TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN

TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN

JILID 2

SMK

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional

TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN

JILID 2

U nt uk SMK

Penulis

: Iskandar Muda

Perancang Kulit

: TIM

Ukuran Buku

: 17,6 x 25 cm

MUD MUDA, Iskandar. t

Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 2 untuk SMK oleh Iskandar Muda ---- Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

x, 193 hlm Daftar Pustaka : Lampiran. A Glosarium

: Lampiran. B

Daftar Tabel

: Lampiran. C

Daftar Gambar : Lampiran. D ISBN : 978-979-060-151-2 ISBN : 978-979-060-153-6

Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008

KATA SAMBUTAN

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, telah melaksanakan kegiatan penulisan buku kejuruan sebagai bentuk dari kegiatan pembelian hak cipta buku teks pelajaran kejuruan bagi siswa SMK. Karena buku-buku pelajaran kejuruan sangat sulit di dapatkan di pasaran.

Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK dan telah dinyatakan memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 45 Tahun 2008 tanggal 15 Agustus 2008.

Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para pendidik dan peserta didik SMK.

Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen Pendidikan Nasional ini, dapat diunduh (download), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkan soft copy ini diharapkan akan lebih memudahkan bagi masyarakat khsusnya para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri untuk mengakses dan memanfaatkannya sebagai sumber belajar.

Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.

Jakarta, 17 Agustus 2008 Direktur Pembinaan SMK

PENGANTAR PENULIS

Penulis mengucapkan puji syukur ke Hadirat Allah SWT karena atas ridho-Nya buku teks “Teknik Survei dan Pemetaan” dapat diselesaikan dengan baik. Buku teks “Teknik Survei dan Pemetaan” ini dibuat berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dibuat,

silabus mata kuliah Ilmu Ukur Tanah untuk mahasiswa S 1 Pendidikan Teknik Sipil dan D 3 Teknik Sipil FPTK UPI serta referensi-referensi yang dibuat oleh penulis dalam dan luar negeri.

Tahap-tahap pembangunan dalam bidang teknik sipil dikenal dengan istilah SIDCOM (survey, investigation, design, construction, operation and mantainance). Ilmu Ukur Tanah termasuk dalam tahap studi penyuluhan (survey) untuk memperoleh informasi spasial (keruangan) berupa informasi kerangka dasar horizontal, vertikal dan titik-titik detail yang produk akhirnya berupa peta situasi.

Buku teks ini dibuat juga sebagai bentuk partisipasi pada Program Hibah Penulisan Buku Teks 2006 yang dikoordinir oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penulis mengucapkan terima kasih :

1. Kepada Yth. Prof.Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd, selaku Rektor Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung,

2. Kepada Yth. Drs. Sabri, selaku Dekan Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung,

atas perhatian dan bantuannya pada proposal buku teks yang penulis buat.

Sesuai dengan pepatah “Tiada Gading yang Tak Retak”, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam proposal buku teks ini, baik substansial maupun redaksional. Oleh sebab itu saran-saran yang membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca agar buku teks yang penulis buat dapat terwujud dengan lebih baik di masa depan.

Semoga proposal buku teks ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan penulis khususnya serta memperkaya khasanah buku teks bidang teknik sipil di perguruan tinggi (akademi dan universitas). Semoga Allah SWT juga mencatat kegiatan ini sebagai bagian dari ibadah kepada-Nya. Amin.

Penulis, Penulis,

DAFTAR ISI

Dasar Vertikal

4.3. Prosedur Pengukuran Sipat Datar

JILID 1

Kerangka Dasar Vertikal

4.4. Pengolahan Data Sipat Datar Pengantar Direktur Pembinaan SMK

Kerangka Dasar Vertikal 103 Pengantar Penulis

4.5. Penggambaran Sipat Datar Daftar Isi iv

ii

Kerangka Dasar Vertikal 104 Deskripsi Konsep

xvi Peta Kompetensi xvii

5. Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 120

1. Pengantar Survei dan Pemetaan 1

5.1. Proyeksi Peta

5.2. Aturan Kuadran

5.3. Sistem Koordinat 137 Surveying

1.1. Plan Surveying dan Geodetic

1 5.4. Menentukan Sudut Jurusan 139

1.2. Pekerjaan Survei dan Pemetaan

5 JILID 2

1.3. Pengukuran Kerangka Dasar

Vertikal 6

1.4. Pengukuran Kerangka Dasar

6. Macam Besaran Sudut 144

Horizontal 11

1.5. Pengukuran Titik-Titik Detail

18 6.1. Macam Besaran Sudut 144

6.2. Besaran Sudut dari Lapangan 144

6.3. Konversi Besaran Sudut 145 Cara Mengatasinya

2. Macam-Macam Kesalahan dan

25 6.4. Pengukuran Sudut 160

2.1. Kesalahan-Kesalahan pada

Survei dan Pemetaan 7. Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke 25 Muka 189

2.2. Kesalahan Sistematis

2.3. Kesalahan Acak

50 7.1. Mengukur Jarak dengan Alat

2.4. Kesalahan Besar

50 Sederhana

7.2. Pengertian Azimuth 192

7.3. Tujuan Pengikatan ke Muka 197

3. Pengukuran Kerangka Dasar

7.4. Prosedur Pengikatan Ke muka 199 Vertikal 60

7.5. Pengolahan Data Pengikatan

3.2. Pengukuran Sipat Datar Optis

60 8. Cara Pengikatan ke Belakang

3.3. Pengukuran Trigonometris

78 Metoda Collins 208

3.4. Pengukuran Barometris

8.1. Tujuan Cara Pengikatan ke Dasar Vertikal 90

4. Pengukuran Sipat Datar Kerangka

Belakang Metode Collins 210

8.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengikatan ke Belakang Metode

4.1. Tujuan dan Sasaran Pengukuran

211 Sipat Datar Kerangka Dasar

Collins

8.3. Pengolahan Data Pengikatan ke Vertikal 90 Belakang Metode Collins

4.2. Peralatan, Bahan dan Formulir

8.4. Penggambaran Pengikatan ke Ukuran Sipat Datar Kerangka

Belakang Metode Collins 228 Belakang Metode Collins 228

13. Garis Kontur, Sifat dan Cassini

9. Cara Pengikatan ke Belakang Metoda

Interpolasinya 378

9.1. Tujuan Pengikatan ke Belakang

13.1. Pengertian Garis Kontur 378 Metode Cassini

13.2. Sifat Garis Kontur

9.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur

13.3. Interval Kontur dan Indeks Kontur 381 Pengikatan ke Belakang Metode

13.4. Kemiringan Tanah dan Kontur Cassini

9.3. Pengolahan Data Pengikatan ke

13.5. Kegunaan Garis Kontur 382 Belakang Metode Cassini

13.6. Penentuan dan Pengukuran Titik

9.4. Penggambaran Pengikatan ke Detail untuk Pembuatan Garis Belakang Metode Cassini

13.7. Interpolasi Garis Kontur 386

10. Pengukuran Poligon Kerangka 13.8. Perhitungan Garis Kontur 387

Dasar Horisontal 252

13.9. Prinsip Dasar Penentuan Volume 387

13.10. Perubahan Letak Garis Kontur

di Tepi Pantai

10.1. Tujuan Pengukuran Poligon

13.11. Bentuk-Bentuk Lembah dan Kerangka Dasar Horizontal

Pegunungan dalam Garis Kontur 390

10.2. Jenis-Jenis Poligon

13.12.Cara Menentukan Posisi, Cross

10.3. Peralatan, Bahan dan Prosedur Bearing dan Metode Pengukuran Poligon

10.4. Pengolahan Data Pengukuran

13.13 Pengenalan Surfer 393 Poligon

10.5. Penggambaran Poligon

14. Perhitungan Galian dan Timbunan 408

11. Pengukuran Luas 306

14.1. Tujuan Perhitungan Galian dan

Timbunan

11.1. Metode-Metode Pengukuran Luas 306

14.2. Galian dan Timbunan 409

11.2. Prosedur Pengukuran Luas

14.3. Metode-Metode Perhitungan dengan Perangkat Lunak

Galian dan Timbunan 409 AutoCAD

14.4. Pengolahan Data Galian dan

Timbunan

14.5. Perhitungan Galian dan Timbunan 422

JILID 3

14.6. Penggambaran Galian dan Timbunan

12. Pengukuran Titik-titik Detail Metoda

Tachymetri 337

15. Pemetaan Digital 435

12.1.Tujuan Pengukuran Titik-Titik

15.1. Pengertian Pemetaan Digital 435 Detail Metode Tachymetri

15.2. Keunggulan Pemetaan Digital 12.2.Peralatan, Bahan dan Prosedur

Dibandingkan Pemetaan Pengukuran Tachymetri

15.3. Bagian-Bagian Pemetaan Digital 436

12.3. Pengolahan Data Pengukuran

15.4. Peralatan, Bahan dan Prosedur Tachymetri

Pemetaan Digital

12.4. Penggambaran Hasil Pengukuran

15.5. Pencetakan Peta dengan Kaidah Tachymetri

Kartografi

16. Sistem Informasi Geografis 469

16.1. Pengertian Dasar Sistem Informasi Geografis

16.2. Keuntungan SIG

16.3. Komponen Utama SIG

16.4. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pembangunan SIG

16.5. Jenis-Jenis Analisis Spasial dengan Sistem Informasi Geografis dan Aplikasinya pada Berbagai Sektor Pembangunan

Lampiran Daftar Pustaka

Glosarium ...............................

Daftar Tabel ............................

Daftar Gambar ........................

DESKRIPSI

Buku Teknik Survei dan Pemetaan ini menjelaskan ruang lingkup Ilmu ukur tanah, pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada Ilmu Ukur tanah untuk kepentingan studi kelayakan, perencanaan, konstruksi dan operasional pekerjaan teknik sipil. Selain itu, dibahas tentang perkenalan ilmu ukur tanah, aplikasi teori kesalahan pada pengukuran dan pemetaan, metode pengukuran kerangka dasar vertikal dan horisontal, metode pengukuran titik detail, perhitungan luas, galian dan timbunan, pemetaan digital dan sistem informasi geografis.

Buku ini tidak hanya menyajikan teori semata, akan tetapi buku ini dilengkapi dengan penduan untuk melakukan praktikum pekerjaan dasar survei. Sehingga, diharapkan peserta diklat mampu mengoperasikan alat ukur waterpass dan theodolite, dapat melakukan pengukuran sipat datar, polygon dan tachymetry serta pembuatan peta situasi.

PETA KOMPETENSI

Program diklat

: Pekerjaan Dasar Survei

Tingkat

: x (sepuluh)

Alokasi Waktu

: 120 Jam pelajaran Kompetensi : Melaksanakan Dasar-dasar Pekerjaan Survei

No Sub Kompetensi Pembelajaran

Pengetahuan

Keterampilan

1 Pengantar survei dan

Menggambarkan diagram pemetaan

a. Memahami ruang lingkup plan

surveying dan geodetic

alur ruang lingkup pekerjaan

b. Memahami ruang lingkup

survei dan pemetaan

pekerjaan survey dan pemetaan

c. Memahami pengukuran kerangka dasar vertikal d. Memahami Pengukuran kerangka dasar horisontal e. Memahami Pengukuran titik- titik detail

2 Teori Kesalahan

a. Mengidentifikasi kesalahan- kesalahan pada pekerjaan survey dan pemetaan

b. Mengidentifikasi kesalahan sistematis (systematic error) c. Mengidentifikasi Kesalahan Acak (random error) d. Mengidentifikasi Kesalahan Besar (random error)

e. Mengeliminasi Kesalahan Sistematis f. Mengeliminasi Kesalahan Acak

3 Pengukuran kerangka

Dapat melakukan dasar vertikal

a. Memahami penggunaan sipat

datar kerangka dasar vertikal

pengukuran kerangka dasar

b. Memahami penggunaan

vertikal dengan

trigonometris

menggunakan sipat datar,

c. Memahami penggunaan

trigonometris dan

barometris. 4 Pengukuran sipat dasar

barometris

Dapat melakukan kerangka dasar vertikal

a. Memahami tujuan dan

sasaran pengukuran sipat

pengukuran kerangka dasar

datar kerangka dasar vertikal

vertikal dengan

b. Mempersiapkan peralatan,

menggunakan sipat datar

bahan dan formulir

kemudian mengolah data

pengukuran sipat datar

dan menggambarkannya.

kerangka dasar vertikal c. Memahami prosedur pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal

d. Dapat mengolah data sipat datar kerangka dasar vertikal Dapat menggambaran sipat datar kerangka dasar vertikal

No Sub Kompetensi Pembelajaran

Pengetahuan

Keterampilan

5 Proyeksi peta, aturan

Membuat Proyeksi peta kuadran dan sistem

a. Memahami pengertian

berdasarkan aturan kuadran koordinat

proyeksi peta, aturan kuadran

dan sistem koordinat

dan sisten koordinat

b. Memahami jenis-jenis proyeksi peta dan aplikasinya c. Memahami aturan kuadran geometrik dan trigonometrik d. Memahami sistem koordinat ruang dan bidang e. Memahami orientasi survei dan pemetaan serta aturan kuadran geometrik

6 Macam besaran sudut

a. Mengetahui macam besaran

Mengaplikasikan besaran

sudut

sudut dilapangan untuk

b. Memahami besaran sudut

pengolahan data.

dari lapangan c. Dapat melakukan konversi besaran sudut d. Memahami besaran sudut untuk pengolahan data

7 Jarak, azimuth dan

Mengukur jarak baik dengan pengikatan kemuka

a. Memahami pengertian jarak

pada survey dan pemetaan

alat sederhana maupun

b. Memahami azimuth dan sudut

dengan pengikatan ke

jurusan

muka.

c. Memahami tujuan pengikatan ke muka d. Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengikatan ke muka

e. Memahami pengolahan data pengikatan ke muka f. Memahami penggambaran pengikatan ke muka

8 Cara pengikatan ke

Mencari koordinat dengan belakang metode

a. Tujuan Pengikatan ke

metode Collins. collins

Belakang Metode Collins

b. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengikatan ke Belakang Metode Collins

c. Pengolahan Data Pengikatan ke Belakang Metoda Collins d. Penggambaran Pengikatan ke Belakang Metode Collins

9 Cara pengikatan ke

Mencari koordinat dengan belakang metode

a. Memahami tujuan pengikatan

metode Cassini. Cassini

ke belakang metode cassini

b. Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengikatan ke belakang metode cassini

c. Memahami pengolahan data pengikatan ke belakang metoda cassini

d. Memahami penggambaran pengikatan ke belakang metode cassini

No Sub Kompetensi Pembelajaran

Pengetahuan

Keterampilan

10 Pengukuran poligon

Dapat melakukan kerangka dasar

a. Memahami tujuan

pengukuran kerangka dasar horisontal

pengukuran poligon

b. Memahami kerangka dasar

horisontal (poligon).

horisontal c. Mengetahui jenis-jenis poligon d. Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengukuran poligon

e. Memahami pengolahan data pengukuran poligon f. Memahami penggambaran poligon

11 Pengukuran luas a. Menyebutkan metode-metode Menghitung luas pengukuran luas

bedasarkan hasil dilapangan

b. Memahami prosedur

dengan metoda saruss,

pengukuran luas dengan

planimeter dan autocad.

metode sarrus c. Memahami prosedur pengukuran luas dengan planimeter

d. Memahami prosedur pengukuran luas dengan autocad

12 Pengukuran titik-titik

Melakukan pengukuran titik- detail

a. Memahami tujuan

pengukuran titik-titik detail

titik dtail metode tachymetri.

metode tachymetri b. Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengukuran tachymetri

c. Memahami pengolahan data pengukuran tachymetri d. Memahami penggambaran hasil pengukuran tachymetri

13 Garis kontur, sifat dan

Membuat garis kontur interpolasinya

a. Memahami pengertian garis

kontur

berdasarkan data yang

b. Menyebutkan sifat-sifat garis

diperoleh di lapangan.

kontur c. Mengetahui cara penarikan garis kontur d. Mengetahui prosedur penggambaran garis kontur e. Memahami penggunaan perangkat lunak surfer

14 Perhitungan galian dan

Menghitung galian dan timbunan

a. Memahami tujuan

perhitungan galian dan

timbunan.

timbunan b. Memahami metode-metode perhitungan galian dan timbunan

c. Memahami pengolahan data galian dan timbunan d. Mengetahui cara penggambaran galian dan timbunan

No Sub Kompetensi Pembelajaran

Pengetahuan

Keterampilan

15 Pemetaan digital

a. Memahami pengertian pemetaan digital

b. Mengetahui keunggulan pemetaan digital dibandingkan pemetaan konvensional

c. Memahami perangkat keras dan perangkat lunak pemetaan digital

d. Memahami pencetakan peta dengan kaidah kartografi

16 Sisitem informasi

a. Memahami pengertian sistem

geografik

informasi geografik

b. Memahami keunggulan sistem informasi geografik dibandingkan pemetaan digital perangkat keras dan perangkat lunak sistem informasi geografik

c. Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pembangunan sistem informasi geografik

d. Memahami jenis-jenis analisis spasial dengan sistem informasi geografik dan aplikasinya pada berbagai sektor pembangunan

6 Macam Sistem Besaran Sudut

6. Macam Sistem Besaran Sudut

6.1 Macam besaran sudut

6.2 Besaran sudut dari lapangan

Pengukuran sudut merupakan salah satu

6.2.1 Sistem besaran sudut seksagesimal

aspek penting dalam pengukuran dan Sistem besaran sudut seksagesimal pemetaan horizontal atau vertikal, baik disajikan dalam besaran derajat, menit dan untuk pengukuran dan pemetaan kerangka sekon. Janganlah satuan sudut sekon maupun titik-titik detail. disebut detik, karena detik lebih baik

Sistem besaran sudut yang dipakai pada digunakan untuk satuan waktu. beberapa alat berbeda antara satu dengan

Cara seksagesimal membagi lingkaran yang lainnya. Sistem besaran sudut pada dalam 360 bagian yang dinamakan derajat, pengukuran dan pemetaan dapat terdiri dari: sehingga satu kuadran ada 90 derajat. Satu

a. Sistem besaran sudut seksagesimal derajat dibagi dalam 60 menit dan satu

b. Sistem besaran sudut sentisimal menit dibagi lagi dalam 60 sekon. Dengan

kata lain, satu derajat (1 ) sama dengan Dasar untuk mengukur besaran sudut ialah enam puluh menit (60’), satu menit (1’)

c. Sistem besaran sudut radian

lingkaran yang dibagi dalam empat bagian, sama dengan enam puluh sekon (60”), yang dinamakan kuadran. dengan demikian satu derajat (1 o ) sama Penggunaan nilai sudut yang diolah berbeda

dengan tiga ribu enam ratus sekon (3600”). dengan nilai sudut yang diukur. Nilai sudut

Atau dituliskan sebagai berikut : yang diolah biasanya digunakan sistem

1 o = 60’ 1’ = 60” 1 = 3600” seksagesimal, terutama jika kita gunakan alat kalkulator standard.

6.2.2 Sistem besaran sudut sentisimal

Jika kita menggunakan bantuan PC Sistem besaran sudut sentisimal disajikan (Personal Computer) maka nilai sudut yang

dalam besaran grid, centigrid dan centi- digunakan biasanya adalah sistem radian.

centigrid. Cara sentisimal membagi lingkaran dalam 400 bagian, sehingga satu

kuadran mempunyai 100 bagian yang dinamakan grid. Satu grid dibagi lagi dalam 100 centigrid dan 1 centigrid dibagi lagi dalam 100 centi-centigrid. Dapat dituliskan sebagai berikut :

6 Macam Sistem Besaran Sudut

1 g = 100 c Hubungan antara satuan cara seksagesimal

1 c = 100 cc dan satuan cara sentisimal dapat dicari

1 g = 10000 cc dengan dibaginya lingkaran dalam 360 bagian cara seksagesimal dan dalam 400

Cara sentisimal ini lambat laun bagian cara sentisimal, jadi :

menyampingkan cara seksagesimal, karena

360 0 = 400 g

untuk pengukuran, apalagi hitungan cara

sentisimal lebih mudah digunakan daripada

cara seksagesimal. 6.3 Konversi besaran sudut

Tetapi meskipun demikian, cara sentisimal Besaran-besaran sistem sudut yang tidaklah dapat mengganti cara seksagesimal

berbeda dapat dikonversikan dari satu seluruhnya, karena pada ilmu astronomi, sistem ke sistem lain. Pendekatan untuk ilmu geografi tetap digunakan cara menkonversinya adalah nilai sudut dalam seksagesimal untuk penentuan waktu, bujur

satu putaran. Dalam satu putaran nilai sudut dan lintang tempat-tempat di atas adalah sama dengan 360 derajat atau 400 permukaan bumi.

grid atau 2 radian. Dengan demikian jika kita akan menggunakan suatu alat

6.2.3 Sistem besaran sudut radian

pengukuran dan pemetaan yang Sistem besaran sudut radian disajikan mempunyai pengukur sudut, baik horizontal dalam sudut panjang busur. Sudut pusat di maupun vertikal, maka kita harus teliti dalam lingkaran yang mempunyai busur terlebih dahulu sistem sudut yang kita sama dengan jari-jari lingkaran adalah gunakan untuk alat yang kita pakai. sebesar satu radian. Hubungan antara ketiga satuan tersebut

Karena keliling lingkaran ada

adalah sebagai berikut:

2 r = 2 rad. Konversi dari derajat ke grid

Misal :

45 o 45’35” = ............. g Sistem waktu digunakan dalam pengukuran

6.2.4 Sistem waktu (desimal)

Maka :

astronomi. Nilai sudut desimal maksimal

45 o 45’35” x 400 g

adalah 360. Atau : o 360

360 o = 24 jam = 45 + / 60 + / 3600 x 400

= 50,8441358 = 50 g 84 c 41 cc ,358

6 Macam Sistem Besaran Sudut

Konversi dari derajat ke radian Atau dengan perhitungan sebagai berikut: Misal :

2 = 360 o = 400 g

78 o 49’40” = .............. rad

maka :

Maka :

g g 1 o = 1 ,1111............... 1 = 0 ,9

78 o 49’40” x 2 1’ = 1 c ,85185185........ 1 c = 0’,54 360 0 1” = 3 cc ,08641975...... 1 cc = 0”,324

60 + / 3600 x 2 Satu radial (disingkat dengan ) menjadi : 360 0 = 360 o = 360 x 60’ = 360 x 60 x 60” = 1,376358025 rad

2 2 2 = 400 g = 400 x 100 c = 400 x 100 x 100 cc Konversi dari grid ke derajat

Misal :

104 g 58 c 77 cc ,75 = ........... o Atau

Maka : = 57 ,295,779..... = 63 ,661,977.... 104 g 58 c 77 cc

,75 x 360 c o = 3437’,7467....... = 6,366 ,1977..

g = 206264”,8........ = 636619 400 cc ,77.. = 104 + 58 / 100 + 77,75 / 10000 x 360

g 400

94 o (0,1289975 x 60) 7’ (0,73985 x 60) 44,391” Jadi :

94 o 07’ 44,391”

Konversi dari grid ke radian

Misal :

g c cc

120 28 10 = ................. rad

Maka:

g 120 28 c 10 cc x2

g 400

28 10 = 120 + / 100 + / 10000 x 2

= 1,89013 rad

6 Macam Sistem Besaran Sudut

Perhitungan Cara Tabel (Daftar)

Daftar I : Dari cara sentisimal ke cara seksagesimal

Tabel 9. Cara Sentisimal ke cara seksagesimal

6 Macam Sistem Besaran Sudut

Daftar II : Dari cara sentisimal ke cara radian

Tabel 10. Cara Sentisimal ke cara radian

6 Macam Sistem Besaran Sudut

Daftar III : Dari cara seksagesimal ke cara radian

Tabel 11. Cara seksagesimal ke cara radian

6 Macam Sistem Besaran Sudut

Daftra IV : Dari cara radian ke cara rad = 100 g ; sentisimal

1 rad = 63,661 977 237 g

Tabel 12. Cara radian ke cara sentisimal

6 Macam Sistem Besaran Sudut

Daftar V : Dari cara seksagesimal ke cara radian

Tabel 13. Cara seksagesimal ke cara radian

6 Macam Sistem Besaran Sudut

1. = 137 g 36 c 78 cc Cara 1 :

148 o = 164 g ,44.444

o 148 48’16” = 165 g ,33.827

100 o = 111 g ,11.111

= 216 o 41 c 56 cc 48 = 53,33.333 Cara 1 :

2. g

200 g = 180 o 00’00”

g 16 o = 14 24’00”

c = 00 o 22’08”,4

48’16” = 165 41 g 148 o ,33.827

56 cc = 00 o 00’18”,1

2. = 208 o 17’15”

216 g 41 c 56 cc = 194 o 46’26”,5

100 g = 90 o 00’00”

28 o = 31 ,11.111

116 g = 104 o 24’00”

41 c = 00 o 22’08”,4

g 41 216 c 56 cc = 194 o 46’26”,5

Cara 2 :

100 o = 111 g ,11.111

= 317 o 39 cc 108 = 120 ,00.000 Cara 1 :

3. g 08 c

200 g = 180 o 00’00”

g 15 117 o = 105 o 18’00” = 0 ,00.463

08 g c = 00 o 04’19”,2 208 17’15” = 231 ,43.055

cc o

g c 08 28’09” 39 317 cc = 285 o 3. 22’31”,8 = 332

Cara 2 o 100 = 90 00’00” 152 = 168 ,88.889

200 g = 180 o 00’00”

17 g = 15 o 18’00”

08 c = 00 o 04’19”,2

o 28’09” 332 = 369 g ,41.019

39 cc = 00 o 00’12”,6

g c cc 317 o 08 39 = 285 22’31”,8

6 Macam Sistem Besaran Sudut

Cara 2

100 o = 111 g ,11.111

67 o = 1,169.370.6 rad 28’

= 0,000.232.7 rad 332 o 28’09”

67 o 19’48” = 1,175.130.2 rad

Tabel 10:

2. = 179 o 21’15”

1. = 78 g 170 ,4921 o = 2,967.058.7 rad

g o 78 = 1,225.211 rad 9 = 0,157.079.6 rad

c 49 o = 0,007.697 rad 21 = 0,006.108.7 rad

21 cc = o 0,000.035 rad 15 = 0,000.072.7 rad

78 o g 49 c 21 cc = 1,232.943 rad 179 21’15” = 3,130.320.7 rad

2. g = 116 ,1682

3. = 212 o 42’26”

100 g = 1,570.796 rad

200o = 3,490.658.5 rad

16 g = 0,251.327 rad

12o = 0,209.439.5 rad

16 c = 0 002.513 rad

= 0,212.317.3 rad

82 cc = 0,000.129 rad

= 0,000.126.1 rad 116 o g 16 c 82 cc = 1,824.765 rad 212 42’26” = 3,712.441.4 rad

3. g = 262 ,0856

Petunjuk singkat pemakaian alat ukur 100 g = 1,570.796 rad Theodolite Boussole

100 g = 1,570.796 rad

g Sebelum menggunakan alat ukur Theodolite

62 = 0,973.894 rad

c 08 perlu diperhatikan agar menjauhkan barang- = 0,001.257 rad barang metal yang dapat mempengaruhi

56 cc = 0,000.008 rad

262 g 08 c cc 56 jarum magnet. Sudut jurusan yang didapat = 4,116.831 rad adalah sudut jurusan magnetis.

Tabel 12 :

I. Urutan pengaturan serta pemakaian. = 1,26.486 rad

g (contoh untuk pesawat T.O. wild)

1,26 rad = 80 ,214.091

a. Pasanglah statif dengan dasar atas 0,00.48 rad = 0 ,035.577 tetap di atas piket dan sedatar 0,00.006 rad = 0 ,003.820

= 80 g ,253.488 mungkin.

1,26.489 rad

b. Keraskan skrup-skrup kaki statif.

6 Macam Sistem Besaran Sudut

c. Letakkan alat T.O. di atasnya lalu j. Jelaskan benang diafragma dengan keraskan skrup pengencang alat.

skrup pengatur benang diafragma kemudian jelaskan bayangan dari

d. Tancapkan statif dalam-dalam pada titik yang dibidik dengan

tanah, sehingga tidak mudah menggeser-geserkan lensa oculair.

bergerak.

k. Dengan

menggunakan skrup

e. Pasanglah unting-unting pada skrup penggerak halus horizontal dan

pengencang alat. vertikal, kita tepatkan target yang

f. Bila ujung unting-unting belum tepat dibidik (skrup-skrup pengencang di atas paku, maka geserkan alat

horizontal dan vertikal harus dengan membuka skrup

kencang terlebih dahulu). pengencang alat, sehingga ujung

l. Setelah i, j, k, dilakukan, maka unting-unting tepat di atas paku

pengukuran dapat dimulai. pada piket.

II. Pembacaan sudut mendatar

g. Gelembung pada nivo kotak kita

1. Terlebih dahulu kunci boussole atau ketengahkan dengan menyetel

pengencang magnet kita lepaskan, ketiga skrup penyetel, buka

kemudian akan terlihat skala pengunci magnit, gerakan

pembacaan bergerak; sementara kebelakang dan kedepan, setelah

bergerak kita tunggu sampai skala magnit diam, magnit di kunci lagi.

pembacaan diam, kemudian kita

h. Setelah a, b, c, d, e, f, dan g,

kunci lagi.

dikerjakan dengan baik, maka alat

2. Pembacaan bersifat koinsidensi T.O. siap untuk melakukan

dengan mempergunakan tromol pengamatan.

mikrometer.

i. Dengan membuka skrup (Berarti pembacaan dilakukan pada angka-angka yang berselisih 180 pengencang lingkaran horizontal 0

atau 200 gr ).

dan vertikal arahkan teropong ke

titik yang dibidik dengan pertolongan Pembacaan puluhan menit/centi grade dan visir secara kasaran, kemudian satuannya dilakukan pada tromol

skrup-skrup tersebut kita mikrometer. kencangkan kembali.

6 Macam Sistem Besaran Sudut

Untuk pembacaan biasa, tromol mikrometer berada sebelah kanan. Untuk pembacaan

luar biasa; tromol berada di sebelah kiri.

Untuk dapat melihat angka-angka pembacaan pada keadaan biasa maupun luar biasa, kita putar penyetel angka pembacaan (angka pembacaan dapat diputar baik menurut biasa/ luar biasa Tiap kolom mempunyai satuan 1 menit

0 gr

Pembacaan seluruhnya 48 17.3”

dengan berselisih 180 atau 200 ).

Gambar 116. Pembacaan menit

Puluhan/ ratusan derajat (lihat angka bawah yang berselisih 180 o o dengan

angka di atasnya = 40 ) Satuan derajat (Berapa kolom yang ada antara angka di atas =

80 o 48”)

Gambar 117. Pembacaan centigrade

Gambar 114. Pembacan derajat

III. Pembacaan sudut miring / jurusan

1. Terlebih dahulu ketengahkan gelembung skala vertikal dengan

menggunakan skrup collimator.

2. Sistem pembacaan dengan menggunakan angka yang sama/ sebelah kiri bawah dengan sebelah kanan atas.

Bagian skala antara angka yang sama mempunyai satuan puluhan

Puluhan/ ratusan grade (lihat angka bawah yang berselisih 200 gr gr dengan

menit.

angka di atasnya = 400 ) Satuan derajat (Berapa kolom yang ada antara angka di atas =

8 gr 48 g )

Gambar 115. Pembacaan grade

6 Macam Sistem Besaran Sudut

IV. Pembacaan rambu

1. Untuk pembacaan jarak, benang atas kita tepatkan di 1 m atau 2 m pada satuan meter dari rambu. Kemudian baca benang bawah dan tengah.

2. Untuk pembacaan sudut miring, arahkan benang tengah dari teropong ke tinggi alatnya, sebelum pembacaan dilakukan, gelembung nivo vertikal harus diketengahkan

Gambar 118. Sudut jurusan dahulu. (tinggi alat harus diukur dan dicatat).

Untuk sudut miring negatif pembacaan dilakukan dari

kiri ke kanan.

Kalau sudut miring positif pembacaan dilakukan dari kanan ke kiri. 12 o

Gambar 119. Sudut miring

Gambar 120. Cara pembacaan sudut mendatar dan sudut miring

6 Macam Sistem Besaran Sudut

V. Keterangan centigrid per kolom, atau ada yang

1. Pada pembacaan sudut miring perlu mempunyai harga 2 menit (2c) per diperhatikan tanda positif atau

kolom.

negatif, sebab tidak setiap angka

5. Sistem pembacaan lingkaran mempunyai tanda positif atau

vertikal ada 2 macam yaitu: negatif. Sistem sudut zenith.

2. Pada pembacaan sudut miring di Sistem sudut miring. dekat 0 0 perlu diperhatikan tanda

6. Sudut miring yang harganya negatif, positif atau negatif, sebab tandanya pembacaan dilakukan dari kanan ke tidak terlihat, sehingga meragukan kiri, sedangkan untuk harga positif sipembaca. pembacaan dari kiri ke kanan.

Sebaiknya teropong di stel pada

0 7. Perlu diyakinkan harga sudut miring posisi mendatar 0

dengan

positif atau negatif. menggunakan skrup halus.

Kemudian teropong kita arahkan

lagi ke titik yang ditinjau, dan

setelah diputar kita melihat tanda + 110° = sudut zenith pada skala bawah : apabila angka

nol di atas berada di sebelah kanan,

10°

menunjukkan bahwa harga sudut

miring tersebut positif.

sudut miring = 90 zenith

i = 90

110 = 10

3. Perlu diperhatikan

sistem

pembacaan dari pada pos alat ukur

tersebut : 10° Sistem centesimal (grid).

Sistem 10° seksagesimal

(derajat).

sudut miring

4. Perlu diperhatikan,

bahwa Gambar 121. Arah sudut zenith (sudut miring).

pembacaan skala tromol untuk pembacaan satuan menit atau

satuan centigrid ada yang

mempunyai harga 1 menit atau 1

Gambar 122. Theodolite T0 Wild

Keterangan

1. Sekrup-sekrup setel.

2. Permukaan nivo pesawat.

3. Jepitan untuk lingkaran mendatar.

4. Sekrup mikrometer untuk lingkaran mendatar.

5. Jepitan untuk lingkaran tegak.

6. Sekrup mikrometer untuk lingkaran

tegak.

7. Tombol untuk memainkan permukaan 8.

8. Permukaan untuk pinggiran tegak.

9. Okuler dari teropong arah.

10. Cincin untuk pengatur diafragma.

11. Mikroskop untuk pinggiran tegak.

12. Okuler untuk pinggiran busole.

13. Tombol untuk mengubah arah sinar- sinar cahaya.

14. Jendela penerangan.

15. Tombol mikrometer.

16. Tuas untuk mengeratkan busole pada bagian bawah.

Gambar 123. Theodolite

Keterangan

1. Nivo teropong.

2. Lensa oculair.

3. Sekrup pengunci teropong.

4. Skrup pengatur diafragma.

5. Sekrup gerak halus naik-turun garis bidik.

6. Nivo pesawat.

7. Nonius sudut datar.

8. Sekrup gerak halus lingkaran dalam.

9. Sekrup pengunci lingkaran dalam.

10. Sekrup pengunci piringan dasar.

11. Sekrup penyetel peasawat.

12. Nivo pesawat.

13. Sekrup pengunci magnit.

14. Sekrup gerak halus lingkaran luar.

15. Sekrup pengunci lingkaran luar.

6 Macam Sistem Besaran Sudut

16. Nivius sudut tegak.

17. Lensa pembidik titik polygon.

18. Utara magnit.

6.4. Pengukuran sudut

6.4.1 Arti pengukuran sudut

Pengukuran sudut berarti mengukur suatu sudut yang terbentuk antara suatu titik dan dua titik lainnya. Pada pengukuran ini diukur arah dari pada dua titik atau lebih yang dibidik dari satu titik kontrol dan jarak

Gambar 124. Metode untuk menentukan arah titik A.

antara titik-titik diabaikan. Pada Gbr. 123 terlihat skema sebuah bola dengan panjang jari-jari yang tak terbatas. Dengan titik pusat bola 0 sebagai titik referensi, garis kolimasi OA dari 0 ke A memotong permukaan bola tersebut pada titik A'. OXY adalah bidang horizontal dan OZ adalah sumbu tegak lurus pada bidang itu jadi dapat dianggap sebagai sumbu vertikal. Lingkaran besar yang melintasi 0' dan A' memotong bidang OXY pada titik A". Sudut

A" OA' disebut sudut elevasi.

Selanjutnya, jika diambil sebagai contoh, di

mana terdapat dua titik sasaran A dan B Gambar 125. Metode untuk menentukan arah titik A

seperti yang tertera pada Gbr. 124 maka dan titik B . sudut A" OB" disebut sudut horizontal dari

A ke B.

6.4.2 Instrumen pengukuran sudut

1. Bagian umum theodolite: Sampai pada tingkat-tingkat tertentu, berbagai macam teodolit mempunyai perbedaan baik bagian dalamnya, maupun

6 Macam Sistem Besaran Sudut

penampilannya, tergantung dari lurus terhadap lingkaran graduasi pengerjaannya, pabrik pembuatannya

horizontal.

dan lain-lain, akan tetapi secara umum

d. Pelat-pelat sejajar dan sekrup mempunyai prinsip mekanisme yang

sekrup penyipat datar untuk sama seperti yang tertera pada Gbr.

menghorizontalkan theodolite 125 Secara umum teodolit dapat

secara keseluruhan. dipisahkan menjadi bagian atas dan

Pelat atas dan pelat bawah dapat berputar bagian bawah. mengelilingi sumbu vertikal dengan bebas

Bagian atas terdiri dari : di mana terdapat sekrup-sekrup tangens

a. Pelat atas yang langsung untuk sedikit menggeser kedua pelat dipasangkan pada sumbu vertikal.

tersebut.

b. Standar yang secara vertikal Agar dapat dipergunakan untuk

dipasangkan pada a). pengukuran sudut vertikal, maka pada

c. Sumbu horizontal didukung oleh teodolit dipasang niveau teleskop dan

a) dan b). dilengkapi pula dengan sekrup klem untuk

d. Teleskop tegak lurus sumbu mengencangkan teleskop dan sekrup

horizontal dan dapat berputar

tangennya.

mengelilingi sumbunya.

e. Lingkaran graduasi vertikal Theodolit seperti yang tertera pada Gbr. dengan sumbu horizontal sebagai

125 dinamakan teodolit tipe sumbu ganda pusatnya.

dan digunakan untuk pengukuran dengan

f. Dua buah (kadang-kadang hanya ketelitian yang rendah. Terdapat pula sebuah) niveau tabung dengan teodolit yang tidak mempunyai klem bawah

sumbu-sumbunya yang saling dan hanya mempunyai sumbu dalam, tegak lurus satu dengan lainnya.

karena bagian yang berputar dengan tabung

g. Dua pembacaan graduasi yang sumbu luar dan pelat atas sejajar disatukan. berhadapan.

Tipe ini disebut theodolit tipe sumbu tunggal (periksa Gbr. 126).

Bagian bawah terdiri dari :

a. Pelat bawah. Theodolit tipe ganda mempunyai dua buah

b. Lingkaran graduasi horizontal sumbu pada bagian dalam dan bagian luar, mengelilingi a).

sehingga memungkinkan pengukuran sudut

c. Tabung sumbu luar dari sumbu dengan pengulangan (repetition) tertentu, vertikal yang dipasangkan tegak

yang akan diuraikan kemudian. Akan tetapi

6 Macam Sistem Besaran Sudut

dalam pembuatannya di pabrik amatlah sulit untuk membuat sedemikian rupa

sehingga kedua sumbu tersebut sungguh-

sungguh terpusat, maka theodolit tipe ini tidak cocok untuk pengukuran teliti.

Theodolit tipe sumbu tunggal kadang- kadang disebut instrumen pengukuran satu

arah dan teodolit tipe sumbu ganda

disebut instrumen pengukuran dengan perulangan.

A : Sumbu dalam

B : Sumbu luar

Gambar 127. Teodolite (tipe sumbu tunggal)/

Reiterasi

2. Bagian-bagian utama theodolit : bagian-

bagian utama theodolit terdiri dari

teleskop, niveau, lingkaran graduasi &

pembacaan, perlengkapan pengukur

sudut vertikal, perlengkapan pengukur

sipat-datar dan alat penegak.

a. Teleskop. Teleskop terdiri dari

A : Sumbu dalam bagian-bagiannya yaitu, benang

B : Pelat sejajar atas

silang, sistem pembidik dan

C : Sumbu luar (lingkaran graduasi

tabung (periksa Gbr. 127).

horizontal)

Gambar 126. Teodolite (tipe sumbu ganda)/

Repetisi

Gambar 128. Sistem lensa teleskop

I. Sistem lensa obyektif: kegunaan teleskop adalah untuk mengetahui arah sasaran (garis kolimasi). Karena itu disyaratkan agar bidang pandangan harus terang, pembesaran harus cukup memadai dan bayangan harus nyata. Bagian ini direncana sesuai dengan daya penglihatan mata (kira-kira 60 detik), graduasi dengan pembacaan yang teliti dan lain sebagainya.

Cahaya yang menimpa lensa, sebagian dipantulkan oleh permukaan lensa. Untuk mengurangi pantulan cahaya tersebut, maka lensa tersebut dilapisi dengan magnesium fluoride setebal 1/4 panjang gelombang cahaya yang menimpa lensa tersebut sehingga berkas cahaya yang dipantulkan dari permukaan berlapis magnesium fluoride dapat disimpangkan setengah panjang golombang pantulan cahaya dari permukaan gelas secara bertahap untuk mengurangi jumlah pantulan cahaya. Pada sistem 5 lensa tanpa lapisan, bagian cahaya yang terpantul kembali adalah 20%, sedang sistem lensa dengan lapisan hanya 6% yang terpantul kembali yang berarti suatu perbaikan yang cukup besar juga.

Pada diameter lensa obyektif tertentu, dengan semakin meningkatnya pembesaran bayangan, maka bidang pandangan akan semakin buram. Karenanya, apabila cahaya yang melalui lensa diteliti, semakin pendek gelombang cahaya tersebut, maka cahaya yang terpantul akan semakin banyak pula (Gbr. 128). Karena sinar putih terdiri dari kombinasi dari berbagai cahaya yang mengandung bermacam- macam panjang gelombang, maka bayangan yang diperoleh menjadi buram. Fenomena ini dinamakan penyimpangan kromatik (chromatic). Apabila berkas cahaya sejajar menimpa sebuah lensa (Gbr. 129), berkas cahaya yang berada dekat dengan sumbu optik, panjang fokusnya lebih besar, sedang yang berada lebih jauh dari sumbu optik, panjang fokusnya lebih kecil. Fenomena ini disebut penyimpangan speris lensa. Terdapat juga penyimpangan-penyimpangan lensa lainnya dan pengaruh-pengaruh ini dapat dihilangkan dengan suatu kombinasi lensa pembalik pantulan (lensa negatif). Pada umumnya sistem lensa obyektif teleskop untuk pengukuran terdiri dari dua atau lebih kombinasi lensa.

6 Macam Sistem Besaran Sudut

berarti pula posisi garis kolimasi dapat digeser-geser dan disesuaikan dengan empat buah

sekrup. Tipe benang silang dapat dilihat pada Gbr. 131.

Gambar 129. Penyimpangan kromatik

Gambar 131. Diafragma (benang silang)

Gambar 130. Penyimpangan speris

II. Benang silang:

titik

perpotongan

benang silang (cross-hair) adalah

untuk menempatkan sasaran pada

titik tertentu dalam teleskop. Garis lurus yang menghubungkan pusat

optik obyektif dengan titik tersebut dinamakan garis kolimasi. Berbagai

macam cara untuk pembuatan

Gambar 132. Tipe benang silang

benang silang, antara lain dengan menggunakan benang sarang

III. Sistem pembidik: pada dasarnya labah-labah, atau benang nylon

pembidik adalah kombinasi dari yang direntangkan pada bingkai

sebuah lensa pandang (field view melingkar atau garis-garis halus

lens) dan lensa bidik (eye piece). yang diguratkan pada lempeng

Umumnya digunakan tipe Ramsden, gelas yang tebalnya kira-kira 1

dan untuk mengurangi sampai 3 μ seperti yang tertera pada

penyimpangan-penyimpangan, maka Gbr. 130. Posisi benang silang yang

kedua lensa harus mempunyai panjang fokus yang sama serta

6 Macam Sistem Besaran Sudut

penempatan jarak kedua lensa sama Teleskop pengfokus dalam dengan 3/4 panjang fokusnya (periksa

(internal focussing telescope) di Gbr. 132).

mana di antara obyektif dan benang silang ditempatkan sistem lensa cekung (lensa

fokus) (periksa Gbr. 133).

Gambar 133. Pembidik Ramsden

IV. Tombol fokus: Sasaran yang diukur

Gambar 134. Teleskop pengfokus dalam

meliputi jarak-jarak yang amat

pendek sampai puluhan kilometer

b. Niveau

I. Niveau tabung: pengukuran sudut dan karenanya apabila jarak antara

dimulai dengan menempatkan sumbu sistem obyektif dan benang silang

vertikal teodolit sedemikian rupa sudah tertentu, maka bayangan yang

sehingga berimpit dengan vertikal jelas dari sasaran tak selalu muncul

dan kemudian dilakukan pembacaan pada bidang benang silang.

sudut horizontal dan sudut Karenanya pada teleskop terdapat

vertikalnya. Pengukuran ini dilakukan tombol penyetel agar bayangan dari

dengan pertolongan niveau. Niveau sasaran dapat terlihat jelas pada

bidang benang silang. Ditinjau dari bekerja pada prinsip bahwa cairan akan berada dalam keadaan tenang,

cara pengfokusannya, maka terdapat jika permukaannya dalam posisi

2 tipe teleskop yaitu: vertikal terhadap arah gaya tarik

Teleskop pengfokus luar bumi. Terdapat dua tipe niveau, yaitu (external focussing telescope) di

niveau tabung batangan (bar bubble mana lensa obyektif yang

tube) dan niveau tabung bundar digeser-geser dan kelemahannya

(circular bubble tube). Niveau adalah bahwa penggeseran

tabung batangan (periksa Gbr. 134) obyektif, mengakibatkan mudah

dibuat dengan membentuk busur bergesernya titik pusat teleskop

lingkaran pada dinding dalam dan selanjutnya garis

(inside surface) bagian atas tabung koliminasinya bergeser pula.

gelas dengan arah axial yang

6 Macam Sistem Besaran Sudut

kemudian sebagian diisi dengan

R ș =S

campuran alkohol dan ether, serta

d 1 dS

sebagian lagi masih terisi udara.

atau d

dS R

Sedang niveau tabung bundar Apabila dS = 2 mm, dan d ș dibuat dengan mengasah dinding dinyatakan dalam detik, maka akan dalam bagian atas tabung sehingga

diperoleh:

berbentuk speris dan kemudian diisi cairan seperti tipe pertama (periksa

d " 413 x

Gbr. 135). Kedua tipe tersebut

mempunyai prinsip kerja yang sama Secara internasional untuk tetapi niveau tabung bundar lebih

menentukan kepekaan niveau tabung baik karena kemiringannya ke segala

telah disepakati dengan kemiringan arah dapat diketahui dengan segera.

tertentu dari niveau tersebut, Sebaliknya untuk kepekaan yang

sehingga menyebabkan pergeseran lebih tinggi, maka niveau

gelembung sebesar 2 mm. Dengan memerlukan tabung dengan ukuran

demikian harga-harga d ș dan R yang lebih besar, sedangkan

disesuaikan seperti pada tabel di tabung ukuran besar tidaklah akan

bawah ini:

serasi untuk dipasang pada

30 20 10 instrumen pengukuran, karena itu

Kepekaan (detik)

Jari-Jari lengkung (m) 14 21 41 hanya diproduksi niveau tabung

dengan kepekaan yang rendah yang digunakan untuk instrumen-instrumen pengukuran berketelitian rendah atau untuk alat penyipat-datar pertama

pada instrumen-instrumen

Gambar 135. Niveau tabung batangan

pengukuran berketelitian tinggi.

II. Kepekaan niveau tabung: apabila kemiringan niveau tabung adalah ș

(periksa Gbr. 136), maka gelembung

niveau bergerak dari titik A ke titik B

dan akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

Gambar 136. Niveau tabung bundar.

6 Macam Sistem Besaran Sudut

ganda dan vernir lipat ganda (double

folded v e r n i e r ) . Seperti yang tertera pada Gbr. 137,

untuk vernir langsung graduasinya

adalah panjang dari pembagian ( n -

1 ) skala besar, dibagi lagi dengan n bagian sama panjang. Apabila satu interval graduasi dari pada skala

besar adalah L M , maka akan terjadi

Gambar 137. Hubungan antara gerakan

hubungan berikut:

gelembung dan inklinasi.

(n – 1) L M = nL V

c. Lingkaran graduasi dan pembacaan

I. Lingkaran graduasi: lingkaran

MM

nn

graduasi umumnya terbuat dari

bahan baja atau gelas. Akan tetapi M / n adalah unit minimum

Karena itu L

untuk memungkinkan pengukuran sifat baja yang mudah

dengan vernir. Pecahan-pecahan berdeformasi, akibat berat sendiri

dapat dibaca dari graduasi vernir, sehingga tidak dapat digunakan

apabila skala besar dan vernir untuk teodolit berketelitian tinggi.

berimpit satu dengan lainnya (Gbr. Sebagai pembacaan pada lingkaran

Umpamanya pembacaan graduasi baja umumnya digunakan

dengan vernir dibutuhkan untuk 20" vernir atau mikrometer. Dewasa ini

pada interval-interval graduasi lingkaran graduasi umumnya

minimum pada skala besar 20', 20"= terbuat dari gelas dengan graduasi

L M /n=20'/60 jadi 59 graduasi pada yang sangat halus (hanya beberapa

skala besar harus dibagi menjadi 60 mikron saja). Kelebihan dari bahan

bagian yang sama seperti graduasi gelas ini adalah ringan, transparan,

pada vernir. Vernir tidak langsung seragam, dan lain-lain sehingga

mempunyai graduasi yang dibuat sangat cocok untuk perlengkapan

dengan membagi rata panjang teodolit. Lingkaran graduasi

graduasi ( n - 1 ) pada skala besar mempunyai skala besar pada vernir:

menjadi n bagian dan gambar vernir terdiri dari empat tipe yaitu

graduasi pada vernir berlawanan vernir langsung (direct vernier), vernir

dengan skala besar (Gbr. 139). Ada mundur (refrograde vernier), vernir

6 Macam Sistem Besaran Sudut

juga teodolit yang mempunyai dua graduasi pada kedua arah dan karenanya terdapat vernir dengan graduasi pada kedua sisinya dengan

0 sebagai pusatnya yang disebut

Gambar 140. Pembacaan vernir langsung

vernir ganda. Karena vernir ganda tersebut umumnya panjang, terdapat vernir dengan dua graduasi dalam dua arah dan tipe ini dinamakan

vernir ganda balik. Gbr. 141

menunjukkan contoh-contoh Gambar 141. Pembacaan vernir mundur 20,7.

pembacaan vernir.

Gambar 138. Berbagai macam lingkaran

graduasi.

Gambar 139. Vernir langsung.

6 Macam Sistem Besaran Sudut

graduasi skala kecil dari satuan

graduasi skala besar, ditempatkan

pada bidang fokus dari lensa

obyektif (Gbr. 142).

III. Mikrometer optik: untuk menghilangkan kesalahan eksentris lingkaran graduasi, haruslah dibaca

Pembacaan Skala besar 32 0 40’

suatu graduasi 180° yang terpisah Pembacaan vernir + 3’40”

pada lingkaran graduasi tersebut.

Wild menemukan cara di mana arah

Gambar 142. Pembacaan berbagai macam vernir

masuk berkas cahaya dipindahkan

secara paralel dengan menggunakan lempeng gelas datar sejajar dan pergeseran mikrodial akibat perpindahan diperbesar untuk pengukuran. Cara ini amat mempermudah pengukuran sudut dan memungkinkan pengukuran sampai 0, 1". Prinsip ini ditunjukkan

Gambar 143. Sistem optis theodolite untuk

pada Gbr. 143 A dan B menunjukkan

mikrometer skala

bayangan graduasi 180° terpisah

satu dengan lainnya. Bayangan- bayangan graduasi dapat terlihat melalui lempeng gelas sejajar dan sistim gelas prisma. Pada saat pelaksanaan pengukuran, mikrodial digeser agar A dan B yang berlawanan dapat berhimpit. Dial atau piringan tempat angka-angka

Gambar 144. Pembacaan mikrometer skala

mempunyai graduasi berputar yang halus dan graduasi ini juga masuk

II. Mikrometer skala: mikrometer skala dalam bidang pandangan

adalah mikrometer yang mikrometer sehingga dapat dibaca

mempunyai lempeng gelas dengan

6 Macam Sistem Besaran Sudut

bersama skala besar. Dewasa ini penggunaan lempeng gelas sejajar untuk mekanisme pembacaan instrumen pengukuran sudah sangat populer.

IV.

Gambar 147. Sistem optis theodolite dengan

Gambar 145. Sistem optis mikrometer pembacaan tipe berhimpit.

tipe berhimpit.

d. Instrumen pengukuran sudut vertikal. Akibat dari terjadinya ayunan berkas

cahaya yang melintasi udara terbuka, maka pengukuran- pengukuran sudut vertikal menghasilkan ketelitian yang rendah,

sehingga dimensi lingkaran graduasi vertikal umumnya dibuat lebih kecil

dibandingkan dengan lingkaran graduasi horizontalnya. Karena pengukuran sudut vertikal dilaksanakan sesuai dengan arah

vertikal, teodolit dilengkapi dengan

Gambar 146. Contoh pembacaan mikrometer tipe

alat penyipat-datar yang mempunyai

berhimpit.

ketelitian relatif tinggi dari kelas 10" sampai 20" atau tabung libel silang khusus.

6 Macam Sistem Besaran Sudut

e. Alat penyipat datar: alat penyipat- plumbing device). Gbr. 150 datar (leveling device) pada teodolit

menunjukkan potongah melintang digunakan untuk membuat agar

sebuah unting-unting. sumbu vertikal teodolit berhimpit Gbr. 150 menunjukkan alat penegak dengan garis vertikal. Tipe alat

optik yang banyak digunakan pada penyipat-datar terdiri dari alat

teodolit. Alat ini adalah suatu penyipat-datar speris (spherical

teleskop kecil untuk melihat leveling device) dan alat penyipat-

permukaan tanah dari sumbu vertikal datar tipe sekrup (screw type

teodolit dan memungkinkan leveling device). Alat penyipat-datar

penempatan sentris teodolit pada speris digunakan pada instrumen-

sebuah stasion.

instrumen berketelitian rendah (Gbr.

147). Gbr. 148 menunjukkan alat

penyipat-datar tipe tiga sekrup,

(three screw type leveling device).

Untuk penyetelannya mula-mula kemiringan dikoreksi dengan dua

sekrup penyetel sambil mengamati

suatu niveau yang ditempatkan pada

posisi sejajar dengan garis hubung

antara dua sekrup tadi. Kemudian

kemiringan disetel dengan sebuah

sekrup penyetel yang tegak lurus Gambar 148. Alat penyipat datar speris.

dengan arah tadi sambil mengamati niveau yang dipasang pada arah ini. Ada juga alat penyipat-datar tipe empat sekrup, (fourscrew type leveling device) tetapi saat ini sudah tidak banyak digunakan lagi.

f. Alat penegak: alat penegak (flumbing device) umumnya terdiri

dari tipe unting-unting (plumb bob)

Gambar 149. Alat penyipat datar dengan

dan tipe penegak optik (optical sentral bulat.

6 Macam Sistem Besaran Sudut

Alat ini adalah suatu teleskop kecil untuk melihat permukaan tanah dari sumbu vertikal teodolit dan

memungkinkan penempatan sentris teodolit pada sebuah stasion.

6.4.2 Kesalahan-kesalahan instrumen dan cara-cara meniadakannya

Gambar 150. Unting-unting

1. Kesalahan sudut kolimasi: titik di mana sumbu kolimasi, sumbu

horizontal dan vertikal suatu teodolit bertemu pada sudut siku-siku dianggap sebagai titik 0 dan dianggap adanya satuan speris di sekitar titik tersebut. Pada Gbr. 151, AOB adalah sumbu horizontal, ADBE adalah lingkaran graduasi dan CD adalah tempat kedudukan sumbu kolimasi

yang berputar mengelilingi sumbu

Gambar 151. Alat penegak optis.

horizontal. Apabila sasaran S dibidik dengan teodolit pada kemiringan garis kolimasi sebesar sudut

(pada Gbr. 152 tempat kedudukan garis kolimasi

adalah seperti yang digambarkan dengan garis terputus-putus). Dengan maksud untuk membidik sasaran S dengan teodolit di mana sumbu horizontal sungguh-sungguh tegak lurus terhadap sumbu kolimasi, teleskop diputar sebesar sudut .

Dokumen yang terkait

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Diklat Guru Sosiologi SMA Tentang Strategi Pembelajaran Discovery-Inquiry Berbantuan CD Interaktif

0 1 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Adiwiyata Di SMA Negeri 2 Demak

0 1 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Akademik Pada Proses Pembelajaran Di SMA Negeri 3 Demak

0 0 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Mengajar Guru Bahasa Inggris Pascasertifikasi Di SMA Negeri Sekecamatan Demak Tahun Pelajaran 2013/2014

0 0 22

BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Gugus Ki Hajar Dewantara - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Supervisi Klinis Dengan Tehnik Kunjungan Kelas Di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Ungaran Timur

0 0 29

MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA PJOK DISD NEGERI GUGUS DWIJA HARAPAN KECAMATAN MIJENKOTA SEMARANG (STUDI MANAJEMEN “JOINT” ARAS GUGUS) Tesis

0 0 17

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis Pondok Pesantren Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMP NU 06 Kedungsuren Kec. Kaliwungu Kab. Kendal T

0 1 62

TEKNIK GRAFIKA DAN INDUSTRI GRAFIKA

0 3 365

TEKNIK PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN SISTEM ELEKTRONIKA

0 0 201

TEKNIK PERENCANAAN GIZI MAKANAN

0 0 296