TANGGUNG JAWAB PROFESI HAKIM DALAM MENJA

MATA KULIAH ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI HUKUM TANGGUNG JAWAB PROFESI HAKIM DALAM MENJALANKAN TANGGUNG JAWAB HAKIM DAN PENEGAKAN HUKUM

DI THAILAND, QUEENSLAND AUSTRALIA, DAN INDONESIA

Disusun oleh : Annisa Faradiba (1306380430) Devina Ariany Sormin (1306380374) Khansa Gustriana Arif (1306380443) Lady Arianita (1306380411) Tengku Muhamad Derizal (1306380393)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM SARJANA REGULER DEPOK 2016

RINGKASAN

Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu. Profesi hukum adalah suatu istilah yang kompleks. disebut demikian karena kata "hukum" yang melekat padanya memang bermakna kompleks, multidimensional yang multifaset. Adapun peran profesi hakim dalam masyarakat secara umum adalah mengadili berdasarkan hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Di Negara Thailand, mengenai profesi hakim diatur oleh Judicial Service Act B.E. 2543 (AD 2000), yang mana seorang calon hakim harus melewati 3 jenis ujian antara lain: ujian terbuka, tes pengetahuan, dan ujian seleksi khusus. Lain hal dengan Thailand, di Queensland seorang Dewan Gubernur menunjuk hakim melalui komisi yang mana hakim adalah mereka yang dipilih oleh eksekutif tanpa ada intervensi oleh peradilan yang ada. Kemudian Jaksa Agung yang akan melakukan penyeleksian calon hakim. Hal tersebut diatur dalam Constitution of Queensland 2001 (Qld).

Di Thailand, terdapat empat macam hakim yaitu hakim karir, hakim senior, hakim associate dan Datoh Justice. Yang mana setiap dari hakim macam hakim memiliki qualifikasi yang berbeda. Mengenai tanggung jawab seorang Hakim Thailand diatur dalam The Code of Judicial Conduct B.E. 2552 (2009) Sedangkan di Queensland, Chief Justice of Queensland (Hakim Agung) adalah hakim senior yang berkedudukan di Supreme Court yang merupakan kedudukan tertinggi dalam profesi hukum di sana. Adapun hakim-hakim lainnya adalah mereka yang berkedudukan atau ditempatkan di berbagai pengadilan sesuai dengan tingkat senioritas yang sebanding dengan pengadilan tersebut. Selain harus bertanggung jawab terhadap profesinya, seorang hakim juga harus memiliki tanggung jawab terhadap pihak-pihak lain sebagai pengguna jasa seperti korban, terdakwa, maupun saksi. Tugas penting seorang hakim adalah untuk mengelola keadilan kepada para pihak dengan kejujuran, adil, legitimasi, dan kebiasaan. Seorang hakim juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat agar menimbulkan kepercayaan dari masyarakat terhadap pengadilan.

Dalam sistem peradilan di Thailand, terdapat Office of the Judiciary untuk mengelola personil dan anggaran dari the Courts of Justice melalui 3 komisi, yaitu Judicial Commission, Judicial Administration Commission, dan Commission for Judicial Service. Kesemua komisi tersebut bertanggungjawab dalam rangka pemilihan dan kinerja hakim. Hal inipun diatur dalam bab 3 the Code of Judicial

Conduct B. E 2552 (2009) tentang etika dalam tugas administrative. Berbeda dengan sistem peradilan di Thailand, dalam sistem peradilan di Queensland tidak terdapat Judicial Commission yang menaungi kehakiman di Queensland. The Constitution of Queensland 2001 (Qld) menetapkan prosedur untuk menangani keluhan yang bisa dibenarkan untuk memberhentikan Hakim. Untuk mengawasi perilaku Hakim di Queensland, The Queensland Crime and Misconduct Commission (CMC) mempunyai yuridiksi atas perilaku hakim yang dapat dikeluarkan dari jabatannya.

Di Thailand, hakim tidak boleh bertindak dengan cara apapun untuk mempengaruhi kinerja, tugas, atau integritas dari Judicial Commission, Judicial Administration Commission, Sub-Judicial Commission, Sub-Judicial Administration Commission, komite investigasi, komisi investigasi yang faktual dan unggul yang memiliki tugas untuk melaporkan termasuk subkomite yang ditugaskan oleh Judicial Commission, Judicial Administration Commission untuk melaksanakan tugas resmi dengan cara yang mengkompromi keadilan dan kemerdekaan. Sama halnya dengan Thailand. seorang hakim di Queensland seharusnya tidak menerima janji untuk menempati sebuah komite pemerintah, komisi, atau posisi lain yang peduli dengan masalah fakta atau kebijakan daripada hal-hal selain perbaikan hukum,

sistem hukum, atau administrasi peradilan. Seorang hakim dapat ‘dihapus’ dari jabatannya oleh Dewan Gubernur di Majelis Legislatif apabila terbukti melakukan

kesalahan atau ketidakmampuan untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang hakim

Di Indonesia, jabatan Hakim merupakan profesi hukum yang melekat pada dirinya. Sehingga dalam melakukan sesuatu hal seolah jubah hakim selalu dikenakannya. Untuk itu terdapat pengaturan mengenai kode etik dan perilaku hakim terhadap profesinya, pihak ketiga dan masyarakat. Yang dalam hal ini merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang hakim yang dianggap mengetahui semua tentang hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hakim adalah salah satu aparat penegak hukum (legal aparatus) yang sudah memiliki kode etik sebagai standar moral. Hakim memiliki kedudukan dan peranan yang penting demi tegaknya negara hukum. Oleh karena itu, terdapat beberapa nilai yang dianut dan wajib dihormati oleh penyandang profesi hakim dalam menjalankan tugasnya.

Profesi hakim sebagai salah satu bentuk profesi hukum sering digambarkan sebagai pemberi keadilan. Hakim juga digolongkan sebagai profesi luhur, yaitu profesi yang pada hakikatnya memberikan pelayanan kepada manusia dan masyarakat. Sebagai suatu profesi di bidang hukum yang secara fungsional merupakan pelaku utama dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, hakim dituntut untuk memiliki suatu keahlian khusus sekaligus memahami secara mendalam mengenai ruang lingkup tugas dan kewajibannya. Salah satu unsur yang membedakan profesi hakim dengan profesi lainnya adalah adanya proses rekrutmen serta pendidikan bersifat khusus yang diterapkan bagi setiap orang yang akan mengemban profesi ini. Selain itu, kode kehormatan hakim mengatur sifat hakim yang dibagi ke dalam sikap hakim dalam kedinasan dan sikap hakim di luar kedinasan. Dalam kedinasan sikap hakim dibagi, yaitu: 1) dalam persidangan, 2) terhadap sesama rekan, 3) terhadap bawahan/pegawai, 4) terhadap atasan, 5) hakim bawahan/rekan hakim, dan 6) instansi lain. Untuk sikap hakim di luar kedinasan, terbagi yaitu: 1) hakim sendiri, 2) dalam rumah tangga, dan 3) dalam

masyarakat. 1 Secara filosofis, tujuan akhir profesi hakim adalah ditegakkannya keadilan. Cita hukum keadilan yang terdapat dalam das sollen (kenyataan normatif) harus dapat diwujudkan dalam das sein (kenyataan alamiah) melalui nilai-nilai yang terdapat dalam etika profesi. Hakim tidak boleh memihak, tegas, sopan dan sabar, memberi landasan yang baik, harus jujur, bebas dari pengaruh siapapun juga dan

adil, tidak berprasangka (to bring out the truth, not to keep it out) 2 . Salah satu etika profesi yang telah lama menjadi pedoman profesi ini sejak masa awal

1 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2014), hlm. 117.

2 Ibid.

perkembangan hukum dalam peradaban manusia adalah The Four Commandments for Judges dari Socrates. Kode etik hakim tersebut terdiri dari empat butir di bawah

ini: 3

1. To hear corteously (mendengar dengan sopan dan beradab).

2. To answer wisely (menjawab dengan arif dan bijaksana).

3. To consider soberly (mempertimbangkan tanpa terpengaruh apapun).

4. To decide impartially (memutus tidak berat sebelah). Bagir Manan menguraikan sedikitnya ada 5 (lima) perspektif untuk menjadi hakim yang profesional, yaitu: 4 dalam perspektif intelektual sebagai perspektif pengetahuan dan konsep-konsep baik ilmu hukum maupun ilmu-ilmu atau konsep- konsep ilmu lain terutama ilmu sosial; dalam perspektif etik, berkaitan dengan moral; dalam perspektif hukum, sehubungan dengan ketaatan hakim pada kaidah- kaidah hukum baik bersifat administratif maupun pidana; dalam perspektif kesadaran beragama, berkenaan dengan hubungan seorang hakim dengan Tuhannya; dan terakhir dalam perspektif teknis peradilan dimana penguasaan terhadap hukum acara (hukum formil) mutlak diperlukan.

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimanakah tanggung jawab seorang Hakim terhadap profesinya?

2. Bagaimanakah tanggung jawab seorang Hakim dalam rangka menjalankan profesinya terhadap pihak ketiga (pengguna jasa) dan masyarakat?

3. Bagaimanakah sistem pengawasan yang berlaku dalam mengawasi kinerja/pelaksanaan tugas seorang Hakim?

4. Bagaimanakah hubungan antar pengawasan profesi hukum yang satu dengan yang lainnya?

5. Bagaimanakah analisis kasus profesi Hakim yang sama di Thailand dan Queensland Australia?

6. Bagaimana analisis kasus analisis kasus profesi Hakim yang sama di Indonesia?

3 Dayu Pratiwi, dkk, “Pelanggaran Kode Etika Hakim”,

http://dayupratiwi.ilearning.me/2015/03/30/makalah-etika-profesi/, diakses 14 Maret 2016.

4 Bagir Manan, “Menjadi Hakim Yang Baik,”, Majalah Varia Peradilan Tahun XI

No. 255, (Februari 2007), hlm. 7 .

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1) Judul buku : Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia Nama pengarang : Supriadi Impresum

: Jakarta: Sinar Grafika, 2014

Jumlah Halaman

: 338 halaman

Ulasan : Buku ini memberikan ulasan mengenai profesi hukum di Indonesia beserta kode etiknya dan pandangan pemberian jasa hukum dalam perspektif Islam. Maka dari itu buku ini berisikan materi yang memadai untuk mendukung penelitian penulis, terutama untuk pemaparan umum mengenai profesi hakim. Bahasa yang digunakan mudah dimengerti dengan pemakaian bahasa Indonesia yang tepat dan logis. Penyusunan bab nya pun cukup baik karena dimulai dengan pembahasan yang umum dilanjutkan dengan pembahasan yang khusus. Ditambah lagi terlampir Undang-Undang yang terkait dengan pembahasan pada isi buku tersebut. Namun, sampul buku pada buku ini kurang menunjang nilai estetika karena warna yang tidak kontras dan motif yang kurang sesuai dengan judul bukunya. 2)

Judul buku : Etika Profesi Hukum Nama pengarang : Suhrawardi K. Lubis Impresum

: Jakarta: Sinar Grafika, 2012

Jumlah Halaman

: 132 halaman

Ulasan : Buku ini memberikan ulasan mengenai etika profesi hukum. Profesi hukum bukan saja menyangkut kepentinga individu (private trust) tetapi juga menyangkut kepentingan umum (public trust). Dengan mengulas profesi hukum itu sendiri, ukuran baik dan buruk, keadilan, serta hak asasi.Maka dari itu buku ini berisikan materi yang memadai untuk mendukung penelitian penulis, terutama untuk pemaparan umum mengenai profesi hakim. Bahasa yang digunakan mudah dimengerti dengan pemakaian bahasa Indonesia yang tepat dan logis. Namun, sampul buku pada buku ini kurang 3)

Judul buku : Etika Profesi Hukum Pengarang : Prof.Abdulkadir Muhammad,SH Penerbit : PT.Citra Aditya Bakti,Bandung,2006 Jumlah Halaman : 145 hal

Ulasan : Dalam buku berjudul Etikda Profesi Hukum, Prof.Abdulkadir menjelaskan mengenai yang dimaksud dengan etika, profesi, profesi hukum bahkan menyetuh kearah kode etik profesi dan profesi hukum secara komperhensif. Buku ini menjadi sangat penting dikarenakan dalam pengerjaan tugas ini agar penulis mampu menganalisis yang berkaitan dengan etika dan profesi hukum itu sendiri. 4)

Judul buku : Tanggung Jawab Profesi Hakim di Indonesia Pengarang : Junaedi,S.H.,M.Si.,LL.M Penerbit : - Jumlah Halaman : 23 hal Ulasan : Sebelum lebih jauh membahas mengenai Hakim,

Penulis juga menggunakan Paper Dosen Junaedi,S.H.,M.Si.,LL.M yang berjudul Tanggung Jawab Profesi Hakim di Indonesia . Paper ini menjadi sangat penting untuk penulis karena dalam paper ini sudah secara spesifik dijelaskan mengenai Hakim di mulai dari status hakim , rekruitmen hakim dan sistemnya, lingkup laku profesi hakim, hingga bagian pengawasan dan kode etik hakim. Paper ini disusun secara terstruktur dan komperhensif sehingga sangat membantu penulis untuk menganalisis kasus Hakim yang ada di Indonesia. 5)

Judul buku : Hukum Pidana Pengarang : Jan Remmelink Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2003 Jumlah Halaman : 636 hal Ulasan :Sebelum lebih jauh mengkaji mengenai keterkaitan

tindak pidana korupsi dalam hukum pidana, terlebih dahulu penulis harus mengetahui perihal konsep pidana dasar pada umumnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan di Indonesia. Untuk membantu menjelaskan hal tersebut, penulis dapat menemukannya dengan sangat baik dalam buku berjudul Hukum Pidana karangan Jan Remellink. Dalam buku tersebut dipaparkan secara jelas dan rinci terkait berbagai teori pidana dasar disertai contoh- contoh kasus yang ada dalam masyarakat. 6)

Judul buku : Kriminologi Pengarang : Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa Penerbit : Grafindo Persada, Jakarta,2001 Jumlah Halaman : 141 hal

Ulasan :Kemudian untuk mengetahui alasan sikap para pelaku yang tetap melakukan tindak pidana korupsi yang pada dasarnya dicela dalam hukum pidana juga perlu dicermati lebih lanjut dari segi konsep kriminologi sebagai suatu bagian khusus dari hukum pidana. Prof. Topo Santoso S.H., M.H., Ph.D dan DR. Eva Achjani Zulfa dalam bukunya yang berjudul Kriminologi secara komprehensif menjelaskan terkait berbagai hal yang memacu masyarakat untuk tetap terus melakukan suatu tindak pidana dan bahkan mengesampingkan keberadanan norma hukum pidana tersebut.Buku ini berguna untuk penulis mengetahui mengapa seorang Hakim melakukan suatu kejahatan. 7)

Judul : Percobaan, Penyertaan dan Gabungan Tindak

Pidana

Pengarang : Loebby Loqman Penerbit : UPT.Penerbitan, Jakarta, 1995 Jumlah Halaman : 345 hal Ulasan : Prof. DR. H. Loebby Loqman S.H. dalam bukunya

yang berjudul Percobaan, Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana, menjelaskan mengenai teori penyertaan dalam suatu tindak pidana secara komperhensif. Buku ini menjadi begitu penting mengingat bahwa suatu tindak korupsi yang dilakukan secara terstruktur dan terorganisasi. Hal ini berimplikasi pada adanya suatu kasus yang dilakukan oleh salah satu Hakim di Indonesia yang melakukan gabungan tindak pidana. 8)

Judul : The Judicial System in Thailand I Pengarang : Institute of Developing Economies Penerbit : IDE Asian Law Series No.6, Maret,2001 Jumlah Halaman : 171 hal Ulasan : Dalam jurnal ini dikemukakan mengenai sistem

hukum yang ada di Thailand mulai dari Hukum di Thailand secara General hingga aparat hukum apa saja yang terdapat disana. Jurnal ini menjadi sangat penting untuk menulis karena dalam pembuatan makalah ini negara yang penulis perbandingkan dengan Queensland adalah negara Thailand. Selain itu, Jurnal ini sangat membantu penulis dalam hal memberikan referensi karena Institute of Developing Economies menyusun secara komperhensif. 9)

Judul : Judicial Ethics and Judicial Misbehaviour Pengarang : Ronald Sackville AO QC

Penerbit : Public Space : The Journal of Law and Social Justice, vol 3,art,6, 2009 Jumlah Halaman : 23 hal Ulasan : Ronald Sackville AO QC dalam jurnalnya

menjelaskan mengenai perilaku aparat penegak hukum dalam kehidupan. Hal ini menjadi sangat penting karena dalam analisis kasus penulis membutuhkan penjelasan apa yang dimaksud dengan kode etik dan kode perilaku dan hal mana yang lebih penting. Sehingga jurnal ini sangat berguna bagi penulis dalam membuat penulisan makalah. 10)

Judul : Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II Pengarang : E.Utrecht Penerbit : Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1976 Jumlah Halaman : 409 hal

Ulasan :Dalam buku Rangkaian Sari Hukum Pidana II Mr.Drs.E.Utrecht membahas mengenai penyertaan, hukuman dan dasar hukuman,penitensier ( sistem hukuman dan tindakan). Buku ini menjadi sangat penting

mengenai konsep pertanggungjawaban pidana secara umum serta kasus-kasus yang terjadi, serta mengemukakan pendapat-pendapat para ahli yang berisi perdebatan yang kemudian disimpulkan oleh beliau. Sehingga penulis dapat memaparkan serta menganalisis mengenai pertanggungjawaban pidana yang kemudian dikaitkan dengan kode etik dari Hakim.

karena

Mr.Drs.E.Utrecht

membahas

BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

a. Tujuan Umum Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tanggung jawab profesi Hakim dalam menjalankan tanggung jawab Hakim serta sistem pengawasan terhadap Hakim dalam penegakan hukum di negara Thailand dan Queensland Australia.

b. Tujuan Khusus Dengan mendasarkan pada uraian latar belakang dan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tanggung jawab seorang Hakim terhadap profesinya.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab seorang Hakim dalam rangka menjalankan profesinya terhadap pihak ketiga (pengguna jasa) dan masyarakat.

3. Untuk mengetahui sistem pengawasan yang berlaku dalam mengawasi kinerja/pelaksanaan tugas seorang Hakim.

4. Untuk mengetahui hubungan antar pengawasan profesi hukum yang satu dengan yang lainnya.

5. Untuk mengetahui serta menganalisis kasus profesi Hakim yang sama di Thailand dan Queensland Australia.

B. Manfaat Penelitian

a. Kegunaan Teoritis Penelitian ini secara khusus bermanfaat bagi penulis yaitu dalam rangka menganalisa dan menjawab keingintahuan penulis terhadap perumusan masalah dalam penelitian. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam rangka pengembangan keilmuan di bidang tanggung jawab profesi hukum pada umumnya dan secara khusus mengenai tanggung jawab profesi Hakim.

b. Kegunaan Praktis Penelitian ini dapat berguna sebagai bagian informasi bagi masyarakat mengenai ketentuan hukum dan masalah-masalah yang terkait dengan tanggung jawab b. Kegunaan Praktis Penelitian ini dapat berguna sebagai bagian informasi bagi masyarakat mengenai ketentuan hukum dan masalah-masalah yang terkait dengan tanggung jawab

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

Oleh karena ruang lingkup penelitian ini adalah disiplin ilmu hukum, maka penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, artinya mengacu kepada norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan serta kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Kemudian dari sifatnya, penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif-analitis, dimana penulis akan menjelaskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini.

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder 5 yang dapat diklarifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu 6 : bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan referensi 7 , yang penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat 8 . Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan, yaitu Judicial Service Act

B.E. 2543 (AD 2000), Constitution of Queensland 2001 (Qld), Magistrates Court Act 1991 (Qld), dan peraturan lainnya.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang isinya memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer 9 . Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini adalah buku-buku, jurnal-jurnal, skripsi, tesis, dan data internet.

3. Bahan referensi, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, misalnya ensiklopedia dan kamus.

Bahan hukum diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan logika berpikir secara deduksi. Teknik analisis digunakan dengan pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan secara kualitatif tidak digunakan parameter statistik.

5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986), hlm. 112.

6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm. 141.

7 Ibid., hlm. 52.

8 Ibid.

9 Ibid.

BAB 5 HASIL YANG DICAPAI

1.1 PROFESI HUKUM

Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu 10 . Profesi merupakan suatu konsep yang lebih spesifik dibandingkan dengan pekerjaan. Dengan kata lain, pekerjaan memiliki konotasi yang lebih luas daripada profesi, suatu profesi adalah pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan merupakan

profesi 11 . Sementara itu Darji Darmodiharjo dan Sidharta mengemukakan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan dan memiliki serta memenuhi sedikitnya 5 (lima) persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki landasan intelektualitas,

b. Memiliki standar kualifikasi,

c. Pengabdian pada masyarakat,

d. Mendapat penghargaan di tengah masyarakat,

e. Memiliki organisasi profesi Sebagai pegangan dapat diutaraan pendapat yang dikemukakan oleh Dr J. Spillane SJ dalam Nilai-nilai Etis dan Kekuasaan Utopis. Suatu profesi dapat didefinisikan secara singkat sebagai jabatan seseorang kalau profesi tersebut tidak bersifat komersial, mekanis pertanian dan sebagainya. Secara tradisional ada

empat profesi; kedokteran, hukum, pendidikan dan kependetaan. 12 Oleh karena itu profesi menurut penulis diartikan sebagai pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian yang karena sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan.

Profesi hukum merupakan salah satu dari sekian profesi yang ada, misalnya profesi dokter, profesi akuntan, profesi teknik dan lain-lain. Profesi hukum sangat bersentuhan langsung dengan kepentingan manusia atau orang yang lazim disebut

10 Supriadi. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika, 2010., hlm. 16.

11 Kunarto. Etika dalam Peradilan Pidana. Jakarta; Cipta Manunggal, 1999. hlm.

12 Suhrawardi K. Lubis, SH. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2012. Hlm.

“klien” 13 . Profesi hukum adalah suatu istilah yang kompleks. disebut demikian karena kata "hukum" yang melekat padanya memang bermakna kompleks,

multidimensional yang multifaset. 14

1.2 PROFESI HAKIM DI THAILAND, QUEENSLAND, DAN INDONESIA

A. Peran Profesi Adapun peran profesi hakim dalam kaitannya dengan masyarakat secara

umum adalah:

1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

2. Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan, kecuali undang- undang menentukan lain. Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

3. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa

4. Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar sebagaimana dimaksud adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya.

1.2.1 Syarat Menjadi Hakim

Thailand

Hakim di Thailand diatur oleh Judicial Service Act B.E. 2543 (AD 2000). Komisi Yudisial adalah badan yang bertanggung jawab untuk pengangkatan, promosi, transfer, dan penghapusan hakim, dan memiliki kekuatan disiplin atas

13 Supriadi, Op.Cit., hlm. 19.

14 Shidarta. Moralitas Profesi Hukum suatu Kerangka Berfikir. Bandung: Refika

Aditama, 2006. hlm, 173 Aditama, 2006. hlm, 173

1) Tahap pertama: memenuhi kualifikasi untuk menjadi calon hakim.

2) Tahap kedua: memenuhi salah satu dari tiga jenis ujian untuk menjadi calon hakim.

I. Ujian terbuka: Untuk sarjana hukum yang telah memiliki pengalaman setidaknya 2 tahun dalam bidang hukum.

II. Tes pengetahuan: Untuk sarjana hukum atau sarjana lain yang tidak memiliki pengalaman 2 tahun dalam bidang hukum namun memenuhi kriteria lain.

III. Ujian seleksi khusus: Untuk akademisi dan pejabat pemerintah yang memiliki pengetahuan yang sangat baik dalam hukum.

3) Tahap ketiga: menjalani setidaknya satu tahun masa training sebagai calon hakim.

4) Tahap keempat: mendapat persetujuan dari Komisi Yudisial dan mengajukan lamaran kepada raja.

5) Tahap kelima: mendapatkan penunjukan dari raja. Setelah calon direkrut, mereka diwajibkan untuk menjalani pelatihan sebagai calon hakim selama setidaknya satu tahun. Setelah selesai pelatihan dan jika hasilnya memuaskan, calon hakim akan disetujui oleh Komisi Kehakiman, dan ditenderkan kepada Raja untuk janji kerajaan untuk menjadi hakim melampirkan ke

pengadilan. 16

Queensland

Di Queensland, Gubernur di Dewan menunjuk hakim melalui komisi 17 . Hakim adalah mereka yang dipilih oleh eksekutif tanpa ada intervensi oleh peradilan yang ada. Dalam prakteknya, dan menurut konvensi, Jaksa Agung memutuskan pengangkatan atau membawa nama untuk Kabinet dalam diskusi dan persetujuan.

15 Charunun Sathitsuksomboon, “Thailand’s Legal System: Requirements, Practice,

Maret 2016.

16 IDE-JETRO, The Judicial System in Thailand: An Outlook for a New Century,

(Jepang: IDE-JETRO, 2001), hlm. 50.

17 Queensland, Constitution of Queensland 2001 (Qld), Ps. 59.

Jaksa Agung memiliki kewenangan hampir tak terkendali dalam kaitannya dengan siapa yang ditunjuk. Orang yang ditunjuk harus berusia kurang dari 70 tahun, dan diakui pernah menjadi seorang pengacara di Mahkamah Agung selama minimal 5 tahun. Sebelum menjalankan tugas-tugasnya, seorang hakim harus membuat sumpah kesetiaan yang dilakukan atau dibuat dihadapan Gubernur atau orang lain

yang diberi wewenang oleh Gubernur untuk menyelenggarakan sumpah tersebut. 18 Berikut merupakan daftar dari kualitas-kualitas apa saja yang akan menjadi bahan pertimbangan Jaksa Agung dalam melakukan penyeleksian calon hakim: 19 Kualitas Profesional Kecakapan hukum, Kemampuan dan spesialisasi, Pengalaman (praktik-praktik di pengadilan sebelumnya), Kemampuan intelektual dan analisis, Kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan dengan cepat, Kemampuan untuk bekerja dibawah tekanan, Kemampuan berkomunikasi baik internal maupun eksternal (public), Kemampuan untuk menjelaskan secara jelas terkait dengan putusan kepada para pihak, Kemampuan mengelola tugas, Kemampuan bertanggungjawab atas kewenangannya, Keinginan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan profesi hakim, dan Kemampuan menggunakan teknologi informasi. Kualitas Pribadi Integritas, Independensi dan imparsialitas, Karakter, Pengetahuan umum, Kesopanan dan kesabaran, dan Kepedulian sosial.

Indonesia

Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechstaat). Hal ini berarti pelaksanaan pemerintahan di Indonesia haruslah berdasarkan hukum dan bukan kekuasaan dari para penguasa semata. Salah satu aturan yang dianut di Indonesia adalah aturan Trias Politica dimana dalam aturan ini Montesquieu membagi kekuasaan negara secara horizontal sehingga terdiri atas tiga cabang kekuasaan, yaitu cabang kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membuat undang-undang), cabang kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk

18 Queensland, Constitution of Queensland 2001 (Qld), Ps. 59.

19 UK Ministry of Justice, The Governance of Britain: Judicial Appointments,

Consultation Paper, October 2007, Chapter 2 Consultation Paper, October 2007, Chapter 2

mengadili pelanggaran undang-undang). 20

kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh Mahkamah Konstitusi.

Adapun kekuasaan

yudikatif

merupakan

Salah satu profesi yang bergerak di bidang yudikatif adalah profesi hakim. secara etimologi atau secara umum yang dimaksud dengan hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, yang dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum dan keadilan itu ditegakkan, baik yang berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis (mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas), dan tidak boleh ada satupun yang bertentangan dengan asas dan sendi peradilan berdasar Tuhan Yang

Maha Esa. 21 Hakim juga memiliki sifat dasar yang bebas dalam memeriksa dan mengadili perkara hukum dan bebas, yaitu bebas dari campur tangan kekuasaan ekstra- judisial. 22 Selain itu, di dalam kode kehormatan hakim, diatur pula sifat hakim yang dibagi ke dalam sikap hakim dalam kedinasan dan sikap hakim di luar kedinasan. Dalam kedinasan sikap hakim dibagi, yaitu: 1) dalam persidangan, 2) terhadap sesama rekan, 3) terhadap bawahan/pegawai, 4) terhadap atasan, 5) hakim bawahan/rekan hakim, dan 6) instansi lain. Untuk sikap hakim di luar kedinasan,

terbagi yaitu: 1) hakim sendiri, 2) dalam rumah tangga, dan 3) dalam masyarakat. 23 Salah satu etika profesi yang telah lama menjadi pedoman profesi ini sejak masa awal perkembangan hukum dalam peradaban manusia adalah The Four

20 Jimly Asshiddiqie, “Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945”, (Makalah pada Diklatpim LAN-RI Tingkat II Angkatan XIX. Jakarta, 20 April 2007), hlm. 2.

21 Bambang Waluyo, S.H. Implementasi Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Sinar Grafika Edisi 1 Cet. 1. Jakarta 19912. hal 11.

22 Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001) hlm. 20.

23 Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 117.

Commandments for Judges dari Socrates. Kode etik hakim tersebut terdiri dari

empat butir di bawah ini: 24

1. To hear corteously (mendengar dengan sopan dan beradab).

2. To answer wisely (menjawab dengan arif dan bijaksana).

3. To consider soberly (mempertimbangkan tanpa terpengaruh apapun).

4. To decide impartially (memutus tidak berat sebelah).

Adapun karakteristik profesi hakim di Indonesia adalah:

1. Dikarenakan Indonesia menganut sistem civil law, status hakim di Indonesia adalah civil servant atau pegawai yang diadministrasikan oleh pihak eksekutif (di Indonesia ini ditafsirkan sebagai pegawai negeri sipil)

2. Memiliki Panca Darma Hakim yaitu:  Kartika: Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa  Cakra: Berlaku Adil  Candra: Bijaksana  Tirta: Jujur  Sari: Berbudi Luhur/Berkelakuan Tidak Tercela

1.2.2 Jabatan Hakim Secara Struktural Thailand

Terdapat empat macam hakim yaitu hakim karir, hakim senior, hakim associate dan Datoh Justice. Yang mana setiap dari hakim macam hakim memiliki

qualifikasi yang berbeda. 25

a. Hakim karir dalam penerimaannya harus memenuhi tiga metode penerimaan dimulai dari open examination, kemudian knowledge test dan newly special selection.

b. Hakim senior berdasarkan Act B.E.2542 (1999) bahwa hakim yang telah berumur 60 tahun. Harus diterima oleh Judicial Service Commission dan harus persetujuan Raja. Mereka harus lulus tes kebugaran dan hanya dapat menjadi hakim senior hingga berumur 70 tahun.

24 Dayu Prat iwi, dkk, “Pelanggaran Kode Etika Hakim”,

http://dayupratiwi.ilearning.me/2015/03/30/makalah-etika-profesi/, diakses 31 Maret 2016.

25 IDE Asian Law Series No. 6,Judicial System and Reforms in Asian Countries

(Thailand), march 2001, hlm. 40-46 (Thailand), march 2001, hlm. 40-46

d. Datoh Justice berdasarkan Act on the Application of Islamic Law in the Territorial Jusrisdictions of Pattani, Narathiwat, Yala and Satun Province,

B.E. 2489. Bahwa terdapat penggugat dan tergugat adalah yang kasusnya ingin diselesaikan dengan hukum islam sehingga untuk memenuhi hal tersebut haruslah ada hakim yang menyelesaikan yang sangat mengenai prinsip hukum islam.

Queensland

Hakim adalah mereka yang dipilih oleh eksekutif tanpa ada intervensi oleh peradilan yang ada. 26 Chief Justice of Queensland (Hakim Agung) adalah hakim senior yang berkedudukan di Supreme Court yang merupakan kedudukan tertinggi dalam profesi hukum di sana. Adapun hakim-hakim lainnya adalah mereka yang berkedudukan atau ditempatkan di berbagai pengadilan sesuai dengan tingkat senioritas yang sebanding dengan pengadilan tersebut. Adapun Kepangkatan hakim atau senioritas pada hakim ditentukan dari tanggal penunjukan mereka ke

Pengadilan Tinggi. 27

Indonesia

Apabila seseorang ingin mengemban profesi hakim, maka ia harus memiliki keahlian khusus. Hal ini ditunjukkan dengan diperlukannya pelatihan khusus bagi calon hakim.

Adapun syarat-syarat menjadi hakim pada pengadilan negeri dan hakim

pada pengadilan tinggi, yaitu: 28

a. Warga negara Indonesia;

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

26 Attorney-General (NSW) v Quin (1990) 170 CLR 1 at 33; 83 ALR 1 at 23; 64 ALJR

327 ata327,340

27 www.hcourt.gov.au diakses pada 11 Maret 2016

28 Indonesia. Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, Undang-Undang Nomor 49 tahun

2009; LN. Tahun 2009; TLN Nomor 5077, Ps. 14 ayat 1.

c. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

d. Sarjana hukum;

e. Lulus pendidikan hakim;

f. Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;

g. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;

h. Berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 40 (empat puluh) tahun;

i. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Melihat pada poin e, maka salah satu syarat seseorang untuk menjadi hakim adalah lulus pendidikan hakim yang diselenggarakan oleh mahkamah agung. Hal ini berarti untuk dapat menjadi seorang hakim, seseorang perlu mengalami pendidikan akim yang khusus dan berbeda dengan profesi hukum yang lainnya.

2.1 TANGGUNG JAWAB PROFESI HAKIM

2.1.1 Tanggung Jawab Hakim Terhadap Profesi

Thailand 29 Hakim harus mempelajari kasus terlebih dahulu sebelum persidangan (bagian 2), Hakim harus mendengarkan kedua belah pihak yang harus bersifat Impartial dan tidak memihak (section 3), Hakim selama proses peradilan memiliki diskresi serta harus rajin, delibrasi, tidak lambat dalam hal ini untuk memastikan peradilan cepat. (section 4), Hakim harus memastikan bahwa selama proses persidangan terdapat perilaku yang seharusnya dan dilarang melakukan yang diluar kebiasaan hakim pada umumnya (section 5), Hakim harus mempertimbangkan fakta-fakta yang ada di dalam kasus tersebut dengan bantuan pihak ketiga yangmana dalam hal ini dapat dihadirkannya ahli dalam persidangan. (section 6), Hakim harus mengedepankan pada keadilan. (section 9), Hakim harus memiliki sifat jujur, rajin, adil, disiplin dan bijaksana.( Section 18,19), Hakim harus memiliki pendapat yang rasional dalam bagian pertimbangan. (section 22), Hakim harus

29 Thailand, The Code of Judicial Conduct B. E 2552 (2009) 29 Thailand, The Code of Judicial Conduct B. E 2552 (2009)

Queensland

Hakim harus memiliki sifat kejujuran, ulet dan integritas , Hakim harus memiliki sifat impartial dan netral dalam menangani suatu perkara, Hakim harus memiliki sifat impartial dan netral dalam menangani suatu perkara 30 , Hakim harus selalu mengali rasa keingintahuan, Hakim harus memiliki dasar hukum agar apabila memiliki interpretasi yang berbeda dapat memilih mana relasi penafsiran yang

paling mendekati isu 31 , Hakim dibatasi kepemilikannya dan pembatasan pada penghapusan mereka dari kantor. Misalnya : seorang hakim federal tidak dapat

dihapus dari kantornya kecuali oleh Jendral Gubernur. 32

Indonesia

Tanggung jawab profesi hakim terhadap profesinya adalah:

1. Tanggung Jawab Moral: Tanggung jawab yang bisa bersifat pribadi maupun kelembagaan yang terangkum dalam Kode Etik

2. Tanggung Jawab Teknis Profesi; melaksanakan tugasa secara profesional sesuai dengan kriteria teknis. Jika bertentangan maka disebut sebagai unprofessional conduct

3. Tanggung Jawab Hukum: tidak melanggar rambu rambu hukum, wujud

pertanggung jawabannya sanksi (majelis kehormatan)

30 Public Space: The Journal of Law and Social Justice (2009) Vol 3, Art 6,hlm.9

31 Ibid.,hlm.15

32 commonwealth Constitution section 72.

2.1.2 Tanggung Jawab Hakim Terhadap Pihak Ketiga (Pengguna Jasa) Thailand

Dalam praktiknya, Hakim memiliki tanggung jawab terhadap pihak-pihak lain sebagai pengguna jasa. Tanggung jawab ini bisa terhadap korban, terdakwa, maupun saksi. Dalam halnya perlindungan terhadap pihak ketiga, seorang Hakim harus dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang memungkinkan adanya penyiksaan dan diberikan kekuatan eksplisit untuk mengambil langkah-langkah tambahan untuk melindungi hak dan kepentingan terdakwa, termasuk meminta pemeriksaan fisik dan psikologis secara independen sebelum terdakwa dibebaskan secara bersyarat (dengan jaminan) atau ditahan untuk menunggu pemeriksaan pengadilan. Hakim juga harus dapat mengidentifikasi saksi yang kesaksiannya tidak sah karena merasa takut, dan mengambil langkah-langkah untuk mengintervensi, termasuk dengan menunda kesaksian dan mencari intervensi dari Kantor Perlindungan

Saksi 33 . Hakim dipercayakan untuk secara eksplisit mengungkapkan kepada publik pelaksanaan yang ketat dan lengkap untuk prinsip-prinsip tersebut dengan mengikuti independensi peradilan dan menghormati integritas kehakiman 34 . Namun, seorang hakim berwenang untuk membuat pernyataan publik untuk mendidik masyarakat umum sehubungan dengan prosedur hukum yang relevan di

pengadilan 35 . Hakim tidak boleh menyebabkan para pihak menduga bahwa salah

satu pihak lebih dibela 36 .

Queensland

Dalam pengadilan Queensland, apabila terdapat saksi yang rentan seperti anak-anak, korban kekerasan seksual, atau orang dengan intelektual rendah, maka saksi tersebut dapat diberikan bantuan khusus dalam memberikan bukti akibat trauma. Disinilah peran hakim untuk memutuskan apakah seseorang dapat

33 Asian Legal Resource Center , “Recommendation on Witness Protection in Thailand ”

http://www.humanrights.asia/resources/journals- magazines/article2/0503/recommendations-on-witness-protection-in-thailand, diakses 15 Maret 2016.

34 Thailand, The Code of Judicial Conduct B. E 2552 (2009), Ps. 1.

35 Thailand, The Code of Judicial Conduct B. E 2552 (2009), Ps. 6.

36 Thailand, The Code of Judicial Conduct B. E 2552 (2009), Ps. 8.

diberikan bantuan khusus untuk bersaksi. Hakim juga harus mempertimbangkan keterangan saksi bagaimana kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa telah memberikan dampak yang mendalam bagi fisik, emosional, dan psikis korban, hal

tersebut berguna bagi Hakim dalam mempertimbangkan hukuman. 37

Indonesia

Tanggung jawab profesi hakim dalam kaitannya dengan pihak ketiga adalah adalah:

1. Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. Hal ini sesuai dengan irah-irah putusan yang dikeluarkan oleh hakim yaitu “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN Y ANG MAHA ESA”

2. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

3. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang.

4. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. Hakim wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

5. Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

6. Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain. Susunan hakim sebagaimana dimaksud terdiri dari seorang hakim ketua dan dua orang hakim anggota. Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera. Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang penuntut umum, kecuali undang undang menentukan lain.

37 Queensland Government , “Going to Court” https://www.qld.gov.au/law/court/going-to-court/going-to-court/, diakses 16 Maret 2016.

7. Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.

2.1.3 Tanggung Jawab Hakim Terhadap Masyarakat Thailand

Hakim dalam menjalankan profesinya tidak hanya bertanggung jawab kepada profesi dan para pihak. Hakim juga harus mempertanggungjawabkan profesinya kepada masyarakat. Berdasarkan The Code of Judicial Conduct B. E 2552 (2009), pada dasarnya Hakim memiliki tugas untuk mengelola keadilan kepada para pihak dengan kejujuran, adil, legitimasi dan praktik kebiasaan. Hakim dipercayakan untuk secara eksplisit mengungkapkan kepada publik pelaksanaan yang ketat dan lengkap untuk prinsip-prinsip tersebut dengan mengikuti

independensi peradilan dan menghormati integritas kehakiman 38 . Seorang hakim harus menahan diri dari mengulangi fakta di kasus yang dapat mempengaruhi setiap orang, mengkritik atau memberi pendapat kepada pihak atau pihak ketiga mengenai kasus yang tertunda maupun tidak. Namun, seorang hakim yang berwenang dapat membuat pernyataan publik untuk mendidik masyarakat umum

sehubungan dengan prosedur hukum yang relevan di pengadilan 39 . Hakim harus bertindak secara adil dalam memutuskan suatu perkara, dimana keadilan tersebut dapat menjadi contoh bagi masyarakat mengenai prosedur hukum di pengadilan. Seorang hakim tidak boleh memberikan pidato, ceramah, mengajar atau berpartisipasi dalam seminar, debat atau menyatakan pendapat ke publik (masyarakat) yang dapat mempengaruhi kinerja atau integritas hakim dan tidak boleh terlibat dalam tindakan tersebut untuk kepentingan bisnis

perusahaan 40 . Hakimpun tidak boleh terlibat dalam suatu organisasi, asosiasi, klub masyarakat yang akan mempengaruhi kinerja, integritas, dan tugas hakim 41 . Perilaku seperti ini harus dipertahankan oleh hakim agar dapat dipercaya oleh masyarakat umum.

38 Pasal 1, The Code of Judicial Conduct B. E 2552 (2009). 39 Pasal 6, The Code of Judicial Conduct B. E 2552 (2009). 40 Pasal 28, The Code of Judicial Conduct B. E 2552 (2009). 41 Pasal 29, The Code of Judicial Conduct B. E 2552 (2009).

Queensland

Tolak ukur dan kriteria umum Hakim seperti: -

Independensi hakim Dengan memegang teguh prinsip tersebut, tentu warga negara akan memberikan kepercayaannya kepada negara bahwa hakim akan selalu memperjuangkan keadilan setiap individu dan juga kepentingan negara tersebut. - Penunjukkan berdasarkan kelayakan

Dengan diketahuinya masyarakat terkait dengan standar kelayakan sebagai salah satu indikator pemilihan dan penunjukkan hakim, akan menimbulkan kepercayaan masyarakat kepada institusi peradilan. -

Kesetaraan dan keberagaman Gilbert and Tobin Center of Public Law menjelaskan bahwa keberagaman merupakan salah satu faktor penting dalam memilih komposisi hakim. Menurutnya, hakim merupakan cermin perwakilan dari masyarakat Australia dan karena itu, dengan adanya keberagaman latarbelakang para hakim, menimbulkan kepercayaan dari masyarakat terhadap pengadilan khususnya terhadap putusan-putusan yang dikeluarkan. - Transparansi dan akuntabilitas

Dengan adanya transparansi ini, masyarakat dapat mengetahui secara jelas bagaimana mekanisme dan proses pemilihan hakim tersebut, dan hal ini akan pula menimbulkan kepercayaan dari masyarakat terhadap pengadilan.

Indonesia

Tanggung jawab profesi hakim dalam kaitannya dengan masyarakat adalah:

1. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

2. Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan, kecuali undang- undang menentukan lain. Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang- undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

3. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan 3. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan

4. Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar sebagaimana dimaksud adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya.

3.1 SISTEM PENGAWASAN TERHADAP KINERJA HAKIM

3.1.1 Pengawasan Internal

A. Dasar Kewenangan Pengawasan Internal Thailand

Dalam sistem peradilan di Thailand, terdapat Office of the Judiciary untuk mengelola personil dan anggaran dari the Courts of Justice melalui 3 komisi, yaitu Judicial Commission, Judicial Administration Commission, dan Commission for

Judicial Service 42 . Kesemua komisi tersebut bertanggungjawab dalam rangka pemilihan dan kinerja hakim. Misalnya, apabila selama masa training, setiap calon hakim tidak lagi cocok untuk menjadi calon hakim, atau calon hakim telah menjadi calon hakim selama periode lebih dari yang ditentukan dan hasil pelatihan tidak memenuhi standar dari Judicial Administration Commission, Ketua Mahkamah Agung (oleh persetujuan JC) akan memiliki kuasa untuk melepaskannya dari