HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN TINGKAT STRES PADA IBU BERPERAN GANDA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN TINGKAT STRES PADA IBU BERPERAN GANDA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh : Ika Murti Anggrahini NIM : 029114075 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

KUPERSEMBAHKAN KARYA YANG SANGAT SEDERHANA INI

KEPADA SEMUA YANG TELAH MELIMPAHKAN KASIH SAYANG

KEPADAKU DAN DARI HATI YANG PALING DALAM KUPERSEMBAHKAN

KARYA INI KEPADA TUHAN,

  LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata

  Dharma : Nama :Ika Murti Anggrahini Nomor Mahasiswa : 029114075

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karua ilmiah saya yang berjudul : HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN SOSIAL DENGAN TINGKAT STRES PADA IBU BERPERAN GANDA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta, 28 Januari 2008

  (Ika Murti Anggrahini)

  

ABSTRACT

Ika Murti Anggrahini (2007) Correlation between Social Adaptation with The Degree of Stress at double-role mother.

  This research conducted to know the correlation between Social Adaptation with The Degree of Stress at double-role mother. The hypothesis tested weather there was a negative correlation between Social Adaptation with The Degree of Stress at double-role mother.

  The subjects of the research were 69 subjects. The subjects were double role mother in the age of 29 up to 57 years old. The data collection were collected through the of social adaptation and the scale of degree of stress was tasted of validity and reliability.

  The result of data analysis by using the technique of product moment correlation from Pearson that there was a negative correlation between Social Adaptation with The Degree of Stress at double-role mother. This term mean that the degree of subject’s social adaptation would be higher and higher, their degree of stress would be lower.

  

ABSTRAK

Ika Murti Anggrahini (2007) Hubungan antara penyesuaian sosial

dengan tingkat stres pada Ibu berperan ganda. Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian sosial dengan tingkat stres pada Ibu berperan ganda. Hipotesis yang diajukan yaitu ada hubungan negatif antara penyesuaian sosial dengan tingkat stres pada Ibu berperan ganda.

  Subjek dalam penelitian ini berjumlah 69 orang. Subjek dalam penelitian ini adalah ibu berperan ganda berusia antara 29 sampai 57 tahun. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala penyesuaian sosial dan skala tingkat stres yang telah diuji validitas dan realibilitasnya.

  Hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson, menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara penyesuaian sosial dengan tingkat stres pada Ibu berperan ganda. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat penyesuaian sosial subjek, tingkat stresnya semakin rendah.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan atas karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Hubungan Antara Penyesuaian Sosial dengan Tingkat Stres pada Ibu Berperan Ganda dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi.

  2. Ibu Sylvia CMYM, S.Psi, M.Si selaku Kepala Program Studi Psikologi.

  3. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam memberikan bimbingan yang sangat berarti dalam proses penyusunan skripsi ini.

  4. Ibu MM. Nimas Eki S, S.Psi, Psi, M.Si dan Bapak Y. Agung Santoso, S.Psi selaku dosen pembimbing akademik yang telah mendampingi penulis selama menempuh studi.

  5. Segenap Bapak Ibu dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga.

  6. Kedua orangtuaku, Bapak Dwi Suprapto dan Ibu Murti Wiyani, Adik- adikku tercinta dik Danang dan dik Ama, yang tak hentinya memberi dukungan dan semangat bagi penulis. Tak lupa adikku Rahma yang selalu memberi keceriaan.

  7. Mas Andi Subagyo, seseorang yang selalu ada untukku, selalu mengasihi, menyayangi, dan mendukungku juga si kecil Alfian Andika Putra yang memberikan support yang tiada tanding.

  8. Keluarga Ibu Djarwo Wagiyo, Kakak-kakak Ipar tercinta, dan Keponakan- keponakan Kecil yang memberikan semangat.

  9. Karyawan-karyawan Fakultas Psikologi : Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Muji, Mas Doni, dan Pak Gi Terima kasih atas bantuannya.

  10. Teman-teman seperjuangan : Ana, Ria, Pita, Aning, Katrin, Irna, Sutri, Nining, Dina, Ayu, Anggie, Siska, Lia terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya.

  11. Teman-teman angkatan Psikologi 2002, kebersamaan kita tak terlupakan.

  12. Sahabat-sahabatku Endah. Indah, Diah adex, dan Calon Adik Ipar Hilga, terima kasih atas kritik yang membuatku terbangun.

  13. Semua pihak yang membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, Januari 2008 Penulis

  Ika Murti Anggrahini

DAFTAR ISI

  HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING i HALAMAN PENGESAHAN ii

  HALAMAN PERSEMBAHAN iii

  LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI iv ABSTRACT v

  ABSTRAK vi

  KATA PENGANTAR vii

  PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ix DAFTAR ISI x

  DAFTAR LAMPIRAN xii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

  1 B. Rumusan Masalah

  7 C. Tujuan Penelitian

  7 D. Manfaat Penelitian

  7 BAB II LANDASAN TEORI

  A. Ibu Berperan Ganda

  8 B. Stres

  1. Pengertian Str

  9

  2. Penyebab stres

  10

  3. Gejala Stres

  13

  4. Faktor Yang Mempengaruhi Stres

  15 C. Stres Pada Ibu Berperan Ganda

  16 D. Penyesuaian Sosial

  1. Pengertian Penyesuaian Sosial

  18

  2. Tanda-tanda Penyesuaian Sosial

  19

  3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial

  21 E. Hubungan antara Penyesuaian Sosial

  22 dengan tingkat Stres pada Ibu berperan Ganda F. Hipotesis

  25 BAB III METODE PENELITIAN

  2. Deskripsi Data Penelitian

  52 LAMPIRAN

  50 DAFTAR PUSTAKA

  50 B. Saran

  A. Kesimpulan

  43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

  42 C. Pembahasan

  4. Hasil Uji Hipotesis

  41

  3. Hasil Uji Asumsi

  41

  38

  A. Jenis Penelitian

  1. Deskripsi Subjek Penelitian

  38 B. Hasil Penelitian

  A. Pelaksanaan Penelitian

  33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  32 G. Hasil Uji Coba Alat Ukur

  28 F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

  28 E. Metode Pengumpulan Data

  26 D. Subjek Penelitian

  26 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

  26 B. Identivikasi Variabel Penelitian

  55

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1 Skala uji coba penelitian

  55 Lampiran 2 Skala penelitian

  70 Lampiran 3 Data uji coba skala tingkat stres

  84 Lampiran 4 Data uji coba skala penyesuaian sosial

  95 Lampiran 5 Data penelitian tingkat stres 106 Lampiran 6 Data penelitian penyesuaian sosial 115 Lampiran 7 Statistik deskriptive 126 Lampiran 8 Uji normalitas 128 Lampiran 9 Uji linearitas 130 Lampiran 10 Uji korelasi 132 Lampiran 11 Reliabilitas tingkat stres uji coba 134 Lampiran 12 Reliabilitas tingkat stres item sahih 137 Lampiran 13 Reliabilitas penyesuaian sosial uji coba 140 Lampiran 14 Reliabilitas penyesuaian sosial item sahih 143

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesempatan untuk memperoleh hak yang sama antara pria dan wanita saat

  ini telah membuka cakrawala kehidupan yang lebih luas bagi kaum wanita. Hal tersebut ditandai dengan perubahan status dan perannya dalam masyarakat.

  Dahulu peran wanita sempit, hanya terbatas pada lingkungan rumah tangga yaitu mengurus suami, dapur, dan anak-anak. Hal ini disebabkan adanya suatu pandangan tradisional yang menganggap bahwa wanita ideal dibatasi oleh fungsi keibuan dan perannya bagi anak, tempat seorang wanita adalah di rumah yaitu merawat, menyiapkan kebutuhan suami, anak, serta diri sendiri. Pada masa sekarang pandangan tersebut perlahan-lahan mulai ditinggalkan karena kurang sesuai dengan kondisi keadaan dan kondisi zaman yang senantiasa berkembang. Wanita yang bekerja merupakan salah satu fenomena sosial dari masyarakat yang telah meninggalkan nilai-nilai tradisional (Hardanti, 2002).

  Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, dewasa ini kaum perempuan dihadapkan pada banyak pilihan yang ditimbulkan oleh perubahan peran dalam masyarakat. Perubahan tersebut menyebabkan peran perempuan dalam keluarga juga mengalami perubahan. Kaum wanita mempunyai peran untuk ikut serta aktif dalam berbagai bidang kegiatan yang ada dalam masyarakat, salah satunya adalah bekerja. Selain mengurus masalah-masalah keluarga, banyak kaum perempuan yang kini juga bekerja di luar rumah. Wanita yang menjalani peran hidupnya bukan sekedar sebagai isteri atau ibu tetapi juga bekerja baik untuk menopang ekonomi rumah tangga ataupun untuk meraih prestasi bagi dirinya sering disebut sebagai wanita yang berperan ganda.

  Ada beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan kaum perempuan untuk berpartisipasi langsung dalam dunia kerja diantaranya adalah banyaknya kursus dan pendidikan tinggi, keinginan mengembangkan potensi yang dimiliki, serta pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga (Fauziah, dkk, 1999).

  Lebih lanjut, Rini (2002) mengemukakan beberapa hal yang melandasi tindakan para ibu tersebut untuk bekerja di luar rumah, antara lain : (1) untuk memenuhi kebutuhan finansial. Kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak membuat para ibu dan suami harus bekerja untuk dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari, (2) untuk memenuhi kebutuhan sosial-relasional. Para ibu yang memilih untuk bekerja karena mempunyai kebutuhan sosial-relasional yang tinggi, (3) untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Para ibu yang memilih bekerja karena mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri untuk dapat menemukan makna hidupnya melalui berkarya, mengembangkan diri, membagikan ilmu dan pengalaman, serta mendapatkan penghargaan dan prestasi.

  Menurut Shaevitz (1991) saat ini zaman sudah sedemikian maju dan telah banyak terjadi pergeseran di berbagai bidang kehidupan seperti banyaknya ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah seperti sekarang ini. Namun ternyata ada hal yang tidak berubah dan tidak bergeser. Hal tersebut adalah harapan masyarakat terhadap para ibu baik dari kalangan pria, kalangan wanita, maupun nilai budaya secara umum masih meletakkan harapan dan tuntutan yang sama yakni para ibu diharapkan mampu mendampingi suami, mendidik anak, dan mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat.

  Gordon (1999) mengemukakan munculnya konflik antara pekerjaan dan tugas sebagai seorang istri dan ibu karena umumnya wanita sering mengasumsikan bahwa merawat anak dan mengurus rumah tangga adalah tanggung jawab utama istri bukan tanggung jawab bersama antara suami dan istri.

  Dengan demikian peran ganda yang disandang oleh kaum wanita sekarang ternyata dapat memunculkan masalah tersendiri.

  Masalah yang dihadapi oleh ibu yang bekerja berbeda dengan masalah yang dihadapi oleh ibu yang berada di rumah sepanjang hari. Ibu yang bekerja di satu pihak ingin sukses di dalam karier akan tetapi di lain pihak ingin sukses sebagai seorang ibu. Namun, keduanya tidak dapat dilakukan sekaligus secara efektif sehingga ibu yang bekerja berada di antara dua pilihan yang berat yakni keluarga dan pekerjaan (Hardanti, 2002).

  Wanita yang berperan ganda berpijak pada dua posisi. Di satu sisi berada pada dunia pekerjaan dan di sisi lain pada dunia rumah tangga. Peran ganda dapat menimbulkan ketegangan dalam kehidupan rumah tangga sehingga muncul rasa bersalah, frustrasi, dan juga stres pada wanita (Shaevitz, 1991). Menurut Lazarus dalam Huffman, Vernoy, dan Vernoy (1997) Stres dapat didefinisikan sebagai respon terhadap suatu peristiwa yang ditandai dengan munculnya emosi-emosi negatif. Lebih lanjut Lazarus mengemukakan bahwa stres merupakan suatu kondisi atau perasaan yang dialami individu ketika individu merasa bahwa kebutuhan atau tuntutan yang ada melebihi sumberdaya individu untuk mengendalikan dan mengatasi tuntutan tersebut.

  Menurut Huffman, Vernoy, dan Vernoy (1997) segala sesuatu yang menyebabkan perubahan dalam hidup dapat menimbulkan stres. Oleh karena itu, individu membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan- perubahan yang terjadi di lingkungannya. Fauziah, dkk (1999) mengemukakan bahwa pada ibu yang bekerja, stres dapat disebabkan oleh hal-hal yakni merasa kekurangan waktu, merasa dituntut sempurna, dan merasa bersalah.

  Stres dapat menyebabkan terganggunya fungsi emosi, kognitif, maupun fisiologik individu yang mengalaminya (Fauziah, dkk, 1999). Menurut Duxburg dan Higgis (1991) stres dapat menurunkan konsentrasi dan menimbulkan ketidakpuasan kerja. Selain itu pada tingkat stres yang berat, dapat menyebabkan depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri sehingga individu seringkali menarik diri dari lingkungan, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, dan mudah emosi. Hal tersebut dapat berakibat pada produktivitas kerja para ibu sehingga dapat merugikan tempatnya bekerja. Dengan adanya masalah dalam pekerjaan yang dialami ibu berperan ganda, maka juga dapat berakibat bagi kehidupan rumah tangga. Dengan adanya sikap yang mudah tersinggung dan mudah emosi maka keharmonisan dalam keluarga dapat terganggu sehingga menyebabkan suami dan anak-anak menjadi kurang nyaman ketika berada di rumah.

  Ketika berhadapan dengan suatu peristiwa yang dapat menimbulkan stres, seseorang akan berusaha untuk dapat beradaptasi dengan cara mengendalikan, bertoleransi, mengurangi ataupun meminimalkan stres tersebut (Huffman, Vernoy, dan Vernoy (1997). Oleh karena itu cara untuk mengurangi stres akibat peran ganda yang dimiliki oleh kaum ibu yakni dengan melakukan penyesuaian sosial dengan keluarga, masyarakat, maupun di tempat bekerja. Dengan melakukan penyesuaian sosial maka ibu berperan ganda akan diterima dan mendapat dukungan sosial dari lingkungannya sehingga dapat mengurangi stres yang dialaminya. Menurut Mu’tadin (2002) dengan adanya penyesuaian sosial maka individu dapat terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa sehingga mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.

  Menurut Cole (1963) penyesuaian sosial merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan pada keluarga khususnya. Sedangkan Kartono (1992) mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki penyesuaian yang baik dapat berperilaku baik sesuai norma-norma yang berlaku. Dia memiliki keterampilan dan kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain, baik yang dikenalnya maupun tidak. Dia juga bersedia membantu orang lain meskipun kadang-kadang hal itu tidak membawa keuntungan bagi dirinya. Namun penyesuaian sosial tidak menunjukkan adanya perilaku yang sifatnya berlebihan yang dilakukan supaya dirinya diterima oleh orang lain.

  Penelitian Dewi (2004) menunjukkan bahwa penyesuaian sosial merupakan salah satu bekal penting yang membantu individu pada saat terjun ke masyarakat. Hasil penelitian tentang penyesuaian sosial wanita Jawa dalam perkawinan hindu di Bali yang dilakukan oleh Dewi (2004) menyatakan bahwa penyesuaian sosial merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan perkawinan pasangan yang berbeda suku. Individu yang berhasil dalam melakukan penyesuaian sosial akan mampu menjalin hubungan sosial dengan pasangan maupun keluarganya sehingga dapat diterima dan dihargai oleh keluarga pasangan dan lingkungannya.

  Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa individu perlu melakukan penyesuaian sosial untuk menyeimbangkan kehidupannya dalam masyarakat. Dewasa ini, fenomena kaum ibu yang bekerja semakin meningkat sehingga sering menghabiskan waktunya untuk melakukan berbagai kegiatan di luar rumah. Oleh karena itu, ibu berperan ganda perlu melakukan penyesuaian sosial tidak hanya dalam lingkungan keluarga saja, namun penyesuaian sosial perlu dilakukan dalam lingkungan kerja maupun lingkungan masyarakat. Ibu berperan ganda selalu dituntut untuk bersikap sesuai dengan aturan dan norma- norma yang ada di dalam keluarga, lingkungan kerja maupun masyarakat. Namun dengan keadaan demikian, akibatnya ibu berperan ganda sering mengalami perasaan tertekan dan stres karena keterbatasan kemampuan dalam memenuhi semua tuntutan yang ada. Jadi ada kemungkinan penyesuaian sosial yang dilakukan oleh ibu berperan ganda justru dapat menimbulkan stres. Hal ini berbeda dengan pendapat Mu’tadin (2002). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti Hubungan Antara Penyesuaian Sosial dengan Tingkat Stres pada Ibu Berperan Ganda.

  B. Rumusan Masalah

  Apakah ada hubungan negatif antara penyesuaian sosial dengan tingkat stres pada ibu berperan ganda?.

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan negatif antara penyesuaian sosial dengan tingkat stres pada ibu berperan ganda.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoretis

  a. Dapat mengetahui hubungan antara penyesuaian sosial dengan tingkat stres pada ibu berperan ganda.

  b. Dapat menambah wawasan dan khasanah di bidang Psikologi.

  2. Manfaat praktis

  a. Para ibu berperan ganda diharapkan dapat menambah gambaran mengenai pentingnya melakukan penyesuaian sosial dalam mengurangi tingkat stres yang dialami.

  b. Para subjek penelitian diharapkan mendapat masukan sehingga dapat melakukan penyesuaian sosial agar dapat meminimalisasi stres yang dialami.

BAB II LANDASAN TEORI A. Ibu Berperan Ganda Menurut Wolfman (1992) peran adalah bagian yang dimainkan individu

  pada setiap keadaan dan cara bertingkah laku untuk menyelaraskan diri dengan keadaan tersebut. David dan Newstorm (1985) mengemukakan bahwa peran merupakan keadaan yang diharapkan dari seseorang dalam tindakannya melibatkan orang lain. Peran juga mencerminkan posisi seseorang dalam sistem sosial dengan hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang menyertainya.

  Dari pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa peran adalah tindakan yang diharapkan dari seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu meliputi kewajiban dan tanggung jawabnya dan tingkah laku yang sesuai dengan harapan yang ada.

  Menurut Rowatt dan Rowatt (1990) peran ganda dapat diartikan peran yang dilakukan oleh wanita (ibu) disamping mengelola pekerjaan rumah (domestik) tetapi juga mengerjakan pekerjaan mencari nafkah (publik). Meskipun wanita tersebut mempunyai kesempatan bekerja di luar rumah, namun harus tetap mengutamakan tugas utamanya dalam keluarga. Sedangkan Fauziah (1999) menyatakan bahwa ibu berperan ganda adalah seorang wanita yang telah mempunyai anak, yang mempunyai kewajiban mengurus rumah tangga dan meluangkan waktunya untuk bekerja di luar rumah.

  Dari pernyataan-pernyataan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ibu berperan ganda adalah seorang wanita yang telah mempunyai anak, yang mempunyai kewajiban mengurus rumah tangga dan meluangkan waktunya untuk bekerja di luar rumah dengan hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang menyertainya.

B. Stres

1. Pengertian Stres

  Stres menurut Selye ( dalam Huffman, Vernoy, dan Vernoy, 1997) adalah respon-respon non spesifik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan. Sedangkan Lazarus (dalam Huffman, Vernoy, dan Vernoy, 1997) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi atau perasaan yang dialami individu ketika individu merasa bahwa kebutuhan atau tuntutannya melebihi sumber daya individu dan sosial yang digunakan. Ketika individu memiliki waktu, pengalaman, dan sumber daya untuk mengendalikan situasi maka individu tersebut dapat mengendalikan stres yang dialaminya. Namun jika individu tersebut berpikir bahwa mereka tidak dapat mengendalikan tuntutan yang membebani, maka individu tersebut dapat merasakan stres yang berat.

  Menurut Taylor (1995) stres adalah pengalaman berupa emosi negatif yang disertai dengan munculnya perubahan biologis, fisiologis, kognitif, dan perilaku. Lebih lanjut, Taylor juga mengemukakan bahwa hampir semua definisi tentang stres menunjukkan adanya hubungan antara individu dengan lingkungannya. Stres merupakan hasil penilaian seseorang untuk mengukur kemampuan dalam memenuhi tuntutan tersebut.

  Sejalan dengan pendapat Taylor, Kusumaatmaja (1991) mengemukakan bahwa stres adalah keadaan mental yang tertekan karena adanya tuntutan dari lingkungan seperti persoalan rumah tangga, lingkungan kerja, dan masyarakat sebagai akibat interaksi antara manusia dan lingkungannya. Searah pendapat tersebut, Evans (1982) mengemukakan stres adalah keadaan mental yang tertekan karena tuntutan-tuntutan dari lingkungan melebihi kemampuan individu untuk meresponnya. Lingkungan dalam pengertian ini tidak menyangkut lingkungan fisik saja, namun juga termasuk lingkungan sosial. Sedangkan menurut Luthans (1995) stres merupakan respon terhadap situasi eksternal yang dapat menyebabkan munculnya gangguan fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku.

  Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa stres merupakan pengalaman negatif individu berupa munculnya gangguan fisik, psikis, dan atau perilaku yang dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap situasi yang penuh dengan tuntutan dari lingkungan serta kemampuan individu untuk mengatasi situasi tersebut.

2. Penyebab Stres

  Berbicara tentang penyebab stres, para peneliti menyebutkan bahwa peristiwa-peristiwa penuh tekanan yang menyebabkan stres disebut sebagai stressor. Dengan adanya stress, maka individu membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya.

  Dengan demikian, segala sesuatu yang menyebabkan perubahan dalam hidup kita dapat menimbulkan stres. Tubuh akan merespon perubahan-perubahan tersebut dengan respon fisik, mental, dan emosi (Huffman, Vernoy, dan Vernoy, 1997).

  Penyebab stres pada setiap orang dapat berbeda satu dengan yang lainnya sehingga setiap orang akan memiliki cara yang berbeda pula untuk mengatasinya.

  Intensitas, jangka waktu terjadinya stres, terduga atau tidaknya suatu peristiwa, besar atau kecilnya kontrol individu terhadap peristiwa tersebut, dan lamanya dampak dari peristiwa tersebut dirasakan oleh seseorang merupakan beberapa karakteristik yang meyebabkan suatu peristiwa dapat menimbulkan stres (Huffman, Vernoy, dan Vernoy, 1997).

  Meskipun stres merupakan pengalaman yang bersifat individual, namun Taylor (1995) mencoba mengelompokkan karakteristik peristiwa yang secara umum dapat dinilai potensial menimbulkan stres. Beberapa diantaranya yakni : a. Stressor berupa peristiwa negatif

  Individu lebih menyukai peristiwa yang dirasa menyenangkan daripada menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan. Hal tersebut akan menyebabkan individu merasa tertekan jika menghadapi suatu peristiwa yang tidak diharapkannya seperti kematian anggota keluarga, perpisahan, dan sakit.

  b. Stressor berupa peristiwa tak terkontrol Individu memiliki kecenderungan untuk memiliki kontrol atas hal- hal yang terjadi dalam hidup mereka, namun tidak semua kejadian disebabkan oleh perilaku atau kemauan individu tersebut sehingga dapat menjadi tekanan bagi individu yang mengalami. c. Stressor berupa peristiwa ambigu Ketika menghadapi peristiwa yang ambigu, individu tidak mempunyai bayangan bagaimana ia harus bertindak. Pada tahun 1976

  Coper dan Marshal (dalam Taylor, 1995) meneliti tentang stres yang memperoleh hasil penelitian bahwa faktor utama terjadi stres adalah ketidakjelasan aturan hidup.

  d. Stressor berupa tugas yang berlebihan Cohan dan William (dalam Taylor, 1995) meneliti tentang stres yang memperoleh hasil penelitian bahwa stres terjadi ketika seseorang dihadapkan pada tugas yang sangat banyak.

  e. Stressor terdapat pada masalah utama kehidupan Ketika menghadapi peristiwa yang berkaitan dengan masalah utama kehidupan misalnya pangan, sandang, dan papan maka individu akan lebih mudah mengalami tekanan. Seperti yang telah diuraikan di atas, semua penyebab stres tersebut selalu berhubungan dengan perubahan sehingga manusia memandang bahwa perubahan tersebut sebagai suatu peristiwa yang mengancam dan menimbulkan stres. Oleh karena itu, dalam diri individu muncul kebutuhan untuk beradaptasi dan keinginan untuk mempertahankan keadaan yang dirasakan nyaman seperti sebelum terjadinya perubahan yang menimbulkan stres tersebut. Dengan demikian, individu perlu untuk melakukan penyesuaian dengan perubahan yang terjadi sehingga dapat mengendalikan stres yang dialaminya.

3. Gejala Stres

  Menurut Carlson dan Hatfield (1992) individu yang sedang mengalami stres akan menunjukkan gejala-gejala, antara lain : a. Gejala fisiologis meliputi sesak nafas, kepala terasa pusing, tubuh gemetar, dan sebagainya.

  b. Gejala perilaku meliputi sulit tidur, kehilangan selera humor, kurang bergairah dan malas mengerjakan sesuatu.

  c. Gejala kognitif meliputi pola berpikir menjadi kaku, stereotype, konsentrasi menurun, dan terganggunya proses berpikir kreatif.

  Sedangkan Cooper dan Straw (1993) membagi gejala stres menjadi dua, yaitu : a. Gejala fisik seperti nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan terasa lembab, otot tegang, dan sakit kepala.

  b. Gejala perilaku seperti merasa tidak berdaya, kehilangan semangat, sulit berkonsentrasi, cepat marah, suasana hati mudah berubah, menarik diri, serta kehilangan gairah dalam berpenampilan. Sejalan dengan pendapat di atas, Crider, dkk (1983) mengatakan bahwa individu yang mengalami stres menunjukkan respon yang bersifat emosional, kognitif., dan fisiologis. Hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

  a. Respon emosional Stres dapat menyebabkan gangguan emosional seperti tegang, emosi, marah-marah, dan tertekan. Perasaan dapat menjadi kurang nyaman, curiga, depresi, dan perasaan tidak enak. b. Respon kognitif Stres dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan mengorganisasikan pikiran secara benar dan berkurangnya kemampuan berkonsentrasi. Selain itu dapat muncul bayang-bayang tentang kegagalan dan ketidakmampuan yang mendominasi individu. Hal tersebut menyebabkan individu mengalami kebingungan dan cenderung menjadi pelupa akibat rusaknya kemampuan untuk mentrasfer informasi dari jangka pendek ke jangka panjang.

  c. Respon fisiologis Orang yang stres memiliki simptom seperti sembelit, sakit kepala, dan lemas. Menurut Taylor (1995) dampak stres dapat mempengaruhi aktivitas sistem nervous saraf simpatik misalnya meningkatnya tekanan darah, denyut jantung, jumlah denyut nadi, dan pernapasan. Lebih lanjut, Luthans (1995) mengemukakan bahwa reaksi atau respon stres dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu: a. Respon fisiologis

  Masalah ini muncul dalam keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di kulit, dan serangan jantung

  b. Respon emosional Masalah ini biasanya dikaitkan dengan aspek emosi. Gejala ini antara lain adanya kelelahan, mudah marah, mudah tersinggung, kecemasan, ketegangan, frustrasi, depresi, rendahnya harga diri, kejenuhan, dan sikap menunda pekerjaan.

  c. Respon kognitif Masalah ini meliputi berkurangnya kemampuan mengorganisasikan pikiran dengan benar, berkurangnya kemampuan konsentrasi, pikiran kacau, sulit mengambil keputusan, dan melamun secara berlebihan.

  d. Respon perilaku Masalah ini meliputi perubahan tingkah laku, perubahan kebiasaan makan, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan gangguan tidur.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Stres

  Menurut Atkinson dan Atkinson (1996) stres dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : a. Kemampuan menerka

  Menurut penelitian individu lebih menyukai peristiwa yang dapat diterka daripada peristiwa yang tidak dapat diterka.

  b. Proses penilaian kognitif Proses penilaian kognitif adalah proses yang memungkinkan individu untuk mengevaluasi apakah stimulus yang diterimanya sesuai dengan kemampuannya. Proses tersebut merupakan proses mental dalam menilai stressor serta kemampuan diri untuk mengatasi stressor. c. Kontrol diri Faktor ini berkaitan dengan cara bagaimana individu memberikan respon terhadap stimulus yang diterima dari lingkungan dan melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan.

  d. Dukungan sosial Dukungan sosial dapat mengurangi perasaan tertekan dan ketidakpuasan pada saat individu dihadapkan pada tekanan. Menurut

  Sarafino (1990) dukungan sosial merupakan dukungan dan penghargaan dari orang lain sehingga individu merasakan perasaan nyaman dan merasakan bantuan dari orang lain. Dukungan sosial dapat datang dari keluarga, teman kerja, maupun kelompok. Individu yang memperoleh dukungan sosial merasa dicintai, dihargai, dan dinilai menjadi bagian dari hubungan sosial.

C. Stres Pada Ibu Berperan Ganda

  Fenomena kaum perempuan yang bekerja semakin meningkat. Kaum perempuan dewasa ini sering menghabiskan sebagian waktunya untuk melakukan kegiatan di luar rumah sebagai ibu yang berperan ganda. Dengan menjalani peran sebagai ibu rumah tangga dan ibu yang bekerja dapat menimbulkan adanya konflik. Menurut Hall (1987) konflik-konflik yang dihadapi kaum perempuan yang berperan ganda yaitu : pekerjaan dan anak, pekerjaan dan suami, serta pekerjaan dan keseluruhan keluarga.

  Dengan adanya keterbatasan dan ketidakmampuan individu untuk melawan frustrasi, konflik, dan rasa bersalah maka dapat menimbulkan stres.

  Stres yang dialami oleh ibu yang bekerja umumnya disebabkan oleh keadaan tertekan akibat tuntutan pekerjaan dan rumah tangga. Begitu banyak faktor baik besar maupun kecil yang dapat menghasilkan stres dalam kehidupan sehari-hari ibu berperan ganda seperti kondisi keluarga, tugas rumah dan kemasyarakatan, maupun tugas pekerjaan.

  Selye (dalam Huffman, Vernoy, dan Vernoy, 1997) membagi stres menjadi eustress, yaitu stres yang memberi pengaruh yang positif, dan distress yaitu stres yang memberi pengaruh yang negatif. Stres yang positif akan memberikan kemampuan yang potensial untuk mengembangkan diri dan sebaliknya stres yang negatif akan menyebabkan terganggunya produktivitas seseorang.

  Sejalan dengan pernyataan di atas, Handoyo (2001) mengatakan bahwa stres pada tingkat tertentu merupakan stimulasi yang baik bagi seseorang untuk berkembang. Namun apabila dalam tingkat yang tinggi dan individu tersebut tidak mampu menghadapi maka stres dapat menimbulkan malapetaka yang buruk bagi kehidupan mendatang. Oleh karena itu, stres yang timbul akibat konflik antara dua kebutuhan pada ibu berperan ganda masih tergolong sehat apabila berada pada tingkat yang cukup atau sedang. Namun apabila tingkat stres yang dialami cenderung tinggi, maka dapat menimbulkan pengaruh yang negatif pada kehidupan. Dalam hal ini, ibu berperan ganda harus terampil dalam mengatasi stres yang dialaminya. Setiap masalah yang ada hendaknya perlu untuk segera diselesaikan. Namun kenyataannya tidak semua ibu berperan ganda dapat mengatasinya. Hal ini dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi. Ibu berperan ganda yang mengalami stres pada tingkat yang tinggi akan mudah mengalami ketegangan. Ketegangan yang ada akan berpengaruh pada emosi, proses berpikir, dan kondisi fisiknya sehingga dapat mengurangi kemampuannya dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.

D. Penyesuaian Sosial

1. Pengertian Penyesuaian Sosial

  Penyesuaian adalah variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan serta menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Hubungan yang harmonis berarti ada kesesuaian dengan nilai norma yang ada pada lingkungan fisik dan sosial (Kartono, 1992). Lebih lanjut Kartono (1992) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial yaitu mempelajari pola perilaku yang diperlukan atau mengubah kebiasaan yang ada sehingga sesuai dengan masyarakat sosial.

  Cole (1963) mengemukakan bahwa penyesuaian sosial merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan pada keluarga khususnya. Menurut Kartono (1992) seseorang yang memiliki penyesuaian yang baik dapat berperilaku baik sesuai norma-norma yang berlaku. Dia memiliki keterampilan dan kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain, baik yang dikenalnya maupun tidak. Dia juga bersedia membantu orang lain meskipun kadang-kadang hal itu tidak membawa keuntungan bagi dirinya. Namun penyesuaian sosial tidak menunjukkan adanya perilaku yang sifatnya berlebihan yang dilakukan supaya dirinya diterima oleh orang lain.

  Menurut Schineiders (1964) penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk bereaksi secara adekuat terhadap kenyataan, situasi, dan hubungan sosial. Oleh karena itu untuk mengembangkan kemampuan ini individu harus mau mengakui dan menghormati hak-hak orang lain, belajar untuk hidup bersama, bergaul, dan mengembangkan persahabatan dengan orang lain, dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial. Selain itu juga mau menaruh perhatian terhadap kesejahteraan orang lain dan memberi pertolongan kepada orang lain serta menghormati nilai hukum, kebiasaan, dan tradisi sosial yang ada di masyarakat.

  Hurlock (1991) mendefinisikan penyesuaian sosial diartikan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain dan kelompok. Artinya bagaimana usaha individu tersebut untuk hidup dan bergaul dengan orang lain serta hidup di dalam kelompok masyarakat yang terdapat norma. Penyesuaian ini sangat penting sebagai proses dari perkembangan individu. Hurlock menyebutkan adanya hubungan yang erat antara keberhasilan dan kebahagiaan pada masa kehidupan selanjutnya.

  Berdasarkan uraian di atas maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa penyesuaian sosial adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan pada keluarga khususnya melalui hubungan yang harmonis dengan lingkungannya.

2. Tanda-tanda Penyesuaian Sosial

  Cole (1963) menyebutkan tanda-tanda kemampuan menyesuaikan diri sebagai berikut : a. Tanda-tanda kemasakan emosional, antara lain berupa perilaku tidak tergantung, tidak sering meminta bantuan, tidak berusaha menarik perhatian, dan menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab

  b. Tanda-tanda kecakapan sosial, antara lain berupa tidak ada perasaan malu yang berlebihan, percaya diri, suka berkumpul dan bergaul, mengikuti kegiatan, tidak menyendiri, dan rendah hati.

  c. Tidak memiliki kecenderungan melakukan perbuatan-perbuatan untuk menarik perhatian, menolong orang lain, dapat menerima kritik, dan bersikap sopan santun.

  d. Tanda-tanda kenormalan emosi, antara lain tidak mudah melamun, tidak terlalu sedih, tidak mudah sakit hati dan khawatir.

  Sejalan dengan pendapat di atas, Hurlock (1996) mengemukakan bahwa individu yang telah melakukan penyesuaian sosial dapat dilihat dari perilaku sebagai berikut :

  a. Penampilan nyata dan penyesuaian diri terhadap kelompok Menunjukkan perilaku sosial individu yang dinilai berdasarkan standar kelompok dan dapat memenuhi harapan kelompok tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan kondisi fisik yang baik dari seseorang maupun peran serta individu tersebut dalam kelompok sosial. b. Sikap sosial Menunjukkan sikap yang baik dan menyenangkan terhadap orang lain, sikap baik untuk dalam menjalankan perannya dan ikut berpartisipasi dalam hubungan sosial.

  c. Kepuasan pribadi Menunjukkan sikap dapat menyesuaikan diri sehingga individu akan merasa puas terhadap kontak sosialnya dan terhadap peran yang dimainnya dalam situasi sosial. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian sosial secara umum dapat ditandai dengan adanya penyesuaian diri sehingga individu mengalami kemasakan emosional, kecakapan sosial, tidak memiliki kecenderungan melakukan perbuatan-perbuatan untuk menarik perhatian, dan adanya kenormalan emosi. Dengan demikian individu dapat mengalami kepuasan dalam kehidupan sosialnya.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Sosial

  Menurut Schineiders (1964) penyesuaian sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

  1. Faktor internal dari dalam individu terdiri atas : a. Kondisi fisik dan penentunya yaitu keturunan, fisik, dan kesehatan.

  Hal ini berkaitan dengan penampilan yang menarik sehingga lebih mudah dalam bergaul dan menyesuaikan diri. b. Perkembangan dan kemasakan terutama kematangan intelektual, sosial, moral, emosi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan bertindak mencapai tujuan, berpikir rasional, dan berhubungan dengan lingkungan sosial secara efektif, serta kestabilan emosi sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian sosial.

  c. Faktor psikologis meliputi pengalaman, belajar, frustrasi, dan konflik dalam menyesuaikan diri.

  2. Faktor ekternal a. Kondisi keluarga berupa pola perilaku sosial di rumah.

  b. Kondisi lingkungan berupa perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima oleh masyarakat disesuaikan dengan standar perilaku dalam masyarakat.

  c. Budaya berupa nilai sosial budaya yang ada dalam masyarakat sehingga mempengaruhi pola pikir dan perilaku.

  

E. Hubungan Antara Penyesuaian Sosial Dengan Tingkat Stres Pada Ibu

Berperan Ganda

  Penyesuaian sosial merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Individu yang memiliki penyesuaian sosial yang tinggi tidak akan mudah mengalami stres. Kondisi ini memungkinkan individu untuk dapat mengakui dan menghormati hak-hak orang lain, belajar untuk hidup bersama, sosial. Selain itu juga mau menaruh perhatian terhadap kesejahteraan orang lain dan memberi pertolongan kepada orang lain serta menghormati nilai hukum, kebiasaan, dan tradisi sosial yang ada di masyarakat. Dengan adanya penyesuaian sosial, maka individu dapat diterima dan dihargai oleh masyarakat dan lingkungannya.

  Hurlock (1996) mengemukakan bahwa keberhasilan atau kegagalan dalam melakukan penyesuaian sosial akan mempengaruhi kehidupan dan kebahagiaan individu di masa yang akan datang. Ketika melakukan penyesuaian sosial, individu seringkali mengalami hambatan-hambatan tertentu. Penyesuaian sosial bukanlah suatu hal yang mudah (Hurlock, 1991). Meskipun demikian, dengan adanya kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan maka ibu berperan ganda dapat mengatasi hambatan yang ada dan dapat menegakkan hubungan yang harmonis antara lingkungan fisik dan sosial sehingga tercipta kesesuaian dengan norma-norma yang ada.

  Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk melakukan penyesuaian sosial. Ibu berperan ganda dapat dikatakan telah berhasil melakukan penyesuaian sosial apabila dapat merasakan kepuasan dari perilakunya dan diterima oleh lingkungannya. Kriteria tersebut sesuai dengan pernyataan Hurlock (1991) yaitu penyesuaian sosial dikatakan memenuhi kriteria jika individu merasa puas dan masyarakat dapat menerimanya. Oleh karena itu, individu berusaha untuk diterima dan dihargai. Apabila ibu berperan ganda berhasil memenuhi tuntutan lingkungannya maka dapat memperoleh dukungan sosial dari lingkungannya sehingga akan mengurangi perasaan tertekan dan dapat mencurahkan kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya dalam rumah tangga, pekerjaan, maupun masyarakat.

  Menurut Shaevitz (1991) dengan adanya perkembangan zaman yang semakin maju, maka sebagian besar kaum wanita bekerja di luar rumah. Selain mengurus keluarga, kaum wanita sering meninggalkan rumah untuk bekerja mencari nafkah. Hal tersebut menyebabkan timbulnya konflik antara pekerjaan dan rumah tangga. Dengan adanya tuntutan dari lingkungan sosial seperti keluarga, lingkungan kerja, dan masyarakat maka dapat menyebabkan stres (Kusumaatmaja, 1991). Dengan keadaan demikian maka dalam diri individu muncul kebutuhan beradaptasi untuk mengendalikan stres. Situasi dari dalam individu terlihat dengan adanya usaha untuk mengatasi ketegangan dan konflik yang ada dengan melakukan penyesuaian sosial sehingga terdapat kesesuaian antara kebutuhan dengan tuntutan dari lingkungan.

  Dengan adanya kemampuan melakukan penyesuaian sosial maka diharapkan dapat mengurangi tekanan-tekanan ibu berperan ganda akibat persoalan rumah tangga, pekerjaan, dan masyarakat sehingga mampu mengembangkan diri secara maksimal. Jika ibu berperan ganda memiliki penyesuaian sosial yang tinggi, maka tingkat stres yang dialami akan rendah.

  Skema Hubungan Antara Penyesuaian Sosial dengan Tingkat Stres Penyesuaian Sosial

  • Berusaha untuk mau mengakui dan menghormati hak-hak orang lain,
  • Belajar untuk hidup bersama, bergaul, mengembangkan persahabatan dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial.
  • Mau menaruh perhatian terhadap kesejahteraan orang lain dan memberi pertolongan kepada orang lain
  • Mau menghormati nilai hukum, kebiasaan, dan tradisi sosial yang ada di masyarakat.

  Individu diterima dan diakui oleh lingkungannya Individu mendapat dukungan sosial dari lingkungannya

  Perasaan tertekan yang dialami individu berkurang Tingkat stres menjadi rendah

G. HIPOTESIS

  Hipotesis dalam penelitian ini yakni ada hubungan yang negatif antara penyesuaian sosial dengan tingkat stres pada ibu berperan ganda. Jika penyesuaian sosial yang dimiliki tinggi, maka tingkat stres yang dialami akan rendah.