PERGESERAN NILAI-NILAI MULTIKULTURAL PADA HUBUNGAN SOSIAL ANTAR ETNIK TIGA KOMUNITAS DI KOTA TERNATE PASCA KONFLIK. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (PIPS) SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

(1)

PERGESERAN NILAI-NILAI MULTIKULTURAL

PADA HUBUNGAN SOSIAL ANTAR ETNIK

TIGA KOMUNITAS DI KOTA TERNATE PASCA KONFLIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh

Gelar Doktor Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Pada Program Studi Pendidikan IPS

Promovendus

Irwan Djumat

NIM 0808053


(2)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(3)

(4)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik


(5)

(6)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik


(7)

LEMBARAN PENGESAHAN

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan IPS


(8)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M.Pd.,M.A NIP: 19620702 198601 1 002

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI UJIAN TAHAP II

Promotor Merangkap Ketua:

Prof. Dr. H. R. Gurniwan Kamil Pasya, M. Si

Ko-Promotor Merangkap Sekretaris:

Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriaatmadja, M.A


(9)

Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M. Pd., M.A

DISETUJUI OLEH PENGUJI DISERTASI

1. Prof. H. Judistira K. Garna, Ph. D (...)


(10)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa, disertasi ini dengan judul “Pergeseran

Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini”.

Bandung, Agustus 2013 Yang membuat pernyataan


(11)

Irwan Djumat

PERSEMBAHAN

Motto:

….adalah di sisi Tuhan yang Maha Esa

semesta rahasia kebermaknaan belajar paling hakiki Dialah sumber ilmu, inspirasi, dan aspirasi

tatkala kita bersimpu membulatkan semangat untuk menunaikan tugas belajar dengan ikhlas menyatakan niat yang senantiasa

didahului dengan menyebut asma-Nya (Prof. Dr. Achmad Sanusi, 1993)

Suatu generasi pasti akan berlalu, generasi berikutnya akan muncul,

Pada setiap zaman, manusia menghadapi tantangan, dan kesempatan yang berbeda, maka berikanlah pendidikan yang sebaik-bainya kepada generasi baru,

Niscaya mereka akan sanggup menghadapi tantangan pada zamannya (Soeharto, 1996).


(12)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Keharibaan-Nya jiwa ini diniatkan

tuk belajar menjadi pribadi yang jujur

dan menjadi manusia yang dikehendaki-Nya (al-Insan Kamil) walau sesungguhnya berat tuk dijalani

di semesta pendidikan pada dunia yang fana ini. (Irwan Djumat, 1 Nopember 2012)

“Untuk keluarga besarku, almamater tercinta, dunia pendidikan, dan generasi bangsa, tiadalah berarti jika bukan untuk semua, segala salah adalah khilaf pribadi sendiri.

Karya ini adalah secuil Ilmu yang diberikan oleh Sang Khalik

Sebagai amanah untuk saling berbagi, niscaya kelak menjadi “Nuur” untuk jalan

pulang pada-Nya” (Irwan Djumat, Pondok Aulia, 22 Nopember 2012, 17.30) KATA PENGANTAR

Sebagaimana telah diramalkan oleh Alvin Toffler dalam buku ketiganya “The Third Wave (1981) mengenai betapa dahsyatnya gelombang ketiga. Menurutnya, di tengah arus globalisasi ternyata muncul pula paradox menguatnya semangat menonjolkan karakter lokalitas. Karakter lokalitas yang ditonjolkan sering menimbulkan tingginya semangat primordialisme dan etnosentrisme yang berlebihan, dan bahkan menimbulkan pula konflik agama dan konflik antar etnik.

Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, terjadinya konflik dalam hubungan atau interaksi antar etnik sangat mungkin terjadi. Hal ini disebabkan karena adanya segmentasi dalam bentuk terjadinya kesatuan–kesatuan sosial yang terkait ke dalam ikatan–ikatan primordial dengan sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain sering menimbulkan konflik di antara kesatuan–kesatuan sosial tersebut.

Konflik yang terjadi tahun 1999 terutama di Maluku Utara pada umumnya dan khususnya di Kota Ternate, telah membawa pengaruh besar dalam kehidupan


(13)

masyarakat, baik secara ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan politik. Selanjutnya pengaruh tersebut membawa perubahan hampir di seluruh aspek kehidupan. Hingga saat ini ada anggota masyarakat dari etnik atau kelompok tertentu yang berusaha saling menjatuhkan atau menyingkirkan etnik atau kelompok lain dengan kompetisi-kompetisi yang tidak sehat. Adanya provokasi dan saling mencurigai antara berbagai etnik dan agama, turut menjadi pemicu munculnya berbagai konflik, yang berakibat pula pada perubahan sikap, watak, dan perilaku dalam masyarakat.

Konflik itu sendiri merupakan sebuah konsekuensi dari proses perubahan sosial. Oleh sebab itu, teori konflik memandang bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan-pertentangan yang terus menerus di antara unsur-unsurnya. Bentuk-bentuk konflik yang terjadi, baik konflik di dalam negara atau di luar wilayah negara, yang sering terjadi tergabung dalam dua elemen kuat. Elemen yang pertama adalah masalah identitas, yaitu mobilisasi orang-orang dalam kelompok-kelompok identitas komunal yang didasarkan pada ras, agama, kultur, bahasa, dan seterusnya. Kedua adalah masalah distribusi, yaitu cara untuk membagi sumber daya ekonomi, sosial dan politik, dalam sebuah masyarakat. Ketika distribusi yang dianggap tidak adil dilihat bertepatan dengan perbedaan identitas (di mana misalnya suatu kelompok agama kekurangan sumberdaya tertentu yang didapat kelompok lain), maka melahirkan potensi konflik.

Budaya lokal yang menjadi pembingkai kekuatan lokal seakan dilupakan oleh masyarakat terutama generasi muda, dan tergantikan oleh budaya-budaya global. Kondisi ini dapat menyebabkan munculnya berbagai masalah sosial jika masyarakat tidak siap atau tidak memiliki kemampuan untuk menangkalnya. Di samping itu, jika antar generasi tidak memiliki kesepahaman dalam mengejahwantahkan nilai-nilai lokal yang telah mengintegrasikan masyarakat, maka akan mudah melahirkan konflik.


(14)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Terutama pada masyarakat yang memiliki komunitas etnik, dengan agama dan budaya yang beragam, termasuk komunitas di Kota Ternate.

Secara sosio kultural masyarakat Kota Ternate berasal dari berbagai etnik di Indonesia dengan latar belakang budaya yang berbeda, hal ini semakin menambah komplesitas pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik tiga komunitas di Kota Ternate. Akibatnya terdapat pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik dengan berbagai sebabnya yang tampak disadari telah menghilangkan nilai gotongroyong, nilai toleransi, nilai kekerabatan, nilai kekeluargaan, dan nilai kasih sayang; nilai-nilai penghargaan antara satu etnik dengan etnik yang lainnya; penghormatan terhadap tradisi lama sudah mulai menurun atau sudah mulai ditinggalkan. Sebagian masyarakat terutama generasi muda telah menganggap itu bagian dari masa lalu dan tidak perlu dipertahankan. Kehidupan sosial-budaya dan interaksi antar etnik tidak berjalan maksimal (sering muncul kecurigaan dan prasangka serta pembentukan image pada masyarakat antara satu etnik dengan etnik lainnya.

Penelitian berkenaan dengan Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik. Dipilihnya Kota Ternate sebagai tempat penelitian dikarenakan, Kota Ternate merupakan salah satu daerah yang pernah dilanda konflik pada tahun 1999, juga sebagai kota pusat eksodus para pengungsi dari berbagai daerah yang dilanda konflik di Maluku Utara. Di samping itu, Kota Ternate juga memiliki penduduk yang sangat heterogen, jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Maluku Utara.

Penulis berharap, disertasi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya, serta dapat memberikan kontribusi terhadap pemerintah daerah (Dinas Pendidikan Kota Ternate khususnya, dan Dikjar Maluku Utara pada umumnya) untuk merumuskan program pembelajaran nilai-nilai multikultural pada


(15)

hubungan sosial antar etnik di Kota Ternate dalam bidang pendidikan IPS-Sosiologi. Di samping itu, hasil penelitian ini dijadikan dasar untuk penguatan dan pengembangan nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik dalam berbagai komunitas yang ada di Kota Ternate dengan latar belakang budaya yang beragam, sebagai upaya membangun identitas diri untuk memperkokoh khasanah budaya Indonesia.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari, bahwa masih sangat minim pegeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik pada tiga komunitas di Kota Ternate pasca konflik yang berhasil ditelaah, masih banyak persoalan yang belum terungkap dalam penelitian ini. Penulis berharap segala saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan isi dan kualitas karya ini.

Akhirnya dengan segala harap dan rasa syukur yang tak terhingga dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan dan mendukung terselasaikannya disertasi ini. Mudah-mudahan amal baik dan do’a yang telah diberikan mendapat balasan yang berlimpah dari Allah swt, Amin.

Bandung, Agustus 2013

Irwan Djumat UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala

limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulisan disertasi ini dapat terselesaikan, walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Sungguh sangat berat untuk menyatakan bahwa, disertasi ini adalah semata-mata karya pribadi penulis, mengingat


(16)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sejak dari kajian mandiri, penulisan proposal penelitian, hingga rampungnya disertasi ini telah melibatkan banyak pihak yang berperan dan membantu kelancaran penyusunannya.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan merasa berhutang budi pada berbagai pihak atas jasa dan dukungan yang diberikan dalam menyelesaikan disertasi ini. Sudah sepantasnya dan selayaknya penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimah kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M. Pd selaku Rektor Universitas Pendidikan Indonesia yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.

2. Prof. Fuad Abdul Hamied, Ph.D, mantan Direktur Sekolah Pacasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

3. Prof. Dr. Didi Suryadi, M. Ed, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

4. Dr. Rivai Umar, M. Si, mantan Rektor Universitas Khairun Ternate yang telah mengijinkan penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjan UPI Bandung.

5. Dr. Gufran Ali Ibrahim, MS, selaku Rektor Universitas Khairun Tenate

6. Prof. Dr. Hj. Enok Maryani, MS, sebagai mantan Ketua Program Studi Pendidikan IPS Sekolah Pascasarjana UPI Bandung yang telah banyak memberi motivasi, ilmu, pengalaman, dan ketulusan hatinya membimbing, mengarahkan, dan menjembatani penulis selama studi sampai rampungnya penulisan disertasi ini.

7. Prof. Dr. Gurniwan Kamil Pasya, M. Si, dalam kapasitasnya sebagai Promotor yang telah meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya untuk


(17)

membimbing dan mengarahkan ketika seminar proposal, sebelum penelitian sampai dengan penyusunan disertasi ini.

8. Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriaatmadja, M. A, selaku Ko-Promotor yang telah mendidik, membimbing, mengarahkan, dan memotivasi dengan penuh kesabaran dan ketelitian selama proses perkuliahan, kajian mandiri, sebelum penelitian, sampai dengan penyusunan disertasi ini. Di tengah-tengah kesibukannya, selalu meluangkan waktunya berjam-jam untuk berdiskusi yang menyejukkan hati.

9. Prof. Dr. Bunyamin Maftuh, M. A, selaku Anggota Promotor dengan penuh kesantunan, ketelitian, dan kesabaran di tengah-tengah kesibukannya tetap meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memotivasi lewat e-mail dan tatap muka. Sejak dari seminar proposal, sebelum penelitian, sampai dengan penyusunan disertasi ini. Kritik dan sarannya yang selalu menjadi cambuk untuk tetap fokus dan termotivasi.

10.Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik dan membimbing penulis saat dalam proses perkuliahan di UPI Bandung.

11.Bapak Ir. Agus Yulianto, MM Senior Manager CSR PT. Antam Tbk dan Ibu Novelita (Ibu Novi) yang telah memberikan dana bantuan beasiswa untuk penelitian bagi putra daerah.

12.Teman-teman mahasiwa angkatan 2008 Sekolah Pascasarjana UPI Bandung yang selama belajar di PIPS selalu berdiskusi, saling memotivasi, memberikan saran dan masukan. Komunikasi yang intens lewat telepon seluler dan sms senantiasa menjadi mesin penggerak dan pemberi semangat, serta dapat menenangkan hati dikala pikiran mandek untuk tetap dan terus menyelesaikan disertasi.


(18)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

13.Kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis selama Studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

14.Istri Tercinta Dr. Ermawati, M. Ag yang dengan penuh kesabaran, kesetiaan, motivasi, dengan hati yang tulus-ikhlas, serta segala dukungan moril dan materi yang tak pernah terhenti. Senyum dan kesabarannya menanti, mendampingi, berdiskusi, dengan doa siang-malam adalah merupakan obat penyejuk dan penenang hati yang tak sanggup terbalaskan.

15.Kakak dan adik-adik, dan ponakan tercinta (Hj. Nurlela Djumat dan Drs. Hi. Muhammad Ibrahim, MM, serta Nakda Uban, Tam, dan Ila ); (Zainuddin Djumat, S. Pd dan Gamar Hi. Hanafi S. Pd, serta Nakda Aji, Maman, dan Ukan); (Nursina Djumat dan Muhlis Hi. Hanafi, serta Nakda Rini); (M. Yani Husen, S. Pd dan Rustia Syukur, S. Pd, serta Nakda Syifa Mutmainnah); (Hindun Husen, S. Pd dan Rahmat Djalil, S. Pd, serta Nakda Serly); dan (Bongso Husen, S.KM dan Alwan K. Bode, S. Kom, serta Nakda Afiqah Bilah Izzah) yang dengan penuh kasih sayang memotivasi dan memberi bantuan moril dan materil telah menjadi penyejuk hati yang tak akan kering sampai tutup usia.

16.Tercinta Ayahanda Husein Djumat (alm) dan Ibunda Hj. Gamaria Kadir yang dengan penuh kesabaran membimbing, mengarahkan, memotivasi, dengan bekal semangat, modal moril, materil dan kasih sayang telah menjadi cambuk bagi perjalanan hidup penulis. Keduanya adalah spirit hidup yang tak pernah kering hingga akhir hayat dan tak sanggup terbalaskan dalam bentuk apapun. Akhirnya hanya Kepada Allah swt jualah penulis kembalikan segalanya, semoga dapat diberi ganjaran dan pahala yang setimpal. Ilmu, bantuan moril, dan bantuan materil yang telah diberikan, Insya Allah akan memberi cahaya (nur) di Padang Mahsar nanti. Amin


(19)

Bandung, Agustus 2013 Penulis


(20)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

ABSTRAK

Irwan Djumat (2013). Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik. Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Promotor: Prof. Dr. H. R. Gurniwan Kamil Pasya, M. Si; Ko. Promotor: Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriaatmadja, MA; Anggota: Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M. Pd., MA.

Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji, menganalisis dan memetakan informasi tentang terjadinya pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik pasca konflik. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya merumuskan suatu kerangka konseptual masyarakat lokal dalam bingkai multikultural untuk kepentingan pelaksanaan proses pendidikan IPS secara umum dan pendidikan IPS-Sosiologi pada khususnya di Kota Ternate.

Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara, observasi partisipatif, dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan terhadap sejumlah informan pokok dan informen pangkal yang dipilih secara purposive (bertujuan) dengan alasan dapat memperoleh kedalaman informasi dari masalah yang diteliti.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa: pertama, pasca konflik pergeseran nilai-nilai multikultural sangat nampak, yang kemudian merenggangkan hubungan sosial antar etnik dalam kehidupan komunitas di Kota Ternate, karena: (1) segregasi pemukiman berdasarkan etnik; (2) kolonisasi dan akulturasi budaya; (3) dalam kehidupan komunitas terdapat fanatisme ruang berdasarkan wilayah kultur masing-masing etnik (segregasi wilayah kultur), sehingga masyarakat menjadi terkotak-kotak dan mengedepankan sikap primordialisme, individualisme dan materialisme. Kehidupan komunitas di Kota Ternate

harus dikembalikan pada plat form sosiologis “marimoi ngone futuru” (marilah kita

bersatu), bukan hanya untuk menyatukan masyarakat, tetapi menjadi ruh dalam bertutur, bersikap, dan berbuat sesuai nilai-nilai agama dan nilai-nilai dalam adat se-atorang. Kedua, penyebab pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik di Kota Ternate, yaitu: (1) konflik putih versus kuning tahun 1999; (2) transisi kehidupan dari masyarakat desa ke masyarakat perkotaan; (3) pengalihan fungsi pendidikan dalam

keluarga; (4) pemasaran konsep nilai-nilai baru dalam aspek budaya di era global;

(6) kebijakan pemerintah dalam hal pembangunan yang mengabaikan partisipasi masyarakat; dan (7) melemahnya komunikasi kultural antar etnik dan antar agama. Ketiga, pengaruh pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik di Kota Ternate, menunjukkan solidaritas sosial tidak terbina dengan baik, hubungan komunitas menjadi renggang akibat dikotomi mayoritas dan minoritas secara primordial dan munculnya stereotype Obet dan Acan setelah konflik tahun 1999. Keempat, bentuk solusi terbaik untuk mengatasi pergeseran nilai-nilai miltikultural dan hubungan sosial antar etnik adalah: (1) pendidikan IPS-Sosiologi berbasis multikultural pada hubungan sosial antar etnik harus diinternasilasi (dibelajarkan secara terus-menerus) dalam keluarga, di masyarakat, dan di sekolah; (2) nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik dalam pendidikan IPS-Sosiologi harus diimplementasikan di persekolahan dengan orientasi belajar pada pemahaman (understanding), pengalaman langsung dan dipraktekkan (applying) dalam kehidupan nyata sebagai wujud interaksi sosial yang penuh makna (meaningfull) dan berpusat pada peserta didik.


(21)

ABSTRACT

Irwan Djumat (2012). The Shift of Multicultural Values on Interethnic Social Relation of Three Communities in Ternate City After the Conflict. Study Program of Social Science Education, School of Post Graduate, Indonesia University of Education. Promoter: Prof. Dr. H. R. Gurniwan Kamil Pasya, M. Mi; Co-Promoter: Prof. Dr. Hj. Rochiati Wiriaatmadja, MA; Member: Prof. Dr. H. Bunyamin Maftuh, M. Pd., MA.

In general, the aim of this study is to examine, analyze, and map the information about the occurrence of multicultural values shift on interethnic social relation after the conflict. This is intended as an effort to formulate local community conceptual framework in multicultural frame for the sake of implementation of Social Science education process in general and Social Science-Sociology education in particular in Ternate City.

Data collection use documentation study, participatory observation, and interview. Interview is conducted toward the numbers of main informants and base informants which are selected in purpose in order to obtain the depth of information from the problems studied.

The result of study show that: First, after the conflict, the shift of multicultural values is very visible, which is then loosen interethnic social relation in community life in Ternate City, because: (1) settlement segregation based on ethnic; (2) colonization and culture acculturation; (3) in community life there is space fanaticism based on culture region of each ethnics (segregation of culture region), so community become marginalized and put forward primordialism, individualism and materialism attitudes. Community life in Ternate City should be returned to sociological plat form “marimoi ngone futuru” (let’s united), not only to unite the people, but become spirit in speaking, behaved, and acting in accord with religious values and values in se-atorang custom. Second, the cause of multicultural values shift on interethnic social relation in Ternate City, namely: (1) white versus yellow conflict in 1999; (2) life transition from village community into urban community; (3) the transfer of education function in family; (4) the marketing of new values concept in cultural aspect in global era; (5) the local politic based on ethnic become strong; (6) government policy in case of development which ignore community participation; and (7) the weakness of interethnic and inter religion cultural communication. Third, the influence of multicultural values shift and interethnic social relation in Ternate City, show that social solidarity is not build well, community relation become loosen because of majority and minority dichotomy in primordial and the emergence of Obet and Acan stereotype after the conflict in 1999. Forth, the form of best solution to overcome multicultural values shift and interethnic relation are: (1) the importance of internalization of Social Science- Sociology education based on multicultural in family, in community, and in school; (2) multicultural values on interethnic social relation in Social Science- Sociology education must be implemented in


(22)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

school with learning orientation on understanding, direct experience and applied in real life as realization of social interaction which is meaningful and centered on students.


(23)

DAFTAR ISI

Daftar Isi Halaman

LEMBARAN PENGESAHAN ... i LEMBARAN PERSETUJUAN ... ii PERNYATAAN KEASLIAN ... iv PERSEMBAHAN ... v ABSTRAK ... vi ABSTRACT ... vii KATA PENGANTAR ... viii UCAPAN TERIMA KASIH ... xi DAFTAR ISI ... xiv DAFTAR TABEL ... xviii DAFTAR GAMBAR ... xix BAB I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang Masalah ... 1 B. Rumusan Masalah ... 16 C. Tujuan Penelitian. ... 17 D. Manfaat Penelitian. ... 17 E. Definisi Istilah. ... 18 F. Sistematika Penulisan. ... 23 BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 25 A. Theory dan Konsep Utama yang Mendasari Penelitian ... 25 1. Middle Range Theory ... 25

2. Interpertatif Understanding (Verstehen) ... 32

3. Perspektif Mikrososial ... 38 4. Teori tentang Multikultural ... 42 B. Nilai-Nilai Multikultural dalam Komunitas ... 47

1. Teori tentang Nilai (Value) ... 47 2. Sistem Nilai Budaya dan Konflik Nilai dalam Komunitas ... 51 3. Nilai-Nilai Multikultural dalam Komunitas antar Etnik ... 59


(24)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

4. Nilai-Nilai Multikultural, Asimilasi dan Akulturasi ... 66 5. Nilai-Nilai Multikultural dan Pluralisme ... 69 C. Hubungan Sosial antar Etnik dalam Komunitas ... 72 1. Identitas Etnik dalam Komunitas ... 79 2. Hubungan Sosial sebagai Wadah Terbentuknya Solidaritas antar Etnik 82 3. Hubungan antar Etnik dan Prasangka Sosial dalam Komunitas ... 85 3. Dominasi Hubungan antar Etnik dalam Komunitas ... 89 D. Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial antar Etnik dalam

Pendidikan IPS ... 94 1. Fokus Domain Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial Etnik

dalam Sosiologi Pendidikan ... 94

2. Sosiologi Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan IPS ... 100

3. Pembelajaran Sosiologi Pendidikan dalam Pendidikan IPS Berbasis Multikultural ... 105 4. Sekolah sebagai Sistem Sosial dalam Sosiologi Pendidikan ... 110 5. Tujuan dan Kegunaan Sosiologi Pendidikan dalam Pendidikan IPS .... 113 E. Teori yang Melandasi Sosiologi Pendidikan dalam Pendidikan IPS ... 116 1. Teori Free Discoveri Learning dari Bruner ... 116 2. Teori Sosialisasi ... 117 3. Teori Konstruktivisme ... 118 F. Paradigma Penelitian ... 122 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 126 A. Metode dan Pendekatan Penelitian ... 126 B. Teknik Pengumpulan Data ... 127 1. Wawancara ... 127 2. Observasi Partisipatif (Participant Observation) ... 128 3. Studi Dokumentasi ... 129 C. Prosedur Penelitian ... 129

1. Tahap Persiapan ... 129 2. Menyusun Rancangan Penelitian ... 129 3. Mengurus Perizinan ... 130 4. Tahap Pelaksanaan ... 130 D. Penentuan Subjek dan Sumber Data Penelitian ... 130 1. Subjek Penelitian ... 130 2. Sumber Data Penelitian... 132 E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 134 E. Analisis Data dan Penyajian ... 136


(25)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 138 A. Sejarah Singkat Kota Ternate ... 138 1.Kondisi Geografis dan Demografi ... 139 a) Letak Geografis ... 139 b) Iklim dan Topografi ... 142 c) Jumlah Penduduk ... 142 B. Temuan Penelitian ... 144

1. Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik ... 144 2. Penyebab Terjadinya Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural

pada Hubungan Sosial antar Etnik Tiga Komunitas

di Kota Ternate Pasca Konflik ... 158 3. Pengaruh Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial

antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik ... 173 4. Bentuk Solusi untuk Mengatasi Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural

pada Hubungan Sosial antar Etnik ... 181 C. Pembahasan Temuan Penelitian ... 189

1. Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik ... 190 a. Segregasi Pemukiman Berdasarkan Etnik ... 190

b. Kolonisasi dan Akulturasi Budaya ... 194 2. Penyebab Terjadinya Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural

pada Hubungan Sosial antar Etnik Tiga Komunitas

di Kota Ternate Pasca konflik ... 205 a. Konflik Putih Versus Kuning Tahun 1999 ... 205 b. Transisi Kehidupan dari Masyarakat Desa ke Masyarakat Perkotaan 214 c. Pengalihan Fungsi Pendidikan dalam Keluarga ... 223 d. Pemasaran Konsep Nilai-nila Baru dalam Aspek Budaya

di Era Global ... 230 e. Menguatnya Politik Lokal Berdasarkan Etnik ... 237 f. Kebijakan Pemerintah dalam Pembangunan yang Mengabaikan

Partisipasi Masyarakat ... 243 g. Melemahnya Komunikasi Kultural antar Etnik dan antar Agama ... 246 3. Pengaruh Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial

antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik ... 251 a. Dikotomi Hubungan Mayoritas-Minoritas secara Primordial ... 254 b. Munculnya Stereotype Obet dan Acan setelah Konflik Tahun 1999 . 260


(26)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

4 Bentuk Solusi untuk Mengatasi Pergeseran Nilai-Nilai

Multikultural pada Hubungan Sosial antar Etnik Tiga Komunitas

di Kota Ternate ... 263 a. Pentingnya Internalisasi Pendidikan IPS-Sosiologi Berbasis

Multikultural dalam Keluarga, di Masyarakat, dan di Sekolah... 264 1). Pendidikan dalam Keluarga ... 266 2). Pendidikan dalam Masyarakat ... 269 3). Pendidikan di Sekolah... 274 b. Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial antar Etnik

dalam Pendidikan: Implementasi dalam Pendidikan IPS-Sosiologi di SMA Negeri 1 Kota Ternate ... 278 BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 290 A. Kesimpulan ... 290 B. Implikasi ... 291 C. Rekomendasi ... 293 DAFTAR PUSTAKA ... 296 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 276


(27)

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

1. Budaya Tradisional-Modern ... 54

2. Process of Ethnic Fussion and Fission ... 68 3. Sosialisasi Berdasarkan Cara yang Dipakai ... 118 4. Subjek Penelitian Terfokus dan Triangulasi ... 132 5. Triangulasi dan Konfirmasi Data ... 136 6. Nama Pulau di Kota Ternate Menurut Luas dan Status ... 141 7. Jumlah Kecamatan di Kota Ternate menurut Luas Laut dan Daratan ... 141 8. Jumlah Penduduk Kota Ternate Menurut Jenis Kelamin 2010 ... 142 9. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk

Menurut Kecamatan di Kota Ternate ... 143 10.Solusi untuk Mengatasi Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural

pada Hubungan Sosial antar Etnik dalam Pendidikan di Keluarga ... 266 11.Solusi untuk Mengatasi Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural


(28)

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

pada Hubungan Sosial antar Etnik dalam Pendidikan di Masyarakat ... 269 12.Solusi untuk Mengatasi Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural

pada Hubungan Sosial antar Etnik dalam Pendidikan di Sekolah ... 274 13.Keadaan Siswa menurut Agama pada tahun 2010-2011 ... 281 14.Perbedaan Karakter Siswa antar Etnik di SMA Negeri 1 Kota Ternate ... 282 15.Proses Implementasi Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial antar

Etnik dalam Pendidikan IPS-Sosiologi Di SMA Negeri 1 Kota Ternate . 283 16.Pengembangan Pembelajaran Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan

Sosial antar Etnik di SMA Negeri 1 Kota Ternate ... 287 17. Bentuk Praktek Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial antar Etnik

yang Dikehendaki dalam Kehidupan Komunitas ... 288

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman

1. Level Analisis Sosial Utama Ritzer ... 38 2. Nilai-Nilai Inti dan Tujuan Multikultural ... 46 3. Hubungan antara Nilai, Sikap, Motif, dan Dorongan ... 50 4. Penyebab Konflik ... 59 5. Paradigma Kelompok Dominan dan Kelompok Subordinat ... 93 6. Paradigma Penelitian ... 125 7. Tiga Komunitas di Kota Ternate ... 133 8. Peta Administrasi Kota Ternate ... 140 9. Segregasi Pemukiman ... 193 10. Kategori Kelompok ... 211 11. Dominasi Etnik dalam Birokrasi ... 239


(29)

12. Analisis Kelompok Dominan dan Kelompok Subordinat... 254 13. Tiga Lingkungan Pendidikan ... 265 14. Belajar Pengalaman langsung ... 284


(30)

1

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Deleuze & Guattari (1997: 245) mengungkapkan, bahwa Globalisasi dengan sistem kapitalisme dan ideologi yang melandasinya, di mana pertumbuhan ekonomi dijadikan sebagai panglima, perdagangan bebas sebagai bahan bakar pertumbuhan, pasar bebas yang tanpa hambatan, dan pentingnya budaya konsumerisme ternyata tidak lebih hanya menciptakan budaya tungggal (monoculture)—homogenisasi budaya, gaya hidup, manajemen dan teknologi yang mencabut tradisi dan ekonomi-ekonomi lokal.

Salah satu wacana dominan era globalisasi adalah hipotesis tentang

“homogenisasi budaya”. Hal ini menurut Hannerz (1990: 250) bahwa proses

perubahan global yang didukung oleh pengetahuan dan media teknologi akan melahirkan budaya dunia yang homogen. Pada akhirnya akan mengakibatkan hilangnya pengalaman dan pemahaman generasi muda terhadap keragaman budayanya. Pada aspek inilah kemudian Maira (2004: 202) mengingatkan, kehidupan anak-anak dewasa ini dibentuk oleh proses globalisasi perekonomian dan budaya. Untuk itu menurutnya, sistem pendidikan yang terikat pada kearifan lokal secara proaktif dapat menghadapi tantangan globalisasi.

Kemajuan di bidang teknologi yang telah mengglobal mengakibatkan hilangnya sekat-sekat antara daerah yang satu dan daerah yang lainnya, begitu pula antara Negara yang satu dengan Negara lainnya. Dalam pandangan para pemikir seperti Drucker


(31)

2 (1993), Soros (1998), dan Ohmae (2005) bahwa globalisasi telah melahirkan suatu era

“countries without borders”. Appadurai (1993: 129-157), Lull (1998), dan Pilliang

(2006) menyatakan bahwa telah terjadi arus global bagi manusia (ethnoscape), teknologi (technoscape), uang atau modal (finanscape), dan idea (ideascape).

Budaya global berimplikasi pada perkembangan kehidupan masyarakat suatu bangsa, seperti yang dikatakan oleh Pilliang (2004: 274), lewat berbagai teknologi (teknologi informasi, telekomunikasi, televisi, internet); berbagai agen (kapitalis, produser, artis); dan berbagai produknya (barang, tontonan, hiburan). Budaya global tidak henti-hentinya melancarkan gelombang serangan terhadap kehidupan masyarakat yang sampai pada satu titik, masyarakat menerima berbagai perubahan cara hidup, gaya hidup (lifestyle), bahkan pandangan hidup (worldview) yang mengancam eksistensi berbagai bentuk warisan adat, kebiasaan, nilai, identitas, dan simbol-simbol yang berasal dari budaya lokal.

Indonesia sebagai bagian dari kampung global, juga mengalami berbagai perubahan. Salah satu perubahan yang dimaksud adalah melemahnya kekuatan integrasi dan nasionalisme atau kesadaran dan kebanggaan akan identitas bersama sebagai satu nation. Berbagai kasus yang terjadi akhir-akhir ini, seperti yang disinyalir oleh Abdullah (2006: 32-37) adalah semakin menguatnya persoalan mayoritas-minoritas atau merebaknya konflik-konflik yang bersumber dari “pluralisme sempit” masyarakat itu sendiri. Suastika (2008: 142) menandai kecenderungan ini dengan munculnya bentuk exclusivity, mutual distrust, dan inequality frustration. Kasus kerusuhan berbau SARA seperti di Maluku, Poso, Papua, Konflik Aceh, dan perang antar kampung, merupakan contoh empirik yang dapat memicu terjadinya disintegrasi bangsa.


(32)

3

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk (plural), terjadinya konflik dalam hubungan atau interaksi antar etnik sangat mungkin terjadi. Hal ini disebabkan karena adanya segmentasi dalam bentuk terjadinya kesatuan–kesatuan sosial yang terkait ke dalam ikatan–ikatan primordial dengan sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain sering menimbulkan konflik di antara kesatuan–kesatuan sosial tersebut. Sumber– sumber untuk konflik antara suku bangsa atau golongan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, menurut Ranjabar (2006: 194-195) paling tidak ada lima jenis konflik, satu di antaranya adalah konflik terjadi jika warga dari satu suku bangsa berusaha mendominasi suatu suku bangsa yang lain secara ideologis. Pada tingkatan yang bersifat ideologis, konflik tersebut berwujud di dalam bentuk konflik antar sistem nilai yang dianut. Contoh: konflik yang pernah terjadi tahun 1999-2002 di Maluku, Kupang, Mataram, dan Poso.

Konflik itu sendiri merupakan sebuah konsekuensi dari proses perubahan sosial. Oleh sebab itu, teori konflik memandang bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan-pertentangan yang terus menerus di antara unsur-unsurnya (Ritzer, 20007: 26). Menurut Harris dan Reilly (2000: 11-12), bentuk-bentuk konflik yang terjadi, baik konflik di dalam negara atau di luar wilayah negara, yang sering terjadi tergabung dalam dua elemen kuat. Elemen yang pertama adalah masalah identitas, yaitu mobilisasi orang-orang dalam kelompok-kelompok identitas komunal yang didasarkan pada ras, agama, kultur, bahasa, dan lain-lain. Kedua adalah masalah distribusi, yaitu cara untuk membagi sumber daya ekonomi, sosial dan politik dalam sebuah masyarakat. Ketika distribusi yang dianggap tidak adil dilihat bertepatan dengan perbedaan identitas (misalnya suatu kelompok agama kekurangan sumberdaya tertentu yang didapat kelompok lain), maka melahirkan potensi konflik. Demikian pula dengan Ahimsa (1999: 167) bahwa sistem sosial yang


(33)

4 majemuk (plural) yang memungkinkan majemuknya kategori status, organisasi, dan pelapisan sosial akan mudah melahirkan perselisihan atau konflik di dalam masyarakat.

Menurut Nasikun (2009: 34) bahwa struktur masyarakat Indonesia di tandai oleh dua cirinya yang bersifat unik, yaitu: pertama secara horizontal, ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku-bangsa (etnik), perbedaan-perbedaan agama, adat, serta perbedaan-perbedaan kedaerahan; dan kedua secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.

Blau (1977: 98-251) menyatakan bahwa struktur sosial adalah penyebaran secara kuantitatif warga komunitas di dalam berbagai posisi yang berbeda yang mempengaruhi hubungan di antara komunitas tersebut (termasuk di dalamnya hubungan konflik). Karakteristik pokok dari struktur yaitu adanya berbagai tingkatan ketidaksamaan atau keberagaman antar bagian dan konsolidasi yang timbul dalam kehidupan bersama, sehingga mempengaruhi derajat hubungan antar bagian tersebut yang berupa dominasi, eksploitasi, konflik, persaingan, dan kerjasama. Blau kemudian mengelompokkan basis parameter pembedaan struktur menjadi dua, yaitu nominal dan gradual. Dalam parameter nominal, komunitas dikelompokkan menjadi sub-sub bagian atas dasar batas yang cukup jelas, seperti agama, ras, jenis kelamin, pekerjaan, marga, tempat kerja, tempat tinggal, afiliasi politik, bahasa, nasionalitas, dan sebagainya. Sementara parameter gradual, komunitas dikelompokkan ke dalam kelompok sosial atas dasar peringkat status yang menciptakan perbedaan dalam kehidupan manusia sebagai mahluk sosial, seperti: pendidikan, pendapatan, kekayaan, prestise, kewibawaan, inteligensia, dan sebagainya.


(34)

5

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Dijelaskan oleh Lubis (2006: 23), manusia adalah makhluk sosial (social being, zoon politicon, madaniyy bi al-thab), merupakan instink dasar bagi anak cucu Adam-Hawa yang dalam kehidupannya memerlukan orang lain. Hubungan seseorang individu dengan manusia lainnya membentuk jaringan yang berlapis dan tumpang tindih. Seseorang merupakan bagian dari keluarga inti (nuclear family), anggota keluarga besar (extended family), kelompok marga, klub olahraga, asosiasi profesi, warga kampung, kelompok hobbi, pelanggan listrik, anggota partai politik, pemirsa televisi, anak Medan, warga Sumatera Utara, bangsa Indonesia, anggota agama samawi, bagian dari negara berkembang, dan lain-lain.

Untuk membangun solidaritas sosial antar komunitas, Nasikun (2009: 36-72) mengatakan paling tidak ada dua pendekatan atau perspektif yang dapat digunakan, yaitu:

Perspekstif sistem sosial dan sistem budaya. Perspektif sistem sosial, yaitu melalui inter-group relation, yang dimaksudkan sebagai hubungan antara anggota-anggota dari berbagai kelompok. Makin intensif hubungan antar kelompok, makin tinggi pula tingkat integrasi di antara mereka. Dengan adanya inter-group relation dapat pula menetralisir konflik-konflik di antara kelompok, dan kekhawatiran akan terjadinya fanatisme sempit, sentimen-sentimen primordial juga akan dapat dinetralisir karena loyalitas yang dimiliki oleh masing-masing kelompok. Perspektif sistem budaya, yaitu masyarakat majemuk dapat bersatu melalui penganutan nilai-nilai umum yang berlaku bagi semua anggota masyarakat. Nilai-nilai umum yang berlaku bagi semua anggota masyarakat sebagai perekat bagi kelompok-kelompok dalam masyarakat. Semakin kuat nilai-nilai umum tersebut berlaku bagi kelompok-kelompok dalam masyarakat, akan semakin kuat pula perekat bagi mereka. Nilai-nilai umum itu bersumber pada budaya dominan masyarakat multikultur yang menjadi acuan perilaku yang terpola.

Dikatakan oleh Sztompka (2007: 9-11), masyarakat tidak lagi dipandang sebagai

sebuah sistem yang kaku atau “keras”, melainkan dipandang sebagai antar hubungan yang “lunak”. Realitas sosial adalah realitas hubungan antar individu, segala hal yang


(35)

6 ada di antara individu manusi, jaringan hubungan ikatan, ketergantungan, pertukaran, dan kesetiakawanan sosial. Dengan kata lain, realitas sosial adalah jaringan sosial khusus atau jaringan sosial yang mengikat orang-orang menjadi suatu kehidupan bersama. Jaringan sosial ini terus berubah, mengemban dan mengerut, menguat dan melemah, bersatu dan terpecah-belah, penggabungan atau pemisahan diri dari unsur lain.

Menurut Lubis (2006: 24), setiap manusia mesti mempelajari kultur masyarakatnya. Di antara unsur budaya yang paling signifikan yang harus dipelajari seseorang adalah nilai (value), norma (norms), dan peranan (roles). Nilai-nilai dalam sebuah kultur yang dianggap ideal harus memiliki tujuan untuk memastikan baik dan buruk atau yang disukai dan yang dibenci. Norma sebaliknya, merupakan kaidah yang mengatur perilaku (rules governing behavior). Norma menetapkan perilaku yang diperlukan, yang dapat diterima, atau yang dilarang dalam keadaan tertentu, yang seharusnya, seyogyanya, atau semestinya (dilakukan atau tidak dilakukan). Sedangkan peranan (role) adalah kumpulan norma yang terkait dengan kedudukan tertentu dalam suatu masyarakat. Dalam setiap situasi sosial, manusia memiliki peranan yang relatif jelas untuk dijalankan (mahasiswa, teman, perempuan, suami, istri, pejalan kaki, polisi, perawat, dan lain-lain). Lanjut Lubis bahwa:

Setiap orang dalam suatu kelompok etnik dan budaya menyadari cara hidup dan adat-istiadat warisan leluhur sedang terancam oleh masuknya gelombang budaya asing dan kelompok etnik luar, maka banyak pihak dari kelompok etnik yang terancam tersebut bersikap dan berperilaku nativism (upaya keras dan menyeluruh untuk melestarikan), bahkan menghidupkan kembali budaya leluhurnya, terutama dalam masyarakat yang multikultur yang memiliki nilai-nilai budaya yang beragam.

Menurut Darajat (1984: 260) bahwa nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak khusus kepada


(36)

7

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

pola pemikiran dan perasaan, keterikatan maupun perilaku. Sutrisno (2005: 67) mengatakan nilai adalah sesuatu yang dipandang berharga oleh orang atau kelompok orang, serta dijadikan acuan tindakan maupun pemberi arti arah hidup. Nilai ditumbuhkan dan dibatinkan dalam diri seseorang, sehingga nilai tersebut menjadi bagian dari hidupnya yang harus dijaga dan dipelihara, serta untuk menjadi pemandu jalan hidup

Hans (2005: 10) mengemukakan bahwa nilai adalah suatu kecenderungan perilaku yang berawal dari gejala-gejala psikologis seperti hasrat, motif, sikap, kebutuhan dan keyakinan yang dimiliki secara individual sampai pada wujud tingkahlakunya yang unik. Magnis-Suseno (1987: 14) mengatakan bahwa nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya. Semenara Maksum dan Luluk (2004: 25) mengungkapkan bahwa definisi nilai memiliki banyak implikasi terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya. Implikasi yang dimaksud adalah: (1) nilai merupakan konstruk yang melibatkan proses logis dan rasional dan proses ketertarikan atau penolakan menurut kata hati; (2) apabila berkenaan dengan budaya, nilai diungkapkan dengan cara yang unik oleh individu atau kelompok.

Dalam realitas kehidupan sosial yang multikultural seperti Indonesia, setiap elemen masyarakat memiliki “system of beliefs” yang beragam sesuai dengan karakteristik sosiologis masing. Perbedaan sistem nilai yang dimiliki masing-masing tradisi akan membawa pada situasi di mana mereka saling berhadap-hadapan, bahkan tidak jarang harus berakhir dengan konflik, karena ada hal-hal yang secara fundamental tidak dapat dikompromikan (Hamim, et al., 2007: 33). Menurut Koentjaraningrat (1974: 32), sistem nilai budaya merupakan nilai yang paling abstrak dari adat. Suatu sistem budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dari alam pikiran sebagian besar dari warga masyarakat, mengenai hal-hal yang di anggap amat


(37)

8 bernilai dalam hidup. Karena itu, sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakukan manusia. Mc.Guire (1984: 24) mengatakan bahwa secara pribadi, manusia memiliki bentuk sistem nilai. Sistem nilai ini dibentuk melalui hasil belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai itu sendiri dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi pendidikan, dan masyarakat luas, serta sistem nilai ini merupakan sesuatu yang bermakna bagi diri seseorang dalam masyarakat multikultur. Istilah multikultural pada hubungan antar etnik belum sepenuhnya dipahami sebagai sesuatu yang given sebagai Taqdir Allah. Dinyatakan dengan jelas dalam

Al-Qur’an: “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki

dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal-mengenal (QS. Al-Hujurat: 13). Ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa: pertama, Allah menciptakan manusia dari dua jenis yang berbeda, yakni laki-laki dan perempuan. Dari perbedaan tersebut melahirkan keturunan yang berbeda-beda pula. Dari perbedaan ini, menjadikan manusia mampu membentuk suku-suku menjadi bangsa-bangsa yang berbeda (Maslikhah, 2007: 1) untuk saling mengenal dan menjalin hubungan; kedua, bahwa kemultikulturalan itu ada sejak dihadirkannya manusia oleh Allah ke bumi ini, jika dilihat dari konsep “litaarafu” saling kenal-mengenal, yang berdimensi kasih sayang dan persaudaraan. Pada konteks “litaarafu” ini, manusia diserahi tugas mengemban misi nilai-nilai multikultural bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga kepada orang lain. Manusia dalam hal ini, tidak hanya dituntut toleran terhadap pluralitas dan perbedaan, tetapi menghendaki pula sikap saling memahami (mutual understanding) dan saling menghargai (mutual respect) terhadap komitmen berbangsa-bangsa dan bersuku-suku tersebut, seperti yang ada di Indonesia. Indonesia memiliki akar sejarah yang panjang dalam pembentukan negara dengan berbagai suku bangsa, di mana para founding fathers menghendaki


(38)

9

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

pengelolaan negara berdasarkan keanekaragaman tersebut dengan latar Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu juga). Namun menurut Wiriaatmadja (2002) bahwa keragaman dalam kesatuan ini pada paruh lima dekade dalam perjalanan negara-bangsa, lebih ditekankan pada aspek kesamaan dan kesatuannya yang mengakibatkan pengikisan secara kuantitas dan budaya lokal yang makin mundur dan kehilangan daya gunanya secara pragmatik.

Budaya lokal yang menjadi pembingkai kekuatan lokal seakan dilupakan oleh masyarakat terutama generasi muda, dan tergantikan oleh budaya-budaya global. Kondisi ini dapat menyebabkan munculnya berbagai masalah sosial jika masyarakat tidak siap atau tidak memiliki kemampuan untuk menangkalnya. Di samping itu, jika antar generasi tidak memiliki kesepahaman dalam mengejawantahkan nilai-nilai lokal yang telah mengintegrasikan masyarakat, terutama pada masyarakat yang memiliki komunitas etnik, dengan agama dan budaya yang beragam. Hal ini seperti dikatakan oleh Muhaimin (2003: 58), terjadinya berbagai masalah sosial bukan hanya merambah pada hubungan antar etnik, tetapi antar umat beragama, dan bahkan dalam wilayah interen umat beragama.

Di Kota Ternate dalam hubungan antar etnik, terdapat dua hal yang sering memicu timbulnya ketegangan dan pertentangan dalam masyarakat, yakni: pertama, dalam setiap pemilihan kepala daerah sering melahirkan konflik antar etnik dengan berbagai kepentingan, karena kehidupan masyarakatnya berdasarkan kelompok-kelompok etnik. Ada etnik Bugis-Makassar yang memiliki komunitas tersendiri di Bastiong Ternate Selatan; kemudian etnik Arab yang terkonsentrasi di dua komunitas, yakni Falajawa 1 Kota Ternate Utara dan Falajawa 2 Kota Ternate Selatan; etnik China yang terkonsentrasi di Gamalam Kota Ternate yang jumlahnya sudah mengalami penurunan sejak kerusuhan 1999, karena sebagian besar eksodus ke luar


(39)

10 Maluku Utara (Jawa dan Manado); etnik Gorontalo yang terkonsentrasi di Lelong Kampung Makassar Pantai Ternate Utara; dan kemudian Etnik Buton yang terkonsentrasi di Koloncucu dan Kasturian Kota Ternate Utara. Sementara etnik lokal yang berasal dari semua daerah di Maluku Utara tersebar di beberapa wilayah di Kota Ternate: Kota Ternate Selatan, Kota Ternate Utara, Pulau Ternate, dan Pulau Moti.

Kedua, masyarakat telah mengalami perubahan orientasi nilai-nilai dari yang tradisional ke modern. Belum lagi dihadapkan pada arus urbanisasi antar daerah dan antar provinsi di Indonesia yang tidak dapat dikendalikan. Kehadiran masyarakat urban di Kota Ternate Maluku Utara, di satu sisi menjadi penggerak pembangunan ekonomi dan perubahan sosial karena sebagaian besar bergerak di bidang perdagangan. Di sisi lain kehadiran masyarakat urban membawa serta nilai-nilai sosial budaya (cultural values) yang dianut secara turun temurun di daerah asal. Nilai-nilai tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap nilai-nilai lokal daerah tujuan. Akumulasi bertemunya nilai-nilai sosial yang di bawa oleh masyarakat urban dengan nilai-nilai sosial masyarakat lokal, sesungguhnya memperkaya keragaman etnik dan nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik pada komunitas di Kota Ternate, tetapi juga menyimpan berbagai masalah sosial dan ancaman bagi kelangsungan hidup jika tidak dikelola dengan baik.

Sebelum konflik tahun 1999, kehidupan masyarakat di Kota Ternate sangat harmonis, pola hubungan masyarakat antara satu dengan yang lainnya begitu kental dengan nuansa persaudaraan, dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat sebelum konflik, di antaranya nilai-nilai ketaatan, persaudaraan, toleransi, gotongroyong, dan sopan santun yang tertuang dalam ”adat se atorang”. Semua nilai-nilai ini telah berakar dalam kehidupan masyarakat dan menjadi pengikat keakraban serta persaudaraan pada komunitas di


(40)

11

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Kota Ternate. Nilai-nilai seperti yang disebutkan, mempunyai manfaat dalam kehidupan masyarakat, yaitu dapat menciptakan ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, kekerabatan antar anggota masyarakat terjalin dengan baik, sehingga terciptanya keteraturan sosial dalam masyarakat. Namun setelah pasca reformasi tahun

1998 kondisi masyarakat bukan menjadi baik dan beradab tetapi sering menimbulkan banyak masalah, seperti konflik antar agama dan konflik antar etnik.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti lokal (Yanuarti, et.

al, 2005; Yusuf, 2001; Rozi, 2006), bahwa akar penyebab konflik yang memicu

renggangnya hubungan antar etnik di Maluku Utara seperti halnya yang terjadi di Maluku Tengah tidaklah tunggal. Persoalan kesenjangan sosial, perebutan sumberdaya alam, serta pertikaian elit politik dan birokrasi merupakan faktor-faktor yang

dibungkus “konflik agama”, baik dalam konteks nasional maupun lokal yang selama

ini diyakini oleh sebagian besar masyarakat. Dalam konteks lokal, setidaknya ada dua faktor penting yang mendasari konflik di Maluku Utara, yaitu: 1) rivalitas elit dalam merebut akses terhadap sumberdaya alam dan jabatan-jabatan birokrasi serta politik; 2) menguatnya etnosentrisme sebagai alat untuk merebut sumber-sumber ekonomi dan politik tersebut.

Kondisi sosial masyarakat setelah konflik dan pemekaran kabupaten-kabupaten dan kota di Maluku Utara menurut Hoemah (2005: 61) terjadi pula sentimen etnik yang menguat. Pada saat pemerintah provinsi membentuk perangkat pemerintah di daerah kabupaten-kabupaten dan kota hasil pemekaran, muncul berbagai reaksi masyarakat jika penunjukkan pejabat Bupati oleh Gubernur bukan putra daerah. Bahkan pada kabupaten tertentu reaksi negatif muncul pada tataran “clan” dan

“marga”, jika bupati bukan dari clan dan marga etnik yanag bersangkutan, maka


(41)

12 pemerintahan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten-kota terjadi “etnocentrisme” dalam rekruitmen aparat dengan kapling-kapling etnik. Kabupaten Halmahera Utara

misalnya, menjadi “tidak dibolehkan” bagi etnik tertentu, Kabupaten Halmahera

Selatan atau Kota Tidore, terlarang bagi kelompok etnik tertentu yang begitu menguat dan dianggap wajar. Lanjut Hoemah, Pengkaplingan seperti ini membawa Maluku Utara dan khususnya Kota Ternate pada kondisi yang selalu rawan konflik yang berlatar etnik, karena para pejabatnya menjalankan kebijakan politik peminggiran terhadap wilayah dan etnik.

Selain fakta yang telah diuraikan di atas, penelitian ini didukung pula oleh hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan konflik, resolusi konflik, multikulturalisme, dan pendidikan multikultur di antaranya: penelitian yang dilakukan Jusan Yusuf, untuk penulisan tesisnya di Universitas Hasanuddin Makassar (2001) yang berjudul “Konflik Maluku Utara (Kasus Konflik antar Kelompok di Tenate). Penelitian ini menyoroti tentang kronologis peristiwa konflik, faktor-faktor penyebab konflik dan akibat yang ditimbulkan oleh konflik antar kelompok di Ternate. Penelitian kedua oleh Abubakar M. Nur, untuk tesisnya di Universitas Gadja Mada (2005) yang berjudul “Konflik dan Kekerasan antar Etnik di Malifut Maluku Utara). Penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor-faktor penyebab konflik dan kekerasan antar etnik, yaitu etnik yang mendiami pulau Halmahera (etnik Kao) dan etnik pendatang di luar Hamahera (etnik Makian). Konflik yang bernuasa sara di Maluku Utara tahun 1999 awalnya terjadi pada kedua etnik ini. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yanuarti, et. al, dari LIPI (2004) yang berjudul “Konflik Maluku Utara: Penyebab, Karakteristik, dan Penyelesaian Jangka Panjang. Memfokuskan pada struktur konflik yang terjadi di wilayah Maluku Utara pada tahun 1999-2000, yang meliputi isu yang dikonflikkan, karakteristik, hubungan antara


(42)

kelompok-13

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

kelompok yang berkonflik dan cara-cara yang digunakan. Karya ini memetakan akar permasalahan konflik dari sisi sosio historis, dengan segala dampak yang ditimbulkannya, baik dari sisi agama, adat, dan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Sementara itu, penelitian lainnya yang menyoroti tentang pendidikan multikultural dan masalah-masalah konflik di Indonesia, di antaranya: dilakukan oleh Bunyamin Maftuh untuk Disertasi di Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (2005) yang berjudul “Implementasi Model Pengajaran Resolusi Konflik

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Menengah Atas”. Penelitian ini

difokuskan pada: Sejauhmana Model Pengajaran Resolusi Konflik dengan pendekatan Workhshop yang diintegrasikan ke dalam Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Menengah Atas memberikan dampak yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa dalam resolusi konflik. Karya ini memudahkan penulis dalam memetakan konflik melalui resolusi konflik, khususnya yang dihadapi oleh siswa disekolah. Penelitian lain dilakukan Dadang Supardan untuk Disertasinya di Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (2004) yang berjudul

Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perspektif Sejarah

Lokal, Nasional, Global, untuk Integrasi Bangsa (Studi Kuasi Eksperimental Terhadap

Siswa Sekolah Menengah Umum di Kabupaten Bandung)”. Fokus penelitiannya

adalah apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan diberikannya perlakuan pembelajaran sejarah yang berbasis multikultural dan perspektif sejarah lokal, nasional, global, dalam integrasi bangsa. Penelitian ini mengarah pada satu model pembelajaran sejarah yang mendukung optimalisasi integrasi bangsa yang sesuai dengan tantangan dan kebutuhan masa sekarang maupun mendatang, karena dibangun atas dasar integrasi bangsa oleh masyarakat (popular nations integration) sesuai dengan kebutuhan dan tantangan


(43)

14 masa kini dan mendatang. Karya ini lebih menitikberatkan pada pembelajaran multikultur dan interaksi antar etnik.

Penelitian yang dilakukan Isnarmi Moeis untuk Disertasinya di Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (2006) yang berjudul “Kerangka Konseptual Multikulturalisme Transformatif Berdasarkan Pola Hubungan Konflik antar Etnik: Kajian Kritis terhadap Laporan Media Massa mengenai Konflik Ambon, Sambas, Sampit, dan Poso). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Grounded Theory yang difokuskan pada penemuan pola hubungan-konflik antar kelompok etnik dalam masyarakat multikultural di Indonesia, dan penyususnan kerangka hipotetik multikultural yang sesuai dengan fenomena hubungan konflik tersebut. Objek kajian penelitiannya adalah berita mengenai konflik yang dilaporkan melalui media massa dan tulisan para pengamat (peneliti, praktisi, dan LSM) yang membahas tentang konflik yang terjadi di daerah. Karya ini sangat berguna bagi penulis untuk mengidentifikasi akar konflik pada masyarakat multikultural yang terjadi di daerah, khususnya di Maluku Utara.

Penelitian yang dilakukan oleh Nani I. Rajaloa untuk Tesisnya di Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (2009) yang berjudul “Pergeseran Nilai Masyarakat Pasca Konflik Etnik di Maluku Utara Implikasinya pada Integrasi Nasional (Studi Kasus di Kota Ternate). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif studi kasus. Penelitian ini hanya menempatkan konflik yang terjadi sebagai kasus tunggal penyebab pergeseran, dengan hanya melihat dan membandingkan kehidupan masyarakat sebelum dan sesudah konflik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat, namun tidak menyinggung secara


(44)

15

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

detail tentang nilai-nilai yang ada dalam adat se-atorang sebagai unsur penguat integrasi komunitas di Kota Ternate yang sangat multikultural.

Begitu beragamnya komunitas di Kota Ternate, merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri. Selain etnik lokal yang oleh sebagian mengklaim sebagai penduduk asli Ternate, juga ada etnik Tidore, Makian, Kayoa, Tobelo, Galela, Sanana, dan lain-lain. Kota Ternate juga dihuni oleh beberapa entik pendatang seperti; etnik Cina, Arab, Gorontalo, Manado, Bugis-Makasar, Jawa, Sumatera, Ambon, Papua, dan sebagainya. Fakta begitu multikulturalnya masyarakat yang ada do Kota Ternate, maka Kota Ternate, pantas disebut sebagai “kota lintas etnik”.

Dari penyebaran etnik yang beragam tersebut, maka Kota Ternate yang merupakan daerah bekas konflik horizontal, tentu dalam membangun daerah ini sering memunculkan stereotype dan sikap fanatisme yang berlebihan. Hal ini dibuktikan

terutama pada “pesta demokrasi atau pemilihan kepala daerah” yang melibatkan

kandidat dari berbagai identitas etnik. Dengan sikap fanatisme yang berlebihan terhadap kandidat tertentu, membuka jalan bagi tumbuhnya konflik dalam masyarakat, mengabaikan nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik.

Dalam konteks ini, maka nilai-nilai seperti gotongroyong, toleransi, kekeluargaan, kekerabatan, dan kasih sayang menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai ini bukan saja sebagai penguat bagi ikatan sosial dari komunitas, tetapi juga sebagai bagian dari kehidupan komunitas itu sendiri. Walaupun demikian, di antara nilai-nilai ini kemudian mengalami pergeseran, karena sebagian komunitas sikapnya lebih cenderung individual dan mementingkan diri dan kelompoknya sendiri, sehingga terasa ada yang hilang dari kehidupan sosial dalam komunitas di Kota Ternate. Dalam aspek pendidikan, terutama pendidikan IPS-Sosiologi, nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik pada


(45)

16 kenyataannya belum ditransformasikan di dalam kurikulum, terutama kurikulum muatan lokal. Hal ini juga memperkuat proses pergeseran nilai-nilai tersebut dalam kehidupan karena disamping tidak ditransformasikan di dalam kurikulum untuk tingkat pesekolahan, juga tidak dibelajarkan di dalam keluarga, dan di masyarakat. Hal ini terjadi karena tidak adanya didukungan dan kebijakan pemerintah daerah terutama Dinas Pendidikan Nasional Kota Ternate.

Di samping itu, nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik terutama berada pada bidang kajian Sosiologi, Antropologi, dan PKn harus lebih diinternalisasikan pada keluarga, masyarakat dan persekolahan itu sendiri, karena inti dari bidang kajian ini menurut Sztompka (2007: v) adalah kajian tentang kebudayaan dan perubahan sosial. Harapan seperti ini relevan dengan kebijakan pengembangan bahan pembelajaran pendidikan IPS yang berbasis pada nilai-nilai kearifan lokal, di mana hal ini sejalan dengan paradigma baru dalam pembangunan yang menekankan pada pemberdayaan budaya masyarakat lokal (Adimihardja, 2008: iv).

Dengan demikian, maka pendidikan IPS-Sosiologi mempunyai peran penting dalam membentuk jati diri dan identitas masyarakat Kota Ternate sebagai masyarakat yang berbudaya dan beradab, karena pada dasarnya tujuan pendidikan IPS atau sicial

studies adalah “...to help young people develop the ability to make informed and

reasoned decision for the public good as citizens of a culturally diverse de,ocratic

society in an independent world” (NCSS, 1994). Menurut Sumaatmadja (2004: 16-22)

bahwa salah upaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia melalui pendidikan IPS adalah melalui strategi pembelajaran yang berperspektif lokal. Selain itu, dijelaskan oleh Widja (1989: 10), kurikulum nasional sejak awal sudah memberikan porsi 20% bagi materi-materi muatan lokal yang tujuannya adalah agar peserta didik dalam


(46)

17

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

perkembangan dirinya sebagai insan Indonesia yang modern tidak tercerabut dari akar lingkungan sosial budayanya.

Uraian ini menunjukkan betapa pentingnya pembelajaran pendidikan IPS-Sosiologi sebagai upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat Kota Ternate sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang multikultural. Selain itu, nilai-nilai yang melekat pada masyarakat di Kota Ternate memiliki kesesuaian dengan nilai pendidikan IPS tentang pembentukan karakter yang kuat sebagai warga negara yang baik (good citizens), toleran, santun, dan beradab.

Namun demikian, pelaksanaan pendidikan IPS di sekolah saat ini belum sesuai harapan, karena secara kulikuler pendidikan IPS dimaknai sebagai penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang di organisasikan dan disajikan secara ilmiah dan paedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan (Somantri, 2001: 92).

Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, mendorong peneliti memilih topik

“Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural pada Hubungan Sosial antar Etnik Tiga

Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik”. Hal ini dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu: pertama, perlu dikaji dan dicarikan alternatif penyelesaiannya agar masyarakat kembali pada kehidupan yang mengutamakan toleransi, penghargaan dan harmonisasi dalam kehidupan sosial. Dalam konteks ini pendidikan IPS-Sosiologi menjadi relevan untuk mengantar masyarakat menuju kesadaran akan identitas nasional tanpa melepaskan jati dirinya. Melalui pendidikan membuka kesadaran masyarakat untuk menerima nilai-nilai baru yang datang dari luar, tanpa menghilangkan nilai-nilai tradisional atau lokal. Karena Pendidikan, termasuk Pendidikan IPS-Sosiologi penting untuk menjadikan nilai budaya lokal (local genius) menjadi landasan dalam pengembangannya. Hal ini berpijak pada kenyataan bahwa


(47)

18 manusia beserta nilai-nilai yang melekatnya padanya adalah merupakan sistem sosial yang harus terus dikembangkan dan diinternalisasi dalam pendidikan IPS-Sosiologi.

Kedua, hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa guru IPS-Sosiologi

dalam proses pembelajaran cenderung menyampaikan materi pelajaran yang terdapat dalam buku teks semata. Berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa pengajaran IPS masih berorientasi dan sarat dengan pengembangan keilmuwan yang hanya bersifat teoritis dan konseptual saja (Al-Muchtar, 1991), serta belum banyak memanfaatkan lingkungan masyarakat sekitar sebagai sumber belajar (Kamarga, 1994). Berdasarkan pandangan ini, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam IPS-Sosiologi memiliki fungsi yang sangat sentral dan esensial bagi pengembangan dan ketercapaian tujuan pendidikan IPS di tingkat persekolahan. Sehingga pendidikan sosiologi yang bercirikan meaningfull, integrative, dan active dapat diwujudkan.

Ketiga, pengintegrasian nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik sangat diperlukan, karena pada dasarnya fokus dari pendidikan IPS adalah masyarakat. Sangatlah wajar jika dalam proses pendidikan IPS, para guru di sekolah mengangkat nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat, terutama yang ada di Kota Ternate sebagai bagian dari materi pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik di dalam dan di luar kelas. Upaya ini diharapkan peserta didik akan mengenal budaya daerahnya, sehingga tumbuh rasa kebanggaan sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang baik. Di samping itu peserta didik dapat memanfaatkan kekayaan nilai-nilai budaya daerah sebagai modal sosial dalam kehidupan, baik di lingkungan lokal, nasional, dan global. Proses ini diperlukan agar peserta didik dapat lebih membumi dan memahami kondisi lingkungan sosial tempat di mana mereka dapat tumbuh dan


(48)

19

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

berkembang, serta bersosialisasi dengan kehidupan yang lebih luas dengan orang lain, dengan etnik lain, dengan budaya lain, dan dengan agama lain.

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik tiga komunitas di Kota Ternate pasca konflik?

2. Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik tiga komunitas di Kota Ternate pasca konflik?

3. Bagaimana pengaruh pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik tiga komunitas di Kota Ternate pasca konflik?

4. Bagaimanakah solusi untuk mengatasi pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik tiga komunitas di Kota Ternate pasca konflik?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji, menganalisis dan memetakan informasi tentang terjadinya pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungansosial antar etnik pasca konflik. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya merumuskan suatu kerangka konseptual masyarakat lokal dalam bingkai multikultural untuk kepentingan pelaksanaan proses pendidikan IPS secara umum dan pendidikan IPS-Sosiologi pada khususnya di Kota Ternate.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengkaji dan menganalisis informasi argumentatif tentang pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik tiga komunitas di Kota Ternate pasca konflik, faktor


(49)

20 penyebab terjadinya pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik, pengaruh pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik, untuk kemudian mencari bentuk solusi terbaik dalam mengatasi pergeseran nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik di dalam keluarga, di dalam masyarakat, dan di persekolahan.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini secara teoritik dapat menemukan dan merumuskan kerangka konseptual pengembangan nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik yang dijadikan landasan untuk membangun kehidupan masyarakat yang lebih manusiawi, jauh dari prasangka, konflik, intimidasi, dan bentuk-bentuk stereotip yang merusak tatanan kehidupan bermasyarakat. Kerangka konseptual ini dikembangkan melalui pendidikan IPS pada umumnya dan khususnya pendidikan IPS-Sosiologi di Kota Ternate. Hal ini seperti dikemukakan oleh Fenton (1966) bahwa social studies atau IPS bukanlah studi yang berdiri sendiri, tetapi merupakan sekelompok bidang studi yang saling berhubungan yang meliputi Ilmu Politik, Ekonomi, Sejarah, Sosiologi, Geografi, Antropologi dan Psikologi.

Secara praktis, temuan dalam peneltian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

1. Para akademisi yang bergerak dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan ilmu pengetahuan sosial sebagai bahan masukan untuk pengembangan bidang ilmu sosiologi pendidikan, khususnya pada kajian-kajian tentang nilai-nilai multikultural pada hubungan sosial antar etnik dalam upaya membangun bangsa Indonesia dan masyarakat Kota Ternate yang lebih berkeadaban.

2. Para praktisi untuk pengembangan tenaga kependidikan dan keguruan pada lembaga pendidikan tinggi (LPTK) yang bertugas menghasilkan lulusan tenaga guru Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang profesional.


(50)

21

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

3. Para pengemban kurikulum Pendidikan IPS, baik pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi, maupun lingkungan keluarga, masyarakat dan pemerintahan. Di mana sudah saatnya pendidikan IPS menjadi motor penggerak perubahan dan perbaikan karakter generasi bangsa yang toleran, santun dan saling menghargai.

4. Para pengambil kebijakan, agar dalam menentukan kebijakannya terutama yang terkait dengan masyarakat multikultural untuk pengembangan, pemberdayaan, perbaikan, dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat yang beragam etnik, agama, dan budaya. Sehingga diharapkan proses pembinaan masyarakat menjadi berkelanjutan, terintegrasi guna memperkecil sekat-sekat yang ada dalam masyarakat pasca konflik untuk menghindari konflik yang sama muncul kembali.

E.Definisi Istilah

Berbagai istilah yang dipergunakan sebagai judul dalam penelitian ini perlu diperjelas dengan pertimbangan: 1) menjernihkan pemikiran peneliti tentang masalah yang diteliti; 2) memudahkan pengkomunikasian temuan-temuan penelitian dan gagasan-gagasan yang dikembangkan secara akurat; 3) membatasi ruang lingkup penelitian dan pembahasan masalah, sehingga dapat meningkatkan derajat ketepatan penelitian yang dilakukan; dan 4) menjadi panduan untuk memudahkan peneliti dalam menyususn kesimpulan dan rekomendasi terhadap berbagai temuan dalam penelitian.

1. Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural

Pergeseran nilai-nilai multikultural yang dimaksudkan peneliti dalam penelitian ini mengandung pengertian, terjadinya perubahan pola pikir, sikap, penghargaan, penerimaan masyarakat akibat pengaruh globalisasi dan konflik dalam masyarakat itu sendiri. Selanjutnya pergeseran nilai-multikulturan pada hubungan sosial antar etnik ini membawa perubahan pada pola tindak masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pergeseran nilai di sini mengarah pada nilai–nilai tradisional yang sebelumnya dianut dan berlaku dalam masyarakat. Nilai-nilai luhur


(1)

326

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Wallace, A. Ruth and Alison, Wolf. (1986). Contemporary Sosciological Theory, The Continuing Classical Tradition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs.

Walsh, George and Lehnert, Freiderickn. (1967). The Phenomenology of the Social World. United States of America: Northwestern University Press.

Waruwu, Fidelis E. (2010). Membangun Budaya Berbasis Nilai. Yogyakarta: Kanisius.

Watson, C. W. (2000). Multiculturalism. Buckingham-Philadelphia: Open University Press.

Waters, Malcolm. (1994). Modern Sociological Theory. London: Sage Publications. Weber, Max. (1975). Roscher and Knies: The Logical Problems of Historical

Economics. New York: Free Press.

__________. (1981). General Economic History. New Brunswick, N.J.: Transaction Books.

____________. (1996). “The Origins of Ethnic Group”. Dalam Hutchinson, John and Smith, Anthony D (Eds). Ethnicity. Oxford University Press.

Weinberg, Martin S. et. al. (1981). The Solution of Social Problems. New York: Oxford University Press.

Widja, I. Gede. (2009). Pendidikan Sebagai Ideologi Budaya: Suatu Pengantar ke Arah Pendidikan Kritis. Denpasar: Kajian Budaya Universitas Udayana.

___________. (2001). Desentralisasi dan Integrasi Bangsa. Permasalahan Serta Perspektifnya. Denpasar: Kajian Budaya Universitas Udayana.

Willard, A Hanna dan Alwi, Des. (1996). Ternate dan Tidore: Masa Lalu Penuh Gejolak. Jakarta: Pustaka sinar Harapan.

Wirawan, Ida Bagus. (2012). Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial, Definisi Sosial dan Perilaku Sosial. Jakarta: Kencana.

Wirawan, S. Sarlito. (2003). Psikologi Sosial, Psikologi Kelompok, dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka


(2)

327

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Wiriaatmadja, Rochiati. (2002). Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional, dan Global. Bandung: Historia Utama Press.

Wirth, Louis. (1945). “The Problem of Minority Groups”, The Science of Man in the World Crisis. R. Linton (ed). New York: Columbia University Press.

Worseley, Peter et al. (1971). Introducing Sociology. Middleddex: Pinguin.

Yakin, M Ainul (2005). Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding Untuk Demokrasi dan Keadilan. Pilar Media.

Yanuarti, Sri. et. al. (2004). Konflik Maluku Utara: Penyebab, Karakteristik, dan Penyelesaian Jangka Panjang. Jakarta: LIPI.

Young, Kimball & Mack, Raymond. W. (1959). Sociology and Social Life. New York: American Book Company.

Zahorik, John A. (1995). Constructivist Teaching (Fasback 390). Blomington Indiana: Phi Delta Kappa Educational Foundation.

Zastrow, Charles (2000). Social Problems: Issues and Solution. United States: Wadsworth.

Zanden, J. W. Vander. (1986). Sociology: The Core. New York: Alfred A. Knopf.

3. Sumber selain Jurnal dan Buku a. Tesis dan Disertasi

Abdullah. (2006). Pendidikan Multikultural di Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI). Disertasi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Al-Muchtar, S. (1991). Pengembangan Kemampuan Berfikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS (Suatu Budaya Pendidikan). Disertasi. Bandung, PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Kamarga, H. (1994). Konsep IPS dalam Kurikulum SD dan Implementasinya di Sekolah. Tesis. Bandung, PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.


(3)

328

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Maftuh, Bunyamin. (2005). Implementasi Model Pengajaran Resolusi Konflik Melalui Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Menengah Atas. Diseratsi Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UPI) Bandung: tidak diterbitkan. M. Nur, Abubakar. (2005). Konflik dan Kekerasan antar Etnik di Malifut Maluku

Utara. Tesis Program Pascasarjana Universitas Gadja Mada Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Moeis, Isnarmi. (2006). Kerangka Konseptual Pendidikan Multikultural Transformatif Berdasarkan Pola Hubungan Konflik antar Etnik: Kajian Kritis terhadap Laporan Media Massa mengenai Konflik Ambon, Sambas dan Sampi, dan Poso. Disertasi Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: tidak diterbitkan.

Nurdin, Amin. (2006). Pendidikan Multikultural di Australia. Disertasi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Rajaloa, I. Nani. (2009). Pergeseran Nilai Masyarakat Pasca Konflik Etnik di Maluku Utara Implikasinya pada Integrasi Nasional (Studi Kasus di Kota Ternate). Tesis Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung: tidak diterbitkan.

Supardan, Dadang. (2005). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perspektif Sejarah Lokal, Nasional, Global, untuk Integrasi Bangsa: Studi Kuasai Eksperimental Terhadap Siswa Sekolah Menengah Umum di Kabupaten Bandung. Diseratsi Doktor pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UPI) Bandung: tidak diterbitkan.

Yusuf, Jusan. (2001). Konflik Maluku Utara: Kasus Konflik antar Kelompok di Ternate. Tesis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar: tidak diterbitkan.

Wiriaatmadja, Rochiati. (1992). Peranan Pengajaran Sejarah Nasional Indonesia dalam Membentuk Identitas Nasional: Upaya Peraihan Nilai-nilai Integralistik dalam Proses Sosialisasi dan Enkulturalis Berbangsa di Kalangan Siswa SMK 1 BPK Penabur di Bandung. Diseratsi Doktor pada Fakultas Pascasarjana Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung: tidak diterbitkan.


(4)

329

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

LIPI dan Departemen Dalam Negeri. (1978). Pengembangan Kebudayaan Nasional. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengembangan Indonesia.

Tumanggor, Rusmin, et al. (2003). Dinamika Konflik Etnik dan Agama di Lima Wilayah Konflik Indonesia. Jakarta: Direktorat Pembinaa Peradilan Agama Departemen Agama RI.

Widja, I. G. (1989). Sejarah Lokal suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Dirjen Dikti Depdikbud.

c. Dokumen

Leirissa, R. Z. (2003). Ternate sebagai Bandar Jalur Sutra. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Nasional, Depdiknas.

Pemprop Maluku Utara. (2000). Kronologis Kerusuhan Bernuansa SARA di Propinsi Maluku Utara. Ternate: Direktoral Sosial Politik.

Suparlan, Parsudi. (1989). Interaksi antar Etnik di Beberapa Provinsi di Indonesia. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Dirjen Kebudayaan Depdikbud.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ___________ No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

d. Makalah

Asep, Suryana. (2002). “Otonomi Daerah, Multikulturalisme dan Pola Kegiatan yang

sedang Berubah”. Makalah disampaikan dalam Symposium International

Anthropology Indonesia ke-3. Denpasar: Kajian Budaya Universitas Udaya. Degeng, NS. (2001). Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: Pemecahan

Masalah Belajar Abad XXI. Makalah pada Seminar TEP, Malang.


(5)

330

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Integrasi Nasional. Makalah disampaikan pada Focus Group Discussion (FGD)

“Identifikasi Isu-isu Strategis yang Berkaitan dengan Pembangunan Karakter dan

Pekerti Bangsa”. Dilaksanakan oleh Balai kajian Sejarah dan Nilai Tradisional

Yogyakarta, tanggal 10 Oktober 2006.

Rurai, Syaiful Bahri. (2010). Rediscovery The Spices Islands, The Legal and Socio-Political in North Moluccas. Makalah pada Simposium: “Maluku Utara dalam

Perspektif Divesivitas Multidimensi”. Kerjasama Pemda Propinsi Maluku

Utara, University of Le Havre-Perancis, Yayasan Soloi, UNKHAIR, UMMU, dan UNERA Ternate, 1 November 2010.

e. Surat Kabar

Hasan, Said Hamid. (2002). Pendidikan Sering Hanya Sebatas Transfer ILmu: tidak Membangun Karakter Siswa dan Nilai Sosial. Pikiran Rakyat 29 Nopember 2002.

f. Laporan Penelitian

Banks, James A. (1989). “Multicultural Education: Historical Development,

Dimensions, and Practice”. Review of Research Education. 1989: 3-49.

Hamdani, Anwar. (2007). Pendekatan Akademis Pendidikan Berbasis Nilai Karakter dan Budaya Mahasiswa. Surakarta: STIE AUB

Lasmawan, I. W. (2004). Pengembangan Model Pendidikan Berdemokrasi dalam Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar. (Laporan Penelitian). Singaraja: Lembaga Penelitian IKIP Negeri Singaraja.

4. Sumber dari Internet/Website

Gorski, Paul dan Cover, Bob. (2000). Efining Multicultural Education. [Online]. Tersedia: http://www.edchange.org/multicultural/initial.html. [17 Januari 2011]


(6)

331

Irwan Djumat, 2013

Pergeseran Nilai-Nilai Multikultural Pada Hubungan Sosial Antar Etnik Tiga Komunitas di Kota Ternate Pasca Konflik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gorsky, Paul. (2009). Six Critical Paradigm Shiifd for Multicultural Education and the Question We Should Be Asking. [Online]. Tersedia:

www.Ex-change.org/multicultural. [31 Januari 2011].

Jasper, James. (2002). The Individual in Macrososiology. Tersedia di

www.sosiology.rutgers.edu/culcog/abstract.html. akses tanggal 12 Februari 2013.

Parekh, Bhikhu. (1999). What is Multiculturalism. [Online]. Tersedia:

ttp://www.india-seminar.com/1999/484/484%20parekh.htm. [14 Desember 2009]

Swick, Kevin J., Boutte G., & Scoy, Van I. (1995). Family Involvement in Early

Multicultural Learning. [Online]. Tersedia: