Peningkatan mutu pendidikan pesantren: studi multi kasus PPST ar-Risalah Lirboyo, PP. Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan PP. Wali Barokah Burengandi Kota Kediri.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

ABSTRAK

Judul : Peningkatan Mutu Pendidikan Pesantren (Studi Multi Kasus Pesantren Ar-Risalah Lirboyo,Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, Wali Barokah Burengan di Kota Kediri)

Penulis : Untung Khoiruddin

Promotor : Prof. Akh. Muzakki, M. Ag, Grad, Dip, SEA, M. Phil, Ph. D. : Dr. Hj. Hanun Asrohah, M. Ag.

Kata Kunci : Peningkatan, Mutu, Pendidikan, Pesantren

Lembaga pendidikan yang bermutu mempunyai keunggulan atau keistimewaan. Prinsip-prinsip ini juga berlaku untuk pendidikan-pendidikan yang ada dipesantren. Oleh karenanya, supaya mempunyai daya tarik bagi masyarakat, maka pesantren seharusnya membuat inovasi baru yang dapat disenangi peserta didik atau masyarakat luas secara umum. Pesantren yang bermutu harus mampu memuaskan pelanggan dalam (internal customer) dan pelanggan luar (external customer), supaya masyarakat percaya kepada lembaga pendidikan pesantren.

Permasalahan penting yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana upaya peningkatan mutu pendidikan Pesantren Ar-Risalah Lirboyo, Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Wali Barokah Burengan di Kota Kediri, (2) Bagaimana Pesantren Ar-Risalah Lirboyo, Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Wali Barokah Burengan di Kota Kediri menempatkan stakeholder dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan analisis isi dengan waktu selama sembilan bulan.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa; (1) Upaya peningkatan mutu pendidikan Pesantren Ar-Risalah lebih mengedepankan kelembagaan melalui pendidikan terpadu,antara pendidikan salaf dankhalaf, dengan keinginan yang kuat untuk mencetak santri beraqidah ASWAJA berdasarkan al-Qur’an, al-Hadith, Ijma’ dan Qiyas. Pesantren Wahidiyah, berkeinginan untuk mewarnai dalam bidang ketasawufan (intelektual ulama) dengan mengajarkan berbagai disiplin ilmu dan tidak terbatas pada ilmu agama saja. Sedangkan Pesantren Wali Barokah

merupakan pesantren tradisional plus, artinya pesantren ini leb ih mengedepankan idiologi (aqidah) dengan terfokus pada kajian kitab al-Qur’an dan al-Hadits saja dengan alasan tidak mempunyai lembaga pendidikan umum. (2) Dalam kaitannya dengan penempatan stakeholder dalam upaya peningkatan mutu pendidikan,

Pesantren Ar-Risalah dan Wahidiyah Kedunglo merupakan pesantren turun temurun yang dikelola secara mandiri, dengan konsekuensi regenerasi pengasuh/kiai merupakan sentral utama dalam kebijakan memajukan pesantren, sedangkanPesantren Wali Barokah merupakan milik bersama sehingga dalam mewujudkan kebersamaan dan kerukunan, sistem periodesasi yang setiap lima tahun sekalidilakukan menghasilkan musyawarah dan mufakat untuk memunculkan SDM yang berkualitas.


(9)

AB STRACT

Title : The Enhancement of Educational Qualities (A multi-cases Study of Islamic Boarding Schools (Pesantren) Ar-Risalah Lirboyo, Wahidiyah Kedunglo BandarLor, and Wali Barokah Burengan Kediri)

Author : UntungKhoiruddin

Supervisors : Prof. Akh. Muzakki, M. Ag., Grad. Dip. SEA., M. Phil., Ph.D. Dr. Hj.Hanun Asrohah, M. Ag.

Keywords : Enhancement; Quality; Education; Pesantren (Islamic Boarding School) A qualified educational institution must have excellences as well as uniqueness which could be distinctive from one to another. This notion is also applied in educational institutions with specific platformsuch as those in Islamic boarding schools (Pesantren). In order to fascinate and attract attention from either the students or their surroundings, Islamic boarding school institutions must come with some new innovation and improvement in their educational systems. A qualified Islamic boarding school must be able to satisfy its customers, be it internal or external customers. Hence, the society would have a big trust in

Pesantren educational systems and be willingly educate their children in such institution.

There weretwo significant questions that would be answered in this study. The first was about what efforts made by the three Pesantrensin Kediri named Ar-Risalah, Wahidiyah, and Wali Barokah to improve and enhance the quality of their education. And the second was related to the roles of the stakeholders played in order to improve or enhance the quality of education in the three Pesantrens.

This studyused a qualitative approach, which took nine months to complete the whole process of the study. The data were collected through observations, interviews, and content analysis.

The results of this study showed some variations. The first, with regard to quality enhancement, Ar-Risalah Islamic boarding school emphasises on the institutional system that combines traditional (salaf) and modern (khalaf) concepts. By applying this concepts, this Pesantren expect to create and shape its students to be faithfully pious by holding the principles of AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH (ASWAJA) which mainly be based on al-Quran, al-Hadits, Ijma’, and Qiyas. Meanwhile, Wahidiyah Islamic boarding school prioritise scientific knowledge over the traditional ones. This pesantren does not limit its education merely on religious studies, but also teach its students modern and contemporer studies. On the other hand, unlike the two pesantrens, Wali Barokah claims it

self as a ‘Traditional Plus’ Pesantren. Means that this pesantren is prioritising Islamic ideology (aqidah) which focuses only on the al-Quran and al-Hadits studies. Apart from that, this Islamic boarding school also does not have any educational institution or school that focuses on general (non-religious) studies. Thus, general and more scientific studies are not included in its educational systems. The second, in terms of positioning the stakeholders for quality enhancement, Ar-Risalah and Wahidiyah Pesantrens have similarities.They are more likely institutional education which based on family management as they both were given and inherited from their descendants. These two Pesantrensare continuously run and managed by one generation (heirs) to another. They are autonomous, means that they run and manage their education systems on their own based on family agreements. As a consequence, Kyai or a legitimate leader in the Pesantren will be the only one or centre of excellence for all the things related to the quality control and educational policies in the

Pesantren. Meanwhile, Wali Barokah Pesantren is a shared educational institution owned by people in the community. Hence, the managerial system of this pesantren is based on

people’ agreements, solidarity and togetherness. There is a five-year cyclical period of leadership succession in order to gain some qualified human resources to run and manage


(10)

صخلملا

عوضو ا

:

دهع ا ي ميلعتلا ةيعون نس

(

ويوبرلب ةلاسرلا دهعم ةلاح ددعت ةسارد

رول راد ب ولجودك ةيديحو

يريدك ناجروب ةكرب او

)

بتاكلا

:

نيدلا رخ جنوتنأ

فرش ا

.

د

.

رتسجا ا يكزم دمأ

:

د

.

رتسجا ا ةحرسأ مونا

حيتاف ا تاملكلا

:

نسحتلا

,

ةيعو لا

,

ميلعتلا

,

دهع ا

صئاصخو تازيم يدل يعو لا ميلعتلا سلجا ناك

,

لثم ميلعتلا سلا عيم ي ئداب ا ذ ير و

يماسإا دهع ا

.

ب ح ةديدج تاراكتبا قلخ ي ةلواحا دهعم لكل مزتلي سا لا راظنأ بذ اذل

ىرخأ ةهج نم ماعلا عمتجاو ةهج نم نوك ش ا

.

ءامعلا ءاضرإ ىلع ةرداق ةيعو لا سراد ا نوكت نأ ب

ةيماسإا د اع ا نوكب سا لا دقتعي ثيح نيجرا ا ءامعلا و نلخادلا

ي ثحبلا اذ ي ةباجإا إ جات لا ةما ا اياضقلا

:

(

1

)

ةلاسرلا د اعم دوهج فيك

ةيعون نس ي ةيماسإا يريدك ة يدم ي ناجروبب ةكرب او و رول راد ب ولجودكب ةيديحو و ويوبرلب

؟ميلعتلا

(

2

)

ة يدم ي ناجروبب ةكرب او و رول راد ب ولجودكب ةيديحو و ويوبرلب ةلاسرلا د اعم عضت فيك

ءامعلا ةيماسإا يريدك

(

ةحلص ا باحصأ

)

؟ ميلعتلا ةيعون نس لجأ نم

ايعون اجه ةساردلا تمدختسا دقو

.

تاباق او ةظحا ا مادختسب تانايبلا عم قرط تماق

رهشأ ةعست ةدم ي ىوتحا ليل و

.

نأ ةساردلا ذ صل و

:

(

1

)

نم يماسإا ةلاسرلا دهعم ب ماق يذلا ميلعتلا ةيعون نس

ثيد او يديلقتلا ميلعتلا نب ةلماكت ا ةيميلعتلا لاخ

(

فل ا و فلسلا

)

باطلا ةعابطل ةيوق ةبغر عم

ةعام او ة سلا ل أ ةديقع نودقتعي نيذلا

,

سايقلا و عامإا و ثيد ا و نآرقلا إ نيدي تسم

.

دهعم

او تاصصختلا فلت ميلعت لاخ نم ةصاخ فوصتلا لا ي ماعلا نيولت ي بغري يماسإا ةيديحو

ا دحو ةي يدلا ةفرع ا ىلع رصتقي

.

نأ يعي ادئاز ايديلقت ادهعم يماسإا ةكرب او دهعم حبصي نح ي

ماعلا ميلعتلا سل دوجو مدع عم ، طقف ثيد او نآرقلا ةسارد إ زك ت لا ةديقعلا لضفي

.

(

2

)

اميف

و ويوبرلب ةلاسرلا دهعم ناك ، ميلعتلا ةيعون نسحتل ةلوا ي نئابزلا وأ ةحلص ا باحصأ عضوب قلعتي

ي يساسأ رمأ دهع ا خويش ديد ماظن ، لقتسم يثارو ماظن ت د اع ا نمض نم ولجودكب ةيديحو

دهع ا ىوتسم نس ةسايس

,

مائولاو ةدحولا دوجو ي عيم ا قح نم وهف ةكرب او دهعم امأو

,

موقي و

تاو س سم لك قفاوتلاو تاواد ا قيرط نع ةيرشبلا دراو ا مدقتب يعيرشتلا ماظ لا


(11)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Depan dan Dalam Disertasi...i

Halaman Prasyarat Disertasi...ii

Pernyataan Keaslian Disertasi...iii

Halaman Persetujuan Disertasi...iv

Halaman Persetujuan Tim Penguji Disertasi Tahap I...v

Halaman Pengesahan Tim Penguji Disertasi Tahap II...vi

Halaman Pernyataan Kesediaan Perbaikan Disertasi...vii

Pedoman Transliterasi...viii

Ucapan Terima Kasih...ix-xii Abstrak...xiii- xv Daftar Tabel...xvi

Daftar Gambar...xvii

Daftar Isi...xviii- xxiv BAB I : PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah...14

C. Rumusan Masalah...16

D. Tujuan Penelitian...17

E. Kegunaan Penelitian...18

F. Penelitian Terdahulu...18

G.Sistematika Pembahasan...27 xviii


(12)

BAB II : KAJIAN TOERI...30

A.Peningkatan Mutu Pendidikan ...30

1. Pengertian Mutu Pendidikan...30

2. Filosofi Mutu Pendidikan...33

a. Derajat Nilai...34

b. Mutu Sebagai Mutu Yang Absolut...37

c. Produk Mutu Pendidikan...40

d. Kepuasan Pelanggan (Customer Service)...46

e. Layanan Mutu...50

f. Standarisasi Mutu...53

3. Pentingnya Mutu Pendidikan dalam Menghadapi Persaingan Global...54

4. Budaya Mutu Pendidikan...58

B.Pondok Pesantren...62

1. Pengertian Pesantren...62

2. Tipologi Pesantren...69

3. Fungsi Pondok Pesantren...73

5. Prinsip-prinsip Pendidikan Pondok Pesantren...74

5. Strategi Pendidikan Pesantren...75

6. Peningkatan Mutu Pendidikan Pesantren...77

a. Konsep Dasar Pendidikan Islam...78

b. Mutu Pendidikan Islam...82


(13)

c. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan...87

d. Manajemen Mutu Pondok Pesantren...89

BAB III : METODE PENELITIAN...113

A.Pendekatan dan Jenis Penelitian...114

B. Sumber Data...116

C.Teknik Pengumpulan Data.. ...117

D.Metode Analisa Data...122

E. Metode Keabsahan/Pengecakan Data...124

BAB IV : OBYEK PENELITIAN...130

A. Pondok Pesantren Salafiy> Terpadu Ar-Risalah Liboyo Kota Kediri...130

B. Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Kota Kediri...148

C. Pondok Pesantren Wali Barokah Burengan Kota Kediri...172

BAB V : ANALISIS...189

A. Ikhtiar Peningkatan Mutu Pendidikan Pesantren...189

1. Pondok Pesantren Salafiy> Terpadu Ar-Risalah Liboyo Kota Kediri...191

a. Upaya peningkatan mutu pendidikan pesantren dapat dilakukan melalui tiga aspek, yaitu; ...191

1) Aspek Visi dan Misi ...193

2) Aspek Sistem Pendidikan ...196

3) Aspek Sarana dan Prasarana ...208


(14)

b. Penempatan Stakeholder dalam upaya peningkatan mutu

pendidikan bisa dilihat dari empat unsur, yaitu:...214

1) Unsur Pengasuh...214

a. Unsur Ustadh...220

b. Unsur Santri...226

c. Unsur Wali Santri...230

2. Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Kota Kediri...233

a. Upaya peningkatan pendidikan pesantren dapat dilakukan melalui tiga aspek, yaitu; ...233

1) Aspek Visi dan Misi ...235

2) Aspek Sistem Pendidikan ...239

3) Aspek Sarana dan Prasarana ...246

b. Penempatan stakeholder dalam upaya peningkatan mutu pendidikan bisa dilihat dari empat unsur, yaitu;...251

1) Unsur Pengasuh...251

2) Unsur Ustadh...256

3) Unsur Santri...260

4) Unsur Wali Santri...263

3. Pondok Pesantren Wali Barakah Burengan Kota Kediri...266

a. Upaya peningkatan pendidikan pesantren dapat dilakukan melalui tiga aspek, yaitu:...266

1) Aspek Visi dan Misi...268


(15)

2) Aspek Sistem Pendidikan...271

3) Aspek Sarana dan Prasarana...281

b. Penempatan stakeholder dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dapat dilihat dari empat unsur, yaitu:...284

1) Unsur Pengasuh...284

2) Unsur Ustadh...290

3) Unsur Santri...294

4) Unsur Wali Santri...296

B. Analisis Komparatif Peningkatan Mutu Tiga Pesantren...300

BAB VI : PENUTUP...319

A. Kesimpulan...319

B. Implikasi dan Tindak Lanjut Penelitian...321

C. Saran-saran dan Rekomendasi...322

Daftar Kepustakaan...323 Daftar Riwayat Hidup

Daftar Lampiran


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Peningkatan mutu pendidikan pesantren adalah bagian dalam pembangunan pendidikan nasional, yang mana bagian ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan manusia seutuhnya. Untuk mencapai kualitas pendidikan itu harus dilandasi adanya suatu perubahan yang signifikan. Perubahan itu diperlukan pengelolaan lembaga pendidikan yang bermutu dan berdaya saing. Sekarang ini salah satu tantangan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan adalah bagaimana mengelola sebuah mutu.1 Lembaga pendidikan yang bermutu, lembaga yang mengedepankan hasil lulusan yang bermutu pula dan mampu menunjukkan nilai- nilai pendidikan yang menjadikan prioritas utama, dikarenakan adanya suatu perubahan yang signifikan di dalam pesantren. Dalam hal ini, sesuai dengan Firman Allah SWT dalam al-Qur‟an Surat Ar-Ra‟d ayat 11 menjelaskan:

م سفناب ام ا ريغي ىتح م قب ام ريغيا ه نا

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”.2

Ayat di atas, menjelaskan bahwa peningkatan mutu pendidikan pesantren harus mampu mempunyai upaya untuk membuat suatu perubahan dan terencana (planing). Perubahan dan rencana tersebut agar nantinya

1

Edwa rd Sa llis, Total Quality Management in Education (Jogjakarta: IRCiSoD, 2008), 21.

2


(17)

2

mempunyai komponen-komponen yang memenuhi syarat baik masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana dan biaya pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan pesantren bermutu dapat diukur oleh pimpinan pesantren dalam melakukan perubahan, terutama perubahan terhadap sistem manajemen pesantren. Artinya, bahwa seorang kiai/pengasuh merupakan figur sentral yang kuat dalam menentukan kebijakan atau perubahan pesantren. Salah satu yang dilakukan pesantren adalah menyelenggarakan pendidikan formal maupun non- formal ke dalam sistem pendidikan pesantren. Pendidikan pesantren tentu saja bisa dan memiliki kelebihan, karena pesantren memiliki keunggulan dalam pendidikan akhlak. Kalau ini dilakukan, pada gilirannya nanti lulusan pesantren tidak hanya ahli agama (mutafaqqih fiddi>n), akan tetapi juga lulusan yang memiliki kecerdasan pengetahuan (mutakkalimi>n) dan sekaligus lulusan yang mampu berdiri sendiri (mutaqawwimi>n).

Bahwa pondok pesantren telah dianggap sebagai model institusi pendidikan yang memiliki keunggulan, baik dalam tradisi keilmuannya dan juga tradisi yang agung (great tradition), maupun disisi tranmisi dan internalisasi moralitasnya. Disisi lain merupakan pendidikan yang memainan peran pemberdayaan (empomerment) dan transformasi sosial (civil transformation) secara efektif.3 Dikarenakan masyarakat kebanyakan pesantren tampil sebagai lembaga yang melahirkan santri yang

rijal (professional), yang memiliki kemampuan IMTAK dan juga sekaligus

3

Nur Efendi, Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren; Konstruk si Teoritik dan Praktik

Pengelolaan Perubahan sebagai Upaya Pewarisan Tradisi dan Menatap Tantantang Masa Depan (Yogyakarta: Teras, 2014), v-vi.


(18)

3

dibekali IPTEK. Oleh karenanya, bagi pesantren untuk mencapai tujuan semacam itu tidaklah sulit, dengan alasan bahwa pesantren memiliki filosofi

“al-muh}afaz}ah al-qadi>m al-s}a>lih wal-akhdhu bi al-jadi>d al-as}lah” (Memelihara yang baik dari tradisi lama, dan mengambil yang lebih baik dari perubahan baru).4 Dengan adanya filosofi semacam itu, pesantren tidak akan meninggalkan tradisi/cirikhas lama dan mampu memunculkan hal- hal baru demi mewujudkan pesantren yang berkualitas dan diminati masyarakat secara luas.

Jadi, salah satu pilihan yang tepat dalam peningkatan mutu pendidikan di pesantren adalah membuka penyelenggaraan pendidikan formal dan non-formal di lingkungan pesantren. Alasannya, dengan kehadiran pendidikan formal dan non-formal pesantren akan mampu mengubah sistem manajemen pendidikan yang lebih baik dan maksimal, sehingga nantinya lulusan pesantren akan betul-betul menjadi ahli agama, memiliki kemampuan berfikir, dan sekaligus memiliki keterampilan untuk hidup mandiri di tengah masyarakat. Pesantren yang bermutu akan diminati oleh masyarakat untuk memasukkan anaknya ke pesantren.5 Pada gilirannya, pendidikan pesantren akan menjadi pilihan utama bagi masyarakat. Menurut Edward Sallis, mutu adalah meningkatkan kepuasan terbaik dan tercapainya kebutuhan/keinginan

4

M. Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidik an Ideal, (Yogyakarta: Pustaka Pe laja r, 2005), 330.

5

Pondok pesantren adalah salah satu bentuk le mbaga pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lah iriyah, pesantren pada umu mnya me rupakan suatu komple k bangunan terdiri dari ru mah kia i, masjid, pondok tempat tinggal para santri dan ruang belajar. Para santri t inggal selama beberapa tahun belajar langsung dari kyai dala m hal ilmu aga ma. Meskipun dewasa ini pondok pesantren telah tumbuh dan berke mbang secara bervariasi. HM. Rid lwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidik an Ideal, (Yogyakarta: Pustaka Pe laja r, 2005), 81.


(19)

4

pelanggan.6 Nur Zazin mengatakanmutu adalah derajat (tingkat) keunggulan suatu produk baik berupa barang atau jasa, sehingga kepuasan terhadap lulusan berkualitas dan pelayanan yang baik sangat diperlukan.7

Oleh karena itu, salah satu tantangan penting yang dihadapi semua institusi adalah bagaimana mengelola sebuah mutu.8 Maka sekarang ini diperlukan lembaga pendidikan yang bermutu, lembaga pendidikan yang mengedepankan lulusan yang bermutu pula. Namun, di era persaingan yang ketat ini, mutu saja tidaklah cukup untuk membangun lembaga pendidikan yang bermutu. Tetapi lembaga pendidikan harus mampu menjadikan lembaganya berdaya saing. Misalnya di dalam dunia industri bisnis, mutu adalah nilai jual yang menjadi prioritas utama. Di era kontemporer dunia pendidikan dikejutkan adanya model pengelolaan pendidikan berbasis industri. Pengelolaan model semacam ini merupakan upaya pengelola institusi untuk meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan manajemen perusahaa n. Penerapan manajemen mutu dalam pendidikan lebih populer dengan sebutan

Total Quality Education (TQE). Dengan dasar itulah manajemen dikembangkan menjadi Total Quality Management (TQM), yang pada mulanya diterapkan pada dunia bisnis kemudian diterapkan p ada dunia pendidikan.9

Dalam dunia pendidikan yang juga termasuk pelanggan adalah pengelola institusi pendidikan, misalkan manajer, guru, staf, dan penyelenggara institusi. Institusi pendidikan harus mampu memberikan pelayanan (service)

6

Sallis, TQM in Education, 29.

7

Nur Za zin, Gerak an Menata Mutu Pendidik an; Teori dan Aplikasi (Jogjakarta: A r-Ruzz Media, 2011), 54.

8

Salis, TQM in Education, 21.

9


(20)

5

sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (custumer).10 Saat ini, dibutuhkan suatu sistem manajemen yang mampu memperdayakan institusi pendidikan yang lebih bermutu, dikarenakan membutuhkan adanya yang pelayanan prima dengan tiga konsep BMW yaitu biaya hemat, mutu hebat dan waktu tepat.11

Mutu pendidikan yang selama ini telah banyak diterapkan dalam dunia pendidikan dengan menggunakan Standar Nasional Pendidikan (SNP),12 akan tetapi tidak menutup kemungkinan dapat diterapkan di lembaga pendidikan pesantren yang mampu merespons tuntutan dan kebutuhan masyarakat secara luas. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang unggul dan efektif harus mampu mempertahankannya sebagai institusi ketika berhadapan dengan pendidikan yang lebih teratur dan modern. Azyumardi Azra menilai ketahanan pesantren disebabkan oleh kultur jawa yang involutif dan menekankan harmoni, sehingga mampu menyerap kebudayaan luar tanpa kehilangan identitasnya. Dalam arti pesantren tidak sampai kehilangan ciri khasnya. Hasan Langgulung menduga bahwa ketahanan pesantren sebagai akibat dari pribadi kiai yang menonjol dengan ilmu dan visinya. Sumartono dkk, menganggap karena melembaganya pesantren di dalam masyarakat. Sementara Abdurrahman Wahid, menyebutkan ketahanan pesantren disebabkan pola kehidupannya yang unik sebagai sub-kultur.13 Pesantren

10

Nur Zazin, Gerak an Menata Mutu Pendidikan, 63.

11

Husaini Usman, Manajemen; Teori, Prak tik , dan Riset Pendidik an (Jakarta: Bu mi Aksara, 2013), 1.

12

Badan Standar Nasional Pendikan (Jakarta : Asa Mandiri, 2006), 5.

13

Ali Anwar, Pembaharuan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri (Yogyakarta : Pustaka Pela jar, 2011), 3.


(21)

6

bukanlah upaya yang sederhana, melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh tantangan. Dan pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat.

Manajemen peningkatan mutu adalah peningkatan mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan yang baik kata Prim Masrokan Mutohar,14 oleh karena itu, lembaga yang bermutu yaitu lembaga yang mempunyai leader/pemimpin yang mampu menerapkan manajemen peningkatan mutu, salah satunya bukan hanya diterapkan di sekolah tetapi juga bisa di pesantren sebagai penyelenggaran pendidikan sesuai PMA Nomor 13 tahun 2014. Oleh karena itu, pesantren diperbolehkan untuk membuka pendidikan formal dan non- formal, dengan landasan bahwa lembaga pendidikan pesantren mampu melakukan perubahan yang signifikan. Maka dengan PMA tersebut, menuntut pendidikan pesantren untuk melakukan perubahan, dan diperlukan peningkatan mutu pendidikan pesantren yang signifikan untuk menciptakan lembaga bermutu pula.

Sumber daya manusia (SDM) yang tangguh mampu membangun sebuah lembaga pendidikan yang siap menghadapi tantangan di masa yang akan datang, salah satunya pesantren merubah sistem pendidikannya, diantaranya sebagai berikut:

14

Perbaikan mutu pendidikan, harus diiringin dengan penataan kele mbagaan dengan manaje men yang efektif dan efesien. Oleh karena itu, setiap pemimpin pendidikan dituntut ma mpu mengelola le mbaganya dengan baik, sehingga menjadi le mbaga pendidikan yang ma ju dan ko mpetit if. Le mbaga pendidikan yang maju a kan ma mpu berke mbang dengan baik dan bisa menghasilkan output yang berkualitas. Lebih lengkapnya dalam Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah ; Strategi Peningkatan Mutu dan Daya Saing lembaga Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Arruzz Med ia, 2013), 290.


(22)

7

1. Lembaga pendidikan yang ideal dan kondusif bagi pengembangan keislaman, keilmuan dan kebudayaan;

2. Dari sarana prasarananya, harus menggambarkan representasi bagi terselenggaranya kegiatan belajar mengajar yang kualitatif; dan

3. Lembaga pendidikan harus bersifat komunikatif bagi kehidupan masyarakat luas.15

Selain itu, untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada di lingkungan pendidikan khususnya pendidikan Islam terletak pada manajemen mutu terpadu yang akan memberi solusi para profesional pendidikan untuk menjawab tantangan masa kini d an masa depan. Karena manajemen mutu terpadu dapat digunakan untuk membangun aliansi antara pendidikan, bisnis dan pemerintah. Manajemen mutu terpadu dapat membentuk masyarakat responsive terhadap perubahan tuntutan masyarakat di era globalisasi ini. Manajemen mutu terpadu juga dapat membentuk sekolah yang tanggap dan mampu merespon perubahan yang terjadi dalam bidang pendidikan demi memberikan kepuasan pada stakeholder.16

15 Muja mil Qo ma r, Manaje men Pendidik an Islam (Jaka rta: Erlangga, 2007), 55. 16

Kepuasan pelanggan (wali santri) bagian dari stakeholder dinyatakan seba gai rasio atau perbandingan, maka dapat dirumuskan persamaan kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pe kerjaan (produk) seseorang, ma ka pelangganlah yang menentukan kualitas suatu produk. Ada beberapa unsur penting dalam kualitas yang ditetapkan pelanggan, antara lain sebagai berikut ; 1) Pelanggan harus merupakan prioritas utama organisasi, 2) Pe langgan yang dapat diandalkan merupakan p elanggan yang paling penting, yaitu pelanggan yang me mbeli berkali-ka li, 3) Kepuasan pelanggan dija min dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan perbaikan terus menerus. Dengan demikian, kepuasan stakeholder (wa li santri) merupakan kunci untuk meningkat kan mutu le mbaga pendidikan ditengah -tengah pesantren, maka pesantren sekarang paling tidak ma mpu me mbuat perubahan agar menjadikan minat masyarakat luas masuk pesantren. Dala m M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, (Jaka rta: Ghalia Indonesia, 2001), 46-47.


(23)

8

Manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) dalam konteks pendidikan merupakan sebuah filosofi metodologi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan, saat ini maupun masa yang akan datang.17 Oleh karenanya, bahwa kualitas produk merupakan fokus utama saat ini dalam suatu perusahaan, dapat dilihat dari dua sudut, yaitu; 1) manajemen operasional, 2) manajemen pemasaran. Dengan demikian produk yang memuaskan harus memberikan kepuasan kepada konsumen yang melebihi atau paling tidak sama dengan kualitas produk dari pesaing.18

Komponen-komponen dari model implementasi Total Quality Management (TQM) dalam pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Kepemimpinan;

2. Pendekatan fokus terhadap pelanggan; 3. Iklim organisasi;

4. Tim pemecahan masalah; 5. Tersedia data yang bermakna; 6. Metode ilmiah dan alat-alat; 7. Pendidikan dan latihan.19

17

Sallis, Total Quality Management, 73.

18

M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu; Total Quality Management (Jakarta: Gha lia Indonesia, 2004), 17.

19


(24)

9

Pemimpin lembaga pendidikan harus mempunyai kebijakan yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan pendidikan pada umumnya direalisasikan.

Adapun beberapa kriteria pemimpin yang kharismatik sebagai berikut: 1. Perilakunya dirancang untuk menciptakan kesan meningkatkan kesediaan

para pengikutnya;

2. Menekankan tujuan ideologis yang mampu membawa nilai- nilai dan cita-cita serta aspirasi-aspirasi yang berakar dan mendalam yang dirasakan pengikutnya;

3. Memberikan suatu contoh perilaku kepada pengikutnya, agar perannya mampu memberikan motivasi yang memuaskan terhadap bawahannya; 4. Mengkomunikasikan harapan- harapan yang tinggi tentang kinerjanya dan

membangun kepercayaan terhadap pengikutnya; 5. Memberikan motivasi yang relevan.20

Keberhasilan manajemen mutu terpadu di pesantren diukur dari tingkat kepuasan pelanggan baik internal maupun eksternal. Pendidikan dikatakan berhasil jika mampu memberikan layanan sesuai harapan pelanggan. Dengan kata lain, keberhasilan pendidikan dikemukakan dalam pa nduan manajemen sebagai berikut; 1) Peserta didik puas dengan layanan pendidikan, 2) Orang tua puas dengan layanan terhadap anaknya, 3) Pihak pemakai atau

20


(25)

10

penerima lulusan puas karena menerima lulusan dengan kua litas tinggi dan sesuai harapan, 4) Guru dan karyawan puas dengan layanan pendidikan.21

Selain itu, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan hal- hal sebagai berikut; 1) Menyamakan komitmen mutu pendidikan, 2) Mengusahakan adanya program peningkatan mutu pendidikan, 3) Meningkatkan pelayanan administrasi, 4) Kepemimipinan pendidikan yang efektif, 5) Ada standar mutu lulusan, 6) Jaringan kerja sama yang baik dan luas, 7) Penataan organisasi yang baik, 8) Menciptakan iklim dan budaya yang kondusif.22

Dari latar belakang diatas, terkait dengan adanya peningkatan mutu pendidikan pesantren, maka diperlukan manajemen untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren. Karena dengan melihat fenomena yang ada di Kota Kediri telah banyak berbagai lembaga pendidikan pesantren dengan menyelenggarakan pendidikan formal maupun non- formal. Kalau dilandasi dengan PMA Nomor 13 Tahun 2014 ternyata pesantren juga diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan umum.

Pondok pesantren adalah sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menyelenggarakan satuan pendidikan pesantren dan/atau secara terpadu.23 Dan hasil pendidikan pesantren sebagai satuan pendidikan dapat dihargai sederajat dengan pendidikan formal setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan

21

Syafaruddin, Manaje men Lembaga Pendidik an Islam (Ja karta: Ciputat Press, 2005), 288.

22

Ibid, 290.

23


(26)

11

pendidikan yang terakreditasi.24 Dengan demikian, pesantren harus mampu meningkatkan mutu pendidikan ditengah-tengah adanya pendidikan formal. Sehingga disinilah merujuk dengan diperbolehkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.25 Lembaga pendidikan pesantren mampu membuat suatu perubahan/manajemen dalam rangka untuk mengembangkan pesantren, walaupun banyak pesantren yang mempunyai karakter/khas yang berbeda. Selanjutnya peneliti setelah mengetahui tentang adanya adanya PMA yang sudah diberlakukan, maka akan lebih baik peneliti mengangkat tiga pesantren yang ada di Kota Kediri sebagai obyek dalam penelitian ini. Dari tiga pesantren yang berbeda mempunyai cara peningkatan mutu dan penempatan stakeholder dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan pesantren tidak sama, sehingga akan membuat peneliti lebih tertarik dalam mengadakan penelitian tiga pesantren tersebut. Artinya, peneliti akan menjelaskan secara mendetail temuan-temuan penelitian yang ada di lapangan, yang mana penelitiannya itu nanti akan memberikan penjelasan-penjelasan secara deskriptif.

Dengan beberapa alasan yang berbeda dari tiga pesantren yang ada di Kota Kediri, yaitu :

1. Pondok Pesantren Salafi>y> Terpadu Ar-Risalah Lirboyo Kota Kediri, pesantren ini mengedapankan pendidikan pesantren (salaf) dalam arti dengan menggunakan kurikulum pesantren, walaupun juga ada pendidikan umum (khalaf) dengan tujuan bahwa kurikulum yang dipergunakan dengan

24

Ibid, 6.

25


(27)

12

berlandaskan Sisdiknas, sehingga pesantren ini membuka pendidikan umumnya SD s/d SMA. Oleh karena itu, pesantren ini juga mempunyai prinsip-prinsip yang berbeda dengan pesantren lainnya, yaitu berakhlak mulia dan membentuk pribadi luhur yang beraqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama‟ah (Aswaja). Dan telah diterima di perguruan tinggi negeri baik dalam maupun luar negeri, serta dapat menjuarai lomba- lomba baik daerah Tk.II maupun Tk. I bahkan nasional dan juga dunia (menggunakan bahasa mandarin);

2. Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor Mojoroto Kediri, alasannya adalah mempunyai keinginan pendidikan yang komprehenship. Pesantren ini mengedepankan pendidikan ma‟rifat billah atau lebih dikenal dengan mujahadah. Harapannya adalah menjadikan pesantren tasawuf sesuai dengan visi dan misinya mencetak wali yang intelek atau ulama wali. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan umat dan pengembangan agama Islam. Oleh karenanya, santri pondok pesantren Kedunglo diharapkan dapat dan mampu : a) Memiliki wawasan keagamaan yang luas serta pandangan yang kritis terhadap jalannya pembangunan baik mental maupun spiritual; b) Mampu mengkontekstualisasikan ajaran Islam kepada umat masyarakat; c) Menciptakaan struktur kemasyarakatan yang lebih profesional dan madani melalui ajaran Islam. Dan mampu mengembangkan keilmuannya di daerah-daerah baik di dalam kota maupun luar kota;


(28)

13

3. Pondok Pesantren Wali Barokah Burengan Kota Kediri, yang lebih menonjolkan pondok tradisional plus dengan alasannya bahwa semua santri disamping dibekali ilmu- ilmu agama, mereka juga diberi bekal keterampilan sesuai dengan bakatnya seperti kerampilan menjahit/bordir, pertukangan batu/kayu, elektronik, perbengkelan, pertanian, dan sebagainya. Dengan demikian diharapkan setelah mereka lulus dari pondok tidak akan menggantungkan diri kepada keluarga dan orang tua, tetapi dapat hidup mandiri. Artinya, pesantren memfokuskan tentang pendidikan pesantrennya karena rata-rata yang masuk sudah lulus pendidikan formalnya. Sehingga dengan demikian, bisa tercipta sumber daya manusia yang terampil dan mandiri yang dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan.

Setelah melihat dari tiga pesantren tersebut yang mempunyai orientasi serupa melalui pengembangan pendidikan formal namun mempunyai alasan-alasan masing- masing di atas, maka peneliti akan mengkaji lebih mendalam melalui tiga pesantren diatas untuk menjadi obyek penelitian.

Berdasarkan problematika yang berbeda dari ketiga pesantren tersebut atas, maka peneliti akan menggunakan studi multi kasus karena dari tiga pesantren mempunyai kasus, karakter dan ciri khas yang berbeda. Peneliti perlu mendeskripsikan upaya ketiga pesantren tersebut dalam meningkatkan mutu pendidikan pesantren. Untuk lebih mendalam pembahasannya, peneliti akan mengangkat sebuah judul “Peningkatan Mutu Pendidikan Pesantren“ (Studi Multi Kasus Pesantren Ar- Risalah Lirboyo, Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Wali Barokah Burengan di Kota Kediri).


(29)

14

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti tentang peningkatan mutu pendidikan pesantren yang mana nantinya akan memfokuskan di Pondok Pesantren Ar-Risalah Lirboyo, Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor dan Wali Barokah Burengan di Kota Kediri. Peran pondok pesantren sangat diperlukan tentang pengelolaan manajemen yang kuat, artinya pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan

Dari kebutuhan masyarakat semacam itu, maka ada beberapa hal yang terkait mutu pendidikan Islam dengan berbijak kepada Standar Nasional Pendidikan, yaitu; 1. Standar isi, 2. Standar proses, 3. Standar kompetensi lulusan, 4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan, 5. Standar sarana dan prasarana, 6. Standar pengelolaan, 7. Standar pembiayaan, 8. Standar penilaian pendidikan.26

Namun demikian, karena pesantren tidak dikelola dengan berbijak kepada badan standar nasional pendidikan (BSNP) yang ada, maka salah satu yang harus dilakukan pesantren adalah dalam meningkatkan mutu pendidikan dapat berbijak dalam Penyelenggaraan Pendidikan di Pesantren pada PMA Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.27 Paragraf 1 tentang Pesantren sebagai penyelenggara pendidikan.28 Dalam penyelenggaraan pendidikan, pesantren dapat berbentuk sebagai satuan

26

Badan Standar Nasional Pendidik an (BSNP), (Ja karta : Asa Mandiri, 2006), 5.

27

Ibid, 7.

28

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia, No mor : 15 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Isla m, 6.


(30)

15

pendidikan dan/atau sebagai penyelenggara pendidikan.29 Maka peneliti akan melakukan identifikasi bahwa masalah-masalah yang ada dalam latar belakang diatas, dan akan muncul dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan pesantren, antara lain sebagai berikut:

1. Mutu pendidikan pesantren;

2. Peningkatan mutu pendidikan pesantren; 3. Pengembangan mutu pendidikan pesantren; 4. Sistem/model mutu pendidikan pesantren; 5. Penerapan mutu pendidikan pesantren;

6. Tantangan dan peluang mutu pendidikan pesantren; 7. Perbaikan dan perubahan mutu pendidikan pesantren; 8. Kebijakan pemerintah tentang mutu pendidikan pesantren;

9. Penempatan Stakehoder dalam upaya peningkatan mutu pendidikan pesantren;

10. Evaluasi mutu pendidikan pesantren.

Dengan demikian, setelah peneliti melihat identifikasi masalah-masalah diatas, maka peneliti perlu mencari batasan masalah supaya lebih jelas dalam penelitian ini, diantaranya yaitu Pertama, upaya peningkatan mutu pendidikan, dengan alasan bahwa pesantren saat sekarang ini harus mampu memberikan keunggulan atau prestasi yang menarik pada masyarakat luas, karena salah satu keunggulan atau prestasi itu merupakan upaya peningkatakan mutu pendidikan pesantren. Kedua, penempatan stakeholder dalam upaya peningka tan mutu

29


(31)

16

pendidikan pesantren. Alasanya adalah merupakan bukti konkrit yang telah dihasilkan pesantren, karena pesantren mempunyai figur/kiai yang banyak membawa perubahan dan perkembangan di era globaliasai. Dengan demikian, akan lebih jelas dan mendetail secara mendalam penelitian ini peneliti akan mengadakan penelitian di tiga pondok pesantren, yaitu Pondok Pesantren Salafiy> Terpadu (PPST) Ar-Risalah Lirboyo, Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Pondok Pesantren Wali Barokah Burengan di Kota Kediri.

C.Rumusan Masalah

Identifikasi masalah diatas, yang dilandasi BNSP30 dan PMA Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.31 Maka untuk itu, dengan permasalahan dalam penelitian ini adalah Peningkatan Mutu Pendidikan Pondok Pesantren Salafiy> Terpadu (PPST) Ar-Risalah Lirboyo, Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Pondok Pesantren Wali Barokah Burengan di Kota Kediri. Supaya lebih jelas dan mudah dipahami, peneliti perlu menekankan rumusan masalah antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya peningkatan mutu pendidikan Pondok Pesantren Salafiy> Terpadu (PPST) Ar-Risalah Lirboyo, Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Pondok Pesantren Wali Barokah Burengan di Kota Kediri ?

30

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Ja karta: Asa Mandiri, 2006), 5.

31

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia, No mor : 15 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Isla m, 5-7.


(32)

17

2. Bagaimana Pondok Pesantren Salafiy> Terpadu (PPST) Ar-Risalah Lirboyo, Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Pondok Pesantren Wali Barokah Burengan di Kota Kediri menempatkan stakeholder dalam upaya peningkatan mutu pendidikan ?

D.Tujuan Penelitian

Lembaga pendidikan pesantren yang bermutu adalah lembaga pendidikan yang mampu mengedepankan mutu dan akan menghasilkan lulusan yang bermutu pula. Maka lembaga tersebut harus membangun manajemen pendidikan yang profesional dan mampu menjadi lembaganya berdaya saing.

Maka tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan manajemen pesantren dalam meningkatkan mutu pendidikan Islam di Pondok Pesantren Salafiy> Terpadu (PPST) Ar-Risalah Lirboyo, Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Pondok Pesantren Wali Barokah Burengan di Kota Kediri. Mengacu pada rumusan masalah penelitian ini, maka secara rinci penelitian ini bertujuan, antara lain sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan upaya peningkatan mutu pendidikan Pondok Pesantren Salafiy> Terpadu (PPST) Ar-Risalah Lirboyo, Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Pondok Pesantren Wali Barokah Burengan di Kota Kediri.

2. Mendeskripsikan Pondok Pesantren Salafiy> Terpadu (PPST) Ar-Risalah Lirboyo, Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Pondok Pesantren Wali Barokah Burengan di Kota Kediri menempatkankan


(33)

18

E. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik dari segi teoritis maupun praktis. Adapun manfaat dari segi teoritis adalah:

1. Penelitian ini, sebagai pengembangan lembaga pendidikan yang berorientasi

life skill dan entrepreneurship dan sekaligus sebagai perbaikan model dan sistem manajemen pesantren;

2. Memberikan alternatif pengembangan ilmu manajemen pesantren dalam meningkatkan pendidikan formal maupun non- formal;

Sedangkan manfaat dari segi praktis adalah:

1. Sebagai pola dan model pengembangan pendidikan dan manajemen pesantren dalam mengadakan suatu perubahan, sedangkan pesantren yang sudah maju, akan menjadi pembanding dalam mengembangkan lembaga pendidikan;

2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan pola dan model pengembangan manajemen pesantren yang berorientasi pada life skill baik tingkat sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi.

F. Penelitian Terdahulu

Perlu diketahui bahwa ketika penulis akan mengadakan peneletian ini belum menemukan judul yang sama terkait dengan penelitian tenta ng Peningkatan Mutu Pendidikan Pesantren Ar-Risalah Lirboyo, Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor, dan Wali Barokah Burengan di Kota Kediri. Namun demikian, setelah membaca beberapa hasil penelitian terdahulu bahwa betapa pentingnya sekarang ini pesantren mempunyai gaya/leader yang tidak sama,


(34)

19

dalam arti pesantren mempunyai ciri khas yang berbeda dalam meningkatkan pendidikan pesantren. Oleh karenanya, penelitian Kareel A. Steebrink, bahwa pesantren, madrasah dan sekolah merupakan lembaga pendidikan yang bisa membawa perubahan tentang adanya mutu pendidikan. Maka penelitian Kareel sangat berdekatan dengan adanya peningkatan mutu pendidikan pesantren. Sehingga beberapa penelitian itu nantinya dapat sebagai bahan rujukan atau pertimbangan penulis barangkali ada persamaan dan perbedaannya.Adapun penelitian terdahulu diantaranya sebagai berikut:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Zamakhsyari Dhofier, yang berjudul Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, bahwa dalam peneletiannya telah ditemukan; Tradisi pesantren sebagai fondasi dan tiang penyangga paling penting bangunan Peradaban Indonesia sejak tahun 1200, mulai tahun 1999 meningkatkan perannya dalam pembangunan Peradaban Indonesia memasuki millennium ketiga. Sejak tahun 1999 itu para kiai meningkatkan aktivitasnya agar lebih mampu mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia ke masa depan.32

Pertikaian antar-pemimpin elite sebagaimana dimuat surat-kabar dan televisi tanggal 17 dan 18 Juni 2011 menggambarkan bahwa bangsa Indonesia saat ini sedang dilanda oleh berbagai perselisihan. Tradisi Pesantren, sesuai dengan azas Ahlussunnah wal-Jama‟ah yang dianutnya mengingatkan kembali ajakan agar masyarakat dan bangsa Indonesia tidak hanya pandai bertikai tetapi bersikap arif dan mampu mendahulukan kebersamaan, kesatuan, dan

32

Za makhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jaka rta: LP3ES, 2011), viii.


(35)

20

pemerataan keadilan bagi masyarakat luas dalam hal keagamaan, kebudayaan, ekonomi, sosial dan politik.

Perkembangan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan bangsa Indonesia selama 30 tahun terakhir sangat besar terutama dalam bidang ekonomi. Namun, para kiai menilai upaya peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat luas, terutama bagi masyarakat pedesaan diabaikan. Tradisi Pesantren memperkuat dan meningkatkan kualitas perannya agar umat Islam Indonesia tidak terpecah menjadi kelompok elit kota dan penduduk desa yang miskin seperti Thailand.

Para kiai menginginkan pemerintah Indonesia yang demokratis agar terselenggaranya kualitas yang baik dengan pemerataan keadilan ekonomi dan pendidikan. Pesantren memacu tuntutan kehidupan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan bangsa Indonesia.33

Masa depan peradaban Indonesia modern haruslah bertumpu pada peradaban yang berbudi luhur, yang tingka t keunggulannya diharapkan mampu bersaing dengan peradaban-peradaban dunia lainnya. Lembaga pesantren dengan visinya yang selalu berkembang menyesuaikan zamannya, dewasa ini mengalami berbagai perubahan fundamental yang sesungguhnya turut memainkan peranan penting dalam proses transformasi peradaban Indonesia modern itu.

Dalam konteks tersebut, kiai dan pesantren adalah dua varaibel yang tak dapat dipisahkan. Benar, bahwa lembaga pesantren terikat dengan formulasi

33


(36)

21

ekplisit Islam tradisional, tapi kyai yang menjadi penghubung antara Islam tradisional dan dunia nyata ini juga merupakan bagian kehid upan nyata bangsa ini. Posisi kiai seperti ini tergolong unik, dan menjadi inti dari kualitasnya yang dominan. Walau posisi itu seringkali menjadi persoalan dan menyulitkannya, namun justru di sinilah letak keagungan kyai. Kyai adalah pemimpin kreatif yang selalu berupaya mengembangkan pesantren dalam dimensi-dimensi baru, dan panorama berwajah plural kehidupan pesantren dewasa ini, merupakan indikasi adanya kreasi jenius kiai.

Kedua, Imron Arifin, penelitiannya yang berjudul Kepemimpinan Kyai, Kasus Pesantren Tebuireng Jombang, telah ditemukan bahwa dunia pesantren yang dianggap oleh banyak orang sebagai dimensi yang tidak berubah selama beberapa dasawarsa, simbol kejumudan (kebekuan) dan kemandekan (stagnation), pada kenyataannya memiliki dinamika perkembangan. Hal itu hanya dapat dipahami dengan menyelam di dalamnya.34

Di Pesantren Tebuireng Jombang telah terjadi kemerosotan kapasitas dalam penguasaan kitab kuning yang diakibatkan oleh perubahan gaya kepemimpinan kiai dari individual ke kolektif dan dari pola kharismatik ke tradisional dan kharismatik ke rasional. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik yang sepanjang sejarahnya menjadi bagian paling prestisius di pesantre n, ketika penelitian ini dilakukan justru mengalami kemunduran baik dari sisi pengajarnya maupun lulusan yang dihasilkan.35

34

Imron Arifin, Kepemimpinan Kyai; Kasus Pondok Pesantren Tebuireng (Malang: Kalimasahada Press, 1993), 153.

35


(37)

22

Ketiga, Penelitian yang dilakukan Kareel A. Steebrink, meneliti tentang

Pesantren, Madrasah dan Sekolah, bahwa dalam peneletiannya telah ditemukan perubahan bentuk dan isi pendidikan Islam di Indonesia tidak terlepas dari tuntutan perkembangan zaman yang dihadapinya. Namun proses perubahan itu bukan peristiwa yang lancar dan mulus tanpa perselisihan pendapat di antara mereka yang terlibat di dalamnya. Pertama, karena kehidupan di pesantren, jika diperhatikan dan dialami untuk waktu lebih lama, memberikan sebuah pengalaman yang sangat menarik mengenahi kehidupan dalam lingkungan khas Islam. Kedua, aspek kehidupan itu belum digambarkan dalam studi moderen mengenai Islam di Indonesia.36

Keempat, Menurut M. Ridlwan Nasir, penelitiannya yang berjudul

Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pesantren di Tengah Arus Perubahan, bahwa dalam peneletiannya telah ditemukan adanya pola kepemimpinan kiai yang ada di pondok pesantren Kabupaten Jombang adalah sangat bervariasi dan terjadi berbagai pergeseran-pergeseran, serta perubahan-perubahan bahkan menunjukkan keunikannya, karena bukan hanya menunjukkan fase pergeseran dari pola kepemimpinan karisma tik ke arah tradisional dan ke rasional, melainkan kepemimpinan kiai dapat merupakan pola-pola yang mengandung dua unsur dominan karismatik-tradisional atau tradisional-rasional.37 Kualitas dari sistem pendidikan pesantren sangat tergantung pada kualitas pengasuhnya (kiai) sebagai sosial aktor, mediator,

36

Kare l A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah dan Sekolah; Pendidik an Islam dalam Kurun Moderen (Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 1994), x.

37

M. Rid lwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal (Yogyakarta: Pustaka Pela jar, 2005), 327.


(38)

23

dinamisator, katalisator, motivator, maupun sebagai power dengan kedalaman ilmu kiai dan wawasan barunya.38

Bentuk pondok pesantren yang ideal adalah ; pondok pesantren yang di dalamnya terdapat berbagai macam lembaga pendidikan dengan memperhatikan kualitasnya dan tidak menggeser ciri khusus kepesantrenannya yang masih relevan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman.39

Kelima, Menurut Abd. A‟la, penelitiannya yang berjudul Pembaruan Pesantren, telah ditemukan bahwa pesantren bukanlah museum purba, tempat benda-benda unik dan kuno disimpan dan dilestarikan. Ia juga bukan penjara, di mana setiap tindakan dan pikiran dikontrol serta dikendalikan habis- habisan. Pesantren adalah sebentuk ruang “laboratorium“, di mana setiap pemikiran dikaji dan diuji ulang.40

Sudah puluhan tahun insan- insan pesantren berdiam tenang di ruangan itu. Seolah ia “candu“ yang membuat batin dan pikiran bisa tenang dan nyaman. Bukan ! Pesantren bukanlah candu ! Pesantren adalah laboratorium yang menggelisahkan. Siapapun yang masuk ke dalamnya seyogianya mengajukan sedikitnya satu tanya: Bisakah tradisi lama berdialog sehat dengan kekinian kita.41

Keenam, Penelitian yang dilakukan Mastuhu, yang berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, bahwa dalam peneletiannya telah ditemukan adanya ada enam (6) pondok pesantren sabagai ob jek, antara lain sabagai

38

Ibid, 329.

39

Ibid, 340.

40

Abd. A‟la, Pe mbaruan Pesantren (Yogyakarta : LkiS Pelangi Aksara, 2006), ix.

41


(39)

24

berikut ; 1). Pondok Pesantren An-Nuqayah Guluk- guluk Sumenep, 2). Pondok Pesantren Salafiyah Ibrahimiyah Sukorejo Asembagus, 3). Pondok Pesantren Blog Agung Banyuwangi, 4). Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, 5). Pondok Pesantren Karangasem Paciran Lamongan, 6). Pondok Pesantren Modern Gontor. Dengan adanya penelitian 6 Pondok Pesantren tersebut, bahwa salah satu upaya yang dilakukan adalah mendiskripsikan dunia Pondok Pesantren sebagai salah satu kekayaan budaya bangsa dalam bidang pendidikan, akhirnya pesantren diminati oleh anak-anak, orang tua dan seluruh masyarakat.42

Ketujuh, Mujamil Qomar, penelitiannya yang berjudul Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi, bahwa sistem pendidikan pesantren, pada mulanya tidak perlu mengikuti standarisasi kurikulum yang ketat. Tetapi dewasa ini karena tuntutan dan tantangan zaman, keterbukaan dan globalisasi, dan pesantren berusaha agar tetap survive, maka pesantren pun akhirnya mengadopsi sistem pendidikan modern. Demikian juga banyak pendidikan modern yang mengadopsi sistem pendidikan pesantren sekalipun dibungkus dengan nama lain seperti boarding school.

Hal ini, adanya timbal balik antara sistem pendidikan Nasional dan sistem pendidikan pesantren. Lalu pesantren mengadakan pembaharuan dengan mendirikan madrasah. Pendidikan madrasah ini merupakan pengaruh kolonial Belanda dan pembaharuan di Indonesia. Dan langkah berikutnya adalah

42

Mastuhu, Dinamik a Sistem Pesantren; Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta : INIS,1994), 4-5.


(40)

25

sebagai pemantapan pembaharuan yang dilakukan oleh pesantren adalah mendirikan sekolah-sekolah umum seperti SD, SMP, dan SMA.43

Dan menurut Mujamil Qomar ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu pertama karena dampak global dan pembangunan nasional serta kemajuan ilmu dan teknologi, kedua kepentingan menyelamatkan pesantren dari kematian.

Kedelapan, Penelitian yang dilakukan Endang Turmudzi yang berjudul

Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaan, ada dua lembaga formal yang dijadikan tempat oleh para kiai dalam membangun hubungan masyarakat. Dua lembaga ini secara simultan telah menciptakan pola hubungan yang berbeda, dan keduanya juga merupakan pilar penting yang menopang kek iaian di Jawa. Dua lembaga tersebut adalah pesantren dan tarekat. Namun, meskipun kedua lembaga ini sama-sama terkait dengan kekyaian, masing- masing merupakan karakter sendiri-sendiri. Selain itu, ada keberagaman dan nuansa yang membedakan pesantren atau tarekat dengan yang lain.44

Sebagai pemegang otoritas keagamaan, K iai ditempatkan pada posisi yang sangat terhormat. Sehingga ia mampu mempengaruhi dan menggerakkan aksi sosial para pengikutnya. Namun demikian, pengaruh k iai terkadang menjadi tidak bermakna ketika otoritasnya dianggap telah menyimpang dari apa yang seharusnya.

Kesembilan, Penelitian yang dilakukan Hanun Asrohah, tentang

Pelembagaan Pesantren; Asal-usul dan Perkembangan Pesantren di Jawa, bahwa sistem pendidikan pesantren merupakan perpaduan antara

43

Muja mil Qo mar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demok rasi Institusi (Yogyakarta: 2009), 7.

44


(41)

26

elemen dari tradisi pendidikan Islam di Timur Tengah dan Hindu Budha di Jawa. Sistem pendidikan Islam pesantren di samping menyerap elemen-elemen dari sistem pendidikan Islam Timur Tengah, juga menyerap elemen-elemen dari sistem pendidikan Hindu Budha.45

Sistem pendidikan pesantren di samping memiliki persamaan dengan sistem pendidikan madrasah dan zawiyah di Timur Tengah, juga memiliki persamaan dengan sistem pendidikan Hindu Budha. Pesantren memiliki tradisi-tradisi yang sama dengan madrasah dan zawiyah, seperti model asrama, pengajaran kitab-kitab, rihlah ilmiyah, hubungan guru dan murid, dan metode belajar mengajar.

Dengan demikian, bahwa lembaga pendidikan pesantren baru muncul di Jawa pada abad ke-18 M. Dari pesantren-pesantren kuno yang terlacak yaitu pesantren Tegalsari Panaraga yang didirikan pada tahun 1742, adalah pesantren yang paling tua. Pada akhir abad ke-18 M, lembaga pesantren di Jawa semakin bertambah dan mengalami perkembangan yang pesat pada abad ke-19 M. Dengan kesimpulannya, bahwa lembaga pesantren pertama muncul pada abad ke-18 M, dan melembaga pada abad ke-19 M.46

Kesepuluh,Penelitian yang dilakukan Ali Anwar, tentang Pembaharuan Pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo Mojoroto Kota Kediri, telah mengambil kesimpulan bahwa bertahannya lembaga pendidikan tradisional di Pesantren Lirboyo, yaitu Madrasah Diniyah Hidayatul Mubtadi‟in ketika

45

Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren ; Asal-usul dan Perk embangan Pesantren di Jawa, (Jaka rta: Bagian Proyek Peningkatan Informasi Penelitian dan Diklat Keagamaan Departe men Agama RI, 2004), 227.

46


(42)

27

dihadapkan dengan lembaga yang modern, yaitu; MTs dan MA. HM. Tribakti dan SMP dan SMA Ar-Risalah dikarenakan tiga hal, yaitu: 1) Lembaga pendidikan tradisional ini masih sesuai dengan kecenderungan sosial kultural, komunitas lingkungannya; masyarakat menganggap berfaham Ahl al-sunnah wa al-jama‟ah, 2) Lembaga tradisional tersebut telah berhasil mengantarkan santrinya untuk menguasai kitab kuning yang dianggap ilmunya ulama salaf yang dipercayai kebenarannya, 3) Karena tradisi dan norma yang dikembangkan lembaga tradisional memungkinkan lestarinya kharisma kiai, maka lembaga pendidikan tersebut dipertahankan.47

Oleh karenanya, melihat dari hasil beberapa penelitian terdahulu belum ada yang menjelaskan dan menggambarkan apa yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan pesantren, maka secara mendetail nantinya peneliti akan mendeskripsikan data-data atau temuan yang ada di lapangan. G. Sistematika Pe mbahasan

Dalam pembahasan disertasi ini, nantinya peneliti akan memberikan penjelasan satu persatu tentang pembahasan dengan melalui tiap bab dan sub. bab antara lain sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang meliputi; Latar Belakang Masalah, Identifikasi dan Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penelitian Terdahulu dan Sistematika Pembahasan.

47

Ali Anwar, Pe mbaruan Pendidikan Pesantren Lirboyo Kediri (Yogyakarta: Pustaka Pela jar, 2011), 165.


(43)

28

BAB II : Kajian Teori yang meliputi;

Peningkatan Mutu Pendidikan, yaitu; Pengertian Mutu Pendidikan, Filosofi Mutu Pendidikan (Derajat Nilai, Mutu Sebagai Konsep Yang Absolut, Kepuasan Pelanggan, Layanan Mutu dan Standarisasi Mutu), Pentingnya Mutu Pendidikan dalam Menghadapi Persaingan Global, dan Budaya Mutu Pendidika n. Pondok Pesantren, yaitu; Pengertian Pesantren, Tipologi Pesantren, Fungsi Pondok Pesantren, Prinsip-prinsip Pendidikan Pondok Pesantren, Strategi Pendid ikan Pesantren dalam Era Global, Peningkatan Mutu Pendidikan Pesantren, yaitu; Konsep Dasar Pendidikan Islam, Mutu Pendidikan Islam, Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan dan Manajemen Mutu Pondok Pesantren

BAB III : Metode Penelitian yang meliputi; Pendekatan dan Jenis Penelitian, Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, Metode Analisa Data dan Metode Keabsahan/Pengecakan Data

BAB IV : Obyek Penelitian yang meliputi; Pondok Pesantren Ar-Risalah Lirboyo Kota Kediri, Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor Kota Kediri dan Pondok Pesantren Wali Barokah Kota Kediri.

BAB V : Analisis yang meliputi; A. Ikhtiar Peningkatan Mutu Pendidikan Pesantren: 1. Pondok Pesantren Salafiy Terpadu Ar-Risalah Lirboyo Kediri, yaitu; a. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan


(44)

29

Pesantren dapat dilakukan melalui tiga aspek, yaitu; 1). Visi dan Misi, 2). Sistem Pendidikan, dan 3). Sarana dan Prasarana. Sedangkan Penempatan stakeholder dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan bisa dilihat dari empat unsur, yaitu; 1) Pengasuh, 2) Ustadh, 3) Santri dan 4) Wali Santri. 2. Pondok Pesantren Wahidiyah Kedunglo Bandar Lor Kota Kediri, yaitu; a. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Pesantren dapat dilakukan melalui tiga aspek, yaitu; 1). Visi dan Misi, 2). Sistem Pendidikan, dan 3). Sarana dan Prasarana. Sedangkan Penempatan stakeholder dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan bisa dilihat dari empat unsur, yaitu; 1) Pengasuh, 2) Ustadh, 3) Santri dan 4) Wali Santri. 3.Pondok Pesantren Wali Barokah Kota Kediri, yaitu; a. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Pesantren dapat dilakukan melalui tiga aspek, yaitu; 1). Visi dan Misi, 2). Sistem Pendidikan, dan 3). Sarana dan Prasarana. Sedangkan Penempatan stakeholder dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan bisa dilihat dari empat unsur, yaitu; 1) Pengasuh, 2) Ustadh, 3) Santri dan 4) Wali Santri. B. Analisis Komparatif Peningkatan Mutu Tiga Pesantren.

BAB VI : Penutup yang meliputi ; Kesimpulan, Implikasi dan Tindak Lanjut Penelitian serta Saran-saran dan Rekomendasi.


(45)

(46)

31


(47)

30

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Peningkatan Mutu Pendidikan

1. Pengertian Mutu Pendidikan

Mutu (quality) dewasa ini merupakan isu yang sangat penting dan hampir dibicarakan dalam setiap sektor kehidupan, di kalangan bisnis, pemerintahan, sistem pendidikan, dan sektor-sektor lainya. Oleh karena itu, mutu juga pendidikan mengandung arti yang tidak sama, namun perlu ada pengertian secara operasional sebagai suatu pedoman dalam pengelolaan pendidikan. Mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda, keadaan, taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dan sebagainya).1

Mutu adalah sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri.2 Bagi setiap lembaga pendidikan, mutu merupakan agenda yang paling penting dan utama untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kalau diartikan bahwa mutu adalah kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan dalam bidang pendidikan dimaksudkan adalah kepuasan yang didapat dari peserta didik dan orang tua sebagai masyarakat yang mampu memilih sebuah lembaga pendidikan. Memang mutu terkadang dalam pandangan seseorang tidak sama alias bertentangan dengan pandangan orang lain, artinya bahwa manusia pasti mempunyai pendapat yang tidak sama (pepetah jawa mengatakan seje silit seje anggit lain pantat lain pendapat). Ada

1

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Bala i Pustaka, 1990), 783. 2

Edwa rd Sa llis, Total Quality Management in Education ; Manajemen Mutu Pendidikan (Jogjaka rta: IRCiSod, 2008), 29.


(48)

31

beberapa pakar bahwa mengartikan mutu adalah sebuah cara tentang mencari kepuasan pelanggan dengan berbagai kesimpulan tidak sama, akan tetapi bagaimana cara menciptakan institusi/lembaga pendidikan yang baik dan bermutu.

Pemindahan beberapa konsep, misalnya kulutur dan kharisma (dan kita bisa menambahkan mutu), dari sudut praktis menuju penelitian akademik, adalah proses yang betul-betul aneh. Pada akhirya, saat konsep-konsep ini memasuki dunia akademik, mereka menjadi subyek yang dipaksa untu menjadi ilmiah dan jarang digunakan secara praktis. Dalam proses tersebut, konsep-konsep ini justru kehilangan gema emosionalnya, sehingga dapat diakatakan bhawa konsep-konsep tersebut gagal dalam mengekspresikan realitas yang semula diinginkan oleh para praktisi.3

Mutu juga sulit diartikan, karena hal ini disebabkan beragamnya standar mutu. Secara sederhana Ishikawa mengartikan mutu sebagai kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan di bidang pendidikan yang di maksud adalah kepuasan dari pelajar dan orang tua sebagai yang mengonsumsi jasa. Edward Sallis mengemukakan bahwa mutu adalah konsep yang absolut dan relatif.4 Mutu yang absolut adalah mutu yang mempunyai idealisme tinggi dan berstandar tinggi. Dikarenakan mutu akan menjadikan simbol yang kuat bagi pelanggan internal maupun pelanggan eksternal, sehingga stakeholder akan merasa bangga dan merasa puas, khususnya adalah orang tua dan peserta didik. Mutu sebagai konsep relatif sangat mengikuti keinginan pelanggan. Mutu juga akan ditentukan oleh spesifikasi standart yang telah ditetapkan oleh kebutuhan pelanggan. Mutu relatif adalah sebuah alat yang sudah ditetapkan oleh standar yang telah

3

Sallis, Total Quality, 51. 4


(49)

32

dibuat. Oleh karenanya, konsep mutu yang absolut dan relatif harus dibuat dengan sifat baik, cantik, dan benar agar nantinya semua pelanggan puas dengan produk yang telah diberikan.

Dengan demikian, bahwa mutu pendidikan kalau dilihat dari Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau Sisdiknas, pasal 1 ( ayat 1 dan 4), bahwa “ pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, pengendalian diri, kecerdasan, keperibadian, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara ”.5 Sehingga bangsa kita ini memerlukan pendidikan yang komprehensif, karena sekarang ini diperlukan kebijakan pendidikan untuk membenahi dan meningkatkan sistem pendidikan nasional.6

Dari pendapat diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa bicara mutu pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan yang dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan selalu berubah-ubah seiring dengan perberubah-ubahan zaman. Oleh karena itu pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntunan kehidupan masyarakat. Selain itu, bahwa kemampuan lembaga pendidikan perlu mengha silkan

5

Undang-undang RI No mor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendid ikan Nasional, pasal 1 ( ayat 1 dan 4), 2.

6

Riza A li Faizin, “Imp le mentasi Manaje men Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah”, dala m Antologi Kajian Islam, Seri 23 (Surabya: Pascasarjana IAIN Sunan A mpel Surabaya, 2012), 85.


(50)

33

lulusan- lulusan yang terbaik sebagai bentuk wujud mutu pendidikan dan juga akan memberikan kontribusi kepada masyarakat secara luas.

2. Filosofi Mutu Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, artinya bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang didalamnya. Pendidikan adalah suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi kebutuhan penting bagi setiap orang yang terdidik. Manusia di didik menjadi orang yang berguna baik bagi Negara, Nusa dan Bangsa. Karena pertama kali pendidikan yang kita dapatkan adalah di lingkungan keluarga (Pendidikan Informal), lingkungan sekolah (Pendidikan Formal), dan lingkungan masyarakat (Pendidikan Nonformal).

Pendidikan mempunyai tanggung jawab besar untuk menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Pembangunan selalu berkaitan erat dengan perkembangan jaman serta selalu memunculkan persoa lan baru yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya namun harus tetap disikapi dengan bijaksana. Mutu pendidikan dapat dilihat dua sisi yang sangat penting yaitu proses dan hasil. Maka diperlukan namanya strategi peningkatan mutu yaitu diperlukan namanya sarana prasarana yang profesional untuk mengadaptasi perubahan pendidikan.7 Mutu dalam proses pendidikan melibatkan berbagai input seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi

7

Munirul, “Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan”, dala m Antologi Kajian Islam, Seri 16, (Surabaya: Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010), 96.


(51)

34

(bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana dan prasarana lembaga pendidikan, dukungan administrasi, berbagai sumber daya dan upaya penciptaan suasana yang fair dan nyaman untuk belajar. Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh lembaga pendidikan pada setiap kurun waktu tertentu.

Mutu pendidikan merupakan sebuah filsafat dan budaya organisasi yang menekankan kepada upaya menciptakan mutu yang konstan melalui setiap aspek dalam kegiatan organisasi. Sehingga pendidikan yang bermutu bukan sekedar mempersiapkan peserta didik me njadi manusia yang besar, bermakna, dan bermanfaat dizamanya, tetapi juga dapat membekali peserta didik menghadap kepada Allah SWT, di alam yang teramat baik.8

Dengan adanya filosofi mutu pendidikan, maka perlu ditekankan yang terkait dengan peningkatan mutu pendidikan Islam, antara lain sebagai berikut:

a. Derajat Nilai

Lembaga pendidikan adalah sebuah organisasi yang mempunyai prinsip dan dasar untuk mewujudkan perkembangannya dalam rangka mencapai satu keinginan yang besar. Salah satu diantaranya lembaga pendidikan harus mempunyai visi dan misi yang jelas. Bahwa nilai adalah sebagai ekspresi dalam kepercayaan dan cita-cita institusi/lembaga yang singkat, padat, dan berisi. Pada dasarnya nilai itu harus mudah diingat dan dikomunikasikan oleh institusi pendidikan.

8

Dede Mulyasana, Pendidik an Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: Re maja Rosdakarya, 2012), 3.


(52)

35

Dengan demikian, bahwa nilai- nilai tersebut, harus mampu mewujudkan organisasi dan memberikan arah, serta tujuan yang konsisten. Maka untuk itu, nilai-nilai yang ada dalam sebuah institusi pendidikan harus disesuaikan dengan lingkungan. Lembaga pendidikan yang baik harus mampu beroperasi dan menancapkan hubungan yang kuat, baik pelanggan maupun konsumen. Sebuah lembaga pendidikan harus mampu menentukan nilai- nilai tersendiri, akan tetapi ada beberapa yang mencakup tentang nilai- nilai, antara lain sebagai berikut:

1)Kita mengutamakan para pelajar kita;

2)Kita bekerja dengan standar intregitas profesional tertinggi; 3)Kita bekerja sebagai tim;

4)Kita memiliki komitmen terhadap peningkatan yang kontinyu; 5)Kita memberikan kesempatan yang sama pada semua

6)Kita akan memberikan mutu pelayanan tertinggi.9

Dengan demikian, bahwa kalau diteliti melalui operasional lapangan nilai itu merupakan unsur implementasi dari pelanggan yang membuahkan kepuasan hasil/target yang dicapai. Maka dengan hasil itu, nilai kepuasan masyarakat merasa senang dengan mutu pendidikan yang diterapkan. Maka untuk itu, yang sangat penting sekali adalah menjaga mutu dan derajat nilai sebuah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang baik adalah mampu mengukur dan menilai hasilnya.

Kalau kita melihat adanya standar mutu pendidikan dapat dirujuk dari standar nasional pendidikan yang telah menetapkan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di Indonesia, meliputi:

9


(53)

36

1)Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 2)Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi

yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

3)Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

4)Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah criteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

5)Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

6)Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.

7)Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

8)Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.10

Kalau dilihat standar nilai mutu pendidikan, peneliti mengamati bahwa kemungkinan besar lembaga pendidikan pesantren bisa menerapkannya walaupun tidak semuanya. Dikarenakan pada saat sekarang ini pesantren masih membutuhkan proses yang sangat panjang berbenah diri dalam rangka untuk menata segala kebutuhan yang diperlukannya. Dengan demikian, maka untuk itu pesantren harus

10


(54)

37

mampu memunculkan dan mewujudkan nilai lebih, sehingga pesantren itu nantinya akan menjadikan pilihan utama bagi masyarakat.

b. Mutu Sebagai Konsep yang Absolut

Mutu dalam pendidikan merupakan hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Perkembangan lembaga pendidikan dalam meraih status di tengah-tengah persaingan dalam dunia pendidikan yang semakin kuat. Sekarang ini diperlukan adanya sumber mutu dalam pendidikan, misalnya: sarana gedung yang baik, guru yang profesional sesuai dengan bidangnya, nilai moral yang tinggi, lulusan yang memuaskan, dorongan orang tua, SDM yang mumpuni, kepemimpinan yang baik dan efektif, kurikulum yang memadahi dan sebagainya.

Konsep mutu yang absolut dan relatif perlu diterapkan disebuah institusi yang mampu membawa perkembangan lembaga pendidikan yang bermutu. Mutu sebagai konsep yang absolut dapat dicontohkan dengan restoran yang mahal, mobil mewah. Sedangkan mutu dalam sifat baik cantik, dan benar merupakan suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan.11 Mutu sebagai konsep absolut memungkinkan kepala sekolah untuk merumuskan standar maksimal, yang pada kenyataannya akan sulit untuk direalisasikan. Dalam pemahaman seperti ini, kepala sekolah akan berpikir bahwa sekolah yang dipimpin harus selalu menjadi sekolah unggulan baik bertaraf nasional maupun internasional. Mutu akan menjadi simbol status bagi pelanggan internal maupun pelanggan eksternal, sehingga stakeholder/pemilik akan merasa bangga dan merasa puas, khususnya bagi

11


(1)

320

Bakhtiar, Wardi dkk, “Perkembangan Pesantren di Jawa Barat,”

Bogdan, Robert & Steven J Taylor, Introduction to Qualitative Methods Research, A Phenomenological Approach to Social Sciences, New York : John Willy & Son, 1975.

Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan tarekat: Tradisi-Tradisi Islam diIndonesia, Bandung: Mizan, 1995.

Charles, Hoy,et.al, Improving Quality in Education, London: Longman Publishing Company. 2000.

Departemen Agama, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Dirjen Binbaga, 1986.

Dirjen Pendis, Statistik Pendidikan Agama dan keagamaan Tahun Pelajaran 2006-2007, Jakarta: Dirjen Pendis Depag RI, 2007.

Djajadmingrat, Hoesein, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, Jakarta : Djambatan, 1983.

Dzaujak, Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar, Jakarta : Depdikbud, 1996.

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren ; Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Jakarta : LP3ES, 2011.

E. Badri Yunardi, Mesjid-Mesjid Kuno di Gresik Jawa Timur, dalam Rudy Harisyah Alam (ed), Sejarah Masjid-Masjid Kuno di Indonesia, Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama, 1999. Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : Remaja Rosda

Karya, 1984.

Fakih, Muhammad, Kepemimpinan Islam, Yogyakarta : UII Press, 2001.

Gunawan, Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta : Bumi Aksara, 2013.

Madjid, Nurcholis Bilik-bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997.

Hamalik, Oemar, Evaluasi Kurikulum, Bandung: Remaja Rosda Karya,1990, cet. 1.


(2)

321

Hamid, Abu, Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan, dalam Taufik Abdullah (Ed.), Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta : Rajawali Press, 1983.

HM.Sulton, Moh. Khusnuridlo, Manajamen Pondok Pesantren dalam Perspektif Global, Yogyakarta : LaksBang PRESSindo, 2006.

H.J.de Graaf dan Th.G.Th. Pigeaud, Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dan Majapahit ke Mataram, (Jakarta : Pustaka Utania Grafiti, 1989), Cet. III.

Hoy, Charles, et.al, Improving Quality in Education, London: Longman Publishing Company, 2000.

Mulyasana, Dede, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012.

K. Kenzin, Norman, Yvonna S. Lincoln, Handbook of Qualitative Research, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009.

Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung: Alumni, 1980.

Koenjtaraningrat, Metode-metode penelitian Masyarakat, Jakarta: Bina Aksara, 2002.

Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, Jakarta : Pustaka al-Husna, 1988.

Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka al-Husna, 1992.

Makdisi, George, The Rise of Colleges: Institutions of Learning in Islam and The Westt, Edinburgh : Edinburgh University Press, 1981.

Mulyasa, E, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Mamang Sangaji, Etta, Metodologi Penelitian ; Pendekatan Praktis dalam Penelitian, Yogayakarta : Andi, 2010.

Miles, M. B dan Huberman, A. M. Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber tentang Metode-metode Baru, Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi, Rohidi, Jakarta: UI Press, 1992.


(3)

322

Nasir, M. Ridlwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal : Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan, Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 2005.

Nasution, M. N, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001.

Madjid, Nurcholish, Bilik-bilik Pesantren, Jakarta : Paramadina, 1997.

Mastuhu, Dinamika Sistem Pesantren ; Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS,1994.

Mestoko, Sumarsono dkk, Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman, Jakarta : Balai Pustaka, 1986.

Muhaimin dkk, Manajamen Pendidikan Islam ; Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2010.

Munirul, Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan, dalam Antologi Kajian Islam, Seri 16, Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Press, 2010, 96.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 2007.

Saefullah, U, Manajemen Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2012.

Sagala, Syaeful, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,

Bandung: Alfabeta, 2013.

Sallis, Edward, Total Quality Management in Education, London : Kogan Page, 1993.

Sallis, Edward, Total Quality Management, terj., Ahmad Ali Riyadi, Yogyakarta: Ircisod. 2006.

Salis, Edward, Total Quality Management in Education, Jogjakarta : IRCiSoD, 2008.

Saridjo, Marwan, dkk., Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta : Harma Bhakti, 1980.

Soetari AD, Endang, Sistem Kepemimpinan Pondok Pesantren, Bandung : Balai Penelitian IAIN Bandung, 1987.


(4)

323

Soeprayogo, Imam dan Tabrani, Metode Penelitian Sosial Agama, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2009.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan ; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung : Alfabeta, 2007.

Sulipan, Konsep Dasar Manajemen Terpadu, 2009, diakses pada tanggal, 12 Nopember 2015.

Sumardi, Mulyanto, Sejarah Singkat Pendidikan Islam di Indonesia 1945-1975, Jakarta : Dharma Bhakti, 1977.

Syafruddin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Jakarta : Grasindo, 2002.

Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2005.

Steenbrink, Karel A, Pesantren, Madrasah dan Sekolah ; Pendidikan Islam dalam Kurun Moderen, Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia, 1994, x.

Sudjana, Nana, dan Ahwal Kusumah, Proposal Penelitian Perguruan Tinggi, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2000.

Syalaby, Ahmad, al-Tarbiyah al-islamiyah, nudzumuha falsafatuha tarikhuna, Kairo : Maktabah al-Nahdhah al-Mashriyah, 1987.

Rahardjo, Dawam, Dunia Pesantren dalam Peta Pembaharuan, Jakarta : LP3ES, 1983, 6.

Rahim, Husni, Madrasah dalam politik Pendidikan di Indonesia, Jakara: Logos Wacana Ilmu, 2005, 76; Abd. Rahman Assegaf, Politik Pendidikan Nasional : Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islm dari Proklamasi ke Reformasi, Yogjakarta Kurnia Kalam, 2005, 185-186; dan Wardi Bakhtiar dkk.,”Perkembangan Pesantren di Jawa Barat,” Bandung: Balai

Penelitian IAIN Bandung, 1990.

Rachman Shaleh, Abdul, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa ; Visi, Misi dan Aksi, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004.

Umaedi, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah (MMBS/M),CEQM. 2004.

Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ( ayat 1 dan 4)

Tebba, Sudirman, dalam Dilema Pesantren: Belenggu Politik dan Pembaharuan Sosial, Jakarta: P3M, 1985.


(5)

324

Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Turmudzi, Endang, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, Yogyakarta : LkiS, 2004.

Tom Peters, dalam bukunya Edward Sallis, TQM in Education : Manajemen Mutu Pendidikan, dijelaskan oleh Peters bahwa pelayanan yang bermutu juga akan menghasilkan produk yang bermutu, maka dapat dilihat dalam gambar standar bermutu.

Prawirosentono, Suryadi, Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta : Bumi Aksara, 2002.

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor : 15 Tahun 2014 tentang

Pendidikan Keagamaan Islam.

Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 2004. Qomar, Mujamil, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi

Institusi, Yogyakarta : 2009.

Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Rosdakarya, 2007, 206. Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara

Sumber Widya, 1992.

Zazin, Nur, Gerakan Menata Mutu Pendidikan; Teori dan Aplikasi, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.

Zuhri, Saifuddin, KH, Guruku Orang-orang dari Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Sastra LkiS, 2007.


(6)