Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inulin

Inulin merupakan oligosakarida alami yang dihasilkan oleh banyak tanaman. Inulin dalam tanaman disimpan pada akar atau umbi. Kebanyakan tanaman yang mensintesis dan menyimpan inulin tidak menyimpan bahan dalam bentuk pati (Hidayat, 2006). Inulin merupakan polimer alami dengan monomer fruktosa. Jumlah monomer fruktosa pada satu rantai polimer bervariasi tergantung sumbernya. Inulin adalah salah satu jenis fruktan atau polimer fruktosa (rantai gabungan monomer fruktosa) yang sebagian besar mengandung sekitar 35 unit fruktosa yang dihubungkan satu sama lain dalam rantai lurus oleh ikatan β-2,1 glikosida (Ma’aruf, 2011). Inulin merupakan serbuk berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, dan tahan panas (Roberfroid, 2007). Struktur kimia inulin dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur inulin

Inulin didefinisikan sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan dapat merangsang secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang


(2)

menguntungkan dalam saluran pencernaan. Inulin dapat bertahan di saluran pencernaan atas dan kemudian difermentasi di usus besar. Selain itu, karakter inulin yang juga memperbaiki dan melindungi usus, inulin dapat mengurangi risiko penyakit di saluran cerna di usus. (Roberfroid, 2007). Dengan definisi inulin sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, maka inulin termasuk dalam kelompok serat pangan.(Brownawell, 2012)

Inulin merupakan salah satu komponen bahan pangan yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki kandungan serat yang tinggi. Inulin sering digunakan dalam medis dan farmasi karena dapat mengurangi resiko kandker usus besar dan menormalkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Inulin diketahui dapat membantu metabolism lemak sehingga mempengaruhi penurunan kolesterol dan trigliserida. (Kaur and Gupta, 2002)

Inulin komersil yang tersedia memiliki rasa netral, bersih dan digunakan untuk meningkatkan cita rasa,stabilitas dan daya terima makanan rendah lemak. Inulin sudah banyak digunakan di banyak Negara untuk menggantikan lemak atau gula dan mengurangi kalori makanan seperti es krim, produk susu, permen dan kue. Inulin memiliki kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan karbohidrat jenis lain. Inulin memiliki kadar kalori yang lebih rendah dari karbohidrat jenis lain sehingga inulin juga cocok dikonsumsi oleh penderita diabetes karena tidak mempengaruhi serum glukosa, tidak merangsang pengeluaran insulin, dan tidak berpengaruh pada sekresi glukagon (Niness,1999)


(3)

2.2 Sumber inulin

Inulin terdapat pada tanaman seperti umbi dahlia, akar chirory, dan gandum. Tanaman chirory dan artichoke tumbuh baik di Amerika Utara sedangkan tanaman dahlia dapat tumbuh baik di dataran tinggi Indonesia. Pada umbi dahlia kadar inulin yang terdapat di dalamnya cukup besar yaitu sekitar 65,7% berat kering. Inulin juga terdapat pada bawang merah, bawang putih, dandelion, asparagus dan pisang (Yustini ma’aruf, 2011). Kandungan inulin pada beberapa pangan manusia terdapat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan inulin pada beberapa pangan manusia

Sumber Bagian yang

dimanfaatkan

Kandungan inulin (% berat segar)

Bawang merah Umbi 2-6

Jerussalem artichoke Umbi 14-19

Chirory Akar 15-20

Daun bawang Umbi 3-10

Bawang putih Umbi 9-16

Artichoke Daun 3-10

Pisang Buah 0,3-0,7

Gandum Sereal 0,5-1

Barley Sereal 0,5-1,5

Dandelion Daun 12-15

Burdock Akar 3,5-4,0

Camas Umbi 12-22

Murnong Akar 8-13

Yacon Akar 3-19

Salsify Akar 4-11

Sumber: (Moshfegh,et, al,1999)

Dalam kelompok pangan yang terlihat pada tabel 2.1, jerussalem artichoke, chirory, dan camas memilki kandungan inulin yang tinggi dibandingkan yang lainnya. Namun tanaman tersebut tidak banyak ditemukan di Indonesia. Contoh pangan lokal


(4)

yang memilki kandungan inulin yang cukup tinggi adalah umbi gembili yaitu sebesar 14,629% dan digunakan untuk pembuatan es krim yang rendah lemak.(Dewanti,2013). Selain gembili, pisang juga termasuk pangan yang banyak dikonsumsi masyrakat. Walaupun kandungan inulinnya sejauh ini diketahui masih 0,3-0,7%

Inulin digunakan dalam berbagai makanan karena memiliki karakteristik fungsional yang sangat baik. Inulin dapat digunakan untuk menggantikan fungsi dari gula, lemak dan tepung pada makanan. Keuntungan penggunaan inulin dalam menggantikan gula adalah inulin hanya memiliki kalori 1/3 sampai ¼ kalori gula dan 1/9 kalori lemak. Selain itu, juga membantu penyerapan kalsium dan mendukung pertumbuhan bakteri baik dalam usus (Hidayat, 2006).

Inulin banyak digunakan secara luas di industri pangan sebagai salah satu komponenen produk-produk rendah lemak. Inulin yang termasuk rantai panjang bersifat lebih kental sehingga dapat digunakan sebagai pengganti lemak. Daya ikatnya terhadap air dapat memodifikasi tekstur pada es krim. Inulin membentuk mikrokristal apabila dilarutkan dalam air dan susu. Mikrokristal ini tidak dapat dirasakan di mulut tetapi dapat mempengaruhi pembentukan tekstur yang halus dan creamy serta terasa seperti lemak saat dikunyah di mulut.(Dewanti,2013)

Masyarakat umumnya menggunakan tanaman yang mengandung inulin untuk membantu mengatasi diabetes mellitus, yaitu kondisi yang dikarakteristikkan oleh hiperglisemia dan atau hiperinsulinemia. Hal ini disebabkan karena inulin tidak dapat dicerna enzim manusia yaitu ptyalin dan amylase yang dirancang untuk mencerna pati. Akibatnya inulin akan melewati sistem pencernaan. Dalam diet tradisional, inulin


(5)

dapat dikonsumsi sampai sebanyak 20 gram per hari. Saat ini inulin diproduksi secara komersial berasal dari umbi chirory yang telah lama digunakan sebagai pengganti kopi. Inulin dari chirory masih mengandung gula sampai 10 % (Hidayat, 2006).

Dalam penentuan kadar inulin, metode yang pernah dilakukan adalah HPLC, Metoda ini dapat digunakan secara luas untuk mengidentifikasi dan menentukan konsentrasi senyawa organik maupun senyawa anorganik. Kromatografi cair kinerja tinggi atau High-Performance Liquid Chromatography (HPLC) ini merupakan kromatografi cair dengan mempertinggi laju alir eluen menggunakan tekanan tinggi. HPLC merupakan pilihan, jika zat yang akan dianalisa tidak mudah menguap dan secara termal tidak stabil.

2.3 Inulin sebagai Prebiotik

Semua sel hidup dalam tubuh manusia diperkirakan 95% adalah bakteri usus besar. Oleh sebab itu kolon manusia merupakan ekosistem yang sangat sarat dengan kolonisasi mikrobiota. Mikroflora yang ada di usus ada yang menguntungkan seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus, ada yang merugikan seperti Clostridia dan Staphylococci dan ada yang mempunyai sifat keduanya seperti Bacteroides dan Enterococci.(Gibson, 1995)

Keberadaan bakteri yang menguntungkan di kolon sangat penting dipertahankan karena mempunyai efek kesehatan yang luas pada hostnya. Diantaranya adalah memperbaiki sistem imun, mempertinggi penyerapan, mensintesa vitamin,


(6)

menekan pertumbuhan bakteri pathogen, dan menurunkan kolesterol darah. Keberadaan bakteri tersebut sering disebut dengan probiotik.

Definisi umum probiotik atau dikenal dengan mikroorganisme “baik” adalah preparat yang terdiri dari mikroba hidup yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia atau hewan secara oral. Mikroba hidup itu diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan manusia atau hewan dengan cara memperbaiki sifat-sifat yang dimiliki mikroba alami yang tinggal di dalam tubuh manusia atau hewan tersebut. Syarat-syarat probiotik yang baik adalah probiotik harus tetap dalam keadaan hidup, daya untuk bertahan hidup ketika melalui saluran pencernaan dan manfaat kesehatan yang dapat dibuktikan keberadaannya.

Pendekatan yang dilakukan agar bakteri tersebut tetap survival adalah dengan penggunaan prebiotik.(Gibson, 2004). Menurut Surono (2004), di dalam usus besar, bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama Bifidobacterium dan Lactobacillus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, CO2 dan hidrogen. Asam lemak rantai pendek tersebut dapat dipakai sebagai sumber energi oleh tubuh.

Prebiotik didefinisikan sebagai ingredient pangan yang tidak dapat dicerna namun secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang menguntungkan dalam saluran pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan bagi yang mengonsumsinya (Roberfroid, 2007). Syarat suatu pangan bisa dikatakan sebagai prebiotik adalah resistensi terhadap keasaman lambung, hidrolisis oleh enzim dan absorpsi di saluran pencernaan mamalia, kedua dapat difermentasi oleh mikroflora


(7)

usus, dan yang ketiga adalah selektif merangsang pertumbuhan dan/ atau aktivitas bakteri di usus yang dihubungkan dengan kesehatan dan keadaan yang lebih baik. (Brownawell, et. al, 2012)

Resistensi terhadap pencernaan,tidak berarti harus sama sekali tidak bisa dicerna namun harus menjamin bahwa jumlah yang cukup dapat mencapai kolon. Sementara itu, criteria yang ketiga merupakan kriteria yang sulit untuk dipenuhi. Ingredient juga harus aman dan memiliki sifat sensori yang disukai. Oligosakarida yang telah banyak digunakan sebagai prebiotik dan memenuhi syarat di atas adalah GOS(Galaktooligosakarida) dan FOS (Fruktooligosakarida,termasuk inulin). FOS diperoleh antara lain dengan ekstraksi bahan tanaman yang mengandung inulin dengan air panas atau dengan polimerisasi monomer fruktosa secara enzimatis, sedangkan GOS dibuat dengan transgalaktosilasi secara enzimatis.

Inulin juga berfungsi sebagai dietary fiber, yaitu kelompok karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim tubuh manusia tetapi difermentasi oleh mikroflora usus sehingga berpengaruh pada fungsi usus dan parameter lipid darah. Sifat inulin yang dapat larut membuatnya cepat difermentasi oleh Bifidobacteria dan Lactobacilli. Oleh sebab itu, inulin dikelompokkan sebagai food ingredient yang diklasifikasikan sebagai prebiotik. (Minda, 2009) Selain berfungsi untuk merangsang pertumbuhan atau aktivitas bakteri dalam usus, inulin juga mampu mengoptimalkan penyerapan mineral seperti kalsium dan magnesium oleh tubuh.

Beberapa negara sudah memiliki aturan mengenai standar jumlah prebiotik yang dikonsumsi khususnya inulin. Di Eropa konsumsi rata-rata inulin adalah 2-12


(8)

g/hari, sedangkan Belgia sebesar 5-8 g/hari, dan di Spanyol konsumsi rata-ratanya adalah 7-12 g/hari (Valeria, et al, 2011). Di Indonesia, berdasarkan peraturan BPOM mengenai pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan menyebutkan bahwa konsumsi harian serat pangan termasuk inulin adalah sekurang-kurangnya 3 g/sajian harian.

Menurut Veereman (2007), dari hasil studi kliniknya, selama lebih dari 5 tahun menyebutkan bahwa kombinasi campuran inulin rantai panjang (5-60 monomer) 10% dan galaktooligosakarida (2-7 monomer) 90% yang ditambahkan ke dalam formula makanan bayi di Eropa menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap komposisi flora pencernaan, memperbaiki konsistensi feses, menurunkan permeabilitas, mengurangi kejadian infeksi saluran pencernaan dan pernafasan serta dermatitis atopik pada bayi.

Masih menurut Veereman (2007), konsumsi oligofruktosa dalam makanan sapihan anak-anak, meningkatkan jumlah bifidobakteria dan menurunkan jumlah klostridia dalam feses selama mengonsumsi, ada kecenderungan feses lebih lunak dan kejadian demam serta gejala infeksi saluran percernaan lebih sedikit. Campuran inulin rantai panjang dengan oligofruktosa memiliki efek sinergi yaitu melindungi flora bifidus dari pengobatan dengan amoksilin.

Pada sebuah studi terhadap 244 peserta yang mengadakan perjalanan, kemungkinan terkena diare termasuk resiko tinggi hingga menengah untuk terkena diare, diberikan inulin sebanyak 10 g/hari selama 2 minggu perjalanan dan hasilnya adalah peserta perjalanan tidak mengalami diare selama perjalanan. (Brownawell, et


(9)

al, 2012). Hal ini berarti inulin memberikan pengaruh yang baik pada saluran pencernaan sehingga mampu mencegah terjadinya diare pada peserta.

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Abrams,et al (2002) terhadap 59 remaja putri untuk mengetahui pengaruh penambahan inulin terhadap penyerapan kalsium dalam tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan penyerapan kalsiun terhadap kelompok remaja yang diberikan tambahan inulin dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan tambahan inulin. Heuvel (1999) juga membuktikan bahwa pemberian oligofruktosa sebanyak 15 gram per hari mampu merangsang penyerapan kalsium pada remaja putra.

Beberapa efek posistif fruktan berdasarkan hasil penelitian yang tercantum dalam Cho dan Finocchiaro (2010),yaitu:

1. Efek terhadap komposisi mikroflora usus berupa efek bifidogenik

2. Efek terhadap fungsi usus yaitu: a) meningkatkan berat feses melalui peningkatan biomassa bakteri, b) fermentasi dan produk asam lemak rantai pendek, c) pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel epitel, dan d) efek terhadap imunitas atau kekebalan tubuh.

3. Efek terhadap saluran pencernaan, seperti infeksi diare, penyakit radang perut, gejala iritasi perut dan tumor kolon.

4. Efek terhadap absorpsi Mg, Cu, Se, dan Zn

5. Efek terhadap produksi vitamin, seperti biotin, asam folat, dan vitamin K. Penelitian lain yang menunjukkan peran inulin adalah penelitian Seifert (2007) dimana dikatakan bahwa karbohidrat yang tidak dapat dicerna memiliki pengaruh


(10)

terhadap system imun. Hasil penelitian dari intervensi terhadap manusia dewasa menunjukkan bahwa pemberian inulin dan oligofruktosa memiliki manfaat dan pengaruh pada jaringan limfosit usus. Pada tingkatan sistem imun, bagaimanapun, hanya sedikit pengaruh yang sudah diamati pada manusia dewasa. Sebaliknya, data dari penelitian terhadap bayi menunjukkan bahwa suplementasi dengan prebiotik secara positif mempengaruhi perkembangan imunitas setelah kelahiran dan sekresi feses.

Inulin sebagai prebiotik juga dibuktikan dengan penelitian Artanti (2009) yang meneliti mengenai pengaruh prebiotik inulin dan Fruktooligosakarida (FOS) terhadap pertumbuhan tiga jenis probiotik yaitu, E. faecium IS-27526, L.plantarium IS-10605 dan L.Casei strain Shirota. Hasilnya bahwa prebiotik inulin dapat dimanfaatkan untuuk membantu pertumbuhan probiotik L.plantarium IS-10605 dan L.Casei strain Shirota.

2.4 Pisang

Pisang telah dikonsumsi manusia sejak zaman dahulu kala. Kata pisang berasal dari bahasa Arab, yaitu maus yang oleh linneus dimasukkan dalam keluarga musaceae, untuk memberikan penghargaan kepada Antonius musa, yaitu seorang dokter pribadi kaisar romawi (Octaviani Agustinus) yang menganjurkan untuk memakan pisang. Itulah sebabnya dalam bahasa latin, pisang disebut sebagai Musa paradisiaca L (Astawan, 2008)


(11)

Menurut sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Selatan, dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke seluruh dunia, meliputi daerah tropis dan subtropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal diantaranya adalah Brasilia, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico, Venezuela, dan Hawaii. Indonesia merupakan Negara penghasil pisang nomor empat di dunia. Di Asia Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar karena sekitar 50% produksi dari pisang Asia berasal dari Indonesia (Kaleka,2013).

Pisang ditanam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan buahnya. Buah pisang dapat dibedakan menjadi empat golongan (Astawan, 2008),yaitu:

1. Golongan pertama adalah yang dapat dimakan langsung setelah makan, disebut juga dengan pisang meja. Contohnya adalah pisang kepok, susu, hijau, mas, raja, ambon kuning, ambon lumut, barangan serta pisang Cavendish.

2. Golongan kedua adalah yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu. Contohnya pisang tanduk, oli, kapas, dan pisang bangkahulu.

3. Golongan ketiga adalah pisang yang dapat dimakan langsung baik setelah masak maupun setelah diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah pisang kepok dan pisang raja.

4. Golongan empat adalah pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah. Misalnya pisang klutuk (pisang batu) yang berasa sepat dan enak untuk dibuat rujak. Pisang klutuk beserta kulitnya sering ditambahkan ke dalam rujak untuk mencegah sakit perut atau mulas setelah makan rujak.


(12)

2.5 Kandungan Gizi Pisang

Zat gizi diperlukan untuk menjaga kesehatan tubuh, diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Kebutuhan akan masing-masing zat gizi juga berbeda dan berbeda pula pada setiap bahan pangan. Zat gizi yang terkandung dalam pisang adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral serta air. Untuk setiap jenis pisang, kandungan zat gizinya juga berbeda. Untuk kandungan gizi dari buah pisang barangan, kepok dan awak dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kandungan gizi pada 100 gram pisang

Kandungan gizi satuan Jenis pisang

Pisang barangan Pisang kepok Pisang awak

Kalori Kal 120 109 281

Protein gram 1,1 0,80 2,20

Lemak gram 0,20 0,00 0,70

Karbohidrat gram 26,0 26,30 66,10

Kalsium mg 20,0 10 41,0

Fosfor mg 61,0 30 64,0

Fe mg 0,40 0,5 1,20

Vit B1 mg 0,1 0,1 0,1

Vit C mg 26,0 9,0 0,00

Natrium mg 6,20 10 0,00

Kalium mg 392 300 358

Air gram 71,20 71,90 28,90

Sumber: Depkes (2005)

Melihat banyaknya varietas pisang yang ada di Indonesia saat ini maka karakteristiknya pun juga berbeda. Karakteristik pisang didasarkan pada jenis pisangnya. Adapun karakteristik dari pisang barangan, kepok, dan awak adalah:

1. Pisang Barangan (Musa acuminata Colla)

Pisang barangan di Filipina dikenal dengan nama pisang lakatan dan di Malaysia dikenal dengan pisang berangan. Pisang ini juga dikenal dengan


(13)

nama pisang Ayam di Aceh. Pisang jenis ini sangat popular sebagai pisang meja. Berat rata-rata per tandan berkisar 12-20 kg terdiri dari 8-12 sisir. Setiap sisirnya terdiri dari 12-20 buah. Ukuran buahnya 12-18 cm dengan diameter 3-4 cm. warna kulit buahnya kuning kemerahan dengan bintik-bintik cokelat. Warna daging buahnya agak oranye, rasanya enak dan aromanya harum. (Satuhu dan Supriyadi, 1999)

Gambar 2.2 Pisang barangan 2. Pisang Kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

Pisang kepok memiliki batang besar, kekar, tinggi 3-3,5 m dan warna hijau muda. Daun berwarna hijau tua, lebar dan kuat sehingga bisa dijadikan bahan pembungkus nasi seperti pada pisang batu. Pisang kepok hampir mirip dengan pisang siem atau pisang batu. Berat tandan buah 10-50 kg. Tandan buah yang beratnya sampai 50 kg memiliki batang dan tandan yang sangat besar sehingga dikenal dengan kepok raksasa. Sementara ada jenis pisang kepok yang daging buahnya berwarna putih (kepok putih) dan ada yang kekuningan (kepok kuning). Kepok kuning lebih disukai konsumen dibanding kepok putih.


(14)

Rusuk buah masih jelas, ada 4-5 garis. Rasa buah matang (warna kulit buah kekuningan) agak manis. Setiap tandan terdapat 6-12 sisir dan setiap sisir terdapat 10-20 buah. Umur panen 4 bulan sejak keluar jantung. (Sunarjono, 2004)

Gambar 2.3 pisang kepok 3. Pisang Awak ( Musa paradisiaca var Awak)

Pisang ini disebut juga dengan pisang raja siam atau pisang sale. Pisang jenis ini panjangnya sekitar 15 cm dengan diameter 3,7 cm. Dalam satu tandan terdapat 18 sisir yang masing-masing ada 11 buah. Bentuk buah lurus dengan pangkal bulat. Warna daging buah putih kekuningan dengan kulit yang tebalnya 0,3 cm. Setiap buah beratnya rata-rata 67,5 gr. Lamanya buah masak dari saat berbunga adalah 5 bulan.(Satuhu dan Supriyadi,1999)


(15)

Gambar 2.4. pisang awak

Kandungan gizi pada pada buah pisang sangat baik untuk kesehatan tubuh karena hampir semuanya dapat diserap oleh tubuh. Mengonsumsi buah pisang secara teratur, pada anak sekolah sangat baik untuk aktivitas otak dalam berpikir dan mempengaruhi daya ingat. Sebab buah pisang mengandung piridoksin (vitamin B6) yang berungsi sebagai koenzim dalam reaksi penguraian (metabolisme) protein menjadi serotonin. Serotonin ini merupakan neurotransmitter yang melancarkan fungsi kerja otak dan meningkatkan kecerdasan otak.

Pisang juga bisa digunakan untuk mengatasi disentri. Pisang ditambahkan sedikit garam lalu dimakan. Selain itu, kandungan kalium dalam buah pisang berperan penting pada fungsi syaraf dan sel otot, terutama fungsi sel otot jantung. Itu sebabnya, pasien hipokalemia (kadar kalium rendah dalam darah) biasanya dianjurkan makan pisang oleh dokter. Makin tinggi kadar kalium dalam tubuh, risiko terkena serangan jantung dan stroke makin rendah, karena kalium mengimbangi peran natrium di dalam tubuh.


(16)

2.6 Pisang sebagai Bahan Pangan Bayi

Makanan yang paling baik untuk bayi yang masih berumur 0-6 bulan adalah ASI Ekslusif. Bayi hanya menerima ASI saja selama 6 bulan berturut-turut tanpa ada tambahan apapun. Namun, pada kenyataannya banyak sekali bayi yang tidak mendapatkan ASI esklusif dan justru memberikan MP ASI lebih dini. MP ASI yang paling sering digunakan oleh ibu bayi adalah pisang.

Berdasarkan penelitian Puspita (2011) di Desa Paloh gedeng menemukan bahwa kelompok umur yang paling banyak mulai diberikan MP ASI berupa pisang adalah kelompok umur 0-6 bulan yaitu sebanyak 96,8%. Hal serupa juga ditemukan oleh Saragih (2008) bahwa pada kelompok usia bayi 0-6 bulan sudah diberikan MP ASI yaitu sebanyak 91,8% di kabupaten Nias Selatan. Sedangkan sebanyak 83,3% kelompok usia 0-6 bulan juga ditemukan sudah diberikan MP ASI di Desa Weujengka oleh Sari (2010).

Pisang dipilih sebagai MP ASI karena teksturnya yang lembut sehingga hal ini akan memudahkan bayi untuk mengenal dan menelannya. Pisang juga mempunyai rasa yang manis, sehingga rasa manis ini mudah dikenali karena ASI juga mempunyai rasa yang manis sehingga bayi cepat beradaptasi dengan pisang. Pisang juga mudah dicerna oleh usus bayi

Kumar et al (2012) menyatakan bahwa pisang merupakan makanan padat terbaik untuk diperkenalkan kepada bayi dan buah pisang masak dapat dijadikan makanan bayi yang sangat sederhana dan sehat. Pisang sangat mudah dicerna dan jarang menyebabkan reaksi alergi. Penelitian yang dipublikasikan dalam digestive


(17)

disease and sciences menggarisbawahi bahwa pisang dapat meningkatkan penyerapan zat gizi. Dalam studi tersebut, 57 bayi usia 5-12 bulan yang mengalami diare persisten selama minimal 14 hari diberi pengobatan satu minggu dengan diet berbasis beras yang salah satunya mengandung pisang hijau, pectin apel atau beras saja. Pengobatan dengan pisang hijau dan pectin apel mengakibatkan penurunan 50% berat kotoran bayi, yang menunjukkan bahwa penyerapan zat gizi pada bayi secara signifikan lebih baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Scriver dan Ross (1928) terhadap 59 bayi berusia 2-24 bulan yang dibagi menjadi empat kelompok perlakuan dimana makanan bayi tersebut disubstitusi dengan pisang matang menggantikan kentang dan sereal. Selama 2 minggu, setiap kelompok menunjukkan perkembangan yang berbeda namun menuju hal yang sama yaitu para bayi mau mengonsumsi buah pisang dan tidak terdapat masalah dengan berat badan dan kesehatannya.

Pisang sebagai MP ASI diberikan dengan beberapa cara. Ada pisang yang dikerok saja dan langsung diberikan kepada bayi, ada yang dilumatkan terlebih dahulu, ada pula yang dilumatkan dan dicampur dengan nasi, dan ada juga yang dilumatkan lalu dicampur dengan susu (Puspita, 2011). Masih berdasarkan penelitian Puspita (2011) frekuensi pemberian pisang yang diberikan kepada bayi sebanyak dua kali sehari adalah 53,3% dengan jumlah satu buah pisang setiap kali pemberian.

Pemberian MP ASI kepada bayi khususnya yang berumur 0-6 bulan dirasakan terlalu dini. Hal ini sangat berisiko terhadap gangguan pencernaan seperti risiko bayi terkena diare, muntah, ataupun sembelit. Namun, berdasarkan hasil penelitian Puspita


(18)

(2011), sebanyak 72,2% bayi justru tidak mengalami gangguan pencernaan, dan hanya 27,8% yang mengalami gangguan pencernaan, termasuk diare, muntah, atau sembelit.

Keadaan yang baik pada pencernaan bayi salah satunya dipengaruhi oleh faktor imunitas tubuh. Semakin baik imunitas tubuhnya maka semakin baik pula kondisi tubuhnya untuk bisa mencegah datangnya penyakit. Gizi yang baik adalah salah satu jalan untuk mendapatkan imunitas yang baik. Gizi tersebut dapat diperoleh dari makanan. Pisang yang dikonsumsi oleh bayi juga memiliki gizi yang baik. Apalagi dalam pisang ternyata mengandung zat yang berfungsi sebagai prebiotik, zat yang bisa merangsang pertumbuhan bakteri nonpatogen dalam saluran pencernaan. Sumber prebiotik alami menurut Surono (2004) adalah air susu ibu (ASI) dalam bentuk oligosakarida yang terkandung dalam kolostrum, yaitu oligosakarida N-acetyl glucosamine, yang hanya sedikit sekali dapat dicerna di usus (<5%) dan mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacterium. Salah satu jenis prebiotik tersebut adalah inulin. Fungsi pertahanan tubuh sangat kompleks, melibatkan organ-organ yang berbeda, mekanisme yang berbeda dan target lawan potensial yang berbeda. Salah satu objek utama dari ilmu pangan fungsional adalah untuk mengidentifikasi komponen makanan yang memiliki kapasitas untuk mengatur fungsi pertahanan tubuh secara positif sehingga mampu membantu individu untuk memperkuat, menyimpan dan menyeimbangkan kembali fungsinya. Banyak data yang mendukung bahwa inulin merupakan bahan pangan yang potensial untuk memainkan peran tersebut. Inulin membawa efek yang baik pada fungsi saluran pencernaan dengan mengatur stuktur


(19)

dan komposisi dengan baik seperti bermacam-macam aktivitas dari mukosa dan mikroflora. (Roberfroid, 2007)

Kadar inulin yang terdapat pada buah pisang diketahui sebesar 0,3-0,7% berdasarkan penelitian dari Van Lo et al (1995). Namun tidak diketahui jenis pisang apa yang digunkan dalam penelitian. Sedangkan pisang yang dijadikan bahan makanan bayi tidaklah sama pada setiap tempat. Seperti pisang awak digunakan oleh masyarakat Desa Paloh Gedeng Aceh (Puspita 2011), pisang barangan diberikan pada bayi di Desa Weujengka (Sari, 2010), dan pisang kepok diberikan pada bayi etnis Banjar di Lerong Ilir (Suriah, 2012). Hal ini jelas menimbulkan pertanyaan seberapa banyak kandungan inulin yang terdapat pada setiap jenis pisang tersebut.

Selain jenis pisang, jumlah pisang yang dimakan oleh bayi juga menentukan banyaknya inulin yang diperoleh bayi setiap harinya. Ada yang mendapatkan 2 kali pemberian dengan satu buah pisang setiap kali pemberian, namun ada juga yang lebih dari dua kali dengan setengah buah pisang setiap kali pemberian. Ini tentu saja akan mempengaruhi kuantitas inulin yang diperoleh. Sedangkan kadar inulin sebelumnya diketahui hanya sekitar 0,3-0,7%, yaitu dalam setiap 100 gram pisang terdapat inulin sebanyak 0,3-0,7 gram.

Jumlah kandungan inulin pada pisang sebelumnya masih sangat jauh dari rekomendasi BPOM (2011) pada pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan yang menyatakan bahwa kebutuhan akan prebiotik termasuk inulin adalah sekurang-kurangnya 3gr/sajian harian. Jumlah tersebut juga masih sesuai menurut


(20)

Surono (2004) yang menyarankan jumlah prebiotik yang efektif adalah 1-3 gram per hari untuk anak-anak dan 5-15 gram per hari untuk orang dewasa.


(1)

Gambar 2.4. pisang awak

Kandungan gizi pada pada buah pisang sangat baik untuk kesehatan tubuh karena hampir semuanya dapat diserap oleh tubuh. Mengonsumsi buah pisang secara teratur, pada anak sekolah sangat baik untuk aktivitas otak dalam berpikir dan mempengaruhi daya ingat. Sebab buah pisang mengandung piridoksin (vitamin B6) yang berungsi sebagai koenzim dalam reaksi penguraian (metabolisme) protein menjadi serotonin. Serotonin ini merupakan neurotransmitter yang melancarkan fungsi kerja otak dan meningkatkan kecerdasan otak.

Pisang juga bisa digunakan untuk mengatasi disentri. Pisang ditambahkan sedikit garam lalu dimakan. Selain itu, kandungan kalium dalam buah pisang berperan penting pada fungsi syaraf dan sel otot, terutama fungsi sel otot jantung. Itu sebabnya, pasien hipokalemia (kadar kalium rendah dalam darah) biasanya dianjurkan makan pisang oleh dokter. Makin tinggi kadar kalium dalam tubuh, risiko terkena serangan jantung dan stroke makin rendah, karena kalium mengimbangi peran natrium di dalam tubuh.


(2)

2.6 Pisang sebagai Bahan Pangan Bayi

Makanan yang paling baik untuk bayi yang masih berumur 0-6 bulan adalah ASI Ekslusif. Bayi hanya menerima ASI saja selama 6 bulan berturut-turut tanpa ada tambahan apapun. Namun, pada kenyataannya banyak sekali bayi yang tidak mendapatkan ASI esklusif dan justru memberikan MP ASI lebih dini. MP ASI yang paling sering digunakan oleh ibu bayi adalah pisang.

Berdasarkan penelitian Puspita (2011) di Desa Paloh gedeng menemukan bahwa kelompok umur yang paling banyak mulai diberikan MP ASI berupa pisang adalah kelompok umur 0-6 bulan yaitu sebanyak 96,8%. Hal serupa juga ditemukan oleh Saragih (2008) bahwa pada kelompok usia bayi 0-6 bulan sudah diberikan MP ASI yaitu sebanyak 91,8% di kabupaten Nias Selatan. Sedangkan sebanyak 83,3% kelompok usia 0-6 bulan juga ditemukan sudah diberikan MP ASI di Desa Weujengka oleh Sari (2010).

Pisang dipilih sebagai MP ASI karena teksturnya yang lembut sehingga hal ini akan memudahkan bayi untuk mengenal dan menelannya. Pisang juga mempunyai rasa yang manis, sehingga rasa manis ini mudah dikenali karena ASI juga mempunyai rasa yang manis sehingga bayi cepat beradaptasi dengan pisang. Pisang juga mudah dicerna oleh usus bayi

Kumar et al (2012) menyatakan bahwa pisang merupakan makanan padat terbaik untuk diperkenalkan kepada bayi dan buah pisang masak dapat dijadikan makanan bayi yang sangat sederhana dan sehat. Pisang sangat mudah dicerna dan jarang menyebabkan reaksi alergi. Penelitian yang dipublikasikan dalam digestive


(3)

disease and sciences menggarisbawahi bahwa pisang dapat meningkatkan penyerapan zat gizi. Dalam studi tersebut, 57 bayi usia 5-12 bulan yang mengalami diare persisten selama minimal 14 hari diberi pengobatan satu minggu dengan diet berbasis beras yang salah satunya mengandung pisang hijau, pectin apel atau beras saja. Pengobatan dengan pisang hijau dan pectin apel mengakibatkan penurunan 50% berat kotoran bayi, yang menunjukkan bahwa penyerapan zat gizi pada bayi secara signifikan lebih baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Scriver dan Ross (1928) terhadap 59 bayi berusia 2-24 bulan yang dibagi menjadi empat kelompok perlakuan dimana makanan bayi tersebut disubstitusi dengan pisang matang menggantikan kentang dan sereal. Selama 2 minggu, setiap kelompok menunjukkan perkembangan yang berbeda namun menuju hal yang sama yaitu para bayi mau mengonsumsi buah pisang dan tidak terdapat masalah dengan berat badan dan kesehatannya.

Pisang sebagai MP ASI diberikan dengan beberapa cara. Ada pisang yang dikerok saja dan langsung diberikan kepada bayi, ada yang dilumatkan terlebih dahulu, ada pula yang dilumatkan dan dicampur dengan nasi, dan ada juga yang dilumatkan lalu dicampur dengan susu (Puspita, 2011). Masih berdasarkan penelitian Puspita (2011) frekuensi pemberian pisang yang diberikan kepada bayi sebanyak dua kali sehari adalah 53,3% dengan jumlah satu buah pisang setiap kali pemberian.

Pemberian MP ASI kepada bayi khususnya yang berumur 0-6 bulan dirasakan terlalu dini. Hal ini sangat berisiko terhadap gangguan pencernaan seperti risiko bayi terkena diare, muntah, ataupun sembelit. Namun, berdasarkan hasil penelitian Puspita


(4)

(2011), sebanyak 72,2% bayi justru tidak mengalami gangguan pencernaan, dan hanya 27,8% yang mengalami gangguan pencernaan, termasuk diare, muntah, atau sembelit.

Keadaan yang baik pada pencernaan bayi salah satunya dipengaruhi oleh faktor imunitas tubuh. Semakin baik imunitas tubuhnya maka semakin baik pula kondisi tubuhnya untuk bisa mencegah datangnya penyakit. Gizi yang baik adalah salah satu jalan untuk mendapatkan imunitas yang baik. Gizi tersebut dapat diperoleh dari makanan. Pisang yang dikonsumsi oleh bayi juga memiliki gizi yang baik. Apalagi dalam pisang ternyata mengandung zat yang berfungsi sebagai prebiotik, zat yang bisa merangsang pertumbuhan bakteri nonpatogen dalam saluran pencernaan. Sumber prebiotik alami menurut Surono (2004) adalah air susu ibu (ASI) dalam bentuk oligosakarida yang terkandung dalam kolostrum, yaitu oligosakarida N-acetyl glucosamine, yang hanya sedikit sekali dapat dicerna di usus (<5%) dan mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacterium. Salah satu jenis prebiotik tersebut adalah inulin. Fungsi pertahanan tubuh sangat kompleks, melibatkan organ-organ yang berbeda, mekanisme yang berbeda dan target lawan potensial yang berbeda. Salah satu objek utama dari ilmu pangan fungsional adalah untuk mengidentifikasi komponen makanan yang memiliki kapasitas untuk mengatur fungsi pertahanan tubuh secara positif sehingga mampu membantu individu untuk memperkuat, menyimpan dan menyeimbangkan kembali fungsinya. Banyak data yang mendukung bahwa inulin merupakan bahan pangan yang potensial untuk memainkan peran tersebut. Inulin membawa efek yang baik pada fungsi saluran pencernaan dengan mengatur stuktur


(5)

dan komposisi dengan baik seperti bermacam-macam aktivitas dari mukosa dan mikroflora. (Roberfroid, 2007)

Kadar inulin yang terdapat pada buah pisang diketahui sebesar 0,3-0,7% berdasarkan penelitian dari Van Lo et al (1995). Namun tidak diketahui jenis pisang apa yang digunkan dalam penelitian. Sedangkan pisang yang dijadikan bahan makanan bayi tidaklah sama pada setiap tempat. Seperti pisang awak digunakan oleh masyarakat Desa Paloh Gedeng Aceh (Puspita 2011), pisang barangan diberikan pada bayi di Desa Weujengka (Sari, 2010), dan pisang kepok diberikan pada bayi etnis Banjar di Lerong Ilir (Suriah, 2012). Hal ini jelas menimbulkan pertanyaan seberapa banyak kandungan inulin yang terdapat pada setiap jenis pisang tersebut.

Selain jenis pisang, jumlah pisang yang dimakan oleh bayi juga menentukan banyaknya inulin yang diperoleh bayi setiap harinya. Ada yang mendapatkan 2 kali pemberian dengan satu buah pisang setiap kali pemberian, namun ada juga yang lebih dari dua kali dengan setengah buah pisang setiap kali pemberian. Ini tentu saja akan mempengaruhi kuantitas inulin yang diperoleh. Sedangkan kadar inulin sebelumnya diketahui hanya sekitar 0,3-0,7%, yaitu dalam setiap 100 gram pisang terdapat inulin sebanyak 0,3-0,7 gram.

Jumlah kandungan inulin pada pisang sebelumnya masih sangat jauh dari rekomendasi BPOM (2011) pada pengawasan klaim dalam label dan iklan pangan olahan yang menyatakan bahwa kebutuhan akan prebiotik termasuk inulin adalah sekurang-kurangnya 3gr/sajian harian. Jumlah tersebut juga masih sesuai menurut


(6)

Surono (2004) yang menyarankan jumlah prebiotik yang efektif adalah 1-3 gram per hari untuk anak-anak dan 5-15 gram per hari untuk orang dewasa.


Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Asal Nias Utara Melalui Kultur Jaringan Dengan Pemberian 2,4-D Dan Kinetin

6 75 58

Adaptabilitas Pisang Barangan (Musa acuminata L.) Pada Berbagai Jenis Media Aklimatisasi Dan Tingkat Salinitas

0 25 84

Penggunaan Daun Pisang Batu (Musa Balbisiana Colla) Sebagai Adsorben Untuk Menyerap Logam Crom (Cr) Dan Nikel (Ni)

0 49 67

Studi Pemakaian Tepung Pisang Ambon (Musa acuminata AAA) sebagai Anti-aging Dalam Sediaan Masker

6 108 86

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

11 69 78

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 11

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 2

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 7

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 4

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 14