Pengaruh Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggiran Terhadap Populasi Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kubis (Brassica oleracea L).

(1)

i

PENGARUH PEMANFAATAN TANAMAN

PEMBATAS PINGGIRAN TERHADAP POPULASI

HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN

KUBIS (

Brassica oleracea

L

.

)

SKRIPSI

Oleh

MIFTAHUS SIROJUDDIN

KONSENTRASI PERLINDUNGAN TANAMAN

JURUSAN/PS. AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

PENGARUH PEMANFAATAN TANAMAN

PEMBATAS PINGGIRAN TERHADAP POPULASI

HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN

KUBIS (

Brassica oleracea

L

.

)

SKRIPSI

Skripsi Ini diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh:

Miftahus Sirojuddin

KONSENTRASI PERLINDUNGAN TANAMAN

JURUSAN/PS. AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

iii

PENYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sangsi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Denpasar , 21 April 2016 Yang menyatakan,

Miftahus Sirojuddin 1105105031


(4)

iv

ABSTRACT

MIFTAHUS SIROJUDDIN. 1105105031. “Effect of Plant Utilization Limiting Fringe Against Population Pests and Natural Enemies On Planting Cabbage (Brassica oleracea l.)". Guided by: Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadhi, MP. and Dr. Ir. Dwi Widaningsih, MSi.

The purpose of the study is to determine the effect of plant utilization Limiting Fringe barrier against pest species diversity, species diversity of natural enemies, pest species abundance, and abundance of natural enemy species on cabbage crop. The research was conducted in two places items, namely in the field and in the laboratory. Sampling is done diagonally plant. Pest species diversity on both compartments consisting of six species of Aphis brassicae, Crocidolomia

pavonana Fab, Plutella xylostella L, Spodoptera litura Fab, Helicoverpa

armigera Hubner, and Chrysodeixis orichalcea. The species that have a more dominant population are three abundance namely A. brassicae, P. xylostella and

C. pavonana. Species diversity of natural enemies of equal treatment, both in the parasitoid diversity consists of a single species Diadegma semiclausum.e. whereas in the diversity of the species there are six predator Menochilus sexmaculatus,

Ischiodon scutellaris, Paederus fuscipes Curt, Dolichoderus bituberculatus,

Oecophylla smaragdina and Sycanus sp. The results Showed an Increase in the percentage of the natural enemies of the moment map of plant cabbages planted with crops in the suburban area of the Cabbage Cropping.


(5)

v

ABSTRAK

MIFTAHUS SIROJUDDIN. 1105105031. Pengaruh Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggiran Terhadap Populasi Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kubis (Brassica oleracea L.)”. Dibimbing oleh: Dr. Ir Ketut Ayu Yuliadhi, MP dan Dr. Ir. Dwi Widaningsih, MSi.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan tanaman pinggiran terhadap keanekaragaman spesies hama, keragaman spesies musuh alami, kelimpahan spesies hama, dan kelimpahan spesies musuh alami pada pertanaman kubis. Penelitian dilakukan di dua tempat yaitu dilapang dan di laboratorium. Pengambilan sampel tanaman dilakukan secara diagonal. Keanekaragaman spesies hama pada kedua petak terdiri dari enam spesies yaitu : Kutu Daun.; Crocidolomia pavonana Fab.; Plutella xylostella L.; Spodoptera

litura Fab.; Helicoverpa armigera Hubner,;dan Chrysodeixis orichalcea., Spesies yang memiliki kelimpahan populasi lebih dominan ada tiga yaitu Kutu Daun, P.

xylostella dan C. pavonana. Keanekaragaman spesies musuh alami kedua perlakuan sama, pada keanekaragaman parasitoid terdiri dari satu spesies yaitu

Diadegma semiclausum sedangkan pada keragaman predator terdapat enam spesies yaitu Menochilus sexmaculatus, Ischiodon scutellaris, Paederus fuscipes Curt, Dolichoderus bituberculatus, Oecophylla smaragdinadan Sycanus sp. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan presentase musuh alami saat petakan tanaman kubis ditanami dengan tanaman pinggiran dalam areal pertanaman kubis. Kata kunci : Musuh Alami, Kubis, Hama.


(6)

vi RINGKASAN

Penelitian berjudul “Pengaruh Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggiran Terhadap Populasi Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kubis (Brassica

oleracea L.) ini dibawah bimbingan Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadhi, MP dan Dr. Ir Dwi Widaningsih MSi.

Penelitian pengaruh pemanfaatan tanaman pembatas pinggiran dilaksanakan di Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar sejak bulan April 2015 sampai dengan Agustus 2015. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan tanaman pinggiran terhadap keanekaragaman spesies hama, keanekaragaman spesies musuh alami, kelimpahan spesies hama, dan kelimpahan spesies musuh alami pada pertanaman kubis.

Hasil pengamatan keragaman hama ditemukan enam jenis hama pada petak perlakuan tanpa tanaman pinggiran yaitu Kutu Daun, Crocidolomia

pavonana F, Plutella xylostella L, Spodoptera litura F, Helicoverpa armigera, dan Crysodexis orichalcea L. Pada petak perlakuan dengan tanaman pinggiran ditemukan lima jenis hama yaitu Kutu Daun., C. pavonana, P.xylostella , S. litura , dan H. armigera. Diantara enam spesies tersebut tiga spesies yang memiliki jumlah populasi dominan yaitu Kutu Daun, P. xylostella dan C. pavonana. Jumlah populasi hama tersebut tertinggi pada tanaman kubis umur delapan minggu setelah tanam untuk Kutu Daun dan P. xylostella, sementara C. pavonana tertinggi pada tanaman kubis umur sepuluh minggu setelah tanam. Indeks keragaman spesies pada petak perlakuan tanpa tanaman pinggiran (0,40) dan pada petak tanaman dengan tanaman pinggiran (0,43).


(7)

vii

Hasil pengamatan keragaman predator ditemukan enam predator dikedua petak yaitu Menochilus sexmaculatus, Ischiodon scutellaris, Paederus fuscipes Curt, Dolichoderus bituberculatus, Oecophylla smaragdinadan Sycanus Sp. Jumlah kelimpahan populasi terdapat 3 spesies predator yang memiliki populasi tinggi yaitu spesies M. sexmaculatus, I. scutellaris, dan O. smaragdina, tapi predator M. sexmaculatus dan I. scutellaris menjadi predator dominan.Walaupun demikian keanekaragaman spesies di lokasi penelitian tergolong rendah pada kedua petak perlakuan tersebut. Indeks keragaman spesies predator yakni 0,63 pada petak perlakuan dengan tanaman pinggiran dan 0,65 pada petak tanpa tanaman pinggiran. Pada keragaman parasitoid ditemukan satu jenis spesies yang terdapat pada kedua petak perlakuan yaitu Diadegma semiclausum.


(8)

viii

PENGARUH PEMANFAATAN TANAMAN

PEMBATAS PINGGIRAN TERHADAP POPULASI

HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN

KUBIS (

Brassica oleracea

L

.

)

Miftahus Sirojuddin NIM. 1105105031

Menyetujui Pembimbing I

Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadhi. MP. NIP. 19600706 198603 2 001

Pembimbing II

Dr. Ir. Dwi Widaningsih. MSi. NIP. 19601205 198601 2 001

Mengesahkan, Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai. MS. NIP. 19630515198803 1 001


(9)

ix

PENGARUH PEMANFAATAN TANAMAN

PEMBATAS PINGGIRAN TERHADAP POPULASI

HAMA DAN MUSUH ALAMI PADA PERTANAMAN

KUBIS (

Brassica oleracea

L

.

)

dipersiapkan dan diajukan oleh Miftahus Sirojuddin

NIM. 1105105031

Telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji Pada tanggal 21 April 2016

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No : 67/UN14.1.23/DL/2016

Tanggal : 18 April 2016 Tim Penguji Skripsi adalah :

Ketua : Ir I Gusti Ngurah Bagus, MP. Anggota :

1. Ir Ni Nengah Darmiati, MP. 2. Ir I Made Mega Adnyana, MP.


(10)

x

RIWAYAT HIDUP

Miftahus Sirojuddin, lahir pada tanggal 24April 1993. Penulis berasal dari Desa Banjarmadu RT 3/RW 1 Kecamatan Karanggeneng Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur. Penulis merupakan putra kedua dari ayah Sudirman. danIbu Umu Za’ronah. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di MI AL-MUKHLISHIN Banjarmadu pada tahun 2005, Sekolah Lanjutan Pertama di MTs Putra-Putri Simo pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas di MA MATHOLI’UL ANWARSimo pada tahun 2011.

Penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Udayana melalui tes SNPTN yang dilaksanakan pada bulan Juni 2011. Sejak tanggal 19 Agustus 2011, penulis mulai terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Semasa di Universitas Udayana, Penulis lebih aktif mengikuti kegiatan kerohanian Islam. Pada tahun 2012 penulis menjadi ketua TIM ILC Ketua Forum Persatuan Mahasiswa Islam (FPMI) Universitas Udayana, pada tahun berikutnya penulis menjadi Ketua FPMI selama periode 2013-2014, pada tahun 2014-2015 penulis menjadi Ketua Dewan Penasehat FPMI, penulis juga pernah mengikuti kegiatan kemahasiswaan ditingkat Jurusan dalam Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) pada tahun 2013 dan sekarang penulis masih aktif di Keluarga Mahasiswa Nahdlatul ‘Ulama (KMNU).


(11)

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Allah Shubhanallahu Wa Ta’ala, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

Pengaruh Pemanfaatan Tanaman Pembatas Pinggiran Terhadap Populasi Hama dan Musuh Alami pada Pertanaman Kubis (Brassica Oleracea L.)’’. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Penulis menyadari sepenuhnya atas kekurangannya. Oleh karena itu, skripsi ini tidak akan mungkin dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan atau partisipasi serta dorongan dari pihak lain, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Dekan dan Ketua Program Studi Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah banyak memberikan kemudahan dalam penyelesaian segala keperluan administrasi.

2. Ketua Konsentrasi Perlindungan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan kemudahan dan ijin dalam penggunaan Laboratorium.

3. Ibu Dr. Ir. Ketut Ayu Yuliadhi, MP sebagai pembimbing I yang dengan sabar memberikan bimbingan dan wawasan serta dorongan semangat selama penulis melakukan penelitian hingga penyelesaian skripsi ini,


(12)

xii

4. Ibu Dr. Ir. Dwi Widaningsih, MSi. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan serta saran yang sangat bermanfaat bagi penelitian dan penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen, beserta pegawai di Konsentrasi Perlindungan Tanaman atas bimbingan serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

6. Sukada, SP yang telah membantu untuk menyiapkan lahan penelitian di Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar.

7. Keluarga tercinta Bapak Sudirman dan Ibu Umu za’rona, kakak tersayang Ganda Wahyu Siliwangi Hidayat dan adik tercinta Fajar Iskandar yang selalu mencurahkan kasih sayang, semangat, dorongan serta doa.

8. Sahabat-sahabatku (Ulil, Yu’Mif, Mbak Ifah, Drajad, Mizno, Izza, Palupi, Didi, Amy, Fajar, Didik dan Fredi) serta teman-teman di FPMI, AL-AZMI, KMNU, KKN Candi kusuma dan seperjuangan Agroekoteknologi 2011 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih bantuan dan dukungannya. Canda tawa kita tak kan ku lupa

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuannya sehingga skripsi ini dapat tersusun dengan baik.

Akhir kata, besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dan petani, terimakasih.

Denpasar, 21 April 2016


(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

RINGKASAN ... v

HALAMAN PERSETUJUAN ... vii

TIM PENGUJI ... viii

RIWAYAT HIDUP ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelititan ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

1.6 Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Hama yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis ... 5

2.1.1 Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella L.) (Lepidoptera : Plutellidae) ... 5

2.1.2 Ulat Krop Kubis (Crocidolomia pavonana Fab.) (Lepidoptera : Pyralidae) ... 8

2.2.3 Ulat Grayak (Spodoptera litura Fab.) (Lepidoptera : Noctuidae) ... 11


(14)

xiv

2.2.4 Ulat Buah Tomat (Helicoverpa armigera Hubner)

(Lepidoptera : Noctuidae ) ... 13

2.2.5 Ulat Jengkal (Chrysodeixis orichalcea L.) (Lepidoptera : Noctuidae) ... 15

2.2.6 Kutu Daun (Aphis brassicae L.) (Homoptera : Aphidoidae) ... 16

2.2 Musuh Alami yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis ... 17

2.2.1 Parasitoid yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis ... 18

2.2.1.1 Trichogrammatoidea cojuangcoi ... 19

2.2.1.2 Cotesia plutellae ... 19

2.2.1.3 Diadegma semiclausum ... 19

2.2.1.4 Oomyzus sokolowskii ... 20

2.2.1.5 Tetrastichus ... 20

2.2.2 Predator yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis ... 21

2.2.2.1 Menochilus sexmaculatus ... 21

2.2.2.2 Lalat Syrphidae ( Ischiodon scutellaris ) ... 23

2.2.2.3 Kumbang Paederus fuscipes. Cutr ... 23

2.2.2.4 Dolicoderus bituberculatus ... 24

2.2.2.5 Oecophylla smaragdina ... 24

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

3.2 Bahan dan Alat ... 25

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 25

3.3.1 Budidaya dan Pemeliharaan Tanaman Kubis ... 25

3.3.1.1 Persiapan Benih dan Pembibitan ... 25

3.3.1.2 Persiapan Lahan ... 26

3.3.1.3 Penanaman Kubis ... 26

3.3.1.4 Pemeliharaan dan Perlakuan ... 26

3.3.2 Pengambilan Sampel Hama pada Tanaman Kubis ... 27

3.3.3 Pengamatan ... 28

3.3.3.1 Pengamatan Keanekaraman Spesies dan Kelimpahan Populasi Hama yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis ... 28


(15)

xv

3.3.3.1 Pengamatan Keanekaraman Spesies dan Kelimpahan Populasi

Musuh Alami yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis ... 29

3.4. Analisis Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Keanekaragaman Spesies Hama Tanaman Kubis ... 31

4.2 Kelimpahan Populasi Hama Tanaman Kubis ... 32

4.3 Keanekaragaman Spesies Musuh Alami Tanaman Kubis ... 34

4.3.1 Keanekaragaman Spesies Parasitoid Tanaman Kubis... 34

4.3.2 Keanekaragaman Spesies Predator Tanaman Kubis ... 35

4.4 Kelimpahan Populasi Musuh Alami Tanaman Kubis ... 36

4.3.1 Kelimpahan Populasi Parasitoid Tanaman Kubis ... 36

4.3.2 Kelimpahan Populasi Predator Tanaman Kubis ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

4.1 Keanekaragaman Spesies Hama Tanaman Kubis yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis pada Petak Perlakuan Tanpa Tanaman Pinggiran dan Petak Perlakuan dengan Tanaman

Pinggiran... 31 4.2 Populasi Parasitoid D. semiclausum yang Berasosiasi dengan

Tanaman Kubis pada Pertanaman dengan Tanaman Pinggiran

dan Tanpa Tanaman Pinggiran... 34 4.3 Keanekaragaman Spesies Predator yang Berasosiasi dengan

Tanaman Kubis Pada Petak Perlakuan Tanpa Tanaman Pinggiran


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

2.1 Siklus Hidup Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella L)... 7

2.2 Larva Crocidolomia pavonana Fab... 8

2.3 Pupa Crocidolomia pavonana Fab... 9

2.4 Larva Spodoptera litura Fabricus... 12

3.1 Pengambilan Sampel di Lapang... 27

4.1 Kelimpahan Populasi Spesies Hama yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis Pada Petak Perlakuan dengan Tanaman Pinggiran... 32

4.2 Kelimpahan Populasi Spesies Hama yang Berasosiasi denganTanaman Kubis pada Petak Perlakuan Tanpa Tanaman Pinggiran... 33

4.3 Kelimpahan Populasi Parasitoid Diadegma semiclausum yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis pada Petak Perlakuan dengan Tanaman Pinggiran dan Tanpa Tanaman Pinggiran... 36

4.4 Kelimpahan Populasi Predator yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis pada Petak Perlakuan dengan Tanaman Pinggiran... 37

4.5 Kelimpahan Populasi Predator yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis pada Petak Perlakuan Tanpa Tanaman Pinggiran... 37


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1 Perhitungan Keragaman Spesies Hama Tanaman Kubis pada

Pertanaman Kubis Tanpa Tanaman Pinggiran... 45 1 Perhitungan Keragaman Spesies Hama Tanaman Kubis pada

Pertanaman dengan Tanaman Pinggiran... 46 2 Data Rata-Rata Kelimpahan Populasi Hama Tanaman Kubis

pada Petak Pertanaman Tanpa Tanaman Pinggiran... 47 2 Data Rata-Rata Kelimpahan Populasi Hama Tanaman Kubis

pada Petak Pertanaman dengan Tanaman Pinggiran... 48 3 Perhitungan Keragaman Spesies Predator Tanaman Kubis

pada Pertanaman Kubis Tanpa Tanaman Pinggiran... 49 3 Perhitungan Keragaman Spesies Predator Tanaman Kubis

pada Pertanaman Kubis dengan Tanaman Pinggiran... 50 4 Data Rata-Rata Kelimpahan Populasi Predator Tanaman

Kubis pada Petak Pertanaman Tanpa Tanaman Pinggiran... 51 4 Data Rata-Rata Kelimpahan Populasi Predator Tanaman


(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kubis (Brassica oleracea var. Capitata L.) merupakan salah satu sayuran yang banyak diusahakan para petani di daerah pegunungan (dataran tinggi) disamping karena mudah pembudidayaannya, juga karena kubis banyak mengandung vitamin A 200 IU, B 20 IU dan C 120 IU mgr. Vitamin-vitamin ini sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan terhadap sayur-sayuran semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk. Oleh karena itu, sayuran terutama kubis perlu ditingkatkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Produksi kubis di Bali relatif menurun, dimana berturut-turut dari tahun 2011 s/d 2013 produksi yaitu 42.926 ton, 40.197 ton, 35.781 ton, yang diproduksi oleh seluruh daerah pusat pengembangan sayuran di Bali. (BPS, 2009-2013). Penurunan produksi kubis yang dihasilkan petani salah satunya disebabkan oleh adanya serangan hama, penyakit, serta tumbuhan pengganggu.

Gulma atau tumbuhan pengganggu adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan oleh petani. Gulma tidak dikehendaki karena mempunyai sifat kompetitif yang tinggi terutama bersaing dengan tanaman yang dibudidayakan dan biaya pengendaliannya cukup besar yaitu sekitar 25-30% dari biaya produksi. Persaingan tersebut dalam hal kebutuhan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh (Soerjani et al. 1996). Menurut (Sastroutomo,1999), gulma merupakan salah satu faktor biotik penghambat untuk memperoleh hasil panen yang tinggi dalam suatu sistem budidaya tanaman. Kehadiran gulma juga dapat menyebabkan


(20)

2

kerusakan lebih besar pada tanaman karena adanya bahan toksik yang dilepaskan dan menekan pertumbuhan (Lafitte, 1994).

Gulma tidak selamanya berdampak negatif bagi tanaman, ada beberapa gulma yang mempunyai nilai positif untuk tanaman. Wardani (2013) menyatakan ekstrak Ageratum conyzoides (Babadotan) mampu menekan populasi nematoda puru akar Meloidogyne spp sebesar 97,4 % per 300 g tanah, dan Lantana camara (Krasi) mampu menekan populasi nematoda dalam 1 g akar ekstrak yaitu sebesar 92,6 %. Tumbuhan berbunga yang berpotensi sebagai pakan bagi musuh alami adalah Brassica juncea, Nasturtium indicum dan Cuphea microphylla karena dapat meningkatkan lama hidup dan kemampuan reproduksi parasitoid larva

Diadegma semiclausum pada tanaman kubis (Ngatimin, 2002).

Pengendalian dengan cara bercocok tanam seperti pemanfaatan tanaman pinggir dapat mendorong stabilitas ekosistem sehingga populasi hama dapat ditekan dan berada dalam kesetimbangannya (Settel et al., 1996). Jenis tanaman pinggir yang dipilih harus memiliki fungsi ganda yaitu, disamping sebagai penghalang masuknya hama, juga sebagai tanaman refugia yang berfungsi untuk berlindung sementara dan penyedia tepung sari untuk makanan alternatif parasitoid. (Untung 2006)

Sampai saat ini petani belum bisa dipisahkan dari pestisida dalam berbudidaya kubis, pengendalian dengan menggunakan insektisida sebagai alternatif utama dalam pengendalian OPT (Organisme Penggangu Tanaman) disamping lebih praktis dan lebih efektif dalam menekan populasi hama juga hasil pengendaliannya dapat terlihat cepat (Wudianto, 1997 dalam Prasetyo, 2013). Pengendalian dengan insektisida memang terlihat cepat hasilnya, namun selain


(21)

3

memberikan keuntungan ternyata penggunaan insektisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan (Herminanto, 2010).

Penggunaan insektisida yang kurang bijaksana dapat menimbulkan dampak negatif seperti timbulnya resistensi hama terhadap insektisida. Selain menimbulkan resistensi, insektisida juga dapat membunuh musuh alami yaitu predator dan parasitoid (Astuti, 2012).

Penelitian-penelitian mengenai pemanfaatan tanaman pinggiran sampai saat ini semata-mata hanya dititikberatkan pada upaya menekan populasi hama dan belum memperhatikan dampak terhadap musuh alami. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pemanfaatan tanaman pembatas pinggiran terhadap populasi hama dan musuh alami pada pertanaman kubis. Informasi ini nantinya akan berguna dalam merancang suatu sistem pengelolaan habitat pertanian khususnya tanaman kubis.

1.2 Rumusan Masalah

Beberapa masalah yang ingin dijawab pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah keragaman dan kelimpahan hama kubis pada pertanaman dengan tanamam pinggiran dan tanpa tanaman pinggiran? 2. Bagaimanakah keragaman dan kelimpahan musuh alami pada

pertanaman dengan tanamam pinggiran dan tanpa tanaman pinggiran? 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tersebut adalah:

1. Untuk mengetahui keragaman dan kelimpahan hama kubis pada pertanaman dengan tanamam pinggiran dan tanpa tanaman pinggiran?


(22)

4

2. Untuk mengetahui keragaman dan kelimpahan musuh alami pada pertanaman dengan tanamam pinggiran dan tanpa tanaman pinggiran? 1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui keragaman dan kelimpahan hama kubis pada pertanaman dengan tanamam pinggiran dan tanpa tanaman pinggiran.

2. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui keragaman dan kelimpahan musuh alami pada pertanaman dengan tanamam pinggiran dan tanpa tanaman pinggiran.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup penelitian meliputi :

1. Jenis-jenis hama yang berasosiasi dengan tanaman kubis pada pertanaman dengan tanamam pinggiran dan tanpa tanaman pinggiran.

2. Jenis-jenis musuh alami yang berasosiasi dengan tanaman kubis pada pertanaman dengan tanamam pinggiran dan tanpa tanaman pinggiran. 1.5 Hipotesis

Kehadiran gulma tertentu diduga dapat meningkatkan populasi musuh alami yang berperan pada pengendalian populasi hama pada pertanaman kubis.


(23)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hama yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis

Hama-hama yang menyerang tanaman kubis dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu hama utama atau penting dan hama sekunder. Hama utama pada tanaman kubis yaitu ulat daun kubis (Plutella xylosíella L.) dan ulat krop kubis (Crocidolomia pavonan F.). Hama sekunder pada tanaman kubis yaitu ulat tanah (Agrotis ípsilon .), ulat jengkal kubis (Chrysodeixis orichalcea L.), ulat bawang (Spodoptera exigua Hbn.), ulat grayak (Spodoptera litura F.), kutu daun persik (Myzus persicae Sulz.) dan ulat buah tomat (Helicoverpa

armígera Hbn.) (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993)

2.1.1 Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella L.) (Lepidoptera : Plutellidae) Klasifikasi Plutella xylostella L (Kalshoven, 1981) yaitu sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Plutellidae Genus : Plutella

Spesies : Plutella xylostella L.

P.xylostella L. merupakan hama utama pada tanaman kubis dataran tinggi di Pulau Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi dan banyak daerah lainnya di Indonesia. Serangga ini bersifat kosmopolitan yang mana hidup di daerah yang beriklim


(24)

6

tropis maupun subtropis (Kalshoven, 1981). Serangga dewasa P. xylostella

merupakan ngengat kecil berwarna coklat kelabu yang dikenal dengan sebutan “Diamondback Moth (DBM)”, ini dikarenakan serangga dewasa P. xylostella

pada sayap depan terdapat tiga buah “titik” (undulasi) seperti intan (Sastrosiswojo, 1987).

Telur dari P. xylostella berukuran sangat kecil atau berbentuk oval dengan wama putih kekuningan, panjang berkisar 0,25 mm sampai 0,50 mm. Ngengat umumnya meletakkan telurnya di sekitar tulang daun dari permukaan bawah daun yang mana pada permukaan bawah daun lebih kasar dibandingkan dengan permukaan daun yang halus (Ngatimin, 2002). Telur diletakkan secara tunggal ataupun dalam kelompok kecil (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993). Jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina P. xylostlla selama hidupnya adalah 92 hingga 130 butir.

Larva P. xylostella berbentuk silindris, relatife tidak berbulu. Larva terdiri dari empat instar. Larva mempunyai pertumbuhan maksimum dengan ukuran panjang tubuh mencapai 10-12 mm. Larva instar pertama berwarna hijau muda hingga wama hijau tua pada saat mencapai larva instar keempat. Ukuran larva relatif kecil dan bersifat lincah apabila larva tersentuh ataupun mendapat gangguan maka larva P. xylostella akan menjatuhkan diri dengan benang sutera, ini merupakan ciri khas dari larva P. xylostella. Stadium larva pada instar pertama hingga instar keempat memiliki periode waktu yang berbeda dimana berturut-turut yaitu : 4 hari, 2 hari, 3 hari, dan 3 hari. Pada musim panas dan hujan periode larva berkisar 10 hari dan di musim dingin dengan periode larva berkisar 1 2 - 1 5 hari (Shaila, 2007).


(25)

7

Larva instar keempat merupakan larva instar akhir. Larva instar terakhir akan memintal benang yang akan dibuat menjadi kokon dimana pada umumnya kokon P. xylostella terdapat pada sisi bawah daun dan waktu yang diperlukan untuk membuat kokonnya kurang dari 24 jam (Kalshoven, 1981). Kepompong yang baru dibentuk akan memiliki wama hijau kekuningan kemudian setelah satu atau dua hari akan berubah menjadi wama coklat dan secara bertahap akan berubah menjadi coklat tua hingga muncul serangga dewasa (Abraham dan Padmanabhan, 1968 dalam Shaila, 2007).

Umur P. xylostella di daerah dingin lebih panjang daripada di daerah panas. Daur hidup serangga P. xylostella di daerah panas dengan ketinggian hingga 250 m dpl, yaitu : stadium telur selama 2 hari, larva selama 9 hari, pupa selama 4 hari dan imagonya selama 7 hari. Sementara itu, di dataran tinggi dengan ketinggian tempat sekitar 1.100 - 1.200 mdpl, stadium telur sekitar 3-4 hari, larva 12 hari, pupa 6-7 hari dan imago 20 hari (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).


(26)

8

2.1.2 Ulat Krop Kubis (Crocidolomia pavonana Fabricius) (Lepidoptera : Pyralidae)

Crocidolomia pavonana merupakan hama yang menyerang pertanaman kubis dari munculnya krop hingga panen. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi

C. pavonana yaitu sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Pyralidae Genus : Crocidolomia

Spesies : Crocidolomia pavonana

Penyebaran serangga ini di Afrika Selatan, Asia Tenggara, Australia dan Kepulauan Pasifik (Kalshoven, 1981). Hama ini dapat menyerang tanaman dari famili Cruciferae seperti kubis, kubis bunga, petsai, sawi, brokoli, lobak, sawi jabung dan selada air. Serangga C. pavonana terkadang saling bergantian sebagai hama utama dengan P. xylostella (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).


(27)

9

Gambar 2.3 Pupa Crocidolomia pavonana.(Sumber : Dokumen Nia 2013) Imago C. pavonana meletakkan telur secara berkelompok dan saling tumpang tindih pada permukaan bawah daun dimana menyerupai deretan genting rumah. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ngengat betina bervariasi antara 55 hingga 285 butir. Sari (2002) melaporkan bahwa persentase penetasan telur adalah 62,2-100% dan persentase individu yang dapat bertahan hidup sampai menjadi imago adalah 44,0-88,6% dengan rata-rata 67,8%. Lama stadium telur 4-6 hari, telur yang baru diletakkan berwarna hijau kemudian akan berubah selama 2 hari menjadi kuning kehijauan setelah itu berwarna coklat kemerahan dan akan berwarna hitam kelabu sebelum menetas (Korinus, 1995).

Larva C. pavonana berwarna hijau muda kecoklatan. Larva tersebut memiliki lima instar. Sepanjang tubuh larva terdapat garis-garis putih pada bagian sisi dan bagian atas larva ini. Larva muda (instar ke-1 sampai instar ke-2) pada umumnya hidup bergerombol pada permukaan bawah daun kubis kemudian pada larva instar ke-3 akan menyebar menuju ke titik tumbuh. Sedangkan larva instar ke- 4 dan instar ke-5 akan bersifat malas dan selalu menghindari cahaya matahari (Sastrosiswojo dkk., 2005).


(28)

10

Larva instar I memiliki panjang yaitu mencapai 1,08-4,5 mm, instar II dengan panjang mencapai 3,0-7,0 mm, instar III yaitu 7-12 mm, kemudian instar IV 12,0-16,0 mm sedangkan larva instar V berukuran 13,0-21,0 mm (Suharti, 2000). Masing-masing larva instar I sampai instar V berbeda yaitu pada larva instar I dan instar II berwarna hijau muda kemudian pada instar III sampai instar V berwarna hijau muda namun pada tubuhnya akan terlihat garis hijau membujur pada ventral dan akan semakin terlihat jelas terdapat bintik-bintik kecokelatan pada bagian ventral. Stadium larva pada masing-masing instar tersebut dengan rata-rata periode berturut-turut yaitu 2,6 hari; 2,4 hari; 2 hari; 2,3 hari, dan 4,7 hari. Menurut Sastrosiswojo dkk.(2005) bahwa periode larva pada instar I sampai instar V adalah 11-17 hari dengan rata-rata 14 hari pada suhu 26-33,2 °C. Larva akan bergerak lamban dan tidak aktif makan pada saat larva tersebut mendekati masa prapupa.

Serangga dewasa C. pavonana aktif pada malam hari (nokturnal). Ngengat akan bersembunyi pada siang hari di celah-celah antara daun kubis karena ngengat tidak tertarik pada cahaya (Kalshoven, 1981). Imago betina berwarna coklat dengan sayap depan berwarna sedikit gelap, sedangkan imago jantan berwarna coklat lebih gelap dengan sayap depan bercorak lebih jelas (Sari, 2002). Perbedaan yang lainnya yaitu ngengat betina memiliki abdomen yang lebih besar namun abdomen ngengat jantan lebih pendek dimana ujung abdomen lebih tumpul dan lebih banyak ditumbuhi rambut-rambut halus (Suharti, 2000). Ukuran panjang tubuh ngengat jantan berkisar 10,4 mm dan ngengat betina 9,6 mm (Sastrosiswojo dkk., 2005). Lama hidup imago ngengat C. pavonana yaitu 9,4 hari


(29)

11

(Sari, 2002). Siklus hidup C. pavonana berkisar antara 22 sampai 30 hari (Kalshoven, 1981).

2.1.3 Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricius) (Lepidoptera : Noctuidae) Ulat grayak tersebar luas di Asia, Pasifik, dan Australia. Di Indonesia, hama ini terutama menyebar di Nanggroe Aceh Darussalam, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua. Pertumbuhan populasi ulat grayak sering dipicu oleh situasi dan kondisi lingkungan, yakni: salah satunya cuaca panas. Pada kondisi kering dan suhu tinggi, metabolisme serangga hama meningkat sehingga memperpendek siklus hidup (Marwoto dan Suharsono, 2008).

S. litura bersifat polifag atau mempunyai kisaran inang yang cukup luas atau banyak inang, sehingga agak sulit dikendalikan. Ulat grayak (Kalshoven, 1981) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Noctuidae Genus : Spodoptera


(30)

12

Gambar 2.4 Larva Spodoptera litura (Sumber : Dokumen Pribadi, 2015)

Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam. Kemampuan terbang ngengat pada malam hari mencapai 5 km. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun dua lapis), berwarna coklat kekuningan, diletakkan berkelompok masing-masing 25-500 butir. Telur diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman inang maupun pada inang alternatif. Bentuk telur bervariasi. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina, berwarna kuning kecoklatan (Marwoto dan Suharsono, 2008).

Larva mempunyai wama yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit) berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh (Gambar 2.4) Pada umur 2 minggu, panjang ulat sekitar 5 cm. Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari setelah menetas (tergantung ketersediaan makanan), larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat yang lembab dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada


(31)

13

intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar (Marwoto dan Suharsono, 2008). Warna dan perilaku larva instar terakhir mirip larva tanah Agrothis Ípsilon, namun terdapat perbedaan yang cukup mencolok, yaitu pada ulat grayak terdapat tanda bulan sabit berwarna hijau gelap dengan garis punggung gelap memanjang.

Larva berkepompong di dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,60 cm. Siklus hidup berkisar antara 30 - 60 hari (lama stadium telur 2-4 hari). Stadium larva terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 20-46 hari. Lama stadium pupa 8-11 hari. Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2.000-3.000 telur (Marwoto dan Suharsono, 2008).

2.1.4 Ulat Buah Tomat (Helicoverpa armigera Hubner) (Lepidoptera : Noitudea)

Serangga ini lebih dikenal sebagai ulat buah tomat (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993). H. armígera termasuk serangga yang bersifat polifag, sehingga menimbulkan kerugian pada beberapa jenis tanaman seperti : tomat, tembakau, kacang-kacangan, jagung, sorgum, kapas, kentang, tanaman hias, dan sayuran lainnya (Setiawati, 1991). Klasifikasi dari ulat buah tomat (Kalshoven, 1981) Adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera


(32)

14

Famili : Noctuidae Genus : Helicoverpa

Spesies : Helicoverpa armigera

Ngengat betina H. armígera umumnya meletakkan telur pada bagian tanaman yang banyak rambut-rambutnya dan kasar. Telur yang baru diletakkan berwarna kuning muda dan berbentuk bulat (Setiawati, 1991). Telur yang akan menetas berubah warna menjadi abu-abu dan akhirnya hitam (Herlinda, 2005). Lama masa peneluran mencapai 10 hari. Jumlah telur yang diletakkan oleh seekor betina rata-rata 263,12 butir. Selama hidupnya, ngengat mampu meletakkan telur setiap hari hingga mati. Lama stadium telur berkisar antara 2-4 hari dan rata-rata adalah 2,12 hari. Fertilitas telur cukup tinggi (rata-rata 76,52%), namun serangga memiliki kemampuan kompetisi yang tinggi karena bersifat kanibal (Herlinda, 2005).

Larva yang baru keluar dari telur berbentuk silindcr dan tubuhnya berwarna kuning pucat (Setiawati, 1991). Larva H. armígera mempunyai enam instar, itu terlihat berdasarkan bekas mandibelnya yang mengelupas. Larva yang memakan buah tomat umumnya berwarna hijau kekuningan. Perbedaan warna larva dipengaruhi oleh pakannya. Effendy dan Herlinda (2001) menyatakan larva

H. armígera yang diberi polong kedelai yang berwarna hijau menyebabkan tubuhnya berwarna hijau. Stadia larva membutuhkan waktu berkisar antara 29-46 hari dengan rata-rata 36,25 hari.

Pupa yang baru terbentuk berwarna hijau dan kuning kemudian berwarna coklat. Rata-rata stadium pupa 10 hari. Pupa yang baru terbentuk biasanya mudah bergerak apabila disentuh. Setelah beberapa hari pupa berwarna coklat muda dan


(33)

15

kemudian berwarna coklat tua.

Ngengat H. armígera memiliki sayap depan berwarna coklat dengan satu bintik hitam pada sayap tersebut, Sayap belakangnya memiliki tepi berwarna hitam, sedangkan pangkal sayap tersebut berwarna putih kecoklatan. Ngengat jantan dapat dibedakan dengan ngengat betina karena pola bercak pirang tua (merah) pada ngengat betina. Pada ngengat jantan terdapat pola bercak yang berwarna kehijauan pada ujung sayapnya (Herlinda, 2005)

Daur hidup H. armigera dari telur hingga imago meletakkan telur 50-52 hari. Lama hidup ngengat berkisar antara 2-18 hari dengan rata-rata 11,2 hari. Suhu yang lebih tinggi akan mempercepat metabolisme yang akhimya dapat mempercepat perkembangan (Herlinda, 2005).

2.1.5 Ulat Jengkal (Chrysodeixis orichalcea L) (Lepidoptera : Noctuidea) Klasifikasi dari ulat jengkal (Kalshoven, 1981) yaitu sebagai barikut : Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Noctuidae Genus : Chrysodeixis

Spesies : Chrysodeixis orichalcea L.

Imago berwarna gelap dan terdapat bintik-bintik keemasan pada sayap

depan menyerupai huruf “Y”. Telurnya kecil berwarna agak putih dimana


(34)

16

3-10 hari. Larva yang baru menetas mulai memakan daun pada bagian bawahnya, kemudian akan bergerak ke bagian dalam tanaman dan mulai memakan daun yang muda maupun tunas yang masih muda (Pracaya, 1999). Larva berwarna hijau dengan garis-garis putih disisinya. Ciri khas larva ini bila berjalan seperti menjengkal. Pupa dibentuk pada bagian bawah daun.

Daur hidup C.orichalcea dari telur sampai imago berlangsung selama 18- 24 hari (Rukmana, 2004). Ukuran tubuh ulat jengkal agak besar dan panjang tubuh ulat dewasa mencapai 4 cm. Stadium larva terdiri atas lima instar, umur larva berlangsung selama 14-19 hari dengan rerata 16,2 hari. Gejala serangan yang disebabkan oleh larva C.orichalcea adalah larva akan merusak dan memakan daun, sehingga daun yang diserang menjadi berlubang-lubang, mulai dari tepi daun bagian atas atau bawah (Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).

2.1.6 Kutu Daun (Aphis brassicae L.) (Homoptera : Aphidoidae)

Klasifikasi dari kutu daun (Kalshoven, 1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Homoptera Famili : Aphidoidae Genus : Aphis

Spesies : Aphis brassicae L.

Panjang telur Kutu daun berukuran 0,7 mm dan tebal 0,15 mm, berwarna hijau muda atau hijau kuning diliputi semacam tepung berlilin, namun setelah


(35)

17

beberapa hari berubah menjadi hitam mengkilat. Kutu daun yang baru menetas tidak mempunyai sayap dan berwarna hijau. Panjang aphis berkisar 1,8 — 2,3 mm. Kutu daun hidup berkelompok di bawah daun dan daur hidup aphis 40 sampai 50 hari (Pracaya, 1999). Tingkat kesuburan dari satu betina kutu daun bisa menghasilkan 40 nimpha. Periode nimpha berlangsung selama 7—1 2 hari.

Kutu daun menyerang tanaman kubis dengan menusukkan alat mulut yang runcing dan menghisap cairan selnya, sehingga menyebabkan daun menguning dan krop berbintik-bintik tampak kotor. Kutu daun lebih memilih untuk makan pada sisi bawah daun atau pada sisi bawah daun dekat titik tumbuh.

2.2 Musuh Alami yang Berasosiasi dengan Tanaman Kubis

Ekosistem pertanian tanaman pangan umumnya bersifat kurang stabil yang dicirikan oleh diversitas struktur komunitas yang rendah. Susunan jala makanan (food web) pada ekosistem ini bersifat sederhana sehingga populasi suatu jenis organisme (khususnya yang berstatus hama) berada dalam keadaan tidak seimbang, bahkan dapat mengalami eksplosi. Biodiversitas ekosistem tanaman pangan dapat dipertahankan pada taraf tinggi dengan cara memanipulasi lingkungan, sehingga tercipta kondisi yang menguntungkan bagi spesies-spesies untuk saling berinteraksi dalam ekosistem.

Musuh alami sebagai salah satu komponen ekosistem berperan penting dalam proses interaksi intra dan inter spesies. Tingkat pemangsaannya berubah-ubah menurut kepadatan populasi hama, maka musuh alami digolongkan ke dalam faktor ekosistem yang tergantung kepadatan (density dependent factors).


(36)

18

Ketika populasi hama meningkat, mortalitas yang disebabkan oleh musuh alami semakin meningkat, demikian pula sebaliknya (Stehr, 1975).

Musuh alami dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan dan mengatur populasi hama pada tingkat keseimbangan umum (general equilibrium position), baik secara alamiah maupun buatan. Pemanfaatannya secara alamiah dapat dilakukan melalui konservasi dan peningkatan efektivitas musuh alami, antara lain dengan menerapkan teknik budi daya yang baik, dan menggunakan pestisida secara bijaksana, sehingga tidak mengganggu kehidupan musuh alami. Pemanfaatan musuh alami secara buatan dapat dilakukan dengan cara pelepasan (augmentation) setelah dibiakkan/diperbanyak di laboratorium, introduksi, dan kolonisasi musuh alami (Watson et al. 1976).

2.2.1 Parasitoid yang Berasosiasi dengan Hama Kubis

Menurut Karindah dkk. (2003) yang dilakukan di Daerah Batu Kabupaten Malang setidaknya ada 7 parasitoid yang berasosiasi dengan Plutella xylostella yakni : Trichogrammatoidae bactrae (Hymenoptera), Diadegma semiclausum (Hymenoptera : Ichneumonidae), Cotesia plutellae (Kurdj.) (Hymenoptera : Braconidae), Diadromus collaris, Oomyzus sokolowskii (Kurdj.) (Hymenoptera : Eulopidae), Thyraella collaris, Tetrastichinae (Hymenoptera : Eulopidae).

Herlinda (2004) mengatakan pada pertanaman sayuran di Sumatra Selatan ditemukan lima parasitoid yang berasosiasi dengan P. xylostella, yaitu : Diadegma

semiclausum, Trichogrammatoidea cojuangcoi Nagaraja (Hymenoptera), Cotesia


(37)

19

Ichneumonidae), Oomyzus sokolowskii (Kurdj.) (Hymenoptera : Eulopidae),

Tetrastichinae (Hymenoptera : Eulopidae).

2.2.1.1 Trichogrammatoidea cojuangcoi

Trichogrammatoidea cojuangcoi merupakan endoparasitoid telur soliter. Imago T. cojuangcoi yang muncul dari telur P. xylostella berwarna hitam kekuningan dengan panjang tubuh 0.5-1.0 mm. Telur P. xylostella yang terparasit berwarna hitam, sedangkan yang sehat berwarna kuning kehijauan.

2.2.1.2 Cotesia plutellae

Cotesia plutellae adalah endoparasitoid larva soliter. Betina C. plutellae meletakkan telur di dalam tubuh instar dua P xylostella. Setelah mencapai larva C.

plutellae memasuki instar akhir (ketiga). Larva C. plutellae keluar dari tubuh larva P. xylostella melalui ruas abdomen ketiga dari sebelah samping atau bawah dan langsung memintal kokon untuk fase pupanya. Kokon C. plutellae berwarna putih bersih, keras, dan panjangnya antara 3-4 mm. Imago C. plutellae yang muncul dari kokon berwarna hitam mengkilat dengan panjang tubuh berkisar 3 mm. Larva P. xylostella yang terparasit berwarna hijau kekuningan, sedangkan larva sehat berwarna hijau. Abdomen posterior larva yang sakit ini lebih besar dibandingkan dengan larva sehat.

2.2.1.3 Diadegma semiclausum

Diadegma semiclausum adalah endoparasitoid larva soliter. Parasitoid ini meletakkan telur di dalam tubuh larva P. xylostella, terutama pada instar ketiga.


(38)

20

Imago D. semiclausum muncul dari tubuh inang saat inang berada masih dalam fase larva. Setelah larva D. semiclausum memasuki instar akhir (keempat), larva

D. semiclausum keluar dari tubuh larva P xylostella dan memintal kokon di dalam kokon P xylostella. Kokon D. semiclausum berwarna abu-abu kecokelatan. Imago

D. semiclausum yang muncul dari kokon berwarna hitam mengkilat dengan panjang tubuh berkisar 4.5-5.5 mm. D. semiclausum adalah parasitoid larva tetapi di laboratorium pernah juga ditemukan larva D. semiclausum berada di dalam tubuh pupa P. xylostella. Larva P. xylostella yang terparasit oleh D. semiclausum terlihat hijau kekuningan.

2.2.1.4 Oomyzus sokolowskii

Oomyzus sokolowskii adalah endoparasit larva-pupa soliter. Parasitoid ini meletakkan telur di dalam tubuh larva instar akhir P. xylostella dan imago muncul saat inang berada pada fase pupa. Larva atau pupa P. xylostella yang terparasit oleh O. sokolowskii terlihat hijau kekuningan dan abdomen tengah gemuk. O.

sokolowskii memiliki kepala dan toraks berwarna hitam kehijauan dan berkilau dengan panjang tubuh antara 1.5-2.0 mm. Imago betina memiliki ovipositor yang pendek.

2.2.1.5 Tetrastichus

Tetrastichus adalah endoparasit larva-pupa soliter. Parasitoid ini meletakkan telur di dalam tubuh larva instar akhir P. xylostella dan imago muncul saat inang berada pada fase pupa. Imago Tetrastichus yang muncul dari pupa


(39)

1,4-21

1,7 mm dengan rata-tata 1,5 mm. Larva atau pupa P. xylostella yang terparasit oleh Tetrastichus terlihat hijau kekuningan dan abdomen tengah membesar.

2.2.2 Predator yang Berasosiasi dengan Hama Penting pada Tanaman Kubis Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal sebelum tahun 1888 dengan suksesnya pengendalian hama

cottony-cushion scale pada jeruk dengan menggunakan musuh alami Rodolia

cardinalis di Los Angeles pada tahun 1876.

Menurut Untung (1993), hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator, tetapi selama ini hanya beberapa ordo yang anggotanya merupakan predator yang digunakan dalam pengendalian hayati. Ordo-ordo tersebut adalah Coleoptera famili Carabidae dan Coccinellidae; Orthoptera famili Mantidae; Diptera famili Asilidae dan Syrphidae; Odonata famili Coenagrionidae dan Aeshnidae; Hemiptera famili Miridae, Reduviidae, Pentatomidae dan Mesoveliidae; Neuroptera famili Chrysopidae; Hymenoptera famili Formicidae. Dari sekian banyak entomofaga, baru sekitar 15-16% yang telah teridentifikasi sebagai agen pengendali hayati (Thacker 2002; Norris et al. 2003).

2.2.2.1 Menochilus sexmaculatus

Menurut (Kalshoven, 1981) klasifikasi kumbang M. sexmaculatus adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda


(40)

22

Kelas : Insekta Ordo : Coleoptera Famili : Coccinellidae

Genus : Menochilus (Cheilomenes)

Species : Menochilus sexmaculatus Fabricius.

M. sexmaculatus merupakan serangga predator dari ordo Coleoptera. Serangga ini biasa disebut kumbang predator warna kuning mempunyai bercak hitam dan bergerak lambat dalam menangkap mangsa. M. sexmaculatus mampu memangsa hama penting Bemisia. tabaci dan Myzus persicae pada pertanaman cabai, sehingga secara hayati serangga predator M. sexmaculatus sangat potensial untuk menekan penggunaan insektisida sintetis (Muharam & Setiawati 2007).

M. sexmaculatus merupakan salah satu predator yang sangat potensial. Serangga tersebut merupakan jenis predator yang mempunyai kisaran mangsa yang agak luas, selain dapat memangsa berbagai jenis kutu daun, juga dapat memangsa coccicids dan psyllids. M. sexmaculatus juga merupakan salah satu predator yang mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya adalah kemampuan reproduksi yang tinggi dan tingkat pemangsaannya tinggi (Setiawati et al. 2005).

Daur hidup predator M. sexmacrpulatus berkisar antara 56 hingga 78 hari dengan rincian telur 4-5 hari, larva 20-25 hari, pupa 4-6 hari dan imago 28-42 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir. M. sexmaculatus membunuh dengan cara mengunyah semua bagian-bagian tubuh mangsanya (Oka, 2005).


(41)

23

2.2.2.2 Lalat Syrphidae ( Ischiodon scutellaris)

Serangga ini biasanya disebut Hover fly karena kemampuannya melayang-layang menunggu dekat mangsa. Syrphidae termasuk family yang besar, terdapat 870 spesies di America Utara, 250 spesies di Eropa kepulauan Inggris, 300 spesies di Eropa daratan. Anggota Syrphidae hidup pada berbagai habitat dengan beragam peran sebagai saprofag, mikofag, herbivore dan predator. Subfamily yang anggotanya sebagian besar menjadi predator terutama kutu daun.

Beberapa contoh spesies yang telah dikenal sebagai predator di agroekosistem adalah Ischiodon scutellaris. Larva Ischiodon scutellaris bertindak sebagai predator dan dewasa hidup mengkonsumsi nektar. Betina dewasa selama hidupnya mampu menghasilkan 1900 butir telur, dan setiap harinya betina mampu meletakkan sampai 100 butir telur. Lalat syrphidae meletakkan telur di dekat koloni kutu daun yang berguna sebagai sumber makanan, saat telur menetas menjadi larva. Larva syrphidae tidak bermata dan tidak bertungkai (Hidayat, dkk, 2009).

2.2.2.3 Kumbang Paederus fuscipes Curt. (Coleoptera ; Staphylinidae)

Paederus merupakan salah satu predator polifag yang memangsa antara lain wereng batang coklat, wereng punggung putih dan wereng hijau. Kumbang ini termasuk ke dalam ordo Coleoptera, super famili Staphylinidea, famili Staphylinidae dan genus Paederus (Kalshoven 1981). Kumbang paederus dewasa berukuran panjang berkisar 6,0-8,0 mm. tubuhnya berwarna hitam atau biru kecoklatan dan merah kecoklatan. Predator ini banyak ditemukan di pertanaman padi yang sudah tua. Disamping itu kumbang ini juga dapat ditemukan pada


(42)

24

pertanaman palawija seperti jagung, kubis dan kedelai. Kumbang dewasa dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman, di dalam tanah dan di bawah kulit pohon. Siklus hidup kumbang ini berkisar antara 90-100 hari. Lama hidup imago berkisar antar 30-60 hari. Kumbang ini lebih aktif memangsa pada malam hari. Serangga folifag yang sudah diketahui sebagai mangsa Paederus adalah larva H.

armigera, larva S. litura. Paederus juga dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan mangsa Collembola (Lubis, 2005).

2.2.2.4 Dolichoderus bituberculatus

Semut ini berguna sekali untuk mengusir hama dari pohon kakao, terutama Helopeltis. Semut hitam bersimbiose dengan kutu putih karena memakan kotoran kutu yang mengandung banyak gula. Kutu mengisap getah dari tanaman yang mengandung gula dan sebagian gula yang dihisap keluar bersama kotorannya. karena bermanfaat bagi semut, maka semut melindungi kutu putih dari serangan serangga lain, misalnya Helopeltis.

2.2.2.5 Oecophylla smaragdina,

Semut rang-rang berwarna coklat ke merah-merahan, panjang 5 -10 mm. Biasanya membuat sarang di antara daun pohon yang ditempelkan dengan selaput lilin. Semut ini sangat ganas, semut angkrang dapat diajak menempati kebun kakao dengan meletakkan bangkai binatang pada pohon. Setelah semut menetap, bisa disebar ke pohon lain dengan meletakkan sepotong bambu/kayu sebagai jembatan di antara dua pohon tersebut.


(1)

Ichneumonidae), Oomyzus sokolowskii (Kurdj.) (Hymenoptera : Eulopidae), Tetrastichinae (Hymenoptera : Eulopidae).

2.2.1.1 Trichogrammatoidea cojuangcoi

Trichogrammatoidea cojuangcoi merupakan endoparasitoid telur soliter. Imago T. cojuangcoi yang muncul dari telur P. xylostella berwarna hitam kekuningan dengan panjang tubuh 0.5-1.0 mm. Telur P. xylostella yang terparasit berwarna hitam, sedangkan yang sehat berwarna kuning kehijauan.

2.2.1.2 Cotesia plutellae

Cotesia plutellae adalah endoparasitoid larva soliter. Betina C. plutellae meletakkan telur di dalam tubuh instar dua P xylostella. Setelah mencapai larva C. plutellae memasuki instar akhir (ketiga). Larva C. plutellae keluar dari tubuh larva P. xylostella melalui ruas abdomen ketiga dari sebelah samping atau bawah dan langsung memintal kokon untuk fase pupanya. Kokon C. plutellae berwarna putih bersih, keras, dan panjangnya antara 3-4 mm. Imago C. plutellae yang muncul dari kokon berwarna hitam mengkilat dengan panjang tubuh berkisar 3 mm. Larva P. xylostella yang terparasit berwarna hijau kekuningan, sedangkan larva sehat berwarna hijau. Abdomen posterior larva yang sakit ini lebih besar dibandingkan dengan larva sehat.

2.2.1.3 Diadegma semiclausum

Diadegma semiclausum adalah endoparasitoid larva soliter. Parasitoid ini meletakkan telur di dalam tubuh larva P. xylostella, terutama pada instar ketiga.


(2)

Imago D. semiclausum muncul dari tubuh inang saat inang berada masih dalam fase larva. Setelah larva D. semiclausum memasuki instar akhir (keempat), larva D. semiclausum keluar dari tubuh larva P xylostella dan memintal kokon di dalam kokon P xylostella. Kokon D. semiclausum berwarna abu-abu kecokelatan. Imago D. semiclausum yang muncul dari kokon berwarna hitam mengkilat dengan panjang tubuh berkisar 4.5-5.5 mm. D. semiclausum adalah parasitoid larva tetapi di laboratorium pernah juga ditemukan larva D. semiclausum berada di dalam tubuh pupa P. xylostella. Larva P. xylostella yang terparasit oleh D. semiclausum terlihat hijau kekuningan.

2.2.1.4 Oomyzus sokolowskii

Oomyzus sokolowskii adalah endoparasit larva-pupa soliter. Parasitoid ini meletakkan telur di dalam tubuh larva instar akhir P. xylostella dan imago muncul saat inang berada pada fase pupa. Larva atau pupa P. xylostella yang terparasit oleh O. sokolowskii terlihat hijau kekuningan dan abdomen tengah gemuk. O. sokolowskii memiliki kepala dan toraks berwarna hitam kehijauan dan berkilau dengan panjang tubuh antara 1.5-2.0 mm. Imago betina memiliki ovipositor yang pendek.

2.2.1.5 Tetrastichus

Tetrastichus adalah endoparasit larva-pupa soliter. Parasitoid ini meletakkan telur di dalam tubuh larva instar akhir P. xylostella dan imago muncul saat inang berada pada fase pupa. Imago Tetrastichus yang muncul dari pupa P.xylostella berwarna hitam kehijauan dan berkilau. Panjang tubuh berkisar


(3)

1,4-1,7 mm dengan rata-tata 1,5 mm. Larva atau pupa P. xylostella yang terparasit oleh Tetrastichus terlihat hijau kekuningan dan abdomen tengah membesar.

2.2.2 Predator yang Berasosiasi dengan Hama Penting pada Tanaman Kubis Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal sebelum tahun 1888 dengan suksesnya pengendalian hama cottony-cushion scale pada jeruk dengan menggunakan musuh alami Rodolia cardinalis di Los Angeles pada tahun 1876.

Menurut Untung (1993), hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator, tetapi selama ini hanya beberapa ordo yang anggotanya merupakan predator yang digunakan dalam pengendalian hayati. Ordo-ordo tersebut adalah Coleoptera famili Carabidae dan Coccinellidae; Orthoptera famili Mantidae; Diptera famili Asilidae dan Syrphidae; Odonata famili Coenagrionidae dan Aeshnidae; Hemiptera famili Miridae, Reduviidae, Pentatomidae dan Mesoveliidae; Neuroptera famili Chrysopidae; Hymenoptera famili Formicidae. Dari sekian banyak entomofaga, baru sekitar 15-16% yang telah teridentifikasi sebagai agen pengendali hayati (Thacker 2002; Norris et al. 2003).

2.2.2.1 Menochilus sexmaculatus

Menurut (Kalshoven, 1981) klasifikasi kumbang M. sexmaculatus adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda


(4)

Kelas : Insekta Ordo : Coleoptera Famili : Coccinellidae

Genus : Menochilus (Cheilomenes)

Species : Menochilus sexmaculatus Fabricius.

M. sexmaculatus merupakan serangga predator dari ordo Coleoptera. Serangga ini biasa disebut kumbang predator warna kuning mempunyai bercak hitam dan bergerak lambat dalam menangkap mangsa. M. sexmaculatus mampu memangsa hama penting Bemisia. tabaci dan Myzus persicae pada pertanaman cabai, sehingga secara hayati serangga predator M. sexmaculatus sangat potensial untuk menekan penggunaan insektisida sintetis (Muharam & Setiawati 2007).

M. sexmaculatus merupakan salah satu predator yang sangat potensial. Serangga tersebut merupakan jenis predator yang mempunyai kisaran mangsa yang agak luas, selain dapat memangsa berbagai jenis kutu daun, juga dapat memangsa coccicids dan psyllids. M. sexmaculatus juga merupakan salah satu predator yang mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya adalah kemampuan reproduksi yang tinggi dan tingkat pemangsaannya tinggi (Setiawati et al. 2005).

Daur hidup predator M. sexmacrpulatus berkisar antara 56 hingga 78 hari dengan rincian telur 4-5 hari, larva 20-25 hari, pupa 4-6 hari dan imago 28-42 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur 3000 butir. M. sexmaculatus membunuh dengan cara mengunyah semua bagian-bagian tubuh mangsanya (Oka, 2005).


(5)

2.2.2.2 Lalat Syrphidae ( Ischiodon scutellaris)

Serangga ini biasanya disebut Hover fly karena kemampuannya melayang-layang menunggu dekat mangsa. Syrphidae termasuk family yang besar, terdapat 870 spesies di America Utara, 250 spesies di Eropa kepulauan Inggris, 300 spesies di Eropa daratan. Anggota Syrphidae hidup pada berbagai habitat dengan beragam peran sebagai saprofag, mikofag, herbivore dan predator. Subfamily yang anggotanya sebagian besar menjadi predator terutama kutu daun.

Beberapa contoh spesies yang telah dikenal sebagai predator di agroekosistem adalah Ischiodon scutellaris. Larva Ischiodon scutellaris bertindak sebagai predator dan dewasa hidup mengkonsumsi nektar. Betina dewasa selama hidupnya mampu menghasilkan 1900 butir telur, dan setiap harinya betina mampu meletakkan sampai 100 butir telur. Lalat syrphidae meletakkan telur di dekat koloni kutu daun yang berguna sebagai sumber makanan, saat telur menetas menjadi larva. Larva syrphidae tidak bermata dan tidak bertungkai (Hidayat, dkk, 2009).

2.2.2.3 Kumbang Paederus fuscipes Curt. (Coleoptera ; Staphylinidae) Paederus merupakan salah satu predator polifag yang memangsa antara lain wereng batang coklat, wereng punggung putih dan wereng hijau. Kumbang ini termasuk ke dalam ordo Coleoptera, super famili Staphylinidea, famili Staphylinidae dan genus Paederus (Kalshoven 1981). Kumbang paederus dewasa berukuran panjang berkisar 6,0-8,0 mm. tubuhnya berwarna hitam atau biru kecoklatan dan merah kecoklatan. Predator ini banyak ditemukan di pertanaman padi yang sudah tua. Disamping itu kumbang ini juga dapat ditemukan pada


(6)

pertanaman palawija seperti jagung, kubis dan kedelai. Kumbang dewasa dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman, di dalam tanah dan di bawah kulit pohon. Siklus hidup kumbang ini berkisar antara 90-100 hari. Lama hidup imago berkisar antar 30-60 hari. Kumbang ini lebih aktif memangsa pada malam hari. Serangga folifag yang sudah diketahui sebagai mangsa Paederus adalah larva H. armigera, larva S. litura. Paederus juga dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan mangsa Collembola (Lubis, 2005).

2.2.2.4 Dolichoderus bituberculatus

Semut ini berguna sekali untuk mengusir hama dari pohon kakao, terutama Helopeltis. Semut hitam bersimbiose dengan kutu putih karena memakan kotoran kutu yang mengandung banyak gula. Kutu mengisap getah dari tanaman yang mengandung gula dan sebagian gula yang dihisap keluar bersama kotorannya. karena bermanfaat bagi semut, maka semut melindungi kutu putih dari serangan serangga lain, misalnya Helopeltis.

2.2.2.5 Oecophylla smaragdina,

Semut rang-rang berwarna coklat ke merah-merahan, panjang 5 -10 mm. Biasanya membuat sarang di antara daun pohon yang ditempelkan dengan selaput lilin. Semut ini sangat ganas, semut angkrang dapat diajak menempati kebun kakao dengan meletakkan bangkai binatang pada pohon. Setelah semut menetap, bisa disebar ke pohon lain dengan meletakkan sepotong bambu/kayu sebagai jembatan di antara dua pohon tersebut.