Analisis Hasil Investigasi Kecelakaan Kerja Pada Inalum Smelting Plant (ISP) PT Indonesia Asahan Aluminium Kuala Tanjung Tahun 2014

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Lampiran 4. Analisis kecelakaan kerja dengan metode HFACS Analisis kecelakaan No.1

Deskripsi kecelakaan Seorang pekerja membersihkan metal pada nozzle pouring device menggunakan linggis. Setelah beberapa kali melakukan penonjokkan metal beku pada nozzle sisi barat, linggis yang digunakan meleset mengenai sepatu sebelah kiri pekerja.

Unsafe acts Posisi kerja tidak baik (mencongkel dalam posisi berdiri di atas mould dan kaki dekat dengn benda kerja) Type of error/violations Decision making error

Performance-based error Preconditions for unsafe

acts

1. State of mind

2. Mental awareness (personnel readiness) 3. Team work

4. Physical environment 5. Technological

environment

1.Kurang konsentrasi 2.Tidak memahami

bahaya kerja

3.Koordinasi kurang memadai,

komunikasi yang kurang

4.Panas, permukaan tidak rata, berminyak dan licin 5.Cam hammering

device las-las lepas Unsafe supervision Planned inapropriate

operation

Identifikasi bahaya dan pengendalian bahaya kurang memadai Organizational influences 1.Policy & process issue

2.Climate/culture influences

1. Pengembangan pengetahuan dan pemahaman proses

dan jalur

komunikasi kurang memadai.

2. Komunikasi tentang peralatan kurang memadai


(6)

Analisis kecelakaan No.2

Deskripsi kecelakaan Seorang pekerja mengganti bola lampu TL 40W di bagian belakang BC-103 dengan cara berdiri di atas frame Belt Conveyer. Bola lampu di buka dengan tangan kiri, tangan kanan berpegangan pada gantungan. Bola lampu di buka dengan cara didorong ke arah kiri, karena tidak bisa terbuka maka semakin didorong, tiba-tiba bola lampu pecah dan menusuk pergelangan kirinya.

Unsafe acts 1.Melakukan pekerjaan dengan posisi kerja tidak tepat 2.Tidak menggunakan alat bantu tangga

3.Memaksakan menekan bola lampu Type of error/violations 1.Performance-based error

2.Violations

3.Decision making error Preconditions for unsafe

acts

1.State of mind

2.Mental awareness (personnel readiness) 3.Physical environment 4.Technological environment

1.Terlalu

memaksakan diri (pekerjaan yang mudah dilakukan  sudah biasa /percaya diri )

2.Salah menilai resiko (dapat terjadi karena kurang

paham/belum mendapat pelatihan) 3.Ruangan panas,

lokasi banyak terdapat debu alumina 4.Tempat tidak

ergonomis Unsafe supervision 1.Inadequate supervision

2.Supervisory violation

1.Pengawasan terhadap kondisi dan tindakan kerja kurang memadai 2.Pekerjaan rutin

mengizinkan pekerja bekerja tanpa menggunakan alat bantu di

ketinggian (tangga) Organizational influences 1. Policy & process issue 1. Toolbox meetting


(7)

2. Climate/culture influences kurang efektif, prosedur kerja tidak ada, ketersediaan alat bantu kerja 2. Tidak ada budaya

saling

mengingatkan

Analisis kasus No.3

Deskripsi kecelakaan Seorang pekerja naik ke atas link belt untuk melepas wire rope yang tersangkut, setelah selesai dan turun, kaki kanan pekerja terpeleset sedang kaki kirinya masih tersangkut di boom sehingga badannya terjatuh ke belakang dan kepala bagian belakang bawah terbentur box link belt.

Unsafe acts 1.Posisi kerja tidak aman

2.Tidak menggunakan alat bantu kerja Type of error/violations 1.Performance-based error

2.Violations Preconditions for unsafe

acts

1. State of mind 2. Mental awareness

(personnel readiness) 3. Physical environment 4. Technological

environment

1.Lengah (pekerjaan yang rutin/mudah dilakukan) 2.Kurang tanggap,

tidak mampu identifikasi bahaya, perlengkapan (tapak sepatu) sudah tipis. 3.Lantai link belt licin 4.Frame boom tidak

dilengkapi dengan pijakan kaki untuk maintenance Unsafe supervision 1.Inadequate supervision

2.Planned inapropriate operation

3.Supervisory violation

1.Minimnya

pengawasan safety, pengawasan

terhadap kondisi dan tindakan pekerja kurang memadai. 2.IBBPR tidak

uptodate 3.Mengizinkan


(8)

tertulis menjadi standar (pekerjaan yang rutin dan mudah dilakukan tindakan pekerja tidak aman namun tetap dibiarkan ) Organizational influences 1. Policy & process issue

2. Climate/culture influences

1.Frame boom tidak dilengkapi dengan tempt pijakan kaki (perlengkapan yang disediakan

dirancang dengan kurang tepat), Toolbox meettong kurang efektif (program safety kurang

adikuat/memadai) 2.Tidak ada yang

mengingatkan walaupun mudah dlakukan dan biasa dilakukan tidak menutup kemungkinan terjadinya celaka


(9)

Analisis kasus 4

Deskripsi kecelakaan Seorang pekerja membantu untuk melepskan tutup labu takar 200ml yang berisi larutan NaOH ±4,8%. Berbagai cara dilakukan namun tak berhasil. Kemudian labu takar dipanaskan dengan electric stove sampai muncul uap pada leher labu takar, lalu labu takar diambil dengan sarung tangan katun dan pekerja kembali mencoba melepaskan tutup labu takar tersebut, tiba-tiba labu takar tersebut meletup dan larutan NaOH ±4,8% panas mengenai tangan dan wajahnya.

Unsafe acts 1.Memanaskan bahan kimia dalam wadah tertutup 2.Mengambil labu takar dan membuka tutup labu takar

tersebut dalam kondisi masih panas Type of error/violations 1.Decision making error

2.Performance-based error Preconditions for unsafe

acts

1.Mental awareness (personnel readiness) 2.Technological

Environment 3.Teamwork

1. Tidak memahami potensi bahaya (kurang mendapat pembinaan) 2. Safety shower tidak

berfungsi

3. Komunikasi/informasi pelaporan

situasi/kondisi kerja dari anggota ke atas kurang lancar Unsafe supervision 1.Inadequate supervision

2.Planned inapropriate operation

2.Identifikasi resiko belum ada (pengawas tidak secara adikuat mengevaluasi resiko yang berhubungan dengan pekerjaan/alat) Organizational influences 1.Policy & process issue Belum ada pelatihan

dalam penanganan kondisi abnormal, Prosedur kerja tidak memadai/ tidak mengatur kondisi penanganan abnormal


(10)

70 and Outcomes. United Kingdom.

Hidayat, W., 2010. Analisis Kecelakaan Kerja Terjepit Dengan Pendekatan Model Human Error in Mine Safety di PT A Tahun 2009. Tesis Mahasiswa FKM-UI. Jakarta.

Hindarto, C., 2012. Analisis Laporan Investigasi Kecelakaan Pada Karyawan Musiman Atau Kontrak di PT X Tahun 2009. Tesis Mahasiswa FKM-UI. Jakarta.

Hydro Tasmania., 2010. Incident Management :Investigation Methodology Guide. Australia .

Industrial Disaster Risk Management., 2010. Accident Causation : Models and Theories. Disaster Management Institute. Bhopal, India.

Infopublik., 2012. Pentingnya Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan. http://infopublik.id/read/21495/pentingnya-penerapan-keselamatan-&-kesehatan-kerja-k3-di-perusahaan.html . Diakses tanggal 20 April 2015.

Luxhoj, J.T., & Kauffeld, K., 2003. Evaluating the Effect of Technology Insertion into the National Airspace System. The Rutgers Scholar Volume 5.

Mardalis., 2006. Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara. Jakarta.

OHSAS 18001., 2007. Occupational Health and Safety Management Systems Requirements.

OSHA., 2006. The Regulation and Related Interpretations for Recording and Reporting Occupational Injuries and Ilnesses. Departement of Labor. Amerika Serikat.

Portal K3., 2005. Himpunan Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional., 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi Keempat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(11)

Ramli, S., 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Dian Rakyat. Jakarta.

Republika Online., 2015. Sehari, Delapan Orang Meninggal Kecelakaan Kerja.http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/03/02/nkkwtb-sehari-delapan-orang-meninggal-kecelakaan-kerja. Diakses tanggal 20 April 2015.

Ridley, J., 2008. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja: Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Safety Institute of Australia., 2012. Models of Causation Safety. Australia.

Sklet, S., 2002. Methods for Accident Investigation. NTNU Deptartement of Production and Quality Engineering. Norwegia.

Storbakken, R., 2002. An Incident Investigation Procedure for Use in Industry. The Graduate School University of Wisconsin-Stout Menomonie, W1 54751. Amerika.

Suma’mur, P.K., 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV Haji Masagung. Jakarta.

., 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). CV Sagung Seto. Jakarta.

Tribun Kaltim., 2015. Ada 68 Kasus Kecelakaan Kerja di Sektor Tambang. http://kaltim.tribunnews.com/2015/02/24/ada-68-kasus-kecelakaan-kerja-di-sektor-tambang . Diakses tanggal 20 April 2015.

Wiegman, D.A., & Shappell, S.A., 2003. A Human Error Approach to Aviation Accident Analysis : The Human Factors Abalysis and Classification System. Ashgate. Inggris.

Winarsunu, T., 2008. Psikologi Keselamatan Kerja. UMM Press. Malang.

Yeniretnowati, T.A., 2004. Studi Kasus Penyebab Kecelakaan Yang Mengakibatkan Kematian pada Karyawan di PT X Tahun 2000. Tesis Mahasiswa FKM-UI. Jakarta.


(12)

37

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dimana penulis berusaha menganalisis investigasi kecelakaan kerja yang terjadi di Inalum Smelting Plant (ISP) PT INALUM tahun 2014. Penelitian deskriptif merupakan satu jenis penelitian yang bertujuan menyajikan gambaran data dengan analisis metode tertentu sehingga dapat mengeksplorasi, mengklarifikasi dan menginterpretasikan suatu fenomena maupun kenyataan sosial berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung (Mardalis, 2006).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Pabrik Peleburan Alumunium atau yang dikenal sebagai Inalum Smelter Plant (ISP) PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) Kuala Tanjung, Sumatera Utara, dengan pertimbangan telah mendapat izin dari pihak kantor PT INALUM dan belum adanya penelitian terbaru mengenai analisis investigasi kecelakaan kerja di perusahaan ini.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Oktober 2015. 3.3Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakam dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen perusahaan berupa gambaran umum perusahaan, data kecelakaan (accident data) tahun 2014 dan laporan investigasi kecelakaan


(13)

(reportaccident) tahun 2014 serta data-data lain yang dibutuhkan untuk melengkapi penelitian ini.

3.4Definisi Istilah

No Istilah Definisi

1. Analisis Investigasi Usaha untuk mengetahui karakteristik kecelakaan kerja dan mencari penyebab dari suatu kejadian celaka agar dapat dilakukan tindakan perbaikan sehingga kejadian yang sama tidak terulang.

2. Kecelakaan kerja Kejadian yang tidak diinginkan yang menyebabkan kerugian baik bagi perusahaan maupun pekerja.

3. Penyebab Kecelakaan Hal-hal yang menyebabkan kecelakaan kerja yaitu pengaruh organisasi, kurangnya pengawasan, pra kondisi yang menyebabkan tindakan tidak aman, dan tindakan tidak aman. Dimana penyebab kecelakaan ini dilihat dengan menggunakan metode HFACS. 4. HFACS Suatu metode analisis kecelakaan kerja untuk mengetahui faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu kegagalan aktif dan kegagalan laten .

3.5 Unit Analisis

3.5.1 Karakteristik Kecelakaan Kerja

Karakteristik kecelakaan kerja yang dianalisis meliputi :

1. Waktu kejadian yaitu waktu terjadinya kecelakaan kerja sesuai dengan laporan investigasi kecelakaan kerja.

2. Lokasi kejadian yaitu tempat terjadinya kecelakaan kerja sesuai laporan investigasi kecelakaan kerja.

3. Departemen yaitu tempat atau divisi dari pekerja yang mengalami kecelakaan berdasarkan laporan investigasi kecelakaan kerja.


(14)

4. Jenis kecelakaan kerja yaitu tipe atau jenis kecelakaan kerja yang terjadi, yaitu seperti terjatuh, tertimpa benda jatuh, tertumbuk atau terkena benda-benda, terjepit, gerakan-gerakan melebihi kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena arus listrik, kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

3.5.2 Penyebab Kecelakaan Kerja

Penyebab kecelakaan kerja yang dianalisis adalah hasil dari analisis investigasi kecelakaan kerja Inalum Smelter Plant (ISP) dengan menggunakan metode Human Factors And Classification System (HFACS) yang meliputi :

1. Tindakan tidak aman (Unsafe act).

Tindakan pekerja yang beresiko mengalami kecelakaan, contohnya bercanda ketika bekerja, tidak menggunkan alat pelindung diri. Tindakan tidak aman 2. Pra kondisi yang menyebabkan terjadinya tindakan tidak aman (Precondition for

unsafe acts).

Kondisi awal yang menyebabkan pekerja melakukan tindakan tidak aman, contohnya salah mengambil keputusan, tidak kompeten dalam melaksanakan pekerjaan, tidak mengetahui prosedur yang berlaku.

3. Kurangnya tingkat pengawasan (Unsafe supervision)

Penyebab terjadinya precondition for unsafe act yaitu kurangnya pengawasan terhadap pemenuhan standard program K3 yang ada.


(15)

Pengaruh organisasi yang berperan dalam kecelakaan kerja dapat berupa kebijakan perusahaan, peraturan perusahaan dan standar yang diterapkan di perusahaan.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan Human Factors Analysis and Classification System (HFACS). Data investigasi kecelakaan kerja ISP PT INALUM akan dianalisis dengan menggunakan HFACS yang merupakan pengembangan dari theory Swiss Cheese Reason pada tahun 1990. Masing-masing kecelakaan akan dianalisis sesuai dengan pengelompokkan teori Swiss Cheese.

Msing-masing dari pengelompokkan tersebut akan ditampilkan dalam bentuk persentase dengan rumus :


(16)

41

PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri peleburan aluminium, berbentuk Perseroan Terbatas yang berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta serta didirikan pada tanggal 6 Januari 1976. PT Inalum memperoleh status badan hukum sejak tanggal 1 Januari 1976 dan didirikan untuk jangka waktu 75 tahun sejak tanggal tersebut. PT Inalum mulai beroperasi pada Februari 1982. Sejak tanggal 19 Desember 2013 PT Inalum memperoleh status sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Inalum Smelting Plant (ISP) atau Pabrik Peleburan Aluminium merupakan bagian utama dari PT Inalum. Inalum Smelting Plant (ISP) terletak di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Di pabrik inilah alumina diproses menjadi logam aluminium batangan (ingot) dengan menggunakan alumina dan karbon sebagai bahan baku utamanya. Proses produksi yang digunakan adalah proses elektrolisa dengan kapasitas produksi sebanyak 225.000 ton/tahun.

4.1.1Visi dan Misi Perusahaan

Visi Perusahaan adalah menjadi perusahaan global terkemuka berbasis aluminium terpadu ramah lingkungan.

Misi perusahaan adalah :

1. Menjalankan operasi peleburan aluminium terpadu yang menguntungkan, aman dan ramah lingkungan untuk meningkatkan nilai bagi pemangku kepentingan.


(17)

2. Memberikan sumbangsih kepada pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional melalui kegiatan operasional dan pengembangan usaha berkesinambungan. 3. Berpartisipasi dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar melalui

program Corporate Social Responsibility (CSR), serta Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang tepat sasaran.

4. Meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) secara terencana dan berkesinambungan untuk kelancaran operasional dan pengembangan industri aluminium.

4.1.2 Kebijakan dan Sasaran Perusahaan 4.1.2.1Kebijakan Perusahaan

Kebijakan perusahaan PT Indonesia Asahan Alumiium (Inalum) adalah sebagai berikut :

1. Penerapan prinsip-prinsip perseroan terbatas dan aturan BUMN. 2. Optimalisasi dan efisiensi sumber daya.

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan organisasi menyesuaikan dengan strategi perusahaan.

4. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap aktivitas bisnis. 5. Penerapan manajemen risiko.

6. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan tanggung jawab sosial perusahaan yang tepat sasaran.

7. Pelaksanaan usaha yang menjamin mutu produk dan berwawasan lingkungan serta mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja.


(18)

8. Peningkatan sistem informasi manajemen. 4.1.2.2Sasaran Perusahaan

Sasaran perusahaan PT Indonesia Asahan Alumiium (Inalum) adalah : 1. Meningkatkan kapasitas produksi menjadi 500.000 ton per tahun pada 2019. 2. Melakukan diversifikasi produk hingga 40% dari total produksi pada 2016. 3. Melakukan penanaman modal/kemitraan strategis untuk membentuk dua bisnis

strategis pada 2019.

4. Menaikkan pendapatan usaha lebih dari 100% pada 2019 dibandingkan 2013. 5. Meningkatkan keuntungan bersih lebih dari 10% pada 2019.

6. Meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan melalui pencapaian PROPER “Hijau” pada 2019.

4.1.2.3Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Perusahaan

Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Perusahaan Inalum adalah: 1. Operasi stabil dan aman serta ramah lingkungan tanpa kecelakaan dan tanpa

kerugian dalam proses produksi.

2. Menurunkan kecelakaan kerja sebesar 30%. 3. Nihil kecelakaan orang.

4.2 Proses Produksi Aluminium

Proses produksi di PT Inalum adalah proses untuk menghasilkan aluminium batangan (ingot) dari bahan baku alumina. Untuk menghasilkan aluminium ingot, selain dibutuhkan alumina sebagai bahan baku juga diperlukan bahan-bahan


(19)

tambahan yaitu aluminium flourida serta bahan-bahan untuk pembuatan anoda, yang utama yaitu kokas dan coal tar pitch.

Ada tiga bagian utama dalam proses produksi PT Inalum, yaitu:

1. Pabrik Karbon (Carbon Plant), yaitu bagian pabrik yang memproduksi balok-balok anoda karbon yang akan digunakan pada tungku-tungku reduksi dan terdiri dari tiga bagian yaitu bagian karbon mentah, bagian pemanggang anoda, dan bagian penangkaian. Bahan baku pembuatan anoda adalah coke (kokas) dan hard pitch.

Di bagian karbon mentah, kokas dan pitch keras diaduk dan dibentuk menjadi balok-balok anoda mentah kemudian dibawa ke bagian pemanggang anoda, yang bertujuan untuk memanggang anoda. Setelah selesai pemanggangan, balok-balok anoda dikirim kebagian penangkaian untuk diberi tangkai yang berfungsi sebagai lintasan arus pada tungku reduksi. Punting balok anoda dari tungku reduksi kemudian diolah dan digunakan kembali untuk memproduksi balok karbon mentah.

2. Pabrik Reduksi (Reduction Plant), yaitu bagian pabrik yang bertugas untuk melaksanakan reduksi untuk menghasilkan aluminium cair untuk dicetak pada bagian pencetakan.

Prosesnya adalah elektrolisa larutan alumina (Al2O3) di dalam lelehan kriolit. (Na3AlF6) pada temperatur ± 970oC sehingga menghasilkan aluminium cair. Proses reduksi dilakukan di dalam tungku reduksi pot (pot reduksi), yaitu


(20)

merupakan kotak baja persegi yang dinding sampingnya berlapis bata isolasi dan karbon.

Unit reduksi terdiri dari tiga gedung peleburan yang masing-masing dipasang 170 buah tungku tipe anoda prapanggang (Prebaked Anoda Furnace) yang disusun menjadi dua baris, dimana setiap baris terdapat 85 buah pot reduksi. Total kapasitas desain produksi adalah 225.000 ton aluminium per tahun dari 510 tungku yang terpasang.

3. Pabrik Penuangan, yaitu bagian pabrik dimana aluminium cair dari tungku reduksi diangkut ke bagian penuangan dan setelah dimurnikan lebih lanjut dalam tungku-tungku penampung, dibentuk menjadi aluminium batangan (ingot) yang beratnya masing-masing 50 pon (±22,7 kg) dan merupakan produk akhir PT Inalum yang dipasarkan di dalam dan ke luar negeri. Disini terdapat sepuluh buah tungku penampung tapi hanya delapan tungku yang digunakan, hal ini dikarenakan hanya dengan delapan tungku penampung PT Inalum sudah mampu menghasilkan aluminium batangan (ingot) sekitar ±690 ton perhari.

4.3 Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT Inalum

Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di PT Inalum dilaksanakan oleh Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan safety promotor. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) menurut Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerja sama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling penngertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan


(21)

kerja. Safety promotor adalah tim yang bertugas dalam suatu seksi untuk mengelola pengawasan keselamatan dan kesehatn kerja di seksinya sendiri.

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) bertugas dalam melakukan kegiatan seperti rapat bulanan, patrol K3, evaluasi data K3dan kecelakaan kerja, informasi dan penyuluhan K3, serta mengusulkan pelatihan tenaga spesialisasi K3 dan rekomendasi K3.Safety promotor bertugas untuk melakukan penyuluhan k3, toolbox meetting, patrol, lomba k3 internal, sosialisasi informasi k3, dan internal sharing safety.

Program-program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang diterapkan di PT Inalum adalah manajemen resiko, patroli keselamatan dan kesehatan kerja, emergency response, seminar K3, investigasi kecelakaan kerja, pelaporan kecelakaan kerja, dan pemantauan lingkungan kerja.

1. Manajemen Resiko

Kegiatan manajemen resiko yang dilakukan perusahaan antara lain adalah identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko, implementasi, monitoring dan evaluasi pengendalian resiko.

2. Patrol Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Patrol K3 terdiri dari patrol P2K3 yang dilaksanakan 10 kali per bulan, patrol seksi SSE yang dilaksanakan 2 kali setiap bulannya, dan patrol safetypromotor yang dilaksanakan harian, mingguan daan bulanan.


(22)

Kegiatan Emergency Responseterdiri dari prosedur penanganan keadaan darurat, pembuatan jalur dan tempat evakuasi, tim pemadam kebakaran lokasi kerja, latihan rutin seperti latihan dengan pihak lain dan lomba pemadam.

4. Reward dan Punishment

Pemberian penghargaan dan sanksi diatur dalam Peraturan Perusahaan Tentang Pemberian Penghargaan dan Sanksi K3 (No : SGA-001/REG/2006/0).

5. Lomba Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dalam rangka bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3) setiap tahun perusahan melakukan penilaian terhadap performances K3 semua departemen atau seksi dan kepada setiap pemenang akan diberikan hadiah padasaat upacara bulan K3.

6. Seminar K3 dan Studi Banding K3

Seminar keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan setiap tahun dengan pemateri dari internal maupn eksternal PT Inalum. Studi banding dilakukan untuk melihat langsung pelaksanaan K3 dan pengelolaan lingkungan di perusahaan lain untuk perbandingan dan menambah pengalaman.

7. Investigasi Kecelakaan Kerja

Inevstigasi kecelakaan kerja dilaksanakan apabila telah terjadi kecelakaan kerja atau penyaki akibat kerja. Investigasi yang dilakukan menggunakan metode Systematic Cause Analysis Technique (SCAT).


(23)

Setiap kecelakaan kerja yang terjadi baik itu kecelakaan maupun nearmiss akan dilaporkan kepada BPJS dan Disnakertrans.

9. Program Kesehatan Kerja

a. Medical check up yang dilakukan pada awal masuk kerja, periodik yang dilakukan setiap 2 kali setahun, follow up dilakukan apabila hasil check up abnormal, dan pemberian treadmill untuk karyawan tertentu.

b. Merekomendasikan untuk pengalihan jenis pekerjaan bagi karyawan yang berisiko terkena penyakit.

c. Kontrol gizi karyawan yaitu dilakukan kontrol terhadap kualitas makanan yang disajikan kepada karyawan dan pemberian makanan ekstra kepaa pekerja shift malam dan resiko tinggi.

d. Penyakit akibat kerja, saat ii belum ada penyakit akibat kerja yang ditemukan. Jenis penyakit yang paling banyak diderita oleh pekerja adalah hipertensi dan hypertriglyceridaemia.

10.Pemantauan lingkungan kerja

Yang terdiri dari layout dan lokasi sampling, pengukuran kebisingan, pengukuran pencahayaan, temperatur lingkungan kerja dan pengukuran debu.

4.4 Data Kecelakaan Kerja Inalum Smelting Plant (ISP) Tahun 2014 Tabel 4.1 Data Kecelakaan Inalum Smelting Plant (ISP) tahun 2014

No Tanggal Seksi,Lokasi Deskripsi Kecelakaan Jenis Kecelakaan

1 26 April SSW Vehicle Workshop

Seorang pekerja dan dua rekan kerjanya melepaskan


(24)

diganti. Saat mengerjakan ban dibutuhkan bantuan jig berupa besi yang ditaruh di atas poros ban. Saat

pekerja memukul jig, jig terpelanting dan megenai wajah salah satu rekan kerjanya yang saat itu duduk di forklift.

benda

2 04 Juni SCA CM-706

Seorang pekerja membersihkan metal pada nozzle pouring device menggunakan linggis. Setelah beberapa kali melakukan

penonjokkan metal beku pada nozzle sisi barat, linggis yang digunakan meleset mengenai sepatu sebelah kiri pekerja.

Tertusuk

3 11 Juni SMO

BC-103 Tail

Seorang pekerja mengganti bola lampu TL 40W di bagian belakang BC-103 dengan cara berdiri di atas frame Belt

Conveyer. Bola lampu di buka dengan tangan kiri, tangan kanan berpegangan pada gantungan. Bola lampu di buka dengan cara didorong ke arah kiri, karena tidak bisa terbuka maka semakin didorong, tiba-tiba bola lampu pecah dan menusuk pergelangan kirinya.

Tertusuk

4 27 Juni SMO General Crane Repair

Seorang pekerja naik ke atas link belt untuk


(25)

Shop tersangkut, setelah selesai dan turun, kaki kanan pekerja

terpeleset sedang kaki kirinya masih

tersangkut di boom sehingga badannya terjatuh ke belakang dan kepala bagian belakang bawah terbentur box link belt. 5 8 Juli SQA

RAB II- Lab SQA

Seorang pekerja membantu untuk melepskan tutup labu takar 200ml yang berisi larutan NaOH ±4,8%. Berbagai cara

dilakukan namun tak berhasil. Kemudian labu takar dipanaskan dengan electric stove sampai muncul uap pada leher labu takar, lalu labu takar diambil dengan sarung tangan katun dan pekerja kembali mencoba melepaskan tutup labu takar tersebut, tiba-tiba labu takar tersebut meletup dan larutan NaOH ±4,8% panas mengenai tangan dan wajahnya.

Kontak dengan bahan berbahaya

6 9 Sept SAW Tanjung Gading

Seorang pekerja

melakukan pengecekan barang di gudang yang terletak di luar kantor dengan menggunakan sepeda motor. Setelah selesai pekerja kembali ke kantor. Tiba-tiba hujan deras, dan pada saat sudah sampai di


(26)

simpang kantor motor yang dikendarai terpeleset. Sumber : IIC PT Inalum Kuala Tanjung

Tabel di atas merupakan tabel kecelakaan kerja yang terjadi di Inalum Smelting Plant (ISP) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada tahun 2014. Terdapat enam kasus kecelakaan kerja yang tercatat.

Gambar 4.1 Persentase jenis kecelakaan

Dilihat dari jenis kecelakaan, maka jumlah kasus terbesar adalah terjatuh/terpeleset dan tertusuk yaitu sebesar 33%, sedangkan kontak bahan berbahaya dan tertembuk atau terkena benda sebesar 17%.

4.5 Hasil Investigasi Kecelakaan Kerja pada Inalum Smelting Plant (ISP) Berdasarkan Teori SCAT

Metode investigasi kecelakaan kerja yang digunakan oleh perusahaan adalah metode Systematic Cause Analysis Technique (SCAT). Metode ini dikembangkan

33%

33% 17%

17%

Persentase Jenis Kecelakaan

Tertusuk Terjatuh/terpeleset


(27)

oleh The International Loss Control Institute (ILCI). Dari enam kecelakaan kerja yang terjadi hanya terdapat empat laporan penyelidikan kecelakaan kerja (Investigasi), dua kasus kecelakaan lainnya belum mendapat analisa.

Tabel 4.2 Hasil Analisis Investigasi kecelakaan kerja berdasarkan teori SCAT N o Kecelakaan Kerja Penyebab Langsung Penyebab Dasar Kurang Kendali Rekomen-dasi 1 Pekerja

tertusuk linggis ketika membersihkan nozzle pouring device Posisi kerja tidak baik. Permukaan tempat kerja tidak rata dan licin. Konsentrasi kurang, tidak paham jalur komunikasi, kurang mampu menganalisa potensi bahaya, kordinasi kurang memadai. Identifikasi potensi bahaya kurang Identifikasi bahaya, potensi dan pengendali -an bahaya Sosialisasi kejadian secara lisan atau tulisan Cek dan perbaiki pouring device yang terpasang Mengkaji ulang prosedur kerja Membuat standar perbaikan nozzle pourig device. 2 Bola lampu

pecah menusuk pergelangan tangan kiri pekerja Posisi kerja tidak tepat, tidak mengguna-kan alat bantu tangga, memaksa menekan bola lampu Keputusan dan reaksi tidak tepat, tidak mampu mengidentifi -kasi bahaya Ketersediaan alat bantu kerja, Pengawas-an tidak memadai Prosedur kerja tidak ada Toolbox meeting tidak Mengingat-kan kembali tentang kondisi dan tindakan tidak aman Efektifkan toolbox meeting


(28)

Pegas socket lampu tidak berfungsi pekerjaan rutin dan mudah dilakukan memadai Pengawasan kerja secara efektif Review prosedur kerja Menyiapkan peralatan dan perlengkap-an kerja sebelum kerja dimulai 3 Pekerja

terpeleset/terjat uh sehingga kepala belakangnya terbentur box link belt Posisi kerja tidak aman, tindakan tidak tepat, tidak mengguna-kan alat bantu seperti tangga Kondisi sepatu safety sudah tidak baik, lantai link belt licin karena minyak/oli Tidak mampu identifikasi bahaya, kurang tanggap akan pengembang -an safety. Pekerjaan rutin yang biasa dan mudah dilakukan, minimnya pengawasan safety, IBBPR tidak update Pengawas-an terhadap kondis kerja tidak memadai Toolbox meeting kurang efektif Kontrol IBBPR , PM, instruksi kerja tidak tepat Mengingat-kan kembali tentang kondisi dan tindakan tidak aman Data ulang kondisi APD untuk diganti apabila sudah tidak layak pakai Review prosedur kerja Menyedia-kan alat bantu kerja di ketinggian. 4 Labu takar

meletup mengenai wajah dan tangan pekerja Memanaskan larutan bahan kimia dalam kondisi tertutup, mengambil Tidak mampu memahami potensi bahaya, kurang Identifikasi bahaya belum mencakup keadaan abnormal Sosialisasi secara lisan dan tulisan Membuat SOP


(29)

labu takar dan membuka tutup labu takar dalam kondisi masih panas Bahan kimia dalam tempat tertutup yang dipanaskan akan memuai dan rawan letupan evaluasi terhadap pelatihan yang diikuti, kurang mendapat pembinaan Prosedur kerja tidak mencakup keadaan abnormal Informasi situasi kerja dari anggota ke atasan belum lancar. penanganan kondisi abnormal di lokasi kerja Memberik-an pemahaman akan MSDS Membuat surat permintaan pengadaan kombinasi safety shoer dan eye shower yang sesuai standar Sumber : IIC PT Inalum Kuala Tanjung

4.6 Analisis Investigasi Kecelakaan Kerja dengan Menggunakan Metode HFACS

Penulis melakukan analisis investigasi kecelakaan kerja yang terjadi di Inalum Smelting Plant (ISP) pada tahun 2014 dengan menggunakan metode Human Factors and Classification System (HFACS) berdasarkan data sekunder yaitu laporan investigasi kecelakaan kerja yang sebelumnya dianalisis oleh perusahaan dengan menggunakan metode Systematic Cause Analysis Technique (SCAT).

Masing-masing kecelakaan akan dianalisis dengan pengelompokkan sesuai dengan model Swiss Cheese, yang dilihat dari tipe tindakan tidak aman, pra kondisi yang menyebabkan tindakan tidak aman, kurangnya pengawasan dan pengaruh organisasi.


(30)

4.6.1 Tindakan Tidak Aman

Gambar 4.2 Diagram Penyebaran Tipe-Tipe Kesalahan

Pada gambar di atas apat dilihat bahwa performance-based error merupakan tipe kesalahan yang paling besar yang menyebabkan tindakan tidak aman yaitu 45%. Judgement and decision-making error berada di urutan kedua dengan jumlah 33% dan violation sebesar 22%.

4.6.2 Pra kondisi yang menyebabkan tindakan tidak aman

Gambar 4.2 Penyebaran Preconditions

Performance-Based Error 45% Decison

Error 33% Violation

22%

Type of Error & Violations

19%

25%

0% 19% 0%

25% 12%

Preconditions

Physical Environment

Technological Environment

Physical Problem


(31)

Diagram penyebaran pre-kondisi yang menyebabkan tindakan tidak aman di atas menggambarkan bahwa mental awareness (physical readiness) yaitu ketidaksiapan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dan lingkungan teknologi memberikan kontribusi terbesar terhadap kecelakaan kerja yaitu sebesar 25%. Berikutnya adalah State of mind dan lingkungan fisik sebesar 19%. Teamwork atau kerja sama tim juga berpengaruh sebesar 12%.

4.4.3 Kurangnya Pengawasan

Gambar 4.4 Penyebaran Unsafe Supervision

Gambar di atas menunjukkan bahwa pengawasan yang tidak adikuat dan pengawasan perencanaan yang tidak aman memiliki kontribusi sebesar 37,5% terhadap kecelakaan kerja yang terjadi. Sedangkan supervisory violations berkontribusi sebesar 25% terhadap kecelakaan kerja yang terjadi.

25%

37,5% 37,5%

Unsafe Supervision

Supervisory violations

Planned inappropriate operations


(32)

4.6.3 Pengaruh Organisasi (Organizational Influences)

Gambar 4.5 Penyebaran Organizational influences

Gambar di atas menunjukkan bahwa policy dan proess issues memiliki kontribusi sebesar 56% terhadap terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelter Plant (ISP) PT Inalum. Climate/ culture influences memiliki kontribusi sebesar 43%.

57% 43%

Organizational Influences

Policy & Process Issues


(33)

58

Kecelakaan kerja di PT Inalum masih terjadi pada 2014. Berdasarkan data kecelakaan kerja PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) terdapat enam (6) kecelakaan kerja yang terjadi di Inalum Smelting Plant (ISP) pada tahun 2014. Kecelakaan kerja tersebut terjadi pada lima bagian kerja yaitu Smelter Service and Workshop Section (SSW), Smelter Casting Section (SCA), Smelter Quality Assurance Section (SQA), Smelter Administration and Welfare Section (SAW) dan dua kasus kecelakaan kerja terjadi pada bagian Smelter Smelter Maintenance Plant One (1) Section (SMO).

Berdasarkan hasil penelitian jenis kecelakaan kerja yang terjadi di Inalum Smelting Plant (ISP) PT Inalum adalah terjatuh/terpeleset, tertusuk, kontak bahan berbahaya dan tertembuk atau terkena benda. Jenis kecelakaan terjatuh atau terpeleset dan tertusuk merupakan jenis kecelakaan yang lebih sering terjadi dibandingkan dengan dua jenis kecelakaan lainnya. Menurut ILO jenis kecelakaan tersebut tergolong dalam jenis kecelakaan minor dan moderate. Kecelakaan minor adalah suatu keadaan dimana suatu kejadian ceaka memrlukan tindakan medis, tetapi tidak terjadi kehilangan hari kerja. Kecelakaan moderate yaitu suatu keadaan dimana suatu kejadian ceaka memrlukan tindakan medis dan memungkinkan adanya kehilangan hari kerja. Walau tergolong dalam kecelakaan minor, kecelakaan yang terjadi juga memberikan dampak atau kerugian bagi perusahaan dan pekerja.


(34)

Kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Menurut Suma’mur (2009) Biaya kerrugian akibat kecelakaan kerja dapat dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya langsung adalah biaya atas P3K, pengobatan dan perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama pekerja tak mampu bekerja, kompensasi cacat, dan biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan dan mesin. Biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu pasca kecelakaan terjadi. Biaya ini meliputi berhentinya operasi perusahaan, oleh karena pekerja lainnya menolong korban atau berhenti bekerja sebagaimana biasa dialami pada peristiwa terjadinya celaka, biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti orang yang ditimpa kecelakaan dan sedang sakit serta beada dalam perawatan dengan orang baru yang belum biasa bekerja pada pekerjaan di tempat terjadinya kecelakaan. Kecelakaan yang terjadi perlu mendapat perhatian dan tindakan agar kecelakaan yang sama tidak terjadi kembali.

5.2 Analisis Hasil Investigasi Kecelakaan Kerja Inalum Smelting Plant (ISP) Berdasarkan Metode HFACS

Kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Inalum Smelting Plant (ISP) PT Inalum Kuala Tanjung tahun 2014 disebabkan oleh tindakan tidak aman yaitu bekerjadengan posisi atau sikap tubuh tidak aman dan bekerja tidak mematuhi prosedurkerja. Dan ada juga yang disebabkan oleh kondisi tidak aman yaitu peralatan yangtidak baik. Berdasarkan hasil analisis SCAT tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman merupakan penyebab langsung terjadinya celaka.


(35)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, performance-based error merupakan tipe kesalahan yang paling besar yang menyebabkan tindakan tidak aman yaitu 45% dari empat kasus yang dianalisis. Judgement and decision-making error berada di urutan kedua dengan jumlah 33% dan violation sebesar 22%.

Performance-based erroryangterjadi pada kecelakaan kerja di Inalum Smelting Plant (ISP) adalah antara lain teknik atau posisi kerja yang kurang baik, dan melakukan tindakan tidak tepat serta tidak aman. Kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh tindakan pekerja yang kurang tepat misalnya mencongkel dalam posisi di atas mound dan kaki dekat dengan alat kerja dan mengambil labu takar dan membuka tutup labu takar tersebut dalam kondisi yang masih panas.

Judgement and decision-making erroryang terjadi pada kecelakaan kerja di Inalum Smelting Plant (ISP) adalah gagalnya pekerja dalam menentukan apakah suatu kondisi berbahaya atau tidak atau belum mampu mengidentifikasi bahaya pekerjaan yang dilakukan yang mana hal ini dapat mengakibatkan pekerja salah dalam mengambil tindakan. Misalnya terjadi pada kasus dimana seorang pekerja memaksakan menekan bola lampu walaupun pada awalnya pegas tidak berfungsi sehingga mengakibatkan pekerja tersebut celaka. Contoh lain adalah pekerja memanaskan larutan kimia dalam kondisi tertutup di electric stove padahal bahan kimia yang dipanaskan di tempat tertutup akan rawan meletup. Biasanya Judgement and decision-making errorterjadi karena kurangnya pengetahuan pekerja atau kurang mendapat pelatihan.


(36)

Performance-based errordan Judgement and decision-making errorsangat dipengaruhi oleh pengetahuan pekerja. Pekerja yang tidak mendapat pelatihan atau pendidikan yang sesuai dengan lingkup kerjanya akan memiliki kemungkinan untuk melakukan kesalahan tersebut.

Tindakan tidak aman dalam HFACS dijabarkan lebih mendetail, tidak sekedar posisi atau teknik kerja yang tidak aman, namun lebih rinci tentang penyebab pekerja melakukan tindakan tidak aman tersebut.

Tindakan tidak aman tidak terjadi begitu saja, ada hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya tindakan tidak aman tersebut.hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya tindakan tidak amandisebut prakondisi tindakan tidak aman. Prakondisi tindakan tidak aman dibagi kedalam tiga kategori yaitu faktor lingkungan, kondisi pekerja dan teamwork. Ketiga kategori tersebut dibagi lagi menjadi subkategori. Faktor lingkungan mengacu pada faktor fisik dan teknologi yang mempengaruhi praktek/pekerjaan, kondisi dan tindakan individu dan yang mengakibatkan kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman. Kondisi pekerja mengacu pada keadaan mental yang merugikan, kondisi fisiologis yang merugikan, dan faktor keterbatasan mental/fisik yang mempengaruhi praktek/pekerjaan, kondisi atau tindakan individu serta kesiapan pribadi yang mengakibatkan kesalahan manusia atau situasi yang tidak aman. Teamwork mengacu pada komunikasi antar pekerja

serta koordinasi antar pekerja yang apabila tidak terlaksana dengan baik dapat memicu terjadinya tindakan dan situasi atau kondisi tak aman.


(37)

Berdasarkan hasil analisis,mental awareness (physical readiness) yaitu ketidaksiapan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dan lingkungan teknologi merupakan prekondisi tindakan tidak aman yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kecelakaan kerja yaitu sebesar 25%. Adapun mental awareness (physical readiness)yang mempengaruhi kecelakaan kerja yang terjadi ISP adalah:

1. Tidak memahami bahaya kerja sehingga salah dalam menilai resiko.

2. Kurang tanggap terhadap pentingnya keselamatan dan kelengkapan perlengkapan kerja yang aman.

3. Kurang mendapat pembinaan sehingga salah menilai resiko.

Yang termasuk dalam lingkungan teknologi (technologycal environment) yang menyebabkan kecelakaan kerja pada Inalum Smelting Plant (ISP) PT Inalum adalah :

1. Pegas di socket lampu tidak berfgungsi 2. Tempat yang tidak ergonomis

3. Frame boom tidak dilengkapi dengan tempat pijakan kai untuk maintenance.

4. Safety shower tidak berfungsi.

State of mind dan lingkungan fisik berkontribusi terhadap kecelakaan kerja pada Inalum Smelting Plant (ISP) PT Inalum sebesar 19%. State of mind yang terjadi antara lain adalah terlalu memaksakan diri, kurang konsentrasi, lengah, dan terlalu percaya diri. Anggapan bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang mudah dan biasa dilakukan dapat mengakibatkan pekerja lengah dan tidak


(38)

konsentrasi. Lingkungan fisik (physical environment) yang menjadi faktor penyebab kecelakaan kerja pada Inalum Smelting Plant (ISP) antara lain adalah :

1. Lokasi kerja terdapat banyak debu 2. Ruangan kerja yang panas

3. Permukaan laintai tidak rata, licin dan berminyak 4. Lantai Link belt licin

Teamwork atau kerja sama tim juga berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja di ISP sebesar 12%. Informasi pelaporan situasi atau kondisi kerja dari anggota ke atasan belum lancar serta koordinasi yang kurang memadai dan komunikasi yang kurang merupakan faktor “teamwork” yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelting Plant (ISP).

Dalam hasil analisis SCAT, lingkungan fisik dan lingkungan teknologi merupakan situasi tidak aman atau unsafe condition. HFACS mengkategorikan faktor tersebut ke dalam prekondisi yang menyebabkan tindakan tidak aman.Beberapa subkategori seperti kondisi mental pekerja dan kondisi fisik tidak dapat ditentukan dan dikategorikan karena dalam laporan investigasi kecelakaan oleh PT Inalum tidak disebutkan faktor-faktor tersebut secara lengkap.

Prekondisi tindakan tidak aman dapat terjadi karena pengawasan dan pengaruh organisasi.Berdasarkan hasil analisis pengawasan yang tidak adikuat dan Perencanaan kerja yang tidak tepat memiliki kontribusi sebesar 37,5% terhadap kecelakaan kerja yang terjadi. Pengawasan yang tidak adikuat yang terjadi pada kecelakaan kerja di ISP adalah pengawasan terhadap kondisi kerja dan tindakan kerja


(39)

tidak memadai, minimnya pengawasan safety dan identifikasi resiko yang kurang tepat. Perencanaan kerja yang tidak tepat yang terjadi pada kecelakaan kerja di ISP adalahkurangnya evaluasi terhadap pelatihan yang diikuti, identifikasi bahaya dan pengendalian resiko belum mencakup keadaan abnormaL serta IBBPR yang tidak update.

Sedangkan supervisory violations berkontribusi sebesar 25% terhadap kecelakaan kerja yang terjadi.supervisory violationsyang terjadi adalah mengizinkan kebijakan tak tertulis menjadi kebiasaan, misalnya pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan rutin dan mudah dilakukan, misalnya yang terjadi pada salah satu kasus dimana pengawas mengizinkan pekerja tanpa menggunakan alat bantu kerja di ketinggian seperti tangga. Pengawasan yang tidak aman merupakan bagian dari “Lack of control” pada laporan SCAT.

Dalam metode SCAT pengaruh organisasi kurang ditonjolkan, dalam kenyataannya setiap pihak sangat berpengaruh akan terjadinya celaka di tempat kerja, termasuk organisasi atau perusahaan. Dalam metode HFACS terdapat empat kategori yang termasuk dalam pengaruh organisasi yaitu manajemen/permasalahan sumber daya (resource problem), pemilihan staf dan personil (personnel selection and

staffing), kebijakan dan proses operasional (policy and prosess issues), dan iklim

organisasi (climate/culture influences). Dalam penelitian ini pengaruh organisasi

terhadap terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelting Plant (ISP) PT Inalum hanya

dapat dilihat dari dua kategori yaitu proses operasional dan iklim organisasi, hal ini dikarenakan laporan investigasi oleh pihak perusahaan tidak mencakup


(40)

manajemen/permasalahan sumber daya (resource problem), pemilihan staf dan personil (personnel selection and staffing).

Berdasarkan hasil analisis menggunakan HFACS policy dan proess issuesmerupakan faktor pengaruh organisasi yang memiliki kontribusi sebesar 56% terhadap terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelting Plant (ISP) PT Inalum dan climate/ culture influences memiliki kontribusi sebesar 43%.Policy dan process issues yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yang terjadi di Inalum Smelting Plant (ISP) PT Inalum adalah ketersediaan alat bantu kerja yang belum ada, seperti yang terjadi pada salah satu kasus kecelakaan kerja dimana pekerja mengganti bola lampu tanpa menggunakan alat bantu tangga, berdasarkan laporan investigasi kecelakaan kerja PT Inalum dapat dilihat pada bagian rekomendasi bahwa pihak perusahaan akan menyiapkan perlengkapan tersebut, hal ini menandakan bahwa sebelumnya perlengkapan tersebut belum disediakan. Belum adanya pelatihan dalam penanganan kondisi abnormal serta prosedur kerja tidak mencakup atau mengatur kondisi penanganan abnormal juga termasuk bagian dalam kegagalan organisasi.Dalam pelaksanaan kerja, pihak perusahaan sudah seharusnya mempertimbangkan segala kemungkinan terjadinya celaka termasuk dalam keadaan abnormal. Di sisi laintool box meeting yang kurang efektif juga termasuk dalam pengaruh organisasi. Pada dasarnya toolbox meeting adalah suatu program yang dirancang untuk mengurangi atau mencegah kecelakaan yang mungkin terjadi dengan cara melakukan rapat singkat sebelum memulai pekerjaan. Apabila toolbox meeting dinilai tidak efektif, hal itu menunjukkan bahwa salah satu program yang dirancang oleh perusahaan dinilai


(41)

belum adikuat. Menyediakan perlengkapan yang tidak cocok atau dirancang kurang sesuai merupakan salah satu kegagalan organisasi yang terjadi dan mengakibatkan kecelakaan kerja, contohnya terjadi pada salah satu kasus dimana frame boom tidak dilengkapi dengan tempat pijakan kaki untuk maintenance sehingga salah satu pekerja mengalami celaka.

Climate/culture influences juga merupakan salah satu pengaruh organisasi yang berperan dalam terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelting Plant (ISP). Pengaruh lingkungan atau budaya yang terjadi diInalum Smelting Plant (ISP) adalah kurangnya budaya saling mengingatkan antar pekerja dan pengawas.Budaya saling mengingatkan tentang keselamatan kerja adalah suatu hal yang sangat penting dalam lingkungan kerja. Komunikasi antar pekerja dan kelompok/ unit kerja yang tidak efektif juga termasuk dalam kategori climate/culture influences. Pengaruh organisasi yang baik akan mengusahakan agar pekerjanya awas akan bahaya yang mungkin terjadi. Mengizinkan pekerja melakukan suatu tindakan yang tidak aman, misalnya melakukan pekerjaan tanpa alat bantu juga merupakan lingkungan atau budaya kerja yang tidak baik.

Heinrich mengatakan bahwa 88% penyebab kecelakaan kerja adalah tindakan tidak aman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa penyebab sebagian besar kecelakaan kerja yang terjadi di Inalum Smelting Plant (ISP) PT Inalum adalah tindakan tidak aman (unsafe act) atau yang disebabkan oleh faktor manusia. Metode Human Factors Analysis and Classification System (HFACS) merupakan metode analisis kecelakaan kerja “Human Factor” yang tidak hanya


(42)

membahas mengenai faktor manusia namun juga dapat mengidentifikasi kerusakan dalam seluruh sistem yang memungkinkan kecelakaan terjadi. Human Factors and Analysis Classification System (HFACS) merupakan metode yang membahas penyebab kecelakaan kerja secara sistematis dan lebih rinci sehingga memiliki kemungkinan untuk mengurangi atau mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Karena membahas penyebab kecelakaan dengan lebih rinci dibandingkan dengan SCAT maka HFACS lebih memungkinkan untuk meminimalisir terjadinya kesalahan atau celaka.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, ditemukan beberapa keterbatasan yaitu :

1. Penulis hanya menggunakan data sekunder berupa laporan hasil investigasi kecelakaan kerja dan data kecelakaan kerja, sehingga beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja seperti faktor fisik dan mental pekerja tidak dapat diketahui.

2. Penulis hanya menggunakan data sekunder berupa laporan hasil investigasi kecelakaan kerja dan data kecelakaan kerja dan tidak meneliti secara langsung mengenai elemen-elemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sehingga pengaruh organisasi terhadap kecelakaan kerja yang terjadi tidak dapat diteliti secara mendetail.


(43)

68

1. Hasil SCAT belum mencakup faktor-faktor personal seperti kesehatan fisik dan mental pekerja yang mengalami kecelakaan kerja.

2. Performance-based error merupakan tipe kesalahan yang paling besar yang menyebabkan tindakan tidak aman yaitu 45%. Judgement and decision-making error berada di urutan kedua dengan jumlah 33% dan violation sebesar 22%.

3. Mental awareness (physical readiness) yaitu ketidaksiapan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dan lingkungan teknologi memberikan kontribusi terbesar terhadap kecelakaan kerja yaitu sebesar 25%. Berikutnya adalah State of mind dan lingkungan fisik sebesar 19%. Teamwork atau kerja sama tim juga berpengaruh sebesar 12%.

4. Pengawasan yang tidak adikuat dan pengawasan perencanaan yang tidak aman memiliki kontribusi sebesar 37,5% terhadap kecelakaan kerja yang terjadi. Sedangkan supervisory violations berkontribusi sebesar 25% terhadap kecelakaan kerja yang terjadi.

5. Policy dan proess issues memiliki kontribusi sebesar 56% terhadap terjadinya kecelakaan kerja di Inalum Smelter Plant (ISP) PT Inalum. Climate/ culture influences memiliki kontribusi sebesar 43%.


(44)

6.2 Saran

1. Perusahaan sebaiknya memberikan pendidikan, pelatihan dan pembinaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja terutama keselamatan kerja dalam kondisi abnormal sehingga pekerja nantinya dapat menilai resiko akan pekerjaannya dan dapat menentukan tindakan yang tepat ketika bekerja. 2. Perusahaan sebaiknya membangun komunikasi antar pekerja dan kelompok/

unit kerja secara efektif, sehingga informasi keselamatan dan kesehatan kerja serta informasi penting lainnya dapat diterima dengan baik.

3. Perusahaan sebaiknya meningkatkan pengawasan kerja secara efektif. Setiap pekerjaan dimulai, kesiapan pekerja harus dipastikan baik dari segi keperlengkapan dan kesehatan fisik pekerja.

4. Dalam suatu proses investigasi kerja sebaiknya perusahaan menyelidiki faktor-faktor personal dari korban misalnya faktor fisik dan psikis atau mental pekerja.


(45)

10

Keselamatan dan kesehatan kerja secara harfiah terdiri dari tiga suku kata yaitu keselamatan, kesehatan dan kerja. Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu safety yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti suatu keadaan terbebas dari bahaya, malapetaka, bencana dan tidak mendapat gangguan. Sedangkan kesehatan dalam bahasa Inggris disebut health, kesehatan menurut UU No.36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kerja dalam bahasa Inggris disebut occupation yang berarti kegiatan melakukan sesuatu atau sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

Kesehatan dan keselamatan kerja menurut ILO/WHO Joint Safety and Health Committee adalah :

“the promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental and social well-being of workers in all occupations; the prevention among workers of departures from health caused by their working conditions; the protection of workers in their employment from risks resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the workers in an occupational environment adapted to his physiological and psychological equipment and to summarize the adaptation of work to man and each man to his job”.

Pengertian ini menjelaskan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3) meliputi :

a. Promosi dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.


(46)

b. Mencegah terjadinya penurunan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan serta melindungi pekerja dari risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat merugikan kesehatan.

c. Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi fisiologis dan psikologis pekerja untuk menciptakan kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya/tugasnya.

Menurut OHSAS 18001:2007 Keselamatan dan kesehatan kerja adalah kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang berdampak, atau dapat berdampak pada kesehatan atau keselamatan karyawan atau pekerja lain. Keselamatan kerja menurut Suma’mur (1987) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan dan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja yang terangkum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 adalah sebagai perlindungan terhadap tenaga kerja dan orang lain yang berada di lingkungan kerja sehingga dapat diwujudkan peningkatan produksi dan produktivitas serta agar selalu dalam keadaan aman dan selamat dan juga sebagai perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan digunakan secara efisien dan aman.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan di tempat kerja sehingga terciptanya kondisi yang aman dan sehat baik bagi pekerja, perusahaan, masyarakat maupun lingkungan sekitar


(47)

tempat kerja tersebut. Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan usaha agar pekerja dapat bekerja secara produktif karena rasa aman dan nyaman yang ada di tempat kerjanya serta merupakan usaha pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja di suatu perusahaan/ tempat kerja.

2.2 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga dikarenakan peristiwa tersebut terjadi tanpa unsur kesengajaan (Suma’mur, 1987). Hal ini serupa dengan pernyataan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1998 bahwa kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Namun walau terjadi tanpa unsur kesengajaan kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya, baik disebabkan oleh kelemahan di sisi majikan atau pekerja maupun keduanya, dimana kejadian ini dapat menyebabkan kerugian bagi keduanya (Ridley, 2008).

Kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja di sini, dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Suma’mur, 1987). Sementara menurut OHSAS 18001 : 2007 kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung tergantung dari keparahannya) kejadian kematian atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian.


(48)

2.3 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional tahun 1962 yang dikutip oleh Suma’mur (1987) adalah :

1. Klasifikasi menurut Jenis Kecelakaan a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi Menurut Penyebab A. Mesin

a. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. b. Mesin penyalur (transmisi).

c. Mesin-mesin untuk mengerjakan logam. d. Mesin-mesin pengolah kayu.


(49)

f. Mesin-mesin petambangan.

g. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut. B. Alat angkat dan angkut

a. Mesin angkat dan peralatannya. b. Alat angkutan di atas rel.

c. Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api. d. Alat angkutan udara.

e. Alat angkutan air. f. Alat-alat angkutan lain. C. Peralatan lain

a. Bejana bertekanan.

b. Dapur pembakar dan pemanas. c. Instalasi pendingin.

d. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan).

e. Alat-alat listrik (tangan).

f. Alat-alat kerja dan perlengkapan kecuali alat-alat listrik. g. Tangga.

h. Perancah.

i. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut. D. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi


(50)

b. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak. c. Benda-benda melayang.

d. Radiasi.

e. Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. E. Lingkungan kerja

a. Di luar bangunan. b. Di dalam bangunan. c. Di bawah tanah.

F. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut a. Hewan.

b. Penyebab lain.

G. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

3. Klasifikasi Menurut Sifat Luka atau Kelainan a. Patah tulang.

b. Dislokasi/keseleo. c. Regang otot/urat.

d. Memar dan luka dalam yang lain. e. Amputasi.

f. Luka-luka lain. g. Luka di permukaan. h. Gegar dan remuk.


(51)

i. Luka bakar.

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut). k. Akibat cuaca dan lain-lain.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik. n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. p. Lain-lain.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh a. Kepala.

b. Leher. c. Badan. d. Anggota atas. e. Anggota bawah. f. Banyak tempat. g. Kelainan umum.

h. Letak lain yang tidak dimasukkan dalam klasifikasi tersebut.

Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang terjadi oleh suatu melainkan oleh beberapa faktor. Kecelakaan kerja biasanya bersifat kompleks. Hal ini sesuai dengan pernyataan Deshmukh (2006) “An accident may have 10 or more events that caused it”. Penggolongan menurut jenis menujukkan peristiwa yang langsung


(52)

mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyeidikan sebab lebih lanjut. (Suma’mur, 1987).

Setiap kecelakaan kerja yang terjadi dapat diketahui besar kecilnya dampak kerugian yang ditimbulkan. Occupational Safety and Health Organization (OSHA) mengklasifikasikan kecelakaan berdasarkan akibat kecelakaan yang menimpa pekerja, yaitu cidera ringan (first aid), rawat medis (medical treatment), kerja ringan atau kecelakaan yang mengakibatkan pembatasan kegiatan bekerja (restricted accident), hari kerja hilang (loss time incident) dan meninggal (fatality).

2.4 Teori - Teori Penyebab Kecelakaan

Kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal. Terdapat dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Faktor mekanis dan lingkungan dapat dikelompokkan menurut keperluan dan maksud tertentu misal dikelompokkan berdasarkan pengolahan bahan, mesin penggerak, dan pengangkat, terjatuh di lantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat secara manual, menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar, dan transportasi. Sedangkan golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan (Suma’mur, 2009).

Sebuah kecelakaan kerja kemungkinan akan mengakibatkan atau tidak mengakibatkan bahaya secara fisik bagi individu. Tidak masalah apa yang dihasilkannya, yang mendasar adalah mempertanyakan bagaimana sebuah kecelakaan


(53)

kerja bisa terjadi. Sejumlah teori penyebab kecelakaan kerja memberikan pemahaman akan hal ini (Winarsunu, 2008).

2.4.1 Teori Domino Heinrich

Teori ini diperkenalkan oleh H.W. Heinrich pada tahun 1931 setelah menganalisis 75.000 kasus kecelakaan. Dalam hasil pengamatannya tersebut dia menyimpulkan bahwa 88% penyebab kecelakaan adalah tindakan tidak aman (unsafe acts), 10% merupakan kondisi tidak aman (unsafe condition) daan 2% lainnya adalah penyebab yang tidak dapat dihindari (unavoidable).

Heinrich berpendapat bahwa cidera disebabkan oleh beberapa faktor yang terangkai dan saling berkaitan dimana akhir dari rangkai tersebut adalah cidera. Sebagaimana tampak pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Teori Domino Heinrich Sumber : iDRM Training Modules

Lima faktor yang saling berhubungan dalam teori Domino Heinrich adalah :

a. Lingkungan Sosial dan Sifat Bawaan Seseorang (Social environmnent and Ancestry). Heinrich menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat bawaan yang tidak


(54)

baik seperti keras kepala dan ceroboh yang diperoleh karena faktor keturunan atau pengaruh lingkungan dan pendidikan atau keduanya yang berkontribusi atas terjadinya keselahan manusia.

b. Kesalahan Manusia (Fault of person). Faktor kedua ini terbentuk dari kegagalan/kecacatan lingkungan dan keturunan yang mempengaruhi seseorang hingga kurang hati-hati dan banyak membuat kesalahan.

c. Perilaku tidak aman dan atau kondisi tidak aman (Unsafe act and/or unsafe condition). Merupakan tindakan berbahaya disertai bahaya mekanik/mesin dan bahaya fisik lainnya yang memudahkan untuk terjadinya rangakain berikutnya. Heinrich menyatakan bahwa unsafe act dan unsafe condition adalah faktor utama dalam mencegah kecelakaan, dan faktor penyebab kecelakaan termudah untuk diperbaiki.

d. Kecelakaan (Accident) yaitu peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja yang pada umumnya disertai kerugian.

e. Cidera (Injury) merupakan kerugian yang dihasilkan oleh kecelakaan kerja.

Heinrich mengumpamakan lima batu domino yang disusun berurutan sebagai faktor-faktor penyebab kecelakaan. Apabila batu domino tersebut jatuh ke kanan maka semua batu domino setelahnya akan ikut jatuh sehingga terjadi suatu kondisi celaka. Berdasarkan teori domino, kecelakaan dapat dicegah dengan menghilangkan salah satu faktor sehingga dapat mencegah timbulnya dampak berikutnya. Heinrich mengusulkan bahwa tindakan tidak aman dan bahaya mekanis (kondisi tidak aman) merupakan faktor utama dalam urutan kecelakaan kerja dan dengan menghilangkan


(55)

faktor utama tersebut dapat mengakibatkan faktor-faktor sebelumnya tidak efektif . Heinrich mengutamakan faktor manusia yang dinyatakan sebagai kegagalan manusia “Man Failure” sebagai penyebab sebagian besar kecelakaan (OHS Body of Knowledge Models of Causation : Safety, 2012).

2.4.2 ILCI Loss Causation Model

Teori domino Heinrich kemudian dikembangkan oleh Bird dan Germain pada tahun 1985 yang mengakui bahwa teori domino Heinrich tersebut merupakan dasar pemikiran keselamatan selama 30 tahun lebih. Bird dan Germain menyadari bahwa diperlukan manajemen untuk mencegah dan mengendalikan kecelakaan. Mereka mengembangkan teori domino baru yang mencerminkan hubungan langsung manajemen dengan penyebab dan dampak dari kerugian kecelakaan. Teori domino baru dari Bird dan Germain sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan The ILCI Loss Causation Model yang digambarkan dengan lima batang domino, terkait satu sama lain dalam suatu urutan linear (OHS Body of Knowledge Models of Causation : Safety, 2012).

Gambar 2.2 The International Loss Control Institute Loss Causation Model (modified from Bird and Germaine, 1985)


(56)

Teori ini terdiri dari lima batu domino yang berurutan dengan susunan sebagai berikut :

a. Kurangnya pengawasan manajemen (Lack of control)

Pengawasan merupakan salah satu di antara fungsi manajemen yang penting, selain perencanaan, pengorganisasian, dan kepemimpinan. Ada beberapa hal yang menyebabkan kurangnya pengawasan manajememen yaitu kurangnya program keselamatan dan kesehatan kerja, standar kerja yang tidak sesuai dan kepatuhan terhadap standar yang berlaku.

b. Penyebab dasar (basic cause)

Penyebab dasar adalah sesuatu yang menyebabkan timbulnya tindakan dan kondisi tidak aman. Ada dua penyebab dasar yaitu faktor manusia dan faktor pekerjaan. Adapun faktor manusia diantaranya adalah kemampuan fisik yang tidak memadai, kemampuan mental/psikologi yang tidak memadai, minimnya pengetahuan, motivasi kerja yang kurang, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor pekerjaan meliputi tidak memadainya peralatan dan perlengkapan.

c. Penyebab langsung (immediate cause)

Penyebab langsung dari suatu kecelakaan adalah tindakan tidak aman (unssafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition). Tindakan tidak aman berupa mengabaikan prosedur keamanan, mengoperasikan alat tanpa izin, menggunakan peralatan yang tidak sesuai atau rusak. Kondisi tidak aman meliputi ventilasi yang tidak memadai, kebisingan dan panas yang berlebihan, penerangan yang tidak memadai atau berlebihan, dan lain sebagainya.


(57)

d. Kejadian/ kontak dengan energi atau benda (Incident)

Kecelakaan dapat timbul apabila kondisi-kondisi seperti di atas tidak diberi tindakan. Oleh karena itu peluang kontak dengan sumber energi dari bahan atau struktur yang ada harus dicegah. Energi yang dimaksud adalah energi kinetik, energi listrik, panas, sumber radiasi dan kimia.

e. Kerugian (Loss)

Kerugian yang dimaksud adalah kerugian yang dapat berupa cidera pada pekerja yang bahkan dapat menyebabkan kematian, kerusakan harta benda, dan kerugian proses kerja (waktu).

Dalam teori ILCI Loss causation Model awal dari kecelakaan dan kerugian adalah manjemen, yaitu kurangnya kontrol pengawasan manajemen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerugian (loss) adalah indikasi kegagalan pada bagian manajemen dalam melakukan salah satu fungsinya yang penting. Dengan mempertanyakan pertanyaan yang benar, kurangnya pengawasan dalam sistem manajemen dapat diidentifikasi dan dapat digunakan untuk mencegah kecelakaan dan kerugian (Storbakken, 2002).

2.4.3 Teori Faktor Manusia

Ferrel dalam Tri Astuti (2004) meyatakan bahwa kesalahan manusia (human error) adalah pangkal dari kecelakaan. Kesalahan tersebut terdiri dari :

a. kelebihan beban kerja (work overload), beban kerja dihitung sebagai penjumlahan dari tugas yang menjadi tanggung jawab ditambh beban


(58)

lingkungan kerja (bising, tekanan panas, dan lain-lain), faktor internal (stress emosional) dan faktor eksternal (instruksi kerja tidak jelas).

b. Reaksi yang tidak tepat (inappropriate response) misalnya mendeteksi adanya hazard tetapi tidaak memperbaikinya, mengabaikan standar keselamatan dan lain sebagainya.

c. Aktivitas yang tidak tepat (inappropriate activities) misal melaksanakan tugas tanpa pelatihan wajib, salah menilai besarnya resiko dari suatu tugas, dan lain sebagainya.

2.4.4 Swiss Cheese Model

Menurut Reason dalam buku “A Human Error Approach to Aviation Accident Analysis :The Human Factors Analysis and Classification System” yang disusun oleh Wiegman dan Shapeell (2003) kecelakaan terjadi ketika terdapat kerusakan dalam interaksi antara komponen yang terlibat dalam proses produksi. Kegagalan ini menurunkan integritas sistem sehingga lebih rentan terhadap bahaya operasional yang dapat mengakibatkan kerentanan terhadap terjadinya bencana kegagalan atau kecelakaan. Teori penyebab kecelakaan menurut Reason ini dikenal sebagai Swiss Cheese Model . Model ini menggambarkan sebuah sistem sebagai keju swiss yang berlubang-lubang dan diletakkan berjajar setelah dipotong-potong. Setiap lubang dari keju menggambarkan kelemahan manusia dan sistem. Dalam medel ini dianggap bahwa kecelakaan terjadi akibat adanya dua jenis kegagalan yaitu kegagalan aktif dan kegagalan laten. Kegagalan aktif berupa unsafe act. Sedangkan kegagalan laten yaitu berupa kegagalan dari sisi organisasi (pengaruh pengorganisasian dan kebijakan


(59)

manajemen), unsafe supervision (pengawasan yang tidak baik), dan precondition for unsafe act (kondisi yang mendukung munculnya perilaku tidak aman).

Gambar 2.3 Model Penyebab Kecelakaan “Swiss Cheese” 2.5 Kerugian yang Disebabkan Kecelakaan Kerja

Dalam bukunya Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan (1987) Suma’mur menyatakan bahwa kecelakaan dapat menyebabkan lima jenis kerugian yaitu:

a. Kerusakan

b. Kekacauan organisasi c. Keluhan dan kesedihan d. Kelainan dan cacat e. Kematian.


(60)

Bagian mesin, pesawat, alat kerja, bahan, proses dan lingkungan kerja mungkin rusak oleh kecelakaan. Akibat dari itu, terjadilah kekacauan organisasi dalam proses produksi. Orang yang ditimpa kecelakaan mengeluh dan mendeita, sedangkan keluarga dan kawan-kawan sekerja akan bersedih hati. Kecelakaan tidak jarang berakibat luka-luka, terjadinya kelainan tubuh dan cacat. Bahkan tidak jarang kecelakaan merenggut nyawa dan berakibat kematian.

Kerugian – kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan. Biaya yang dikeluarkan akibat kecelakaan sering kali besar. Biaya ini dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya langsung adalah biaya atas P3K, pengobatan dan perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama pekerja tak mampu bekerja, kompensasi cacat, dan biaya atas kerusakan bahan, perlengkapan, peralatan dan mesin. Biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu pasca kecelakaan terjadi. Biaya ini meliputi berhentinya operasi perusahaan, oleh karena pekerja lainnya menolong korban atau berhenti bekerja sebagaimana biasa dialami pada peristiwa terjadinya celaka, biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti orang yang ditimpa kecelakaan dan sedang sakit serta beada dalam perawatan dengan orang baru yang belum biasa bekerja pada pekerjaan di tempat terjadinya kecelakaan (Suma’mur, 2009)

2.6 Investigasi Kecelakaan Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER.03/MEN/1998 BAB II Tentang Tata Cara Pelaporan Kecelakaan, pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa pengurus atau


(61)

pengusaha wajib melaporkan kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja pimpinannya. Jenis kecelakaan yang dimaksud terdiri dari kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan, atau pembuangan limbah atau kejadian berbahaya lainnya. Sama seperti OHSAS 18001 yang mensyaratkan diadakannya penyelidikan setiap insiden yang terjadi dalam organisasi. Investigasi kecelakaan dilakukan bukan untuk mencari kambing hitam melainkan untuk menentukan penyebab kecelakaan sehingga kejadian serupa dapat dicegah dan juga untuk mendapatkan informasi untuk laporan ke pihak yang berwenang, asuransi dan badan-badan hukum lainnya (Ridley, 2008).

Menurut Ferry (1988) dalam Storbakken (2002) penyelidikan insiden atau investigasi kecelakaan dilakukan setelah kecelakaan atau kerugian terjadi (pasca-loss) dan dilakukan untuk mengumpulkan fakta-fakta insiden, mengidentifikasi akar penyebab, dan menyarankan tindakan perbaikan untuk memastikan kecelakaan tidak terulang. Untuk mengumpulkan bukti-bukti tersebut maka dibentuklah suatu tim investigasi. Personil yang terlibat di tim investigasi biasanya meliputi anggota staf keamanan, departemen pengawas, pekerja yang terlibat langsung dalam kecelakaan/ insiden tersebut dan saksi. Tim investigasi dapat menyelesaikan tugas mereka dengan cara mengambil foto, menyita peralatan, mewawancarai pekerja, menghidupkan kembali kecelakaan, dan/atau merekam kejadian. Sebuah investigasi kecelakaan tidaklah sempurna sebelum semua data dianalisa dan laporan akhir telah diselesaikan (Deshmukh, 2006).

Investigasi kecelakaan adalah suatu pekerjaan yang rumit, karena kecelakaan yang besar hampir tidak pernah terjadi akibat satu penyebab. Sebagian besar


(62)

kecelakaan terjadi akibat banyak faktor yang saling terkait. Orang-orang yang terlibat, pengambil keputusan yang mempengaruhi aktifitas normal pekerjaan juga bisa berkontribusi pada skenario kecelakaan, baik langsung maupun tidak langsung. Sebuah investigasi harus bisa mengidentifikasi urutan kejadian dan seluruh faktor penyebab yang mempengaruhi skenario kecelakaan agar dapat merekomendasikan langkah-langkah pencegahan yang tepat guna menghindari terulangnya kecelakaan yang sama di kemudian hari. Dalam sebuah laporan peneltian yang berjudul “Accident investigation - The drivers, Methods and Outcomes” dinyatakan bahwa sebuah proses investigasi dapat dianggap baik jika memenuhi hal-hal berikut :

a. Metode investigasi mengacu kepada model kecelakaan yang mencerminkan pendekatan sistem

b. Melibatkan pihak-pihak yang relevan di dalam tim investigasi

c. Mempunyai prosedur atau protokol terstruktur yang mendukung proses investigasi

d. Mengidentifikasikan penyebab langsung dan tidak langsung

e. Membuat rekomendasi yang menindaklanjuti penyebab langsung dan tidak langsung

f. Menerapkan rekomendasi dan analisa resiko lanjutan setelah penerapan rekomendasi

g. Memastikan bahwa langkah-langkah pencegahan terbukti menurunkan resiko kecelakaan serupa


(63)

h. Membagikan pelajaran yang didapat dari sebuah kecelakaan (lesson learned) kepada pihak-pihak terkait

i. Mempunyai database kecelakaan yang mudah diakses. 2.7 Metode Analisa Investigasi Kecelakaan

Hydro Tasmania dalam Incident Management- Investigation Methodology Guide (2010) menyatakan bahwa tujuan menganalisis bukti-bukti adalah untuk mengidentifikasi peristiwa-peristiwa yang mengarah pada insiden yang terjadi. Dengan mengidentifikasi penyebab kecelakaan tersebut, perusahaan dapat berupaya mencegah kecelakaan serupa terjadi kembali. Ada beberapa teknik dalam menganalisa data atau fakta temuan dalam investigasi kecelakaan kerja, diantaranya adalah Fault Tree Analysis, SCAT dan HFACS.

2.7.1 Fault Tree Analysis (FTA)

Snorre Sklet dalam “Methods for Accident Investigation” menyatakan Fault Tree Analysis (FTA) atau analisa pohon kegagalan merupakan sebuah metode untuk menentukan penyebab dari suatu kecelakaan. FTA adalah model grafis yang menampilkan berbagai kombinasi dari kejadian normal, kerusakan peralatan, kesalahan manusia, dan faktor lingkungan yang dapat mengakibatkan kecelakaan. FTA berorientasi pada fungsi (function-oriented) atau yang lebih dikenal dengan “top down approach. Titik awal dari analisis ini adalah pengidentifikasian mode kegagalan fungsional pada top level dari suatu sistem atau subsistem.

Sebuah TOP event yang merupakan definisi dari kegagalan suatu sistem (system failure), harus ditentukan terlebih dahulu dalam mengkonstrusikan


(64)

FTA. Sistem kemudian dianalisis untuk menemukan semua kemungkinan yang didefinisikan pada TOP event. Setelah mengidentifikasi TOP event, event-event yang memberi kontribusi secara langsung terjadinya top event diidentifikasi dan dihubungkan ke TOP event dengan memakai hubungan logika (logical link). Gerbang AND (AND gate) dan sampai dicapai event dasar yang independen dan seragam (mutually independent basic event). Analisis deduktif ini menunjukan analisis kualitatif atau kuantitatif, bahkan bisa keduanya.

Sebuah FTA mengilustrasikan keadaan dari komponen-komponen sistem (basic event) dan hubungan antara basic event dan TOP event. Simbol grafis yang dipakai untuk menyatakan hubungan disebut gerbang logika (logika gate). Output dari sebuah gerbang logika ditentukan oleh event yang masuk ke gerbang tersebut. (Sklet, 2002).

2.7.2 Systematic Cause Analysis Technique (SCAT)

The International Loss Control Institute (ILCI) mengembangkan SCAT untuk mendukung investigasi kecelakaan kerja. Model penyebab kecelakaan ILCI (ILCI Loss Causation Model) adalah suatu kerangka untuk sistem SCAT. Teknik SCAT adalah alat untuk membantu investigasi dan evaluasi kecelakaan atau insiden dengan menerapkan grafik SCAT (SCAT chart). Grafik tersebut bertindak sebagai checklist atau referensi untuk memastikan bahwa penyelidikan telah melihat semua aspek dari sebuah kecelakaan (Sklet, 2002).

Dalam “Incident Management : Investigation Methodology Guide” Hydro Tasmania (2010) menyatakan terdapat lima langkah dalam melakukan SCAT, yaitu :


(65)

a. Langkah Pertama

Dalam tahap ini, penyidik perlu mengumpulkan bukti yang terdiri dari lima kategori, yaitu bukti saksi, posisi/ lokasi, dokumen, parts evidence dan reka ulang kecelakaan. Setelah bukti-bukti telah terkumpul, langkah ini membutuhkan penyelidik untuk mengevaluasi potensi kerugian jika kecelakaan tidak dapat dikendalikan. Ini adalah salah satu model investigasi kecelakaan yang mencoba memperkenalkan prinsip-prinsip penilaian resiko ke penyelidikan.

b. Langkah 2

Langkah kedua memerlukan penyidik untuk mengidentifikasi perangkat dari daftar seperti peralatan, mesin, listrik atau bahan peledak.

c. Langkah 3

Pada langkah ketiga penyidik diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab langsung dari dua daftar yaitu tindakan sub-standar dan kondisi sub-standar, misalnya mengoperasikan alat tanpa izin dan sistem peringatan tidak memadai. d. Langkah 4

Pada langkah ini mengharuskan penyidik untuk mengidentifikasi penyebab dasar kecelakaan. Pada langkah ini, sistem membagai penyebab dasar menjadi tiga kategori yaitu faktor pribadi, faktor pekerjaan dan alam.

e. Langkah 5

Dalam langkah ini, penyidik perlu mengidentifikasi tindakan kontrol yang diperlukan. Pertanyaan-pertanyaan panduan akan mengajak penyidik kembali ke unsur-unsur sistem manajemen keselamatan kerja dan mengharuskan penyidik


(66)

untuk membuat rekomendasi atas kecelakaan/insiden yang terjadi. 2.7.3 Human Factors Analysis and Classification System (HFACS)

HFACS atau Human Factors Analysis and Classification System adalah suatu metode yang khusus dikembangkan untuk menentukan kegagalan laten dan kegagalan aktif sebagaimana yang dijelaskan oleh James Reason dalam teori Swiss Cheese sehingga dapat digunakan sebagai investigasi kecelakaan dan alat analisisnya. Kerangka ini dikembangkan dan disempurnakan dengan menganalisis ratusan laporan kecelakaan yang berisi ribuan faktor manusia (Wiegmann dan Shappell, 2002).

Secara khusus, HFACS menjelaskan empat tingkat kegagalan, yang sesuai dengan model Swiss Cheese Reason. Hal ini termasuk tindakan tidak aman, pre-kondisi tindakan tidak aman, pengawasan yang tidak aman, dan pengaruh organisasi. HFACS membagi setiap tingkat kegagalan menjadi serangkaian faktor penyebab (Luxhoj dan Kauffeld, 2003).


(1)

x

2.4.4 Swiss Cheese Model ... 23

2.5 Kerugian yang Disebabkan Kecelakaan Kerja ... 24

2.6 Investigasi Kecelakaan Kerja ... 25

2.7 Metode Analisa Investigasi Kecelakaan ... 28

2.7.1 Fault Tree Analysis ... 28

2.7.2 Systematic Cause Analysis Technique ... 29

2.7.3 Human Factors Analysis and Classification System ... 31

2.8 Kerangka Konsep ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2 Waktu Penelitian ... 37

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4. Definisi Istilah ... 38

3.5. Unit Analisis ... 38

3.5.1 Karakteristik Kecelakaan Kerja ... 38

3.5.2 Penyebab Kecelakaan Kerja ... 39

3.6. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Perusaha ... 41

4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan ... 41

4.1.2 Kebijakan dan Sasaran Perusahaan ... 42

4.1.2.1Kebijakan Perusahaan ... 42

4.1.2.2Sasaran Perusahaan ... 43

4.1.2.3Sasaran K3 ... 43

4.2Proses Produksi Aluminium ... 43

4.3Pelaksanaan K3 di PT Inalum ... 45

4.4Data Kecelakaan Kerja ISP Tahun 2014 ... 48

4.5Hasil Investigasi Kecelakaan Kerja pada ISP Berdasarkan SCAT 51 4.6Analisis Investigasi Kecelakaan Kerja HFACS ... 54

4.6.1 Tindakan Tidak Aman ... 55

4.6.2 Prakondisi yang Menyebabkan Tindakan Tak Aman ... 55

4.6.3 Kurangnya Pengawasan ... 56


(2)

xi BAB V PEMBAHASAN

5.1Gambaran Kecelakaan Kerja ISP Tahun 2014 ... 58 5.2 Analisis Hasil Investigasi Kecelakaan Kerja Berdasarkan HFACS

... 59 5.3Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB VI KESIMPULAN SARAN

6.1Kesimpulan ... 68 6.2Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN


(3)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.4 Definisi Istilah ... 38 Tabel 4.1 Data Kecelakaan Kerja Inalum TAHUN 2014 ... 48 Tabel 4.2 Hasil Analisis Investigasi Kecelakaan SCAT ... 24


(4)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Teori Domino Heinrich... 18

Gambar 2.2 ILCI Loss Causation Model... 20

Gambar 2.3 Model Penyebab Kecelakaan “Swiss Cheese” ... 24

Gambar 2.4Framework HFACS ... 31

Gambar 2.8 Kerangka Konsep... 36

Gambar 4.1 Persentase jenis kecelakaan kerja ... 51

Gambar 4.2 Tipe-tipe kesalahan ... 55

Gambar 4.3 Prekondisi yang menyebabkan tindakan tidak aman ... 55

Gambar 4.4 Penyebaran Unsafe Supervision ... 56


(5)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Melakukan Penelitian Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 3 Data kecelakaan kerja PT Inalum


(6)

xv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Aprilia Rizki Ardila

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 30 April 1993

Suku Bangsa : Minang, Batak

Agama : Islam

Nama Ayah : Iskandar Muda

Suku Bangsa Ayah : Minang

Nama Ibu : Halimatussadiyah

Suku Bangsa Ibu : Batak

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat Tahun : SDN 060873 Medan/2005

2. SLTP/Tamat Tahun : SMPN 11 Medan/2008

3. SLTA/Tamat Tahun : SMA Swasta Dharmawangsa Medan/2011