Analisis Hasil Investigasi Kecelakaan Kerja Pada Inalum Smelting Plant (ISP) PT Indonesia Asahan Aluminium Kuala Tanjung Tahun 2014

(1)

10

Keselamatan dan kesehatan kerja secara harfiah terdiri dari tiga suku kata yaitu keselamatan, kesehatan dan kerja. Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu safety yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti suatu keadaan terbebas dari bahaya, malapetaka, bencana dan tidak mendapat gangguan. Sedangkan kesehatan dalam bahasa Inggris disebut health, kesehatan menurut UU No.36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kerja dalam bahasa Inggris disebut occupation yang berarti kegiatan melakukan sesuatu atau sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

Kesehatan dan keselamatan kerja menurut ILO/WHO Joint Safety and Health Committee adalah :

“the promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental and social well-being of workers in all occupations; the prevention among workers of departures from health caused by their working conditions; the protection of workers in their employment from risks resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the workers in an occupational environment adapted to his physiological and psychological equipment and to summarize the adaptation of work to man and each man to his job”.

Pengertian ini menjelaskan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3) meliputi :

a. Promosi dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.


(2)

b. Mencegah terjadinya penurunan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan serta melindungi pekerja dari risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan.

c. Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisiologis dan psikologis pekerja untuk menciptakan kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya/tugasnya.

Menurut OHSAS 18001:2007 Keselamatan dan kesehatan kerja adalah kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang berdampak, atau dapat berdampak pada kesehatan atau keselamatan karyawan atau pekerja lain. Keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan dan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja yang terangkum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 adalah sebagai perlindungan terhadap tenaga kerja dan orang lain yang berada di lingkungan kerja sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi dan produktivitas serta agar selalu dalam keadaan aman dan selamat dan juga sebagai perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan digunakan secara efisien dan aman.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan di tempat kerja sehingga terciptanya kondisi yang aman dan sehat baik bagi pekerja, perusahaan, masyarakat maupun lingkungan sekitar


(3)

tempat kerja tersebut. Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan usaha agar pekerja dapat bekerja secara produktif karena rasa aman dan nyaman yang ada di tempat kerjanya serta merupakan usaha pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja di suatu perusahaan/ tempat kerja.

2.2 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga dikarenakan peristiwa tersebut terjadi tanpa unsur kesengajaan (Suma’mur, 1987). Hal ini serupa dengan pernyataan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1998 bahwa kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Namun walau terjadi tanpa unsur kesengajaan kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya, baik disebabkan oleh kelemahan di sisi majikan atau pekerja maupun keduanya, dimana kejadian ini dapat menyebabkan kerugian bagi keduanya (Ridley, 2008).

Kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja di sini, dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Suma’mur, 1987). Sementara menurut OHSAS 18001 : 2007 kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung tergantung dari keparahannya) kejadian kematian atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian.


(4)

2.3 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional tahun 1962 yang dikutip oleh Suma’mur (1987) adalah :

1. Klasifikasi menurut Jenis Kecelakaan a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi Menurut Penyebab A. Mesin

a. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. b. Mesin penyalur (transmisi).

c. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam. d. Mesin-mesin pengolah kayu.


(5)

f. Mesin-mesin petambangan.

g. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut. B. Alat angkat dan angkut

a. Mesin angkat dan peralatannya. b. Alat angkutan di atas rel.

c. Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api. d. Alat angkutan udara.

e. Alat angkutan air. f. Alat-alat angkutan lain. C. Peralatan lain

a. Bejana bertekanan.

b. Dapur pembakar dan pemanas. c. Instalasi pendingin.

d. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan).

e. Alat-alat listrik (tangan).

f. Alat-alat kerja dan perlengkapan kecuali alat-alat listrik. g. Tangga.

h. Perancah.

i. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut. D. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi


(6)

b. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak. c. Benda-benda melayang.

d. Radiasi.

e. Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. E. Lingkungan kerja

a. Di luar bangunan. b. Di dalam bangunan. c. Di bawah tanah.

F. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut a. Hewan.

b. Penyebab lain.

G. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

3. Klasifikasi Menurut Sifat Luka atau Kelainan a. Patah tulang.

b. Dislokasi/keseleo. c. Regang otot/urat.

d. Memar dan luka dalam yang lain. e. Amputasi.

f. Luka-luka lain. g. Luka di permukaan. h. Gegar dan remuk.


(7)

i. Luka bakar.

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut). k. Akibat cuaca dan lain-lain.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik. n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. p. Lain-lain.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh a. Kepala.

b. Leher. c. Badan. d. Anggota atas. e. Anggota bawah. f. Banyak tempat. g. Kelainan umum.

h. Letak lain yang tidak dimasukkan dalam klasifikasi tersebut.

Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang terjadi oleh suatu melainkan oleh beberapa faktor. Kecelakaan kerja biasanya bersifat kompleks. Hal ini sesuai dengan pernyataan Deshmukh (2006) “An accident may have 10 or more events that caused it”. Penggolongan menurut jenis menujukkan peristiwa yang langsung


(8)

mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyeidikan sebab lebih lanjut. (Suma’mur, 1987).

Setiap kecelakaan kerja yang terjadi dapat diketahui besar kecilnya dampak kerugian yang ditimbulkan. Occupational Safety and Health Organization (OSHA) mengklasifikasikan kecelakaan berdasarkan akibat kecelakaan yang menimpa pekerja, yaitu cidera ringan (first aid), rawat medis (medical treatment), kerja ringan atau kecelakaan yang mengakibatkan pembatasan kegiatan bekerja (restricted accident), hari kerja hilang (loss time incident) dan meninggal (fatality).

2.4 Teori - Teori Penyebab Kecelakaan

Kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal. Terdapat dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Faktor mekanis dan lingkungan dapat dikelompokkan menurut keperluan dan maksud tertentu misal dikelompokkan berdasarkan pengolahan bahan, mesin penggerak, dan pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat secara manual, menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar, dan transportasi. Sedangkan golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan (Suma’mur, 2009).

Sebuah kecelakaan kerja kemungkinan akan mengakibatkan atau tidak mengakibatkan bahaya secara fisik bagi individu. Tidak masalah apa yang dihasilkannya, yang mendasar adalah mempertanyakan bagaimana sebuah kecelakaan


(9)

kerja bisa terjadi. Sejumlah teori penyebab kecelakaan kerja memberikan pemahaman akan hal ini (Winarsunu, 2008).

2.4.1 Teori Domino Heinrich

Teori ini diperkenalkan oleh H.W. Heinrich pada tahun 1931 setelah menganalisis 75.000 kasus kecelakaan. Dalam hasil pengamatannya tersebut dia menyimpulkan bahwa 88% penyebab kecelakaan adalah tindakan tidak aman (unsafe acts), 10% merupakan kondisi tidak aman (unsafe condition) daan 2% lainnya adalah penyebab yang tidak dapat dihindari (unavoidable).

Heinrich berpendapat bahwa cidera disebabkan oleh beberapa faktor yang terangkai dan saling berkaitan dimana akhir dari rangkai tersebut adalah cidera. Sebagaimana tampak pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Teori Domino Heinrich Sumber : iDRM Training Modules

Lima faktor yang saling berhubungan dalam teori Domino Heinrich adalah :

a. Lingkungan Sosial dan Sifat Bawaan Seseorang (Social environmnent and Ancestry). Heinrich menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat bawaan yang tidak


(10)

baik seperti keras kepala dan ceroboh yang diperoleh karena faktor keturunan atau pengaruh lingkungan dan pendidikan atau keduanya yang berkontribusi atas terjadinya keselahan manusia.

b. Kesalahan Manusia (Fault of person). Faktor kedua ini terbentuk dari kegagalan/kecacatan lingkungan dan keturunan yang mempengaruhi seseorang hingga kurang hati-hati dan banyak membuat kesalahan.

c. Perilaku tidak aman dan atau kondisi tidak aman (Unsafe act and/or unsafe condition). Merupakan tindakan berbahaya disertai bahaya mekanik/mesin dan bahaya fisik lainnya yang memudahkan untuk terjadinya rangakain berikutnya. Heinrich menyatakan bahwa unsafe act dan unsafe condition adalah faktor utama dalam mencegah kecelakaan, dan faktor penyebab kecelakaan termudah untuk diperbaiki.

d. Kecelakaan (Accident) yaitu peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja yang pada umumnya disertai kerugian.

e. Cidera (Injury) merupakan kerugian yang dihasilkan oleh kecelakaan kerja.

Heinrich mengumpamakan lima batu domino yang disusun berurutan sebagai faktor-faktor penyebab kecelakaan. Apabila batu domino tersebut jatuh ke kanan maka semua batu domino setelahnya akan ikut jatuh sehingga terjadi suatu kondisi celaka. Berdasarkan teori domino, kecelakaan dapat dicegah dengan menghilangkan salah satu faktor sehingga dapat mencegah timbulnya dampak berikutnya. Heinrich mengusulkan bahwa tindakan tidak aman dan bahaya mekanis (kondisi tidak aman) merupakan faktor utama dalam urutan kecelakaan kerja dan dengan menghilangkan


(11)

faktor utama tersebut dapat mengakibatkan faktor-faktor sebelumnya tidak efektif . Heinrich mengutamakan faktor manusia yang dinyatakan sebagai kegagalan manusia “Man Failure” sebagai penyebab sebagian besar kecelakaan (OHS Body of Knowledge Models of Causation : Safety, 2012).

2.4.2 ILCI Loss Causation Model

Teori domino Heinrich kemudian dikembangkan oleh Bird dan Germain pada tahun 1985 yang mengakui bahwa teori domino Heinrich tersebut merupakan dasar pemikiran keselamatan selama 30 tahun lebih. Bird dan Germain menyadari bahwa diperlukan manajemen untuk mencegah dan mengendalikan kecelakaan. Mereka mengembangkan teori domino baru yang mencerminkan hubungan langsung manajemen dengan penyebab dan dampak dari kerugian kecelakaan. Teori domino baru dari Bird dan Germain sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan The ILCI Loss Causation Model yang digambarkan dengan lima batang domino, terkait satu sama lain dalam suatu urutan linear (OHS Body of Knowledge Models of Causation : Safety, 2012).

Gambar 2.2 The International Loss Control Institute Loss Causation Model (modified from Bird and Germaine, 1985)


(12)

Teori ini terdiri dari lima batu domino yang berurutan dengan susunan sebagai berikut :

a. Kurangnya pengawasan manajemen (Lack of control)

Pengawasan merupakan salah satu di antara fungsi manajemen yang penting, selain perencanaan, pengorganisasian, dan kepemimpinan. Ada beberapa hal yang menyebabkan kurangnya pengawasan manajememen yaitu kurangnya program keselamatan dan kesehatan kerja, standar kerja yang tidak sesuai dan kepatuhan terhadap standar yang berlaku.

b. Penyebab dasar (basic cause)

Penyebab dasar adalah sesuatu yang menyebabkan timbulnya tindakan dan kondisi tidak aman. Ada dua penyebab dasar yaitu faktor manusia dan faktor pekerjaan. Adapun faktor manusia diantaranya adalah kemampuan fisik yang tidak memadai, kemampuan mental/psikologi yang tidak memadai, minimnya pengetahuan, motivasi kerja yang kurang, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor pekerjaan meliputi tidak memadainya peralatan dan perlengkapan.

c. Penyebab langsung (immediate cause)

Penyebab langsung dari suatu kecelakaan adalah tindakan tidak aman (unssafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition). Tindakan tidak aman berupa mengabaikan prosedur keamanan, mengoperasikan alat tanpa izin, menggunakan peralatan yang tidak sesuai atau rusak. Kondisi tidak aman meliputi ventilasi yang tidak memadai, kebisingan dan panas yang berlebihan, penerangan yang tidak memadai atau berlebihan, dan lain sebagainya.


(13)

d. Kejadian/ kontak dengan energi atau benda (Incident)

Kecelakaan dapat timbul apabila kondisi-kondisi seperti di atas tidak diberi tindakan. Oleh karena itu peluang kontak dengan sumber energi dari bahan atau struktur yang ada harus dicegah. Energi yang dimaksud adalah energi kinetik, energi listrik, panas, sumber radiasi dan kimia.

e. Kerugian (Loss)

Kerugian yang dimaksud adalah kerugian yang dapat berupa cidera pada pekerja yang bahkan dapat menyebabkan kematian, kerusakan harta benda, dan kerugian proses kerja (waktu).

Dalam teori ILCI Loss causation Model awal dari kecelakaan dan kerugian adalah manjemen, yaitu kurangnya kontrol pengawasan manajemen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerugian (loss) adalah indikasi kegagalan pada bagian manajemen dalam melakukan salah satu fungsinya yang penting. Dengan mempertanyakan pertanyaan yang benar, kurangnya pengawasan dalam sistem manajemen dapat diidentifikasi dan dapat digunakan untuk mencegah kecelakaan dan kerugian (Storbakken, 2002).

2.4.3 Teori Faktor Manusia

Ferrel dalam Tri Astuti (2004) meyatakan bahwa kesalahan manusia (human error) adalah pangkal dari kecelakaan. Kesalahan tersebut terdiri dari :

a. kelebihan beban kerja (work overload), beban kerja dihitung sebagai penjumlahan dari tugas yang menjadi tanggung jawab ditambh beban


(14)

lingkungan kerja (bising, tekanan panas, dan lain-lain), faktor internal (stress emosional) dan faktor eksternal (instruksi kerja tidak jelas).

b. Reaksi yang tidak tepat (inappropriate response) misalnya mendeteksi adanya hazard tetapi tidaak memperbaikinya, mengabaikan standar keselamatan dan lain sebagainya.

c. Aktivitas yang tidak tepat (inappropriate activities) misal melaksanakan tugas tanpa pelatihan wajib, salah menilai besarnya resiko dari suatu tugas, dan lain sebagainya.

2.4.4 Swiss Cheese Model

Menurut Reason dalam buku “A Human Error Approach to Aviation Accident Analysis :The Human Factors Analysis and Classification System” yang disusun oleh Wiegman dan Shapeell (2003) kecelakaan terjadi ketika terdapat kerusakan dalam interaksi antara komponen yang terlibat dalam proses produksi. Kegagalan ini menurunkan integritas sistem sehingga lebih rentan terhadap bahaya operasional yang dapat mengakibatkan kerentanan terhadap terjadinya bencana kegagalan atau kecelakaan. Teori penyebab kecelakaan menurut Reason ini dikenal sebagai Swiss Cheese Model . Model ini menggambarkan sebuah sistem sebagai keju swiss yang berlubang-lubang dan diletakkan berjajar setelah dipotong-potong. Setiap lubang dari keju menggambarkan kelemahan manusia dan sistem. Dalam medel ini dianggap bahwa kecelakaan terjadi akibat adanya dua jenis kegagalan yaitu kegagalan aktif dan kegagalan laten. Kegagalan aktif berupa unsafe act. Sedangkan kegagalan laten yaitu berupa kegagalan dari sisi organisasi (pengaruh pengorganisasian dan kebijakan


(15)

manajemen), unsafe supervision (pengawasan yang tidak baik), dan precondition for unsafe act (kondisi yang mendukung munculnya perilaku tidak aman).

Gambar 2.3 Model Penyebab Kecelakaan “Swiss Cheese” 2.5 Kerugian yang Disebabkan Kecelakaan Kerja

Dalam bukunya Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan (1987) Suma’mur menyatakan bahwa kecelakaan dapat menyebabkan lima jenis kerugian yaitu:

a. Kerusakan

b. Kekacauan organisasi c. Keluhan dan kesedihan d. Kelainan dan cacat e. Kematian.


(16)

Bagian mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses dan lingkungan kerja mungkin rusak oleh kecelakaan. Akibat dari itu, terjadilah kekacauan organisasi dalam proses produksi. Orang yang ditimpa kecelakaan mengeluh dan mendeita, sedangkan keluarga dan kawan-kawan sekerja akan bersedih hati. Kecelakaan tidak jarang berakibat luka-luka, terjadinya kelainan tubuh dan cacat. Bahkan tidak jarang kecelakaan merenggut nyawa dan berakibat kematian.

Kerugian – kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya yang dikeluarkan akibat kecelakaan sering kali besar. Biaya ini dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya langsung adalah biaya atas P3K, pengobatan dan perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama pekerja tak mampu bekerja, kompensasi cacat, dan biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan dan mesin. Biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu pasca kecelakaan terjadi. Biaya ini meliputi berhentinya operasi perusahaan, oleh karena pekerja lainnya menolong korban atau berhenti bekerja sebagaimana biasa dialami pada peristiwa terjadinya celaka, biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti orang yang ditimpa kecelakaan dan sedang sakit serta beada dalam perawatan dengan orang baru yang belum biasa bekerja pada pekerjaan di tempat terjadinya kecelakaan (Suma’mur, 2009)

2.6 Investigasi Kecelakaan Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER.03/MEN/1998 BAB II Tentang Tata Cara Pelaporan Kecelakaan, pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa pengurus atau


(17)

pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja pimpinannya. Jenis kecelakaan yang dimaksud terdiri dari kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan, atau pembuangan limbah atau kejadian berbahaya lainnya. Sama seperti OHSAS 18001 yang mensyaratkan diadakannya penyelidikan setiap insiden yang terjadi dalam organisasi. Investigasi kecelakaan dilakukan bukan untuk mencari kambing hitam melainkan untuk menentukan penyebab kecelakaan sehingga kejadian serupa dapat dicegah dan juga untuk mendapatkan informasi untuk laporan ke pihak yang berwenang, asuransi dan badan-badan hukum lainnya (Ridley, 2008).

Menurut Ferry (1988) dalam Storbakken (2002) penyelidikan insiden atau investigasi kecelakaan dilakukan setelah kecelakaan atau kerugian terjadi (pasca-loss) dan dilakukan untuk mengumpulkan fakta-fakta insiden, mengidentifikasi akar penyebab, dan menyarankan tindakan perbaikan untuk memastikan kecelakaan tidak terulang. Untuk mengumpulkan bukti-bukti tersebut maka dibentuklah suatu tim investigasi. Personil yang terlibat di tim investigasi biasanya meliputi anggota staf keamanan, departemen pengawas, pekerja yang terlibat langsung dalam kecelakaan/ insiden tersebut dan saksi. Tim investigasi dapat menyelesaikan tugas mereka dengan cara mengambil foto, menyita peralatan, mewawancarai pekerja, menghidupkan kembali kecelakaan, dan/atau merekam kejadian. Sebuah investigasi kecelakaan tidaklah sempurna sebelum semua data dianalisa dan laporan akhir telah diselesaikan (Deshmukh, 2006).

Investigasi kecelakaan adalah suatu pekerjaan yang rumit, karena kecelakaan yang besar hampir tidak pernah terjadi akibat satu penyebab. Sebagian besar


(18)

kecelakaan terjadi akibat banyak faktor yang saling terkait. Orang-orang yang terlibat, pengambil keputusan yang mempengaruhi aktifitas normal pekerjaan juga bisa berkontribusi pada skenario kecelakaan, baik langsung maupun tidak langsung. Sebuah investigasi harus bisa mengidentifikasi urutan kejadian dan seluruh faktor penyebab yang mempengaruhi skenario kecelakaan agar dapat merekomendasikan langkah-langkah pencegahan yang tepat guna menghindari terulangnya kecelakaan yang sama di kemudian hari. Dalam sebuah laporan peneltian yang berjudul “Accident investigation - The drivers, Methods and Outcomes” dinyatakan bahwa sebuah proses investigasi dapat dianggap baik jika memenuhi hal-hal berikut :

a. Metode investigasi mengacu kepada model kecelakaan yang mencerminkan pendekatan sistem

b. Melibatkan pihak-pihak yang relevan di dalam tim investigasi

c. Mempunyai prosedur atau protokol terstruktur yang mendukung proses investigasi

d. Mengidentifikasikan penyebab langsung dan tidak langsung

e. Membuat rekomendasi yang menindaklanjuti penyebab langsung dan tidak langsung

f. Menerapkan rekomendasi dan analisa resiko lanjutan setelah penerapan rekomendasi

g. Memastikan bahwa langkah-langkah pencegahan terbukti menurunkan resiko kecelakaan serupa


(19)

h. Membagikan pelajaran yang didapat dari sebuah kecelakaan (lesson learned) kepada pihak-pihak terkait

i. Mempunyai database kecelakaan yang mudah diakses. 2.7 Metode Analisa Investigasi Kecelakaan

Hydro Tasmania dalam Incident Management- Investigation Methodology Guide (2010) menyatakan bahwa tujuan menganalisis bukti-bukti adalah untuk mengidentifikasi peristiwa-peristiwa yang mengarah pada insiden yang terjadi. Dengan mengidentifikasi penyebab kecelakaan tersebut, perusahaan dapat berupaya mencegah kecelakaan serupa terjadi kembali. Ada beberapa teknik dalam menganalisa data atau fakta temuan dalam investigasi kecelakaan kerja, diantaranya adalah Fault Tree Analysis, SCAT dan HFACS.

2.7.1 Fault Tree Analysis (FTA)

Snorre Sklet dalam “Methods for Accident Investigation” menyatakan Fault Tree Analysis (FTA) atau analisa pohon kegagalan merupakan sebuah metode untuk menentukan penyebab dari suatu kecelakaan. FTA adalah model grafis yang menampilkan berbagai kombinasi dari kejadian normal, kerusakan peralatan, kesalahan manusia, dan faktor lingkungan yang dapat mengakibatkan kecelakaan. FTA berorientasi pada fungsi (function-oriented) atau yang lebih dikenal dengan “top down approach. Titik awal dari analisis ini adalah pengidentifikasian mode kegagalan fungsional pada top level dari suatu sistem atau subsistem.

Sebuah TOP event yang merupakan definisi dari kegagalan suatu sistem (system failure), harus ditentukan terlebih dahulu dalam mengkonstrusikan


(20)

FTA. Sistem kemudian dianalisis untuk menemukan semua kemungkinan yang didefinisikan pada TOP event. Setelah mengidentifikasi TOP event, event-event yang memberi kontribusi secara langsung terjadinya top event diidentifikasi dan dihubungkan ke TOP event dengan memakai hubungan logika (logical link). Gerbang AND (AND gate) dan sampai dicapai event dasar yang independen dan seragam (mutually independent basic event). Analisis deduktif ini menunjukan analisis kualitatif atau kuantitatif, bahkan bisa keduanya.

Sebuah FTA mengilustrasikan keadaan dari komponen-komponen sistem (basic event) dan hubungan antara basic event dan TOP event. Simbol grafis yang dipakai untuk menyatakan hubungan disebut gerbang logika (logika gate). Output dari sebuah gerbang logika ditentukan oleh event yang masuk ke gerbang tersebut. (Sklet, 2002).

2.7.2 Systematic Cause Analysis Technique (SCAT)

The International Loss Control Institute (ILCI) mengembangkan SCAT untuk mendukung investigasi kecelakaan kerja. Model penyebab kecelakaan ILCI (ILCI Loss Causation Model) adalah suatu kerangka untuk sistem SCAT. Teknik SCAT adalah alat untuk membantu investigasi dan evaluasi kecelakaan atau insiden dengan menerapkan grafik SCAT (SCAT chart). Grafik tersebut bertindak sebagai checklist atau referensi untuk memastikan bahwa penyelidikan telah melihat semua aspek dari sebuah kecelakaan (Sklet, 2002).

Dalam “Incident Management : Investigation Methodology Guide” Hydro Tasmania (2010) menyatakan terdapat lima langkah dalam melakukan SCAT, yaitu :


(21)

a. Langkah Pertama

Dalam tahap ini, penyidik perlu mengumpulkan bukti yang terdiri dari lima kategori, yaitu bukti saksi, posisi/ lokasi, dokumen, parts evidence dan reka ulang kecelakaan. Setelah bukti-bukti telah terkumpul, langkah ini membutuhkan penyelidik untuk mengevaluasi potensi kerugian jika kecelakaan tidak dapat dikendalikan. Ini adalah salah satu model investigasi kecelakaan yang mencoba memperkenalkan prinsip-prinsip penilaian resiko ke penyelidikan.

b. Langkah 2

Langkah kedua memerlukan penyidik untuk mengidentifikasi perangkat dari daftar seperti peralatan, mesin, listrik atau bahan peledak.

c. Langkah 3

Pada langkah ketiga penyidik diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab langsung dari dua daftar yaitu tindakan sub-standar dan kondisi sub-standar, misalnya mengoperasikan alat tanpa izin dan sistem peringatan tidak memadai. d. Langkah 4

Pada langkah ini mengharuskan penyidik untuk mengidentifikasi penyebab dasar kecelakaan. Pada langkah ini, sistem membagai penyebab dasar menjadi tiga kategori yaitu faktor pribadi, faktor pekerjaan dan alam.

e. Langkah 5

Dalam langkah ini, penyidik perlu mengidentifikasi tindakan kontrol yang diperlukan. Pertanyaan-pertanyaan panduan akan mengajak penyidik kembali ke unsur-unsur sistem manajemen keselamatan kerja dan mengharuskan penyidik


(22)

untuk membuat rekomendasi atas kecelakaan/insiden yang terjadi. 2.7.3 Human Factors Analysis and Classification System (HFACS)

HFACS atau Human Factors Analysis and Classification System adalah suatu metode yang khusus dikembangkan untuk menentukan kegagalan laten dan kegagalan aktif sebagaimana yang dijelaskan oleh James Reason dalam teori Swiss Cheese sehingga dapat digunakan sebagai investigasi kecelakaan dan alat analisisnya. Kerangka ini dikembangkan dan disempurnakan dengan menganalisis ratusan laporan kecelakaan yang berisi ribuan faktor manusia (Wiegmann dan Shappell, 2002).

Secara khusus, HFACS menjelaskan empat tingkat kegagalan, yang sesuai dengan model Swiss Cheese Reason. Hal ini termasuk tindakan tidak aman, pre-kondisi tindakan tidak aman, pengawasan yang tidak aman, dan pengaruh organisasi. HFACS membagi setiap tingkat kegagalan menjadi serangkaian faktor penyebab (Luxhoj dan Kauffeld, 2003).


(23)

Keterangan :

a. Tindakan tidak aman (Unsafe act)

Setelah kecelakaan kerja terjadi, kegagalan aktif dikategorikan ke dala “kesalahan/erroratau “penyimpangan/pelanggaran”. Error adalah kesalahan yang tidak disengaja, yang kemudian diklasifikasi lebih lanjut ke persepsi, kesalahan berbasis keputusan atau keterampilan. Kesalahan persepsi terjadi ketika masukan sensorik pekerja yang terlibat menurun atau tidak biasa, sehingga mengakibatkan sensorik yang tidak konsisten. Kesalahan berbasis keputusan disebabkan karena pilihan atau tindakan pekerja. Kesalahan ini tidak disengaja yaitu pekerja tidak berniat untuk membuat kesalahan, tetapi kurangnya pengetahuan dan pilihan buruk yang dibuat oleh pekerja adalah katalis untuk kesalahan ini. Kesalahan berbasis keterampilan terjadi ketika pekerja tidak terampil atau berpengalaman dalam lingkungan atau situasi tertentu. Kegagalan ini ditandai oleh kegagalan untuk memperhatikan sesuatu atau kegagalan untuk mengingat sesuatu.

a) Kesalahan dalam mengambil keputusan (Decision errors) : Kesalahan ini biasanya bermanifestasi sebagai eksekusi prosedur yang buruk, pilihan yang tidak tepat, atau hanya salah tafsir dan / atau penyalahgunaan informasi yang relevan.

b) Kesalahan berbasis keterampilan (skill based error) : biasanya terdiri dari kurangnya perhatian dan perhatian yang berlebih misalnya


(24)

kerusakan dalam pemindaian visual, respon yang tertunda, teknik yang buruk, gagal dalam memperioritaskan perhatian, dll.

c) Kesalahan persepsi (perceptual errors): adalah faktor-faktor dalam kecelakaan ketika terjadinya salah persepsi terhadap suatu objek, ancaman atau situasi (misal visual, pendengaran, gagal dalam memperhatikan sesuatu, dll).

Pelanggaran (violations) adalah faktor dalam kecelakaan ketika tindakan pekerja merupakan pengabaian yang disengaja, misalnya mengabaikan aturan atau instruksi yang dapat menyebabkan situasi tidak aman. Tidak seperti kesalahan (error), pelanggaran merupakan tindakan yang disengaja.

b. Prakondisi tindakan tidak aman (precondition for unsafe act)

Prakondisi tindakan tidak aman dibagi kedalam tiga kategori yaitu faktor lingkungan, kondisi pekerja, faktor personil. Ketiga kategori tersebut dibagi lagi menjadi subkategori. Faktor lingkungan mengacu pada faktor fisik dan teknologi yang mempengaruhi praktek/pekerjaan, kondisi dan tindakan individu dan yang mengakibatkan kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman. Kondisi operator mengacu pada keadaan mental yang merugikan, kondisi fisiologis yang merugikan, dan faktor keterbatasan mental/fisik yang mempengaruhi praktek/pekerjaan, kondisi atau tindakan individu yang mengakibatkan kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman. Faktor personil mengacu pada manajemen sumber daya pekerja dan faktor kesiapan pribadi yang mempengaruhi praktek/pekerjaan, kondisi atau tindakan


(25)

individu, dan mengakibatkan kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman.

c. Pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision)

Pengawasan yang tidak aman dibagi menjadi empat kategori yaitu :

a) Pengawasan tidak memadai: Peran setiap pengawas adalah untuk memberikan kesempatan untuk berhasil bagi setiap pekerja, dan mereka harus memberikan bimbingan, pelatihan, kepemimpinan, pengawasan, atau insentif untuk memastikan tugas dilakukan dengan aman dan efisien.

b) Rencana kerja yang tidak pantas/tepat: Mengacu pada pekerjaan-pekerjaan yang dapat diterima dan berbeda selama keadaan darurat, tetapi tidak dapat diterima selama pekerjaa normal.

c) Gagal memperbaiki masalah yang dikenal : Mengacu pada ketika kekurangan diketahui oleh pengawas, namun tetap diperbolehkan untuk terus bekerja (misalnya, melaporkan kecenderungan yang tidak aman, melakukan tindakan korektif, memperbaiki bahaya keamanan). d) Pelanggaran Pengawas: Mengacu pada ketika aturan dan peraturan

yang ada sengaja diabaikan oleh pengawas (misalnya, penegakan aturan dan peraturan, resmi bahaya yang tidak perlu, dokumentasi yang tidak memadai).

d. Pengaruh organisasi (organizational influences)


(26)

a) Manajemen Sumber Daya: mengacu pada tingkat pengambilan keputusan organisasi mengenai alokasi dan pemeliharaan aset organisasi (misalnya sumber daya manusia, sumber daya keuangan / anggaran, peralatan / fasilitas).

b) Iklim Organisasi: mengacu pada suasana kerja dalam organisasi (misalnya struktur, kebijakan, budaya).

c) Proses operasional: mengacu pada keputusan dan aturan organisasi yang mengatur kegiatan sehari-hari dalam sebuah organisasi atau perusahaan (misalnya prosedur, pengawasan).

Dengan menggunakan kerangka HFACS untuk investigasi kecelakaan kerja, perusahaan dapat mengidentifikasi kerusakan dalam seluruh sistem yang memungkinkan kecelakaan terjadi. HFACS juga dapat digunakan secara proaktif dengan menganalisa peristiwa sejarah untuk mengidentifikasi kecenderungan terjadi kembalinya kekurangan atau kelemahan sistem dan kinerja pekerja. Metode ini juga akan memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang lemah dan alat/perlatan yang ditargetkan, intervensi berbasis data yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kecelakaan dan cedera (Wiegmann dan Shappell, 2002).


(27)

2.8 Kerangka Konsep

Data investigasi kecelakaan kerja Inalum Smelter Plant (ISP) Tahun 2014 akan dianalisis dengan menggunakan metode Human Factors Analysis and Classification System (HFACS) sehingga diperoleh hasil analisis berupa penyebab kecelakaan kerja yang terjadi yaitu pengaruh organisasi, kurangnya pengawasan, pra kondisi yang menyebabkan terjadinya tindakan tidak aman, dan tindakan tidak aman.

Data Investigasi Kecelakaan Kerja

tahun 2014 1. Karakteristik

kecelakaan kerja 2. Analisis Penyebab

kecelakaan

berdasarkan metode SCAT

Hasil Analisis Data Investigasi Kecelakaan Kerja berdasarkan HFACS Penyebab kecelakaan kerja yaitu:

a. Tindakan tidak aman (unsafe act).

b. Pra kondisi yang

menyebabkan terjadinya tindakan tidak aman (precondition for unsafe acts)

c. Kurangnya tingkat pengawasan (unsafe supervision)

d. Pengaruh organisasi (Organizational influences)


(1)

untuk membuat rekomendasi atas kecelakaan/insiden yang terjadi. 2.7.3 Human Factors Analysis and Classification System (HFACS)

HFACS atau Human Factors Analysis and Classification System adalah suatu metode yang khusus dikembangkan untuk menentukan kegagalan laten dan kegagalan aktif sebagaimana yang dijelaskan oleh James Reason dalam teori Swiss Cheese sehingga dapat digunakan sebagai investigasi kecelakaan dan alat analisisnya. Kerangka ini dikembangkan dan disempurnakan dengan menganalisis ratusan laporan kecelakaan yang berisi ribuan faktor manusia (Wiegmann dan Shappell, 2002).

Secara khusus, HFACS menjelaskan empat tingkat kegagalan, yang sesuai dengan model Swiss Cheese Reason. Hal ini termasuk tindakan tidak aman, pre-kondisi tindakan tidak aman, pengawasan yang tidak aman, dan pengaruh organisasi. HFACS membagi setiap tingkat kegagalan menjadi serangkaian faktor penyebab (Luxhoj dan Kauffeld, 2003).


(2)

Keterangan :

a. Tindakan tidak aman (Unsafe act)

Setelah kecelakaan kerja terjadi, kegagalan aktif dikategorikan ke dala “kesalahan/erroratau “penyimpangan/pelanggaran”. Error adalah kesalahan yang tidak disengaja, yang kemudian diklasifikasi lebih lanjut ke persepsi, kesalahan berbasis keputusan atau keterampilan. Kesalahan persepsi terjadi ketika masukan sensorik pekerja yang terlibat menurun atau tidak biasa, sehingga mengakibatkan sensorik yang tidak konsisten. Kesalahan berbasis keputusan disebabkan karena pilihan atau tindakan pekerja. Kesalahan ini tidak disengaja yaitu pekerja tidak berniat untuk membuat kesalahan, tetapi kurangnya pengetahuan dan pilihan buruk yang dibuat oleh pekerja adalah katalis untuk kesalahan ini. Kesalahan berbasis keterampilan terjadi ketika pekerja tidak terampil atau berpengalaman dalam lingkungan atau situasi tertentu. Kegagalan ini ditandai oleh kegagalan untuk memperhatikan sesuatu atau kegagalan untuk mengingat sesuatu.

a) Kesalahan dalam mengambil keputusan (Decision errors) : Kesalahan ini biasanya bermanifestasi sebagai eksekusi prosedur yang buruk, pilihan yang tidak tepat, atau hanya salah tafsir dan / atau penyalahgunaan informasi yang relevan.

b) Kesalahan berbasis keterampilan (skill based error) : biasanya terdiri dari kurangnya perhatian dan perhatian yang berlebih misalnya


(3)

kerusakan dalam pemindaian visual, respon yang tertunda, teknik yang buruk, gagal dalam memperioritaskan perhatian, dll.

c) Kesalahan persepsi (perceptual errors): adalah faktor-faktor dalam kecelakaan ketika terjadinya salah persepsi terhadap suatu objek, ancaman atau situasi (misal visual, pendengaran, gagal dalam memperhatikan sesuatu, dll).

Pelanggaran (violations) adalah faktor dalam kecelakaan ketika tindakan pekerja merupakan pengabaian yang disengaja, misalnya mengabaikan aturan atau instruksi yang dapat menyebabkan situasi tidak aman. Tidak seperti kesalahan (error), pelanggaran merupakan tindakan yang disengaja.

b. Prakondisi tindakan tidak aman (precondition for unsafe act)

Prakondisi tindakan tidak aman dibagi kedalam tiga kategori yaitu faktor lingkungan, kondisi pekerja, faktor personil. Ketiga kategori tersebut dibagi lagi menjadi subkategori. Faktor lingkungan mengacu pada faktor fisik dan teknologi yang mempengaruhi praktek/pekerjaan, kondisi dan tindakan individu dan yang mengakibatkan kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman. Kondisi operator mengacu pada keadaan mental yang merugikan, kondisi fisiologis yang merugikan, dan faktor keterbatasan mental/fisik yang mempengaruhi praktek/pekerjaan, kondisi atau tindakan individu yang mengakibatkan kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman. Faktor personil mengacu pada manajemen sumber daya pekerja dan faktor kesiapan pribadi yang mempengaruhi praktek/pekerjaan, kondisi atau tindakan


(4)

individu, dan mengakibatkan kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman.

c. Pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision)

Pengawasan yang tidak aman dibagi menjadi empat kategori yaitu :

a) Pengawasan tidak memadai: Peran setiap pengawas adalah untuk memberikan kesempatan untuk berhasil bagi setiap pekerja, dan mereka harus memberikan bimbingan, pelatihan, kepemimpinan, pengawasan, atau insentif untuk memastikan tugas dilakukan dengan aman dan efisien.

b) Rencana kerja yang tidak pantas/tepat: Mengacu pada pekerjaan-pekerjaan yang dapat diterima dan berbeda selama keadaan darurat, tetapi tidak dapat diterima selama pekerjaa normal.

c) Gagal memperbaiki masalah yang dikenal : Mengacu pada ketika kekurangan diketahui oleh pengawas, namun tetap diperbolehkan untuk terus bekerja (misalnya, melaporkan kecenderungan yang tidak aman, melakukan tindakan korektif, memperbaiki bahaya keamanan). d) Pelanggaran Pengawas: Mengacu pada ketika aturan dan peraturan

yang ada sengaja diabaikan oleh pengawas (misalnya, penegakan aturan dan peraturan, resmi bahaya yang tidak perlu, dokumentasi yang tidak memadai).

d. Pengaruh organisasi (organizational influences)


(5)

a) Manajemen Sumber Daya: mengacu pada tingkat pengambilan keputusan organisasi mengenai alokasi dan pemeliharaan aset organisasi (misalnya sumber daya manusia, sumber daya keuangan / anggaran, peralatan / fasilitas).

b) Iklim Organisasi: mengacu pada suasana kerja dalam organisasi (misalnya struktur, kebijakan, budaya).

c) Proses operasional: mengacu pada keputusan dan aturan organisasi yang mengatur kegiatan sehari-hari dalam sebuah organisasi atau perusahaan (misalnya prosedur, pengawasan).

Dengan menggunakan kerangka HFACS untuk investigasi kecelakaan kerja, perusahaan dapat mengidentifikasi kerusakan dalam seluruh sistem yang memungkinkan kecelakaan terjadi. HFACS juga dapat digunakan secara proaktif dengan menganalisa peristiwa sejarah untuk mengidentifikasi kecenderungan terjadi kembalinya kekurangan atau kelemahan sistem dan kinerja pekerja. Metode ini juga akan memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang lemah dan alat/perlatan yang ditargetkan, intervensi berbasis data yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kecelakaan dan cedera (Wiegmann dan Shappell, 2002).


(6)

2.8 Kerangka Konsep

Data investigasi kecelakaan kerja Inalum Smelter Plant (ISP) Tahun 2014 akan dianalisis dengan menggunakan metode Human Factors Analysis and Classification System (HFACS) sehingga diperoleh hasil analisis berupa penyebab kecelakaan kerja yang terjadi yaitu pengaruh organisasi, kurangnya pengawasan, pra kondisi yang menyebabkan terjadinya tindakan tidak aman, dan tindakan tidak aman.

Data Investigasi Kecelakaan Kerja

tahun 2014 1. Karakteristik

kecelakaan kerja 2. Analisis Penyebab

kecelakaan

berdasarkan metode SCAT

Hasil Analisis Data Investigasi Kecelakaan Kerja berdasarkan HFACS Penyebab kecelakaan kerja yaitu:

a. Tindakan tidak aman (unsafe act).

b. Pra kondisi yang

menyebabkan terjadinya tindakan tidak aman (precondition for unsafe acts)

c. Kurangnya tingkat pengawasan (unsafe supervision)

d. Pengaruh organisasi (Organizational influences)