KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERA

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA SMA NEGRI I GUNUNG SINDUR BOGOR SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyratan Memperoleh Gelar Sarjana Kependidikan

Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

OLEH: ARIF RAHMAN TANJUNG 10201822417 PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1427 H/2006 M

KATA PENGANTAR BISMILLAHIR RAHMANI RAHIM

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT Tuhan Rob segala alam sehingga dengan Rahmat-Nya serta kalimatnya yang suci yaitu BISMILLAH merupakan penyadaran atas diri seorang manusia yang akan jiwanya tenggelam dalam dunia kesebaragaman makhluk. Salawat dan salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya yang telah membimbing umatnya kejalan yang benar diatas keridhaan ALLAH SWT. Sekalipun skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun ini merupakan salah satu hasil usaha yang maksimal, karena dalam proses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan ALLAH SWT, yang telah memberikan nikmat-Nya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada :

1. Prof. Dr. Rosyada,MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Yefneity Z, M.Pd., Ketua Jurusan Program Kependidikan Islam.

3. Drs. Syauki, M.Pd., Ketua Prodi Program Studi Manajemen Pendidikan, serta seluruh Dosen dan Staf Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. H. Mu’arif, M.Pd., Sekretaris Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Yefnelty Z M.Pd., yang telah memberikan arahan dan bimbingan serta meluangkan waktunya memberikan arahan dan petunjuk kepada penulis, sehingga sripsi ini dapat diselesaikan.

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Umum Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan literature yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Drs. H. Hidayat, Kepala Sekolah SMAN I Gunung Sindur Bogor beserta seluruh elemen civitas akademika SMAN I Gunung Sindur Bogor dilingkungan sekolah yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian lapangan dan memberikan data-data yang telah dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

8. AL-Habib Fadridhal Atros AL-Kindhy Al-Asyari sebagai guru besar saya yang telah memberikan pemahaman islam dan pembimbing dalam mencari substansi tentang ketuhanan dan juga asisten Gubesku yaitu ABI Agus Padang dari cabang Menteng beliau telah memberikan semangat dan motivasiku dalam tahap pencarian ku dalam menuju Al-Haq dan juga Aa. Iyang Guru Mursid ku yang mana dia memberi motivasi dan dukungan untuk skripsi ini.

9. Orang tua penulis, Ayahanda H. Asri Anwar dan Bunda Hj. Desri Nelly S.Pd yang telah memberikan dorongan dan curahan perhatian baik moril maupun materil serta doa yang selalu teriring setiap saat untuk ananda dalam menghadapi segala hal. Skirpsi ini merupakan persembahan untuk orang tua, semoga ALLAH SWT memberikan pahala yang berlipat ganda dan semoga bias mewujudkan harapan Ayahanda dan ibunda tercinta, Amin.

10. Adik-adikku yaitu Rizki Laili Fitri dan Muhammad Reza Rahadian Tanjung yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini. Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan dibalas oleh ALLAH SWT, dengan pahala yang berlipat ganda. Akhirnya penulis selain bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dan menyadari masih banyak kekurangan dalam konsep maupun penulisannya.

Jakarta, 22 Desember 2006

Penulis

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENERAPAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH PADA SMA NEGRI I GUNUNG SINDUR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

Oleh: Arif Rahman Tanjung 102018224171

Dibawah Bimbingan

Yefnelty Z, M.P.D NIP.150 209 382

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN ISALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1427 H /2006 M

KATA PENGANTAR BISMILLAHIR RAHMANI RAHIM

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT. Tuhan semesta alam, sehingga dengan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhamad SAW, keluarga serta sahabatnya yang telah membimbing umat kejalan yang benar diatas keridhaan ALLAH SWT.

Sekalipun skripsi ini masih jauh dari kesempurana, namun ini merupakan suatu hasil usaha yang maksimal, karena dalam peroses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan ALLAh SWT, yang telah memberikan nikmat-Nya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagi pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada :

1. Prof. Dr. Rosyada, MA, Dekan Falkultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Syauki, M.Pd., Ketua Prodi Program Studi Manajemen Pendidikan, serta seluruh Dosen dan Staf Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Mu’arif, M. Pd., Sekertaris Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Yefnelty Z, M.Pd., yang telah memberikan arahan dan bimbingan,meluangkan waktu, mengarahkan dan petunjuk-petunjuk yang berharga kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menyediakan literatur yang diperlukan dalam penulisan dan peyusunan sekripsi ini.

6. Bapak Drs.H. Hidayat kepala sekolah SMAN I Gunung Sindur Bogor berserta seluruh elemen civitas akademika SMAN I Gunung Sindur dilingkungan sekolah yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian lapangan dan memberikan dat-data yang telah dibutukan dalam penysunan skripsi ini.

7. AL-Habib Faridal Atros Al -Kindi AL -Asyari sebagai guru dan juga asisten ABI Agus Padang Dan juga Guru ku AA.Iyang , yang telah memberikan pengetahuan, motivasi, dan dukungan untuk menyelesaiakn skripsi ini.

8. Orang tua penulis, Ayahnda H.Asri Anuar dan bunda Hj, Desri Nelly S.p.d. yang telah memberikan dorongan dan curuhan perhatian baik moril maupun materil serta doa yang selalu teriring setiap saat untuk anada dalam menghadapi segala hal. Sekripsi ini merupakan persembahan untuk orang tua, semoga ALLAH SWT. Memberikan pahala yang berlipat ganda dan semoga bisa mewujudkan harapan ayahnda dan ibunda tercinta. Amin.

9. Adik-adiku yaitu Rizki Laili Fitri, Muhamad Reza Rahadian Tanjung yang telah memberi semangat untuk menyelesaiakan sekripsi ini.

10. Teman-temanku di KI MP yaitu :Ruli Muharam S.Pd.I, Zahrudin S.Pd.I, Zukri, Deden, Syarul,Wiwik zulpianti,dan teman-teman pengajianku dalam penempuh perjalan hidup untuk mengenal diri dalm kaca mata taswuf Nahwadi, M.Fajri Irawan, Zubair, Akbar, Zulfahri, yang telah membantu dalam menyelesaikan dan memberikan saranya untuk penulisan sekripsi ini.

11. semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.

Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan dibalas oleh ALLAH SWT, dengan pahala yang berlipat ganda. Akhirnya penulis selin bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dan menyadari masih banyak kekurangan dalam konsep maupaun penulisannya.

Jakarta,22 Desmber 2006

Penulis

A. Metode Penelitian ..................................................................... 17

17

B. Langkah-langkah Penelitian......................................................

2. Pengumpulan Data ..............................................................

17

3. Menganalisis Data...............................................................

18

4. Penyusunan Laporan Penelitian..........................................

18

C. Proses Pencatatan dan Pengambilan Data.................................

18

1. Macam-macam Data ........................................................

19

2. Sampel Penelitian.............................................................

19

3. Metode Pengumpulan Data..............................................

22

D. Analisis Data............................................................................

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR BISMILLAHIR RAHMANI RAHIM

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT.Tuhan Rob segala alam sehingga dengan Rahmat-Nya serta kalimanya suci yaitu BISMILLAH merupakan penyadaran atas diri seorang manusia yang akan jiwanya tengelam dalam dunia kesebaragaman makluk .salawat dan salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhamad SAW, keluarga serta sahabatnya yang telah membimbing umatnya kejalan yang benar diatas keridhaan ALLAH SWT. Sekalipun skripsi ini masih jauh dari kesempuranan, namun ini merupakan salah satu hasil usaha yang maksimal, karena dalam peroses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan ALLAH SWT. Yang telah memberikan nikmat-Nya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagi pihak. Untuk itu penulis mengucapakan terima kasih khususnya kepada :

1. Prof.Dr.Rosyada,MA,Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Yefnelty Z, M.Pd.,Ketua Jurusan Progaram Kependidikan Islam.

3. Drs. Syauki, M.Pd.,Ketua Prodi Program Studi Manajemen Pendidikan,serta seluruh Dosen dan Staf Jurusann Kependidikan Islam Fakultas ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Drs. H. Mu’arif, M.Pd., Sekertaris Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sarif Hidayatullah Jakarta.

5. Yefnelty Z M.Pd., yang telah memberikan arahan dan bimbingan sera meluangkan waktunya meberiakan arahan dan petunjuk kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Pimpianan dan Staf Perpustakan Utama dan Perpustakan Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jkarta yang telah menyediakan literatur yang diperlukan dalam penyusuanan sekripsi ini.

7. Bapak Drs. H. Hidayat kepala sekolah SMAN I Gunung Sindur Bogor berserta seluruh elemen civitas akademika SMAN I Gunung Sindur Bogor dilingkungan sekolah yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian lapanngan dan memberikan data-data yang telah dibutukan dalam penyusun skripsi ini.

8. AL-Habib Faridal Atros AL-Kindy AL- Asyari sebagai guru besar ku yang mana beliau lah telah memberikan pemahaman islam dan pembimbing dalam mencari pencarian subtansi tentang ketuhan dan juga asisten Gubesku yaitu ABI Agus Padang dari cabang menteng beliau telah memberikan semangat dan motivasiku dalam tahap pencarian ku dalam menuju Al-Haq dan juga Aa. Iyang Guru Mursid ku yang mana dia memberi motivasi dan dukungan untuk menyelesaiakan skripsi ini.

9. Orang tua Penulis, Ayahnda H.Asri anwar dan Bunda Hj.Desri Nelly S.P.d yang telah memberikan dorongan dan curuahan perhartian baik moril 9. Orang tua Penulis, Ayahnda H.Asri anwar dan Bunda Hj.Desri Nelly S.P.d yang telah memberikan dorongan dan curuahan perhartian baik moril

10. Adik-adikku Yaitu Rizki Laili Fitri dan Muhamad Reza Rahadian Tanjung yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan sekripsi ini.

11. Teman-temanKu di KI-MP Yaitu : Ruli Muharam S.Pd.i ,Zahrudin S.Pd.i Deden, Syarul dan Teman-Temanku Pengajian Yang mana suka duka dalam memempuh perjalan hidup dalam sudut panndang Taswuf diantaranya: Nahwadi, Zubair,Akbar,Nur Parawangsah, Zulfahri yang mana telah membantu dalam menyelesaikan dan memeberi saran untuk menulis sekripsi ini.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.

Semoga segala bantuan dan amal baik yang telah diberikan akan dibalas oleh ALLAH SWT, dengan pahala yang berlipat ganda. Akhirnya penulis selain bersyukur dapat menyelesaiakn skripsi ini dan menyadari masih banyak kekurangan dalam konsep maupun penulisannya.

Jakarta ,22 Desmber 2006

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, Indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang mencakup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.

Berdasarkan masalah di atas, maka berbagai pihak mempertayakan apa yang salah dalam penyelenggaraan pendidikan kita? Dan berbagai pengamat dan analisis, ada berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita mengelami peningkatan

secara merata. 1 Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-output analisis

yang tidak dilaksanakan secara konsekwen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendididjkan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input

1 Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu SMU. h.3

yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana prasarana perbaikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis- sentralistik, sehingga meningkat sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan yang tergantung pada keputusan birokrasi-birokrasi. Kadang-kadang birokrasi itu sangat panjang dan kebijakannya tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Maka akses dari birokrasi panjang dan sentralisasi itu, sekolah menjadi tidak mandiri, kurangya kreatifitas dan motivasi.

Ketiga, minimnya peranan masyarakat khususnya orang tua sisiwa dalam penyelenggaraan pendidikan, pratisipasi orang tua selama ini dengan sebatas pendukung dana, tapi tidak dilibatkan dalam proses pendidikan seperti mengambil keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas, sehingga sekolah tidak memiliki beban dan tanggung jawab hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat/orang tua sebagai stake holder yang berkepentingan dengan pendidikan. Keempat, krisis kepemimpinan, dimana kepala sekolah yang cenderung tidak demokratis, sistem top- down policy baik dari kepala sekolah terhadap guru atau birokrasi diatas kepala

sekolah terhadap sekolah. 2 Munculnya paradigma Guru tentang manajemen berbasis sekolah yang

bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan

2 Ibid. hal 4 2 Ibid. hal 4

Hal ini sangat memungkinkan dengan dikeluarkannya UU pemerintah no. 22 tahun 1999, selanjutnya diubah dengan UU no.32 tahun 2004 yaitu undang-undang otonomi daerah yang kemudian diatur oleh PP no. 33 tahun 2004 yaitu adanya penggeseran kewenangan dan pemerintah pusat ke pemda dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan kecuali agama, politik luar negri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal.

Pola bidang pendidikan diatas oleh UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dengan pasal 51 menyatakan pengadaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan agar, dan pendidikan menengah didasarkan pada standar

pelayanan minimum dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. 3 Kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku

bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil kepurusan maka akan mengakibatkan adanya disharmonisasi hubungan anatara pemimpin dan yang dipimpin.

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan implementasi MBS. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) banyak orang memerlukan figur pemimpin, 2) dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili

3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51, ayat 1, hal.30 3 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51, ayat 1, hal.30

Manajemen berbasis sekolah dimana memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola potensi yang dimiliki dengan melibatkan semua unsur stakeholder untuk mencapai peningkatan kualitas sekolah tersebut. Karena sekolah memiliki kewenangan yang sangat luas itu maka kehadiran figur pemimpin menjadi sangat penting.

Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai

tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan. 5 Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh

alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan,

referensi, informasi, dan hubungan. 6 Gaya kepemimpinan adalah sikap, gerak-gerik atau lagak yang dipilih oleh

seseorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Gaya yang dipakai oleh seorang pemimpin satu dengan yang lain berlainan tergantung situasi dan kondisi kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang

4 Nurkolis.2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta : PT.Grasindo, cet.ke-3, hal.152 5 Ibid.,hal.154

6 Miftah Toha.1990. Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta : Rajawali Pers, cet. Ke-4, hal.323 6 Miftah Toha.1990. Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta : Rajawali Pers, cet. Ke-4, hal.323

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

“ Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah Pada SMAN I GUNUNG SINDUR”

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya kepemimpian kepala sekolah dalam penerapan MBS di Sekolah Menengah Atas Negeri Gunung Sindur kec. Gunung Sindur Kabupaten Bogor .

C. Identifikasi Masalah

Ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan penerapan manajemen berbasis sekolah antara lain faktor kepemimpinan, sikap guru, peraturan pemerintah, dukungan birokrasi, budaya sekolah, sarana dan prasarana, lingkungan masyarakat, dan masalah finansial.

Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:

1. Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dalam penerapan manajemen berbasis sekolah?

2. Bagaimana sikap guru dalam penerapan manajemen berbasis sekolah?

3. Bagaimana dukungan birokrasi pendidikan dalam penerapan manajemen berbasis sekolah?

4. Bagaimana kebijakan pemerintah tentang penerapan manajemen berbasis sekolah?

5. Bagaimana budaya sekolah untuk mendukung penerapan manajemen berbasis sekolah?

6. Bagaimana kesiapan anggaran dalam mendukung penerapan manajemen berbasis sekolah?

D. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengacu kepada identifikasi di atas maka fokus penelitian dapat dibatasi pada gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam perangkat manajemen. Dari identifikasi masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut Bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam penerapan MBS ?

BAB II KERANGKA TEORI TENTANG KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

A. KEPEMIMPINAN

1. Pengertian

Pemimpin memiliki peranan yang dominan dalam sebuah organisasi. Peranan yang dominan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Sebagaimana dikatakan Hani Handoko bahwa pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok organisasi, atau masyarakat untuk

mencapai tujuan mereka. 1 Bagaimanapun juga kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam

pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan kemampuan mengidentifikasikan perilaku dan tehnik-tehnik kepemimpinan efektif,

Kepemimpinan dalam bahasa inggris tersebut leadership berarti being a leader power of leading “ atau the qualities of leader. 2

Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai

1 Hani Handoko. 1999. Manajemen. edisi kedua. hal. 293 2 AS. Hornby. 1990. Oxford Edvanced Dictionary of English. London: Oxford University

Press. hal 481 Press. hal 481

Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lainnya

seperti perencanaan, penorganisasian , pengawasan dan evaluasi. 3 Kepemimpinan atau leadership dalam pengertian umum menunjukkan

suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku, perasaan serta tingkah laku terhadap orang lain yang ada dibawah

pengawasannya. 4 Disinilah peranan kepemimpinan berpengaruh besar dalam pembentukan

perilaku bawahan. menurut Handoko kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar mencapai tujuan dan sasaran. 5

3 Ibid . ,jilid 2, hal.294 4 Ibid. , jilid I, hal. 486 5 T.Hani Handoko, Op. Cit, hal. 294.

2. Pendekatan Kepemimpinan

Menurut Handoko, ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan

situasional. 6 Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud

mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasii kelompok apapun dimana ia berada. Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni tugas-tugas yang dilakukan,

keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.

Ketiga pendekatan tersebut dapat digambarkan secara kronologis sebagai berikut: 7

6 Ibid, hal. 295 7 Ibid,, hal, 296

Sifat-sifat

Perilaku

Situasional Contingency

3. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah teori kepemimpinan dari pendekatan perilaku pemimpin. Dari satu segi pendekatan ini masih difokuskan lagi pada gaya kepemimpinan (leadership style), sebab gaya kepemimpinan bagian dari pendekatan perilaku pemimpin yang memusatkan perhatian pada proses dinamika kepemimpinan dalam usaha mempengaruhi aktivitas individu untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu situasi tertentu.

Gaya kepemimpinan ialah pola-pola perilaku pemimpin yang digunakan untuk mempengaruhi aktuivitas orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi organisasinya dapat berubah bagaimana pemimpin mengembangkan program organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan kesejahteraanya serta bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan bawahannya.

Para penelti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yaitu gaya dengan orientasi tugas (Task Oriented) dan gaya dengan orientasi karyawan

(Employee Oriented). 8 Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang

diinginkannya. Manajer dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan

8 Ibid, hal. 299 8 Ibid, hal. 299

dengan para anggota kelompok. 9 Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil

keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan mestinya tidak dilakukan. Namun pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan organisasi.

Selanjutnya gaya kepemimpinan digunakan dalam berinteraksi dengan bawahannya, melalui berinteraksi ini antara atasan dan bawahan masing-masing memilki status yang berbeda. Berinteraksinya dua status yang berbeda terjadi, apabila status pemimpin dapat mengerti keadaan bawahannya. Pada umumnya bawahan merasa dilindungi oleh pimpinan apabila pimpinan dapat menyejukkan hati bawahan terhadap tugas yang dibebankan kepadanya. Cara berinteraksi oleh pimpinan akan mempengaruhi tujuan organisasi. Bawahan umumnya lebih

9 Ibid., hal. 294 9 Ibid., hal. 294

Pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan kondisi bawahan guna pencapaian tujuan organisasi. Gaya yang akan digunakan mendapat sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses mempengaruhi bawahan berjalan baik dan disatu sisi timbul kesadaran untuk bekerja sama dan bekerja produktif. Bermacam-macam cara mempengaruhi bawahan tersebut guna kepentingan pemimpin yaitu tujuan organisasi.

Pimpinan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan fungsi, melalui proses komunikasi dengan bawahannya sebagai dimensi dalam kepemimpinan dan teknik-teknik untuk memaksimalkan pengambilan keputusan.

Pola dasar terhadap gaya kepemimpinan yang lebih mementingkan pelaksanaan tugas oleh para bawahannya, menuntut penyelesaian tugas yang dibebankan padanya sesuai dengan keinginan pimpinan. Pemimpin menuntut agar setiap anggota seperti dirinya, menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat dalam melaksanakn tugas-tugasnya. Pemimpin beranggapan bahwa bila setiap anggota melaksanakn tugasnya secara efektif dan efisien, pasti akan dicapai hasil yang diharapkan sebagai penggabungan hasil yang dicapai masing-masing anggota.

Gaya kepemimpinan yang berpola untuk mementingkan pelaksanaan kerjasama, pemimpin berkeyakinan bahwa dengan kerjasama yang intensif, efektif, dan efisien, semua tugas dapat dilaksanakan secara optimal. pelaksanakan Gaya kepemimpinan yang berpola untuk mementingkan pelaksanaan kerjasama, pemimpin berkeyakinan bahwa dengan kerjasama yang intensif, efektif, dan efisien, semua tugas dapat dilaksanakan secara optimal. pelaksanakan

Pemimpin hanya membuat beberapa keputusan penting pada tingkat tertinggi dengan pemahaman yang konseptual. Pemimpin yang efektif dalam organisasi menggunakan desentralisasi dalam membuat keputusannya. Hal tersebut memberikan kewenangan pada bawahan serta melaksanakan sharing dalam memutuskan suatu keputusan.

a. Pendekatan Perilaku Kepemimpinan Prilaku kepemimpinan cenderung diekspreikan dalam dua gaya kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada

tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan. 10 Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas menekankan pada pengawasan

yang ketat. Dengan pengawasan yang ketat dapat dipastikan bahwa tugas yang diberikan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Gaya kepemimpinan ini lebih menekankan pada tugas dan kurang dalam pembinaan karyawan.. Sedangakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan, mengutamakan untuk memotivasi dari mengontrol bawahan, dan bahkan dalam beberapa hal

10 Stoner dan Freeman, op.cit., p. 475.

bawahan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan bawahan.

Kedua gaya kepemimpinan tersebut, dapat dirasakan oleh bawahan secara langsung ketika pimpinan berinteraksi dengan bawahannya. Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda, karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Bawahan pada umumnya cenderung loebih menyukai gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan atau bawahan, karena merasa lebih dihargai dan diperlakukan secara manusiawi, memanusiakan manusia sehingga kan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja dan kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan yang berorintasi pada tugas, lebih menekankan pada penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan pada karyawan. Pimpinan pada umunya lebih memperhatikan hasil daripada proses. Keadaan tersebut membentuk kondisi tempat kerja menjadi kurang kondusif, karena masing-masing karyawan berkonsentrasi pada tugas yang harus diselesaikan karena terikat waktu dan tanggungjawab.

b. Gaya Managerial Grid Menurut Blake dan Mountoun, ada empat gaya kepemimpinan yang

dikelompokkan sebagai gaya yang ekstrem 11 , sedangkan lainnya hanya satu gaya yang ditengah-tengah gaya ekstrem tersebut. Gaya kepemimpinan dalam

managerial grid yaitu: (1) Manajer tim yang nyata (the real team manager), (2) Manajemen club (the country club management), (3) Tugas secara

11 Robert R Black dan Jane S. Mouton, The New Managerial Grid, Gulf Publishing, Houston, 1978.

otokratis (authocratic task managers), dan (4) Manajemen perantara (organizational man management).

c. Teori Kepemimpinan Situasional Dalam mengembangkan teori kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif berbeda-beda sesuai dengan kematangan bawahan. Kematangan atau kedewasaan bukan sebagai sebatas usia atau emosional melainkan sebagai keinginan untuk menerima tanggungjawab, dan kemampuan serta pengalaman yang berhubungan dengan tugas. Hubungan antara pimpinan dan bawahan bergerak melalui empat tahap yaitu: (a) hubungan tinggi dan tugas rendah, (b) tugas rendah dan hubungan rendah, (c) tugas tinggi dan hubungan tinggi, dan (d) tugas tinggi dan hubungan rendah.

Pimpinan perlu mengubah gaya kepemimpinan sesuai dengan perkembangan setiap tahap, dan pada gambar di atas terdapat empat tahap. Pada tahap awal, ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi, gaya kepemimpina yang berorientasi tugas paling tepat. Pada tahap dua, gaya kepemimpina yang berorientasi tugas masih penting karena belum mampu menerima tanggungjawab yang penuh. Namun kepercayaan dan dukungan pimpinan terhadap bawahan dapat meningkat sejalan dengan makin akrabnya dengan bawahan dan dorongan yang diberikan kepada bawahan untuk berupaya lebih lanjut. Sedangkan pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi prestasi bawahan meningkat, dan bawahan secara aktif mencari Pimpinan perlu mengubah gaya kepemimpinan sesuai dengan perkembangan setiap tahap, dan pada gambar di atas terdapat empat tahap. Pada tahap awal, ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi, gaya kepemimpina yang berorientasi tugas paling tepat. Pada tahap dua, gaya kepemimpina yang berorientasi tugas masih penting karena belum mampu menerima tanggungjawab yang penuh. Namun kepercayaan dan dukungan pimpinan terhadap bawahan dapat meningkat sejalan dengan makin akrabnya dengan bawahan dan dorongan yang diberikan kepada bawahan untuk berupaya lebih lanjut. Sedangkan pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi prestasi bawahan meningkat, dan bawahan secara aktif mencari

d. Gaya Kepemimpinan Fiedler Di sini Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan model Kontingensi Kepemimpian yang Efektif(A Contingency Model of Leadership Effectiveness) berhubungan anatar gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi sebagai berikut:

1) Derajat situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi.

2) 12 Derajat situasi yang menghadapkan manajer dengan tidak kepastian. Gaya kepemimpinan diatas, sama dengan gaya kepemimpinan yang

berorientasi pada karyawan dan berorientasi pada tugas, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Fiedler mengukur gaya kepemimpinan dengan skala yang menunjukan tingkat seseorang menguraikan secara menguntungkan atau

12 T. Hani Handoko, Op. Cit, hal 311

merugikan rekan sekerjanya yang paling tidak disukai (LPC, Least Preferred Co-worker), karyuawan yang hampir tidak dapat diajak bekerjasama dengan orang tadi. Dalam hal ini ditentukan delapan kombinasi yang mungkin dari tiga variabel dalam situasi kepemimpinan tersebut dapat menunjukan hubungan antara pemimpin dengan anggota dapat baik atau buruk, tugas dapat struktur, dan kekuasaan dapat kuat atau lemah. Pemimpin dengan LPC rendah yang berorientasi tugas atau otoriter paling efekif dalam situasi ekstrem, pemimpin mempunyai kekuasaan dan pengaruh amat besar atau mempunyai kekuasaan dan pengaruh amat kecil.

e. Gaya Kepemimpinan Kontinum. Tannenbaum dan Schmidt mengusulkan bahwa, seorang manajer perlu mempertimbangkan tiga perangkat kekuatan sebelum memilih gaya kepemimpinan yaitu: kekuatan yang ada dalam diri manajer sendiri, kekuatan yang ada pada bawahan, dan kekuatan yang ada dalam situasi.

Sehubungan dengan teori tersebut terdapat tujuh tingkat hubungan pemimpin dengan bawahan yaitu: (1) manajer mengambil keputusan dan mengumumkannya, (2) manajer menjual keputusan, (3) manajer menyajikan gagasan dan mengundang pertanyaan, (4) manajer menawarkan keputusan sementara yang masih diubah, (5) manajer menyajikan masalah, menerima saran, membuat keputusan, (6) manajer menentukan batas-batas, meminta kelompok untuk mengambil keputusan, dan (7) manajer membolehkan bawahan dalam batas yang ditetapkan atasan.

f. Gaya Kepemimpinan menurut Likert Menurut Likert, bahwa pemimpin itu dapat berhasil jika bergaya participative management, yaitu keberhasilan pemimpin adalah jika

berorientasi pada bawahan, dan mendasarkan komunikasi. 13 Selanjutnya ada empat sistem kepemimpinan dalam manajemen yaitu sebagai berikut:

1) Sistem 1, dalam sistem ini pemimpin bergaya otoriter (ekspoitive- authoritive). Pemimpin hanya mau memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.

2) Sistem 2, dalam sistem ini pemimpin dinamakan otokratis yang baik hati (benevalent autthoritive). Pemimpin mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya kepada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah tetapi bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.

3) Sistem 3, dalam sistem ini gaya kepemimpinan yang konsultatif. Pemimpin menentukan tujuan, dan mengemukakan pendapat berbagai ketentuan yang bersifat umum, sesudah melalui proses diskusi dengan para bawahan. Bawahan di sini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.

13 Thoha, op. cit., pp. 59-61

4) Sistem 4, dalam sistem ini dinamakan pemimpin yang bergaya kelompok berparsipatif (participative group). Karena pemimpin dalam penentuan tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan bersama. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya bersama atasannya.

Dari keempat sistem diatas, sistem ke 4 mempunyai kesempatan untuk sukses sebagai pemimpin, karena mempunyai organisasi yang lebih produktif. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan dalam tulisan ini adalah penilaian karyawan terhadap gaya kepemimpinan pemimpin atau atasan dalam mempengaruhi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi yang mencakup ke dalam tiga aspek yaitu: gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan, dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tingkat kematangan bawahan. Gaya kepemimpinan pada tugas terdiri dari empat indikator yaitu: (1) Pengawasan yang ketat, (2) pelaksanaan tugas, (3) memberi petunjuk, dan (4) mengutamakan hasil daripada proses. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan terdiri dari empat indikator yaitu: (1) melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan, (2) memberi dukungan, (3) kekeluargaan, dan (4) kerjasama. Dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tingkat kematangan bawahan Dari keempat sistem diatas, sistem ke 4 mempunyai kesempatan untuk sukses sebagai pemimpin, karena mempunyai organisasi yang lebih produktif. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, maka yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan dalam tulisan ini adalah penilaian karyawan terhadap gaya kepemimpinan pemimpin atau atasan dalam mempengaruhi bawahan untuk mencapai tujuan organisasi yang mencakup ke dalam tiga aspek yaitu: gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan, dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tingkat kematangan bawahan. Gaya kepemimpinan pada tugas terdiri dari empat indikator yaitu: (1) Pengawasan yang ketat, (2) pelaksanaan tugas, (3) memberi petunjuk, dan (4) mengutamakan hasil daripada proses. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan terdiri dari empat indikator yaitu: (1) melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan, (2) memberi dukungan, (3) kekeluargaan, dan (4) kerjasama. Dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tingkat kematangan bawahan

g. Kepemimpinan Transformasional Dalam MBS Dalam Undang-Undang No.25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan. Perubahan manajemen pendidikan dari sentralistik ke disentralistik menuntut proses pengambilan keputusan pendidikan menjadi lebih terbuka, dinamik dan demokratis. Untuk pendidikan dasar dan menengah, proses pengambilan keputusan yang otonom seperti itu dapat dilaksanakan secara efektif dengan menerapkan MBS. Dalam melaksanakan MBS menurut Komite Reformasi Pendidikan, kepala sekolah perlu memiliki kepemimpinan yang kuat, partisipatif, dan demokratis.

Kepemimpinan transformasional dapat dicirikan dengan adanya proses untuk membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk mencapai sasaran. Dalam kepemimpinan transformasional menurut Burns, pemimpin mencoba menimbulkan kesadaran dari para pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral. Masih menurut Burns, kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional yang didasarkan atas kekuasaan birokratis dan memotivasi para pengikutnya demi kepentingan diri sendiri.

Kepemimpinan transformational mampu mentransformasi dan memotivasi para pengikutnya dengan cara : 14 (1) membuat mereka sadar mengenai

pentingnya suatu pekerjaan,(2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan diri sendiri, dan (3) mengaktifkan kebutuhan- kebutuhan pengikut pada tarap yang lebih tinggi. Tipe kepemimpinan transformasional dapat sejalan dengan fungsi manajemen model MBS. Pertama, adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalannya organisasi yang tidak digerakkan oleh birokrasi, tetapi oleh kesadaran bersama. Kedua, para pelaku mengutamakan kepentingan organisasi bukan kepentingan pribadi. Ketiga, adanya partisipasi aktif dari pengikut atau orang yang dipimpin.

B. Manajemen Berbasis Sekolah

1. Pengertian

Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut maka MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber

14 Nurkolis.2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta : PT. Grasindo, cet ke 2, hal.172 14 Nurkolis.2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta : PT. Grasindo, cet ke 2, hal.172

Gagasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dalam Bahasa Inggris School-

Based Management pada dewasa ini menjadi perhatian para pengelolaan pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai dengan tingkat Sekolah. Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini semakin mengemuka setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi pengelolaan pendidikan seperti disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004. Produk hukum tersebut mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan dalam pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya Sekolah, karena implementasi MBS tidak sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik Sekolah dan tatanan pengelolaan Sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan Sekolah.

Mengemukakan MBS sebagai sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada institusi Sekolah untuk mengatur kehidupan sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan Sekolah yang

bersangkutan. 15 Dalam MBS, Sekolah merupakan institusi yang memiliki full authority and responsibility untuk secara mandiri menetapkan program-program

15 Ibid., hal. 19 15 Ibid., hal. 19

Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintah pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu yang semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.

Dari asal usul peristilahan, MBS adalah terjemahan langsung dari School- Based Management (SBM). Istilah ini mula-mula muncul di Amerika Serikat pada tahun 1970-an sebagai alternatif untuk mereformasi pengelolaan pendidikan atau sekolah. Reformasi itu dapat diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan tahun tidak dapat menunjukan peningkatan yang berarti dalam memenuhii tuntutan perubahan lingkungan sekolah.

Dengan demikian pada hakekatnya MBS merupakan desentralisasi kewenangan yang memandang Sekolah secara individual. Sebagai bentuk alternatif Sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, maka otonomi diberikan agar Sekolah dapat leluasa mengelola sumberdaya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan di samping agar Sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

Secara umum manajemen berbasis sekolah/Sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan parsitipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orangtua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. Dengan otonomi yang lebih besar, maka sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih berdaya dalam mengembangkan program yang, tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Demikian juga, dengan pengambilan keputusan partisipatif, yaitu pelibatan warga sekolah secara langsung dalam pengambilan keputusan, maka rasa memiliki warga sekolah dapat meningkat. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggungjawab, dan peningkatan rasa tanggungjawab,dan peningkatan rasa tanggungjawab akan meningkatkan dedikasi warga sekolah terhadap sekolahnya. Inilah esensi pengambilan keputusan partisipatif. Baik peningkatan otonomi sekolah maupun pengambilan keputusan partisipatif tersebut kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional yang berlaku.

2. Alasan dan Tujuan

MBS di Indonesia yang menggunakan model Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) muncul karena beberapa alasan sebagaimana

diungkapkan oleh Nurkolis antara lain 16 pertama, sekolah lebih mengetahi kekeuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat

mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengmabilan keputusan dapat menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

Menurut bank dunia, terdapat beberapa alasan diterapkannya MBS antara lain alasan ekonomis, politis, professional, efisiensi administrasi, finansial, prestasi siswa, akuntabilitas, dan efektifitas sekolah.

Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya,

dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum. 17 Bagi sumber daya manusia, peningkatan kualitas bukan hanya meningkatnya pengetahuan dan

ketrampilannya, melainkan meningkatkan kesejahteraanya pula. Keuntungan-keuntungan penerapan MBS sebagaimana dikutip dari hasil pertemuan The American Association of School Administration, The National

16 Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. hal. 21

17 Ibid. hal. 24

Association of Elementary School Principal, The National of Secondary School Principal pada tahun 1998 adalah: 18 Pertama, secara formal MBS dapat

memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah. Kedua, meningkatkan moral guru. Ketiga, keputusan yang diambil sekolah mengalami akuntabilitas. Hal ini terjadi karena konstituen seklah mengalami andil yang cukup dalam setiap pengambilan kepurusan. Keempat, menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan instruksioanl yang dikembangkan di sekolah. Kelima, menstimulasi munculnya pemimpin baru di sekolah. Keputusan yang diambil pada tingkat sekolah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran seorang pemimpin. Keenam, meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksibilitas komunikasi tiap komunitas sekolah dalam rangka mencapai kebutuhan sekolah.

3. Strategi Implementasi MBS

MBS merupakan strategi peningkatan kualitas pendidikan melalui otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah daerah ke sekolah. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai unit dasar pengembangan yang bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan di dalamnya terkandung desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada sekolah untuk membuat