkan terima kasih kepada mereka yang secara langsung telah memotivasi dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

  1. Dr.M.M. Sri Hastuti, M.Si Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling sekaligus sebagai dosen utama pembimbing skripsi yang telah dengan sabar membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

  2. Para dosen program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu selama penulis menjalani masa perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

  3. Pimpinan kongregasi SCMM propinsi Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan di Universitas Sanata Dharma.

  4. Pimpinan Komunitas (Sr.Martha Chandra) dan para suster SCMM Komunitas St. Sesilia Yogyakarta yang memberikan dukungan dan perhatian dengan

  5. Sr. Gabriela dan Sr.Asteria yang bertugas di Maumere, Sr Angela Siregar,Sr Fidelia, Sr Hubertine, Sr Patricia di Sibolga yang dengan setia menyemangati penulis untuk tetap sabar dan gembira dalam penyelesaian skripsi ini.

  6. P.Mateus Mali CsSR dan P.Silvester Nusa, CsSR , P. Felix OCD, yang selalu memberi banyak buah pemikiran untuk kelanjutan penyelesaian skripsi ini.

  7. Para sahabatku: Fr Miguel de Lemos CMF, Fr Anton CMM , Br. Christ SVD, Ocha, Isabella, Lopez, Agnez ( Sheshe), Mas Sigit, Sepry, Mas Bismo dan Mas Pikal, Trias, Deny, Sr Saulina FdCC, Sr.Eva ADM dan Sr.Hilaria ADM, Ria Murdani- Klaten, Elshinta, Tyan, yang dengan caranya masing-masing memberikan dukungan.

  8. Orang tua (Papa dan mama), Pater Hery CsSR, Ka Fonza thanks atas segala doa dan dukungannya. Adekku Nini di Bali yang dengan caranya yang jutek selalu menanyakan kapan selesai kuliah, dan saudara-saudariku yang selalu memberikan dukungan lewat doa-doa mereka.

  9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut mempunyai andil dalam menyelesaikan skripsi ini.

  Semoga segala kebaikan, perhatian, serta dukungan yang telah mereka berikan kepada penulis mendapatkan berkat dari Tuhan Yang Maha Pemurah.

  DAFTAR ISI

  9 2. Tujuan Komunikasi……… ……………………………………...

  21 3. Manfaat Asertivitas……………...………………………………...

  18 2. Aspek – Aspek Asertivitas…………….. ………………………...

  18 1. Pengertian…………………………….. ………………………....

  16 B. Asertivitas…………………………………..…….………………….

  13 4. Langkah-langkah Berkomunikasi………………………………...

  12 3. Unsur-unsur Komunikasi.…………….. ………………………....

  9 1. Pengertian…………………………….. ………………………....

  HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………... ii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………… iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………….. v ABSTRAK …………………………………………………………………. vi ABSTRACT ………………………………………………………………… vii KATA PENGANTAR ……………………………………………………… viii DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ix BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………….

  9 A. Komunikasi……………………………………………... …………..

  7 BAB II. KAJIAN TEORITIS…………………………………….. ………

  7 E. Definisi Operasional………………………………………………….

  7 D. Manfaat Hasil Penelitian……………………………………………..

  6 C. Tujuan Penenelitian…………………………………………………..

  1 B. Rumusan Masalah…….. …………………………………………….

  1 A. Latar Belakang Masalah..…………………………………………….

  24

  7. Asertivitas dalam Komunitas Religius. ………………………....

  32 C. Kongregasi SCMM……. …………………………………………..

  37 1. Sejarah Berdirinya…………….. ……………………………….

  37 2. Spiritualitas Kongregasi SCMM………………………………..

  41

  3. Kharisma Kongregasi SCMM……………………………. ……

  42 4. Keanggotaan Religius dalam Biara…………………………......

  43 5. Hidup Berkomunitas dalam Keanekaragamaan..……………….

  48 D. Tinjauan Penelitian lain yang Relevan……………………………...

  52 BAB III. METODE PENELITIAN……………. ………………...

  54 A. Jenis Penelitian..……. ……………………………………………...

  54 B. Responden Penelitian.……………………………………………....

  55 C. Instrumen Pengumpulan Data……………………………………...

  57 1. Kuesioner Komunikasi Asertif….……………………................

  57 2. Kisi-kisi Komunikasi Asertif… ………………………………..

  60 3. Penentuan Skor……………………………. ………………….....

  61 4. Uji Coba Kuesioner…………………. …………………………..

  61 5.Validitas dan Reliabilitas Kuesioner………………………………..

  62 5.1. Validitas Kuesioner...………….. ……………………………….

  62

  5.2. Uji Daya Beda Item Kuesioner…………………………………

  63

  5.3. Reliabilitas Kuesioner………….…………………………. ……

  66 D. Teknik Analisis Data………………..……………………………...

  67 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………..

  72 A. Kualifikasi Komunikasi Asertif para suster SCMM ………………

  72 B. Pembahasan……. ………………………………………………...

  77 1. Asertivitas para suster yang belum Berkaul Kekal …………….

  80 2. Asertivitas suster yang sudah Berkaul Kekal..………………....

  82 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………… ……………………..

  86 A. Ringkasan….. …………………………………………………….

  86 B. Kesimpulan……………………………………………………….

  87

  

Halaman

Lampiran 1 : Kuesioner Komunikasi Asertif………………………. 92

  Lampiran 2 : Hasil Uji Coba……………………………………….. 97 Lampiran 3 : Uji Homogenitas Varians …..……………………… 105 Lampiran 4 : Tabulasi Data Skor Komunikasi Asertif……………. 106 Lampiran 5 : Uji beda Kualifikasi Komunikasi Asertif…………… 107 Lampiran 6 : Hasil T – test Penelitian………………………………109 Lampiran 7 : Surat – Surat………………………………………….110

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kesadaran setiap orang akan pentingnya berkomunikasi dalam

  berbagai bidang kehidupan semakin meningkat. Pentingnya berkomunikasi membentuk pribadi setiap orang untuk saling pengertian dalam menumbuhkan relasi dan membantu perkembangan intelektual dan sosial. Selain itu melalui komunikasi dengan orang lain, kita semakin mengenal diri dan membentuk pribadi untuk mengenal dan menemukan diri sendiri.

  Kaum religius dipanggil untuk membangun komunitas persaudaraan, dengan meniru gereja perdana (Kis, 4: 32). Terpanggil untuk hidup berkomunitas artinya mau menjadi saksi cinta kasih, baik bagi sesama maupun bagi dirinya sendiri. Kaum religius yang dipanggil untuk hidup berkomunitas, pertama-tama bukan atas dasar rasa suka atau pun kecocokan satu sama lain, tetapi atas dasar panggilan yang sama untuk mewartakan cinta Allah bagi sesama. Komunitas yang dibangun itu membutuhkan sarana untuk mengungkapkan pewartaan yakni komunikasi antar pribadi.

  Komunikasi antar pribadi tidak cukup sampai pada taraf hati atau perasaan saja, namun idealnya sampai pada taraf hubungan puncak (Supratiknya, 1995 : 34).

  Artinya, komunikasi tersebut telah berkembang begitu mendalam sehingga kedua

  Komunikasi yang sampai pada taraf hubungan puncak ditandai dengan adanya kejujuran, keterbukaan, dan saling percaya yang mutlak dilakukan oleh kedua belah pihak. Komunikasi yang sampai pada taraf hubungan puncak ini menghilangkan rasa takut, rasa khawatir serta menjadikan setiap orang atau pribadi merasa bebas untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.

  Komunikasi yang sampai pada taraf puncak dapat menjadi suatu kelebihan bagi setiap suster SCMM di dalam memelihara panggilan sebagai religius. Namun demikian, menurut pengamatan penulis, komunikasi yang sampai pada taraf puncak masih merupakan harapan dari para suster SCMM belum terwujud sepenuhnya, dan masih terus diperjuangkan secara bersama-sama. Taraf ini belum dapat dicapai karena masih banyak hambatan dalam berkomunikasi, khususnya dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan secara bebas. Komunikasi menjadi terhambat dan macet karena komunikan merasa tak berdaya, dan tidak punya kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Karena banyaknya hambatan dalam berkomunikasi, maka setiap suster masih perlu terus belajar agar dapat mengkomunikasikan diri secara efektif. Untuk mencapai komunikasi yang sampai pada taraf puncak ini, setiap orang hendaknya menyadari bahwa makna kata tidak hanya terdapat dalam arti kata itu sendiri, namun juga pada siapa yang mengatakannya, disampaikan untuk siapa, bagaimana suasana penyampaiannya, dan waktu mendengarkannya.

  Selain itu komunikasi juga terhambat karena kebebasan yang tidak terkontrol. Maksudnya dalam mengungkapkan pikiran, perasaan dan dalam bertindak tanpa mempertimbangkan perasaan atau pendapat orang lain. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan memaksakan kehendak kepada orang lain, dan ada keinginan untuk menang sendiri, serta menggunakan rasionalisasi bahwa sikapnya sudah benar karena percaya bahwa pendapat dan perasaan yang telah diungkapkannya secara terus terang. Sikap seperti ini dapat dikatakan sebagai sikap agresif, yaitu sikap yang tidak menghormati pendapat orang lain, dan juga kurang peduli pada kebutuhan dan perasaan orang lain. Orang yang agresif akan memaksakan pendapat dan keinginannya supaya diterima dengan cara mencemooh, mengancam, dan memanipulasi (Stein dan Howard, 2004 : 93).

  Salah satu bentuk komunikasi yang dapat membangun komunitas sampai pada tingkat hubungan puncak adalah komunikasi yang asertif. Komunikasi yang asertif adalah komunikasi yang mampu menyampaikan ide, pendapat, perasaan yang secara jelas, tulus dan jujur, dan singkat sehingga penerima pesan dapat memahami maksud pengirim pesan. Kemampuan untuk menyampaikan ide, pendapat, dan perasaan secara jelas, singkat, tulus dan jujur hanya dapat dicapai apabila komunikan sungguh merasa bebas dan penuh percaya tanpa rasa takut atau pun rasa khawatir.

  Sikap saling percaya dapat diwujudkan apabila setiap orang mampu berpikir menang-menang. Berpikir menang-menang adalah suatu kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama dalam suatu interaksi manusia dan perasaan tak berdaya, dan juga tanpa merasa dikuasai oleh orang lain (Covey, 1997 : 201).

  Keberhasilan yang optimal dalam setiap keinginan atau cita-cita, hanya akan dicapai oleh orang-orang yang bersangkutan dan mau bekerjasama dengan orang lain, dan bukan sebaliknya dengan mengorbankan atau menyingkirkan orang lain. Hal ini sejalan dengan pandangan Stein dan Howard (2004:9) yang mengatakan bahwa hubungan kita akan menjadi lebih erat, jika masing-masing kita saling menghormati pendapat orang lain, sehingga pertentangan dapat terselesaikan dan kebutuhan kedua belah pihak terpenuhi.

  Penulis menyadari asertifitas penting dalam hidup berkomunitas. Asertifitas dapat membangun komunikasi sampai pada hubungan puncak. Komunikasi yang demikian ini menjadi kekhasan untuk memelihara panggilan kaum religius, khususnya para suster SCMM. Apapun posisi seorang religius, ataupun profesi dan bentuk hidup yang dipilih serta di mana pun ia berada, ia tetap membutuhkan komunikasi yang asertif.

  Konggregasi suster SCMM (Suster-Suster Cintakasih dari Maria Bunda Berbelaskasih) hidup dan berkarya dengan semangat cinta tanpa pamrih. Ini menunjukkan bahwa para suster mengakui semua manusia serupa, sederajat yang mesti diterima dan dicintai. Sebagai manusia yang serupa dan sederajat, maka manusia yang satu tidak lebih penting, tidak lebih berharga dari yang lain. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk menganggap orang lain dengan segala

  Dalam konstitusi kongregasi SCMM artikel 20 dikatakan “kita menerima kewajiban untuk memberikan diri kita seutuhnya kepada sesama manusia dimanapun kongregasi mengutus kita”. Kita dapat memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain dengan memberi diri dan menanggapinya dengan penuh kesabaran, rasa hormat, dan penghargaan. Hal ini menunjukkan bahwa para suster yang tergabung dalam kongregasi SCMM diharapkan menyadari dan memiliki kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain dan menanggapinya dengan penuh kesabaran, rasa hormat dan penghargaan. Ini berarti bahwa para suster diharapkan menguasai komunikasi yang asertif.

  Semakin lama orang bergabung dalam kehidupan membiara, semakin orang diharapkan menghayati semangat hidup yang dicita-citakan oleh kongregasi.

  Demikian pula halnya dengan seorang suster SCMM. Seorang suster yang sudah lebih lama bergabung dalam kongregasi SCMM diharapkan lebih menghayati spiritualitas kongregasi dari pada suster yang baru bergabung. Seorang suster SCMM yang sudah berkaul kekal diharapkan mempunyai penghayatan yang lebih baik terhadap spiritualitas semangat belaskasih dan cinta tanpa pamrih jika dibandingkan dengan suster yang belum berkaul kekal.

  Penghayatan terhadap spiritualitas belaskasih dan cinta tanpa pamrih akan tampak dalam perilaku sehari-hari, yaitu dengan mencintai dan mengakui kesetaraan dengan orang lain. Pengakuan akan cinta dan kesetaraan ini mendorongnya untuk mencintai dan menempatkan diri setara dengan orang lain. Artinya, dia tidak rendah dari orang lain. Hal ini membuatnya mampu mengungkapkan diri apa adanya sambil tetap mencintai dan menghargai orang lain yang serupa dengan dirinya.

  Kurangnya kemampuan berkomunikasi secara asertif dapat menghambat orang untuk bekerja sama dalam kelompok maupun dalam komunitas. Akibatnya akan muncul kecenderungan untuk menarik diri dari orang lain, atau kecenderungan untuk mengabaikan dan meremehkan orang lain. Sikap seperti ini sangatlah tidak pantas sebagai seorang yang hidup dan bekerja dalam kelompok atau komunitas.

  Mengingat pentingnya komunikasi yang asertif bagi pertumbuhan dan panggilan para suster SCMM, penulis ingin memperoleh gambaran mengenai tingkat komunikasi yang asertif dari para suster kongregasi SCMM.

B. Rumusan Masalah

  Penelitian ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan tingkat asertivitas para suster SCMM dalam berkomunikasi. Secara rinci, pertanyaan yang ingin dijawab adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah tingkat asertivitas para suster SCMM tahun 2008 / 2009?

  2. Apakah ada perbedaan yang signifikan antara tingkat asertivitas para suster yang belum berkaul kekal dan yang sudah berkaul kekal tahun 2008/2009?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui tingkat asertivitas para suster SCMM pada tahun 2008 / 2009.

  2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara tingkat asertivitas para suster yang belum berkaul kekal dan suster yang sudah berkaul kekal anggota kongregasai SCMM pada tahun 2008 / 2009.

  D. Manfaat Hasil Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

  1. Semua suster yang diserahi tugas sebagai formator. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan untuk mengembangkan program pembinaan demi berkembangnya kemampuan berkomunikasi secara asertif para suster SCMM.

  2. Peneliti dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bekal untuk melaksanakan tugas dalam pendampingan para suster.

  E. Definisi Operasional

  1. Deskripsi merupakan pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terinci (Kamus besar Bahasa Indonesia, 1988).

  2. Asertivitas adalah kemampuan untuk mengungkapkan diri seperti pikiran, ide, pendapat, perasaan, kebutuhan, keinginan, dan tindakan secara jelas, tulus dan jujur.

  3. Komunikasi asertif adalah kemampuan dan keberanian dalam menyampaikan informasi baik pikiran, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai sendiri kepada orang lain secara jujur, jelas dan tepat sambil tetap menghormati orang lain sebagai pribadi.

  4. Konggregasi adalah sebuah lembaga hidup bakti yang dijiwai oleh persekutuan orang-orang yang hidup dalam karya, dan perutusan yang dijiwai oleh Roh Allah sendiri.

  5. Komunitas religius adalah suatu persekutuan yang dipanggil untuk hidup dalam kebersamaan yang didasari oleh semangat injil. Komunitas berasal dari komunitas kristiani yang didalamnya ada persaudaraan yang ditandai dengan “ sharing “, dimana setiap anggota mau berbagi bersama dalam seluruh diri serta aspek kehidupannya.

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Komunikasi

1. Pengertian

  Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak yang lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Hal ini sejalan dengan pandangan Walgito (1999:65) yang mengatakan bahwa komunikasi merupakan penyampaian informasi, ide, atau pemikiran, pengetahuan, konsep dan hal-hal lain kepada orang lain secara timbal balik, baik sebagai pengirim pesan maupun sebagai penerima pesan. Pada umumnya komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Maksudnya setiap pesan yang tertangkap oleh penerima merupakan bentuk komunikasi yang membentuk hubungan antara pengirim dan penerima pesan.

  Selain makna komunikasi seperti yang terungkap dalam pengertian di atas, secara luas komunikasi juga dapat diartikan sebagai bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun non verbal yang ditanggapi orang lain. Maksudnya, komunikasi yang terungkap bukan hanya lewat kata-kata lisan dan tulisan, tetapi juga berupa komunikasi non verbal seperti gerak tubuh, sentuhan, ekspresi wajah, volume suara dan intonasi yang dapat meningkatkan pemahaman lewat apa yang terungkap dalam mengkomunikasikan perasaan perlu diperhatikan dan diusahakan agar pesan non- verbal yang terlihat cocok dengan pesan yang disampaikan secara verbal. Dengan adanya pemahaman dari kedua belah pihak, maka akan sangat menolong dalam membangun relasi yang hangat dan kerja sama yang efektif. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga merupakan sebentuk komunikasi (Supratiknya, 2008).

  Adapun komunikasi yang terjalin antara seorang dengan orang lain akan mempengaruhi orang lain, sehingga orang yang diajak untuk berkomunikasi dapat memberikan umpan balik yang berupa sanggahan atau persetujuan bahkan terjadi perubahan tingkah laku. Komunikasi juga dapat mengubah sikap orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi itu sendiri berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan akan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan orang lain.

  Menurut Lunandi (1994:34) “komunikasi merupakan usaha dalam hidup pergaulan untuk menyampaikan isi hati atau pikiran dan untuk memahami isi hati atau pikiran orang lain dalam berkomunikasi”. Setiap orang yang menjalin hubungan relasi dengan orang lain membutuhkan komunikasi yang baik agar hubungan berelasi dan kerjasama semakin baik dan membuat setiap orang yang terlibat didalamnya berkembang dalam aspek intelektual, sosial dan semakin mengenal dirinya sendiri. Sedangkan De Vito (1997:23) mengungkapkan bahwa komunikasi lebih mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Maksudnya, dalam berkomunikasi gangguan tidak dapat dihindari namun gangguan itu dapat dikurangi dengan cara menggunakan bahasa yang benar dan tepat serta mudah dipahami, mempelajari ketrampilan mengirim dan menerima pesan, meningkatkan ketrampilan mendengarkan dan menerima serta mengirimkan umpan balik. Sehingga proses gangguan dalam pengiriman dan penerimaan pesan dapat diatasi, dan kedua belah pihak dapat menumbuhkan saling pengertian dalam berkomunikasi.

  Sebuah komunikasi dapat dikatakan asertif apabila penerima pesan dapat mengintepretasikan pesan yang diterimanya seperti yang dimaksudkan oleh pengirim pesan. Maksudnya selama berkomunikasi dengan orang lain, setiap orang secara sadar maupun tidak, mengamati dan mencermati tanggapan yang diberikan oleh orang lain sehingga pesan yang dikirim dan diterima sungguh dipahami sehingga komunikasi berlajan lancar dan tidak tersendat. Dengan berkomunikasi setiap orang berusaha memperbaiki pemahaman tentang sesuatu hal, lingkungan realitas ataupun dunia sekitarnya. Berkomunikasi secara asertif semakin mempererat jalinan relasi yang telah dibangun, dan setiap orang merasa diterima dan dapat menerima orang lain.

  Dari beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu penyampaian informasi, ide atau pun gagasan, pengetahuan, konsep dan lain-lain yang merupakan isi hati seseorang dan memahami isi hati orang lain secara timbal balik sehingga setiap orang mampu berbicara dengan dirinya sendiri, mengenal diri sendiri, menyiapkan pesan-pesan yang akan disampaikan kepada orang lain berupa ide, pendapat, ataupun gagasan yang dapat memperkaya diri sendiri dan orang lain.

2. Tujuan Komunikasi

  De Vito (1997:30-31) mengungkapkan ada empat tujuan yang perlu diketahui dalam berkomunikasi yakni: a. Menemukan

  Tujuan dalam berkomunikasi menyangkut penemuan diri. Maksudnya, seseorang yang berkomunikasi dengan orang lain mendapat umpan balik, dan dari umpan balik itulah orang belajar mengenal dirinya sendiri mengenai emosi, pikiran, kehendak, dan cita-cita. Dalam berbicara orang belajar menggunakan bahasa yang baik dan benar, memberi umpan balik yang dapat dipahami orang lain serta mengenal dan menemukan kemampuan diri yang dimiliki. Dari apa yang telah dipelajari tentang diri sendiri dan dari orang lain selama berkomunikasi, khususnya dalam perjumpaan antarpribadi kita semakin diperkaya. Dengan berbicara tentang diri sendiri kepada orang lain kita akan memperoleh umpan balik yang berharga mengenai perasaan, pemikiran dan perilaku.

  b. Berhubungan Dalam berkomunikasi kita berhubungan dengan orang lain, membina dan memelihara hubungan yang baik dan benar. Kita ingin mendengarkan dan didengarkan, menerima dan diterima, mencintai dan dicintai. Kita menghabiskan banyak waktu dalam berhubungan dengan orang lain untuk membina dan memelihara hubungan sosial.

  c. Meyakinkan Dalam berkomunikasi orang yang diajak berbicara dapat meyakinkan kita agar kita mengubah sikap dan perilaku kita. Kita dapat menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antarpribadi baik sebagai sumber maupun penerima pesan. Maksudnya komunikasi menjadi alat yang sangat baik untuk dapat mengubah sikap, pemikiran dan perilaku kita lewat berkomunikasi dengan orang lain. Kita semakin yakin akan kesan orang akan diri kita dalam berkomunikasi.

  d. Bermain Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi untuk bermain dan menghibur diri. Kita dapat mendengar pelawak, pembicaraan, musik, dan film sebagian besar untuk hiburan. Banyak perilaku komunikasi yang dirancang untuk menghibur orang lain seperti menceritakan lelucon, mengutarakan sesuatu yang baru, dan mengaitkan cerita-cerita yang menarik. Maksudnya, komunikasi menjadi alat untuk mengungkapkan dan menikmati kegembiraan, keceriaan, serta keterlibatan dalam berinteraksi dengan orang lain, sehingga tidak sekedar jadi penonton.

3. Unsur-unsur Komunikasi

  Dalam berkomunikasi ada berbagai cara yang dilakukan agar pesan yang dikirim bisa sampai kepada si penerima pesan. Seseorang yang menyampaikan pesan penerima pesan atau komunikan. Menurut Hardjana (2007:12) ada beberapa unsur dalam komunikasi yakni: a. Pihak yang mengawali

  Sebelum mengirim pesan terlebih dahulu seseorang akan mengemas pesan dalam bentuk yang dirasa sesuai dan dapat diterima serta dimengerti oleh penerima.

  Dalam pengemasan pesan ini pengirim akan melakukan dua hal yakni; Pertama, memikirkan sungguh-sungguh perasaan atau gagasan yang hendak disampaikan.

  

Kedua, menterjemahkan perasaan atau gagasan berupa lambang dalam bentuk kata-

  kata atau non-kata yang dirasa dapat menyampaikan makna yang hendak disampaikan dengan tepat, baik, dan dapat diterima oleh penerimanya b. Pesan yang dikomunikasikan

  Pesan yang akan dikomunikasikan ini adalah pesan yang berarti dan informatif. Informasi pesan bisa mengandung peristiwa, data, fakta atau penjelasan.

  Pesan yang disampaikan bisa menghibur, memberi inspirasi, memberi informasi, meyakinkan atau mengajak untuk berbuat sesuatu.

  c. Media atau saluran Pesan yang dikirim kepada penerima dapat disampaikan melalui saluran atau media, secara lisan, tertulis, maupun lewat media elektronik. Maksudnya ada banyak pesan yang dikirimkan dan kita terima tidak hanya lewat tulisan-tulisan atau pembicaraan, melainkan lewat televisi dan mendengarkan radio setiap orang akan mendapatkan bermacam-macam informasi. d. Situasi komunikasi Komunikasi dapat terjadi dalam situasi: tempat, waktu, keadaan iklim serta psikologis tertentu. Maksudnya situasi yang telah terkondisi seperti tempat yang telah ditentukan, waktu yang sudah disepakati, serta keadaan cuaca yang dapat saja mempengaruhi jalannya komunikasi tersebut. Situasi inilah yang dapat menentukan resmi dan formalnya pembicaraan, namun juga dapat terjadi pembicaraan yang tidak resmi ataupun formal. Situasi ini dapat mempengaruhi jalannya komunikasi dan juga hasil dari komunikasi itu sendiri. Sebab situasi dapat membuat pihak-pihak yang berkomunikasi berperilaku wajar. Karena itu pada waktu berkomunikasi dengan orang lain, kita tidak hanya mempertimbangkan isi dan cara menyampaikan, tetapi juga situasi ketika komunikasi akan kita sampaikan.

  e. Pihak yang menerima.

  Penerima pesan adalah orang yang kita ajak untuk berkomunikasi. Maka dari itu pesan yang kita kirimkan mestilah yang dapat dipahami oleh si penerima, sehingga apa yang disampaikan oleh pengirim dapat dipahami secara tepat oleh si penerima pesan. Dalam hal ini penerima pesan menaruh perhatian akan pesan yang diterimanya, dan menjadi pendengar yang baik sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dan semakin meningkatkan pemahaman akan kedua belah pihak.

  f. Umpan balik Umpan balik merupakan tanggapan penerima terhadap pesan yang diterima dari pengirim. Umpan balik dapat bersifat negatif maupun positif. Maksudnya menerima pesan secara baik karena penafsiran pesan yang disampaikan tidak dipahami. Sedangkan umpan balik positif menunjukkan bahwa penerima pesan menanggapi, menerima dan mengerti pesan secara baik serta memberi tanggapan sebagaimana yang diharapkan oleh pengirim pesan. Umpan balik positif ini membuat komunikasi bisa berlanjut dan membuat hubungan kedua belah pihak bertambah baik.

4. Langkah-langkah Berkomunikasi

  Dalam berkomunikasi setiap orang berusaha untuk dapat menjalin relasi yang baik dengan orang lain sehingga hubungan yang telah terjalin semakin berkembang dan tiap pribadi yang terlibat didalamnya semakin diperkaya. Untuk memahami orang lain dalam berkomunikasi ada beberapa hal yang mesti dipertimbangkan.

  Menurut De Vito (1997:259) ada lima langkah berkomunikasi yang perlu dipertimbangkan yakni: a. Keterbukaan (Openness)

  Keterbukaan hal yang terpenting dalam komunikasi antarpribadi. Dimana ada saling mengungkapkan tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi, termasuk kata-kata yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan oleh orang yang diajak untuk berkomunikasi. Komunikator yang efektif harus terbuka kepada orang lain yang diajaknya untuk berinteraksi. Keterbukaan ini akan membantu apakah komunikasi dapat berjalan lancar atau sebalik. b. Empati (empathy) Empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan dan mengetahui apa yang dirasakan oleh orang lain pada saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kaca mata itu tanpa kehilangan identitas diri. Empati berbentuk verbal dan non-verbal dengan merefleksi balik kepada pembicara perasaan, mengadakan pengungkapan diri yang berkaitan dengan peristiwa dan perasaan orang lain untuk mengkomunikasikan pengertian dan pemahaman terhadap apa yang sedang dialami orang itu.

  c. Mendukung (supportiveness) Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Dalam dukungan ini kita dapat menyatakan sikap Deskriptif, yaitu mempersepsikan suatu komunikasi sebagai permintaan akan informasi atau uraian mengenai kejadian tertentu. Spontanitas; orang yang spontan dalam berkomunikasi akan secara terus terang serta terbuka dalam mengutarakan pikiran dan perasaannya.

  Provisionalisme ; orang bersedia mendengarkan pandangan ataupun pendapat

  yang berlawanan dengan orang yang diajak berkomunikasi, serta bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskannya. Dukungan merupakan kemampuan untuk menerima dan dan saling menolong sehingga orang lain merasakan bahwa dirinya berharga dan diterima.

  d. Sikap positif (positiveness) Dalam mengkomunikasikan sikap positif ada hal yang mesti diperhatikan; memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri dan perasaan positif untuk sesuatu pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Sikap positif selalu berfikir bahwa pada dasarnya semua manusia adalah baik. Hal ini diawali dengan rasa percaya pada diri sendiri, baru kemudian percaya pada orang lain.

  e. Kesetaraan (equality) Komunikasi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Perbedaan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk memahami perbedaan pendapat dan konflik. Dengan berkomunikasi kita mampu memecahkan konflik dan bentuk-bentuk masalah dengan orang lain melalui cara-cara yang konstruktif. Dengan cara ini komunikasi dapat semakin berkembang dan kedekatan relasi semakin terasa demi kelangsungan hubungan yang telah dilakukan.

B. Asertivitas

1. Pengertian

  Asertivitas berasal dari kata assert yang berarti menyatakan atau menegaskan. Asertif adalah kemampuan untuk untuk menyatakan atau menegaskan pikiran, perasaan, tindakan, keinginan dan kebutuhan dengan jelas, spesifik , dan tidak taksa (multi-tafsir), sambil sekaligus tetap peka terhadap kebutuhan orang lain penyampaian informasi (ide, gagasan, pendapat) secara jelas, jujur dan tepat, serta, untuk tidak sependapat dengan orang lain tanpa menggunakan alasan yang emosional, dan bertahan pada jalur yang benar. Orang yang berkomunikasi secara asertif mampu mempertahankan pendapatnya sambil tetap menghormati orang lain dan peka terhadap kebutuhannya. Komunikasi asertif ini ditandai oleh satu pernyataan yang jelas tentang keyakinan, dengan sikap mempertimbangkan pendapat dan perasaan orang lain (Stein dan Howard,2004: 89).

  Komunikasi asertif berarti komunikasi yang bersifat aktif, langsung, jujur, dan mengkomunikasikan respek terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain (Alberti dan Emmons,2002:52). Dengan menjadi asertif, kita memandang keinginan, kebutuhan dan hak kita dengan keinginan dan kebutuhan orang lain. Senada dengan pendapat di atas, Adams dan Lenz (1995:5) mengatakan bahwa bersikap asertif berarti bersikap jujur, jelas, mengkomunikasikan yang benar tentang diri sendiri, sambil tetap menghormati orang lain. Menurut mereka, orang yang bersikap asertif bergaul dengan jujur dan langsung; ia menyatakan perasaan, kebutuhan, ide, dan mempertahankan haknya tanpa melanggar hak dan kebutuhan orang lain. Dia juga otentik, apa adanya, terbuka dan langsung. Ia mampu bertindak demi kepentingan diri sendiri, mengambil inisiatif demi memenuhi kebutuhannya. Apabila terjadi konflik dengan orang lain, ia bersedia mencari penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak. Ia juga bersedia bekerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan orang lain.

  Mengenai perilaku asertif, Alberti dan Emmons (2002:41-42) mengatakan : “Perilaku yang asertif mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut keinginan kita sendiri, untuk membela diri sendiri, tanpa kecemasan yang semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi tanpa menyangkal hak-hak orang lain”.

  Orang yang bersikap asertif berarti mengerti apa yang dibutuhkan dan diinginkan, menjelaskan kebutuhan dan keinginan itu kepada orang lain, bekerja dengan cara sendiri untuk memenuhi kebutuhan sendiri sambil menunjukkan hormat kepada orang lain. Ini berarti bahwa orang yang asertif juga mampu dan berani untuk tidak sependapat dengan orang lain tanpa merasa bersalah dan tanpa merugikan atau melukai orang lain. Dengan demikian asertivitas dapat meningkatkan kepercayaan diri serta rasa nyaman dalam mengekspresikan diri. Asertivitas dapat membantu orang untuk berpikir positif tentang dirinya sendiri sebagai orang yang berharga, dan menghargai serta menerima orang lain sebagaimana adanya

  Dari berbagai definisi diatas, penulis menyimpulkan arti asertif sebagai kemampuan dan keberanian bertindak demi kepentingan diri sendiri, membela hak- hak pribadi, dan mengkomunikasikan perasaan, pikiran, keyakinan dan nilai-nilai sendiri kepada orang lain secara jujur, jelas dan tepat, tanpa merasa cemas atau bersalah, sambil tetap menghormati orang lain sebagai pribadi berdasarkan pengakuan akan kesetaraan dalam hubungan antar pribadi.

2. Aspek – aspek Asertivitas

  Alberti dan Emmons (2002:42) menunjukkan aspek-aspek asertivitas sebagai berikut: a. Menunjukkan kesetaraan dalam hubungan manusia.

  Ini berarti menempatkan kedua belah pihak secara setara. Orang yang asertif menempatkan diri setara dengan orang lain. Ia tidak menganggap dirinya lebih tinggi atau lebih rendah daripada orang lain, tidak menganggap dirinya lebih penting atau lebih berharga dari pada orang lain, dan mengusahakan setiap pihak diuntungkan dalam berbagai permasalahan.

  b. Bertindak demi kepentingan diri.

  Orang yang asertif adalah orang yang memiliki kemampuan untuk membuat keputusan bagi dirinya sendiri dan bertindak demi kepentingan dirinya. Keputusan itu berupa keputusan tentang karier, hubungan yang dibangunnya dengan orang lain, gaya hidup, dan mempertahankan jadwal kegiatan yang telah dibuatnya. Ia juga mampu berinisiatif mengawali pembicaraan dengan orang lain, dan mengorganisir kegiatannya. Ia mempercayai penilaian dirinya sendiri, menetapkan tujuan bagi dirinya sendiri dan berusaha untuk meraihnya.

  c. Membela diri sendiri Orang yang asertif berani mengatakan “tidak” untuk hal-hal yang merugikan atau tidak sesuai dengan keinginanya. Ia juga berani mengatakan “ya” secara terus terang untuk hal-hal yang sesuai dengan kepentingannya serta alasannya mengatakan menanggapi setiap kritik atau cemoohan serta amarah dengan tenang, serta mengekspresikan dirinya dan membela pendapat yang dianggapnya benar.

  d. Mengkomunikasikan perasaan, pemikiran, keyakinan dan nilai-nilai dan kebutuhan sendiri kepada orang lain secara langsung, jujur, dan tepat tanpa merasa cemas atau merasa bersalah.

  Orang yang asertif menyadari bahwa setiap orang mempunyai perasaan, pemikiran, keyakinan, dan nilai-nilai sendiri. Karena itu, ia dapat mengungkapkan perasaan-perasaan, pemikiran, keyakinan dan nilai-nilai yang dimilikinya apa adanya, tanpa merasa cemas atau merasa bersalah. Ia sanggup mengungkapkan ketidak setujuan, amarah, persahabatan, mengakui perasaan takut dan cemas, bersikap spontan dengan nyaman.

  e. Mempertahankan hak-hak pribadi Hal ini berkaitan dengan kemampuan sebagai warga negara, sebagai konsumen, sebagai anggota sebuah organisasi atau sekolah atau kelompok kerja, sebagai partisipan dalam peristiwa umum untuk mengekspresikan opini, untuk bekerja bagi pembaharuan, dan untuk menanggapi pelanggaran haknya atau orang lain.

Dokumen yang terkait

Deskripsi tingkat komunikasi asertif para Suster Medior Congregatio Imitationis Jesu [CIJ] tahun 2004 dan implikasinya terhadap program pelatihan asertivitas - USD Repository

0 0 76

Persepsi para suster yunior kongregasi Puteri Bunda Hati Kudus di Provinsi Indonesia tahun 2007-2008 tentang relasinya dengan lawan jenis - USD Repository

0 0 90

Deskripsi tingkat kecerdasan spiritual para suster yunior Ordo Santa Ursula tahun 2007/2008 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan kelompok - USD Repository

0 1 126

Tingkat komunikasi siswa dalam kegiatan-kegiatan kelompok para siswa kelas X SMA St. Mikael Sleman tahun ajaran 2008/2009 - USD Repository

0 0 74

Adorasi Ekaristi dalam hidup rohani para suster Sang Timur di Pulau Jawa, Provinsi Indonesia - USD Repository

0 1 187

Tingkat kemandirian mempelajari bahan mata pelajaran para siswa tahun ke II SMP BOPKRI 3 Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 - USD Repository

0 1 76

Tingkat disiplin diri para siswa putra dan putri kelas VII SMP BOPKRI III Yogyakarta tahun pelajaran 2008/2009 - USD Repository

0 0 81

Peranan spriritualitas persaudaraan Santo Fransiskus Asisi dalam semangat pelayanan para suster OSF Sibolga - USD Repository

0 0 145

Hubungan kesiapan akademik dan kegiatan akademik para siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009 - USD Repository

1 1 78

Deskripsi tingkat kecerdasan interpersonal para siswa kelas XI SMA Bruderan Purworejo tahun ajaran 2009/2010 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan kelompok - USD Repository

0 0 175