Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

(1)

BAB II

TINJAUAN PUS TAKA

2.1 Bunyi

2.1.1 Definisi Bunyi

Bunyi adalah arus energi yang berbentuk gelombang dan mempunyai tekanan. Bunyi dijalarkan melalui medium padat, cair atau gas. Gelombang bunyi sampai ketelinga atau alat pendengaran manusia berupa rangsangan-rangsangan yang dapat didengar, apabila bunyi tersebut tidak diinginkan maka dinyatakan sebagai kebisingan (M ukono, 2005).

Kita dapat membedakan bunyi dalam tiga aspek. Pertama, harus ada sumber bunyi. Sumber gelombang bunyi adalah suatu obyek yang bergetar. Kedua, energi yang dipindahkan dari sumber dalam bentuk gelombang bunyi longitudinal. Dan yang ketiga, bunyi dideteksi oleh telinga atau suatu alat penerima bunyi (Giancoli, 1997).

Bunyi disebut sebagai gelombang di udara dan udara berlaku sebagai mediumnya, bunyi yang dihasilkan tersebut tidak lain adalah sumber getaran. Getaran dapat bersumber dari medium-medium seperti kawat, batang ataupun yang sejenisnya (Soedojo, 1986).

2.1.2 Sumber Bunyi

Sumber bunyi adalah sumber getaran yang dihasilkan dari suatu gelombang bunyi (Soedojo, 1986). Dalam Soedojo (2004) Sumber getaran tersebut menggetarkan semua medium yang ada di sekelilingnya. Adapun


(2)

wujud-wujud dari sumber bunyi dibedakan menjadi sumber bunyi sebagai senar atau disebut juga dawai, pita dan permukaan.

Satwiko (2005) juga menyatakan bahwa sumber bunyi dapat berupa benda-benda yang mampu bergetar, seperti denar gitar, tali suara manusia atau disebut juga dengan pita suara, loudspeaker, serta bunyi tepuk tangan. Penerima bunyi tersebut adalah telinga manusia, ada juga suatu alat yang dapat menerima bunyi yaitu microphone. Bunyi harus merambat dengan media perantara, karena jika tanpa media perantara, sumber bunyi tersebut tidak mampu merambat sampai ke penerima bunyi yang disebut dengan pendengaran.

2.2 Kebisingan

2.2.1 Definisi Bising/Kebisingan

Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan. Saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab “penyakit lingkungan” yang penting (Slamet, 2006).

Keputusan M enteri Lingkungan Hidup No: Kep-48/M ENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan menyebutkan : “ Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan”.

M enurut Suma’mur (2010), kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan macam-macam intensitas yang tidak diinginkan sehingga mengganggu kesehatan orang terutama pendengaran. Bunyi atau suara yang didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar


(3)

dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul diluar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound).

2.2.2 Jenis-jenis Kebisingan

Jenis-jenis kebisingan dapat dibedakan menjadi lima bagian, yaitu (Suma’mur, 2009):

1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise), misalnya suara mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain

2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band noise), misalnya suara mesin gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain

3. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya arus lalu lintas, suara pesawat terbang dibandara, suara kereta api

4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya tembakan meriam, ledakan

5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya suara mesin tempa, pandai besi.

Sementara itu, Soedirman (2014) mengelompokkan jenis-jenis bising yang sering dijumpai dalam industri dan sektor-sektor kegiatan ekonomi lainnya yaitu :


(4)

1. Bising dengan spektrum frekuensi luas (steady wide-band noise) termasuk kisaran frekuensi yang lebar seperti mesin di bengkel, kipas angin, dapur peleburan, dan tanah putar di pabrik semen.

2. Bising dengan spektrum frekuensi sempit (steady narrow-band noise), yang energinya dari suara sebagian besar terkonsentrasi dalam beberapa frekuensi seperti gergaji putar.

3. Bising terputus (impact noise), yaitu bunyi dalam suatu waktu yang pendek tunggal seperti mesin tempa, pancang fondasi.

4. Bunyi impact berulang, seperti rivetting.

5. Bunyi berulang (intermittent niose) seperti suara lalu lintas yang terdengar di rumah atau kantor, dan suara pesawat terbang yang terdengar di sekitar lapangan terbang.

2.2.3 Sumber Kebisingan

Sumber-sumber bising pada dasarnya ada tiga macam, yaitu sumber bising titik, sumber bising bidang dan sumber bising garis. Kebisingan yang diakibatkan lalu lintas adalah kebisingan garis (Suroto, 2010). Sumber-sumber kebisingan menurut Prasetio (1985) dapat bersumber dari :

1. Bising interior yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-alat rumah tangga, atau mesin-mesin gedung.

2. Bising outdoor yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas, transportasi, industry, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar ruangan atau gedung.


(5)

2.2.4 Zona Kebisingan

Peraturan menteri kesehatan No. 718 tahun 1987 dalam Setiawan (2010) tentang kebisingan pada kesehatan dibagi menjadi empat zona wilayah yaitu: 1. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan

kesehatan atau sosial. Intensitas tingkat kebisingannya berkisar 35-45 dB.

2. Zona B adalah untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. M embatasi angka kebisingan antara 45-55 dB.

3. Zona C antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar. Dengan kebisingan sekitar 50-60 dB.

4. Zona D untuk lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api dan terminal bus. Tingkat kebisingan berkisar 60-70 dB.

2.2.5 Mengukur Kebisingan

Bunyi diukur dengan satuan yang disebut dengan desibel. Dalam hal ini mengukur besarnya tekanan udara yang ditimbulkan oleh gelombang bunyi. Satuan desibel diukur dari 0 sampai 140, atau bunyi terlemah yang masih dapat di dengar oleh manusia sampai tingkat bunyi yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada telinga manusia. Desibel biasa disingkat dengan dB dan mempunyai skala A, B, dan C. Skala yang terdekat dengan pendengaran manusia adalah skala A atau dBA.

Pengukuran kebisingan adalah memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di perusahaan atau dimana saja serta menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi


(6)

pendengaran tenaga kerja atau perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan, ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya (Suma’mur, 2009).

Benjamin (2005) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran tingkat kebisingan yang akurat, diperlukan alat-alat khusus. Dua perangkat keras yang populer digunakan untuk menganalisis tingkat kebisingan pada berbagai jenis industri, lalu lintas dan ilmiah adalah Sound Level Meter dan Noise Dosimeter.

Sound Level Meter adalah alat utama yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan dalam desibel (dB). Desibel (dB) adalah suatu unit tanpa dimensi yang digunakan untuk menyatakan besaran-besaran relatif dari tenaga. Jumlah dB adalah 10 kali dari logaritma (dasar 10) dari perbandingan tenaga-tenaga.

2.2.6 Dampak kebisingan

Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-indera pendengar. M ula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus menerus mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran.

Kebisingan dapat menimbulkan gangguan yang dapat di kelompokkan secara bertingkat sebagai berikut :


(7)

Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan. Di samping itu kebisingan dapat juga mengganggu “Cardiac Out Put” dan tekanan darah (wahyu, 2003).

Pada berbagai penyelidikan ditemukan bahwa pemaparan bunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada permulaan pemaparan terhadap bunyi kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi.

b. Gangguaan psikologis

Gangguan fisiologis lama kelamaan bisa menimbulkan gangguan psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis, seperti rasa khawatir, jengkel, takut dan sebagainya. Stabilitas mental adalah kemampuan seseorang untuk berfungsi atau bertindak normal. Suara yang tidak dikehendaki memang tidak menimbulkan mental illness akan tetapi dapat memperberat problem mental dan perilaku yang sudah ada (Jain, 1981).

Reaksi terhadap gangguan ini sering menimbulkan keluhan terhadap kebisingan yang berasal dari pabrik, lapangan udara dan lalu lintas. Umumnya kebisingan pada lingkungan melebihi 50 – 55 dB pada siang hari dan 45 – 55 dB


(8)

akan mengganggu kebanyakan orang. Apabila kenyaringan kebisingan meningkat, maka dampak terhadap psikologis juga akan meningkat. Kebisingan dikatakan mengganggu, apabila pemaparannya menyebabkan orang tersebut berusaha untuk mengurangi, menolak suara tersebut atau meninggalkan tempat yang bisa menimbulkan suara yang tidak dikehendakinya.

c. Gangguan patologis organis

Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. Kelainan yang timbul pada telinga akibat bising terjadi tahap demi tahap sebagai berikut: (Wahyu, 2003)

1. Stadium adaptasi

Adaptasi merupakan suatu daya proteksi alamiah dan keadaan yang dapat pulih kembali, atau kata lain sifatnya reversible.

2. Stadium “temporary threshold shiff”

Disebut juga “auditory fatigue” yang merupakan kehilangan pendengaran “reversible” sesudah 48 jam terhindar dari bising itu. Batas waktu yang diperlukan untuk pulih kembali sesudah terpapar bising adalah 16 jam. Bila pada waktu bekerja keesokan hari pendengaran hanya sebagian yang pulih maka akan terjadi “permanent hearing lose”.

3. Stadium “persistem trehold shiff”

Dalam stadium ini ambang pendengaran meninggi lebih lama, sekurang-kurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkungan bising, pendengaran masih terganggu.


(9)

4. Stadium “permanent trehold shiff”

Pada stadium ini meningginya ambang pendengaran menetap sifatnya, gangguan ini banyak ditemukan dan tidak dapat disembuhkan. Tuli akibat bising ini merupakan tuli persepsi yang kerusakannya terdapat dalam cochlea berupa rusaknya syaraf pendengaran.

d. Komunikasi

Kebisingan dapat menganggu pembicaraan. Paling penting disini bahwa kebisingan menganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, apakah itu berupa:

1. Percakapan langsung (face to face). 2. Percakapan telepon.

3. M elalui alat komunikasi lain, misalnya radio, televisi dan pidato.

Tempat dimana komunikasi tidak boleh terganggu oleh suara bising adalah sekolah, area latihan dan test, teater, pusat komunikasi militer, kantor, tempat ibadah, perpustakaan, rumah sakit dan laboratorium. Banyaknya suara yang bisa dimengerti tergantung dari faktor seperti : level suara pembicaraan, jarak pembicaraan dengan pendengaran, bahasa/kata yang dimengerti, suara lingkungan dan faktor-faktor lain (Jain, 1981).

M enurut Soedirman (2014), dampak kebisingan terhadap manusia terbagi dua yaitu :

1. Efek auditori

Terhadap tenaga kerja yang terpapar bising, ada dua tipe kehilangan daya pendengaran , yaitu :


(10)

a. Temporary threshold shift (TTS) atau kehilangan daya pendengaran sementara, yaitu berkurangnya kemampuan untuk mendengar suara yang lemah.

b. Noise-induced permanent threshold shift (NIPTS) atau kehilangan daya

pendengaran menetap, yaitu berkurangnya kemampuan mendengar suara , yang tidak dapat pulih.

2. Efek Non-auditori

Efek non-auditori adalah semua efek terhadap kesehatan dan kesejahteraan yang disebabkan oleh pemaparan bising, kecuali efek pada organ pendengaran dan efek karena masking dari auditori informasi. Efek non-auditori sering kali hanya dianggap sebagai sesuatu yang ringan dan efek yang kurang penting, baik disebabkan oleh stresor lain maupun sebagai pilihan gaya hidup individual. Namun, sebenarnya telah ditemukan indikasi efek-efek non-auditori yang tidak dapat atau harus tidak diabaikan dalam melindungi tenaga kerja di lingkungan kerjanya, diantaranya :

1. Insiden stres meningkat (ansietas).

2. Perubahan perilaku kejiwaan, seperti perasaan khawatir, penurunan kemampuan membaca komprehensif, penurunan luasnya perhatian dan memori, kesulitan memecahkan masalah, mudah tersinggung, tidak sabar, gugup, gangguan ketenangan, gangguan kenyamanan, gangguan konsentrasi, ketidakmampuan menurunkan ketegangan.

3. Perubahan pola perilaku, seperti peningkatan agresivitas, penurunan perilaku menolong, masalah dengan hubungan personal, dan gangguan komunikasi.


(11)

4. Perubahan fisiologis pada tubuh, seperti hipertensi, penyakit jantung iskemik, gangguan peredaran darah/jantung, gangguan pencernaan, gangguan tidur, perubahan dalam sistem imun, sakit kepala.

M enurut Keputusan M enteri Negara Lingkungan Hidup (KM NLH) (1996) dalam Setiawan (2010), jenis-jenis dari dampak kebisingan ada dua tipe yangdiuraikan sebagai berikut:

1. Akibat badaniah.

Kehilangan pendengaran: terjadi perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan dan perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan.

Akibat fisiologis: rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi denging.

2. Akibat-akibat psikologis.

Gangguan emosional: kejengkelan, kebingungan

Gangguan gaya hidup: gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca dan lain-lain.

Gangguan pendengaran: merintangi kemampuan mendengar bunyi TV radio, percakapan, telepon dan sebagainya

2.2.7 Baku mutu tingkat kebisingan

Baku mutu sesungguhnya hanya merupakan alat atau pedoman yang mengikat untuk diperhatikan dari segi keselamatn kerja. Sebaliknya bila sudah diterapkan metode nilai ambang batas ini tidak berarti bahwa sebaliknya sudah ada jaminan para pekerja itu bebas dari segala resiko terhadap adanya bahan berbahaya dalam lingkungan kerjanya (Ryadi, 2005)


(12)

Untuk menjamin bahwa tingkat kebisingan tidak berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan maka dibuat suatu standar acuan yang disebut Baku Tingkat Kebisingan. Dimana Baku Tingkat Kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (M ulia, 2005).

Tabel 2.1 Baku mutu kebisingan

Zona Kawasan / Lingkungan Kesehatan Tingkat Kebsingan dB Peruntukan Kawasan

Perumahan dan Pemukiman 55

Perdagangan dan Jasa 70

Perkantoran dan Perdagangan 65

Ruang Terbuka Hijau 50

Industri 70

Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60

Rekreasi 70

Khusus

Bandar Udara 60

Stasiun Kereta Api 60

Pelabuhan Laut 70

Cagar Budaya 70

Lingkungan Kegiaatan

Rumah Sakit atau Sejenisnya 55

Sekolah dan Sejenisnya 55

Tempat Ibadah atau Sejenisnya 55

Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 2.2.8 Pengendalian Kebisingan

Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan peraturan yang melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) mengeluarkan bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi dapat dilakukan dengan membuat penghalang (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar. Sebagai contoh, penanaman pohon bambu disekitar kawasan industri dapat mereduksi


(13)

bising yang diterima masyarakat, ataupun proteksi kebisingan pada masyarakat yang terpapar dapat dilakukan dengan penggunaan sumbat telinga pada masyarakat yang berada dekat kawasan industri yang menghasilkan kebisingan (M ulia, 2005).

M enurut Satwiko (2004) Strategi Umum Penanganan Kebisingan :

a. Langkah awal selalu menangani kebisingan pada sumbernya dengan cara mengatur sedemikian rupa agar sumber bunyi mengeluarkan intensitas bunyi minimal. Bila memungkinkan, bungkamlah sumber kebisingan dengan cara memberikan penutup yang melingkupi sumber tadi dari bahan yang memiliki hambatan suara tinggi.

b. Bila tidak memungkinkan menangani sumber kebisingan langsung, maka tangani media rambat bunyi. Getaran mesin dapat merambat melalui lantai yang akan menjadi kebisingan diruang lain. Pemakaian pegas atau perdam getaran langsung pada mesin akan memotong rambatan bunyi. Permukaan-permukaan yang tidak memantulkan bunyi akan sangat membantu mengurangi kebisingan.

c. Jika kedua hal diatas tidak memungkinkan, maka terpaksa penanganan kebisingan dilakukan pada penerima bunyi. Pelindungan telinga (ear protector) sangat dibutuhkan untuk melindungi telinga dari ketulian akibat kebisingan yang berat.

2.3 Konsentrasi

2.3.1 Pengertian Konsentrasi

M enurut asal katanya, konsentrasi atau concentrate berarti memusatkan, dan dalam bentuk kata bentuk kata benda, concentration artinya pemusatan.


(14)

Dalam Supriyo (2008), Konsentrasi adalah pemusatan perhatian pikiran terhadap suatu hal dengan mengesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan.

Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran (Slameto, 2003).

Selain itu, Siswanto (2007) menyebutkan bahwa yang dimaksud konsentrasi yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsentrasi ketika menghadapi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi semakin kabur dan tidak terarah.

Pengertian konsentrasi secara umum adalah sebagai suatu proses pemusatan pemikiran kepada suatu objek tertentu. Artinya tindakan atau pekerjaan yang kita lakukan dilakukan secara sungguh-sungguh dengan memusatkan seluruh panca indra kita, penciuman, pendengaran, pengelihatan dan fikiran kita. Bahkan yang sifatnya abstrak sekalipun yaitu perasaan. Ketika memahami kata perkata tentu harus paham betul arti kata yang di maksud, pendengaran kita harus mampu menyerap apa yang disampaikan guru. Sehingga maksud dan tujuannya sampai. Ketika kita memahami dengan pendengaran dan


(15)

mampu mengerti apa yang dimaksud dengan bersungguh-sungguh mendegar serta memperhatikannya dengan sungguh-sungguh maka itu dinamakan konsentrasi.

2.3.2 Ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi

Ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi belajar berkaitan dengan perilaku belajar yang meliputi perilaku kognitif, perilaku afektif, dan perilaku psikomotor. Engkoswara (dalam Tabrani Rusyan, 1998) menjelaskan klasifikasi perilaku belajar yang dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi belajar sebagai berikut:

a. Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan, informasi, dan masalah kecakapan intelektual. Pada perilaku kognitif ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan:

1. kesiapan pengetahuan yang dapat segera muncul bila diperlukan 2. komprehensif dalam penafsiran informasi

3. mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh

4. mampu mengadakan analisis dan sintesis pengetahuan yang diperoleh.

b. Perilaku afektif, yaitu perilaku yang berupa sikap dan apersepsi. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan:

1. Adanya penerimaan, yaitu tingkat perhatian tertentu

2. Respon, yaitu keinginan untuk mereaksi bahan yang diajarkan

3. M engemukakan suatu pandangan atau keputusan sebagai integrasi dari suatu keyakinan, ide, dan sikap seseorang.

c. Perilaku psikomotor, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan;


(16)

1. Adanya gerakan anggota badan yang tepat atau sesuai dengan petunjuk guru 2. Komunikasi non verbal seperti ekspresi muka dan gerakan-gerakan yang penuh

arti.

2.3.3 Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Terjadinya Konsentrasi Belajar

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan seorang siswa dalam belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor pendukung. M enurut Hakim (2002), faktor pendukung tersebut meliputi faktor internal dan faktor eksternal, berikut akan dijelaskan secara rinci :

1. Faktor Internal Pendukung Konsentrasi Belajar

Faktor internal merupakan faktor pertama dan utama yang sangat menentukan apakah seseorang dapat melakukan konsentrasi secara efektif atau tidak. Secara garis besar, faktor-faktor ini meliputi faktor jasmaniah dan faktor rohaniah. a. Faktor jasmaniah

Hal ini dapat dilihat dari kondisi jasmani seseorang yang meliputi kesehatan badan secara menyeluruh yang artinya:

1. Kondisi badan yang normal menurut standar kesehatan atau bebas dari penyakit yang serius

2. Kondisi badan di atas normal atau fit akan lebih menunjang konsentrasi 3. Cukup tidur dan istirahat

4. Cukup makan dan minum serta makanan yang dikonsumsi memenuhi standar gizi untuk hidup sehat


(17)

6. Tidak mengalami gangguan fungsi otak karena penyakit tertentu, seperti sering kejang, ayan, dan hiperaktif

7. Tidak mengalami gangguan saraf

8. Tidak dihinggapi rasa nyeri karena penyakit tertentu, seperti mag dan sakit kepala 9. Detak jantung normal mempengaruhi ketenangan dan sangat mempengaruhi

konsentrasi efektif b. Faktor Rohaniah

Untuk dapat melakukan konsentrasi yang efektif, kondisi rohani seseorang setidak-tidaknya harus memenuhi hal-hal berikut:

1. Kondisi kehidupan sehari-hari cukup tenang

2. M emiliki sifat baik, terutama sifat sabar dan konsisten

3. Taat beribadah sebagai penunjang ketenangan dan daya pengendalian diri 4. Tidak dihinggapi berbagai jenis masalah yang terlalu berat

5. Tidak emosional

6. Tidak sedang dihinggapi stres berat 7. Tidak mudah putus asa

8. M emiliki kemauan keras yang tidak mudah padam 2. Faktor Eksternal Pendukung Konsentrasi Belajar

Faktor eksternal adalah segala hal-hal yang berada di luar diri seseorang atau lebih tepatnya segala hal yang berada di sekitar lingkungan. Hal-hal tersebut juga menjadi pendukung terjadinya konsentrasi yang efektif. Beberapa faktor eksternal yang mendukung konsentrasi efektif yaitu:


(18)

b. Udara c. Penerangan

d. Orang-orang sekitar lingkungan e. Suhu

f. Fasilitas.

Selain faktor pendukung, ada juga faktor penghambat terjadinya konsentrasi belajar. Faktor penghambat tersebut menjadi penyebab terjadinya gangguan konsentrasi belajar. Ada dua faktor-faktor penyebab gangguan konsentrasi menurut Hakim (2003), yaitu:

1. Faktor Internal

Faktor-faktor internal merupakan faktor penyebab gangguan konsentrasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor internal terbagi ke dalam dua garis besar yaitu:

a. Faktor jasmaniah, yang bersumber dari kondisi jasmani seseorng yang tidak berada di dalam kondisi normal atau mengalami gangguan kesehatan, misalnya mengantuk, lapar, haus, gangguan panca indra, gangguan pencernaan, gangguan jantung, gangguan pernapasan, dan sejenisnya.

b. Faktor rohaniah, berasal dari mental seseorang yang dapat menimbulkan gangguan konsentrasi seseorang, misalnya tidak tenang, mudah gugup, emosional, tidak sabar, mudah cemas, stres, depresi, dan sejenisnya.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor penyebab gangguan yang berasal dari luar diri seseorang, yaitu lingkungan di sekitar orang tersebut berada. Gangguan yanag


(19)

sering dialami adalah adanya rasa tidak nyaman dalam melakukan berbagai kegiatan yang memerlukan konsentrasi penuh misalnya ruang belajar yang sempit, kotor, udara yang berpolusi, dan suhu udara yang panas.Butuh usaha keras untuk meminimalkan gangguan-gangguan tersebut. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah mengusahakan agar siswa tetap memiliki konsentrasi belajar yang kuat sehingga tetap mampu melakukan kegiatan dengan baik, walaupun faktor gangguan tersebut tetap ada.

2.3.4 Gangguan Konsentrasi Dengan Sikap Hiperaktif (ADHD)

ADHD merupakan singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, yaitu sebuah gangguan pada perkembangan otak yang menyebabkan penderitanya menjadi hiperaktif, impulsif, serta susah memusatkan perhatian. M enurut Barkley (1991), ADHD sebagai sebuah gangguan dimana respons menjadi terhalang dan mengalami disfungsi pelaksana yang mengarah pada kurangnya pengaturan diri, lemahnya kemampuan untuk mengatur perilaku untuk tujuan sekarang dan masa depan, serta sulit beradaptasi secara sosial dan perilaku dengan tuntutan lingkungan.

ADHD adalah permasalahan mental yang diderita oleh 3-5% anak di Amerika (American Psychiatric Association, 1994). Dari keseluruhan anak yang didiagnosis menderita ADHD, 70-80% diantaranya akan terus mengalami hal-hal yang sesuai dengan kriteria gangguan tersebut kala mencapai usia remaja, dan 50-70% diantaranya hingga usia dewasa.


(20)

ADHD dibagi menjadi tiga jenis, dan masing-masing jenis memiliki gejala yang berbeda-beda. Ketiga jenis tersebut adalah: tidak acuh, hiperaktif-bertindak sekehendak hati, dan kombinasi antara jenis tidak acuh dan hiperaktif.

Anak yang menderita ADHD jenis tidak acuh, kemungkinan memiliki gejala-gejala sebagai berikut :

a. M emiliki kemampuan memusatkan perhatian yang lemah. b. Perhatiannya mudah sekali teralihkan.

c. Tidak mampu memperhatikan sesuatu secara teperinci. d. Sering membuat kesalahan

e. Gagal dalam mnyelesaikan segala hal.

f. M engalami masalah atau sulit mengingat sesuatu.

g. Kelihatan seolah-olah tidak mendengarkan saat diajak berbicara. h. Tidak dapat diatur.

Anak-anak penderita ADHD hiperaktif, memiliki gejala-gejala sebagai berikut : a. Selalu terlihat gelisah dan posisi badan tidak pernah tenang.

b. Tidak dapat duduk tenang atau bermain dengan tertib. c. Berlari atau melompat kesana kemari meskipun dilarang. d. Berbicara terus-menerus dan membuat kegaduhan e. Langsung menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu f. Tidak bersedia menunggu giliran.

g. M emotong pembicaraan orang lain.

Penyebab pasti ADHD belum diketahui secara pasti, namun para peneliti memusatkan objek penelitiannya pada kinerja dan perkembangan otak. Selain itu,


(21)

terdapat tiga faktor yang dianggap mempengaruhi kondisi ADHD, yaitu faktor genetik, ketidakseimbangan kimia didalam otak, serta kinerja otak anak yang mengontrol perhatian tampak tidak terlalu aktif dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya.

Diperkirakan ada banyak faktor yang menyebabkan ADHD, sehingga pencegahannya juga akan sangat sulit dilakukan. M eskipun demikian, untuk berjaga-jaga akan sangat bijaksana bagi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan awal sebelum sang anak dilahirkan. Disamping itu, seyogianya sang ibu juga menjauhkan diri dari alkohol, obat-obatan terlarang, tembakau, dan zat-zat kimia berbahay lainnya selama proses kehamilan.

Tindakan orangtua dalam menangani ADHD pada anak :

a. Berkonsultasilah dengan ahli jiwa, psikolog, dan ahli saraf anak, atau dokter spesialis anak-anak langganan anda guna meminta saran terbaik mereka.

b. Bersabarlah ketika anak anda didiagnosis mengidap gangguan itu, dan yakinilah bahwa diperlukan waktu untuk memperoleh kemajuan bagi si penderita.

c. Yakinilah jika anak anda masih memiliki kelebihan. Dukunglah kekuatan, kemampuan, serta bangkitkan perasaan dalam diri mereka bahwa mereka berharga bagi anda, keluarga, dan lingkungan sekitar.

d. Dapatkan informasi lebih akurat yang berkaitan dengan gangguan ini dari perpustakaan, internet atau sumber-sumber lainnya.

e. Bicaralah atau bertukar pikiran dengan keluarga lain yang memiliki anak penderita ADHD juga.


(22)

f. Berjumpa dan bergabunglah dengan organisasi perkumpulan yang anggotanya terdiri dari keluarga yang mempunyai masalah yang sama.

2.4 Sekolah 2.4.1 Sekolah dasar

Sekolah adalah tempat bagi manusia untuk menerima informasi dan memasukkannya ke otak. M anusia bersekolah agar menjadi lebih pandai dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sebuah sekolah merupakan tempat atau bangunan yang diperuntukkan bagi manusia untuk menerima dan memberikan pelajaran.

Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17 mendefinisikan pendidikan dasar sebagai berikut:

1. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

2. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (M I) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SM P) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.


(23)

2.4.2 Desain Ruang Belajar

Strategi penanganan kebisingan bisa dilakukan di luar ruangan maupun didalam ruangan. Dalam hal ini, penanganan didalam ruangan (ruang belajar).

Peredam bunyi yang efektif dalam memakai peredam bunyi adalah sebagai berikut :

a. Pasanglah bahan-bahan peredam bunyi pada permukaan yang dapat menyebabkan waktu dengung berlebihan, gema mengganggu, dan titik api bunyi.

b. Jangan menggunakan bahan peredam bunyi pada permukaan yang dapat bermanfaat sebagai pemantul seperti pada bidang diatas podium auditorium. c. Jika lantai tidak berkarpet dinding tidak dilapis gorden tebal, dan diruangan tidak

terdapat perabot yang dapat meredam bunyi, gunakanlah langit-langit sebagai pengendali kebisingan.

d. Tempatkan peredam pada dinding-dinding ruang yang sangat tinggi, kecil, lorong yang panjang dan sempit.

e. Perhatikan baik-baik detail konstruksi pemegang bahan peredam karena sangat berpengaruh terhadap efektifitas peredam.

f. Jangan berlebihan menganggap bahwa bahan peredam bunyi akan banyak mngurangi intensitas bunyi sebab bahan peredam digunakan untuk mengurangi pemantulan.

Adapun material yang digunakan pada ruang kelas untuk mendukung waktu dengung yang disarankan pada ruang belajar, yaitu:

Lantai lapis plywood


(24)

Plafond, dari busa polyurethane

2.5 S troop Test

Kajian Stroop Effect adalah salah satu kajian yang digunakan untuk melihat proses perhatian dan kesadaran dalam diri manusia. “Stroop Effect" pertama kali diperkenalkan pada tahun 1935 oleh John Ridley Stroop dalam jurnalnya yaitu “Studies Of Interference In Serial Verbal Reactions”. Eksperimen ini adalah yang berkaitan dengan pengecaman warna dan perkataan. Hasil keputusan dalam eksperimen ini, untuk menguji hipotesisnya itu, Stroop memperkenalkan beberapa eksperimen visual (M acLeod, 1991). Dalam satu eksperimen, Stroop menunjukkan satu perkataan dan warna, subjek perlu membaca dan mengecam warna yang di tunjukkan. Dalam eksperimen ini dua proses berlaku yaitu membaca perkataan dan mengecam warna dalam masa yang sama. Ini memberi satu bentuk ‘gangguan’ antara membaca perkataan dan mengecam warna tersebut. Stroop membuat kesimpulan bahwa manusia lebih senang membuat pengecaman pada perkataan daripada mengecam warna. Terdapat kurang gangguan apabila seseorang itu mengecam perkataan daripada mengecam warna (Stroop, J. R. 1935).

Stroop test merupakan salah satu bentuk permainan asah otak yang dapat digunakan untuk menguji daya konsentrasi seseorang. Test ini sering digunakan oleh para psikolog untuk menilai daya konsentrasi seseorang.

Instrumen tes ini adalah kartu yang berisi sebuah kata dalam berbagai warna. Dimana responden menyebutkan kata dan warna tulisan dalam kartu dengan waktu yang diukur untuk setiap pengukuran. M isalnya, bila yang kartu


(25)

yang ditunjukan pada responden adalah kartu yang berisi kata ‘red’ dalam warna hijau, maka responden harus ‘red’ pada pengukuran yang pertama dan menyebutkan hijau dan bukan ‘red’ yang tertulis dalam kartu pada pengukuran yang kedua.

Penilaian tes ini dilakukan dengan mengukur kecepatan responden untuk menyebutkan warna kata dalam 25 kartu yang tersedia dengan menggunakan stopwatch untuk setiap pengukuran. Waktu yang didapatkan dari pengukuran saat responden menyebutkan warna tulisan setiap kata dalam 25 kartu dikurangi dengan waktu responden membaca kata dalam 25 kartu untuk mendapatkan interference score. Bila didapatkan selisih kedua waktu (interference score) <13, maka dikatakan konsentrasi baik. Namun bila interference score >13, maka dikatakan konsentrasi buruk.

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Sebelum adanya perlakuan kebisingan, dilakukan pengukuran konsentrasi siswa dengan alat ukur stroop test, kemudian diberikan perlakuan berupa kebisingan yang berasal dari lalu lintas kereta api terhadap siswa. Setelah itu, selang beberapa jam dilakukan pengukuran konsentrasi siswa kembali dengan alat ukur yang sama. Hasil kedua pengukuran tersebut dianalisis untuk melihat efek dari perlakuan kebisingan yang diberikan terhadap siswa.

Kebisingan Pretest

Konsentrasi siswa

Posttest Konsentrasi


(1)

ADHD dibagi menjadi tiga jenis, dan masing-masing jenis memiliki gejala yang berbeda-beda. Ketiga jenis tersebut adalah: tidak acuh, hiperaktif-bertindak sekehendak hati, dan kombinasi antara jenis tidak acuh dan hiperaktif.

Anak yang menderita ADHD jenis tidak acuh, kemungkinan memiliki gejala-gejala sebagai berikut :

a. M emiliki kemampuan memusatkan perhatian yang lemah. b. Perhatiannya mudah sekali teralihkan.

c. Tidak mampu memperhatikan sesuatu secara teperinci. d. Sering membuat kesalahan

e. Gagal dalam mnyelesaikan segala hal.

f. M engalami masalah atau sulit mengingat sesuatu.

g. Kelihatan seolah-olah tidak mendengarkan saat diajak berbicara. h. Tidak dapat diatur.

Anak-anak penderita ADHD hiperaktif, memiliki gejala-gejala sebagai berikut : a. Selalu terlihat gelisah dan posisi badan tidak pernah tenang.

b. Tidak dapat duduk tenang atau bermain dengan tertib. c. Berlari atau melompat kesana kemari meskipun dilarang. d. Berbicara terus-menerus dan membuat kegaduhan e. Langsung menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu f. Tidak bersedia menunggu giliran.

g. M emotong pembicaraan orang lain.

Penyebab pasti ADHD belum diketahui secara pasti, namun para peneliti memusatkan objek penelitiannya pada kinerja dan perkembangan otak. Selain itu,


(2)

terdapat tiga faktor yang dianggap mempengaruhi kondisi ADHD, yaitu faktor genetik, ketidakseimbangan kimia didalam otak, serta kinerja otak anak yang mengontrol perhatian tampak tidak terlalu aktif dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya.

Diperkirakan ada banyak faktor yang menyebabkan ADHD, sehingga pencegahannya juga akan sangat sulit dilakukan. M eskipun demikian, untuk berjaga-jaga akan sangat bijaksana bagi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan awal sebelum sang anak dilahirkan. Disamping itu, seyogianya sang ibu juga menjauhkan diri dari alkohol, obat-obatan terlarang, tembakau, dan zat-zat kimia berbahay lainnya selama proses kehamilan.

Tindakan orangtua dalam menangani ADHD pada anak :

a. Berkonsultasilah dengan ahli jiwa, psikolog, dan ahli saraf anak, atau dokter spesialis anak-anak langganan anda guna meminta saran terbaik mereka.

b. Bersabarlah ketika anak anda didiagnosis mengidap gangguan itu, dan yakinilah bahwa diperlukan waktu untuk memperoleh kemajuan bagi si penderita.

c. Yakinilah jika anak anda masih memiliki kelebihan. Dukunglah kekuatan, kemampuan, serta bangkitkan perasaan dalam diri mereka bahwa mereka berharga bagi anda, keluarga, dan lingkungan sekitar.

d. Dapatkan informasi lebih akurat yang berkaitan dengan gangguan ini dari perpustakaan, internet atau sumber-sumber lainnya.

e. Bicaralah atau bertukar pikiran dengan keluarga lain yang memiliki anak penderita ADHD juga.


(3)

f. Berjumpa dan bergabunglah dengan organisasi perkumpulan yang anggotanya terdiri dari keluarga yang mempunyai masalah yang sama.

2.4 Sekolah

2.4.1 Sekolah dasar

Sekolah adalah tempat bagi manusia untuk menerima informasi dan memasukkannya ke otak. M anusia bersekolah agar menjadi lebih pandai dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sebuah sekolah merupakan tempat atau bangunan yang diperuntukkan bagi manusia untuk menerima dan memberikan pelajaran.

Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17 mendefinisikan pendidikan dasar sebagai berikut:

1. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

2. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (M I) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SM P) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.


(4)

2.4.2 Desain Ruang Belajar

Strategi penanganan kebisingan bisa dilakukan di luar ruangan maupun didalam ruangan. Dalam hal ini, penanganan didalam ruangan (ruang belajar).

Peredam bunyi yang efektif dalam memakai peredam bunyi adalah sebagai berikut :

a. Pasanglah bahan-bahan peredam bunyi pada permukaan yang dapat menyebabkan waktu dengung berlebihan, gema mengganggu, dan titik api bunyi.

b. Jangan menggunakan bahan peredam bunyi pada permukaan yang dapat bermanfaat sebagai pemantul seperti pada bidang diatas podium auditorium. c. Jika lantai tidak berkarpet dinding tidak dilapis gorden tebal, dan diruangan tidak

terdapat perabot yang dapat meredam bunyi, gunakanlah langit-langit sebagai pengendali kebisingan.

d. Tempatkan peredam pada dinding-dinding ruang yang sangat tinggi, kecil, lorong yang panjang dan sempit.

e. Perhatikan baik-baik detail konstruksi pemegang bahan peredam karena sangat berpengaruh terhadap efektifitas peredam.

f. Jangan berlebihan menganggap bahwa bahan peredam bunyi akan banyak mngurangi intensitas bunyi sebab bahan peredam digunakan untuk mengurangi pemantulan.

Adapun material yang digunakan pada ruang kelas untuk mendukung waktu dengung yang disarankan pada ruang belajar, yaitu:

Lantai lapis plywood


(5)

Plafond, dari busa polyurethane

2.5 S troop Test

Kajian Stroop Effect adalah salah satu kajian yang digunakan untuk melihat proses perhatian dan kesadaran dalam diri manusia. “Stroop Effect" pertama kali diperkenalkan pada tahun 1935 oleh John Ridley Stroop dalam jurnalnya yaitu “Studies Of Interference In Serial Verbal Reactions”. Eksperimen ini adalah yang berkaitan dengan pengecaman warna dan perkataan. Hasil keputusan dalam eksperimen ini, untuk menguji hipotesisnya itu, Stroop memperkenalkan beberapa eksperimen visual (M acLeod, 1991). Dalam satu eksperimen, Stroop menunjukkan satu perkataan dan warna, subjek perlu membaca dan mengecam warna yang di tunjukkan. Dalam eksperimen ini dua proses berlaku yaitu membaca perkataan dan mengecam warna dalam masa yang sama. Ini memberi satu bentuk ‘gangguan’ antara membaca perkataan dan mengecam warna tersebut. Stroop membuat kesimpulan bahwa manusia lebih senang membuat pengecaman pada perkataan daripada mengecam warna. Terdapat kurang gangguan apabila seseorang itu mengecam perkataan daripada mengecam warna (Stroop, J. R. 1935).

Stroop test merupakan salah satu bentuk permainan asah otak yang dapat digunakan untuk menguji daya konsentrasi seseorang. Test ini sering digunakan oleh para psikolog untuk menilai daya konsentrasi seseorang.

Instrumen tes ini adalah kartu yang berisi sebuah kata dalam berbagai warna. Dimana responden menyebutkan kata dan warna tulisan dalam kartu dengan waktu yang diukur untuk setiap pengukuran. M isalnya, bila yang kartu


(6)

yang ditunjukan pada responden adalah kartu yang berisi kata ‘red’ dalam warna hijau, maka responden harus ‘red’ pada pengukuran yang pertama dan menyebutkan hijau dan bukan ‘red’ yang tertulis dalam kartu pada pengukuran yang kedua.

Penilaian tes ini dilakukan dengan mengukur kecepatan responden untuk menyebutkan warna kata dalam 25 kartu yang tersedia dengan menggunakan stopwatch untuk setiap pengukuran. Waktu yang didapatkan dari pengukuran saat responden menyebutkan warna tulisan setiap kata dalam 25 kartu dikurangi dengan waktu responden membaca kata dalam 25 kartu untuk mendapatkan interference score. Bila didapatkan selisih kedua waktu (interference score) <13, maka dikatakan konsentrasi baik. Namun bila interference score >13, maka dikatakan konsentrasi buruk.

2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Sebelum adanya perlakuan kebisingan, dilakukan pengukuran konsentrasi siswa dengan alat ukur stroop test, kemudian diberikan perlakuan berupa kebisingan yang berasal dari lalu lintas kereta api terhadap siswa. Setelah itu, selang beberapa jam dilakukan pengukuran konsentrasi siswa kembali dengan alat ukur yang sama. Hasil kedua pengukuran tersebut dianalisis untuk melihat efek dari perlakuan kebisingan yang diberikan terhadap siswa.

Kebisingan Pretest

Konsentrasi siswa

Posttest Konsentrasi


Dokumen yang terkait

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

7 95 108

Hubungan Tingkat Kebisingan Jalan Raya Dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

34 159 151

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 0 16

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 0 2

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 0 7

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 2 4

Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015

0 0 17

Hubungan Tingkat Kebisingan Jalan Raya Dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 1 16

Hubungan Tingkat Kebisingan Jalan Raya Dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

1 1 2

Hubungan Tingkat Kebisingan Jalan Raya Dengan Tingkat Konsentrasi Belajar Pada Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 1 7