Bunga Rampai Menelaah Relevansi Dan Kemu

KATA PENGANTAR

  Di tahun 2018 ini, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 memulainya dengan kegiatan ilmiah bulan Januari. Berawal dari itulah, terbersit untuk menjadikan sebuah tulisan dari para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Tujuan penulisan ini untuk mengubah paradigma bahwa kontrak tidak sesederhana yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.

  Kontrak dalam tataran masyarakat awam memiliki pengertian berbeda dengan tataran keilmuan. Oleh karena itu, saya sebagai Dekan sangat bangga dengan prestasi adik- adik mahasiswa. Semoga buku ini tetap menjadi pencerah pengetahuan dalam studi hukum.

  Surabaya, 5 Februari 2018

  Dr. Slamet Suhartono, S.H., M.H.

PRAKATA

  Bom waktu merupakan suatu kengerian dimana hanya waktulah yang tahu kapan itu terjadi. Ketika mahasiswa diajak untuk berpikir lebih kritis lagi maka salah satu caranya yaitu dengan menuankan pemikiran mereka dalam bentuk buku. Buku yang merupakan hasil perkembangan Seminar Mahasiswa Hukum Kontrak (Studi Perbandingan) pada 5 Januari 2018 lalu ini adalah bukti nyata dari mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

  Sekiranya hal itu akan terjadi maka terjadilah. Bukankah begitu alur kehidupan?

  Tanjung Perak, Februari 2018

  Tim Penyusun,

  Tomy Michael, S.H, M.H.

  Dr. Erny Herlin Setyorini, S.H., M.H.

  Sukmawaty Arisa Gustina, S.H.

  Tegar Mukmin A P Bismit Andi I, S.H., M.H.

  DAFTAR ISI

  Kata Pengantar

  Daftar Isi

  iii

  A. Dogmatika-Dogmatika Hukum Kontrak (Perspektif Perbandingan)

  2. Abraham Michael Setyagraha

  B. Teori-Teori Hukum Kontrak (Perspektif Perbandingan)

  27

  1. Rucita Permatasari

  27

  2. Fajar Sugianto

  73

  3. Sudwijayanti

  C. Filsafat Hukum Kontrak

  97

  1. Dwi Tatak Subagiyo

  97

  2. Dr. Endang Prasetyawati

  D. Penutup Irit Suseno

  127

A. Dogmatika-Dogmatika Hukum Kontrak (Perspektif Per- bandingan)

Hukum Kontrak

  Studi Perbandingan Antara Indonesia Dengan Belanda 1

1. Latar Belakang

  Kontrak dalam bentuk yang paling klasik dipandang sebagai ekspresi kebebasan manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian. Kontrak merupakan wujud dari kebebasan (freedom of contract) dan kehendak bebas untuk memilih (freedom of choice). Sejak abad ke-19, prinsip-prinsip itu mengalami perkembangan dan berbagai pergeseran penting, sebagai akibat beberapa hal berikut. Pertama, tumbuhnya bentuk kontrak standar. Kedua, berkurangnya makna kebebasan memilih dan kehendak para pihak, sebagai akibat meluasnya campur tangan pemerintah dalam kehidupn rakyat. Ketiga, masuknya konsumen sebagai pihak dalam berkontrak. Ketiga faktor ini berhubungan satu sama lain. Sekalipun demikian, prinsip kebebasan berkontrak dan kebebasan untuk memilih tetap dipandang sebagai prinsip dasar pembentukan kontrak.

  Pada dasarnya praktik hukum kontrak dalam sejarah hukum Romawi berbeda-beda. Misalnya kontrak-kontrak berikut:

  1) Sistem kontrak dengan deposit (deposituum) muncul sejak abad ke-5 SM dalam Undang-Undang 12 Pasal. Jika para pihak tidak dapat menepati untuk menyerahkan barang yang dijanjikan, deposit atau panjar harus dikembalikan sebesar dua kali lipat, yang kini menjadi suatu hukum yang masih berlaku di banyak tempat saat ini.

  1 Mona, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

  2) Kontrak loan untuk konsumsi (muutum) sudah ada sejak abad ke-3 SM. Mutuum bermula dari pinjaman. Semiusal pinjam gandum dari tetangga yang akan dibayar pada saat musim panen gandum nantinya.

  3) Kontrak barter (permutatio) muncul beberapa abad setelah muncul kontrak loan untuk konsumsi.

  4) Kontrak jual-beli telah ada sejak abad ke-2 sebab uang koin baru digunakan di Romawi sekitar tahun 275 SM.

  5) Kontrak sewa muncul pada abad ke-2 SM.

  6) Kontrak untuk berbuat sesuatu untuk orang lain secara cuma-cuma (contract of mandate) atau yang dikenal dengan istilah mandatuum yang muncul sebelum tahun 123 SM.

  Dalam sistem hukum Eropa Kontinental ada tiga alasan kontrak harus diatur dalam KUH Perdata sampai pada kontrak-kontrak tertentu, yakni:

  1) Pembentuk undang-undang harus menentukan model untuk kontrak tertulis tersebut, yang merupakan model kontrak dengan klausula adil dan jujur. Model ini dapat dipakai sebagai acuan bagi pengadilan dalam memutuskan tentang keabsahan dari klausula-klausula yang tidak fair dalam suatu kontrak.

  2) Beberapa kontrak tertentu banyak dipraktikkan orang sehingga sering timbul pertanyaan yang sama secara berulang-ulang maka undang-undnag dapat menyediakan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

  3) Karena pihak-pihak tertentu dalam kontrak atau pihak- pihak ketiga yang perlu dilindungi oleh hukum, hal tersebut harus diatur oleh undang-undnag dan ketentuan

  seperti itu bersifat hukum memaksa (dwingen recht). 2

  Pada makalah ini akan dipaparkan lebih lanjut bahwa di setiap negara dalam sistem hukumnya masing-masing

  2 Beni Ahmad Saebani, Perbandingan Hukum Perdata, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 205.

  terdapat hukum tentang kontrak. Berikut ini akan dipaparkan beberapa aturan hukum tentang kontrak dari 2 negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental.

2. Konsep Kontrak

2.1. Konsep Kontrak Indonesia

  Kontrak di Indonesia diatur dalam buku III KUH Perdata Indonesia. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi “suatu perjanjian adalah suatu pebuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Kontrak adalah hubungan huykum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum (hak dan kewajiban). Kontrak merupakan perbuatan hukum yang bertimbal balik dalam lapangan hukum harta kekayaan (hukum tentang bendabarang bergerak, atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, yang bernilai ekonomis, dapat dinilai dengan uang, dapat dialihkan dan dapat dikuasai dengan hak milik) yang dilakukan oleh satu orang atau lebih, atau badan hukum (sebagai subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban) dengan mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, atau badan hukum (juga sebagai subjek hukum yang mempunyai hak dan

  kewajiban). 3 Substansi atau isi kontrak merupakan kesepakatan yang didasarkan atas otoritas (kehendak bebas yang berdasarkan wenang dan cakap melakukan perbuatan hukum) yang dimiliki oleh para pihak yang membuat kontrak, kecuali dalam batas-batas tertentu terdapat intervensi, baik dari undang-undang yang bersifat memaksa, ketertiban umum danatau kesusilaan, maupun dari otoritas hukum tertentu (dalam hal ini hakim di pengadilan).

  3 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, Mandar maju, Bandung, 2012, hlm.25

2.2. Konsep Kontrak Belanda

  Di Belanda, hukum kontrak dikenal dengan istilah “perjanjian yang mengikat” yang diatur dalam Pasal 6:213 NBW, yang berbunyi:

  “ 1) Een overeenkomst in de zin van deze titel is een meerzijdige rechtshandeling, waarbij een of meer partijen jegens een of meer andere een verbintenis aangaan”. Artinya:

  “ 1) Kesepakatan dalam arti judul ini adalah tindakan hukum multilateral, dimana satu pihak atau lebih

  berkewajiban terhadap pihak satu atau lebih yang lain.” 4

  Maksud dari pasal tersebut yakni bahwa kontrak merupakan perbuatan hukum yang bertimbal balik, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Sebuah perbuatan hukum, merupakan suatu tindakan yang memiliki konsekuensi hukum. Tindakan konsekuensi disini terdiri dari dua elemen yaitu, teori kehendak dan teori pernyataan (Pasal 3:33 NBW). Adapun maksud dari kedua teori tersebut adalah:

  a. Teori kehendak, maksudnya adalah kehendak merupakan syarat untuk melakukan kontrak dan jika kehendak tersebut tidak sesuai dengan kehendak si pelaku, maka kontrak dianggap tidak sah.

  b. Teori pernyataan, maksudnya adalah seseorang yang mengeluarkan suatu pernyataan dalam suatu kontrak, misalnya pernyataan perjanjian, maka orang tersebut berkewajiban untuk melakukan apa yang telah ia nyatakan dan apa yang akan ia lakukan.

  4 Dalam terjemahan bebas.

3. Syarat Sahnya Kontrak

3.1. Menurut KUH Perdata Indonesia

  Syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya suatu kontrak, yaitu:

  a. Kesepakatan (consensus); Syarat pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus para pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihatdiketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:

  1) Bahasa yang sempurna dan tertulis;

  2) Bahasa yang sempurna secara lisan;

  3) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Hal ini mengingat dalam kenyataannya sering kali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;

  4) Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya; dan

  5) Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima

  pihak lawan. 5

  Pada dasarnya cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi

  5 Salim HS, Perancangan Kontrak Memorandum Of Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 11.

  para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna di kala timbul sengketa di kemudian hari.

  b. Cakap untuk membuat suatu kontrak; Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Pasal 1329 KUH Perdata memuat ketentuan definitif bahwa setiap orang adalah cakap mambuat perikatan (kontrak), kecuali jika ia oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. Orang yang tidak cakap membuat kontrak yaitu:

  1) Orang-orang yang belum dewasa; (Pasal 330 KUH Perdata). Ukuran dewasa diatur dalam Pasal 330 KUH Perdata yang menegaskan bahwa belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak telah kawin sebelumnya. Jika perkawinan itu berakhir sebelum usia mereka 21 tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.

  2) Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan; (Pasal 433, Pasal 452 KUH Perdata).

  3) Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu; (dicabut dengan adanya Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 Jo. SEMA No. 3 Tahun 1963)

  c. Objek atau pokok persoalan tertentu; Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi terdiri atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu; tidak berbuat

  sesuatu. 6 Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang, umumnya

  6 Pasal 1234 KUH Perdata Indonesia.

  disebut dengan barang, yang harus ditentukan jenis- jenisnya di dalam perjanjian. Perjanjian yang memiliki objek melahirkan hak dan kewajiban. Yang dapat menjadi objek dalam perjanjian adalah berupa benda bergerak, benda tidak bergerak, benda berwujud dan benda tidak berwujud. Klasifikasi lain terhadap barang yang menjadi objek perjanjian adalah benda-benda tersebut harus objek perdagangan. Artinya, seluruh benda-benda di luar perdagangan tidak dapat menjadi objek perjanjian (Pasal 1332 KUH Perdata). Ketentuan ini tidak berarti bahwa bendabarang untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek atau persoalan dalam kontrak. Kontrak jasa konstruksi yang dibuat oleh pemerintah kota dan perusahaan jasa konstruksi untuk pembangunan kanal banjir tidak dapat digolongkan dalam kontrak sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1332 KUH Perdata tersebut. Prinsip hukumnya adalah sepanjang objek atau pokok persoalan dalam kontrak tersebut berkaitan dengan kepentingan umum, maka prestasi dalam kontrak adalah untuk melakukan sesuatu. Sedangkan untuk prestasi memberikan sesuatu, dalam kaitannya dengan akan dialihkannya bendabarang untuk kepentingan umum tersebut, maka prestasi memberikan sesuatu itu harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam aturan hukum positif. Kemudian, bendabarang yang baru akan ada di kemudian hari juga dapat menjadi objek atau pokok persoalan dalam kontrak (Pasal 1334 ayat (1)).

  d. Sebab yang tidak terlarang atau causa yang halal. Pengertian causa atau sebab yang tidak dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata, harus dihubungkan dalam konteks Pasal 1335 KUH Perdata yang memuat ketentuan bahwa “suatu kontrak yang dibuat tanpa sebab atau dibuat dengan sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan” dan

  Pasal 1337 KUH Perdata yang memuat ketentuan bahwa “suatu sebab adalah terlarang, jika dilarang oleh undang- undang, atau jika bertentangan dengan kesusilaan yang baik atau ketertiban umum”. Jadi suatu kontrak tidak sah sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, jika kontrak tersebut tidak mempunyai sebab atau causa, sebab atau causanya palsu, sebab atau causanya dilarang oleh undang-undang, sebab atau causanya bertentangan dengan kesusilaan danatau sebab atau causanya bertentangan dengan ketertiban umum.

3.2. Menurut KUH Perdata Belanda

  Syarat sah kontrak di Belanda saat ini juga ada 4 yang diatur dalam NBW, yakni:

  a. Kesepakatan Kesepakatan ini diatur dalam Article 6:217 NBW, mengenai penawaran dan penerimaan, yang berbunyi: “1) Een overeenkomst komt tot stand door een aanbod en de aanvaarding daarvan.

  2) De artikelen 219-225 zijn van toepassing, tenzij iets anders voortvloeit uit het aanbod, uit een andere rechtshandeling of uit een gewoonte”. Artinya: “1) Kesepakatan datang dengan adanya penawaran dan penerimaannya.

  2) Pasal 6: 219 sampai dan termasuk 6: 225 berlaku untuk pembentukan kesepakatan, kecuali jika tawaran tersebut, tindakan yuridis atau praktik umum lainnya secara

  berbeda”. 7

  Maksud dari pasal tersebut yakni bahwa sebuah perjanjian pada dasarnya ada dengan adanya penawaran dan penerimaan, juga diterapkan ketentuan sebagaimana terdapat pada Pasal 6:219 sampai 6:255 NBW dalam pembentukan perjanjian, terkecuali penawaran, perbuatan

  7 Dalam terjemahan bebas.

  hukum lain atau praktik umum mempengaruhi secara khusus. Kesepakatan inilah yang dijadikan perbuatan tersebut dapat dilaksanakan kedua belah pihak tanpa adanya paksaan dan kewajiban yang mutlak setelah perjanjian ini disepakati, sehingga ini akan melahirkan sebuah konsekuensi hukum bagi keduanya untuk menaati dan melaksanakannya dengan suka rela. Kesepakatan dimaksud dibentuk oleh dua unsur yang fundamental, penawaran dan

  penerimaan.

  Hal yang

  sama

  dipersyaratkan dalam BW (vide Pasal 1320 syarat 1) namun NBW lebih terperinci mengatur kapan terbentuknya suatu kontrak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 6:219-225 NBW. Apabila dalam penawaran yang diberikan penawar kepada pihak lain tidak berisi informasi yang jelas atau hanya sebatas ingin mengajak untuk melakukan kontrak maka hal tersebut dapat dianggap sebagai undangan untuk mengajukan penawaran. Penawaran pada prinsipnya dapat ditarik kembali Pasal 6:219 NBW. Artinya penawaran tersebut dapat ditarik kembali apabila penerima belum menerima atau tidak adanya kata sepakat (menolak) penawaran tersebut, maka penawar dapat menarik kembali kontraknya kecuali penerima menyetujui kontrak maka telah terjadi kontrak yang sah sehingga tidak dapat ditarik kembali (teori penerimaan). Penawaran akan kehilangan keabsahannya dalam kasus berikut:

  a) Karena ditolak (Pasal 6:221 sub 2).

  b) Karena terlalu banyak waktu telah berlalu. Jika tidak ada penetapan jangka waktu untuk menerima, maka penawaran akan tergantung pada cara bagaimana tawaran itu dibuat. Penawaran secara lisan harus diterima segera. Untuk penawaran tertulis tanpa ketentuan batas waktu yang tertentu, waktu yang wajar b) Karena terlalu banyak waktu telah berlalu. Jika tidak ada penetapan jangka waktu untuk menerima, maka penawaran akan tergantung pada cara bagaimana tawaran itu dibuat. Penawaran secara lisan harus diterima segera. Untuk penawaran tertulis tanpa ketentuan batas waktu yang tertentu, waktu yang wajar

  c) Karena orang yang membuat penawaran mencabutnya. Hal ini tidak bisa terjadi setelah tawaran diterima. Sebuah penawaran dapat dicabut sebelum ia diterima, yaitu, sebelum pernyataan yang berisi penerimaan telah dikirim (Pasal 6:219 sub 2).

  Di Belanda, dikenal adanya penawaran dengan hadiahpenghargaan (offer of reward) sebagaimana diatur dalam Pasal 6:220 sub 1 artinya penawar menyertakan informasi suatu iming-iming berupa keuntungan bagi penerima apabila menerima kontrak dari penawar. Dan konsep penawaran seperti ini tidak dikenal di Indonesia. Ada dua jenis penawaran diluar pada penawaran pada umumnya yaitu:

  a) Penawaran yang tanpa disertai kontrak, umumnya penawaran jenis ini memiliki kekuatan hukum yang lemah bukan tidak memiliki kekuatan hukum, bisa saja ditarik kembali walaupun telah terjadi penerimaan terhadap kontrak. (Pasal 6: 219 sub 2)

  b) Penawaran yang tidak dapat dibatalkan adalah jenis penawaran yang kuat, yang tidak dapat dicabut selama periode waktu tertentu (Pasal 6:219 sub 1). Contoh penawaran yang tidak dapat ditarik kembali: (1) Berdasarkan kontrak. Orang yang menyewa rumah

  memiliki hak untuk membelinya selama waktu dia tinggal di rumah tersebut.

  (2) Berdasarkan sifat dari penawaran itu sendiri. Sebuah

  katalog berbunyi: “Penawaran berlaku sah sampai 01122010.”

  Sedangkan konsep pra kontrak di Belanda sudah dapat melakukan asas gugat dengan alasan dalam negoisasi terjadi itikad buruk salah satu pihak dalam melakukan negoisasi. Sehingga pihak yang beritikad buruk dapat Sedangkan konsep pra kontrak di Belanda sudah dapat melakukan asas gugat dengan alasan dalam negoisasi terjadi itikad buruk salah satu pihak dalam melakukan negoisasi. Sehingga pihak yang beritikad buruk dapat

  b. Kecakapan Dalam Pasal 3:32 NBW, yang berbunyi : “1) Iedere natuurlijke persoon is bekwaam tot het verrichten van rechtshandelingen, voor zover de wet niet anders bepaalt.

  2) Een rechtshandeling van een onbekwame is vernietigbaar. Een eenzijdige rechtshandeling van een onbekwame, die niet tot een of meer bepaalde personen gericht was, is echter nietig”. Artinya: “1) Setiap orang alami memiliki kapasitas hukum untuk melakukan tindakan yuridis sejauh hukum tidak memberikan yang lain.

  2) Tindakan yuridis orang alami yang merindukan kapasitas hukum untuk melakukan tindakan yuridis [anak di bawah umur dan orang dewasa yang berada di bawah perwalian], dapat dibungkam.

  Tindakan yuridis satu sisi (sepihak) dari orang alami semacam itu, bagaimanapun, tidak berlaku lagi bila tidak

  ditujukan kepada satu atau lebih orang tertentu”. 8

  Maksud dari Pasal tersebut yakni mengenai Kapasitas Legal untuk melakukan perbuatan hukum menyatakan bahwa setiap pribadi kodrati memiliki kapasitas legal untuk melakukan perbuatan hukum sepanjang tidak diatur lain oleh hukum. Sebuah perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang melanggar kapasitas legal untuk melakukan perbuatan hukum [anak-anak dan orang dewasa yang berada di bawah pengampuan], adalah dapat dibatalkan. Sebuah perbuatan hukum bersegi satu (unilateral) dari orang seperti itu, bagaimanapun, batal demi hukum ketika tidak ditujukan untuk satu atau beberapa orang yang spesifik. Anak di bawah umur adalah mereka yang belum mencapai usia delapan belas tahun dan yang belum dinyatakan sebagai orang dewasa dengan

  penerapan Pasal 253ha . 9

  Dalam Pasal 1:234 NBW 10 disebutkan bahwa:

  1.) Anak di bawah umur, asalkan dia bertindak atas izin

  perwakilan hukumnya, berkompeten untuk melakukan tindakan hukum, kecuali jika undang-undang mengatur hal yang sebaliknya.

  8 Dalam terjemahan bebas. 9 Pasal 1: 233 KUH Perdata Belanda.

  10 Artikel 234. 1. Een minderjarige is, mits hij met toestemming van zijn wettelijke

  vertegenwoordiger handelt, bekwaam rechtshandelingen te verrichten, voor zover de wet niet anders bepaalt.

  2. De toestemming kan slechts worden verleend voor een bepaalde rechtshandeling of voor een bepaald doel.

  3. De toestemming wordt aan de minderjarige verondersteld te zijn verleend, indien het een rechtshandeling betreft ten aanzien waarvan in het maatschappelijk verkeer gebruikelijk is dat minderjarigen van zijn leeftijd deze zelfstandig verrichten.

  2.) Izin hanya dapat diberikan untuk tindakan hukum

  tertentu atau untuk tujuan tertentu. 3.) Persetujuan tersebut dianggap telah diberikan kepada

  anak di bawah umur jika menyangkut tindakan hukum yang berkenaan dengan kebiasaan di masyarakat bahwa anak di bawah umurnya melakukan hal ini secara independen.

  Namun ada pengecualian untuk aturan yang ditetapkan dalam Pasal 1:234 BW. Khususnya, dari usia enam belas dan seterusnya seorang anak yang belum dewasa juga secara legal kompeten untuk menjadi pihak dalam sebuah kontrak kerja (Pasal 7:612 BW). Sehubungan dengan kontrak kerja itu, anak yang belum dewasa tersebut sama dengan orang yang sudah berusia penuh (dewasa) dalam segala hal dan boleh masuk dalam proses hukum tanpa bantuan dari kuasa hukumnya. Jika dikaitkan dengan perkawinan, anak-anak yang berusia 16 tahun atau lebih boleh menikah dengan syarat bahwa pihak wanita mengajukan sertifikat medis yang menyatakan bahwa ia hamil atau telah memiliki anak, berdasarkan pasal 1:31 BW.

  c. Hal tertentu Dalam Pasal 6:227 NBW, yang berbunyi “De verbintenissen die partijen op zich nemen, moeten bepaalbaar zijn.”. Artinya: “Kewajiban pihak-pihak yang tunduk pada kesepakatan,

  harus dapat ditentukan.” 11

  Maksud dari Pasal tersebut yakni bahwa komitmen yang akan dilakukan oleh para pihak harus ditentukan, mengenai kewajiban-kewajiban harus dapat ditentukan di mana para pihak menyatakan dirinya tunduk pada kontrak tersebut.

  11 Dalam terjemahan bebas.

  d. Sebab yang Halal Dalam Pasal 3:40 NBW, yang berbunyi: “ 1) Een rechtshandeling die door inhoud of strekking in strijd is met de goede zeden of de openbare orde, is nietig.

  2) Strijd met een dwingende wetsbepaling leidt tot nietigheid van de rechtshandeling, doch, indien de bepaling uitsluitend strekt ter bescherming van één der partijen bij een meerzijdige rechtshandeling, slechts tot vernietigbaarheid, een en ander voor zover niet uit de strekking van de bepaling anders voortvloeit.

  3) Het vorige lid heeft geen betrekking op wetsbepalingen die niet

  de strekking hebben de geldigheid van daarmede strijdige rechtshandelingen aan te tasten”. Artinya: “1) Tindakan hukum yang bertentangan dengan moral baik atau ketertiban umum melalui konten atau kepentingan tidak berlaku lagi.

  2) Konflik dengan ketentuan hukum yang mendesak menyebabkan nulitas tindakan hukum, namun, jika ketentuan tersebut hanya melindungi salah satu pihak dalam tindakan hukum multilateral, hanya karena ketidakberdayaan, semua ini sejauh tidak timbul dari lingkup ketentuan.

  3) Paragraf sebelumnya tidak berhubungan dengan ketentuan hukum yang tidak memiliki kepentingan untuk mempengaruhi keabsahan tindakan hukum yang bertentangan dengannya. Maksud dari Pasal tersebut yakni bahwa mengenai Pelanggaran terhadap hukum, moralitas publik atau ketertiban umum, pasal ini secara sederhana menentukan beberapa batasan fundamental yang tidak boleh dilalui oleh para pihak yang berkontrak, yakni : hukum yang memaksa, moral yang baik, dan ketertiban umum. Sebuah kontrak yang bertentangan dengan salah satu dari tiga ketentuan ini, menurut peraturan, menjadi batal.

4. Prinsip-prinsip hukum kontrak

4.1. Kebebasan berkontrak

  a. Menurut KUH Perdata Indonesia

  Asas kebebasan membuat kontrak ini adalah asas yang universal, artinya dianut oleh hukum kontrak di semua negara pada umumnya. Asas kebebasan membuat kontrak membebaskan para pihak menentukan apa saja yang ingin mereka perjanjikan sekaligus menentukan apa saja yang tidak dikehendaki untuk dicantumkan dalam kontrak. Namun, asas kebebasan membuat kontrak tidak berarti bebas tanpa batas, karena negara harus intervensi untuk melindungi pihak yang lemah secara sosial dan ekonomi atau untuk melindungi ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan. Asas kebebasan membuat kontrak terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang memuat ketentuan-ketentuan normatif, sebagai berikut:

  1) Semua kontrak yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya;

  2) Kontrak itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu;

  3) Kontrak-kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

  1. Membuat atau tidak membuat kontrak;

  2. Memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat kontrak;

  3. Menentukan isi kontrak, pelaksanaan dan persyaratannya;

  4. Menentukan bentuk suatu kontrak; Selain dibatasi oleh Pasal 1338 KUH Perdata, kebebasan membuat kontrak juga dibatasi oleh ketentuan limitatif dalam Pasal 1337 KUH Perdata, karena pasal ini melarang kontrak yang substansinya bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jadi setiap kontrak yang disepakati tetap sah apabila memenuhi persyaratan yang 4. Menentukan bentuk suatu kontrak; Selain dibatasi oleh Pasal 1338 KUH Perdata, kebebasan membuat kontrak juga dibatasi oleh ketentuan limitatif dalam Pasal 1337 KUH Perdata, karena pasal ini melarang kontrak yang substansinya bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jadi setiap kontrak yang disepakati tetap sah apabila memenuhi persyaratan yang

  b. Menurut KUH Perdata Belanda

  Kebebasan kontrak berarti para pihak memiliki kebebasan untuk membuat kesepakatan dengan mereka untuk mengatur hubungan dengan cara yang mereka anggap paling baik, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan

  hukum wajib, ketertiban umum dan moral yang baik. 12

  Kebebasan kontrak memberikan orang yang melaksanakan kontrak dengan tiga kekuatan berikut:

  a. Orang tersebut bebas memutuskan apakah akan menyetujui suatu kesepakatan atau tidak.

  b. Orang tersebut bebas untuk menentukan dengan siapa dia ingin menyimpulkan sebuah kesepakatan.

  c. Orang tersebut bebas menentukan isi sebuah kesepakatan.

  Otoritas ini juga disebut dengan istilah otonomi partai. Kebebasan kontrak bukanlah kebebasan mutlak. Ini adalah kebebasan yang berlaku secara prinsip, tapi yang bisa dibatasi. Misalnya, ada peraturan hukum yang membatasi kebebasan untuk menandatangani kontrak jika hal ini bertentangan dengan hukum, ketertiban umum atau moral yang baik sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 3;40 NBW. Ini memastikan bahwa kesepakatan, konten, dimasukkan ke dalam kontrak dari kesepakatan dan cakupan kesepakatan.

4.2. Prinsip Itikad Baik

  a. Menurut KUH Perdata

  KUH Perdata tidak memberikan penjelasan tentang makna asas itikad baik yang perlu diperhatikan dalam pembuatan dan pelaksanaan kontrak tersebut, namun tersirat dalam Pasal 1338 paragraf ke 3 yang berbunyi “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Makna

  12 Pasal 3:40 NBW.

  iktikad baik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemauan (yang

  baik). 13 Simposium Hukum Perdata Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasioanal (BPHN) pada 1981, mengartikan itikad baik yaitu:

  1) Kejujuran pada waktu membuat kontrak;

  2) Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat di hadapan pejabat, para pihak dianggap beritikad baik (meskipun ada juga pendapat yang menyatakan keberatannya);

  3) Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait suatu penilaian baik terhadap perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati dalam kontrak, semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak patut dalam pelaksanaan kontrak tersebut.

  Sehubungan dengan makna iktikad baik yang objektif- dinamis, Arthur S. Hartkamp menegaskan adanya dua model pengujian tentang ada atau tidak adanya itikad baik dalam kontrak, yaitu: pertama, pengujian objektif yang dikaitkan dengan kepatutan, artinya satu pihak tidak dapat melakukan pembelaan diri dengan mengatakan bahwa ia telah bertindak jujur manakala ternyata ia tidak bertindak secara patut. Kedua, pengujian subjektif yang dikaitkan dengan keadaan

  karena ketidaktahuan. 14

  b. Menurut KUH Perdata Belanda

  NBW tidak memiliki definisi umum tentang itikad baik. Namun, Pasal 3:11 NBW menyatakan:

  13 Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa- Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,

  1997, hlm. 369.

  14 Arthur S. Hartkamp, dalam Y. Sogar Simamora, Prinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, Ringkasan

  Disertasi, Program Pascasarjana, Universitas Airlangga Surabaya, 2005, hlm. 39.

  “Goede trouw van een persoon, vereist voor enig rechtsgevolg, ontbreekt niet alleen, indien hij de feiten of het recht, waarop zijn goede trouw betrekking moet hebben, kende, maar ook indien hij ze in de gegeven omstandigheden behoorde te kennen. Onmogelijkheid van onderzoek belet niet dat degene die goede reden tot twijfel had, aangemerkt wordt als iemand die de feiten of het recht behoorde te kennen”. Artinya: “Iman baik seseorang, yang dibutuhkan untuk konsekuensi hukum apapun, tidak hanya kurang jika dia mengetahui fakta atau hak yang harus dikaitkan dengan itikad baiknya, tetapi juga jika dia harus mengenal

  Kemungkinan penelitian tidak menghalangi orang tersebut dengan alasan yang baik untuk ragu dianggap sebagai seseorang yang seharusnya

  mengetahui fakta atau haknya.” 15

  Oleh karena itu, gagasannya bukan hanya bahwa tidak ada itikad baik jika orang yang bersangkutan mengetahui fakta- fakta yang relevan, tetapi juga jika dia seharusnya mengenal mereka. Jika penelitian tentang fakta itu tidak mungkin, tapi ada alasan untuk ragu, itikad baik kurang. Dengan kata lain: seseorang yang mengambil risiko adalah (di muka) dilindungi dengan itikad baik.

4.3. Prinsip Pacta Sunt Servanda

  a. Menurut KUH Perdata Indonesia

  Asas pacta sunt servanda disebut juga dengan asas kekuatan mengikat kontrak, yang secara konkrit dapat dicermati dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “smua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Pasal tersebut mengarahkan pemahaman bahwa sebenarnya

  15 Dalam terjemahan bebas.

  setiap subjek hukum (orang dan badan hukum) dan sesama subjek hukum lainnya dapat melakukan perbuatan hukum seolah-olah sebagai pembentuk undang-undang dengan menggunakan kontrak. Oleh karena itu, kontrak dianggap

  sebagai sumber hukum perikatan selain undang-undang. 16

  b. Menurut KUH Perdata Belanda

  Prinsip pacta sunt servanda juga digunakan untuk menunjukkan prinsip dasar sehubungan dengan kesepakatan dalam hukum kontrak Belanda.

  Asas tersebut diabadikan dengan kuat dalam KUH Perdata kuno “Semua kontrak dibuat secara hukum bagi mereka yang telah menandatangani undang-undang” (Pasal 1374, paragraf 1 BW lama). Kode Sipil Baru saat ini memberikan penyisipan yang agak halus dari asas ini pada Pasal 6: 248 ayat 1 NBW, yang berbunyi:

  “Een overeenkomst heeft niet alleen de deur, maar zorgt ervoor dat de naleving van de voorwaarden van de eisen van redelijkheid en billijkheid vooruitgaat”. “Kesepakatan tidak hanya memiliki konsekuensi hukum yang disepakati oleh para pihak, tetapi juga yang berdasarkan kesepakatan tersebut secara legal kebiasaan atau persyaratan kewajaran dan kewajaran

  muncul”. 17

5. Penutup

  Konsep kontrak negara Indonesia diatur dalam buku

  III KUH Perdata Indonesia khususnya Pasal 1313 KUH Perdata Indonesia sama dengan konsep kontrak negara Belanda yang diatur dalam Pasal 6:213 NBW, bahwa kontrak merupakan perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya

  16 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, Mandar Maju, Bandung, 2012, hlm. 91.

  17 Dalam terjemahan bebas.

  terhadap satu orang atau lebih lainnya, sehingga perbuatan hukumn tersebut memiliki konsekuensi hukum atau untuk menimbulkan akibat hukum. Syarat sah kontrak negara Indonesia dan syarat sah kontrak di negara Belanda saat ini juga ada 4, yakni:

  a. Kesepakatan;

  b. Kecakapan;

  c. Suatu hal tertentu

  d. Kausa yang halal

  Perbedaan hanya terletak pada ukuran dewasa, KUH Perdata Indonesia ukuran dewasa adalah umur 21 tahun (Pasal 330 KUH Perdata), sedangkan NBW ukuran dewasa adalah umur 18 tahun (Pasal 1: 233 NBW).

  Prinsip kebebasan berkontrak negara Indonesia dibatasi oleh Pasal 1338 dan Pasal 1337 KUH Perdata, dan di negara Belanda diatur dalam Pasal 3:40 NBW. Perbedaannya bahwa mengenai prinsip kebebasan berkontrak lebih terperinci NBW jika dibandingkan dengan KUH Perdata Indonesia. Prinsip itikad baik negara Indonesia diatur dalam Pasal 1338 meskipun tidak terperinci maksud atau pengertian itikad baik, sedangkan negara Belanda diatur dalam Pasal 3:11. Prinsip pacta sunt servanda diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, sedangkan di negara Belanda diatur dalam Pasal 6: 248 ayat (1) NBW.

  Sehingga kesimpulan dari KUH Perdata Indonesia dibandingkan dengan NBW negara Belanda, masih kurang lengkap. Dan Indonesia sendiri untuk kelengkapannya diatur dengan undang-undang yang baru atau dengan didukung oleh teori-teori yang ada.

Daftar Pustaka

  Ahmad, Beni, Perbandingan Hukum Perdata, Pustaka Setia,

  Bandung, 2016.

  Hartkamp, Arthur S, dalam Y. Sogar Simamora, Prinsip

  Hukum Kontrak dalam Barang dan Jasa oleh Pemerintah, Ringkasan

  Universitas Airlangga Surabaya, 2005 Syaifuddin, Muhammad, Hukum Kontrak, Mandar Maju,

  Bandung, 2012. Salim HS, Perancangan Kontrak Memorandum Of

  Understanding (MOU), Sinar Grafika, Jakarta, 2008,

  Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan

  Bahasa-Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1997.

  http:de.jurispedia.orgindex.phpVertragsrecht_(de) https:www.academia.edu8672014perbandingan_huku

  m_orang_di_indonesia_dengan_hukum_orang_di_be landa.

  Nieuw Burgerlijk Wetboek, Dutc Civil Code Belanda. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia.

Hukum Kontrak

  Studi Perbandingan Antara Indonesia Dengan Inggris 18

1. Konsep Kontrak

  Syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 BW:

  a) kesepakatan

  b) kecakapan 1446 1329-1330 (syarat subjektif)

  c) hal tertentu

  d) sebab yang halal (syarat objektif) Para ahli hukum membedakan 2 (dua) macam kontrak terkait dengan syarat tersebut:

  1. Batal demi hukum (void ab initio) perjanjian yang dari semula sdh batal. Sehingga dari awal dikatakan tidak ada perjanjian. Karena tidak terpenuhi salah satu syarat sah.

  2. Dapat dibatalkan (voidable) perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya dan bila tidak dimintakan pembatalannya makan perjanjian tersebut tetap berlaku. perjanjian dengan kesepakatan yang tidak sah(semu) yaitu perjanjian yang diberikan karena kehilafan , paksaan atau karena penipuan, dwaling. Dwang, bedrog.

2. Menurut Hukum Kontrak Inggris

  Kesepakatan (ConsensusAgreement) Section 23 Restatement Second

  Hal yang penting pada suatu transaksi adalah bahwa masing-masing pihak menyatakan persetujuanntya sesuai dengan pernyataan pihak lawannya) Section 20 Restatement Second

  Kesepakatan tidak ada bila pernyataan para pihak diartikan secaara berbeda dan para pihak itu tidak menhetahui maksud dari masing-masing lawannya yang

  18 Abraham Michael Setyagraha, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

  berbeda itu. Kehendak untuk mengikatkan diri. Intention to

  be legally bound umumnya terdapat dalam dunia bisnis.

  Contoh: X menawarkan Arloji kepada Y Z kedua nya sama-sama setuju dengan harga. Namun Z yang menyatakan kepada X. pernyataan tersebut dianggap sebagai kehendak untuk mengikatkan diri.

3. Penawaran Dan Penerimaan (Offer-Acceptance)

  Manifestasi dari kehendak untuk mengadakan transaksi. Yang terpenting dari offer adalah bahwa persetujua pada transaksi itu di harapkan dan hal itu akan menutup transaksi itu. (offer to accept). Bila suatu pernyataan masih memerlukan persetujuan lebih lanjut maka hal ini bukanlah offer melainkan negosiasi (preliminary negotiation Section 26) disebut juga invitation to trat atau offer to negotiate), contoh: swalayan itu offer to negotiate bila itu adalah offer maka setiap pembeli yang telah mengambil barang tidak dapat lagi membatalkannya.

  Pernyataan acceptance atas suatu offer yang tidak menyatakan tentang cara atau metode tertentu untuk kabulnya, dapat dilakukan dengan cara atau metode apa saja yang masuk akal sesuai dengan keadaan pada waktu itu (section 30.Restatement Second). Namun bila offeror secara tegas menuntukan metode tertentu sebagai syarat kabulnya. Bila offeree melakukan penerimaan dengan cara yang berbeda maka belum dapat dikatakan terjadi acceptance.

4. Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak

4.1. Menurut BW (freedom of contract)

  Pasal 1338 BW Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal 1339 BW perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.

  Unsur:

  1) apa yang diperjanjikan

  Menurut Hardijan Rusli, dikarenakan undang- undang berada diurutan terakhir. Hal ini berarti bahwa dalam hal tidak diatur dalam perjanjian atau tidak berlawanan dengan kepatutankeadilan, dan tidak diatur dalam hukum tidk tertulis (kebiasaan) maka barulah diterapkan ketentuan dalam undang-undang. Sehingga KUHPer (Undang-Undang) hanya pelengkap saja yaitu dipakai atau diterapkan dalam hal ketentuan tersebut tidak didapatkan dalam perjanjian, kepatutan atau kebiasaan.

4.2. Menurut Hukum Kontrak Inggris

  Yurispridensi Jessel M.R (1875) 462. setiap orang dewasa yang waras mempunyai hak kebebasan berkontrak sepenuhnya dan kotrak-kontrak yang dibuat secara bebas atas kemauannya sendiri, adalah dianggap muliakudus dan harus dilaksanakan oleh pengadilan.. dan kebebasan berkontrak ini tidakboleh dicampuri sedikitpun. Menurut Black Law dictionary, mencampuri suatu kontrak adalah melemahkan (to Weaken), mengurangi nilainya, atau mengubah maksud dan akibat hukum para pihak untuk menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak yang lain. Asas ini menentang kontrak- kontrak yang bersifat membatasi perdagangan tanpa menentukan batas waktu. Atau batas waktu yang terlalu lampau lama karena dianggap bertentangan dengan asas tersebut, membatasi usaha (restraint of trade).

5. Prinsip Itikad Baik

  Itikad baik erat kaitannya dengan kepatutan atau keadilan dan ukuran itikad baik ini harus ada pada para pihak.

  Putusan MA 11 Mei 1955. Pantas dan sesuai dengan rasa keadilan bila dalam hal menggadai tanah kedua belah pihak memikul masing-masing separuh deri resiko kemungkinan perubahan harga nilai uang rupiah, dengan bahan pembanding harga emas pada waktu menggadaikan dan pada waktu menebus tanah itu. Sawah digadaikan Rp 50,- ditetapkan oleh MA harus ditebus dengan 15 x lipat yaitu Rp 750. Karena harga emas sudah naik 30 x lipat. Menurut Subekti.

  Good Faith restament Second. Section 205. setiap perjanjian membebankan kepada masing-masing pihak suatu kewajiban untuk melaksanakan perjanjian secara itikad baik dan transaksi yang adil. Contoh tentang bad faith dalam keterangan Section 205

  1. mengindari dari maksud tujuan transaksi

  2. kurang aktif dan berkurangnya perhatian

  3. melakukan perbuatan yang tidak baik dengan sengaja

  4. kesewenangan dalam menentukan isi perjanjian

  5. ikut campur tangan atau gagal bekerja sama dalam prestasi pihak lawan. Definisi itikad baik menutur commom law system yaitu kejujuran dalam fakta, dalam tindakan, atau dalam transaksi yang bersangkutan.

6. Prinsip Pacta Sunt Servanda

  Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

  Pacta sunt servanda merupakan asas atau prinsip dasar dalam sistem Hukum Sipil, yang dalam perkembangannya diadopsi ke dalam hukum internasional. Pacta sunt servanda berasal dari bahasa latin yang berarti bahwa “janji harus ditepati”. Pacta Sunt Servanda (agreements must be kept) menyatakan bahwa setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Asas ini menjadi dasar Hukum Internasional karena termaktub dalam Konvensi Wina (Vienna Convention on the Laws of Treaties) tanggal 23 Mei 1969 pasal 26 yang menyatakan bahwa “every treaty in force is binding upon the parties to it and must be performed by them in good faith” (setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik). Pacta sunt servanda disebut juga sebagai asas kepastian hukum yang berkaitan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda menyatakan bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Hans Kelsen menyatakan bahwa pacta sunt servanda merupakan norma dasar (grundnorm).

B. Teori-Teori Hukum Kontrak (Perspektif Perbandingan) Hukum Kontrak; Studi Perbandingan Antara Kitab

  Undang-Undang Hukum Perdata Dengan Singapura 19

1. Latar Belakang

  Perjanjian atau lebih dikenal sebutannya dengan istilah kontrak sangat melandasi berbagai macam aspek dalam kegiatan bisnis. Kontrak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) disebut perjanjian, yang merupakan salah satu sumber perikatan yang ketentuannya tunduk di bawah Buku III Tentang Perikatan KUHPdt. Para ahli hukum perjanjian atau kontrak, secara diametral telah terbagi pandangannya tentang penyebutan istilah perjanjian dengan kontrak.

  Menurut Peter Mahmud Marzuki sebagaimana dikutip oleh Agus Yudha Hernoko memberikan pandangan kritis tentang perbedaan istilah tersebut, yaitu:

  Di dalam pola pikir Anglo-American, perjanjian yang bahasa Belanda-nya overeenkomst dalam bahasa Inggris disebut agreement yang mempunyai pengertian lebih luas dari contract, karena mencakup hal-hal yang berkaitan dengan bisnis atau bukan bisnis. Untuk agreement yang berkaitan dengan bisnis disebut contract, sedangkan untuk yang tidak

  terkait dengan bisnist hanya disebut agreement. 20

  Padangan tersebut sesuai dengan prinsip ekonomi dalam kegiatan bisnis, yaitu menyeimbangkan kebutuhan

  19 Rucita Permatasari, Mahasiswa Magister Hukum, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

  Fajar Sugianto, Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

  20 Peter Mahmud Marzuki, Batas-batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika 18 No. 3, Mei-Juni, hlm. 195-196 dalam Agus Yudha

  Hernoko, Hukum Perjanjian; Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2011, hlm. 14-15.

  subyek hukum yang tidak terbatas dengan sumber daya yang dimiliki subyek hukum yang sangat terbatas. Interaksi yang terjadi antara subyek hukum ketika melakukan kegiatan bisnis perlu dijelmakan melalui kontrak sehingga hubungan hukum dari antara para pihak yang melahirkan hak dan kewajiban menjadi sarana pemenuhan kebutuhan bisnis para subjek hukum.

  Mengingat peranan kontrak sangat penting di dalam setiap kegiatan bisnis, hal mana mengalami perubahan dan percepatan sangat pesat, maka sangat dibutuhkan analisis hukum tentang kemutakhiran pengaturan pokok hukum kontrak menurut KUHPdt melalui metode perbandingan (comparative study) dengan negara Singapura yang menganut sistem hukum common law. Perbandingan hukum dilakukan dengan mendudukan kontrak berdasarkan teori, kemudian membandingkan pengaturan dan prinsip-prinsip hukum kontrak. Agar analisis menjadi terarah, dilakukan perban- dingan dengan komponen syarat sahnya perjanjian, prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract principle), prinsip itikad baik (good faith principle), dan prinsip pacta sunt servanda.

  Hasil perbandingan hukum kontrak antara Indonesia dengan Singapura tersebut dapat digunakan untuk mengisi kekosongan norma dan sistem norma yang terdapat dalam KUHPer. Dengan demikian akan dikontrstruksikan kerangka hukum kontrak yang mutakhir guna memenuhi kebutuhan hukum para pebisnis dalam berkontrak serta menjadikannya sebagai pengaturan hukum yang dapat dijadikan pegangan para pebisnis selama tidak bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku.

2. Studi Perbandingan Hukum Kontrak Antara Indonesia Dengan Singapura

2.1. Teori Kontrak

  Kontrak bisnis selalu memiliki sifat timbal balik, oleh karenanya kontrak bisnis juga dikenal dengan nama perjanjian obligatoir. Menurut Herlien Budiono, “Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang timbul karena kesepakatan dari dua pihak atau lebih dengan tujuan timbulnya suatu perikatan untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain

  atau timbal balik”. 21

  Secara teoritis, kontrak terdiri atas 3 (tiga) bagian, yaitu bagian essensilia, bagian naturilia, dan bagian accidentalia. Menurut R. Soeroso, unsur essensilia adalah unsur yang harus ada dalam perjanjian, tanpa adanya unsur ini

  maka tidak ada perjanjian. 22

  Bagian naturilia menurut Herlien Budiono, adalah bagian perjanjian yang berdasarkan sifatnya dianggap ada tanpa perlu diperjanjian secara khusus oleh para pihak. Bagian dari perjanjian ini yang galibnya bersifat mengatur termuat di dalam ketentuan perundang-undangan untuk

  masing-masing perjanjian bernama. 23 Bagian ini masih

  terbagi lagi menjadi 2 (dua) jenis kontrak, yaitu kontrak nominat dan kontrak inominaat. Menurut Salim H.S., kontrak nominaat merupakan ketentuan yang mengkaji berbagai

  kontrak atau perjanjian yang dikenal dalam KUHPer. 24

  Kontrak inominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan

  21 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapan- nya di Bidang Kenotariatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2011, hlm.

  22 R. Soeroso, Perjanjian Di Bawah Tangan; Pedoman Praktis Pembuatan dan Aplikasi Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2011, hlm. 16.

  23 Harlien Budiono, Op Cit., hlm. 70.

  24 Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Inominaat di Indonesia, Buku Kesatu, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm. 4.

  berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum

  dikenal pada saat KUHPer diundangkannya. 25 Bagian

  accidentalia menurut Agus Yudha Hernoko merupakan unsur yang ditambahkan oleh para pihak dalam hal undang-

  undang tidak mengaturnya. 26

  Dalam perkembangannya, kontrak menjadi bagian yang melekat dari transaksi bisnis baik dalam skala besar maupun kecil, baik domestik maupun internasional Hubungan hukum yang terjadi dalam kontrak berfungsi sangat penting untuk menjamin bahwa seluruh harapan yang dibentuk dari janji-janji para pihak dapat terlaksana dan terpenuhi. Dengan demikian kontrak merupakan sarana untuk memastikan bahwa apa yang hendak dicapai oleh para pihak dapat diwujudkan. P.S. Atiyah menambahkan, isi kontrak pada umumnya berkaitan dengan pertukaran

  ekonomi. 27 Pertukaran tersebut haruslah adil terkait dengan

  kewajiban kontraktualnya yang didasarkan proporsi masing-

  masing. 28 Terhadap fungsi kontrak, Beatson memperhatikan 4 (empat) hal, yaitu: