146049693 HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN BANK JATIM pdf

PENELITIAN MANDIRI FAKULTAS PSIKOLOGI

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN

INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN BANK JATIM “ STUDI KASUS KANTOR CABANG MALANG”

Oleh Alfedro Putut Prahoro, S.Psi.,M.Si DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN BANK JATIM

“ STUDI KASUS KANTOR CABANG MALANG”

SKIM : Penelitian Mandiri Fakultas Ketua

Nama : Alfedro Putut P.,S.Psi, M.Si NIDN : 0722047702 Unit

: Fakultas Psikologi Alamat : Jl Danau Sentani 99 Malang

Telp/HP: 0341-723720 Anggota 1 Nama : -

NIDN : - Unit : -

Anggota 2

Nama : - NIDN : - Unit : -

Malang, 9 November 2010 Mengetahui

Ketua Peneliti Dekan Fakultas Psikologi

Drs.Psi. H. Amir Hasan Ramli, M.Si Alfedro Putut P, S.Psi., M.Si

Ketua LPPM

Dr.Eny Dyah Yuniwati., SP, MP

ABSTRAK

Kurang terpenuhinya kebutuhan karyawan dapat mengarahkan karyawan melakukan turnover. Turnover merupakan penarikan diri atau keluarnya seorang karyawan dari perusahaan dimana karyawan akan berhenti secara permanen dari pekerjaannya. Turnover menjadi masalah yang cukup mengganggu dan harus mendapatkan perhatian yang cukup besar dari perusahaan, karena turnover dianggap merugikan bagi organisasi kerja atau perusahaan dan juga karena biaya yang dikeluarkan akibat turnover sangat mahal. Perusahaan dalam usaha untuk mempertahankan dan memuaskan karyawan seringkali melakukan pendekatan ekonomis semata, berupa gaji tinggi, bonus, atau insentif ekonomis lainnya, namun dalam kenyataannya karyawan tersebut masih tetap meninggalkan perusahaan, karena ada faktor lain yang membuat karyawan merasa nyaman bekerja di perusahaan tersebut. Perusahaan harus menyadari bahwa karyawan merupakan manusia yang juga memiliki kebutuhan yang sifatnya non-materiil, yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial ini hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang efektif antar karyawan, maupun antara pihak menajemen dengan karyawan. Komunikasi efektif merupakan komunikasi dua arah yang mengandung aspek-aspek saling berbalas, terbuka, interaktif dan seimbang di antara dua orang atau lebih peserta komunikasi. Komunikasi yang efektif paling tidak menimbulkan lima hal, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan sosial yang makin baik dan tindakan pada peserta komunikasi. Komunikasi yang efektif merupakan salah satu aspek yang menentukan terjalinnya hubungan sosial yang baik antar individu. Hubungan sosial yang menyenangkan mengarah pada terciptanya kondisi psikologis kerja yang menyenangkan dan menggairahkan. Hal ini dapat membuat lingkungan sosial dalam perusahaan nyaman dan dengan gaji yang layak, karyawan merasa betah bekerja dalam perusahaan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh hubungan antara komunikasi efektif dengan intensi turnover pada karyawan Bank Jatim Kantor Cabang. Sampel yang diambil sebanyak 33 orang, dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah penskalaan model summated rating ya g telah di odifikasi de ga e ghila gka piliha jawa a E tah . Untuk menghitung validitas skala komunikasi efektif dan skala intensi turnover digunakan teknik korelasi product moment dengan bantuan komputasi Seri Program Statistik (SPS-2000) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN. Untuk skala komunikasi efektif dari 40 aitem yang ada didapat 31 aitem yang sahih dan 9 aitem yang gugur, dimana aitem yang sahih memiliki nilai r bt berkisar antara 0,295-0,847. Untuk skala intensi turnover dari 46 aitem yang ada didapat 44 aitem yang sahih dan 2 aitem yang gugur, dimana aitem yang sahih memiliki nilai r bt berkisar antara 0,325-0,940. Metode yang digunakan peneliti untuk menghitung reliabilitas adalah teknik Hoyt dengan bantuan komputasi Seri Program Statistik (SPS-2000) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN, dari perhitungan reliabilitas skala komunikasi efektif diperoleh nilai r tt berkisar antara 0,755-0,874; p = 0,000, sehingga dalam penelitian ini skala komunikasi efektif dapat dinyatakan andal atau reliabel. Untuk skala intensi turnover diperoleh nilai r tt berkisar antara 0,929-0,947; p = 0,000, sehingga dalam penelitian ini skala intensi turnover dapat dinyatakan andal atau reliabel. Uji analisis data dengan menggunakan korelasi product moment dengan bantuan komputasi Seri Program Statistik (SPS-2000) edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih versi IBM/IN, menghasilkan r xy = -0,414; p = 0,016; p<0,05, hal ini berarti semakin efektif komunikasi yang dilakukan maka semakin rendah intensi turnover pada karyawan Bank Jatim Kantor Cabang Malang dan hipotesis yang

er u yi ada hu u ga egatif a tara ko u ikasi efektif dengan intensi turnover pada karyawan Bank Jati Ka tor Ca a g Mala g diteri a de ga taraf keper ayaa 95%.. Adapun sumbangan efektif komunikasi efektif terhadap intensi turnover sebesar 17,1%.

Kata kunci : Hubungan, Komunikasi Efektif, Intensi Turnover

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Survei Global Strategic Rewards pada tahun 2007/2008 juga menemukan tingkat turnover alias masuk-keluar karyawan untuk posisi-posisi penting (level manajerial dan di atasnya) pada perusahaan-perusahaan di Indonesia di industri perbankan antara 6,3 persen - 7,5 persen. Sementara, pada industri umumnya hanya berkisar antara 0,1 persen - 0,74 persen, sedangkan anggaran kenaikan gaji yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah dua kali lipat perusahaan di Asia Pasifik.

Majalah Marketing pada tahun 2008, mengacu pada hasil survei Global Strategic Rewards, mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia menghadapi masalah dalam mempertahankan karyawan yang berprestasi tinggi (top performing employees), karyawan dengan keahlian khusus (critical skilled employees), dan karyawan berpotensi

employees) ( http://www.marketing.co.id/WebSite/DisplayOpinion.aspx?id=11 ).

Hasil Survei Global Strategic Rewards pada tahun 2007/2008 tersebut menarik untuk diperhatikan, karena walaupun dengan tingkat kenaikan gaji yang jumlahnya dua kali lipat daripada perusahaan di Asia Pasifik, tingkat turnover karyawan terutama karyawan pada posisi-posisi penting pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang perbankan di Indonesia lebih tinggi daripada tingkat turnover karyawan di perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lain. Fakta bahwa dengan insentif ekonomis yang menggiurkan, karyawan tetap melakukan turnover, mengindikasikan adanya faktor lain yang berhubungan dengan turnover karyawan selain faktor ekonomis.

Bank Jatim sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perbankan patut memperhatikan fenomena ini, karena walaupun karyawan telah diberikan gaji yang memadai dengan tingkat kenaikan gaji yang cukup besar, turnover karyawan tetap saja bisa terjadi. Keluarnya karyawan dari perusahaan tentu saja akan merugikan perusahaan, baik dari segi waktu, biaya, maupun pelaksanaan tugas-tugas atau program kerja, yang akhirnya akan menghambat pencapaian target kerja yang telah ditetapkan.

Perusahaan dengan manajemen yang baik seharusnya menyadari bahwa hakikat karyawan sebagai manusia yang memiliki kebutuhan yang ingin dipenuhi. Manusia memiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar, sampai kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya seperti kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.

Hakikat manusia yang berperilaku untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya merupakan hal yang tidak terhindarkan. Mau tidak mau perusahaan harus bisa memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhannya. Kurangnya perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan karyawan akan memberikan dampak yang buruk bagi perusahaan itu sendiri, baik dalam jangka panjang, maupun jangka pendek.

Tuntutan persaingan ekonomi menyebabkan perusahaan yang ingin bertahan dalam persaingan ini menuntut karyawannya untuk dapat memberikan kontribusi Tuntutan persaingan ekonomi menyebabkan perusahaan yang ingin bertahan dalam persaingan ini menuntut karyawannya untuk dapat memberikan kontribusi

Ketidaknyamanan dalam bekerja yang terjadi dapat menimbulkan hal-hal yang berakibat buruk bagi perusahaan dan karyawan yang bersangkutan. Antara lain yang terjadi adalah tingginya tingkat turnover di perusahaan tesebut.

Menurut Shapero, Davis & Newstrom, dalam Triana (2003), turnover menjadi masalah yang cukup mengganggu dan harus mendapatkan perhatian yang cukup besar dari perusahaan, karena turnover dianggap merugikan bagi organisasi kerja atau perusahaan dan juga karena biaya yang dikeluarkan akibat turnover sangat mahal.

WellPoint Inc., salah satu perusahaan asuransi kesehatan terbesar di Amerika Serikat, sebelum tahun 1998, menderita kerugian 60 juta dolar per tahun akibat tingginya

( http://www.ebizzasia.com/0423- 2006/enterprise,0432,02.html ).

tingkat

turnover

Kompas Cyber Media (2007) merilis hasil survei Global Strategic Rewards 2007/2008 yang dilakukan Watson Wyatt yang menemukan bahwa turnover karyawan ini sudah menjadi masalah perusahaan-perusahaan di Indonesia, karena yang sering terjadi adalah karyawan berprestasi tinggilah yang gampang berpindah perusahaan. Hal ini memberikan dampak yang buruk pada perusahaan karena karyawan berprestasi tinggi bukanlah hal yang mudah didapat.

Perilaku turnover karyawan seringkali berarti hilangnya orang-orang yang keluarnya tidak diinginkan perusahaan. Sebuah studi yang meliputi 900 karyawan yang mengajukan permohonan berhenti dari pekerjaannya, mendapatkan bahwa 92 persen karyawan memiliki kinerja yang memuaskan atau lebih baik dari atasannya (Robbinson, 2001).

Tingginya tingkat turnover dalam perusahaan jelas sangat merugikan, terutama jika karyawan yang meninggalkan perusahaan adalah orang yang cukup potensial untuk dipertahankan dalam perusahaan.

Kehilangan karyawan dengan karakteristik di atas merupakan kerugian besar bagi perusahaan, karena lebih sering menimbulkan masalah daripada memberi manfaat bagi perusahaan, dan tidak mudah mencari pengganti yang memiliki kompetensi atau keahlian yang sama atau lebih baik.

Perusahaan yang baik tahu bagaimana cara menghargai karyawan dan memperlakukan karyawan sebagai manusia yang memiliki kebutuhan dan selalu mempunyai hasrat untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Dengan catatan bahwa karyawan tersebut benar-benar memiliki kontribusi yang nyata bagi perusahaan.

Pemberian insentif ekonomis yang besar merupakan cara yang umum dipakai oleh perusahaan untuk mempertahankan karyawan, terutama karyawan pada tingkat manajerial.

Banyak perusahaan yang menganggap bahwa cara yang tepat untuk menarik, memuaskan, dan mempertahankan karyawan adalah memberikan gaji yang tinggi, bonus yang memadai, hak memiliki saham dan berbagai insentif lainnya. Namun kenyataannya, walaupun karyawan tersebut pada mulanya sudah melalui tahap rekruitmen yang teliti dan telah diberi kompensasi yang memadai masih juga meninggalkan perusahaan, karena masih merasa tidak nyaman dalam bekerja.

Ketidaknyamanan dalam bekerja bukan hanya disebabkan oleh sifat dari pekerjaan, tapi lebih banyak disebabkan oleh situasi lingkungan pekerjaan dan konteks sosialnya (Kartono, 2002).

Sejalan dengan hal di atas, menurut Bertha (2009), perusahaan harus memahami bahwa hubungan antara sesama karyawan di sebuah organisasi lebih berfokus pada aspek –aspek manusiawi, sehingga hal tersebut tidak sepenuhnya sama dengan hubungan industrial. Hubungan industrial lebih menekankan pada besar kecilnya upah dan berbagai kondisi atau fasilitas kerja. Akan tetapi, di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, mengingat hubungan industrial juga sangat dipengaruhi oleh efektif tidaknya komunikasi di kalangan karyawan maupun antara karyawan dengan pihak manajemen.

Perlu diingat bahwa organisasi adalah sekelompok masyarakat yang saling bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dan komunikasi adalah perekat yang memungkinkan kelompok masyarakat tersebut secara bersama-sama melakukan fungsinya dengan baik (Purwanto, 2006).

Menurut Rakhmat (2004), komunikasi adalah peristiwa sosial, yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia lainnya. Sebagai akibatnya, proses komunikasi akan mempengaruhi kondisi psikologis orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut.

Proses komunikasi buruk, seperti penggunaan bahasa yang agresif atau intonasi suara yang tidak sesuai dengan isi pesan yang disampaikan dapat menyebabkan terjadinya kesalahan persepsi terhadap maksud dari isi pesan dan dapat menimbulkan persepsi yang negatif pada peserta komunikasi, seperti perasaan tidak dihargai, bahkan direndahkan. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman pada karyawan dan bila terjadi terus menerus dapat membuat lingkungan sosial dalam perusahaan menjadi buruk pula.dan dapat membuat karyawan memutuskan untuk meninggalkan perusahaan.

Komunikasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam dinamika suatu perusahaan, karena komunikasi digunakan untuk menyampaikan berbagai informasi antar individu dalam perusahaan dan membantu menghubungkan sekelompok anggota dalam organisasi yang terpisah dari anggota lainnya (Purwanto, 2006). Perusahaan sendiri pada dasarnya adalah kelompok yang terdiri dari individu-individu yang saling melakukan kerjasama antara mereka untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai sebuah kelompok yang terdiri dari individu-individu yang saling bekerjasama, komunikasi yang efektif merupakan hal yang wajib terjadi.

Komunikasi merupakan faktor penting bagi perusahaan, karena tanpa adanya komunikasi yang efektif, kegiatan perusahaan tidak akan berjalan dengan baik. Melalui komunikasi, diharapkan dapat membawa hasil pertukaran informasi yang baik dan saling pengertian di antara orang –orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut (Bertha, 2009).

Menurut Bertha (2009), jika perusahaan memiliki dan melakukan komitmen untuk melakukan komunikasi yang efektif dengan karyawan maka sejumlah keuntungan –keuntungan penting dapat dicapai. Komunikasi yang efektif akan menghasilkan kepuasan dan produktivitas karyawan, perbaikan pencapaian hasil karya dan tujuan perusahaan.

Komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, dalam Rakhmat (2004), paling tidak menimbulkan lima hal, yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan sosial yang makin baik dan tindakan.

Menurut Rakhmat (2004), komunikasi yang efektif adalah bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Lebih lanjut Rakhmat menjelaskan, bahwa terjadinya komunikasi yang buruk membuat seseorang merasa tidak nyaman dan ingin segera mengakhiri proses komunikasi. Respon menghindari atau mengacuhkan hal-hal yang tidak menyenangkan, termasuk proses komunikasi yang buruk merupakan hal yang wajar terjadi, namun bukanlah hal yang diharapkan terjadi dalam sebuah perusahaan, di mana setiap karyawannya harus mampu melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama.

Komunikasi yang efektif merupakan salah satu aspek yang menentukan terjalinnya hubungan sosial yang baik antar individu (Soekanto, 2000). Hubungan sosial yang menyenangkan mengarah pada terciptanya kondisi psikologis kerja yang menyenangkan dan menggairahkan. Hal ini dapat membuat lingkungan sosial dalam perusahaan nyaman dan dengan gaji yang layak, karyawan merasa betah bekerja dalam perusahaan tersebut.

Kartono (2002), menegaskan bahwa sekalipun perusahaan memberikan upah yang sangat tinggi, kondisi kerja yang baik, dan pensiun yang cukup, fasilitas materiil ini tidak akan mencukupi, karena karyawan akan bersedia terus bekerja di perusahaan itu apabila kebutuhan mereka sebagai manusia seutuhnya bisa terpenuhi, terutama kebutuhan sosialnya, seperti fenomena turnover yang diungkap dalam survei Global Strategic Rewards 2007/2008 oleh Watson Wyatt yang menunjukkan persentase turnover pada industri perbankan di Indonesia jauh lebih besar daripada industri-industri lain, sedangkan anggaran kenaikan gaji yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah dua kali lipat perusahaan di Asia Pasifik.

Bank Jatim sebagai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perbankan tidak lepas dari fenomena turnover. Terjadinya turnover akan sangat merugikan Bank Jatim, terutama apabila karyawan yang keluar adalah karyawan dengan prestasi, maupun kinerja yang baik.

DASAR TEORI

A. Sejarah Bank Jatim

Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, yang dikenal dengan sebutan Bank JATIM, didirikan pada tanggal 17 Agustus 1961 di Surabaya. Landasan hukum pendirian adalah Akte Notaris Anwar Mahajudin Nomor 91 tanggal 17 Agustus 1961 dan dilengkapi dengan landasan operasional Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor BUM.9-4-5 tanggal 15 Agustus 1961.

Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, pada tahun 1967 dilakukan penyempurnaan melalui Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 2 Tahun 1976 yang menyangkut Status Bank Pembangunan Daerah dari bentuk Perseroan Terbatas (PT) menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Secara operasional dan seiring dengan perkembangannya, maka pada tahun 1990 Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur meningkatkan statusnya dari Bank Umum menjadi Bank Umum Devisa, hal ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 23/28/KEP/DIR tanggal 2 Agustus 1990.

Untuk memperkuat permodalan, maka pada tahun 1994 dilakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1992 tanggal 28 Desember 1992 menjadi Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 26 Tahun 1994 tanggal

29 Desember 1994 yaitu merubah Struktur Permodalan/Kepemilikan dengan diijinkannya Modal Saham dari Pihak Ketiga sebagai salah satu unsur kepemilikan dengan komposisi maksimal 30%.

Dalam rangka mempertahankan eksistensi dan mengimbangi tuntutan perbankan saat itu, maka sesuai dengan Rapat Umum Pemegang Saham Tahun Buku 1997 telah disetujui perubahan bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah menjadi Perseroan Terbatas. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1998 tentang Bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah, maka pada tanggal 20 Maret 1999 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur telah mensahkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur.

Sesuai dengan Akte Notaris R. Sonny Hidayat Yulistyo, S.H. Nomor 1 tanggal 1 Mei 1999 yang telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor C2-8227.HT.01.01.Th tanggal 5 Mei 1999 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 25 Mei 1999 Nomor

42 Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 3008, selanjutnya secara resmi menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur. Salah satu cabang dari Bank Jatim adalah Bank Jatim Cabang Malang. Bank Jatim Cabang Malang diresmikan pada tanggal 25 Maret 1996. Bank Jatim Cabang Malang mempunyai 2 kantor cabang pembantu dan 11 kantor kas ( http://www.bankjatim.co.id/index.php?show=static&showview=profil ).

B. Intensi Turnover

1.

Secara umum turnover adalah kesediaan karyawan untuk meninggalkan suatu organisasi kerja dan berpindah kerja ke organisasi kerja lainnya.

Morhead dan Griffin (1998) mendefinisikan turnover sebagai penghentian secara permanen seseorang dari pekerjaannya di suatu organisasi kerja.

Sedangkan menurut Glueck, Sherman dan Bohlander, dalam Triana (2003), turnover adalah pergerakan pekerja masuk dan keluar pada suatu organisasi kerja.

Nankervis, Compton, dan McCarthy (1999) berpendapat bahwa turnover merupakan pergerakan karyawan dalam organisasi atau perusahaan yaitu perpindahan dari pekerjaan yang satu ke pekerjaan yang lainnya dalam perusahaan melalui transfer, promosi atau relokasi.

Menurut Cascio (1998) turnover adalah berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan karyawannya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa turnover adalah penarikan diri atau keluarnya seorang karyawan dari perusahaan dimana karyawan akan berhenti secara permanen dari pekerjaannya. Menurut Mobley, dkk., (2000) turnover sebagai salah satu bentuk penarikan diri karyawan merupakan hak individu dalam menentukan pilihannya.

Adapun proses terjadinya turnover pada karyawan digambarkan oleh Mobley, dkk., seperti pada gambar 1.

A Evaluasi pada

jabatan yang sudah

a. Format alternatif

B Pengalaman pengunduran diri

ketidakhadiran,peril

C Berpikir untuk berhenti aku pasif terhadap

D Evaluasi terhadap harapan, ada usaha untuk mencari dan

b. Hal-hal yg tidak biaya bila berhenti

berhubungan dengan Intensi untuk

pekerjaan seperti mencari hubungan suami istri alternatif

F Mencari alternatif

c. Banyaknya alternmatif yg

tersedia dapat

G Mengevaluasi

menstimulasi

alternatif- alternatif

d. Salah satu

H Membandingka alternatif mungkin

n alternatif

berbeda dari

dengan

I Intensi

J Berhenti atau tinggal

Gambar 1. Proses keputusan turnover pada karyawan (Mobley, dkk., 2000) Karyawan

atas kepuasan atau ketidakpuasannya yang dirasakannya selama bekerja pada suatu perusahaan akan mengevaluasi pekerjaan yang dilakukannya. Masalah-masalah yang berhubungan dengan perilaku kerja seperti kemangkiran kerja dan perilaku pasif terhadap pekerjaannya akan muncul, apabila karyawan tersebut merasakan ketidakpuasan dalam bekerja. Permasalahan ini akan berlanjut dengan munculnya pemikiran untuk berhenti dari jabatannya dalam perusahaan.

berdasarkan

pengalamannya

Karyawan kemudian akan mengevaluasi harapan-harapan yang ingin dicapainya, melihat kesempatan kerja yang ada di luar perusahaannya sekarang Karyawan kemudian akan mengevaluasi harapan-harapan yang ingin dicapainya, melihat kesempatan kerja yang ada di luar perusahaannya sekarang

Keinginan untuk mencari alternatif atau kesempatan kerja di luar perusahaannya yang sekarang dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan pekerjaannya, seperti hubungan suami istri atau pengaruh dari lingkungan sosialnya.

Karyawan akan mengevaluasi alternatif-alternatif yang ditemukannya tersebut untuk digunakan sebagai bahan perbandingan dengan pekerjaan yang sekarang dilakukannya. Banyaknya alternatif yang ditemukan akan menstimulasi karyawan dalam menentukan alternatif pekerjaan mana yang akan diambilnya.

Hal tersebut akan berlanjut pada tahap dimana karyawan itu akan memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan yang dilakukannya sekarang atau tetap bekerja di perusahaannya sekarang. Pada tahap ini dalam diri karyawan sudah ada dorongan untuk berperilaku. Perilaku yang muncul kemudian dapat berupa berhenti dari pekerjaannya sekarang dan berpindah ke pekerjaan di perusahaan lain atau tetap bekerja di perusahaannya sekarang dengan menerima segala resiko telah yang dialami sebelumnya.

2. Macam-macam Turnover

Menurut Robbins (1998) turnover dibedakan menjadi dua tipe yaitu voluntary turnover dan involuntary turnover. Voluntary turnover merupakan pengunduran diri atas keinginan karyawan sendiri, sedangkan involuntary turnover merupakan pemberhentian hubungan kerja karyawan oleh perusahaan. Walker (1998) memberikan istilah voluntary termination atau turnover yang terjadi atas prakarsa karyawan sendiri dan involuntary termination atau turnover yang terjadi atas kehendak organisasi kerja.

Menurut Wood (1998) turnover dilihat dari fungsinya dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu fungsional dan disfungsional. Turnover fungsional dimaksud apabila keluarnya karyawan (secara sukarela) merupakan keuntungan bagi perusahaan. Misalnya karyawan yang keluar adalah karyawan yang tidak produktif atau tidak potensial atau perusahaan sedang dalam keadaan kesulitan ekonomi sehingga harus melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sebagai salah satu langkah penghematan biaya. Merupakan keuntungan pula bila turnover digunakan sebagai kesempatan promosi ataupun mutasi bagi karyawan yang lain dalam perusahaan yang sama. Turnover dikatakan disfungsional apabila dengan keluarnya karyawan tersebut justru menyebabkan perusahaan mengalami kerugian, terutama bila yang keluar adalah karyawan yang produktif dan berprestasi.

Jackofsky dan Peters, dalam Triana (2003), membedakan turnover menjadi 2 (dua), yaitu : job turnover dan company turnover. Job turnover apabila karyawan meninggalkan jabatannya saat ini, baik yang keluar dari perusahaan ataupun yang tidak, misalnya berganti jabatan. Mereka yang meninggalkan atau keluar dari perusahaan dimasukkan dalam golongan company turnover.

Turnover yang dimaksud dalam penelitian ini adalah voluntary turnover, yang bersifat company turnover dan disfungsional.

3. Penyebab terjadinya Turnover

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya turnover . Menurut Mobley (2000), ada 3 (tiga) variabel utama yang menyebabkan terjadinya turnover pada organisasi kerja, yaitu :

1. Variabel Ekonomi Keadaan ekonomi dapat disusun dalam suatu daftar indeks dengan berbagai cara yang mencakup tingkat pengangguran, laju lowongan kerja, produksi nasional bruto, neraca perdagangan dan laju inflasi.

2. Variabel Organisasi Laju turnover lebih sering terjadi pada kelompok kerja pada tingkat yang lebih tinggi. Selain itu faktor rutinisasi tugas, kurangnya pertimbangan dari penyelia, banyaknya sentralisasi, kurangnya keterpaduan dan kurangnya komunikasi sangat berpengaruh dan berkaitan erat terhadap pengunduran diri karyawan.

3. Variabel Individu

a) Variabel demografik individu meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin, pendidikan dan status perkawinan.

b) Variabel pribadi meliputi kepribadian, minat, bakat dan kemampuan.

c) Variabel terpadu meliputi kepuasan kerja, aspirasi dan harapan atas karir, keikatan pada organisasi, tekanan jiwa, harapan-harapan pada pekerjaan lain dan maksud keperilakuan. Watkins, dkk., dalam Triana (2003), menyatakan bahwa ada 3 (tiga) hal

yang menyebabkan terjadinya turnover , yaitu :

1. Penyebab pribadi ( Personal causes ) Terbagi atas 2 (dua), yaitu :

a) Kondisi fisiologis, misalnya sakit dan kematian.

b) Kondisi psikologis, misalnya keinginan untuk berkelana, watak yang buruk, ikatan keluarga, dan hasrat untuk peningkatan standar kehidupannya.

2. Penyebab yang berhubungan dengan industri ( Industrial causes ) Terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu:

a) Hal-hal yang menyebabkan kurangnya prosedur personalia, misalnya kekurangan metode pada proses rekrutmen, seleksi dan penempatan; kurangnya insentif finansial dan non-finansial; kondisi pekerjaan yang kurang menguntungkan; produksi yang tidak dapat diatur; manajemen yang bersifat otokrasi; dan kurangnya fasilitas-fasilitas training atau pelatihan.

b) Kondisi umum dunia bisnis, termasuk perubahan yang terjadi pada banyaknya permintaan pelanggan, skala upah umum yang tidak sama dan perputaran bisnis.

3. Kondisi sosial ( Social condition causes ) Terbagi atas faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekurangan fasilitas transportasi, buruknya komunikasi, buruknya kondisi perumahan, dan kurangnya penyediaan fasilitas rekreasi.

Menurut Muchinsky dan Tuttle, dalam Novliadi (2007), terjadinya turnover pada karyawan lebih pada ketidakpuasan. Ketidakpuasan ini meliputi :

1. Faktor individual, meliputi kebutuhan yang dimiliki, nilai yang dianut, sifat kepribadian.

2. Faktor di luar individu yang berhubungan dengan pekerjaan, meliputi :

a) Pekerjaan itu sendiri, termasuk tugas-tugas yang diberikan, variasi dalam pekerjaan, kesempatan untuk belajar dan banyaknya pekerjaan.

b) Mutu pengawasan dan pengawas, termasuk di dalamnya hubungan antara atasan dan bawahan, pengawasan kerja dan kualitas kerja.

c) Rekan sekerja meliputi hubungan antar karyawan.

d) Promosi berkaitan erat dengan masalah kenaikan pangkat atau jabatan, kesempatan untuk maju dan pengembangan karir.

e) Gaji yang diterima, meliputi besarnya gaji, kesesuaian gaji dengan pekerjaan.

f) Kondisi kerja, meliputi jam kerja, waktu istirahat, lingkungan kerja, keamanan dan peralatan kerja.

g) Perusahaan dan manajemen, berhubungan dengan kebijaksanaan- kebijaksanaan perusahaan, perhatian perusahaan kepada kepentingan karyawannya dan sistem penggajian.

h) Keuntungan bekerja di perusahaan, seperti pensiun, jaminan kesehatan, cuti, THR dan tunjangan sosial lainnya.

i) Pengakuan, seperti pujian atas pekerjaan yang telah dilakukan, penghargaan terhadap prestasi karyawan dan juga kritikan yang membangun.

4. Pengertian Intensi

Menurut Drever (1998) intensi adalah usaha yang disadari untuk mencapai tujuan atau sasaran yang didefinisikan secara jelas. Menurut Ancok (1997), intensi merupakan niat individu untuk melakukan suatu perilaku yang berkaitan erat dengan pengetahuannya tentang suatu hal, sikap terhadap hal tersebut dan dengan perilaku itu sendiri sebagai wujud nyata dari niatnya.

Intensi dalam hal ini dipengaruhi oleh dua konsepsi utama yaitu pengaruh individu atau sikap terhadap tampak atau tidaknya perilaku dan persepsi perorangan terhadap pengaruh sosial atau tekanan normatif untuk tampak tidaknya suatu perilaku yang mengacu pada norma subjektif. Prestholdt, Lane, dan Mathews (dalam Novliadi, 2007) menyatakan bahwa intensi keperilakuan yang dimiliki seseorang untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan perilaku tertentu merupakan determinan awal dari perilaku sebenarnya. Oleh sebab itu muncul asumsi bahwa perilaku seseorang dapat diprediksi dari intensinya.

Menurut Fishbein dan Ajzen, dalam Novliadi (2007), intensi merupakan variabel terdekat dengan perilaku nyata yang akan dilakukan seseorang. Fishbein dan Ajzen, Triana (2003), mengajukan teori pembentukan tingkah laku berdasarkan hubungan timbal balik antara keyakinan ( belief ), sikap ( attitude ), dan intensi ( intention ) pada individu. Keyakinan dikategorikan sebagai aspek kognitif yang melibatkan pengetahuan, pendapat dan pandangan individu terhadap obyek. Sikap dikategorikan sebagai aspek afektif yang mengarah pada perasaan individu terhadap suatu obyek serta evaluasi yang dilakukannya. Intensi Menurut Fishbein dan Ajzen, dalam Novliadi (2007), intensi merupakan variabel terdekat dengan perilaku nyata yang akan dilakukan seseorang. Fishbein dan Ajzen, Triana (2003), mengajukan teori pembentukan tingkah laku berdasarkan hubungan timbal balik antara keyakinan ( belief ), sikap ( attitude ), dan intensi ( intention ) pada individu. Keyakinan dikategorikan sebagai aspek kognitif yang melibatkan pengetahuan, pendapat dan pandangan individu terhadap obyek. Sikap dikategorikan sebagai aspek afektif yang mengarah pada perasaan individu terhadap suatu obyek serta evaluasi yang dilakukannya. Intensi

Keyakinan akan

Sikap terhadap

akibat perilaku X g di

perilaku X

Intensi untuk melakukan Perilaku

perilaku X

Keyakinan normatif

Norma subyektif

akan akibat perilaku X

tentang perilaku X

Gambar 2. Kerangka konseptual untuk meramalkan suatu intensi atau perilaku tertentu (Fishbein dan Ajzen, dalam Novliadi, 2003) Keterangan :

a. : pengaruh

b. : umpan balik Keyakinan akan akibat perilaku A adalah komponen yang berisikan aspek pengetahuan tentang A yaitu akibat positif dan akibat negatif yang didapat bila subyek melakukan perilaku A. Makin banyak segi positif yang diperoleh subyek tentang akibat perilaku tersebut, maka makin positif sikap subyek terhadap perilaku tersebut.

Keyakinan normatif akan akibat perilaku A adalah komponen pengetahuan tentang A yang merupakan pandangan atau pendapat orang orang lain yang berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Individu dapat menerima atau menolak pengaruh-pengaruh terhadap pengaruh yang diterima oleh individu akan membentuk norma subyektif individu akan perilaku A. Jadi, norma subyektif tersebut berisikan keputusan yang dibuat individu setelah mempertimbangkan pandangan-pandangan orang yang mempengaruhi dirinya.

Intensi seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap orang tersebut terhadap perilaku itu dan norma subyektif tentang perilaku itu, sedangkan norma subyektif muncul berdasarkan keyakinan normatif subyektif akan akibat perilaku dan keyakinan normatif akibat perilaku tersebut terbentuk dari umpan balik yang diberikan perilaku itu sendiri.

Asumsinya, semakin favorable sikap seseorang terhadap obyek, maka semakin tinggi intensinya untuk melakukan perilaku yang positif terhadap obyek tersebut dan semakin rendah intensinya untuk berperilaku negatif, sehingga jika intensi merupakan prediktor tunggal terbaik bagi perilaku yang akan dilakukan individu, maka intensi turnover akan menjadi prediktor terbaik terhadap perilaku turnover karyawan.

Hal di atas jika dikaitkan dengan turnover, maka keyakinan akan akibat perilaku turnover adalah komponen yang berisikan aspek pengetahuan tentang turnover yaitu akibat positif dan akibat negatif yang didapat bila seorang karyawan melakukan perilaku turnover . Makin banyak segi positif yang diperoleh karyawan tersebut tentang akibat melakukan turnover , maka makin positif sikap karyawan terhadap perilaku tersebut. Keyakinan normatif akan akibat perilaku turnover adalah komponen pengetahuan tentang turnover yang merupakan pandangan atau pendapat orang orang lain yang berpengaruh terhadap kehidupan karyawan tersebut. Individu dapat menerima atau menolak pengaruh- pengaruh terhadap pengaruh yang diterima oleh individu akan membentuk norma subyektif individu akan perilaku turnover . Jadi, norma subyektif tersebut berisikan keputusan yang dibuat individu setelah mempertimbangkan pandangan- pandangan orang yang mempengaruhi dirinya.

Mobley, dkk. (2000), menerangkan bahwa dalam tinjauan dan analisis proses turnover , ada dua macam intensi yang perlu diperhatikan, yaitu intention to search dan intention to quit . Intensi untuk mencari alternatif kerja di tempat lain dan perilaku mencari itu sendiri akan mendahului intensi untuk mengundurkan diri dan turnover.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa intensi turnover adalah komponen konatif dari karyawan yang menjadi prediktor terhadap perilaku turnover.

5. Aspek-aspek Intensi Turnover

Menurut Mobley (2000), intensi turnover terdiri dari 3 aspek, yaitu :

a. Berpikir untuk keluar atau mengundurkan diri ( thinking of quitting ). Karyawan memiliki beberapa pikiran untuk berhenti dari pekerjaannya pada perusahaan dan menarik diri dari perusahaan. Hal lain yang akan dilakukan karyawan seperti membanding-bandingkan apa yang diperoleh di perusahaan ini dengan apa yang diperoleh oleh teman di perusahaan yang lain.

b. Intensi untuk mencari alternatif pekerjaan lain ( intention to search ). Karyawan melakukan usaha-usaha seperti melihat-lihat lowongan pekerjaan melalui berbagai media informasi yang tersedia ataupun menanyakan informasi lowongan pekerjaan di luar perusahaan tempatnya bekerja.

c. Intensi untuk keluar atau mengundurkan diri ( intention to quit ). Karyawan mulai menunjukkan perilaku-perilaku tertentu yang menunjukkan keinginannya untuk keluar dari perusahaan. Misalnya memiliki niat untuk c. Intensi untuk keluar atau mengundurkan diri ( intention to quit ). Karyawan mulai menunjukkan perilaku-perilaku tertentu yang menunjukkan keinginannya untuk keluar dari perusahaan. Misalnya memiliki niat untuk

6. Pengukuran Intensi Turnover

Fishbein dan Ajzen, dalam Novliadi (2007), menyatakan bahwa pengukuran intensi dapat secara langsung maupun tidak langsung. Pendekatan pengukuran intensi secara langsung dilakukan melalui pertanyaan yang diajukan langsung kepada individu apakah ia akan melakukan suatu perilaku tertentu atau tidak, bertitik tolak dari penilaian tunggal yaitu: ya-tidak atau mau-tidak mau. Sebaliknya, pengukuran intensi secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan skala yang bertitik tolak pada model pilihan jawaban dari sangat sesuai sampai sangat tidak sesuai terhadap perilaku tertentu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan pengukuran intensi turnover tidak langsung, yaitu dengan menggunakan skala yang bertitik tolak pada model pilihan jawaban dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju terhadap perilaku turnover.

C. Komunikasi Efektif

1. Pengertian Komunikasi Efektif

Hovland, Janis dan Kelly, dalam Rakhmat (2004), mendefinisikan komunikasi se agai the process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other individuals (the audience) ya g dapat diterjemahkan sebagai suatu proses dimana seorang individu yang beperan sebagai komunikator (pemberi pesan) mengirimkan stimuli yang biasanya berupa lambang- lambang verbal untuk mengubah perilaku individu lain (penerima pesan).

Dance, dalam Rakhmat (2004), mengartikan komunikasi sebagai usaha menimbulkan respon melalui lambang-lambang verbal, ketika lambang-lambang verbal tersebut berfungsi sebagai stimuli.

e defi isika ko u ikasi se agai a transactional process involving cognitive sorting, selecting and sharing of symbols in such a way to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source ya g dapat diterje ahka se agai proses transaksional yang meliputi pemisahan, pemilihan dan pengungkapan secara kognitif simbol-simbol sedemikian rupa untuk membantu orang lain menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman-pengalamannya sendiri atau untuk memberikan respon- respon yang sesuai dengan yang dimaksudkan oleh sumbernya.

Raymond S. Ross, dalam Rakhmat (2004),

Cooley, dalam Kurniawan (2006), mendefinisikan komunikasi sebagai mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan antara manusia, melalui simbol- simbol pesan yang merupakan representasi ide-ide pengalaman, perasaan dan emosi.

Seiler, dalam Kurniawan (2006) mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana simbol-simbol dikirimkan, diterima dan diberi arti untuk kemudian ditanggapi.

Menurut Davis, komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain. ( http://kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/3d- KOMUNIKASI(revJan'03).doc) .

Komunikasi dapat disimpulkan sebagai proses penyampaian pesan dari individu satu kepada individu lain melalui media tertentu untuk tujuan tertentu dengan mengharapkan umpan balik.

Menurut Johnson & Johnson, dalam Kurniawan (2006), komunikasi yang efektif adalah komunikasi dua arah yang saling berbalas (reciprocity), terbuka dan interaktif dalam kepentingan komunikasi.

James, dalam Kurniawan (2006), menyatakan bahwa komunikasi efektif adalah proses komunikasi dua arah yang seimbang di antara peserta komunikasi.

Two-way communication as a balance process trought communication both of sender and receiver .

Komunikasi efektif dalam penelitian ini adalah komunikasi dua arah yang mengandung aspek-aspek saling berbalas, terbuka, interaktif dan seimbang di antara dua orang atau lebih peserta komunikasi.

2. Pola Komunikasi dalam Perusahaan

Menurut Purwanto (2006), komunikasi yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan pada dasarnya merupakan komunikasi antarpribadi atau lebih dikenal dengan komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi berlangsung antara seseorang dengan orang lain dengan menggunakan media tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.

Goldhaber, dalam Kurniawan (2006), mendefinisikan bahwa komunikasi dalam perusahaan sebagai proses saling bertukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling tergantung antara satu dengan yang lainnya untuk mengatasi lingkungan yang ada dalam perusahaan.

Menurut Redding, ada tiga alasan pentingnya komunikasi dalam perusahaan dilakukan, yaitu untuk pelaksanaan tugas-tugas, untuk pemeliharaan hubungan kerja dan untuk kemanusiaan.

Pendekatan yang dipakai antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain dalam menjalankan komunikasi dapat bervariasi. Pada perusahaan yang berskala kecil yang memiliki beberapa karyawan, komunikasi dapat dilakukan secara langsung dengan tatap muka di antara karyawan. Lain halnya dengan perusahaan besar yang memiliki ratusan, bahkan ribuan karyawan, proses komunikasi tidak dapat selalu dilakukan secara langsung dengan tatap muka (Purwanto, 2006).

Menurut Purwanto (2006), pola komunikasi yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat dibedakan menjadi dua saluran, yaitu : Menurut Purwanto (2006), pola komunikasi yang terjadi dalam suatu perusahaan dapat dibedakan menjadi dua saluran, yaitu :

1. Komunikasi ke bawah Komunikasi ke bawah merupakan bentuk komunikasi yang menyampaikan informasi dari tingkat hirarki yang lebih tinggi ke tingkat hirarki yang lebih rendah sesuai dengan posisi individu dalam struktur perusahaan.

Menurut Katz dan Kahn, dalam Purwanto (2006), komunikasi ke bawah mempunyai lima tujuan, yaitu memberikan instruksi kerja tertentu, memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilakukan, memberikan informasi tentang prosedur dan praktek organisasional, memberikan umpan balik pelaksanaan kerja pada karyawan dan menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu perusahaan menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.

2. Komunikasi ke atas Komunikasi ke atas merupakan bentuk komunikasi yang menyampaikan informasi dari tingkat hirarki yang lebih rendah ke tingkat hirarki yang lebih tinggi sesuai dengan posisi individu dalam struktur perusahaan. Jenis komunikasi ini biasanya mencakup 1) kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan, yaitu hal-hal yang terjadi dalam pelaksanaan tugas, pencapaian yang telah dicapai dan masalah lain yang serupa; 2) masalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan pertanyaan yang belum terjawab; 3) berbagai gagasan dan saran-saran perbaikan;

4) perasaan yang berkaitan dengan perusahaan, pekerjaan itu sendiri dan masalah lain yang serupa.

Komunikasi ke atas penting untuk memberikan pihak manajemen umpan balik yang diperlukan mengenai semangat kerja dan kemungkinan munculnya ketidakpuasan. Komunikasi ini juga membuat bawahan mempunyai rasa memiliki dan merasa dirinya merupakan bagian dari perusahaan.

3. Komunikasi horizontal Komunikasi horizontal atau sering disebut dengan istilah komunikasi lateral adalah komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki posisi sederajat/sejajar dalam struktur perusahaan. Tujuan komunikasi horizontal antara lain untuk melakukan persuasi, mempengaruhi dan memberikan informasi kepada bagian atau departemen yang memiliki posisi sejajar. Komunikasi horizontal bersifat koordinatif di antara mereka yang memiliki posisi sejajar, baik dalam satu bagian atau departemen maupun di antara beberapa departemen yang berbeda.

Komunikasi horizontal menjadi penting jika setiap bagian atau departemen dalam perusahaan memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi.

4. Komunikasi diagonal Komunikasi diagonal melibatkan komunikasi antara dua tingkat bagian yang berbeda dalam perusahaan. Contohnya, komunikasi formal antara manajer produksi dengan karyawan bagian akuntansi. Keuntungan bentuk komunikasi diagonal adalah penyebaran informasi bisa menjadi lebih cepat daripada bentuk komunikasi konvensional dan memungkinkan individu dari berbagai bagian ikut membantu menyelesaikan masalah dalam perusahaan.

b. Saluran komunikasi informal Saluran komunikasi informal memfasilitasi individu-individu yang berada dalam suatu perusahaan untuk melakukan komunikasi secara fleksibel, tanpa terlalu memperhatikan jenjang hirarki, jabatan, dan pangkat. Hal-hal yang diperbincangkan tidak hanya hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan pekerjaan, seperti lelucon yang baru didengar, keluarga, olahraga, musik, tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan situasi kerja yang ada dalam perusahaannya.

3. Aspek-aspek Komunikasi Efektif

Menurut Johnson & Johnson, dalam Kurniawan (2006), komunikasi yang efektif adalah komunikasi dua arah yang saling berbalas (reciprocity), terbuka dan interaktif dalam kepentingan komunikasi, sedangkan James, dalam Kurniawan (2006), menyatakan bahwa komunikasi efektif adalah proses komunikasi dua arah yang seimbang di antara peserta komunikasi. Keempat aspek komunikasi efektif tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Saling berbalas (reciprocity) Komunikasi yang saling berbalas memiliki pengertian bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi dapat saling berbalas dalam menerima atau mengirim stimulus komunikasi.

2. Terbuka Komunikasi yang terbuka memiliki pengertian bahwa peserta komunikasi mempunyai kemauan untuk menyampaikan klarifikasi atas materi pesan yang disampaikan atau diterima dengan transparan sehingga dalam komunikasi tersebut menjadi terbuka bagi masing-masing pihak atas pesan-pesan komunikasi.

3. Interaktif Komunikasi yang interaktif memiliki pengertian, membuat suasana komunikasi yang mampu menciptakan pola hubungan komunikasi yang menyenangkan di antara peserta komunikasi.

4. Seimbang Komunikasi efektif memungkinkan peserta komunikasi saling memiliki kedudukan yang seimbang dalam berkomunikasi, dalam pengolahan materi pesan, serta dalam jalur komunikasi yang berlangsung. Proses komunikasi sendiri menjadi proses yang dinamis tanpa adanya dominasi dan subordinasi yang timpang.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Efektif

Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi efektif, yaitu filtering, censoring dan exaggeration (Gaines, dalam Kurniawan, 2006).

a. Filtering Filtering adalah penyampaian kandungan atau isi pesan secara selektif. Ada beberapa bagian dari isi pesan yang seharusnya disampaikan, justru tidak disampaikan. Pada komunikasi ke bawah, filtering ini sering digunakan oleh para manajer dan pengawas yang mereka pikir tidak penting untuk menyampaikan isi pesan tersebut pada bawahannya. Pada komunikasi ke atas, pemotongan pesan ini terjadi apabila ada bagian-bagian dari pesan tersebut yang mereka pikir tidak disukai oleh atasannya. Pada komunikasi horizontal, pemotongan pesan dilakukan karena isi pesan tersebut dinilai tidak bermanfaat bagi rekannya.

b. Censoring Censoring adalah memilih pesan untuk disampaikan kepada orang lain untuk maksud tertentu. Censoring bertujuan untuk mengurangi kelalaian dalam mengirimkan pesan pada penerima. Pada saat filtering lalai dalam berbagai aspek dari isi pesan, dalam censoring pilihan yang dibuat oleh filtering tidak dikirimkan. Censoring terjadi apabila pengirim mengerti dan sangat percaya bahwa kata-kata yang dikirimkan tidak dimengerti atau dianggap penting oleh penerima. Censoring ini sering terjadi dalam hubungan komunikasi dari atas ke bawah dalam satu perusahaan besar (Davis, dalam Kurniawan, 2006).

c. Exaggeration Exaggeration adalah penyimpangan komunikasi dimana komunikasi itu dibuat menjadi rumit, banyak prasangka atau meminimalisasi bagian dalam pesan. Orang- orang melakukan exaggeration dalam komunikasi guna menghindari akibat yang ditimbulkan oleh pesan tersebut. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa perusakan komunikasi kebanyakan berasal dari alur komunikasi ke atas, dimana mereka menganggap bahwa pesan-pesan tersebut tidak diinginkan dan dikhawatirkan dapat terjadi akibat-akibat yang tidak menguntungkan (Gaines, dalam Kurniawan, 2006).

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25