Hubungan antara citra tubuh dengan kecenderungan overtraining di fitness center pada pria dewasa awal.

(1)

HUBUNGANBANTARABCITRABTUBUHBBDENGANBKECENDERUNGANB OVERTRAININGBDIBFITNESS CENTERBPADABBPRIABDEWASABAWAL

Petrus Andi ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra tubuh dengan kecenderungan overtraining di fitness tenter pada pria dewasa awal. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara citra tubuh dengan kecenderungan

overtraining di fitness tenter pada pria dewasa awal. Subjek penelitian ini adalah 120 pria yang berusia 18 sampai 30 tahun, aktif melakukan latihan dengan keikutsertaan latihan di fitness tenter

minimal 1 bulan dan memiliki keinginan untuk mengubah fisik. Pengumpulan data yang digunakan adalah skala citra tubuh dan skala kecenderungan overtraining. Validitas skala dilakukan dengan validitas isi, yaitu melalui professional judgment. Reliabilitas skala citra tubuh diuji dengan mengunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil sebesar 0,867 dari 19 aitem. Reliabilitas skala kecenderungan overtraining diperoleh berdasarkan reliabilitas subskala latihan berlebihan dan pemulihan dan subskala mood. Reliabilitas pada subskala latihan berlebihan diperoleh hasil sebesar 0,703 dari 9 aitem. Sedangkan reliabilitas subskala mood diperoleh hasil sebesar 0,967 dari 25 aitem. Data dianalisis mengunakan teknik korelasi produtt moment pearson dengan bantuan SPSS versi PAWS statistit 18. Hasil analisis data menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara citra tubuh dengan kecenderungan

overtraining di fitness tenter pada pria dewasa awal dengan r =-.055 dengan taraf signifikansi 0,276 (p>0,05). Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini ditolak.


(2)

THEBRELATIONBBETWEENBBODY IMAGEBWITHBTENDENCEBOFB OVERTRAININGBINBTHEBFITNESSBCENTERBBONBEARLYBADULTHOOD

Petrus Andi ABSTRACT

This researth is aims to understand the relation between body image and overtraining tendenties in the fitness tenter among man on early adulthood. The presented hypothesis was there was a negative relation between body image and overtraining tendenties in the fitness tenter among early adulthood men. The subjetts are 120 men whith on 18-30 years old, attive on exertise with the partitipation of a workout in the fitness tenter for a minimun one month, and have an urge to physitally thange. The data was tolletted by body image stale and overtraining tendenties stale. Stale validity was done by tontent validity through professional judgment. Body image stale reliability was tested by alpha Cronbath toeffitient reliability and atquired 0,867 of 19 aitem. Overtraining tendenties stale reliability was obtained through on overtraining and retovery substale reliability and mood substale. Reliability of overtraining substale was 0,703 of 9 aitem. Whereas mood substale reliability was 0,967 of 25 aitem. Data was analyzed by produtt moment pearson torrelation on SPSS PAWS statistit 18 version. Data analysis showed there was no signifitant torrelation between body image and overtraining tendenties in the fitness tenter at man on early adulthood with r=-.055 and level of signifitante was 0,276 (p>0,05). Thus, the hypothesis was rejetted.


(3)

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN KECENDRUNGAN OVERTRAINING DI FITNESS CENTER PADA PRIA DEWASA AWAL

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Petrus Andi NIM : 089114121

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN KECENDERUNGAN

OVERTRAINING DI FITNESS CENTER PADA PRIA DEWASA AWAL

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Petrus Andi NIM : 089114121

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

Karya ini saya persembahkan untuk

Untuk Kedua Orangtua Saya Bapak Martinus Nangge dan Ibu Yuliana Nus Untuk Abang Simon Sius, Yohanes Santus, Bernadus Samuel, Paulus Marius, Dan Adik Saya Sutriana Anastasia, Dan semua keluarga, Untuk Bapak Wayan Sudarsana Kamajaya dan Ibu Wayan Sidja, Untuk Ketut Ary Widiasih , Untuk saya sendiri Petrus Andi, Selamat, ini adalah hasil karyamu dan hasil dari usaha, ketekunan, kesabaran dan jerih payahmu


(8)

v

M ot t o

“Successful people are not gifted; they just work hard, then succeed on purpose." - G.K. Nielson


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya, mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan identitas di bawah ini:

Nama : Petrus Andi

NIM : 089114121

Fakultas/Jurusan/Prodi : Psikologi

Menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah diajukan guna mencapai derajat kesarjanaan di perguruan tinggi manapun. Karya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah. Jika terdapat bukti adanya plagiasi, saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Yogyakarta, 10 Oktober 2013 Yang menyatakan,


(10)

vii

HUBUNGAN ANTARA CITRA TUBUH DENGAN KECENDERUNGAN

OVERTRAINING DI FITNESS CENTER PADA PRIA DEWASA AWAL

Petrus Andi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara citra tubuh dengan kecenderungan overtraining di fitness center pada pria dewasa awal. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara citra tubuh dengan kecenderungan overtraining di fitness center pada pria dewasa awal. Subjek penelitian ini adalah 120 pria yang berusia 18 sampai 30 tahun, aktif melakukan latihan dengan keikutsertaan latihan di fitness center minimal 1 bulan dan memiliki keinginan untuk mengubah fisik. Pengumpulan data yang digunakan adalah skala citra tubuh dan skala kecenderungan overtraining. Validitas skala dilakukan dengan validitas isi, yaitu melalui professional judgment. Reliabilitas skala citra tubuh diuji dengan mengunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil sebesar 0,867 dari 19 aitem. Reliabilitas skala kecenderungan overtraining diperoleh berdasarkan reliabilitas subskala latihan berlebihan dan pemulihan dan subskala mood. Reliabilitas pada subskala latihan berlebihan diperoleh hasil sebesar 0,703 dari 9 aitem. Sedangkan reliabilitas subskala mood diperoleh hasil sebesar 0,967 dari 25 aitem. Data dianalisis mengunakan teknik korelasi product moment pearson dengan bantuan SPSS versi PAWS statistic 18. Hasil analisis data menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara citra tubuh dengan kecenderungan overtraining di fitness center pada pria dewasa awal dengan r =-.055 dengan taraf signifikansi 0,276 (p>0,05). Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini ditolak.


(11)

viii

THE RELATION BETWEEN BODY IMAGE WITH TENDENCE OF

OVERTRAINING IN THE FITNESS CENTER ON EARLY ADULTHOOD

Petrus Andi ABSTRACT

This research is aims to understand the relation between body image and overtraining tendencies in the fitness center among man on early adulthood. The presented hypothesis was there was a negative relation between body image and overtraining tendencies in the fitness center among early adulthood men. The subjects are 120 men which on 18-30 years old, active on exercise with the participation of a workout in the fitness center for a minimun one month, and have an urge to physically change. The data was collected by body image scale and overtraining tendencies scale. Scale validity was done by content validity through professional judgment. Body image scale reliability was tested by alpha Cronbach coefficient reliability and acquired 0,867 of 19 aitem. Overtraining tendencies scale reliability was obtained through on overtraining and recovery subscale reliability and mood subscale. Reliability of overtraining subscale was 0,703 of 9 aitem. Whereas mood subscale reliability was 0,967 of 25 aitem. Data was analyzed by product moment pearson correlation on SPSS PAWS statistic 18 version. Data analysis showed there was no significant correlation between body image and overtraining tendencies in the fitness center at man on early adulthood with r=-.055 and level of significance was 0,276 (p>0,05). Thus, the hypothesis was rejected.


(12)

ix

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma

NAMA : PETRUS ANDI NIM : 089114121

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Hubungan antara Citra Tubuh dengan Kecenderungan Overtraining di

Fitness Center pada Pria Dewasa Awal

supaya dipergunakan sebagaimana mestinya untuk kepentingan akademis.

Dengan demikian, pihak Perpustakaan Universitas Sanata Dharma berhak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Terima kasih.

Dibuat di Yogyakarta,

Pada tanggal: 10 Oktober 2013 Yang menyatakan,


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Bunda

Maria dan Santo Petrus atas berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul "Hubungan Antara Citra Tubuh dengan

Kecenderungan Overtraining di Fitness Center pada Pria Dewasa Awal". Adapun

tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan Strata-1 di Universitas Sanata Dharma dan untuk

memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses

penelitian ini sehingga skripsi ini dapat selesai. Terima kasih penulis haturkan

kepada

1. Ibu A. Tanti Arini, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa

membimbing, memberikan banyak informasi, ilmu, kesabaran dan

semangat dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih untuk semua proses

pembelajarannya.

2. Staf dan pengelola Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima

kasih untuk pelayanannya menuju jendela kehidupan.

3. Bapak Martinus Nangge dan Ibu Yuliana Nus yang memberikan kasih

sayang, pengorbanan, perhatian, motivasi, biaya, doa dan semua hal yang

telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan


(14)

xi

4. Abang Simon Sius, Yohanes Santus, Bernadus Samuel, Paulus Marius

yang telah mengajarkan banyak hal dan memberikan perhatian kepada

penulis.

5. Kekasihku Ketut Ary Widiasih atas doa, perhatian, kasih sayang,

kesabaran, pengorbanan, motivasi, saran, masukan, kebersamaan dan

omelan kepada penulis

6. Bapak Wayan Sudarsana Kamajaya dan Ibu Wayan Sidja yang telah

menjadi orangtua kedua, memberikan nasehat, doa dan movitasi kepada

penulis

7. Teman-teman psikologi maupun bukan psikologi: Fajar Budi, Albertus

Harimurti, Agung Nugroho, Antonius Wahyu, Matheus Kwan, Nikolas

Wahyu, Galih Pambudi, Andreas Yudha, Krisentia Indah, Amanda Febria,

Fransiska Mahatmya, Ristina Mauliana, Pramesti Dewi, Puji Wijaya,

Riana Maryaningtyas, Fransiska Indra, Robertus Willy, Bayu Mahendra,

Suster Renata, Putu Padmaningsih.

8. Segenap pihak yang telah mendukung penulis secara langsung maupun tidak


(15)

xii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Namun demikian, penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi semua

yang membaca dan semoga berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan

Yogyakarta, 10 Oktober 2013


(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...………... iv

HALAMAN MOTTO...….………….…... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

1. Manfaat Teoritis... 6

2. Manfaar Praktis... 6


(17)

xiv

A. Overtraining Di Fitness Center... 7

1. Definisi Fitness Center... . 7

2. Definisi Overtraining... 11

3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Overtraining... . 16

4. Gejala dan Dampak Overtraining... 18

B. Citra Tubuh Pada Pria Dewasa Awal…... 22

1. Definisi Citra tubuh... 22

2. Aspek- aspek Citra Tubuh ... 23

3. Dampak Citra Tubuh... 24

4. Definisi Pria Dewasa Awal... 26

5. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal... 27

6. Tugas Perkembangan Pria Dewasa Awal…... 29

7. Citra Tubuh pada Pria Dewasa Awal... 30

C. Hubungan antara Citra Tubuh dengan Kecendrungan Overtraining di Fitness Center pada Dewasa Awal... 32

D. Hipotesis Penelitian...………... 36

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…... 37

A. Jenis Penelitian... 37

B. Identifikasi Variabel... 37

C. Definisi Oprasional... 37

D. Subjek Penelitian... 39

E. Sampling... 39


(18)

xv

1. Skala Citra Tubuh... 40

2. Skala Kecenderungan Overtraining... 41

G. Uji Coba Alat Ukur... 44

H. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 45

1. Validitas Isi... 45

2. Seleksi Aitem ... 45

3. Uji Reliabilitas ... 48

I. Teknik Analisis Data... 49

1. Uji Asumsi Data Penelitian... 49

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 50

A. Pelaksanaan Penelitian... 50

B. Deskripsi Subjek Penelitian... 51

C. Deskripsi Data Penelitian... 52

D. Hasil Penelitian... 54

1. Uji Asumsi... 54

2. Uji Hipotesis... 54

E. Pembahasan... 55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan... 59

B. Saran... 59

DAFTAR PUSTAKA…... 60


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Citra Tubuh Sebelum Try Out... 41

Tabel 2. Blue Print Skala Kecenderungan Overtraining Sebelum Try Out.. 43

Tabel 3. Blue Print Skala Citra Tubuh Setelah Try Out... 47

Tabel 4. Blue Print Skala Kecenderungan Overtraining Setelah Try Out.... 48

Tabel 5. Deksripsi Subjek Penelitian... 51

Tabel 6. Hasil Analisis Deskriptif... 52

Tabel 7. Hasil Uji Beda Skor Citra Tubuh... 53

Tabel 8. Hasil Uji Beda Skor Kecenderungan Overtraining... 53

Tabel 9. Hasil Uji Normalitas... 54

Tabel 10. Hasil Perhitungan Uji Hipotesis... 55


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Coba Skala Citra Tubuh dan Kecenderungan Overtraining... 64

Lampiran 2. Uji Reliabilitas Skala Citra Tubuh... 72

Lampiran 3. Uji Reliabilitas Skala Kecenderungan Overtraining... 79

Lampiran 4. Skala Citra Tubuh dan Kecenderungan Overtraining... 90

Lampiran 5. Uji Normalitas... 98

Lampiran 6. Uji korelasi... 100


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kebutuhan untuk memiliki tubuh ideal saat ini merupakan salah satu hal

yang menjadi perhatian pria, artinya banyak pria tidak puas terhadap fisiknya.

Sebuah studi menunjukkan sepertiga dari pria berusaha untuk mendapatkan

tubuh ideal dan kebugaran (Clark, 2004). Semakin besarnya kebutuhan pria

untuk memiliki tubuh ideal juga dapat diindikasikan dengan merebaknya

fitness center yang menyediakan peralatan yang banyak digunakan untuk

membentuk fisik. Menurut Hermono (2008), banyak orang berolahraga di

fitness center untuk memperoleh dan membentuk tubuh ideal.

Fitness center merupakan tempat yang digunakan untuk melatih

kebugaran tubuh dan membentuk tubuh (Yudha, 2006). Fitness center

memiliki fasilitas yang memadai untuk memperoleh tubuh yang ideal karena

berolahraga di fitness center menawarkan beberapa program latihan untuk

membentuk tubuh dengan mengunakan oleh alat-alat khusus eperti barbell,

dumbbell, chest press machine, smith machine dan lainnya. Alat-alat tersebut

cenderung digunakan untuk membentuk tubuh yang sebagai besar digunakan

oleh pria.

Pria dewasa awal yang berusia 18 sampai 30 tahun memiliki perhatian

terhadap fisik karena fisiknya mengalami perkembangan yang mencapai


(22)

menarik menjadi hal yang penting pada tahap perkembangan dewasa awal,

karena penampilan fisik yang ideal mendukung tugas perkembangan pria

dewasa awal seperti menjalin relasi dengan lawan jenis.

Dibandingkan dengan wanita yang menyukai tubuh langsing (Grogan,

1999), tubuh yang diminati oleh pria adalah bentuk tubuh mesomorphic, yaitu

tubuh dengan massa otot yang tinggi, tubuh rendah lemak, bahu yang lebar dan

perut yang kecil (Grieve, 2008). Memiliki berat yang proposional, perut six

pack, bahu lebar dan cukup berotot membuat individu menjadi lebih percaya

diri dari pada memiliki tubuh yang tidak proposional. Hal ini didukung oleh

Feinggo ld & Mazella; Rosemblum & Lewis; Swarr & Richards (dalam Papalia,

2008) yang mengatakan bahwa pria yang menjadi lebih berotot menjadi lebih

puas dengan tubuh mereka. Kepuasan atau ketidakpuasan terhadap penampilan

fisik disebut dengan citra tubuh.

Menurut Cash & Pruzinsky (2002), citra tubuh didefinisikan sebagai

derajat kepuasan individu terhadap diri secara fisik yang mencakup ukuran,

bentuk dan penampilan umum. Evaluasi ketidakpuasan terhadap tubuh

menimbulkan dorongan untuk membentuk otot (Petterson, 2007). Menurut

O’Connell & Martin (2012),citra tubuh merupakan hal yang sungguh-sungguh

diperhatikan oleh kaum muda. Hal tersebut dikarenakan citra tubuh yang

negatif dapat mengakibatkan individu memiliki self-efficacy dan konsep diri

yang rendah (Fortman, 2006; Coulhan, 1994), artinya citra tubuh yang negatif

atau ketidakpuasan terhadap fisik menyebabkan individu menjadi tidak mampu


(23)

rendahnya pandangan atau gambaran tentang diri, baik yang bersifat

psikologis, sosial dan fisik. Menurut Davis dkk (2005), pria yang mudah cemas

pada penampilan, memiliki standar yang tinggi terhadap tubuh yang ideal dan

sangat fokus pada penampilan fisik, memiliki dorongan yang tinggi untuk

memiliki otot yang besar. Salah satu cara untuk memperoleh otot agar tubuh

menjadi ideal adalah latihan beban. Hausenblas & Fallon (2002) menemukan

bahwa perilaku latihan pada pria muncul karena ketidakpuasan terhadap tubuh.

Latihan merupakan bagian yang sangat penting untuk memperoleh

tubuh yang ideal dan proposional. Untuk meperoleh tubuh ideal pria cenderung

melakukan latihan beban. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan

Grogan (1999), yakni pria cenderung melakukan latihan beban untuk

membentuk tubuhnya, didukung oleh data yang menunjukkan 65 % mahasiswa

Inggris dan 41% mahasiswa Amerika melakukan latihan beban guna

meningkatkan bentuk dan ukuran tubuh. Meningkatkan bentuk dan ukuran

tubuh dapat dilakukan lewat pemilihan program dalam variasi tertentu dan

sesuai dengan kebutuhan karena setiap gerakan dalam latihan akan menyasar

pada otot-otot tertentu pada tubuh (Mens Health, 2010). Donaldson’s (dalam

Grogan, 1999) mengatakan bahwa pria terlibat dalam latihan untuk

memperbaiki citra tubuh. Aktivitas yang dilakukan untuk memperbaiki citra

tubuhadalah latihan beban dan body building.

Melatih fisik secara teratur, terukur dan terprogram dapat membentuk

tubuh bahkan membuat tubuh sehat dan bugar. Dalam proses untuk


(24)

latihan beban yang berlebihan dan mengabaikan pemulihan untuk memperoleh

hasil yang maksimal, artinya individu melakukan latihan melebihi batas

kemampuan fisik dan pemulihan yang kurang baik, kondisi ini disebut dengan

overtraining (Meehan, 2002). Hasil wawancara pada salah satu anggota di

fitness center menunjukan kecenderungan tersebut. Anggota tersebut

mengatakan bahwa, ia merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya dan

melakukan latihan beban yang berlebihan karena keinginannya untuk

memperoleh bentuk tubuh ideal dengan cepat (Wawancara pribadi, 2 Agustus

2012).

Fibri (bukan nama asli) ,2 agustus 2010

’ badanku gak bagus mas, belom ideal menurutku. ototnya cepat gede angkat bebannya yang berat-berat mas, lagian angkat yang ringan kapan ototnya mau gede’’

Overtraining merupakan masalah umum yang terjadi ketika melakukan

latihan beban (Bandyopadhyay dkk, 2012). Pola latihan yang berlebihan secara

terus menerus akan mengarah pada overtraining syndrome yang ditandai

dengan kelelahan secara terus menerus (Widiyanto, 2010). Overtraining

digambarkan sebagai latihan berlebihan yang dilakukan setiap hari dalam

waktu lama, tanpa istirahat, dilakukan dengan intensitas yang tinggi, namun

disertai pola makan yang tidak seimbang dan istirahat yang cukup. Latihan

yang berlebihan akan menimbulkan menurunnya fungsi kekebalan tubuh (Tuan

dkk, 2012). Ketidakseimbangan antara latihan dengan pemulihan ditandai

dengan gejala utama yaitu kelelahan, adapun gejala lainnya adalah gangguan

fisiologis, biokimia, psikologis dan menurunnya sistem kekebalan serta status


(25)

menimbulkan dampak pada kehidupan individu seperti nyeri otot kronis,

penurunan berat badan yang berlebihan, kehilangan motivasi dan semangat

(Jenkins dalam widiyanto, 2010).

Overtraining umumnya dialami oleh para atlet sehingga para pelatih

dan ilmuwan olahraga tertarik untuk menemukan metode baru guna

meningkatkan kualitas dan kuantitas latihan untuk para atlet (Kellmann, 2010).

Pengukuran overtraining pada atlet yang memiliki standar mutlak didiagnosis

melalui ekskresi urin katekolamin pada malam setelah latihan, ACTH, GH,

kortisol dan katekolamin plasma (Cunha, 2006). Selain atlet, non-atlet atau

orang awam juga mungkin mengalami overtraining karena orang awam juga

melakukan latihan beban guna mengubah fisiknya di fitness center. Akan

tetapi, (D’Elia dkk, 2002) mengatakan bahwa tidak ada gold standard atau

standar mutlak pengukuran overtraining di fitness center. Oleh karena itu,

variabel penelitian ini dibatasi pada kecenderungan overtraining.

Kemungkinan adanya hubungan antara citra tubuh dengan

kecenderungan overtraining di fitness center didukung oleh penelitian yang

dilakukan Parnell (2011). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

ketidakpuasan terhadap tubuh secara signifikan berkorelasi dengan exercise

dependence yaitu ketergantungan pada latihan. Ketergantungan pada latihan

memiliki beberapa karakteristik yang menjadi indikasi adanya overtraining

yaitu kebutuhan untuk melakukan latihan yang banyak untuk mencapai tujuan,

keterlibatan latihan yang lebih atau lama, kurangnya kontrol dalam melakukan


(26)

ketergantungan pada latihan belum dapat dikatakan overtraining walaupun

memiliki ciri yang mirip, karena overtraining memiliki pengertian tidak hanya

sebatas latihan yang berlebihan tetapi mencakup pemulihan dan gejalanya.

Oleh karena itu, hubungan antara citra tubuh dengan kecenderungan

overtraining masih perlu dibuktikan secara empiris.

B.Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara citra tubuh dan kecenderungan

overtraining di fitness center pada pria dewasa awal?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antara citra tubuh dan kecenderungan overtraining di fitness center.

D.Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil pada penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu psikologi pada bidang olahraga dan kesehatan.

2. Manfaat Praktis

Dengan mengetahui pengaruh citra tubuh terhadap kecenderungan

overtraining di fitness center, kita dapat melakukan intervensi bagi individu

yang memiliki citra tubuh yang rendah untuk mencegah munculnya


(27)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Overtraining di Fitness Center

1. Definisi Fitness Center

Fitness center adalah suatu tempat yang digunakan untuk melatih

kebugaran tubuh. Di fitness center terdapat berbagai macam fasilitas untuk

latihan, selain itu juga terdapat ruangan untuk cardio training dan weight

training (Yudha,2006). Fitness center berfokus pada setiap fasilitasnya,

tidak hanya fasilitas kecil tetapi fasilitas berupa peralatan serba guna yang

digunakan untuk latihan sebagai pusat kegiatan klub (Coffman, 2007).

Dapat disimpulkan bahwa fitness center merupakan tempat latihan

yang memiliki fasilitas untuk melakukan olahraga, yang terdiri dari

beberapa ruangan dan dilengkapi oleh alat-alat olahraga.

a. Jenis Latihan Fisik di Fitness Center

Wiarto (2012), menjelaskan dua istilah untuk jenis latihan yaitu :

1) Aerobic

Latihan aerobic adalah latihan fisik yang secara intensif

mempercepat denyut jantung dan dilakukan untuk jangka waktu yang

panjang, minimal selama 20 menit. Jenis latihan atau olahraganya


(28)

2) Anaerobic

Latihan ini dilakukan dalam jangka waktu yang pendek dan

membantu memperkuat otot. Bentuk latihan atau olahraganya seperti

angkat beban dan berlari.

Jenis latihan di fitness center tergantung pada tujuan yang ingin

dicapai dari latihan. Yudha (2006), membagi tujuan jenis latihan di

fitness center sebagai berikut :

1) Kebugaran tubuh

Latihan dilakukan untuk meningkatkan kualitas kebugaran

tubuh. Kelompok yang melakukan latihan ini merupakan kelompok

yang benar-benar sadar arti pentingnya hidup sehat.

2) Menurunkan berat badan / loss weight

Memilih latihan untuk mendapatkan bentuk tubuh yang ideal

dan cenderung memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan

latihan. Semakin tinggi kebutuhan untuk memiliki tubuh yang

ramping dan ideal, maka intensitas latihan akan ditingkatkan.

3) Menaikan berat badan / gain mass

Latihan yang dilakukan bertujuan untuk membentuk tubuh

yang ideal karena memiliki tubuh yang kurus. Tubuh yang berisi dan

berbentuk lebih terkesan sensual. Latihan ini lebih berfokus pada

latihan beban. Jenis latihan ini berkaitan dengan otot, latihan ini


(29)

4) Pemulihan kondisi

Latihan yang di fitness center terdorong karena ingin

memulihkan kondisi, misalnya setelah sembuh dari penyakit tertentu

yang mengubah kondisi fisik.

5) Sebagai variasi

Tujuan dari latihan ini karena ingin menghilangkan kejenuhan

pada latihan yang rutin dilakukan.

Dapat disimpulkan bahwa individu memiliki kebutuhan untuk

latihan yang berbeda dengan orang lain. Jenis latihan yang dilakukan di

fitness center dapat disesuaikan dengan tujuannya. Kebutuhan untuk

latihan menentukan jenis latihan yang akan dipilih. Pada penelitian ini,

jenis latihan yang digunakan adalah menurunkan berat badan (loss

weight) dan menaikan berat badan (gain mass) guna membentuk tubuh

karena kedua jenis latihan tersebut berkaitan dengan ketidakpuasan

terhadap tubuh.

b. Metode Latihan

Yudha (2006) menjelaskan bahwa ada lima metode dalam

melakukan latihan. Metode latihan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Pemanasan(warm up)

Pemanasan berfungsi agar otot siap latihan yang lebih berat,

warm up dilakukan dengan latihan-latihan ringan untuk


(30)

menit. Pemanasan dapat dilakukan dengan treadmill, jogging atau

sepeda statis.

2) Peregangan (stretching)

Peregangan dilakukan setelah tubuh sudah cukup panas untuk

melakukan olahraga. Hal ini dilakukan untuk melenturkan badan

supaya tidak kaku, dilakukan selamat 5- 10 menit.

3) Aerobic

Latihan aerobic adalah latihan cardio yang dilakukan terus

menerus, tanpa berhenti, dengan bantuan oksigen sekitar 30 -60 menit.

Melakukan latihan ini secara teratur dapat membantu pembakaran

lemak pada tubuh.

4) Latihan beban

Latihan beban merupakan bagian dari kebugaran, latihan beban

dibantu dengan mengunakan alat-alat sebagai beban. Latihan beban

lebih bertujuan untuk membentuk tubuh dan mengencangkan otot.

5) Cooling down

Cooling down atau pendinginan dilakukan beberapa saat

menjelang selesai olahraga yang memicu denyut jantung dan

menegangkan otot-otot tubuh kembali keposisi semula dengan

keadaan lebih nyaman dan segar. Latihan tersebut berupa stretching

dan jalan perlahan di treadmill selama kurang lebih 5 menit.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa latihan di


(31)

yang dilakukan memiliki tujuan tertentu yang bermanfaat untuk tubuh.

Latihan tersebut dilakukan secara bertingkat mulai dari pemanasan/

warm up, peregangan/ streching, latihan beban/ anaerobic, dan cooling

down/ pendinginan.

2. Definisi Overtraining

Overtraining adalah suatu proses yang melibatkan latihan beban

secara berlebihan dan pemulihan yang tidak memadai (Meehan, 2002).

Menurut Plowman dan Smith ( 2003), overtraining adalah keadaan stress

otot yang berlebihan atau kegagalan beradaptasi dengan latihan beban.

Latihan intensitas tinggi, harus diikuti dengan istirahat yang cukup selama

masa pemulihan.

Overtraining merupakan keadaan latihan yang patologis, ini

merupakan akibat dari pengabaian rasio latihan dan pemulihan serta

dihadapkan dengan intensitas ransangan yang tinggi (Bompa, 1994).

Menurut Bandyopadhyay dkk (2012), overtraining adalah hasil dari

ketidakseimbangan stress latihan dan pemulihan. Rippetoe, Kilgore &

Pendlay (2006), mengatakan bahwa overtraining adalah tumpukan hasil dari

latihan yang tinggi-volume atau intensitas tinggi tanpa henti, atau keduanya,

tanpa pemulihan yang memadai, yang mengakibatkan kelelahan dari

kemampuan tubuh untuk memulihkan dan beradaptasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa overtraining

adalah suatu kondisi atau keadaan latihan beban yang dilakukan oleh


(32)

yang berlebihan berarti individu melakukan latihan beban melebihi batas

kemampuan fisiknya.

a. Aspek-aspek Kecenderungan Overtraining

Menurut Meehan (2002), ada 2 aspek penting dalam overtraining,

yaitu:

1) Latihan berlebihan ( excessive exercise )

Salah satu aspek yang memicu terjadinya overtraining adalah

latihan berlebihan, individu dikategorikan melakukan latihan yang

berlebihan apabila melakukan latihan dengan porsi yang besar dan

memaksa tubuhnya untuk melakukan latihan. Menurut Sajoto (1988),

dalam melakukan latihan beban perlu memperhatikan prinsip

progressive overload, hal ini agar tubuh diberi kesempatan untuk

beradaptasi secara fisiologis terhadap latihan yang berat. Proses

adaptasi tubuh terhadap latihan harus memerlukan waktu yang cukup,

bukan memaksa tubuh untuk langsung melakukan latihan beban yang

berat. Hal ini untuk menghindari adanya overtraining. Oleh karena itu,

untuk memenuhi prinsip tersebut dapat dimanipulasi dengan

memperhatikan hal-hal berikut :

a) Intensitas latihan

Intensitas suatu latihan adalah suatu dosis latihan yang

harus dilakukan. Apabila intensitas latihan tidak memadai maka,

pengaruh latihan terhadap tubuh kecil. Sebaliknya, jika intensitas


(33)

b) Frekuensi

Frekuensi latihan adalah berapa kali seseorang melakukan

latihan yang cukup intensif dalam 1 minggu. Menentukan frekuensi

latihan sebaiknya melihat batas kemampuan, setiap individu

memiliki kemampuan yang berbeda. Hal ini dikarenakan tubuh

tidak dapat beradaptasi dengan cepat dari batas kemampuannya.

Individu yang sudah terbiasa dengan latihan beban tentu saja

berbeda dengan individu yang belum terbiasa. Jika frekuensi

latihan berlebihan, dapat mengakibatkan cedera yang

berkepanjangan. Untuk latihan anaerobic, frekuensi 3 kali

perminggu cukup efektif.

c) Lama latihan

Lama latihan atau durasi adalah berapa lama waktu yang

digunakan untuk melakukan latihan.

2) Pemulihan ( recovery)

Pemulihan adalah proses pengurangan stress otot pada

individu yang membutuhkan waktu untuk pembentukan kembali otot

setelah latihan (Kellmann, 2010). Pemulihan yang memadai didukung

oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhadap tubuh. Pemulihan

diperlukan tubuh dengan tujuan untuk mencegah cedera maupun

overtraining. Pemulihan penting agar tubuh dapat mengambil asam

amino dan protein dari makanan atau suplemen untuk memperbaiki


(34)

komponen yang diperlukan dalam latihan. Menurut Rippetoe, Kilgore

&Pendlay ( 2006), faktor penting yang sangat berkontribusi dalam

proses pemulihan adalah sebagai berikut :

a) Tidur

Kurang tidur yang cukup selama pemulihan, mempengaruhi

keadaan mood, mengarah ke tingkat yang lebih besar dari kelelahan

yang dirasakan dan mengurangi motivasi untuk melakukan latihan.

Waktu tidur yang baik adalah delapan jam untuk orang dewasa.

Orang yang melakukan latihan sebaiknya pergi ke tempat tidur

pukul 11.00 dan bangun jam 7.00 (Rippetoe, Kilgore &Pendlay,

2006).

b) Hidrasi

Air sangat penting untuk pemulihan dari latihan. Hampir

setiap proses biokimia yang terjadi dalam tubuh manusia

berlangsung dalam air. Dehidrasi atau kekurangan cairan dapat

menyebabkan hilangnya kinerja. Meminum banyak air akan

mendukung pemulihan dan menghindari overtraining, asupan air

dalam tubuh perhari sekitar 1.6 sampai 1.8 liter air. Mengkonsumsi

air sebanyak 1.9 liter perhari membantu mempertahankan cairan

dalam tubuh.

c) Protein

Setiap jenis olahraga akan meningkatkan tingkat


(35)

rangsangan otot dan sintesis protein selama 24 jam. Sintesis protein

merupakan proses pembentukan otot yang baru. Sehingga, tubuh

memerlukan sumber protein dari makanan. Jika nutrisi yang

dibutuhkan untuk sintesis protein (untuk mempertahankan atau

perbaikan jaringan yang rusak) tidak cukup dari sumber makanan,

tubuh akan mengambil protein dalam tubuh yang tersimpan dalam

otot. Mengkonsumsi protein seharian sekitar 1,2-1,8 kg perhari.

d) Asupan yang diterima tubuh

Kalori yang dikeluarkan saat latihan, sebagian besar berasal

dari tubuh, cadangan yang tersimpan dalam karbohidrat dan lemak.

Syarat utama untuk pemulihan setelah latihan adalah peningkatan

kebutuhan energi untuk mengantikan energi yang digunakan

selama latihan. Alasan latihan membutuhkan kalori karena ketika

latihan tubuh mengeluarkan beberapa pecahan energi yang

tersimpan dalam tubuh dan latihan beban yang mengganggu

homeostasis dan struktural integritas otot. Protein dan kalori

lemak/karbohidrat untuk memfasilitasi perbaikan otot dan

pemulihan. Untuk mendapatkan tenaga yang lebih, perlu

mengkonsumsi sekitar 200 hingga 400 kalori lebih banyak dari

energi yang dikeluarkan.

e) Vitamin dan mineral

Vitamin dan mineral bertindak sebagai mediator reaksi


(36)

mineral harus mengkonsumsi banyak jenis makanan, vitamin dan

mineral membantu proses pemulihan setelah latihan. Vitamin

dipakai untuk menambah kebutuhan tenaga dan juga melawan

kelelahan misalnya vitamin D2

f) Asam lemak

dan E.

Satu senyawa yang mempengaruhi pemulihan adalah asam

lemak esensial (EFA), beberapa lemak adalah zat gizi esensial serta

efisien sumber energi. Asam lemak omega-3 adalah yang paling

relevan untuk pemulihan karena mendukung proses anabolik dan

membantu dalam manajemen pasca-latihan. Asam lemak ini dapat

diperoleh dengan mengkonsumsi suplemen minyak ikan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui faktor-faktor

penting yang berkontribusi terhadap pemulihan. Pada penelitian ini,

peneliti memasukkan vitamin dan mineral serta asam lemak dalam

asupan tubuh. Oleh karena itu, faktor yang berkontribusi pada

pemulihan menjadi empat yaitu tidur, hidrasi, protein dan asupan

tubuh.

3. Faktor- faktor yang Menyebabkan Overtraining

Bandyopadhyay, Bhattacharjee & Sousana (2012), membagi faktor

overtraining menjadi 2, yaitu :

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri atau


(37)

tersebut seperti, kesehatan secara umum, status gizi, kondisi kesehatan,

usia, dan tipe kepribadian. Bandyopadhyay dkk (2012) tidak menjelaskan

secara detail faktor yang menyebabkan overtraining. Namun, pada

penelitian yang dilakukan oleh Hausenblas and Giacobb (2004)

menjelaskan bahwa tipe kepribadian yang diprediksi menjadi faktor

overtraining adalah neuroticism, ekstraversion dan agreeableness. Citra

tubuh diduga menjadi faktor internal yang juga menyebabkan

overtraining, hal tersebut didukung oleh penelitian parnell (2011).

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal luar diri individu.

Faktor-faktor tersebut seperti intensitas dan jumlah latihan fisik,

sosial-ekonomi, riwayat latihan, kurang tidur dan obat-obatan. D’Elia dkk

(2010) menambahkan faktor lain yang menyebabkan meningkatnya

resiko terjadinya overtraining di fitness center adalah frekuensi tinggi

dari kompetisi, latihan yang monoton dan stressor.

Dalam disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan terjadi

overtraining dalam latihan dibagi menjadi 2 yaitu, faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal yang menyebabkan terjadinya

overtraining seperti tipe kepribadian, usia, kondisi medis dan kesehatan

secara umum. Sedangkan faktor eksternal adalah intensitas dan jumlah


(38)

4. Gejala dan Dampak Overtraining

a. Gejala Overtraining

Menurut D’Elia dkk (2010), individu yang melakukan latihan di

fitness center mengalami perubahan suasana hati (mood). Hal ini

menunjukkan adanya tanda dan gejala overtraining, perubahan suasana

hati disebabkan oleh adanya perubahan zat didalam tubuh seperti

penumpukan asam laktat tubuh karena latihan berlebihan, adapun

variabel dari suasana hati tersebut adalah sebagai berikut :

1) Tension (Tegangan)

Ketegangan ditandai oleh perasaan seperti kegelisahan,

ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan ( Wijk,2011).

2) Depression (Depresi)

Depresi dikaitkan dengan skema diri yang negatif ditandai

dengan keputusasaan, merasa kekurangan, tidak berharga, dan

menyalahkan diri ( Wijk,2011).

3) Anger (Kemarahan)

Kemarahan ditandai oleh perasaan yang bervariasi dalam

intensitas dari gangguan ringan terhadap amarah dan kemarahan, dan

berhubungan dengan dari sistem saraf otonom ( Wijk,2011).

4) Vigor (Semangat )

Ditandai oleh perasaan gembira, kewaspadaan dan energi pada


(39)

5) Fatigue (Kelelahan)

Kelelahan yang ditandai oleh perasaan kelelahan mental dan

fisik.kelelahan terjadi karena tubuh kekurangan oksigen dan pada otot

(Wijk,2011).

6) Confusion (Kebingungan)

Kebingungan adalah keadaan perasaan yang ditandai dengan

bingung dan ketidakpastian, terkait dengan kegagalan umum untuk

mengendalikan perhatian dan emosi ( Wijk,2011).

Menurut Cunha (2006), salah satu penanda yang paling penting

adalah kelelahan (fatigue) yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan

menjaga intensitas latihan, dapat dianggap sebagai peringatan dari tubuh

dalam respon terhadap stress yang berlebihan. Gejala-gejala lain yang

muncul karena overtraining adalah tersebut sebagai berikut.

1) Fisiologis

a) Penurunan kinerja fisik, otot dan koordinasi

b) Periode pemulihan yang lama

c) Peningkatan tenaga yang dirasakan

d) Gangguan tidur

e) Anoreksia

f) Perubahan laktat darah

2) Biokimia

a) Penurunan glikogen otot


(40)

c)

3)

Peningkatan kontisol dan urea

a)

Psikologis

b)

Depresi

c) Stress

4)

Anxiety

a)

System kekebalan

b)

Peningkatan infeksi dan penyakit

Penurunan neutrofil

Bompa (1994) menambahkan beberapa gejala overtraining

lainnya yang diidentifikasi melalui tiga cara,yaitu sebagai berikut :

1) Psikologis

a) Eksitabilitas meningkat

b) Penurunan konsetrasi

c) Hilang kepercayaan diri

d) Hilang daya juang

2) Motor dan fisik

a) Peningkatan tensi otot

b) Penurunan tingkat kecepatan, kekuatan dan daya tahan

c) Kecepatan pemulihan menurun

d) Cenderung mudah mendapatkan cedera dan kecelakaan

3) Fungsional

a) Gangguan pencernaan


(41)

c) Penurunan kemampuan vital

d) Mudah terkena infeksi kulit

b. Dampak Overtraining

Menurut Widiyanto (2010), overtraining memiliki dampak yang

buruk terhadap fisiologis dan psikologis, adapun dampak tersebut sebagai

berikut:

1) Dampak fisiologis

a) Penurunan berat badan yang berlebihan

b) Peningkatan denyut jantung

c) Penurunan kekuatan otot

d) Nyeri otot kronis

e) Sembelit

f) Sering infeksi kecil

2) Dampak psikologis

a) Kehilangan nafsu makan

b) Kehilangan motivasi

c) Kehilangan semangat

d) Kelelahan secara mental

e) Iritabilitas/ menjadi tidak peka

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa ada 2 aspek

yang menyebabkan terjadinya overtraining, yaitu latihan yang berlebihan

dan pemulihan kurang memadai. Pada penelitian ini peneliti akan


(42)

dikarenakan tidak ada gold standard pengukuran overtraining di fitness

center (D’Elia, 2010). Kecenderungan overtraining dapat dilihat dari

persepsi diri tentang latihan dan pemulihan. Mood yang buruk atau flat

menjadi penanda ada overtraining di fitness center (D’Elia, 2010). Oleh

karena itu, penelitian ini akan mengukur kecenderungan overtraining berupa

laporan diri terhadap latihan yang meliputi intensitas, frekuensi dan durasi.

Sedangkan untuk aspek pemulihan meliputi pola tidur, hidrasi, protein,

asupan terhadap tubuh serta memasukkan mood sebagai subvariabel. Data

dari latihan berlebihan dan pemulihan dan mood akan digabungkan untuk

melihat kecenderungan overtraining di fitness center.

B.Citra Tubuh pada Pria Dewasa Awal 1. Definisi Citra Tubuh

Menurut Cash & Pruzinsky (2002), citra tubuh adalah derajat

kepuasan terhadap diri secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk dan

penampilan umum. Citra tubuh berkaitan erat dengan perhatian terhadap

bagian tubuh tertentu atau aspek yang lebih dari penampilan secara

keseluruhan (Thompson, Heinberg, Altabe, Dunn, 1998).

Menurut Melliana (2006), citra tubuh adalah penilaian individu

tentang tubuhnya yang melibatkan pikiran, perasaan, imajinasi, kesadaran

dan perilaku mengenai penampilan dan bentuk tubuh. Hal ini dipengaruhi

dari adanya idealisasi tentang gambaran tubuh yang baik di masyarakat, hal


(43)

Dapat disimpulkan bahwa citra tubuh adalah cara seseorang menilai

diri secara fisik yang berhubungan dengan kepuasan atau ketidakpuasannya

terhadap tubuh mencakup ukuran, bentuk dan penampilan umum yang

melibatkan perasaan , pikiran dan perilaku. Penilaian terhadap kepuasan

atau ketidakpuasan terhadap tubuh dipengaruhi oleh adanya idealiasi atau

standar tubuh ideal pada lingkungannya.

2. Aspek- aspek Citra Tubuh

Menurut Banfield & McCabe ( 2002), citra tubuh dibagi menjadi tiga

aspek, yaitu :

a. Afektif

Aspek ini menyangkut masalah emosional subjektif seseorang,

berkaitan dengan perasaan yang dimiliki individu terhadap penampilan

tubuhnya. Misalnya perasaan terhadap kepuasaan atau ketidakpuasan

terhadap tubuh secara keseluruhan.

b. Kognitif

Aspek ini berhubungan dengan pikiran dan keyakinan serta

kepercayaan individu mengenai tentang bentuk tubuh dan penampilan.

Pikiran, keyakinan dan kepercayaan seseorang terbentuk berdasarkan

yang telah dilihat kemudian membentuk suatu gagasan atau ide mengenai

karakteristik umum. Misalnya pemikiran tentang tubuh yang ideal adalah


(44)

c. Perilaku

Aspek perilaku atau aspek konatif dalam struktur sikap

menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku.

Kepercayaan dan perasaan mempengaruhi perilaku dengan kata lain

perilaku merupakan respon atau reaksi individu yang muncul

dikarenakan adanya pikiran, keyakinan kepercayaan dan perasaan.

Misalnya individu yang berpikir bahwa dengan berolahraga dapat

membentuk tubuh ideal kemudian ia melakukan olahraga.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa citra tubuh

memiliki tiga aspek yang saling berhubungan antara satu dengan yang

lainnya. Aspek-aspek tersebut meliputi perasaan, pikiran dan keyakinan

tentang bentuk tubuh, yang kemudian dimanifestasi ke dalam sebuah

perilaku atau kecenderungan perilaku tertentu.

3. Dampak Citra Tubuh

Pentingnya citra tubuh, baik positif maupun negatif memberikan

dampak terhadap diri individu. Oleh karena itu penting bagi kita mengetahui

dampak dari citra tubuh. Adapun dampak citra tubuh pada hal-hal berikut

ini:

a. Konsep diri

Citra tubuh memiliki pengaruh terhadap konsep diri. Menurut

Husdarta (2011), konsep diri merupakan pandangan atau perasaan kita

tentang diri kita yang bersifat psikologis, sosial dan fisik. Konsep diri


(45)

(Hurlock,1993). Konsep diri berkaitan dengan harapan dan evaluasi

terhadap diri. Ketika individu berpikir tentang diri, pada saat yang sama

akan memiliki pikiran tentang harapan terhadap dirinya.Setelah individu

dapat mengetahui diri sendiri dan harapan terhadap dirinya, individu

dapat mengevaluasi atau menilai diri(Calhoun,1995). Oleh karena itu,

tinggi atau rendahnya citra tubuh akan berpengaruh pada konsep diri. Hal

ini menunjukkan bahwa ada penerimaan atau penolakan terhadap diri

secara fisik. Citra tubuh yang negatif dapat menyebabkan individu

memiliki perasaan dan penilaian yang negatif terhadap dirinya.

b. Self-efficacy

Self efficacy adalah keyakinan dalam kemampuan seseorang

untuk mengatur dan menjalankan rangkaian tindakan yang diperlukan

untuk mengelola situasi yang akan muncul. Berkaitan dengan

kemampuan individu untuk mencapai jenis performance. Menurut

Fortman (2006), individu yang memiliki citra tubuh yang positif

menyebabkan individu tersebut memiliki self- efficacy yang tinggi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, citra tubuh

berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh individu. Selain itu,

citra tubuh juga mempergaruhi self- efficacy. Penilaian diri yang positif

akan memberikan pengaruh yang baik terhadap harapan dan harga diri serta

dapat meningkatkan keyakinan terhadap kemampuan diri untuk beradaptasi


(46)

positif akan memberikan pengaruh yang negatif pada konsep diri dan

self-efficacy.

4. Definisi Pria Dewasa Awal

Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata

adultus yang berarti telah tumbuh menjadi ukuran yang sempurna atau telah

menjadi dewasa. Menurut Santrock (2002), masa dewasa awal diawali

dengan usia 18 sampai 30 tahun. Masa dewasa awal adalah masa untuk

bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis.

Kenniston (dalam Santrock, 2002) mengatakan bahwa masa muda

(youth) adalah periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang

merupakan perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara.

Periode masa muda rata-rata terjadi 2 sampai 8 tahun tetapi dapat juga lebih

lama. Dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan

permulaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian dalam mengatur

ekonomi sendiri yang berhubungan dengan pengelolaan uang dan berani

membuat dan mengambil tindakan atas keputusan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pria dewasa

awal adalah individu yang berusia 18 sampai 30 tahun. Pada masa ini, pria

mengalami perubahan fisik dan psikologis. Dewasa awal ditandai dengan

kemandirian dalam mengatur keuangan, berani membuat keputusan. terlibat


(47)

5. Ciri- ciri Masa Dewasa Awal

Menurut Santrock (2002), ciri-ciri dewasa awal dibagi menjadi

beberapa hal , yaitu sebagai berikut :

1) Perkembangan fisik

a) Puncak dan penurunan kemampuan fisik

Pada masa ini kondisi perkembangan fisik mencapai puncak dan

penurunan kemampuan fisik, status fisik puncak dicapai pada usia 18

sampai 30 tahun, setelah itu fisik akan mengalami penurunan.

b) Nutrisi dan perilaku makan

Pada masa ini seseorang sering kali mengalami masalah

kegemukan atau kelebihan berat badan yang disebabkan oleh faktor

genetik, mekanisme fisiologis, kognitif dan lingkungan. Pola makan

yang berlebihan merupakan salah satu penyebab terjadinya

kegemukan. Oleh karena itu, pada masa ini nutrisi dan perilaku makan

harus diatur agar tidak menyebabkan kelebihan berat badan.

c) Olahraga

Ada banyak program untuk mengurangi berat badan antara lain

dengan obat-obatan, akan tetapi cara yang paling baik dan efektif

adalah dengan olahraga, apalagi dengan mengkombinasi dengan

konsumsi lemak yang sedikit. Berolahraga dengan tingkat yang

sedang maupun intensif menghasilkan efek fisik dan psikologis,


(48)

d) Ketergantungan dan pemulihan

Ketergantungan pada obat-obatan adalah hal yang paling

menyimpang. Pengunaan obat-obatan membuat individu yang tampak

malu-malu mulai untuk berani berbicara dan menjadi lebih santai.

Pemulihan terhadap ketergantungan adalah sangat sulit karena perlu

berkelanjutan.

2) Perkembangan kognitif

a) Fase pencapaian prestasi

Fase ini melibatkan penerapan intelektualitas pada situasi yang

memiliki konsekuensi besar dalam mencapai tujuan jangka panjang,

seperti pencapaian karier.

b) Fase tanggungjawab

Fase yang terjadi ketika keluarga terbentuk dan perhatian

diberikan pada keperluan-keperluan pasangan dan keturunan.

c) Kreativitas

Pada fase ini seseorang memiliki produktivitas tinggi dari kerja

yang hebat tampaknya terjadi pada sampai usia 30.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri- ciri dewasa

awal ditunjukkan adanya pemuncakan kemampuan secara fisik dan

perubahan pada fisik yang dipengaruhi oleh genetik maupun

lingkungannya. Dewasa awal memiliki perkembangan kognitif, dengan


(49)

6. Tugas Perkembangan Pria Dewasa Awal

Menurut Santrock (2002), tugas perkembangan pria dewasa awal

sejalan dengan tugas pengembangan pada masa dewasa awal secara umum.

adapun tugas perkembangan pria dewasa awal adalah sebagai berikut :

1) Karir dan pekerjaan

Perkembangan karir menganjurkan bahwa orang seharusnya

mengeksplorasi berbagai pilihan karir, merencanakan dan mengambil

keputusan tentang karir. Pada karier dan pekerjaan, pria memiliki

tanggung jawab yang lebih untuk bekerja dan memiliki karier.

2) Kekertarikan, cinta dan hubungan dekat

Pada masa ini seseorang akan menyukai atau tertarik dengan

individu lain yang memiliki kesamaan atau kemiripan dengannya.

Mencintai seseorang berarti percaya pada pasangan, memiliki kedekatan,

ketergantungan dan tidak berorientasi pada diri sendiri.

3) Perkawinan dan keluarga

Pada masa dewasa awal, individu mulai meninggalkan rumah dan

menjadi orang dewasa yang hidup sendiri. Seseorang cenderung untuk

ingin menikah dan bergabung menjadi sebuah keluarga baru melalui

pernikahan dan menjadi orangtua bagi anak-anaknya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan

dewasa awal adalah memilih karir serta pekerjaan yang baik. Kemudian pria

dewasa awal dituntut untuk membangun hubungan dengan lawan jenis yang


(50)

rumah tangga dengan pasangan melalui pernikahan dan menjadi orangtua

bagi anak-anaknya.

7. Citra Tubuh pada Pria Dewasa Awal

Memiliki penampilan fisik yang ideal merupakan hal yang

diperhatikan oleh pria dewasa awal. Secara umum, pria menginginkan tubuh

yang ideal dan proposional, tidak terlalu kurus atau terlalu gemuk, tapi

tubuh yang berotot dan ramping.

Grogan (1999) membagi jenis bentuk tubuh pada pria menjadi 3, yaitu :

a. Ektomorfik

Bentuk tubuh dengan ciri badan kurus, tinggi, kurang berotot.

Orang yang memiliki bentuk tubuh ini biasanya terlihat kurus.

b. Mesomorfik

Bentuk tubuh yang rata-rata, memiliki dada yang cukup berisi,

memiliki otot-otot yang cukup menonjol, kuat serta tegap. Pada

umumnya ciri tubuh inilah yang banyak diinginkan pria.

c. Endomorfik

Memiliki bentuk tubuh yang terlihat gemuk, pendek, dan otot

yang kurang berkembang.

Pada umumnya, pria menginginkan tubuh yang tegap dan berotot.

Grogan (1999) mengungkapkan tubuh ideal laki- laki adalah tubuh yang

ramping dan cukup berotot. Penampilan menarik merupakan minat pribadi

yang dimiliki pria dewasa awal. Hal ini, dikarenakan pria dewasa awal


(51)

dewasa awal juga memiliki tugas-tugas perkembangan seperti karir,

menjalin hubungan dengan orang lain yang membutuhkan penampilan yang

menarik. Keinginan memiliki penampilan menarik tidak lepas dari ciri pada

masa dewasa awal.

Penampilan fisik memperngaruhi citra tubuh pada pria dewasa awal.

jika seorang pria dewasa awal memiliki penampilan yang menarik maka ia

akan memiliki citra tubuh yang positif. Tetapi sebaliknya, jika memiliki

penampilan yang kurang menarik maka citra tubuh yang dimiliki juga akan

negatif.

Pria dewasa awal yang memiliki citra tubuh yang tinggi akan

melihat dirinya lebih menarik dan memiliki kepuasaan yang tinggi juga

terhadap tubuhnya. Kepuasaan terhadap tubuh akan menyebabkan pria

dewasa awal merasa lebih bahagia, serta memiliki harga diri yang tinggi

sehingga membuat konsep diri yang positif pada dirinya. Citra tubuh yang

rendah akan menyebabkan pria dewasa memandang tubuhnya kurang

menarik. Pria dewasa awal yang memiliki tubuh yang kurang menarik dapat

membuat dirinya menarik diri atau menjadi kurang percaya diri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada

umumnya, pria dewasa awal mempunyai keinginan untuk memiliki tubuh

yang tegap dan cukup berotot, berpenampilan menarik merupakan minat

pribadi yang dimiliki pria dewasa awal. Tubuh ideal dan menarik dapat


(52)

dada bidang , kuat dan tegap. Citra tubuh yang dimiliki pria dewasa awal

akan menunjang tugas-tugas perkembangan pada fase dewasa awal.

C.Hubungan antara Citra Tubuh dengan Kecenderungan Overtraining di

Fitness Center pada Pria Dewasa Awal

Fitness center adalah tempat untuk melatih fisik. Melatih fisik

merupakan pilihan para pria untuk memperoleh bentuk tubuh ideal dari pada

diet dan mengkonsumsi obat-obatan. Latihan yang dilakukan untuk

membentuk tubuh adalah latihan beban (weight training). Latihan ini berguna

untuk menambah dan membentuk otot agar memperoleh tubuh yang ideal.

Latihan atau berolahraga adalah cara pria dewasa awal untuk

mempertahankan dan memiliki tubuh ideal. Hal ini dikarenakan pria dewasa

awal telah menyadari perkembangan fisik. Kriteria tubuh ideal bagi pria adalah

bentuk tubuh mesomorfik yaitu tubuh yang agak berotot, perut kecil dan berisi.

Keinginan mempertahankan tubuh atau memiliki tubuh yang ideal

berhubungan dengan citra tubuh, artinya ada unsur kepuasaan atau

ketidakpuasaan terhadap fisik sehingga para pria tersebut ingin memiliki tubuh

yang ideal. Ketidakpuasaan terhadap tubuh sama artinya dengan citra tubuh

yang negatif sedangkan kepuasaan terhadap fisik berarti memiliki citra tubuh

yang positif.

Citra tubuh yang negatif akan menyebabkan konsep diri yang rendah

artinya pandangan atau perasaan mau gambaran terhadap diri menjadi rendah

atau negatif, begitu sebaliknya citra tubuh yang positif akan membuat konsep


(53)

konsep dirinya negatif maka individu tersebut akan cenderung untuk tidak

menerima diri artinya penerimaan dirinya rendah, khususnya penerimaan diri

secara fisik. Namun, berbeda jika individu tersebut memiliki konsep diri yang

tinggi atau positif, individu cenderung untuk menerima fisiknya.

Penerimaan diri yang rendah terhadap fisik menimbulkan dorongan atau

keinginan untuk mengubah fisik yang tinggi agar individu tersebut dapat

menerima fisiknya. Semakin rendah penerimaan dirinya, menimbulkan

dorongan yang sangat besar untuk mengubah fisiknya. Sebaliknya jika

peneriman dirinya lebih tinggi maka dorongan untuk mengubah fisik juga akan

rendah, artinya individu tersebut dapat menerima diri.

Motivasi atau dorongan yang tinggi untuk memperoleh tubuh yang

ideal memicu individu untuk latihan yang lebih agar dapat dengan lebih cepat

memperoleh bentuk tubuh ideal. Hal ini didukung oleh perkembangan fisik

yang sedang mencapai puncak. Latihan yang lebih dapat memicu adanya

kecenderungan overtraining. sebaliknya penerimaan diri yang tinggi

menimbulkan motivasi atau dorongan yang rendah untuk memperoleh tubuh

ideal dan melakukan latihan secara normal.

Latihan yang memicu munculnya kecenderungan overtraining adalah

latihan yang dilakukan dengan memaksa tubuh untuk melakukan latihan

melebih batas kemampuan (berlebihan) dan disertai dengan pemulihan yang

kurang memadai. Ada atau tidaknya kecenderungan overtraining dapat dilihat

melalui mood yang cenderung buruk, karena mood yang cenderung buruk


(54)

overtraining. sebaliknya jika latihan tidak memicu adanya kecenderungan

overtraining adalah latihan beban yang dilakukan melebihi batas

kemampuannya atau tidak berlebihan.

Dapat disimpulkan bahwa semakin negatif citra tubuh yang dimiliki

pria dewasa awal maka semakin besar keinginan seseorang untuk melakukan

latihan sehingga memicu adanya kecenderungan overtraining. Begitu juga

sebaliknya, jika pria dewasa awal memiliki citra tubuh yang positif maka

semakin rendah keinginan untuk melakukan latihan yang berlebihan sehingga


(55)

Secara lebih jelas hubungan citra tubuh dengan kecenderungan

overtraining pada pria dewasa awal dapat dilihat dalam skema berikut ini :

Skema hubungan citra tubuh dengan kecenderungan overtraining.

Kriteria tubuh ideal :

• Tubuh yang Ramping dan Berotot

Positif

Konsep Diri yang Rendah Konsep Diri yang Tinggi Negatif

Ciri Pria Dewasa Awal :

• Mengalami perkembangan fisik, mencapai puncak dan penurunan fisik.

Minat Pribadi Pria Dewasa Awal : • Aktif berolahraga untuk

mempertahankan tubuh dan memiliki tubuh ideal

Rendahnya Penerimaan Diri

Penerimaan Terhadap Diri Baik

Kecenderungan Overtaining Tinggi • Melakukan Latihan Beban yang

Berlebihan dan Pemulihan yang Tidak Baik

• Ditandai dengan Kondisi Mood Cenderung Jelek

Kecenderungan Overtaining Rendah • Melakukan Latihan Beban

Secara Normal dan pemulihan yang Baik

• Kondisi Mood Cenderung Baik Keinginan untuk

Mengubah Fisik Tinggi

Keinginan untuk Mengubah Fisik Rendah Citra Tubuh Pria


(56)

D.Hipotesis Penelitian

Ada hubungan negatif antara citra tubuh dengan kecenderungan

overtraining pada pria dewasa awal. Semakin rendah citra tubuh yang dimiliki

individu maka akan semakin tinggi kecenderungan overtraining, sebaliknya

semakin tinggi citra tubuh akan semakin rendah kecenderungan overtraining


(57)

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasional. Penelitian

korelasional adalah jenis penelitian yang berbentuk hubungan antara dua

variabel. Tujuan penelitian korelasional adalah mendeteksi sejauh mana

variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau

lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi (Suryabrata, 2011).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini,

peneliti ingin menyelidiki hubungan antara citra tubuh dengan kecenderungan

overtraining di fitness center pada pria dewasa awal.

B.Identifikasi Variabel

1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Overtraining

2. Variabel Bebas : Citra Tubuh

C.Definisi Operasional

1. Kecenderungan Overtraining adalah persepsi subjek terhadap latihan dan

pemulihan yang berupa latihan dengan intensitas tinggi, durasi yang lama,

ketidakseimbangan latihan dengan pemulihan, tidak memadainya

pemulihan, istirahat yang kurang, pola makan yang tidak seimbang dan

disertai dengan mood yang cenderung jelek. Kecenderungan overtraining

diukur dengan mengunakan skala kecenderungan overtraining yang terdiri


(58)

mood. Data pada kedua subskala tersebut dikombinasikan untuk melihat

kecenderungan overtraining. Skala ini berupa laporan diri tentang gambaran

latihan, pemulihan dan status mood. Semakin tinggi nilai skor pada skala

kecenderungan overtraining yang diperoleh subjek maka, semakin tinggi

kecenderungan overtraining yang dilakukan oleh subjek. Demikian

sebaliknya, semakin rendah skor pada skala, maka semakin rendah adanya

kecenderungan overtraining.

2. Citra tubuh adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri mengenai

kepuasaan dan ketidakpuasan terhadap penampilan fisik yang didasarkan

pada aspek- aspek sebagai berikut :

a) Afeksi adalah perasaan individu terhadap tubuh yang dimilikinya,

meliputi kepuasaan dan ketidakpuasan

b) Kognisi adalah pikiran dan keyakinan individu tentang bentuk tubuh dan

penampilan fisiknya.

c) Perilaku atau konatif adalah perilaku atau kecenderungan berperilaku

yang merupakan respon atau reaksi individu yang muncul dikarenakan

adanya pikiran, keyakinan kepercayaan dan perasaan.

Semakin tinggi skor pada skala citra tubuh yang diperoleh subjek,

maka semakin positif penilaian subjek terhadap penampilan fisiknya.

Demikian sebaliknya, jika skor skala citra tubuh yang diperoleh subjek

rendah, maka subjek memiliki penilaian yang negatif terhadap penampilan


(59)

D.Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pria dewasa awal yang melakukan latihan

fisik di fitness center, dengan kriteria sebagai berikut :

1. Pria dewasa awal dengan tentang usia 18- 30 tahun.

2. Mengikuti dan aktif melakukan latihan fisik di fitness center.

3. Memiliki keinginan untuk memperbaiki fisik / membentuk tubuh.

E.Sampling

Metode pengambilan sampel dalam penelitian mengunakan Purposive

sampling, yaitu pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri dan sifat tertentu

yang dianggap memiliki persamaan ciri atau sifat populasi yang sudah

ditentukan sebelumnya (Hadi, 2004). Peneliti memilih fitness center yang

anggotanya banyak pria dewasa awal, kemudian peneliti mengambil sampel

berdasarkan kriteria subjek yang sudah ditentukan seperti usia, keikutsertaan di

fitness center dan tujuan latihan.

F. Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan mengunakan skala.

Menurut Azwar (2001), skala adalah kumpulan pernyataan yang ditulis,

disusun dan dianalisis sedemikian rupa sehingga respon yang diberikan oleh

subjek terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor dan kemudian dapat

diinterpretasikan. Skala yang akan digunakan dalam penelitian ini ada 2


(60)

1. Skala Citra Tubuh

Skala citra tubuh mengunakan skala semantik diferensial atau biasa

disebut skala Osgood. Pada skala ini responden diminta untuk memberikan

bobot penilaian terhadap suatu stimulus menurut kata sifat yang ada pada

setiap kontinum dalam skala (Azwar, 2006). Skala ini mengadaptasi

aspek-aspek evaluasi terhadap citra tubuh yang dilakukan oleh Banfield &

McCabe (2002). Respon subjek yang didistribusikan dengan jawaban yang

kontinum yang mempunyai dua kutup yang berlawanan dengan titik nol

atau titik netral yang berada ditengah-tengah. Skala ini memiliki 21 aitem

yang terdiri atas aspek afeksi, kognisi dan perilaku.

Penskoran alat ukur pada skala ini dibagi atas 7 bagian yang diberi

angka 1 sampai dengan 7, mulai dari kutub unfavorabel sampai dengan

kutub favorabel.

Kutub unfavorable ---|---|---|---|---|---|--- kutub favorabel 1 2 3 4 5 6 7


(61)

Tabel 1

Blue Print Skala Citra Tubuh Sebelum Try Out

Aspek No Aitem Jumlah

Favorable/ unfavorable

N (%) 1. Afektif

a. Penampilan keseluruhan b. Bentukotot keseluruhan c. Otot bahu

d. Otot dada e. Otot lengan f. Berat badan g. Otot perut

1 4 7 10 13 16 19

7 30,3%

2. Kognitif

a. Penampilan keseluruhan b. Bentuk otot keseluruhan c. Otot bahu

d. Otot dada e. Otot lengan f. Berat badan g. Otot perut

8 11 14 17 20 5 2

7 30.3%

3. Perilaku

a. Penampilan keseluruhan b. Bentuk otot keseluruhan c. Otot bahu

d. Otot dada e. Otot lengan f. Berat badan g. Otot perut

15 9 21 3 18 12 6

7 30,3%

Total 21 21 100%

2. Skala Kecenderungan Overtraining

Dalam pengukuran kecenderungan overtraining, peneliti

mengunakan skala semantik diferensial atau biasa disebut skala Osgood,

pada skala ini responden diminta untuk memberikan bobot penilaian

terhadap suatu stimulus menurut kata sifat yang ada pada setiap kontinum


(62)

aspek-aspek kecenderungan overtraining yaitu latihan berlebihan dan

pemulihan yang kurang memadai. Selain itu, peneliti juga memasukan mood

sebagai subvariabel, hal ini dikarena perubahan mood menunjukkan adanya

kecenderungan overtraining oleh karena itu terdapat 2 subskala pada skala

kecenderungan overtraining, skor pada skala kecenderungan overtraining

adalah skor gabungan antara subskala 1 dan subskala 2.

Adapun bentuk-bentuk dari kecenderungan overtraining yang akan

diukur melalui :

a. Skala 1

Skala 1 mengukur aspek latihan berlebihan dengan komponen yaitu

intensitas, frekuensi dan durasi. Sedangkan aspek pemulihan dengan

komponen yaitu tidur, hidrasi, protein dan asupan tubuh. Pada skala ini,

tinggi rendahnya latihan dan pemulihan dinilai subjek berdasarkan pada

estimasi subjektif, kecuali pada item pola tidur mengunakan standar yang

berlaku umum.

b. Skala 2

Pada skala 2 mengukur variabel mood dengan komponen yaitu


(63)

Tabel 2

Blue Print Skala Kecenderungan Overtraining Sebelum Try Out

No Aspek No Aitem Jumlah

Favorable unfavorable

n (%) 1 Latihan berlebihan

a. Intensitas b. Frekuensi c. Durasi 1,2 3,4 5

5 12,5%

2 Pemulihan (

recovery) a. Tidur b. Hidrasi c. protein d. Asupan tubuh

6,7 8 9 10

5 12,5%

3 Mood states a. Tension b. Depression c. Anger d. Vigor e. Fatigue f. Confusion 11,12,13,14,15 16,17,18,19,20 21,22,23,24,25 26,27,28,29,30 31,32,33,34,35 36,37,38,39,40

30 75%

Total 40 40 100%

Respon subjek didistribusikan dengan jawaban yang kontinum yang

mempunyai dua kutup yang berlawanan dengan titik nol atau titik netral

yang berada ditengah-tengah. Skala ini memiliki 40 item yang terdiri atas

aspek latihan berlebihan, pemulihan dan mood.

Penskoran alat ukur pada skala ini dibagi atas 7 bagian yang diberi

angka 1 sampai dengan 7,mulai dari kutub unfavorabel sampai dengan


(64)

Penskoran pada aspek latihan berlebihan dan pemulihan.

Kutub unfavorable ---|---|---|---|---|---|--- kutub favorabel 1 2 3 4 5 6 7

Skoring pada aspek mood akan tinggi jika memiliki mood yang

buruk. Akan tetapi, berbeda pada komponen vigor yang memiliki skor

tinggi jika memiliki mood baik.

Gabungan data pada skala kecenderungan overtraining dilakukan

dengan cara berikut :

a. Jumlah aitem pada masing-masing subskala tidak seimbang, oleh karena

itu dilakukan penyetaran skor agar bisa dijumlahkan

b. Total skor subjek pada pada masing-masing subskala dibagi dengan

jumlah itemnya.

c. Skor mentah subjek yang diperoleh dari pembagian pada masing-masing

subskala ,dijumlahkan.

d. Hasil penjumlahan kombinasi tersebut adalah skor untuk skala

kecenderungan overtraining.

G.Uji Coba Alat Ukur

Seteleh menyusun skala penelitian, peneliti melakukan uji coba untuk

menentukan apakah aitem-aitem pada masing- masing skala dapat dijadikan

sebagai alat ukur penelitian. Uji coba penelitian dilakukan pada tanggal 17 juni

2013 dan 18 juni 2013. Skala uji coba diberikan pada 50 anggota fitness center

yang tersebar dibeberapa fitness center yaitu Body Life Fitness, Anugrah


(65)

Uji coba dilakukan dengan mendatangi fitness center tersebut. Peneliti

membagikan skala pada anggota yang memiliki kriteria seperti mengikuti

latihan lebih dari satu bulan, memiliki tujuan membentuk tubuh dengan batasan

usia dewasa awal. Anggota fitness center yang memiliki kriteria tersebut

diberikan skala kemudian mengisi skala dengan petunjuk yang diberikan oleh

peneliti. Peneliti memberikan skala penelitian sebelum dan sesudah anggota

fitness center melakukan latihan.

H.Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Isi

Validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan mengunakan

validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat

pengujian terhadap isi dengan analisis rasional atau lewat professional

judgment (Azwar,2007). Validitas isi pada peneltian ini dilakukan oleh

professional judgment. Sebelum melakukan try out peneliti

mengkonsultasikan dan meminta pertimbangan dari dosen pembimbing agar

aitem-aitem disusun secara baik dan mencakup keseluruhan aspek yang

ingin diukur.

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem diambil dari hasil uji coba pada subjek yang memiliki

karakteristik yang sama dengan subjek yang diteliti. Peneliti mengunakan

software SPSS versi 18 for Windows untuk mengolah data tersebut.

Aitem-aitem tersebut kemudian dievaluasi dengan mengunakan parameter daya


(66)

Dalam pemilihan kriteria aitem yang baik, penelitian mengunakan

korelasi aitem total yang berbeda antar skala yaitu mengunakan korelasi

aitem total dengan rix ≥ 0,30 untuk subskala mood dan rix ≥ 0,20 untuk skala citra tubuh dan subskala latihan berlebihan dan pemulihan. Peneliti

mempertimbangkan untuk menurunkan kriteria korelasi aitem total pada

skala citra tubuh dan subskala latihan berlebihan dan pemulihan dengan rix

≥0,20 agar aitem yang lolos mencukupi jumlah yang cukup seimbang antar aspek. Menurut Thorndike (dalam Azwar, 2007) Korelasi aitem total dengan

rix ≥0,20 cukup memuaskan dan direkomendasikan untuk melihat daya beda aitem.

a. Skala citra tubuh

Dari hasil uji coba yang dilakukan terdapat 19 aitem yang

memiliki daya beda berkisar antara 0.217 – 0,782. Dalam uji coba ini

terdapat 2 aitem yang gugur dari 21 aitem karena memiliki daya beda

dibawa 0,20, yaitu aitem nomor 6 dan 12. Jadi jumlah aitem yang lolos


(67)

Tabel 3

Blue Print Skala Citra Tubuh Setelah Try Out

Aspek No Aitem Jumlah

Favorable/ unfavorable

N (%)

1. Afektif

a. Penampilan keseluruhan b. Bentuk otot keseluruhan c. Otot bahu

d. Otot dada e. Otot lengan f. Berat badan g. Otot perut

1 4 6 9 11 14 17 7 6,8% 2. Kognitif

a. Penampilan keseluruhan b. Bentuk otot keseluruhan c. Otot bahu

d. Otot dada e. Otot lengan f. Berat badan g. Otot perut

7 10 12 15 18 5 2

7 6,8%

3. Perilaku

a. Penampilan keseluruhan b. Bentuk otot keseluruhan c. Otot bahu

d. Otot dada e. Otot lengan

13 8 19

3 16

5 6,4%

Total 19 19 100%

b. Skala kecenderungan overtraining

Dari hasil uji coba yang dilakukan, pada subskala latihan

berlebihan dan pemulihan terdapat 9 item yang memiliki korelasi aitem

total berkisar antara 0,203 – 0,564, dari uji coba tersebut terdapat 1 aitem

gugur yaitu aitem nomor 7. Kemudian pada subskala mood terdapat 25

aitem yang memiliki korelasi aitem total berkisar antara 0,596 – 0,861,


(68)

28, 29 dan 30. keseluruhan aitem soal pada skala kecenderungan

overtraining adalah 34 aitem.

Tabel 4

Blue Print Skala Kecenderungan Overtraining Setelah Try Out

No Aspek No Aitem Jumlah

Favorable unfavorable

(%) 1 Latihan berlebihan

a. Intensitas b. Frekuensi c. Durasi 1,2 3,4 5

5 14,7% 2 Pemulihan(recovery)

a. Tidur b. Hidrasi c. Protein d. Asupan tubuh

6 7 8 9 4 11,7%

3 Mood a. Tension b. Depression c. Anger d. Fatigue e. Confusion 10,11,12,13,14 15,16,17,18,19 20,21,22,23,24 25,26,27,28,29 30,31,32,33,34

25 73,6 %

Total 34 34 100%

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Tinggi dan rendahnya reliabilitas secara empiris ditunjukkan oleh koefisien reliabilitas (Azwar,2006). Pengukuran koefisien reliabilitas dilakukan dengan

mengunakan Alpha Cronbach. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien

reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0–1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, demikian juga sebaliknya jika koefisien reliabilitasnya rendah mendekati 0 maka semakin rendah reliabilitasnya.


(69)

a. Skala citra tubuh

Dari hasil uji coba yang dilakukan, reliabilitas skala citra tubuh

diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,867 dari 19 aitem.

b. Skala kecenderungan overtraining

Dari hasil uji coba yang dilakukan, reliabilitas subskala latihan

berlebihan dan pemulihan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,703

dari 9 aitem. Sedangkan untuk subskala mood diperoleh koefisien

reliabilitas sebesar 0,967 dari 25 aitem.

I. Teknik Analisis Data

1. Uji Asumsi Data Penelitian a. Uji Normalitas

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang akan dianalisis dalam penelitian ini berdistribusikan normal atau tidak. Uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov dalam program SPSS versi

PASW stastistic 18 for window dapat dilakukan dengan melihat nilai sig.

Apabila nilai p > 0,05 maka distribusinya normal (Sarwono, 2010).

b. Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi Product

Moment. Penggunaan korelasi ini bertujuan untuk mencari hubungan antara

dua variabel. Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS versi PASW statistic 18 for window.


(70)

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Pelaksanaan Penelitian

Proses pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 11 Juli 2013

sampai dengan tanggal 15 Juli 2013 dan dilanjutkan pada tanggal 22 Juli 2013

sampai sampai dengan 25 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan dengan meminta

subjek penelitian untuk mengisi skala yang terdiri atas 2 bagian, bagian I

adalah skala tentang citra tubuh dan bagian II adalah skala tentang

kecenderungan overtraining. Penelitian ini dilakukan ditujuh fitness center

yaitu, Body Life fitness, HBP fitness and aerobic, Lembah fitness Center UGM,

Bahtera Fitness center, Life Gym fitness, Lembah fitness Seturan dan DF

fitness and aerobic. Proses pengambilan data dilakukan dengan mendatangi

tempat-tempat fitness tersebut, kemudian meminta izin pada penjaga dan

personal trainer. Ada dua cara yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data,

pertama adalah dengan membagikan skala secara langgung kepada anggota

fitness center yang selesai berolahraga dan cara kedua dengan menitipkan skala

penelitian di fitness center dan meminta penjaga atau personal trainer tersebut

untuk membagikan skala setelah para anggota fitness center selesai

berolahraga. Setelah beberapa hari, peneliti kembali ke fitness center untuk


(71)

B.Deskripsi Subjek Penelitian

Melalui pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti diperoleh

sebanyak 164 subjek. Subjek yang tidak termasuk dalam kriteria subjek

penelitian digugurkan, subjek tersebut sebanyak 44 digugurkan karena tujuan

latihan adalah kebugaran tubuh. Tabel berikut ini menjelaskan secara terperinci

mengenai subjek penelitian.

Tabel 5

Deskripsi Subjek Penelitian

Keterangan Jumlah Total

Usia Subjek 18 tahun 5 120

19 tahun 8

20 tahun 17

21 tahun 11

22 tahun 15

23 tahun 15

24 tahun 15

25 tahun 8

26 tahun 8

27 tahun 7

28 tahun 6

29 tahun 1

30 tahun 4

Tempat Fitness Center

Body Life fitness 10 120

HBP Fitness and Aerobic 21 Lembah Fitness Center

UGM

14 Bahtera Fitness Center 10 Life Gym Fitness 24 Lembah Fitness Seturan 18 DF Fitness and Aerobic 22 Keikutsertaan

di Fitness Center

1-5 Bulan 32 120

6-11 Bulan 23

1-5 Tahun 52


(72)

C.Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dapat diperoleh gambaran

mengenai skor citra tubuh dan kecenderungan overtraining yang dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Tabel 6

Hasil Analisis Deskriptif

Statistik Citra Tubuh Kecenderungan Overtraining Teoritik Empirik Teoritik Empirik

N 120 120 120 120

Skor Minimum 19 21 2 5

Skor Maksimum 133 97 14 12

Mean 76 72,57 8 7,41

Standar Deviasi 7,778 13,453 0,782 1,199

Dalam penelitian ini, pada skala citra tubuh diperoleh skor terendah 21

dan skor tertinggi 97, nilai mean yang diperoleh sebesar 72,57 dan standar

deviasinya adalah 13,45. Sedangkan pada skala kecenderungan overtraining

perolehkan skor terendah 5 dan skor tertinggi 12, nilai mean yang diperoleh

sebesar 7,41 dan standar deviasinya adalah 1,19.

Berdasarkan tabel hasil analisis deskriptif di atas, diperoleh mean

teoritik dan mean empirik. Mean teoritik adalah rata-rata skor skala penelitian.

Mean empirik adalah rata-rata skor data yang diperoleh dari angka yang

merupakan rata-rata skor hasil penelitian. Dalam penelitian ini, mean empirik

yang diperoleh pada citra tubuh sebesar 72, 57 dan mean teoritiknya sebesar

74,4 (mean empirik < mean teoritik), berarti citra tubuh pada pria dewasa awal

tergolong rendah. Sedangkan pada kecenderungan overtraining diperoleh mean


(73)

teoritik), berarti kecenderungan overtraining di fitness center rendah atau tidak

terjadi kecenderungan overtraining.

Untuk mengetahui signifikan atau tidak signifikan perbedaan antara

mean teoritik dan empirik, dilakukan uji beda dengan mengunakan One-sample

t-tes. Dari hasil One-sample t-tes pada skala citra tubuh diperoleh nilai T

sebesar -2,796 dengan nilai P sebesar 0,006. Hal ini menunjukkan bahwa ada

perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dan mean empirik pada skor

citra tubuh (p=0,000 <0,05). Berikut ini adalah keterangan dalam bentuk tabel :

Tabel 7

Hasil Uji Beda Skor Citra Tubuh

Nilai Uji= 76

t df

Sig. (2-tailed)

Perbedaan Mean

95% Confidence Interval of the Difference Tinggi Rendah Citra_tubu

h

-2,796

119 ,006 -3,433 -5,86 -1,00

Sedangkan pada skala kecenderngan overtraining diperoleh nilai T

sebesar -5,365 dengan nilai P sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan antara mean teoritik dan mean empirik

(p=0,000<0,05). Berikut adalah keterangan dalam bentuk tabel :

Tabel 8

Hasil Uji Beda Skor Kecenderungan Overtraining

Nilai Uji= 8

T df

Sig. (2-tailed)

Perbedaan Mean

95% Confidence Interval of the Difference Rendah tinggi Kecenderungan

_overtraining

-5,365


(1)

101 Correlations Citra_tubuh Kecenderunga n_overtrainin g

Citra_tubuh Pearson Correlation 1 -,083

Sig. (1-tailed) ,185

N 120 120

Kecenderungan_ove rtraining

Pearson Correlation -,055 1

Sig. (1-tailed) ,276

N 120 120

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

102

LAMPIRAN 7

Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

103

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

104

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

105

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

106

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI