PERILAKU RESPONSIF PENGASUH TERHADAP BAYI DI YAYASAN SAYAP IBU YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Program Studi Psikologi

  PERILAKU RESPONSIF PENGASUH TERHADAP BAYI DI YAYASAN SAYAP IBU YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Program Studi Psikologi Disusun Oleh : Susana Asti Widiasih NIM : 079114040 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  M otto:

The truth is tha t courage isn’t a gift. Courage is a decision! Coura ge

is not the a bsence of fear, it is the presence of a calling – a dream

that pulls you beyond yourself. Hence it is something you can never

lose. It is alw ays something that you can choose. So, choose it today!

  Robert H. Schuller

  

D engan segenap hati kupersembahkan karya yang masih jauh

dari sempurna ini kepada :

T uhan Y esus K ristus

B unda M aria

  

B apak & I bu

K akakku tersayang

Saudara-saudaraku

“D ia”

  

Sahabat

D an semua orang yang telah memberi segala bentuk dukungan

untukku

  

PERILAKU RESPONSIF PENGASUH TERHADAP BAYI

DI YAYASAN SAYAP IBU YOGYAKARTA

Susana Asti Widiasih

  

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan perilaku

responsif pengasuh dengan bayi di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta. Bayi yang tinggal di panti

asuhan memiliki kebutuhan yang sama dengan bayi yang sejak lahir tinggal bersama orang tua

kandungnya. Mereka membutuhkan pengasuh dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini

perilaku responsif pengasuh untuk memenuhi kebutuhan bayi juga penting untuk diperhatikan.

Perilaku responsif penting diperhatikan untuk mewujudkan secure attachment (kelekatan yang

aman). Kemampuan pengasuh dalam merespon kebutuhan bayi akan memperkuat ikatan antara

pengasuh dan bayi, juga akan memberikan rasa aman pada bayi sehingga bayi dapat

mengeksplorasi lingkungan dengan baik. Subjek penelitian ini adalah bayi yang berusia 0-2 tahun

dan pengasuh yang jaga pada saat proses pengambilan data berlangsung. Pengambilan data

dilakukan dengan observasi dan wawancara. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan metode

event sampling

  . Dari hasil observasi, peneliti mengelompokkan perilaku-perilaku yang muncul ke

dalam dua kategori yaitu perilaku responsif positif dan perilaku responsif negatif. Selanjutnya

peneliti menghitung prosentase untuk tiap kategori perilaku. Wawancara dilakukan sebagai cara

untuk melengkapi data yang belum dapat diperoleh melalui observasi. Subjek wawancara yang

dipilih adalah pengasuh yang bekerja di Yayasan Sayap Ibu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perilaku responsif yang diberikan oleh pengasuh terhadap stimulus yang ditunjukkan oleh bayi

cenderung bersifat negatif. Perilaku yang sering muncul adalah pengasuh cenderung mengabaikan

kebutuhan bayi dan kurang sabar dalam menanggapi kebutuhan bayi. Pengasuh cenderung

mengabaikan kebutuhan bayi dan kurang sabar dalam menanggapi kebutuhan bayi menjadi

tindakan yang terlihat dominan dilakukan oleh pengasuh yang bekerja di Yayasan Sayap Ibu.

Bentuk tindakan tersebut misalnya pengasuh mengabaikan bayi, sibuk mendengarkan musik

dengan menggunakan headset dan mengobrol dengan pengasuh lain ketika bayi terlihat

membutuhkan pengasuh. Selain itu pengasuh juga memarahi dan terlihat memaksa bayi ketika

merespon kebutuhan bayi. Faktor yang mempengaruhi perilaku pengasuh dalam menanggapi

stimulus yang ditunjukkan oleh bayi meliputi tidak adanya training khusus yang diberikan pada

pengasuh, jam kerja yang panjang, tugas pengasuh yang tidak hanya mengasuh bayi dan

perbandingan antara jumlah pengasuh dengan jumlah bayi yang tidak seimbang.

  Kata Kunci: Perilaku Responsif, Attachment, Pengasuh

RESPONSIVE BEHAVIOR OF CAREGIVERS TO INFANT AT SAYAP

  

Susana Asti Widiasih

ABSTRACT

This study is a descriptive study aimed to describe the responsive behavior among

caregivers and infant at Sayap Ibu Foundation Yogyakarta. Infants who live in orphanages have

the same needs as those who live with their biological parents since they were born. Infants who

live in orphanage need caregiver to get their needs. In this case, the caregivers’ responsive

behavior to meet the infants needs is also an important subject of attention. Taking attention to

responsive behavior is important in order to create secure attachment (secure attachment).

Caregivers ability to respond what babies need will strengthen the bond between caregiver and

the infants, and it will also provide feel of secure for the infants so they can explore their

surrounding well. The subjects of this study are 0-2-year-old infants and caregivers who are on

duty when the data collection was conducted. The data was collected through observation and

interviews. The observation result recording is conducted with the method of sampling event.

From the observations, the researcher groups the behaviors that were observed into two

categories: positive responsive behavior and negative responsive behavior. The researchers then

calculated the percentage of each behavior category. The interviews were conducted as a method

to complete the data which cannot be obtained through observation. The selected interview

subjects were babysitters who work at Sayap Ibu Foundation. The research result shows that the

behavior performed by the caregivers toward stimulus performed by the infants tends to be

negative. Behavior that often arises is that the caregiver tends to ignore what infants need and to

be impatient in responding to the needs. The caregivers who tend to neglect the needs of infants

and impatient in responding to the needs of infants became visibly dominant behavior performed

by caregivers who work at Sayap Ibu Foundation. The kinds of caregivers behavior are ignoring

the infant, getting busy listening to music with a headset, and having chat with fellow caregiver

while the baby seems to need them. In addition to that, the caregiver also was also observed

scolding and forcing the baby when responding what the infant needs. Factors that influence the

caregivers behavior in their response to the stimulus performed by infants are the lack of

specialized training provided for the caregiver, the long working hours, the work load which is not

only taking care of the infants, and a comparison between the number of caregivers with a number

of infants which is insufficient.

  Keywords: Responsive Behavior, Attachment, Caregiver

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugrah yang telah

dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Banyak proses yang

harus dilalui sehingga skripsi ini layak untuk diujikan. Dengan segala kerendahan

hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  2. Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dengan sabar dan tak henti-hentinya memberikan masukan yang sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.

  3. Ratri Sunar Astuti, M.Si dan Y. Heri Widodo, M.Psi selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi skripsi ini.

  4. Dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  5. Segenap karyawan Fakultas Psikologi (Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie). Kalian selalu siap membantu dengan segenap hati dan bekerja dengan penuh cinta.

  6. Bapak, Ibu dan kakakku tersayang (Mas Deni) serta segenap Keluarga Besar

  7. Segenap Keluarga besar Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta, terimakasih atas kerjasamanya. God Bless U all.

  8. Sahabat-sahabatku tercinta yang selalu mendukungku. 9. “Dia” yang dengan sabar selalu memberi motivasi dan membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. I love U.

  10. Sahabat-sahabatku di PKKN yang selalu mendukungku dan teman-teman staff yang bisa diajak kompromi untuk menggantikan aku kerja di saat aku sibuk menyelesaikan skripsi.

  11. Teman-teman kos, teman-teman kuliah, teman-teman SMA. Karena kalian juga aku bisa menjadi seperti ini.

  12. Semua pihak yang tidak bisa saya tulis satu persatu, saya ucapkan terimakasih.

  Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak yang berkepentingan. Terima kasih.

  Yogyakarta, 10 April 2012 Susana Asti Widiasih

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ............................ ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................. vi

ABSTRAK ................................................................................................ vii

ABSTRACT .............................................................................................. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................. ix

KATA PENGANTAR ............................................................................... x

DAFTAR ISI ............................................................................................. xii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvi

DAFTAR SKEMA .................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xviii

  

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7

  

BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................. 8

A. Perilaku Responsif .......................................................................... 8 B. Bentuk Pengasuhan Responsif ........................................................ 9 C. Proses Pengasuhan Responsif Positif .............................................. 11 D. Sensitivitas Respon Pengasuh ......................................................... 12 E. Attachment ...................................................................................... 13 F. Bayi ................................................................................................ 15

  1. Perkembangan Fisik ................................................................... 15

  2. Perkembangan Kognitif............................................................... 17

  3. Tahap Perkembangan Psikososial ................................................ 20

  4. Perkembangan Sosioemosional .................................................. 22

  G. Pengasuh ....................................................................................... 25

  1. Definisi Pengasuh ...................................................................... 25

  2. Kategori Pribadi Pengasuh yang Kompeten ................................ 25

  H. Panti Asuhan Balita ........................................................................ 26

  1. Definisi Panti Asuhan Balita ...................................................... 26

  2. Pengasuhan di Panti Asuhan Balita ............................................ 27

  3. Kualitas Layanan Panti Asuhan ................................................... 29

  I. Dinamika Penjelasan Teori ............................................................. 31

  

BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................... 35

  B. Variabel Penelitian .......................................................................... 35

  H. Kredibilitas Data ............................................................................ 47

  1. Waktu Pengambilan Data ............................................................ 54

  B. Pelaksanaan Penelitian ................................................................... 54

  4. Jadwal Kegiatan .......................................................................... 53

  3. Deskripsi Bayi ............................................................................ 52

  2. Deskripsi Pengasuh .................................................................... 50

  1. Deskripsi Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta .................................. 49

  

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 49

A. Orientasi Kancah ............................................................................ 49

  G. Metode Analisis Data ..................................................................... 46

  C. Definisi Operasional ........................................................................ 36

  3. Wawancara ................................................................................ 45

  2. Observasi .................................................................................... 44

  1. Proses Perijinan Penelitian ......................................................... 43

  F. Prosedur Pengambilan Data ............................................................. 43

  2. Metode Wawancara..................................................................... 43

  1. Metode Observasi ....................................................................... 37

  E. Metode Pengambilan Data ............................................................... 37

  D. Subjek Penelitian ............................................................................ 37

  2. Hasil Data Observasi .................................................................. 54

  D. Pembahasan .................................................................................... 70

  

BAB V. PENUTUP.................................................................................... 78

A. Kesimpulan .................................................................................... 78 B. Saran ............................................................................................... 78

  1. Bagi Pengelola Yayasan Sayap Ibu ............................................. 78

  2. Bagi Pengasuh ........................................................................... 79

  3. Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 81

LAMPIRAN ............................................................................................. 83

  

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Observasi Awal .................................................................... 38Tabel 3.2 Indikator Perilaku ......................................................................... 39Tabel 4.1 Data Pengasuh Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta ................ 52Tabel 4.2 Data Anak-anak Usia 0-2 Tahun di Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta .................................................................................................. 52Tabel 4.3 Alokasi Waktu Pengambilan Data ................................................ 54Tabel 4.4 Hasil dari Reduksi Data ................................................................ 55Tabel 4.5 Data Respon Pengasuh ................................................................. 61Tabel 4.6 Data Deskripsi Respon Pengasuh .................................................. 62

DAFTAR SKEMA

  

Skema 1. Kerangka Berpikir ........................................................................ 34

  DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil dari Observasi Awal ........................................................ 84

Lampiran 2. Hasil Observasi Gabungan dari Ketiga Observer ...................... 88

Lampiran 3. Data Analisis Wawancara (AW) ............................................... 95

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia anak pada tahun pertama kehidupannya merupakan waktu yang

  sangat penting dalam perkembangan fisik, mental, dan psikososial yang akan menentukan masa depan anak. Anak mempelajari banyak hal dan memperoleh pengalaman baru dalam lingkungan sosialnya. Orangtua memiliki posisi penting dalam perawatan dan pengasuhan balita karena hampir seluruh waktu anak selalu berada dekat dengan orangtua. Pada tahun awal setelah dilahirkan, anak memiliki ketergantungan dengan orangtua terutama ibu. Dalam pengasuhan, orangtua diharapkan dapat selalu peka dan merespon kebutuhan anak dengan tepat. Anak akan merasa nyaman dan aman bila orangtua selalu ada di dekatnya. Perasaan aman yang dimiliki anak akan menumbuhkan rasa percaya anak pada orangtua (dalam World Health Organization, 2004).

  Hubungan antara anak dengan orangtua merupakan sumber yang paling pokok untuk perkembangan anak selanjutnya. Hubungan awal tersebut akan menjadi model bagi anak dalam perkembangan masa depannya. Masa ketika anak baru saja dilahirkan, kurang lebih satu jam pertama setelah anak dilahirkan akan memberikan pengalaman paling berharga bagi anak. Hal ini penting diperhatikan dalam hubungan antara bayi dengan ibu kandungnya ketika bayi baru saja dilahirkan (Santrock, 2002).

  Tidak semua anak dapat merasakan kedekatan dengan orangtua kandungnya. Mereka yang kurang beruntung salah satunya adalah mereka yang sejak lahir berada di panti asuhan, baik disebabkan oleh orangtua mereka yang memang sudah meninggal, sengaja dititipkan di panti asuhan karena faktor ekonomi yang tidak mencukupi biaya kehidupan atau karena masalah sosial yang lain seperti kehamilan di luar nikah.

  Anak-anak yang tinggal di panti asuhan juga memiliki kebutuhan sama dengan anak-anak lain yang tinggal bersama kedua orangtuanya sejak lahir, namun yang membuat mereka berbeda adalah orang yang mengasuh mereka. Anak-anak panti asuhan diasuh oleh pengasuh yang bukan merupakan orangtua kandungnya.

  Komunikasi dengan anak menjadi sesuatu yang penting untuk diperhatikan oleh pengasuh yang bekerja di panti asuhan. Komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan cara mengajak berbicara anak. Hal itu akan berpengaruh pada perkembangan kognitif dan motorik. Selain itu pengasuh juga memiliki peran dalam perkembangan emosi anak. Pengasuh bertanggung jawab dalam membangun hubungan yang erat dan mesra dengan anak. Kontak fisik antara pengasuh dengan anak juga memiliki dampak dalam perkembangan emosi anak. Selain itu kasih sayang dari pengasuh akan menciptakan ikatan yang erat dan dasar kepercayaan (basic trust) (Berk, 2006). Hal tersebut bukan merupakan tugas yang mudah karena dibutuhkan kesabaran tinggi untuk menghadapi anak-anak dengan karakteristik yang berbeda.

  Kebanyakan anak-anak di panti asuhan mengalami kehidupan yang cukup memprihatinkan. Menurut penelitian dari Inggriastuti (2006) di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta, pengasuh di panti asuhan cenderung kurang peka terhadap tangisan bayi, menolak dan tidak segera merespon kebutuhan bayi. Bayi-bayi tersebut tinggal di tempat yang terbatas, hidup dengan makanan terbatas, juga fasilitas yang terbatas. Mereka juga jarang bahkan tidak pernah bertemu dengan orangtua kandungnya. Mereka hidup bergantung pada subsidi dari pemerintah maupun bantuan dari masyarakat. Bahkan saat ini kebanyakan subsidi dari pemerintah untuk panti asuhan justru kurang tepat sasaran. Akan memungkinkan bagi mereka mengalami masalah dalam kehidupan sehari-hari karena keterbatasan yang mereka miliki. Mereka akan cenderung sulit mengeksplorasi kemampuannya karena merasa minder ketika bergaul dengan anak-anak lain yang sejak kecil tinggal bersama orangtua dengan kondisi yang berkecukupan.

  Menurut penelitian dari Tirtaningrum (2005) di salah satu panti asuhan, anak diasuh secara masal. Yang menjadi akibat dari pengasuhan secara masal tersebut adalah anak kurang memperoleh kasih sayang, kurang memperoleh kesempatan melihat sendiri berbagai model dari orang tua atau orang dewasa lainnya.

  Anak-anak yang berada di panti asuhan akan bertemu dengan pengasuh yang berjumlah lebih dari satu. Mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan pengasuh karena pengasuh adalah pengganti orangtua mereka. Pengasuh merupakan figur yang diharapkan dapat memberi respon dari kebutuhan yang membuat pengasuh memberi perhatian dan merespon sinyal-sinyal ini dengan segera atau tidak (dalam World Health Organization, 2004).

  Pengasuhan responsif positif dapat membantu bayi agar memiliki

lingkungan yang aman untuk dieksplorasi. Hal itu juga didukung dengan

pengasuh yang secara konsisten memberikan sikap yang sensitif, perhatian dan

dapat diandalkan. Interaksi sehari-hari antara pengasuh dan bayi akan

mempengaruhi kestabilan hubungan mereka untuk perkembangan bayi. Penelitian

menunjukkan bahwa perkembangan otak yang sehat pada bayi tergantung pada

tingkat pengasuhan responsif positif yang diterima selama usia bayi dan balita.

Efek dari interaksi positif dengan pengasuh utama menentukan bagaimana bayi

dapat mengatur respon emosional, perilaku, mengembangkan kelekatan yang

aman dan menyelesaikan konflik sepanjang masa hidupnya (Susan Thomas,

2011).

  Perilaku responsif pengasuh akan mendukung kualitas attachment pada bayi. Pengasuh diharapkan dapat bersikap sesuai dengan perannya sebagai orangtua dari anak-anak. Ciri-ciri pengasuh yang baik diantaranya adalah anak tampak senang ketika berada di dekat pengasuh, memberikan masukan atau solusi yang baik dan kreatif, dan berusaha menjaga hubungan dengan anak. Selain itu pengasuh dapat dikatakan sebagai pengasuh yang baik jika anak yang diasuh terlihat bersih dan terawat. Tidak sering terjadi kecelakaan pada anak juga menjadi salah satu ciri bahwa pengasuh yang menjaganya merupakan pengasuh yang baik karena akan berusaha membuat segalanya aman untuk anak asuhnya.

  Perilaku responsif merupakan stimulasi awal dari attachment yang penting agar dapat terwujud secure attachment pada anak. Anak-anak akan lebih sering membuat kontak singkat dari waktu ke waktu dengan pengasuh. Ketika anak membutuhkan sesuatu, mereka akan bergerak menuju pengasuh dengan harapan pengasuh dapat memenuhi kebutuhannya. Pengasuh yang responsif dengan kebutuhan anak akan membentuk kelekatan yang stabil pada anak. Pengasuh yang memberi rasa aman biasanya adalah pengasuh yang menggunakan sentuhan untuk menenangkan anak (dalam World Health Organization, 2004).

  Posada (dalam World Health Organization, 2004) menguji hipotesis tentang responsivitas pada observasi rumah dan rumah sakit terhadap anak-anak dari keluarga miskin di Bogota. Mereka mendapatkan bahwa bayi dengan kelekatan yang aman memiliki pengasuh yang dinilai memiliki mood yang hidup dan ceria. Pengasuh yang sering membicarakan anak-anak asuhan mereka dengan positif dapat membentuk attachment yang aman. Selain itu pengasuh juga terlibat dalam permainan-permainan dengan anak, serta tidak memarahi anak-anak asuhan mereka dengan nada jengkel. Pengasuh selalu memantau, membimbing, dan mendukung perilaku anak. Menggunakan waktu secara efektif ketika mereka memiliki kontak langsung dengan anak juga penting untuk diperhatikan. Hal itu akan berpengaruh positif terhadap perkembangan emosi yang mendukung anak mengembangkan kemampuan sosial emosi (dalam World Health Organization, 2004).

  Hubungan yang aman dengan pengasuh digunakan bayi sebagai dasar bergantung, lebih bisa mengatur emosi negatif mereka dan lebih bisa menjalin hubungan yang akrab dan hangat dengan sesama. Anak yang diasuh dengan pengasuhaan insecure akan cenderung memiliki permasalahan perilaku, kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain serta kemampuan pemecahan masalah yang buruk dan kepercayaan diri kurang (dalam World Health Organization, 2004).

  Salah satu panti asuhan di Yogyakarta yang merawat bayi dan anak-anak terlantar adalah Yayasan Sayap Ibu. Di yayasan ini ada sebelas pengasuh dan enam belas anak yang berusia balita. Kebanyakan dari anak-anak yang diasuh di yayasan ini memiliki latar belakang yang cukup memprihatinkan. Mereka tidak diinginkan oleh orangtua kandungnya sejak lahir bahkan sejak masih berada dalam kandungan. Mereka dibuang oleh orangtua kandungnya dan ditemukan warga lalu disalurkan oleh Dinas Sosial untuk dirawat di tempat ini.

  Anak-anak memiliki kebutuhan yang sama dimanapun mereka berada dan oleh siapapun mereka diasuh, begitu juga dengan yang dialami oleh anak-anak di Yayasan Sayap Ibu. Mereka membutuhkan pengasuh yang selalu merespon kebutuhan bayi dengan positif sebagai dasar attachment yang kuat untuk mendukung kehidupannya di masa depan. Perilaku responsif penting diperhatikan untuk mewujudkan secure attachment pada mereka. Kemampuan pengasuh dalam merespon kebutuhan anak akan memperkuat kecenderungan ikatan antara pengasuh dengan anak dan meningkatkan rasa aman pada anak sehingga dapat mendukung anak dalam mengeksplorasi lingkungan (dalam World Health Organization, 2004). Perilaku responsif tersebut akan mendukung bayi agar lebih tersebut juga akan mempengaruhi kelekatan antara pengasuh dengan bayi. Hal ini mendorong penulis untuk mengetahui perilaku responsif pengasuh terhadap bayi di Yayasan sayap Ibu Yogyakarta.

  B. Rumusan Masalah

  Bagaimana perilaku responsif pengasuh terhadap bayi di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta?

  C. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ingin meneliti perilaku responsif pengasuh terhadap bayi di Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat Teoritis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam bidang Psikologi Perkembangan Anak dan dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya.

  2. Manfaat Praktis

  a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi pengasuh dalam mengasuh anak asuhnya agar dapat berkembang lebih baik.

  b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pengasuh serta masyarakat agar ikut peduli dalam pembentukan pribadi anak.

BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Responsif Perilaku responsif secara sederhana dapat diartikan bahwa pengasuh peduli

  dan menanggapi stimulus dari bayi (Posada, 1999). Kualitas dari pengasuh yang memberikan respon positif terhadap bayi (McDevitt & Ormord, 2004) adalah sebagai berikut:

  1. Pengasuh secara konsisten merespon kebutuhan bayi secara rutin (memberi makan, menggantikan popok, dan menjaga bayi).

  2. Pengasuh menunjukkan ekspresi kasih sayang.

  3. Pengasuh memperbolehkan bayi untuk mempengaruhi dan memberi perintah dalam interaksi yang saling menguntungkan.

  Kemampuan respon pengasuh mempengaruhi kecenderungan ikatan antara orang dewasa dan anak, dan meningkatkan rasa aman anak, termasuk kesediaan untuk terlibat dalam perilaku eksplorasi. Perilaku responsif pengasuh akan

  mepengaruhi kualitas attachment pada bayi. Attachment pada bayi berbeda dengan yang terjadi pada orang dewasa. Attachment pada bayi akan lebih dipengaruhi oleh pengasuh atau orangtua, namun yang terjadi pada orang dewasa akan lebih menekankan pada reaksi timbal balik antar individu. Attachment yang terjadi pada bayi akan lebih dipengaruhi oleh perilaku responsif yang diberikan pengasuh pada bayi agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Perilaku responsif aman). Kemampuan pengasuh dalam merespon kebutuhan bayi akan mempengaruhi ikatan antara pengasuh dan bayi, juga akan memberikan rasa aman pada bayi sehingga bayi dapat mengeksplorasi lingkungan dengan baik. Jika orang tua atau pengasuh selalu memberikan respon positif pada setiap kebutuhan bayi maka secure attachment akan terbentuk, tetapi jika orang tua atau pengasuh selalu memberikan respon negatif pada setiap kebutuhan bayi maka insecure attachment yang akan terbentuk (dalam World Health Organization, 2004) .

  Teori attachment dapat digunakan untuk memprediksi kemampuan penyesuaian diri anak pada masa depannya, juga dalam hubungan sosialnya.

  Menurut Ainsworth ( 2004) , insecure attachment akan menimbulkan gejala psikopatologi dan ikatan sosial yang lemah, sedangkan secure attachment akan membantu anak dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial dan lebih memiliki motivasi untuk bersaing dengan yang lainnya secara sehat. Jadi aspek yang paling mendasar agar secure attachment dapat terwujud adalah responsivitas dari pengasuh atau orang tua dalam memenuhi kebutuhan bayi.

B. Bentuk Pengasuhan Responsif

  Kualitas dari pengasuh yang memberikan respon positif penting karena

  interaksi yang sensitif antara pengasuh dengan bayi akan mendukung kebahagiaan dan kelekatan yang aman dan memungkinkan bayi mengembangkan sikap percaya diri dan memiliki hubungan yang sehat dengan teman sebaya, juga dengan orang yang lebih dewasa (dalam Virginia, 2011).

  

Bentuk dari pengasuhan yang responsif positif (dalam Virginia, 2011) adalah

sebagai berikut:

  1. Pengasuh dapat menunjukkan sikap sensitif terhadap kebutuhan bayi.

  2. Pengasuh dapat menunjukkan sinyal waspada terhadap bayi.

  3. Pengasuh dapat menafsirkan isyarat yang ditunjukkan bayi dengan akurat.

  4. Pengasuh dapat merespon secara cepat dan tepat terhadap stimulus bayi.

  5. Pengasuh dapat menyediakan tempat yang nyaman bagi bayi.

  

6. Pengasuh memiliki empati terhadap bayi, sehingga dapat merespon kebutuhan

bayi dengan tepat.

  Agar pengasuh dapat memberikan respon yang positif terhadap bayi,

pengasuh harus terbiasa untuk terlibat langsung dengan bayi. Pengasuh akan lebih

terbiasa dan dapat memahami arti dari ekspresi, gerak tubuh, suara dan perilaku

bayi sehingga dapat merespon kebutuhannya dengan tepat (dalam Virginia, 2011).

  Hal yang dapat mendukung kemampuan untuk menjadi pengasuh yang responsif positif (dalam Virginia, 2011) meliputi:

  1. Pengasuh bersedia untuk mempelajari tentang perkembangan anak.

  

2. Pengasuh mengenal bayi yang diasuh agar dapat memahami bayi sehingga

pengasuh dapat memenuhi kebutuhan bayi dengan tepat.

  

3. Pengasuh mengembangkan kesadaran diri bahwa bayi menjadi tanggung jawab

pengasuh.

C. Proses Pengasuhan Responsif Positif

  Proses untuk menjadi pengasuh yang dapat memberikan respon positif bagi bayi menurut Susan Thomas (2011) adalah sebagai berikut:

1. Watch Pengasuh mengawasi bayi terlebih dahulu sebelum terlibat dengan bayi.

  Menjadi pengamat yang baik dapat membantu untuk berhubungan dengan bayi. Mengamati bayi ketika berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan dapat membantu pengasuh dalam memahami sinyal emosional dan mengenal gaya pibadi bayi.

  2. Ask Selama berinteraksi dengan anak, sebaiknya pengasuh dapat menanyakan pesan yang bayi kirimkan dan melihat semua aspek dari yang dikatakan oleh bayi melalui ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan yang ditunjukkan.

  Pengasuh dapat melihat tepat atau tidak respon yang diberikan pada bayi melalui reaksi yang ditunjukkan oleh bayi.

  3. Adapt Pengasuh meluangkan waktu untuk merenungkan berbagai interaksi yang dimiliki dengan bayi. Hal ini dapat digunakan oleh pengasuh untuk memodifikasi tindakan sesuai dengan kebutuhan bayi.

D. Sensitivitas Respon Pengasuh

  Mary Ainsworth awalnya mengidentifikasi empat dimensi perilaku maternal yang nampaknya berelasi pada keamanan attachment, yaitu: sensitivitas, penerimaan, kooperatif dan kemampuan menerima (Meins dalam World Health Organization, 2004). Sensitivitas menjadi faktor umum yang berkaitan kuat dengan klasifikasi attachment (Goldberg dalam World Health Organization, 2004). Bagi Ainsworth, sensitivitas diperlukan untuk melihat hal-hal dari sudut pandang anak. Hal ini untuk mengenali dan merespon keadaan fisik anak seperi lapar dan stres ketika melihat perilaku bayi. Meins menyebut hal ini sebagai mind-

mindedness untuk melihat bayi sebagai individu dengan perasaan dan harapan.

  Ainsworth mendeskripsikan empat komponen kemampuan pengasuh untuk mempersepsikan, menginterpretasikan dan merespon perilaku bayi, yaitu dengan:

  1. Kesadaran akan sinyal dari bayi, yaitu pengasuh harus mampu melogika sinyal bayi dan tanda-tanda dari bayi.

  2. Menginterpretasikan sinyal dengan akurat, yaitu pengasuh harus bebas dari gangguan yang dihasilkan oleh proyeksi, intervensi atau penyangkalan, sebagaimana akan terjadi ketika pengasuh tergesa-gesa selama memberi makan dan dengan cepat menginterprestasi kegelisahan bayi sebagai tanda kejenuhan.

  Di samping itu, pengasuh harus empati sehingga emosinya tetap terhubung dengan bayi,

  3. Respon yang tepat untuk komunikasi bayi, misalnya untuk menggendong bayi

4. Respon segera pada bayi, yaitu reaksi pengasuh dipersepsikan bergantung pada komunikasi anak dan pemenuhan kebutuhannya.

E. Attachment

  Perilaku responsif penting diperhatikan untuk mewujudkan secure

  attachment (kelekatan yang aman). Attachment adalah ikatan cinta yang kuat

  pada seseorang dimana ketika berada dekat dengan orang tersebut akan merasakan kesenangan, kenyamanan dan akan terhibur oleh kedekatan mereka selama masa stres (Berk, 2006). Attachment merupakan bentuk awal hubungan bayi dengan pengasuhnya hingga beberapa tahun lamanya sebelum anak dapat mandiri dan tidak lagi tergantung pada pengasuhnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa attachment adalah ikatan cinta antara satu individu dengan individu yang lain yang memiliki hubungan kuat dimana ketika mengalami stres selalu ingin dekat dengan figur attachmentnya.

  Hubungan pengasuh dengan anak dan efeknya pada perkembangan anak yang outputnya adalah teori attachment menjadi pemikiran yang saat ini paling berpengaruh. Ikatan cinta antara orangtua dan anaknya sangat penting bagi perkembangan selama masa anak-anak (dalam Wenar/ Kerig, 2000). Bayi memilliki kapasitas memberikan sinyal awal, seperti menangis, yang membuat pengasuh terus dekat, dan pengasuh merespon sinyal-sinyal ini dengan keterdesakan yang lebih besar atau lebih kecil.

  Menurut P. Shaver dan C. Hazan (Lemme, 1995:223), attachment pada bayi memiliki beberapa aspek sebagai berikut: a. Sensitivitas dan tanggung jawab figur attachment dalam memenuhi kebutuhan bayi.

  b. Perasaan bahagia dan distress anak-anak ketika berelasi dengan figur attachment .

  c. Anak-anak akan merasa bahagia dan memiliki keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan yang belum dikenal dan dapat dengan mudah berinteraksi dengan orang asing.

  d. Adanya pemeliharaan kedekatan dan kontak antara bayi dengan figur lekat seperti memegang, menyentuh, membelai, mencium, menimang, senyum, kontak mata, mengikuti dan lain sebagainya.

  e. Perpisahan dari figur attachment menyebabkan distress yang kuat. Bayi memiliki dorongan untuk segera bertemu dengan figur attachment. Bayi juga akan merasa putus asa bila pertemuan kembali dengan figur attachment tidak terjadi.

  f. Keinginan yang kuat untuk membagikan pengalaman baru dengan figur attachment.

  g. Pengasuh memiliki cara berbicara pada bayi yang fungsinya untuk menarik perhatian bayi dan terus menjaga komunikasi dengan bayi. Cara berbicara tersebut dirancang untuk mengajarkan bayi berbicara.

  Teori attachment digunakan untuk memprediksi kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial pada masa depan. Anak-anak yang merasa aman cenderung lebih mandiri, kurang bergantung dengan orang lain, lebih bisa mengatur emosi negatif mereka, kurang memiliki permasalahan yang berhubungan dengan moral, juga lebih bisa menjalin hubungan yang akrab dan hangat dengan sesama. Sebaliknya, anak yang mendapatkan pengasuhaan tidak aman cenderung memiliki permasalahan perilaku, kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain serta kemampuan pemecahan masalah yang buruk dan kepercayaan diri rendah (dalam World Health Organization, 2004).

F. Bayi

  Masa bayi (usia 0 hingga 2 tahun) disebut juga sebagai periode vital, karena kondisi fisik dan mental bayi menjadi fundasi yang kokoh bagi pertumbuhan dan perkembangan berikutnya (Santrock, 2002). Oleh karena itu peranannya sangat penting dan vital. Pada periode ini berlangsung proses pertumbuhan yang cepat sekali.

1. Perkembangan Fisik

  Bayi yang baru lahir dan sehat akan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan melakukan tugas perkembangannya. Agar bayi dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, maka perlu adanya tugas-tugas yang harus dilatihnya setiap waktu (Santrock, 2002).

  Bayi yang baru lahir tidak lagi dipandang sebagai suatu organisme yang secara fisik namun gerakan refleks bayi tersebut akan membantu perilakunya (Santrock, 2002).

  Bayi memiliki refleks yang digunakan untuk mempertahankan hidupnya sebelum ia belajar lebih banyak (Santrock, 2002). Refleks yang dimiliki oleh bayi antara lain:

  a. Refleks menghisap (sucking reflex) adalah refleks yang terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis menghisap benda yang diletakkan di dekat mulutnya.

  b. Refleks mencari (rooting reflex) adalah refleks yang terjadi ketika bayi diberi stimulus di pipi/daerah mulutnya, ia akan otomatis mencari benda tersebut dengan tujuan ingin menghisapnya.

  c. Refleks moro (moro reflex) adalah suatu respon tiba-tiba yang diperlihatkan bayi ketika ia mendengar atau melihat gerakan yang mengejutkan.

  d. Refleks menggenggam (grasping reflex) adalah suatu respon yang terjadi ketika ada sesuatu yang menyentuh telapak tangannya, bayi akan langsung menggenggam benda tersebut.

  Rata-rata bayi akan tumbuh kurang lebih 1 inchi setiap bulan selama satu tahun pertama. Bayi juga akan bertambah berat tiga kali lipat dari tahun pertama kelahirannya. Pertumbuhan fisik yang terjadi pada bayi akan mempengaruhi perkembangan motoriknya (Santrock, 2002).

  Keterampilan motorik pada bayi dibedakan menjadi dua yaitu keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan lengan dan berjalan. Perkembangan kemampuan motorik pada bayi mengalami peristiwa penting kira-kira pada usia 12 hingga 13 bulan. Keterampilan motorik halus meliputi gerakan yang lebih halus daripada keterampilan motorik kasar. Dalam keterampilan motorik halus, yang biasa diperhatikan adalah kecekatan jari seperti keterampilan meraih dan menggenggam (Santrock, 2002).

2. Perkembangan Kognitif

  Selain mengalami perkembangan fisik, bayi juga mengalami perkembangan kognitif. Bayi mulai memproses informasi-informasi yang diperoleh dari lingkungan. Teori yang mengupas lebih dalam tentang perkembangan kognitif bayi adalah teori Piaget.

  Piaget yakin bahwa seorang anak mengalami serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Kemampuan bayi berasal dari proses penyesuaian diri dengan lingkungan yang membuatnya mengorganisasi proses berpikir. Untuk menandai proses berpikir bayi dapat dilihat dari tahap sensoris motoris (Santrock, 2002).

  Tahap sensoris motoris berlangsung dari lahir hingga kira-kira usia 2 tahun. Tahap ini meliputi kemajuan bayi dalam kemampuan untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi yang ia terima melalui gerakan-gerakan fisik (Santrock, 2002).

  Pada awal tahap sensoris motorik, bayi memiliki lebih dari sekedar pola sensoris motorik yang kompleks dan mulai berkomunikasi dengan menggunakan simbol yang primitif (Santrock, 2002).

  Tidak seperti tahap-tahap lain, dalam tahap sensoris motorik ini dibagi menjadi enam subtahap (Santrock, 2002), yaitu: a. Refleks Sederhana

  Refleks sederhana ialah subtahap sensoris motoris yang pertama dan terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran. Dalam tahap ini terlihat ketika bayi mulai melakukan perilaku refleksif dengan mencari dan menghisap.