Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada Siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015
PERBEDAAN TINGKAT KONS ENTRAS I S EBELUM D AN S ES UDAH ADANYA BIS ING AKIBAT AKTIFITAS PERLINTAS AN KERETA
API PADA S IS WA DI S EKOLAH D AS AR NEGERI 067240 KEC AMATAN MED AN TEMBUNG KOTA MEDAN
TAHUN 2015
S KRIPS I
Oleh:
IRMA DAMAYANTI NIM. 111000187
FAKULTAS KES EHATAN MAS YARAKAT UNIVERS ITAS S UMATERA UTARA
MED AN 2015
(2)
PERBEDAAN TINGKAT KONS ENTRAS I S EBELUM D AN S ES UDAH ADANYA BIS ING AKIBAT AKTIFITAS PERLINTAS AN KERETA
API PADA S IS WA DI S EKOLAH D AS AR NEGERI 067240 KEC AMATAN MED AN TEMBUNG KOTA MEDAN
TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar S arjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
IRMA DAMAYANTI NIM. 111000187
FAKULTAS KES EHATAN MAS YARAKAT UNIVERS ITAS S UMATERA UTARA
MED AN 2015
(3)
PERNYATAAN
PERBEDAAN TINGKAT KONS ENTRAS I S EBELUM D AN S ES UDAH ADANYA BIS ING AKIBAT AKTIFITAS PERLINTAS AN KERETA
API PADA S IS WA DI S EKOLAH D AS AR NEGERI 067240 KEC AMATAN MED AN TEMBUNG KOTA MEDAN
TAHUN 2015
S KRIPS I
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
M edan, Oktober 2015
Irma Damayanti
(4)
(5)
ABS TRAK
Ketidaknyamanan yang dapat terjadi di lingkungan sekolah salah satunya adalah kebisingan. Kebisingan yang terjadi ketika pelajaran tengah berlangsung berdampak terhadap proses pembelajaran, yaitu salah satunya terganggunya konsentrasi siswa. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan M edan Tembung yang bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat konsentrasi pada siswa sebelum dan sesudah adanya bising akibat perlintasan kereta api.
Jenis penelitian yang digunakan adalah pre eksperimental dengan rancangan one group pretest posttest. Sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu sebanyak 58 siswa. Tingkat kebisingan diukur dengan menggunakan alat Sound Level M eter dan tingkat konsentrasi siswa diukur dengan menggunakan Stroop Test. Analisis data menggunakan uji statistic Non Parametrik (Uji Wilcoxon) dan Uji Parametrik (paired t-test) pada tingkat kemaknaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya rata-rata tingkat kebisingan didalam kelas sebelum kereta api melintas dan saat kereta api melintas melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu sebesar 55 dB. Hasil lain juga menunjukkan bahwa hasil interference score siswa sebelum kereta api melintas dengan rerata sebesar 13,59 dan sesudah kereta api melintas sebesar 17,40. Ini menandakan bahwa konsentrasi siswa mengalami penurunan saat posttest dibandingkan dengan saat pretest. Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon diketahui terdapat perbedaan tingkat konsentrasi siswa sebelum dan sesudah adanya bising akibat perlintasan kereta api (p.= 0,001).
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada pihak sekolah agar dapat mereduksi kebisingan yang berasal dari lalu lintas kereta api. Seperti pemasangan tirai atau gorden pada jendela kelas, penggunaan jendela mati pada dinding luar kelas yang menghadap rel kereta api, dan penggunaan vegetasi peredam kebisingan.
Kata kunci: Tingkat Kebisingan, Konsentrasi Siswa, Stroop Test, Sound Level Meter
(6)
ABSTRACT
Discomfort can occur in the environment of school, one of them is the noise. Noise that occurs when subjects ongoing impact on the learning process, which is one of the disruption of the concentration of students.The research was conducted at the State Primary School 067240 Medan Tembung District which aims to find out the difference in the level of concentration towards the students before and after the noise due to railway crossings.
This method of this research was pre-experimental design by using one group and pre-test post-test. The sample of this research is also using purposive sampling technique as many as 58 students. The level of noise was measured by using a Sound Level Meter and level of concentration of students was measured using a Stroop Test. Data analysis is using non-parametric statistical tests (Wilcoxon test) and Parametric Test (paired t-test) at the 95% significance level.
The results showed that in general the average noise level in the classroom before and while the train passed the railway crossing exceeds the quality standards that have been established in the amount of 55 dB. Other results also showed that the results of interference score of students before the railroad crossing with a mean of 13,59 and after the railway crossing at 17,40. This indicates that the concentration of students has decreased when compared with pretest posttest. Based on the test results of wilcoxon test is known, there are the differences in the level of concentration towards the students before and after the noise due to railway crossing (p. = 0,001).
Based on the results of this research are expected to the school in order to reduce the noise while is coming from the rail traffic. Such as the installation of blind or curtain on the window class, the use of firm window on the outside wall towards the class which is passing of the train tracks, and the use of noise dampening vegetation.
Keywords: The level of the noise, Concentration of the students, Stroop Test, Sound Level Meter
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Tingkat Konsentrasi Sebelum Dan Sesudah Adanya Bising Akibat Aktifitas Perlintasan Kereta Api Pada S iswa Di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015”.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahanda S yamsuddin dan Ibunda Elviani Lubis yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang, dukungan, semangat dan doa yang selalu diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan dalam hal apapun.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dosen Pembimbing ibu Ir. In dra Chahaya S , M.S i dan bapak Dr. dr. Taufik Ashar, MKM yang telah meluangkan waktu di saat bimbingan dan memberikan pemikiran-pemikiran yang baik serta kritikan dan saran untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan lebih baik.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
a. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan M asyarakat Universitas Sumatera Utara dan para wakil dekan.
b. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner S iagian, M.S i selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan M asyarakat Universitas Sumatera Utara.
(8)
c. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan M asyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen Penguji I.
d. Ibu Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D selaku dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran perbaikan.
e. Seluruh dosen beserta staf Fakultas Kesehatan M asyarakat Universitas Sumatera Utara.
f. Kepala Sekolah Dasar Negeri 067240 M edan, ibu Silvida, M.Pd yang telah memberikan izin melakukan survei pendahuluan, penelitian dan memberikan informasi terkait dalam penyelesaian skripsi ini.
g. Adik-adik SDN 067240 M edan yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam penelitian.
h. Ibu Rahma Fauzia, M.Psi, ibu Lola, ibu Rika, bang Adlin bagian Psikologi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran perbaikan.
i. Saudara-saudaraku di FKM USU Anestia Rovitri, Chintya Nurul Aidina, kak Patima Sijabat, kak Eskalila, Jenayar terima kasih untuk dukungan, hiburan di saat stres, dan doa yang telah diberikan selama ini. j. Terkhusus untuk sahabatku Putri S aadah Lubis dan Devi Arisanty
Nasution yang telah memberikan saran, kritik, dan membantu selama penelitian di lapangan.
(9)
k. Teman-teman seperjuangan di FKM USU Dika, Ai, Rahma, Tika, Hilda, Martha, Ade irma, Widya, Lulu, Ririn, Elis, Nila, Nura, Icha, terima kasih atas waktunya dari awal kuliah hingga sampai sekarang.
l. Teman-teman seperjuangan di Peminatan Kesehatan Lingkungan terimakasih atas dukungan dan doanya selama ini.
m. Untuk semua pihak yang banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih banyak untuk dukungan dan doa yang diberikan.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan sehingga diperlukan kritik dan saran yang membangun. Semoga Allah senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan masyarakat dan dapat menjadi pemecahan masalah dalam bidang kesehatan, terutama di bidang kesehatan lingkungan.
M edan, Oktober 2015
(10)
DAFTAR RIWAYAT HID UP
Nama : Irma Damayanti
Tempat/Tanggal Lahir : M edan/ 17 Oktober 1993
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Belum M enikah
Nama Ayah : Syamsuddin
Suku Bangsa Ayah : Jawa
Nama Ibu : Elviani Lubis
Suku Bangsa Ibu : M andailing
Anak ke : 1 (satu) dari 2 (dua) bersaudara
Alamat Rumah : Jl. M edan-Batang Kuis Psr.10 gg: Lestari No. 53c, Tembung-Deli Serdang
Riwayat Pendidikan
Tahun 1999 – 2005 : SD Negeri 060875 M edan Tahun 2005 – 2008 : SM P Negeri 11 M edan Tahun 2008 – 2011 : M AN 2 M ODEL M edan
Tahun 2011 – 2015 : Fakultas Kesehatan M asyarakat Universitas Sumatera Utara
(11)
DAFTAR IS I
HALAMAN PENGES AHAN ... i
HALAMAN PERN YATAAN KEAS LIAN S KRIPS I ... ii
ABS TRAK... iii
ABSTRACT... iv
KATA PENGANTAR ... v
RIWAYAT HID UP ... viii
DAFTAR IS I ... ix
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan M asalah... 6
1.3 Tujuan Penelitian... 6
1.3.1 Tujuan Khusus ... 6
1.3.2 Tujuan Umum ... 6
1.4 Hipotesis Penelitian ... 7
1.5 M anfaat Penelitian... 7
BAB II TINJAUAN PUS TAKA 2.1 Bunyi ... 8
2.1.1 Definisi Bunyi ... 8
2.1.2 Sumber Bunyi... 8
2.2 Kebisingan ... 9
2.2.1 Definisi Kebisingan ... 9
2.2.2 Jenis-jenis Kebisingan ... 10
2.2.3 Sumber Kebisingan ... 11
2.2.4 Zona Kebisingan... 12
2.2.5 M engukur Kebisingan ... 12
2.2.6 Dampak kebisingan ... 13
2.2.7 Baku M utu Tingkat Kebisingan ... 19
2.2.8 Pengendalian Kebisingan ... 20
2.3. Konsentrasi ... 21
2.3.1 Pengertian Konsentrasi... 21
2.3.2 Ciri-ciri Siswa Yang Dapat Berkonsentrasi ... 23
2.3.3 Faktor-faktor Pendukung Terjadinya Konsentrasi Belajar ... 24
2.3.4 Gangguan Konsentrasi Dengan Sikap Hiperaktif ... 27
2.4. Sekolah ... 30
2.4.1 Sekolah Dasar... 30
2.4.2 Desain Ruang Belajar ... 31
(12)
2.6 Kerangka Konsep ... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………... 35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
3.2.1 Lokasi Penelitian... 35
3.2.2 Waktu Penelitian ... 36
3.3 Populasi dan Sampel ... 36
3.3.1 Populasi ... 36
3.3.2 Sampel... 36
3.4 M etode Pengumpulan Data ... 37
3.4.1 Data Primer ... 37
3.4.2 Data Sekunder ... 37
3.5 Definisi Operasional ... 37
3.6 Aspek Pengukuran ... 38
3.6.1 Tingkat Kebisingan ... 38
3.6.2 Konsentrasi Belajar ... 38
3.7 Prosedur Kerja Pengukuran ... 40
3.7.1 Prosedur Pengukuran Kebisingan Dengan Alat Sound Level Meter ... 40
3.8 Pelaksanaan Penelitian ... 41
3.9 Pengolahan Data ... 43
3.10 Analisis Data ... 44
BAB IV HAS IL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45
4.2 Karakteristik Responden ... 48
4.3 Gambaran Tingkat Kebisingan ... 49
4.4 Perbedaan Tingkat Kebisingan Kelas Sebelum dan Saat Kereta Api M elintas ... 51
4.5 Gambaran Konsentrasi Responden Sebelum Kereta Api M elintas... 52
4.6 Gambaran Konsentrasi Responden Sesudah Kereta Api M elintas... 55
4.7 Perbedaan Konsentrasi Responden Sebelum dan Sesudah Kereta Api M elintas ... 58
BAB V PEMBAHAS AN 5.1 Karakteristik Responden ... 61
5.2 Gambaran Tingkat Kebisingan ... 62
5.3 Perbedaan Tingkat Kebisingan Kelas Sebelum dan Saat Kereta Api M elintas ... 64
5.4 Gambaran Konsentrasi Responden Sebelum Kereta Api M elintas... 66
5.5 Gambaran Konsentrasi Responden Sesudah Kereta Api M elintas... 67
(13)
5.6 Perbedaan Konsentrasi Responden Sebelum dan Sesudah Kereta Api M elintas ... 68 BAB VI KES IMPULAN DAN S ARAN
6.1 Kesimpulan ... 71 6.2 Saran... 72 DAFTAR PUS TAKA... 74
(14)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Baku M utu Kebisingan ...…20 Tabel 3.1 Aspek Pengukuran ... 39 Tabel 4.1 Data Umum SDN 067240 T.A 2015/2016 ... 46 Tabel 4.2 Distribusi Responden M enurut Karakteristik Responden di SDN
067240 Kecamatan M edan Tembung Tahun 2015 ... 48 Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Didalam Kelas Sebelum
Kereta Api M elintas ... 50 Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Didalam Kelas Saat Kereta
Api M elintas ... 50 Tabel 4.5 Perbedaan Tingkat kebisingan Didalam Kelas Sebelum dan Saat
Kereta Api M elintas ... 52 Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Nilai Interference Score Responden Sebelum Kereta Api M elintas ... 53 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsentrasi Responden Berdasarkan Stroop Test Sebelum Kereta Api M elintas ... 55 Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Interference Score Responden Sesudah Kereta Api
M elintas ... 55 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Tingkat Konsentrasi Responden Berdasarkan Stroop Test Sesudah Kereta Api M elintas ... 57 Tabel 4.10Perbedaan Interference Score Responden Sebelum dan Sesudah Kereta Api M elintas ... 58
(15)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Konsep...…34 Gambar 3.1 Denah Lokasi SDN 067240 Kecamatan M edan Tembung... 36 Gambar 4.1 Denah Lokasi Titik Pengukuran Kebisingan Didalam Kelas ... 49 Gambar 4.2 Boxplot Penyebaran Konsentrasi Responden Sebelum Kereta
Api M elintas ... 54 Gambar 4.3 Boxplot Penyebaran Konsentrasi Responden Sesudah Kereta
Api M elintas ... 56 Gambar 4.4 Grafik Penyebaran Mean Interference Score Responden
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 Surat Selesai Penelitian Dari SDN 067240 M edan Lampiran 3 Stroop Test
Lampiran 4 M aster Data Karakteristik Responden
Lampiran 5 M aster Data Hasil Pengukuran Kebisingan Didalam Kelas Lampiran 6 M aster Data Hasil Konsentrasi Dengan Interference Score
Responden Saat Sebelum Dan Sesudah Kereta Api M elintas Lampiran 7 Hasil Uji Statistik
(17)
ABS TRAK
Ketidaknyamanan yang dapat terjadi di lingkungan sekolah salah satunya adalah kebisingan. Kebisingan yang terjadi ketika pelajaran tengah berlangsung berdampak terhadap proses pembelajaran, yaitu salah satunya terganggunya konsentrasi siswa. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan M edan Tembung yang bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat konsentrasi pada siswa sebelum dan sesudah adanya bising akibat perlintasan kereta api.
Jenis penelitian yang digunakan adalah pre eksperimental dengan rancangan one group pretest posttest. Sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu sebanyak 58 siswa. Tingkat kebisingan diukur dengan menggunakan alat Sound Level M eter dan tingkat konsentrasi siswa diukur dengan menggunakan Stroop Test. Analisis data menggunakan uji statistic Non Parametrik (Uji Wilcoxon) dan Uji Parametrik (paired t-test) pada tingkat kemaknaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya rata-rata tingkat kebisingan didalam kelas sebelum kereta api melintas dan saat kereta api melintas melebihi baku mutu yang telah ditetapkan yaitu sebesar 55 dB. Hasil lain juga menunjukkan bahwa hasil interference score siswa sebelum kereta api melintas dengan rerata sebesar 13,59 dan sesudah kereta api melintas sebesar 17,40. Ini menandakan bahwa konsentrasi siswa mengalami penurunan saat posttest dibandingkan dengan saat pretest. Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon diketahui terdapat perbedaan tingkat konsentrasi siswa sebelum dan sesudah adanya bising akibat perlintasan kereta api (p.= 0,001).
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada pihak sekolah agar dapat mereduksi kebisingan yang berasal dari lalu lintas kereta api. Seperti pemasangan tirai atau gorden pada jendela kelas, penggunaan jendela mati pada dinding luar kelas yang menghadap rel kereta api, dan penggunaan vegetasi peredam kebisingan.
Kata kunci: Tingkat Kebisingan, Konsentrasi Siswa, Stroop Test, Sound Level Meter
(18)
ABSTRACT
Discomfort can occur in the environment of school, one of them is the noise. Noise that occurs when subjects ongoing impact on the learning process, which is one of the disruption of the concentration of students.The research was conducted at the State Primary School 067240 Medan Tembung District which aims to find out the difference in the level of concentration towards the students before and after the noise due to railway crossings.
This method of this research was pre-experimental design by using one group and pre-test post-test. The sample of this research is also using purposive sampling technique as many as 58 students. The level of noise was measured by using a Sound Level Meter and level of concentration of students was measured using a Stroop Test. Data analysis is using non-parametric statistical tests (Wilcoxon test) and Parametric Test (paired t-test) at the 95% significance level.
The results showed that in general the average noise level in the classroom before and while the train passed the railway crossing exceeds the quality standards that have been established in the amount of 55 dB. Other results also showed that the results of interference score of students before the railroad crossing with a mean of 13,59 and after the railway crossing at 17,40. This indicates that the concentration of students has decreased when compared with pretest posttest. Based on the test results of wilcoxon test is known, there are the differences in the level of concentration towards the students before and after the noise due to railway crossing (p. = 0,001).
Based on the results of this research are expected to the school in order to reduce the noise while is coming from the rail traffic. Such as the installation of blind or curtain on the window class, the use of firm window on the outside wall towards the class which is passing of the train tracks, and the use of noise dampening vegetation.
Keywords: The level of the noise, Concentration of the students, Stroop Test, Sound Level Meter
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan pemersatu wilayah negara kesatuan republik indonesia dalam rangka mewujudkan wawasan nusantara, serta memperkukuh ketahanan nasional dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945.
Transportasi adalah memindahkan sesuatu ketempat yang diinginkan. Sedangkan alat transportasi adalah benda atau alat yang dapat menjalankan transportasi. Alat transportasi yang dikenal dibagi tiga yaitu transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Kebutuhan manusia akan transportasi membuat alat ini semakin banyak dan berkembang. M ulai dari alat tranportasi tanpa mesin dan menggunakan mesin – mesin yang canggih (Djalante, 2010).
Kebutuhan manusia terhadap transportasi semakin lama semakin meningkat, terutama kebutuhan akan transportasi darat atau dalam bahasan ini berkaitan dengan kereta api. Kereta api merupakan alat transportasi yang dirasa paling efisien dijadikan sebagai alat transportasi jarak jauh karena merupakan alat transportasi yang cepat dan juga terjangkau. Tetapi tidak disadari bahwa mesin-mesin kereta api ini merupakan penyumbang kebisingan terbesar bagi makhluk hidup yang ada disekitarnya termasuk manusia.
(20)
Kebisingan merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan di kota-kota besar. Bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu dan atau membahayakan kesehatan. Laporan WHO tahun 1988 sebagaimana yang disampaikan oleh Ditjen PPM & PLP, Depkes RI (1995), menyatakan bahwa 8 – 12% penduduk dunia telah menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk dan diperkirakan angka tersebut terus akan meningkat.
M enurut Keputusan M enteri Lingkungan Hidup RI No. 48/1996, Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang dapat mengganggu kegiatan dan kesehatan makhluk hidup beserta dengan lingkungannya (Feidihai, 2007 ).
Kebisingan tidak hanya dapat menyebabkan gangguan pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta sistem jantung dan peredaran darah. Gangguan mental emosional yaitu berupa terganggunya kenyamanan kerja, mudah tersinggung, mudah marah. Selain berpengaruh terhadap indera pendengaran pada intensitas kebisingan yang tinggi, kebisingan juga berpengaruh secara fisiologis yaitu terganggu kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, resiko serangan jantung meningkat, dan gangguan pencernaan (Tarwaka dkk, 2004).
Ningrum (2009), Alat transportasi kereta api memiliki tingkat kebisingan berkisar 90 dB yang dampaknya mempengaruhi kerusakan pendengaran tetapi juga mempengaruhi konsentrasi belajar. Priyanto (2007), menyatakan bahwa
(21)
seseorang untuk dapat berkonsentrasi dalam belajar perlu tempat yang tenang tanpa suara yang mengganggu yaitu berkisar 35 dB.
Sekolah adalah sebuah lembaga pendidikan yang digunakan tempat kegiatan belajar mengajar. Sehingga dalam perencanaannya, sebuah bangunan perlu memperhatikan beberapa faktor, yakni faktor keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan yang tentunya dapat dirasakan oleh siswa. Namun dalam kenyataannya, sebuah bangunan sekolah dapat mengalami permasalahan dalam pemenuhan ketiga faktor tersebut, misalnya faktor kenyamanan. Ketidaknyamanan yang dapat terjadi di lingkungan sekolah salah satunya adalah kebisingan yang terjadi ketika pelajaran tengah berlangsung.
Belajar tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, yaitu kondisi lingkungan sekitarnya. Kebisingan merupakan hal yang mengganggu dalam proses belajar mengajar, pada intensitas yang lama dan tingkat tertentu dapat berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu, zona pendidikan memerlukan suasana yang tenang dari kebisingan termasuk kebisingan akibat lalu lintas.
Ketenangan menghasilkan sebuah lingkungan yang meningkatkan daya pembelajaran siswa. M enurut M etawati (2013) yang mengutip pendapat Earthman, menyatakan bahwa kebisingan suatu kelas pasti mengganggu proses belajar. Hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi siswa untuk mencerna informasi yang diperoleh. Beliau mengatakan bahwa belajar dalam lingkungan bising akan lebih sulit bagi siswa pada dasarnya sudah sulit untuk fokus dalam belajar. Beliau
(22)
juga mengatakan bahwa tingkat kebisingan pada suatu kelas juga dapat mengganggu pembelajaran dan meningkatkan ketegangan dalam nada bicara guru. Sesuai dengan KEPM ENLH No. 48 Tahun 1996 baku tingkat kebisingan peruntukan kawasan lingkungan kesehatan/lingkungan kegiatan di sekolah atau sejenisnya, tingkat kebisingan tidak diperbolehkan melebihi 55 dB. Pada penelitian Hidayati (2007) menjelaskan bahwa kebisingan pada intensitas yang lama dan dalam tingkat tertentu dapat membahayakan psikologi belajar dan kesehatan siswa yangterpapar oleh sumber kebisingan. Pada penelitian Djalante (2010) paparan tingkat kebisingan yang dapat ditolerir oleh seseorang, tergantung dari kegiatan apa yang dilakukan oleh orang yang terpapar tersebut. M isalnya, seseorang yang sedang melakukan belajar mengajar dan seseorang yang sedang melakukan kegiatan beribadah, akan merasa terganggu dengan kebisingan yang rendah sekalipun. Pengaruh kebisingan pada 55 – 65 dB terhadap kesehatan antara lain berupa gangguan kenyamanan, gangguan komunikasi, gangguan konsentrasi dan menimbulkan rasa kesal (Berglund, 1996).
Hasil penelitian yang telah dilakukan Shield dan Dockrell di London (2005) pada 142 sekolah dasar, menemukan 65% sekolah dasar terpapar bising melebihi standar WHO (55 dB) ; 86% dari sumber bising tersebut berasal dari jalan raya, sedangkan sumber bising jalan raya tersebut 85% disebabkan oleh suara mesin mobil, disusul 55% dari bising pesawat udara yang melintas di atas lingkungan sekolah.
Sutopo (2007) telah meneliti rata-rata kebisingan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kali Ajir Lor Berbah Sleman yang berada di sekitar Bandara Adi Sucipto
(23)
sebesar 71,40 dB , dengan keluhan yang dirasakan oleh 70 murid SDN tersebut terdapat 46,5% sulit mulai tidur, 45,1% sering terbangun malam, dan 42,2% merasa kurang tidur, dan terdapat 43 siswa mengalami penurunan pendengaran hantaran udara. Sedangkan Ayuningtyas (2010), melakukan pengukuran tingkat kebisingan di SM AN 37 Jakarta sebesar 78,3-104,8 dB dengan keadaan sekolah berada dekat dengan rel kereta api.
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 067240 M edan merupakan salah satu sarana dan prasarana yang ada dikota medan yang bergerak di bidang pendidikan. SD Negeri 064270 M edan terletak dekat dengan rel kereta api dan berada tepat di tengah-tengah pemukiman warga, sehingga paparan kebisingan diduga sering terjadi di lingkungan sekolah dasar tersebut. Di SD Negeri 064270 kebisingan sering kali terjadi pada saat proses belajar mengajar, karena letak kelas dari sekolah tersebut berdekatan dengan rel kereta api sedangkan kereta api yang melintas dalam sehari bisa berlalu lalang 30-40 kali per hari, ini bisa dikatakan jalur kereta api yang sangat sibuk aktifitasnya. Sehingga sangat rawan dengan paparan polusi kebisingan.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada awal A gustus 2015, masih terdapat beberapa siswa yang ketika kereta api melintas disaat jam pelajaran, siswa-siswa tersebut menghentikan aktifitas belajarnya dan berusaha untuk melihat kearah luar jendela. M aka dari itu penulis tertarik melakukan penelitian untuk melihat perbedaan tingkat konsentrasi sebelum dan sesudah adanya bising akibat aktifitas perlintasan kereta api pada siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan M edan Tembung Kota M edan Tahun 2015.
(24)
1.2 Perumusan Masalah
Lokasi sekolah yang berada di dekat rel kereta api dan di tengah-tengah permukiman penduduk. Kereta api yang melintas dalam sehari bisa berlalu lalang 30-40 kali per hari, ini bisa dikatakan jalur kereta api yang sangat sibuk aktifitasnya. Sehingga sangat rawan dengan paparan polusi kebisingan. Hal inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui perbedaan tingkat konsentrasi sebelum dan sesudah adanya bising akibat aktifitas perlintasan kereta api pada siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan M edan Tembung Kota M edan Tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan tingkat konsentrasi sebelum dan sesudah adanya bising akibat aktifitas perlintasan kereta api pada siswa di Sekolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan M edan Tembung Kota M edan Tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik responden.
2. Untuk mengetahui tingkat kebisingan di dalam kelas sebelum dan saat kereta api melintas di SD Negeri 067240 Kecamatan M edan Tembung Kota M edan Tahun 2015.
3. Untuk mengetahui konsentrasi sebelum adanya bising akibat aktifitas perlintasan kereta api pada siswa di SD Negeri 067240 Kecamatan M edan Tembung Kota M edan tahun 2015.
(25)
4. Untuk mengetahui konsentrasi sesudah adanya bising akibat aktifitas perlintasan kereta api pada siswa di SD Negeri 067240 Kecamatan M edan Tembung Kota M edan tahun 2015.
1.4 Hipotesis Penelitian
Ho : Tidak ada perbedaan antara tingkat konsentrasi pada siswa sebelum dan sesudah adanya bising akibat aktifitas perlintasan kereta api.
Ha : Ada perbedaan antara tingkat konsentrasi pada siswa sebelum dan sesudah adanya bising akibat aktifitas perlintasan kereta api.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi pihak sekolah sebagai bahan informasi mengenai kebisingan dan akibat yang di timbulkannya serta masukan dalam melakukan upaya pengendalian lingkungan dan manajemen perbaikan ruangan kelas guna mereduksi bising yang bersumber dari aktifitas lalu lintas kereta api, dalam meningkatkan proses belajar mengajar.
2. Bagi fakultas sebagai bahan bacaan dan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya.
3. Bagi peneliti sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari selama perkuliahan serta memberikan pengalaman langsung dalam pelaksanaan dan penulisan penelitian serta menyusun hasil penelitian.
(26)
BAB II
TINJAUAN PUS TAKA
2.1 Bunyi
2.1.1 Definisi Bunyi
Bunyi adalah arus energi yang berbentuk gelombang dan mempunyai tekanan. Bunyi dijalarkan melalui medium padat, cair atau gas. Gelombang bunyi sampai ketelinga atau alat pendengaran manusia berupa rangsangan-rangsangan yang dapat didengar, apabila bunyi tersebut tidak diinginkan maka dinyatakan sebagai kebisingan (M ukono, 2005).
Kita dapat membedakan bunyi dalam tiga aspek. Pertama, harus ada sumber bunyi. Sumber gelombang bunyi adalah suatu obyek yang bergetar. Kedua, energi yang dipindahkan dari sumber dalam bentuk gelombang bunyi longitudinal. Dan yang ketiga, bunyi dideteksi oleh telinga atau suatu alat penerima bunyi (Giancoli, 1997).
Bunyi disebut sebagai gelombang di udara dan udara berlaku sebagai mediumnya, bunyi yang dihasilkan tersebut tidak lain adalah sumber getaran. Getaran dapat bersumber dari medium-medium seperti kawat, batang ataupun yang sejenisnya (Soedojo, 1986).
2.1.2 Sumber Bunyi
Sumber bunyi adalah sumber getaran yang dihasilkan dari suatu gelombang bunyi (Soedojo, 1986). Dalam Soedojo (2004) Sumber getaran tersebut menggetarkan semua medium yang ada di sekelilingnya. Adapun
(27)
wujud-wujud dari sumber bunyi dibedakan menjadi sumber bunyi sebagai senar atau disebut juga dawai, pita dan permukaan.
Satwiko (2005) juga menyatakan bahwa sumber bunyi dapat berupa benda-benda yang mampu bergetar, seperti denar gitar, tali suara manusia atau disebut juga dengan pita suara, loudspeaker, serta bunyi tepuk tangan. Penerima bunyi tersebut adalah telinga manusia, ada juga suatu alat yang dapat menerima bunyi yaitu microphone. Bunyi harus merambat dengan media perantara, karena jika tanpa media perantara, sumber bunyi tersebut tidak mampu merambat sampai ke penerima bunyi yang disebut dengan pendengaran.
2.2 Kebisingan
2.2.1 Definisi Bising/Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan. Saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab “penyakit lingkungan” yang penting (Slamet, 2006).
Keputusan M enteri Lingkungan Hidup No: Kep-48/M ENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan menyebutkan : “ Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan”.
M enurut Suma’mur (2010), kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan macam-macam intensitas yang tidak diinginkan sehingga mengganggu kesehatan orang terutama pendengaran. Bunyi atau suara yang didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar
(28)
dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul diluar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound).
2.2.2 Jenis-jenis Kebisingan
Jenis-jenis kebisingan dapat dibedakan menjadi lima bagian, yaitu (Suma’mur, 2009):
1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise), misalnya suara mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain
2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band noise), misalnya suara mesin gergaji sirkuler, katup gas, dan lain-lain
3. Kebisingan terputus-putus (intermittent), misalnya arus lalu lintas, suara pesawat terbang dibandara, suara kereta api
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya tembakan meriam, ledakan
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya suara mesin tempa, pandai besi.
Sementara itu, Soedirman (2014) mengelompokkan jenis-jenis bising yang sering dijumpai dalam industri dan sektor-sektor kegiatan ekonomi lainnya yaitu :
(29)
1. Bising dengan spektrum frekuensi luas (steady wide-band noise) termasuk kisaran frekuensi yang lebar seperti mesin di bengkel, kipas angin, dapur peleburan, dan tanah putar di pabrik semen.
2. Bising dengan spektrum frekuensi sempit (steady narrow-band noise), yang energinya dari suara sebagian besar terkonsentrasi dalam beberapa frekuensi seperti gergaji putar.
3. Bising terputus (impact noise), yaitu bunyi dalam suatu waktu yang pendek tunggal seperti mesin tempa, pancang fondasi.
4. Bunyi impact berulang, seperti rivetting.
5. Bunyi berulang (intermittent niose) seperti suara lalu lintas yang terdengar di rumah atau kantor, dan suara pesawat terbang yang terdengar di sekitar lapangan terbang.
2.2.3 Sumber Kebisingan
Sumber-sumber bising pada dasarnya ada tiga macam, yaitu sumber bising titik, sumber bising bidang dan sumber bising garis. Kebisingan yang diakibatkan lalu lintas adalah kebisingan garis (Suroto, 2010). Sumber-sumber kebisingan menurut Prasetio (1985) dapat bersumber dari :
1. Bising interior yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-alat rumah tangga, atau mesin-mesin gedung.
2. Bising outdoor yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas, transportasi, industry, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat pembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain-lain di luar ruangan atau gedung.
(30)
2.2.4 Zona Kebisingan
Peraturan menteri kesehatan No. 718 tahun 1987 dalam Setiawan (2010) tentang kebisingan pada kesehatan dibagi menjadi empat zona wilayah yaitu: 1. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan
kesehatan atau sosial. Intensitas tingkat kebisingannya berkisar 35-45 dB.
2. Zona B adalah untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. M embatasi angka kebisingan antara 45-55 dB.
3. Zona C antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar. Dengan kebisingan sekitar 50-60 dB.
4. Zona D untuk lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api dan terminal bus. Tingkat kebisingan berkisar 60-70 dB.
2.2.5 Mengukur Kebisingan
Bunyi diukur dengan satuan yang disebut dengan desibel. Dalam hal ini mengukur besarnya tekanan udara yang ditimbulkan oleh gelombang bunyi. Satuan desibel diukur dari 0 sampai 140, atau bunyi terlemah yang masih dapat di dengar oleh manusia sampai tingkat bunyi yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada telinga manusia. Desibel biasa disingkat dengan dB dan mempunyai skala A, B, dan C. Skala yang terdekat dengan pendengaran manusia adalah skala A atau dBA.
Pengukuran kebisingan adalah memperoleh data tentang frekuensi dan intensitas kebisingan di perusahaan atau dimana saja serta menggunakan data hasil pengukuran kebisingan untuk mengurangi intensitas kebisingan tersebut, sehingga tidak menimbulkan gangguan dalam rangka upaya konservasi
(31)
pendengaran tenaga kerja atau perlindungan masyarakat dari gangguan kebisingan, ketenangan dalam kehidupan masyarakat atau tujuan lainnya (Suma’mur, 2009).
Benjamin (2005) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil pengukuran tingkat kebisingan yang akurat, diperlukan alat-alat khusus. Dua perangkat keras yang populer digunakan untuk menganalisis tingkat kebisingan pada berbagai jenis industri, lalu lintas dan ilmiah adalah Sound Level Meter dan Noise Dosimeter.
Sound Level Meter adalah alat utama yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan dalam desibel (dB). Desibel (dB) adalah suatu unit tanpa dimensi yang digunakan untuk menyatakan besaran-besaran relatif dari tenaga. Jumlah dB adalah 10 kali dari logaritma (dasar 10) dari perbandingan tenaga-tenaga.
2.2.6 Dampak kebisingan
Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan kepada indera-indera pendengar. M ula-mula efek kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pemaparan dihentikan. Tetapi pemaparan secara terus menerus mengakibatkan kerusakan menetap kepada indera-indera pendengaran.
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan yang dapat di kelompokkan secara bertingkat sebagai berikut :
(32)
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan. Di samping itu kebisingan dapat juga mengganggu “Cardiac Out Put” dan tekanan darah (wahyu, 2003).
Pada berbagai penyelidikan ditemukan bahwa pemaparan bunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada permulaan pemaparan terhadap bunyi kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi.
b. Gangguaan psikologis
Gangguan fisiologis lama kelamaan bisa menimbulkan gangguan psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis, seperti rasa khawatir, jengkel, takut dan sebagainya. Stabilitas mental adalah kemampuan seseorang untuk berfungsi atau bertindak normal. Suara yang tidak dikehendaki memang tidak menimbulkan mental illness akan tetapi dapat memperberat problem mental dan perilaku yang sudah ada (Jain, 1981).
Reaksi terhadap gangguan ini sering menimbulkan keluhan terhadap kebisingan yang berasal dari pabrik, lapangan udara dan lalu lintas. Umumnya kebisingan pada lingkungan melebihi 50 – 55 dB pada siang hari dan 45 – 55 dB
(33)
akan mengganggu kebanyakan orang. Apabila kenyaringan kebisingan meningkat, maka dampak terhadap psikologis juga akan meningkat. Kebisingan dikatakan mengganggu, apabila pemaparannya menyebabkan orang tersebut berusaha untuk mengurangi, menolak suara tersebut atau meninggalkan tempat yang bisa menimbulkan suara yang tidak dikehendakinya.
c. Gangguan patologis organis
Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. Kelainan yang timbul pada telinga akibat bising terjadi tahap demi tahap sebagai berikut: (Wahyu, 2003)
1. Stadium adaptasi
Adaptasi merupakan suatu daya proteksi alamiah dan keadaan yang dapat pulih kembali, atau kata lain sifatnya reversible.
2. Stadium “temporary threshold shiff”
Disebut juga “auditory fatigue” yang merupakan kehilangan pendengaran “reversible” sesudah 48 jam terhindar dari bising itu. Batas waktu yang diperlukan untuk pulih kembali sesudah terpapar bising adalah 16 jam. Bila pada waktu bekerja keesokan hari pendengaran hanya sebagian yang pulih maka akan terjadi “permanent hearing lose”.
3. Stadium “persistem trehold shiff”
Dalam stadium ini ambang pendengaran meninggi lebih lama, sekurang-kurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkungan bising, pendengaran masih terganggu.
(34)
4. Stadium “permanent trehold shiff”
Pada stadium ini meningginya ambang pendengaran menetap sifatnya, gangguan ini banyak ditemukan dan tidak dapat disembuhkan. Tuli akibat bising ini merupakan tuli persepsi yang kerusakannya terdapat dalam cochlea berupa rusaknya syaraf pendengaran.
d. Komunikasi
Kebisingan dapat menganggu pembicaraan. Paling penting disini bahwa kebisingan menganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa yang di bicarakan oleh orang lain, apakah itu berupa:
1. Percakapan langsung (face to face). 2. Percakapan telepon.
3. M elalui alat komunikasi lain, misalnya radio, televisi dan pidato.
Tempat dimana komunikasi tidak boleh terganggu oleh suara bising adalah sekolah, area latihan dan test, teater, pusat komunikasi militer, kantor, tempat ibadah, perpustakaan, rumah sakit dan laboratorium. Banyaknya suara yang bisa dimengerti tergantung dari faktor seperti : level suara pembicaraan, jarak pembicaraan dengan pendengaran, bahasa/kata yang dimengerti, suara lingkungan dan faktor-faktor lain (Jain, 1981).
M enurut Soedirman (2014), dampak kebisingan terhadap manusia terbagi dua yaitu :
1. Efek auditori
Terhadap tenaga kerja yang terpapar bising, ada dua tipe kehilangan daya pendengaran , yaitu :
(35)
a. Temporary threshold shift (TTS) atau kehilangan daya pendengaran sementara, yaitu berkurangnya kemampuan untuk mendengar suara yang lemah.
b. Noise-induced permanent threshold shift (NIPTS) atau kehilangan daya pendengaran menetap, yaitu berkurangnya kemampuan mendengar suara , yang tidak dapat pulih.
2. Efek Non-auditori
Efek non-auditori adalah semua efek terhadap kesehatan dan kesejahteraan yang disebabkan oleh pemaparan bising, kecuali efek pada organ pendengaran dan efek karena masking dari auditori informasi. Efek non-auditori sering kali hanya dianggap sebagai sesuatu yang ringan dan efek yang kurang penting, baik disebabkan oleh stresor lain maupun sebagai pilihan gaya hidup individual. Namun, sebenarnya telah ditemukan indikasi efek-efek non-auditori yang tidak dapat atau harus tidak diabaikan dalam melindungi tenaga kerja di lingkungan kerjanya, diantaranya :
1. Insiden stres meningkat (ansietas).
2. Perubahan perilaku kejiwaan, seperti perasaan khawatir, penurunan kemampuan membaca komprehensif, penurunan luasnya perhatian dan memori, kesulitan memecahkan masalah, mudah tersinggung, tidak sabar, gugup, gangguan ketenangan, gangguan kenyamanan, gangguan konsentrasi, ketidakmampuan menurunkan ketegangan.
3. Perubahan pola perilaku, seperti peningkatan agresivitas, penurunan perilaku menolong, masalah dengan hubungan personal, dan gangguan komunikasi.
(36)
4. Perubahan fisiologis pada tubuh, seperti hipertensi, penyakit jantung iskemik, gangguan peredaran darah/jantung, gangguan pencernaan, gangguan tidur, perubahan dalam sistem imun, sakit kepala.
M enurut Keputusan M enteri Negara Lingkungan Hidup (KM NLH) (1996) dalam Setiawan (2010), jenis-jenis dari dampak kebisingan ada dua tipe yangdiuraikan sebagai berikut:
1. Akibat badaniah.
Kehilangan pendengaran: terjadi perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan dan perubahan ambang batas permanen akibat kebisingan.
Akibat fisiologis: rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi denging.
2. Akibat-akibat psikologis.
Gangguan emosional: kejengkelan, kebingungan
Gangguan gaya hidup: gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca dan lain-lain.
Gangguan pendengaran: merintangi kemampuan mendengar bunyi TV radio, percakapan, telepon dan sebagainya
2.2.7 Baku mutu tingkat kebisingan
Baku mutu sesungguhnya hanya merupakan alat atau pedoman yang mengikat untuk diperhatikan dari segi keselamatn kerja. Sebaliknya bila sudah diterapkan metode nilai ambang batas ini tidak berarti bahwa sebaliknya sudah ada jaminan para pekerja itu bebas dari segala resiko terhadap adanya bahan berbahaya dalam lingkungan kerjanya (Ryadi, 2005)
(37)
Untuk menjamin bahwa tingkat kebisingan tidak berpotensi mengakibatkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan maka dibuat suatu standar acuan yang disebut Baku Tingkat Kebisingan. Dimana Baku Tingkat Kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (M ulia, 2005).
Tabel 2.1 Baku mutu kebisingan
Zona Kawasan / Lingkungan Kesehatan Tingkat Kebsingan dB Peruntukan Kawasan
Perumahan dan Pemukiman 55
Perdagangan dan Jasa 70
Perkantoran dan Perdagangan 65
Ruang Terbuka Hijau 50
Industri 70
Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
Rekreasi 70
Khusus
Bandar Udara 60
Stasiun Kereta Api 60
Pelabuhan Laut 70
Cagar Budaya 70
Lingkungan Kegiaatan
Rumah Sakit atau Sejenisnya 55
Sekolah dan Sejenisnya 55
Tempat Ibadah atau Sejenisnya 55
Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 2.2.8 Pengendalian Kebisingan
Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan peraturan yang melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik) mengeluarkan bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi dapat dilakukan dengan membuat penghalang (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar. Sebagai contoh, penanaman pohon bambu disekitar kawasan industri dapat mereduksi
(38)
bising yang diterima masyarakat, ataupun proteksi kebisingan pada masyarakat yang terpapar dapat dilakukan dengan penggunaan sumbat telinga pada masyarakat yang berada dekat kawasan industri yang menghasilkan kebisingan (M ulia, 2005).
M enurut Satwiko (2004) Strategi Umum Penanganan Kebisingan :
a. Langkah awal selalu menangani kebisingan pada sumbernya dengan cara mengatur sedemikian rupa agar sumber bunyi mengeluarkan intensitas bunyi minimal. Bila memungkinkan, bungkamlah sumber kebisingan dengan cara memberikan penutup yang melingkupi sumber tadi dari bahan yang memiliki hambatan suara tinggi.
b. Bila tidak memungkinkan menangani sumber kebisingan langsung, maka tangani media rambat bunyi. Getaran mesin dapat merambat melalui lantai yang akan menjadi kebisingan diruang lain. Pemakaian pegas atau perdam getaran langsung pada mesin akan memotong rambatan bunyi. Permukaan-permukaan yang tidak memantulkan bunyi akan sangat membantu mengurangi kebisingan.
c. Jika kedua hal diatas tidak memungkinkan, maka terpaksa penanganan kebisingan dilakukan pada penerima bunyi. Pelindungan telinga (ear protector) sangat dibutuhkan untuk melindungi telinga dari ketulian akibat kebisingan yang berat. 2.3 Konsentrasi
2.3.1 Pengertian Konsentrasi
M enurut asal katanya, konsentrasi atau concentrate berarti memusatkan, dan dalam bentuk kata bentuk kata benda, concentration artinya pemusatan.
(39)
Dalam Supriyo (2008), Konsentrasi adalah pemusatan perhatian pikiran terhadap suatu hal dengan mengesampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan.
Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam belajar konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran (Slameto, 2003).
Selain itu, Siswanto (2007) menyebutkan bahwa yang dimaksud konsentrasi yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsentrasi ketika menghadapi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi semakin kabur dan tidak terarah.
Pengertian konsentrasi secara umum adalah sebagai suatu proses pemusatan pemikiran kepada suatu objek tertentu. Artinya tindakan atau pekerjaan yang kita lakukan dilakukan secara sungguh-sungguh dengan memusatkan seluruh panca indra kita, penciuman, pendengaran, pengelihatan dan fikiran kita. Bahkan yang sifatnya abstrak sekalipun yaitu perasaan. Ketika memahami kata perkata tentu harus paham betul arti kata yang di maksud, pendengaran kita harus mampu menyerap apa yang disampaikan guru. Sehingga maksud dan tujuannya sampai. Ketika kita memahami dengan pendengaran dan
(40)
mampu mengerti apa yang dimaksud dengan bersungguh-sungguh mendegar serta memperhatikannya dengan sungguh-sungguh maka itu dinamakan konsentrasi. 2.3.2 Ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi
Ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi belajar berkaitan dengan perilaku belajar yang meliputi perilaku kognitif, perilaku afektif, dan perilaku psikomotor. Engkoswara (dalam Tabrani Rusyan, 1998) menjelaskan klasifikasi perilaku belajar yang dapat digunakan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang dapat berkonsentrasi belajar sebagai berikut:
a. Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang menyangkut masalah pengetahuan, informasi, dan masalah kecakapan intelektual. Pada perilaku kognitif ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan:
1. kesiapan pengetahuan yang dapat segera muncul bila diperlukan 2. komprehensif dalam penafsiran informasi
3. mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh
4. mampu mengadakan analisis dan sintesis pengetahuan yang diperoleh.
b. Perilaku afektif, yaitu perilaku yang berupa sikap dan apersepsi. Pada perilaku ini, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan:
1. Adanya penerimaan, yaitu tingkat perhatian tertentu
2. Respon, yaitu keinginan untuk mereaksi bahan yang diajarkan
3. M engemukakan suatu pandangan atau keputusan sebagai integrasi dari suatu keyakinan, ide, dan sikap seseorang.
c. Perilaku psikomotor, siswa yang memiliki konsentrasi belajar dapat ditengarai dengan;
(41)
1. Adanya gerakan anggota badan yang tepat atau sesuai dengan petunjuk guru 2. Komunikasi non verbal seperti ekspresi muka dan gerakan-gerakan yang penuh
arti.
2.3.3 Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Terjadinya Konsentrasi Belajar
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan seorang siswa dalam belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor pendukung. M enurut Hakim (2002), faktor pendukung tersebut meliputi faktor internal dan faktor eksternal, berikut akan dijelaskan secara rinci :
1. Faktor Internal Pendukung Konsentrasi Belajar
Faktor internal merupakan faktor pertama dan utama yang sangat menentukan apakah seseorang dapat melakukan konsentrasi secara efektif atau tidak. Secara garis besar, faktor-faktor ini meliputi faktor jasmaniah dan faktor rohaniah. a. Faktor jasmaniah
Hal ini dapat dilihat dari kondisi jasmani seseorang yang meliputi kesehatan badan secara menyeluruh yang artinya:
1. Kondisi badan yang normal menurut standar kesehatan atau bebas dari penyakit yang serius
2. Kondisi badan di atas normal atau fit akan lebih menunjang konsentrasi 3. Cukup tidur dan istirahat
4. Cukup makan dan minum serta makanan yang dikonsumsi memenuhi standar gizi untuk hidup sehat
(42)
6. Tidak mengalami gangguan fungsi otak karena penyakit tertentu, seperti sering kejang, ayan, dan hiperaktif
7. Tidak mengalami gangguan saraf
8. Tidak dihinggapi rasa nyeri karena penyakit tertentu, seperti mag dan sakit kepala 9. Detak jantung normal mempengaruhi ketenangan dan sangat mempengaruhi
konsentrasi efektif b. Faktor Rohaniah
Untuk dapat melakukan konsentrasi yang efektif, kondisi rohani seseorang setidak-tidaknya harus memenuhi hal-hal berikut:
1. Kondisi kehidupan sehari-hari cukup tenang
2. M emiliki sifat baik, terutama sifat sabar dan konsisten
3. Taat beribadah sebagai penunjang ketenangan dan daya pengendalian diri 4. Tidak dihinggapi berbagai jenis masalah yang terlalu berat
5. Tidak emosional
6. Tidak sedang dihinggapi stres berat 7. Tidak mudah putus asa
8. M emiliki kemauan keras yang tidak mudah padam 2. Faktor Eksternal Pendukung Konsentrasi Belajar
Faktor eksternal adalah segala hal-hal yang berada di luar diri seseorang atau lebih tepatnya segala hal yang berada di sekitar lingkungan. Hal-hal tersebut juga menjadi pendukung terjadinya konsentrasi yang efektif. Beberapa faktor eksternal yang mendukung konsentrasi efektif yaitu:
(43)
b. Udara c. Penerangan
d. Orang-orang sekitar lingkungan e. Suhu
f. Fasilitas.
Selain faktor pendukung, ada juga faktor penghambat terjadinya konsentrasi belajar. Faktor penghambat tersebut menjadi penyebab terjadinya gangguan konsentrasi belajar. Ada dua faktor-faktor penyebab gangguan konsentrasi menurut Hakim (2003), yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor-faktor internal merupakan faktor penyebab gangguan konsentrasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor internal terbagi ke dalam dua garis besar yaitu:
a. Faktor jasmaniah, yang bersumber dari kondisi jasmani seseorng yang tidak berada di dalam kondisi normal atau mengalami gangguan kesehatan, misalnya mengantuk, lapar, haus, gangguan panca indra, gangguan pencernaan, gangguan jantung, gangguan pernapasan, dan sejenisnya.
b. Faktor rohaniah, berasal dari mental seseorang yang dapat menimbulkan gangguan konsentrasi seseorang, misalnya tidak tenang, mudah gugup, emosional, tidak sabar, mudah cemas, stres, depresi, dan sejenisnya.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor penyebab gangguan yang berasal dari luar diri seseorang, yaitu lingkungan di sekitar orang tersebut berada. Gangguan yanag
(44)
sering dialami adalah adanya rasa tidak nyaman dalam melakukan berbagai kegiatan yang memerlukan konsentrasi penuh misalnya ruang belajar yang sempit, kotor, udara yang berpolusi, dan suhu udara yang panas.Butuh usaha keras untuk meminimalkan gangguan-gangguan tersebut. Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah mengusahakan agar siswa tetap memiliki konsentrasi belajar yang kuat sehingga tetap mampu melakukan kegiatan dengan baik, walaupun faktor gangguan tersebut tetap ada.
2.3.4 Gangguan Konsentrasi Dengan Sikap Hiperaktif (ADHD)
ADHD merupakan singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, yaitu sebuah gangguan pada perkembangan otak yang menyebabkan penderitanya menjadi hiperaktif, impulsif, serta susah memusatkan perhatian. M enurut Barkley (1991), ADHD sebagai sebuah gangguan dimana respons menjadi terhalang dan mengalami disfungsi pelaksana yang mengarah pada kurangnya pengaturan diri, lemahnya kemampuan untuk mengatur perilaku untuk tujuan sekarang dan masa depan, serta sulit beradaptasi secara sosial dan perilaku dengan tuntutan lingkungan.
ADHD adalah permasalahan mental yang diderita oleh 3-5% anak di Amerika (American Psychiatric Association, 1994). Dari keseluruhan anak yang didiagnosis menderita ADHD, 70-80% diantaranya akan terus mengalami hal-hal yang sesuai dengan kriteria gangguan tersebut kala mencapai usia remaja, dan 50-70% diantaranya hingga usia dewasa.
(45)
ADHD dibagi menjadi tiga jenis, dan masing-masing jenis memiliki gejala yang berbeda-beda. Ketiga jenis tersebut adalah: tidak acuh, hiperaktif-bertindak sekehendak hati, dan kombinasi antara jenis tidak acuh dan hiperaktif.
Anak yang menderita ADHD jenis tidak acuh, kemungkinan memiliki gejala-gejala sebagai berikut :
a. M emiliki kemampuan memusatkan perhatian yang lemah. b. Perhatiannya mudah sekali teralihkan.
c. Tidak mampu memperhatikan sesuatu secara teperinci. d. Sering membuat kesalahan
e. Gagal dalam mnyelesaikan segala hal.
f. M engalami masalah atau sulit mengingat sesuatu.
g. Kelihatan seolah-olah tidak mendengarkan saat diajak berbicara. h. Tidak dapat diatur.
Anak-anak penderita ADHD hiperaktif, memiliki gejala-gejala sebagai berikut : a. Selalu terlihat gelisah dan posisi badan tidak pernah tenang.
b. Tidak dapat duduk tenang atau bermain dengan tertib. c. Berlari atau melompat kesana kemari meskipun dilarang. d. Berbicara terus-menerus dan membuat kegaduhan e. Langsung menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu f. Tidak bersedia menunggu giliran.
g. M emotong pembicaraan orang lain.
Penyebab pasti ADHD belum diketahui secara pasti, namun para peneliti memusatkan objek penelitiannya pada kinerja dan perkembangan otak. Selain itu,
(46)
terdapat tiga faktor yang dianggap mempengaruhi kondisi ADHD, yaitu faktor genetik, ketidakseimbangan kimia didalam otak, serta kinerja otak anak yang mengontrol perhatian tampak tidak terlalu aktif dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya.
Diperkirakan ada banyak faktor yang menyebabkan ADHD, sehingga pencegahannya juga akan sangat sulit dilakukan. M eskipun demikian, untuk berjaga-jaga akan sangat bijaksana bagi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan awal sebelum sang anak dilahirkan. Disamping itu, seyogianya sang ibu juga menjauhkan diri dari alkohol, obat-obatan terlarang, tembakau, dan zat-zat kimia berbahay lainnya selama proses kehamilan.
Tindakan orangtua dalam menangani ADHD pada anak :
a. Berkonsultasilah dengan ahli jiwa, psikolog, dan ahli saraf anak, atau dokter spesialis anak-anak langganan anda guna meminta saran terbaik mereka.
b. Bersabarlah ketika anak anda didiagnosis mengidap gangguan itu, dan yakinilah bahwa diperlukan waktu untuk memperoleh kemajuan bagi si penderita.
c. Yakinilah jika anak anda masih memiliki kelebihan. Dukunglah kekuatan, kemampuan, serta bangkitkan perasaan dalam diri mereka bahwa mereka berharga bagi anda, keluarga, dan lingkungan sekitar.
d. Dapatkan informasi lebih akurat yang berkaitan dengan gangguan ini dari perpustakaan, internet atau sumber-sumber lainnya.
e. Bicaralah atau bertukar pikiran dengan keluarga lain yang memiliki anak penderita ADHD juga.
(47)
f. Berjumpa dan bergabunglah dengan organisasi perkumpulan yang anggotanya terdiri dari keluarga yang mempunyai masalah yang sama.
2.4 Sekolah 2.4.1 Sekolah dasar
Sekolah adalah tempat bagi manusia untuk menerima informasi dan memasukkannya ke otak. M anusia bersekolah agar menjadi lebih pandai dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sebuah sekolah merupakan tempat atau bangunan yang diperuntukkan bagi manusia untuk menerima dan memberikan pelajaran.
Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2001) Pasal 17 mendefinisikan pendidikan dasar sebagai berikut:
1. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
2. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (M I) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SM P) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
(48)
2.4.2 Desain Ruang Belajar
Strategi penanganan kebisingan bisa dilakukan di luar ruangan maupun didalam ruangan. Dalam hal ini, penanganan didalam ruangan (ruang belajar).
Peredam bunyi yang efektif dalam memakai peredam bunyi adalah sebagai berikut :
a. Pasanglah bahan-bahan peredam bunyi pada permukaan yang dapat menyebabkan waktu dengung berlebihan, gema mengganggu, dan titik api bunyi.
b. Jangan menggunakan bahan peredam bunyi pada permukaan yang dapat bermanfaat sebagai pemantul seperti pada bidang diatas podium auditorium. c. Jika lantai tidak berkarpet dinding tidak dilapis gorden tebal, dan diruangan tidak
terdapat perabot yang dapat meredam bunyi, gunakanlah langit-langit sebagai pengendali kebisingan.
d. Tempatkan peredam pada dinding-dinding ruang yang sangat tinggi, kecil, lorong yang panjang dan sempit.
e. Perhatikan baik-baik detail konstruksi pemegang bahan peredam karena sangat berpengaruh terhadap efektifitas peredam.
f. Jangan berlebihan menganggap bahwa bahan peredam bunyi akan banyak mngurangi intensitas bunyi sebab bahan peredam digunakan untuk mengurangi pemantulan.
Adapun material yang digunakan pada ruang kelas untuk mendukung waktu dengung yang disarankan pada ruang belajar, yaitu:
• Lantai lapis plywood
(49)
• Plafond, dari busa polyurethane 2.5 S troop Test
Kajian Stroop Effect adalah salah satu kajian yang digunakan untuk melihat proses perhatian dan kesadaran dalam diri manusia. “Stroop Effect" pertama kali diperkenalkan pada tahun 1935 oleh John Ridley Stroop dalam jurnalnya yaitu “Studies Of Interference In Serial Verbal Reactions”. Eksperimen ini adalah yang berkaitan dengan pengecaman warna dan perkataan. Hasil keputusan dalam eksperimen ini, untuk menguji hipotesisnya itu, Stroop memperkenalkan beberapa eksperimen visual (M acLeod, 1991). Dalam satu eksperimen, Stroop menunjukkan satu perkataan dan warna, subjek perlu membaca dan mengecam warna yang di tunjukkan. Dalam eksperimen ini dua proses berlaku yaitu membaca perkataan dan mengecam warna dalam masa yang sama. Ini memberi satu bentuk ‘gangguan’ antara membaca perkataan dan mengecam warna tersebut. Stroop membuat kesimpulan bahwa manusia lebih senang membuat pengecaman pada perkataan daripada mengecam warna. Terdapat kurang gangguan apabila seseorang itu mengecam perkataan daripada mengecam warna (Stroop, J. R. 1935).
Stroop test merupakan salah satu bentuk permainan asah otak yang dapat digunakan untuk menguji daya konsentrasi seseorang. Test ini sering digunakan oleh para psikolog untuk menilai daya konsentrasi seseorang.
Instrumen tes ini adalah kartu yang berisi sebuah kata dalam berbagai warna. Dimana responden menyebutkan kata dan warna tulisan dalam kartu dengan waktu yang diukur untuk setiap pengukuran. M isalnya, bila yang kartu
(50)
yang ditunjukan pada responden adalah kartu yang berisi kata ‘red’ dalam warna hijau, maka responden harus ‘red’ pada pengukuran yang pertama dan menyebutkan hijau dan bukan ‘red’ yang tertulis dalam kartu pada pengukuran yang kedua.
Penilaian tes ini dilakukan dengan mengukur kecepatan responden untuk menyebutkan warna kata dalam 25 kartu yang tersedia dengan menggunakan stopwatch untuk setiap pengukuran. Waktu yang didapatkan dari pengukuran saat responden menyebutkan warna tulisan setiap kata dalam 25 kartu dikurangi dengan waktu responden membaca kata dalam 25 kartu untuk mendapatkan interference score. Bila didapatkan selisih kedua waktu (interference score) <13, maka dikatakan konsentrasi baik. Namun bila interference score >13, maka dikatakan konsentrasi buruk.
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Sebelum adanya perlakuan kebisingan, dilakukan pengukuran konsentrasi siswa dengan alat ukur stroop test, kemudian diberikan perlakuan berupa kebisingan yang berasal dari lalu lintas kereta api terhadap siswa. Setelah itu, selang beberapa jam dilakukan pengukuran konsentrasi siswa kembali dengan alat ukur yang sama. Hasil kedua pengukuran tersebut dianalisis untuk melihat efek dari perlakuan kebisingan yang diberikan terhadap siswa.
Kebisingan Pretest
Konsentrasi siswa
Posttest Konsentrasi
(51)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat pre eksperimental dengan menerapkan rancangan perlakuan ulang one group pretest and posttest design yaitu rancangan penelitian yang menggunakan satu kelompok subyek yang diamati (pretest). Selanjutnya diberi perlakuan tertentu, sesudah itu diamati kembali (posttest). Berdasarkan hasil pengamatan pertama dan hasil pengamatan kedua ditarik kesimpulan (M anurung, 2012).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 067240 Kecamatan M edan Tembung Kota M edan. Lokasi ini dipilih dengan alasan sebagai berikut:
a. SD Negeri 067240 M edan merupakan salah satu tempat pendidikan yang berlokasi dekat dengan aktivitas lalu lintas kereta api dan pemukiman warga yang rawan akan kebisingan.
b. Belum pernah dilakukan penelitian yang sama sebelumnya tentang tingkat kebisingan dan gangguan konsentrasi pada siswa di SDN 067240 M edan.
Berikut adalah denah lokasi penelitian di Sedolah Dasar Negeri 067240 Kecamatan M edan Tembung Kota M edan;
(52)
Gambar 3.1. Denah Lokasi S DN 067240 Kecamatan Medan Tembung 3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu dimulai dari bulan Agustus - Oktober 2015. Penelitian dimulai dengan persiapan usulan penelitian dan seminar, selanjutnya pelaksanaan penelitian dan seminar hasil.
3.3 Populasi dan S ampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SDN 067240 yang berjumlah 484 siswa.
3.3.2 S ampel
Penarikan sampel menggunakan teknik purposive sampling atau pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan, apabila cara pengambilan sampel dilakukan sedemikian rupa sehingga keterwakilannya ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada (Budiarto, 2002). Disini peneliti mengambil sampel berdasarkan letak kelas yang
(53)
terdekat dengan sumber bising (rel kereta api) yaitu didapat kelas VI yang terbagi menjadi dua kelas yaitu VIa dan VIb yang berjumlah 58 siswa dan disamping itu peneliti juga mempertimbangkan bahwa siswa kelas VI sudah mampu berkomunikasi dengan baik dan memberikan penjelasan-penjelasan yang lebih baik dibandingkan dengan murid kelas lainnya.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data ini mencakup data hasil pengukuran kebisingan, dan data yang diperoleh dari hasil Stroop Test (pengukuran tes konsentrasi) kepada siswa SDN 067240 M edan dengan berpedoman kepada kuesioner penelitian yang telah disiapkan.
3.4.2 Data S ekunder
Data ini mencakup data umum dari SD Negeri 067240 M edan, yaitu berupa jumlah siswa, guru, pegawai, dan kelas yang diperoleh melalui pencatatan dokumen dari Kantor bagian administrasi sekolah dan data mengenai jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api yang diperoleh dari Kantor PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera.
3.5 Definisi Operasional
a. Tingkat kebisingan adalah besarnya tekanan suara yang ditimbulkan lalu lintas kereta api yang terdengar di lingkungan SDN 067240 M edan dengan skala ukur ordinal, dan nilai ukur yaitu nilai tekanan kebisingan yang terukur dengan satuan dB, yang menggunakan alat ukur Sound Level M eter. Dikategorikan berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB):
(54)
1. Kategori tidak baik apabila hasil ukur > 55 dB. 2. Kategori baik apabila hasil ukur < 55 dB.
b. Konsentrasi siswa adalah daya fokus responden saat dilakukan pengujian dengan stroop test. Pengukuran dilakukan dengan mengisi Stroop Test, dengan skala ukur adalah Ordinal. Bila didapatkan selisih kedua waktu (interference score) sebagai berikut:
1. >13: Konsentrasi buruk 2. < 13: Konsentrasi baik 3.6 Aspek Pengukuran
3.6.1 Tingkat Kebisingan
Tingkat kebisingan dikategorikan berdasarkan Nilai Ambang Batas (NAB):
1. Kategori tidak baik apabila hasil ukur > 55 dB. 2. Kategori baik apabila hasil ukur <55 dB.
3.6.2 Konsentrasi
Stroop test merupakan salah satu permainan asah otak yang menguji daya konsentrasi seseorang. Instrumen tes ini adalah kartu/kertas yang berisi sebuah kata dalam berbagai warna. Dimana responden menyebutkan kata dan warna tulisan dalam kartu dengan waktu yang diukur untuk setiap pengukuran. M isalnya, bila yang kartu yang ditunjukan pada responden adalah kartu yang berisi kata ‘red’ dalam warna hijau, maka responden harus ‘red’ pada pengukuran yang pertama dan menyebutkan hijau dan bukan ‘red’ yang tertulis dalam kartu pada pengukuran yang kedua.
(55)
Penilaian tes ini dilakukan dengan mengukur kecepatan responden untuk menyebutkan warna kata dalam 25 kartu yang tersedia dengan menggunakan stopwatch untuk setiap pengukuran. Waktu yang didapatkan dari pengukuran saat responden menyebutkan warna tulisan setiap kata dalam 25 kartu dikurangi dengan waktu responden membaca kata dalam 25 kartu untuk mendapatkan interference score. Bila didapatkan selisih kedua waktu (interference score) <13, maka dikatakan konsentrasi baik. Namun bila interference score >13, maka dikatakan konsentrasi buruk.
Kategori hasil :
1. > 13 : Konsentrasi buruk 2. < 13 : Konsentrasi baik
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran No. Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur Skala
Ukur Kategori 1. Tingkat
Kebisingan
Besarnya tekanan suara yang ditimbulkan lalu lintas kereta api yang terdengar di lingkungan SDN 067240 M edan.
Pengukuran
langsung ke sumber bising.
Sound Level Meter
Ordinal 1. Kategori tidak baik apabila hasil ukur > 55 dB.
Kategori baik apabila hasil ukur < 55 dB. 2. Konsentrasi
siswa
Daya fokus responden saat dilakukan
pengujian dengan stroop test
Stroop test terdiri dari kartu-kartu yang berisikan sebuah kata dalam berbagai warna dalam setiap kartunya. Dalam pengujiannya, responden akan diminta untuk menyebutkan kata yang tertulis dan
Stroop Test
Ordinal 1. > 13: Konsentrasi buruk
2. < 13: Konsentrasi baik.
(56)
warna tulisan yang tertera dalam kartu, bukan hanya kata yang tertulis dalam kartu. Kemudian waktu keduanya
diukur dan
dikurangkan untuk mendapatkan interference score.
3.7 Prosedur kerja Pengukuran
3.7.1 Prosedur Pengukuran Kebisingan dengan Alat Sound Level Meter a. Persiapan Alat
1. Siapkan alat pengukuran tingkat kebisingan yaitu Sound Lever Meter.
2. Sebelum menggunakan alat periksa batterai apakah masih berfungsi atau tidak. 3. Hidupkan Sound Level Meter dengan cara menggeser tombol dari posisi OFF ke
posisi ON.
4. Kalibrasi Sound Level Meter dengan menggeser tombol Cal/pengatur kalibrasi. 5. Stel tombol pengaturan pengukuran kebisingan pada posisi A (desibel A). 6. Stel tombol pengatur tingkat kebisingan sesuai dengan skala yang diinginkan.
b. Cara Pengukuran Tingkat Kebisingan
1. Penentuan lokasi pengukuran dilakukan didalam kelas dengan beberapa titik pengukuran selama proses belajar dimulai sampai selesai (pukul 08.00 - 12.00). Pengambilan lokasi kelas untuk diukur kebisingannya berdasarkan letak kelas terdekat dengan sumber bising yang akan diukur.
(57)
2. Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan selama 1 menit dengan periode waktu pengukuran 4 detik untuk satu angka/tingkat kebisingan. Kemudian 15 angka pengambilan dirata-ratakan dan hasil rata-rata ditetapkan sebagai tingkat kebisingan yang diukur pada satu titik.
Rumus :
K = K1+K2+K3....+K15
15
Keterangan :
K : kebisingan rata-rata pada satu titik K1 : kebisingan 4 detik pertama
K2 : kebisingan 4 detik kedua K3 : kebisingan 4 detik ketiga K15: kebisingan 4 detik kelima belas
3. Hasil pengukuran kebisingandi beberapa titik didalam kelas akan dirata-ratakandan hasilnyaditetapkan sebagai tingkat kebisingan yang didengar oleh responden.
3.8 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dibagi dalam 3 tahap, yaitu pretest, perlakuan kebisingan, dan posttest. Pertama sekali dilakukan perkenalan dan pendekatan kepada kepala sekolah agar bersedia membantu jalannya penelitian. Kemudian para siswa diberi pengarahan tentang apa tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan kegiatan yang akan dilakukan sepanjang penelitian.
(58)
a. Pretest
Pada pretest, dilakukan pengukuran kebisingan dengan menggunakan alat Sound Level Meter. Pengukuran kebisingan didalam kelas sebelum kereta api melintas dimulai pada pukul 08.20 - 08.30 dan pengukuran ini disesuaikan dengan jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta api dari stasiun kereta api M edan. Pengukuran konsentrasi siswa dilakukan dengan menggunakan pedoman stroop test. Pengukuran konsentrasi dilakukan didalam kelas sebelum adanya kebisingan yang berasal dari aktifitas kereta api. Pengukuran dilakukan pada awal kegiatan belajar mengajar yang akan dimulai yaitu pukul 08.00 sampai munculnya jadwal kedatangan kereta api yang pertama kali ketika pengukuran sedang berlangsung. b. Perlakuan kebisingan
Pada tahap ini dilakukan pengukuran kebisingan dengan Alat Sound Level Meter. Kebisingan berasal dari aktifitas lalu lintas kereta api. Pengukuran kebisingan didalam kelas saat kereta api melintas dimulai pada pukul 09.00 - 09.30 dan pengukuran ini disesuaikan dengan jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta api dari stasiun kerta api di medan, dan berdasarkan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api yang didapat, pada jam-jam tersebut lah aktifitas lalu lintas kereta api yang paling banyak melintas di pagi hari.
c. Posttest
Pada posttest, dilakukan kembali pengukuran konsentrasi siswa dengan menggunakan pedoman stroop test sama seperti pada saat melakukan pretest. Pengukuran dilakukan tepat setelah kebisingan berlalu. Pengukuran konsentrasi posttest ini dimulai pukul 09.45 – 11.00.
(59)
3.9 Pengolahan Data
Untuk menghasilkan informasi yang benar, maka data yang telah diperoleh akan diolah dengan melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Editing
M erupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian kuesioner apakah sesuai dengan apa yang diharapkan.
2. Coding
M erupakan kegiatan merubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Tabulating
M engelompokkan data dalam suatu tabel tertentu menurut, sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.
4. Cleaning
M erupakan pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukkan. 3.10 Analisis Data
Data yang telah terkumpul diolah dengan menggunakan Uji Parametrik (Paired Sample T-test) dan Uji Nonparametrik (Uji Wilcoxon). Terlebih dahulu data harus diuji kenormalan datanya, dengan cara estimasi interval dengan analisis eksplorasi. Apabila data yang didapat berdistribusi normal, maka data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji Paired T Test dan menggunakan Uji Wilcoxon jika data tidak berdistribusi normal, dengan tingkat kemaknaan/kesalahan 5% (0,05).
(60)
BAB IV
HAS IL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sekolah Dasar Negeri (SDN) 067240 terletak di Jalan Batang Hulu No. 40 B Kelurahan Tembung Kecamatan M edan Tembung Kota M edan. Secara demografis sekolah ini terletak; sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan M edan Baru, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan, dan sebelah selatan berbatasan dengan M edan Denai.
Sekolah Dasar Negeri ini berada di tengah-tengah pemukiman warga dan berdekatan dengan rel kereta api jurusan M edan – Kuala Namu – Rantau Prapat – Tanjung Balai - Siantar dengan perlintasan kereta api yang sangat sibuk. Kereta api dapat lewat jalur ini hingga 10-15 menit sekali pada jam sibuk, yaitu pukul 06.00-12.00 dan 15.00-21.00. Jika kereta sedang lewat, pelajaran terhenti sejenak dan suara bisingnya memekakkan telinga.
Sesuai dengan namanya, Sekolah Dasar Negeri 067240 berstatus Negeri dengan akreditasi A. Didirikan pada tahun 1983, dan setahun kemudian baru dapat beroperasi hingga sampai sekarang. Kepemilikan status tanah dan gedung sekolah dasar ini sepenuhnya berada dibawah naungan pemerintah setempat dengan luas tanah + 1500 m².
Sekolah Dasar Negeri 067240, dari pertama beroperasi hingga sampai sekarang sudah tiga kali pergantian kepala sekolah. Saat ini, SDN 067240 dikepalai oleh seorang kepala yang bernama Silvida, M .Pd yang mulai menjabat
(61)
dari Oktober 2010 hingga sekarang. Adapun data siswa yang tercatat dalam tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 484 siswa, dengan jumlah guru PNS sebanyak 19 orang dan guru honorer sebanyak 7 orang.
Sekolah Dasar Negeri 067240 menggunakan waktu belajar sekolah yang paralel yaitu waktu pagi dan siang. Waktu pagi dimulai dari jam 07.30-13.00, sedangkan waktu siang dimulai dari jam 13.00-17.00. Kelas yang menggunakan waktu belajar pagi yaitu kelas I, II, V, dan VI. Sedangkan waktu belajar siang digunakan oleh kelas III, dan IV. Saat ini sekolah dasar tersebut menerapkan kurikulum KTSP yang sesuai dengan standar yang dibuat M enteri Pendidikan. Berikut adalah data umum dari SDN 067240 Kecamatan M edan Tembung;
Tabel 4.1. Data Umum S DN 067240 T.A 2015/2016
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa Sekolah Dasar Negeri 067240 hanya memiliki 1 lantai dengan tipe sekolah berbentuk L. Sekolah ini memiliki jumlah kelas sebanyak 8 kelas yang aktif digunakan. Kondisi kelas yang ada
Data Umum Jumlah
Data Pegawai
Kepala sekolah 1
Gur u PNS 19
Gur u Honorer 7
Penjaga sekolah 1
Total 28
Data Siswa
Kelas I 63
Kelas II 88
Kelas III 85
Kelas IV 91
Kelas V 71
Kelas VI 86
Total 484
Ruangan kelas 8
Ruangan guru dan kepsek 1
Toilet 2
UKS (Unit Kesehatan Sekolah) 1
Perpustakaan 1
(1)
Paired S amples Test
Paired Differences t df Sig.
(2-tailed) M ean Std.
Deviation
Std. Error M ean
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pair 1 rata2pre -
rata2post -28,73000 1,54149 1,09000 -42,57976 -14,88024 -26,358 1 ,024
4. Hasil Tes Normalitas Data Konsentrasi Responden Explore (Konsentrasi Pretest)
Descriptives
Statistic Std. Error
konstentrasi pre test
M ean 13,59 ,984
95% Confidence Interval for M ean
Lower
Bound 11,62
Upper
Bound 15,56
5% Trimmed M ean 12,99
M edian 12,50
Variance 56,106
Std. Deviation 7,490
M inimum 1
Case Processing S ummary
Cases
Valid M issing Total
N Percent N Percent N Percent
konstentrasi pre
(2)
M aximum 46
Range 45
Interquartile Range 6
Skewness 1,825 ,314
Kurtosis 5,480 ,618
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. konstentrasi pre
test ,202 58 ,000 ,853 58 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
Explore (Konsentrasi Posttest)
Case Processing S ummary
Cases
Valid M issing Total
N Percent N Percent N Percent
konsentrasi post
test 58 100,0% 0 0,0% 58 100,0%
Descriptives
Statistic Std. Error
konsentrasi post test
M ean 17,40 1,254
95% Confidence Interval for M ean
Lower
Bound 14,89
Upper
Bound 19,91
5% Trimmed M ean 16,59
M edian 17,00
(3)
M inimum 4
M aximum 61
Range 57
Interquartile Range 11
Skewness 1,843 ,314
Kurtosis 6,533 ,618
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. konsentrasi post
test ,112 58 ,069 ,865 58 ,000
a. Lilliefors Significance Correction
Frequency Table (Konsentrasi)
pretest
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid
0-13 35 60,3 60,3 60,3
>=14 23 39,7 39,7 100,0
Total 58 100,0 100,0
posttest
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid
0-13 24 41,4 41,4 41,4
>=14 34 58,6 58,6 100,0
(4)
5. Hasil Uji Wilcoxon (Perbedaan konsentrasi sebelum dan sesudah) Wilcoxon S igned Ranks Test
Ranks
N M ean
Rank
Sum of Ranks
konsentrasi post test - konstentrasi pre test
Negative
Ranks 15
a
24,47 367,00 Positive Ranks 42b 30,62 1286,00
Ties 1c
Total 58
a. konsentrasi post test < konstentrasi pre test b. konsentrasi post test > konstentrasi pre test c. konsentrasi post test = konstentrasi pre test
Test S tatisticsa
konsentrasi post test - konstentrasi pre test
Z -3,655b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based on negative ranks.
(5)
Lampiran 8
Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Peneliti melakukan pengukuran kebisingan didalam kelas
(6)
Gambar 3. Peneliti bersama dengan para siswa S DN. 067240