Evaluasi keakurasian prediksi kondisi Bankruptcy (studi kasus pada 17 perusahaan sub sektor tekstil dan garmen yang terdaftar di BEI periode 2011-2015).

(1)

xiv ABSTRAK

EVALUASI KEAKURASIAN PREDIKSI KONDISI BANKRUPTCY Studi kasus pada 17 perusahaan sub sektor tekstil dan garmen yang

terdaftar di BEI periode 2011-2015

Vincentius Vantri Yudha Perwira NIM : 112114059

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2016

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode yang paling akurat untuk memprediksi kondisi bankruptcy antara metode Altman, Taffler, Springate atau Kida. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur tahun 2011 - 2015 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan langsung terhadap data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dan Indonesian Capital Market

Directory (ICMD). Teknis analisis yang digunakan adalah menghitung kondisi bankruptcy masing-masing model, menghitung tingkat akurasi prediksi bankruptcy masing-masing model dan menentukan metode yang paling akurat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Taffler memiliki ketepatan tertinggi dalam memprediksi laba operasi suatu perusahaan mempunyai angka positif atau negatif dua tahun setelah hasil prediksi. Model Taffler memiliki tingkat akurasi 71% , disusul Springate dengan tingkat akurasi 65% , Kida dengan tingkat akurasi 65% dan terakhir model Altman dengan tingkat akurasi 41%. Melalui perbandingan maka Metode Taffler adalah metode paling akurat untuk memprediksi kondisi bankruptcy.


(2)

xv ABSTRACT

EVALUATION OF ACCURACY PREDICTION A CONDITION OF BANKRUPTCY

A case study on 17 companies sub-sector of textile and garment listed on the Stock Exchange 2011-2015

Vincentius Vantri Yudha Perwira NIM : 112114059

Sanata Dharma University Yogyakarta

2016

The purpose of this study was to determine the most accurate method to predict the condition of bankruptcy between Altman, Taffler, Springate or Kida. The data used in this study is a manufacturing company's financial statements in 2011 - 2015 are listed in the Indonesia Stock Exchange. The data collection is done by recording directly to the secondary data obtained from the Indonesia Stock Exchange and Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Technical analysis is calculating the bankruptcy condition of each model, calculate the rate of bankruptcy prediction accuracy of each model and determine the most accurate method.

The results of this study indicate that the model Taffler has the highest accuracy in predicting operating profit of a company has a positive or negative number two years after the predicted outcome. Model Taffler has a 71% accuracy rate, followed Springate with 65% accuracy rate, Kida with 65% accuracy rate and the last model of Altman with 41% accuracy rate. Through the comparison Taffler method is the most accurate method to predict the condition of bankruptcy.


(3)

EVALUASI KEAKURASIAN PREDIKSI KONDISI BANKRUPTCY

Studi kasus pada 17 perusahaan sub sektor tekstil dan garmen yang

terdaftar di BEI periode 2011-2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akntansi

Oleh :

Vincentius Vantri Yudha Perwira 112114059

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

i

EVALUASI KEAKURASIAN PREDIKSI KONDISI BANKRUPTCY

Studi kasus pada 17 perusahaan sub sektor tekstil dan garmen yang

terdaftar di BEI periode 2011-2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh :

Vincentius Vantri Yudha Perwira 112114059

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

****************************************************************** ”Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan,

maka terlaksanalah segala rencanamu” (Amsal 16:3)

*****************************************************************

Kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus Bapakku Ig.Sutopo dn Ibuku Ch.M. Endang Trinurhayati Nenekku Supartinah Kakakku Mas Irwan, Mas Dedi & Mbak Mita serta orang-orang terkasih dalam hidupku


(8)

(9)

(10)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan terimakasih kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “EVALUASI KEAKURASIAN PREDIKSI KONDISI BANKRUPTCY (Studi kasus pada 17 perusahaan sub sektor tekstil dan garmen yang terdaftar di BEI periode 2011-2015) . Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D, Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian penulis.

2. Albertus Yudi Yuniarto, SE., M.B.A. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Akt., QIA selaku Kepala Program Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Ir. Drs. Hansiadi Yuli H, M.Si.,Akt selaku Dosen Pembimbing Akademik (DPA) yang memperhatikan perkembangan akademik mahasiswanya selama


(11)

viii

belajar di Program Studi Akuntansi serta memberi motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Drs. G. Anto Listianto., MSA.,Akt selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan memberi masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Ibu Tutik BEI yang turut memberi arahan dalam pencarian data yang

diperlukan.

7. Segenap staf Sekretariat Fakultas Ekonomi USD atas pelayanan dan bantuannya dalam segala hal yang diperlukan penulis baik selama kuliah maupun dalam proses penyelesaian skripsi ini.

8. Segenap staf Perpustakaan USD atas pelayanan dan bantuannya dalam menyediakan buku sumber referensi.

9. Kedua orang tuaku, Ignatius Sutopo dan Chatarina Maria Endang Trinurhayati serta nenekku Supartinah, yang senantiasa mendoakan, memberi perhatian dan motivasi serta kasih sayang yang luar biasa.

10. Saudara-saudaraku, Irwan Khrisyunanto, Dedi Krisvidayanto serta Mita Yuwanti yang selalu memberi petunjuk dan memotivasi dalam penyelesaian skripsi.

11. Semua rekan-rekan Akuntansi angkatan 2011 khususnya kelas B.

12. Teman-teman MPAT: Agung, Andre, Kristin, Dian, Deis, Cecil, Wina, Lolyta, Putri, Nico, Nosya, Windu, Tara, Siska.

13. Keluarga besar KKP FE USD XXVIII: Keluarga Bapak Arif (Karya Baru Souvenir), Evan, Dita, Adhi dan Yola. Terimakasih untuk pengalaman baru yang telah kita jalani bersama-sama.


(12)

(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH . vi HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... x

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Batasan Penelitian ... 2

D. Tujuan Penelitian ... 2

E. Manfaat Penelitian ... 3

F. Sistematika Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Bankruptcy ... 5


(14)

xi

C. Z-Score Altman ... 8

D. Taffler Model ... 11

E. Springate Model ... 12

F. Kida Model ... 14

G. Penentuan Akurasi ... 15

H. Penelitian Terdahulu ... 16

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 20

B. Objek Penelitian ... 20

C. Populasi dan Sampel ... 20

D. Data yang diperlukan ... 21

E. Teknik Pengumpulan Data ... 21

F. Teknik Analisa Data ... 21

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Bursa Efek Indonesia ... 24

B. Data Perusahaan Sampel ... 26

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 28

1. Prediksi Kebangkrutan Model Altman ... 28

2. Prediksi Kebangkrutan Model Taffler ... 29

3. Prediksi Kebangkrutan Model Springate ... 30

4. Prediksi Kebangkrutan Model Kida ... 31


(15)

xii

1. Perbandingan Hasil Analisis Keempat Model ... 33

2. Perhitungan Tingkat Akurasi dan Error ... 35

a. Model Altman ... 36

b. Model Taffler ... 38

c. Model Springate ... 40

d. Model Kida ... 41

3. Analisis Ketepatan Model Altman,Taffler, Springate, dan Kida ... 43

4. Perbandingan hasil dengan penelitian terdahulu ... 45

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 46

B. Keterbatasan Penelitian ... 47

C. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1Sejarah Bursa Efek ... 25

Tabel 2 Data Perusahaan Sampel ... 26

Tabel 3 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Altman Model ... 28

Tabel 4 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Taffler Model ... 29

Tabel 5 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Springate Model ... 30

Tabel 6 Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Kida Model ... 31

Tabel 7 Perbandingan Hasil Analisis Antara Model Altman, Taffler, Springate dan Kida ... 33

Tabel 8 Daftar Perusahaan Yang Memiliki Kesamaan Prediksi ... 34

Tabel 9 Rekapitulasi Tingkat Akurasi dan Type I/II Error Altman ... 36

Tabel 10 Rekapitulasi Tingkat Akurasi dan Type I/II Error Model Taffler 38 Tabel 11 Rekapitulasi Tingkat Akurasi dan Type I/II Error Model Springate ... 39

Tabel 12 Rekapitulasi Tingkat Akurasi dan Type I/II Error Model Kida ... 40

Tabel 13 Rekapitulasi Tingkat Akurasi Keempat Model Prediksi Kebangkrutan ... 42


(17)

xiv ABSTRAK

EVALUASI KEAKURASIAN PREDIKSI KONDISI BANKRUPTCY Studi kasus pada 17 perusahaan sub sektor tekstil dan garmen yang

terdaftar di BEI periode 2011-2015

Vincentius Vantri Yudha Perwira NIM : 112114059

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2016

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode yang paling akurat untuk memprediksi kondisi bankruptcy antara metode Altman, Taffler, Springate atau Kida. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur tahun 2011 - 2015 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan langsung terhadap data sekunder yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dan Indonesian Capital Market

Directory (ICMD). Teknis analisis yang digunakan adalah menghitung kondisi bankruptcy masing-masing model, menghitung tingkat akurasi prediksi bankruptcy masing-masing model dan menentukan metode yang paling akurat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Taffler memiliki ketepatan tertinggi dalam memprediksi laba operasi suatu perusahaan mempunyai angka positif atau negatif dua tahun setelah hasil prediksi. Model Taffler memiliki tingkat akurasi 71% , disusul Springate dengan tingkat akurasi 65% , Kida dengan tingkat akurasi 65% dan terakhir model Altman dengan tingkat akurasi 41%. Melalui perbandingan maka Metode Taffler adalah metode paling akurat untuk memprediksi kondisi bankruptcy.


(18)

xv ABSTRACT

EVALUATION OF ACCURACY PREDICTION A CONDITION OF BANKRUPTCY

A case study on 17 companies sub-sector of textile and garment listed on the Stock Exchange 2011-2015

Vincentius Vantri Yudha Perwira NIM : 112114059

Sanata Dharma University Yogyakarta

2016

The purpose of this study was to determine the most accurate method to predict the condition of bankruptcy between Altman, Taffler, Springate or Kida. The data used in this study is a manufacturing company's financial statements in 2011 - 2015 are listed in the Indonesia Stock Exchange. The data collection is done by recording directly to the secondary data obtained from the Indonesia Stock Exchange and Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Technical analysis is calculating the bankruptcy condition of each model, calculate the rate of bankruptcy prediction accuracy of each model and determine the most accurate method.

The results of this study indicate that the model Taffler has the highest accuracy in predicting operating profit of a company has a positive or negative number two years after the predicted outcome. Model Taffler has a 71% accuracy rate, followed Springate with 65% accuracy rate, Kida with 65% accuracy rate and the last model of Altman with 41% accuracy rate. Through the comparison Taffler method is the most accurate method to predict the condition of bankruptcy.


(19)

(20)

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Krisis global mempengaruhi keberlangsungan industri di Indonesia. Banyak perusahaan manufaktur yang mengalami krisis keuangan, bahkan mengalami kebangkrutan. Kondisi tersebut dapat terjadi karena kenaikan harga berbagai barang, termasuk harga bahan baku, sehingga biaya produksi perusahaan manufaktur membengkak. Peningkatan biaya produksi tersebut mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan operasi. Pada saat itulah perusahaan akan mengalami suatu kondisi kesulitan keuangan, sehingga perusahaan dapat mengalami kondisi kebangkrutan.

Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, kebangkrutan adalah keadaan dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitor memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Bankruptcy risk dapat diukur dengan melakukan analisis terhadap rasio-rasio keuangan dengan data yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan. Kemungkinan kebangkrutan dapat diprediksi dengan mengamati rasio keuangan dari tahun ketahun. Analisis tersebut penting karena dapat digunakan untuk memprediksi apakah perusahaan tersebut berpotensi bankruptcy atau tidak.

Analisis rasio keuangan dapat menghasilkan informasi dan peringatan yang bermanfaat agar manajemen dapat segera melakukan tindakan pencegahan terhadap kondisi bankruptcy tersebut. Kondisi bankruptcy sendiri


(22)

dapat diprediksi dengan berbagai model. Salah satu metode yang sering digunakan untuk mengukur bankruptcy adalah Z-score Altman, selain itu terdapat beberapa metode yang lain seperti Taffler, Springate, Kida dan lain-lain. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul “EVALUASI KEAKURASIAN PREDIKSI KONDISI

BANKRUPTCY

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka bahasan yang akan dikaji

oleh penulis dalam penelitian ini adalah “Metode mana yang paling akurat

untuk memprediksi kondisi bankruptcy di antara Altman, Taffler, Springate dan Kida?”

C. BATASAN PENELITIAN

Metode untuk menghitung bankruptcy yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Z-Score Altman, Z-Score Taffler, Z-Score Springate, dan Z-Score Kida.

D. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode mana yang paling akurat untuk memprediksi kondisi bankruptcy.


(23)

E. MANFAAT PENELITIAN

Peneliti berharap agar penelitian ini dapat memberikan manfaat : 1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitan ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi perusahaan dan sebagai rujukan untuk membuat perencanaan agar terhindar dari kondisi bankruptcy.

2. Bagi Investor

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan sikap terhadap sekuritas yang dimiliki pada perusahaan di mana ia berinvestasi. 3. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini digunakan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pengaruh rasio keuangan terhadap kondisi

bankruptcy perusahaan.

4. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini dapat menambah daftar kepustakaan dan sebagai referensi penelitian lebih lanjut untuk topik yang sama.

F. SISTEMATIKA PENELITIAN

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.


(24)

BAB II: LANDASAN TEORI

Bab ini berisi teori yang digunakan sebagai landasan penelitian yang dilakukan.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, tempat dan waktu penelitian, objek penelitian, data yang diperlukan, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV: GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Bab ini berisi tentang perusahaan yang dijadikan sebagai objek penelitian

BAB V: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi analisa data dan pembahasan yang sudah dilakukan peneliti.

BAB VI: PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari analisis data dan pembahasan, keterbatasan penelitian serta saran-saran untuk penelitian selanjutnya.


(25)

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN BANKRUPTCY

1. Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, kebangkrutan (bankruptcy) adalah keadaan dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitor memiliki dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

2. Martin, et. al, (1995: 376), dalam Umaris (2005: 23), mengatakan bahwa kebangkrutan sebagai kegagalan dapat didefinisikan dalam beberapa arti, yaitu :

a. Kegagalan ekonomi (ecomonic failure)

Berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.

b. Kegagalan keuangan (financial failure)

Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas ada dua bentuk:


(26)

Perusahaan dapat dianggap gagal jika tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo.

2) Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan

Kebangkrutan didefiniskan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas.

B. PENYEBAB KONDISI BANKRUPTCY

Darsono dan Ashari (2005) menyatakan secara garis besar penyebab kebangkrutan dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal yang dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan menurut Darsono dan Ashari (2005), yaitu:

1. Manajemen yang tidak efisien

Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak dapat membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen.

2. Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah piutang-hutang yang dimiliki


(27)

Hutang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa menyebabkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.

3. Moral hazard oleh manajemen

Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan yang pada akhirnya membangkrutkan perusahaan. Kecurangan dapat berupa manajemen yang korup atau memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor.

Faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan menurut Darsono dan Ashari (2005) adalah sebagai berikut:

A. Perubahan keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari atau berpindah sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan.

B. Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi.

C. Faktor debitor juga harus diantisipasi untuk menjaga agar debitor tidak melakukan kecurangan. Terlalu banyak piutang yang diberikan kepada debitor dengan jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan.


(28)

D. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin ketatnya persaingan menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki produk yang dihasilkan, memberikan nilai tambah yang lebih baik lagi kepada pelanggan.

E. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Kasus perkembangan pesat ekonomi Cina yang mengakibatkan tersedotnya kebutuhan bahan baku dan kemampuan memproduksi barang dengan harga yang murah adalah contoh kasus perekonomian global yang harus diantisipasi oleh perusahaan.

C. Z-SCORE ALTMAN

Pada tahun 1968 Altman meneliti manfaat laporan keuangan dalam memprediksi kebangkrutan. Dalam penelitian dengan metode multiple

discriminant analysis (MDA), ia menemukan formula yang dapat digunakan

untuk mendeteksi kebangkrutan perusahaan dengan istilah yang sangat terkenal yaitu Z-score. Z-score adalah skor yang ditentukan dari lima rasio keuangan yang masing-masing dikalikan dengan bobot tertentu dan akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan dengan rumus sebagai berikut:

Z= 1,2 X1+ 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1 X5 Dimana :


(29)

X2 = Retained earning to total assets

X3 = Earning before interest and tax to total assets X4 = Market value of equity to total liabilities X5 = Sales to total assets

Working capital to total assets (WCTA) adalah rasio yang mengukur

likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja neto dari jumlah aktiva, atau kemampuan suatu perusahaan dalam menjamin modal kerjanya terhadap total aktiva. Working capital to total assets (WCTA) dihitung dengan rumus (Fahmi, 2011) : WCTA =

Current assets adalah merupakan jumlah asset lancar yang dimiliki

perusahaan, current liabilities adalah jumlah utang lancar, dan total assets adalah jumlah total asset yang dimiliki perusahaan.

Retained earnings to total assets adalah rasio yang digunakan untuk

mengukur profitabilitas kumulatif.

Rumus retained earnings to total assets (Fahmi, 2011) =

Retained earning adalah jumlah laba ditahan dan total assets adalah jumlah

aset perusahaan.

Earnings before interest and taxes to total assets adalah rasio yang

digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rumus EBIT to total assets (Fahmi, 2011) =

EBIT adalah jumlah laba sebelum dikurangi bunga dan pajak.


(30)

Market value of equity to book value of total liabilities adalah rasio

yang digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah hutang menjadi insolvent. Rumusnya adalah (Fahmi, 2011) :

Market value of equity adalah nilai pasar ekuitas, sedangkan book value of total liabilities adalah nilai buku dari total utang perusahaan.

Sales to total assets adalah rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Rumus Sales

to total assets (Fahmi, 2011) =

Sales adalah jumlah penjualan sedangkan total assets adalah jumlah aset

perusahaan.

Perhitungan analisis Z-Score terdiri dari tiga versi, diantaranya versi pada perusahaan manufaktur yang telah go public, perusahaan manufaktur pribadi yang belum go public, dan perusahaan bukan manufaktur. Formula di atas merupakan versi yang pertama kali dikembangkan oleh Altman khusus untuk perusahaan manufaktur yang go public.

Apabila perhitungan metode Z-Score telah dilakukan dengan serangkaian rasio-rasio keungan yang dimasukkan dalam suatu persamaan diskriminan maka akan menghasilkan suatu angka atau skor tertentu. Angka ini memiliki penjelasan atau interprestasi tertentu. Dalam model tersebut perusahaan yang mempunyai skor Z > 2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat, sedangkan perusahaan yang mempunyai skor Z < 1,81


(31)

diklasifikasikan sebagai perusahaan potensial bangkrut. Selanjutnya skor 1,81 sampai 2,99 diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey area atau daerah kelabu (Muslich, 2000:60).

D. TAFFLER MODEL

Sejalan dengan Altman, Taffler (1983) menggunakan model diskriminan dalam pengukuran financial distress, dengan menggunakan

Z-score dengan elemen yang berbeda sebagai berikut (Koleda, 2009):

Z-score = 3,2 + 12,18 X1 + 2,5 X2 – 10,68 X3 + 0,0289 X4, di mana :

X1 = profit before tax / current liabilities

X1 adalah faktor yang mengukur profitabilitas yaitu dengan menghitung jumlah profit sebelum dikurangi pajak dibagi dengan utang lancar,

X2 = current assets / total liabilities

X2 adalah faktor yang mengukur posisi modal kerja yaitu dengan cara menghitung aset lancar dibagi utang lancar

X3 = current liabilities / total assets

X3 digunakan untuk mengukur risiko keuangan dengan cara menghitung utang lancar dibagi total aset

X4 = return on assets

Return on assets (ROA) Rasio ini melihat sejauh mana investasi yang telah

ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan yang sesuai dengan yang diharapkan.


(32)

Rumus return on assets (Sartono, 2009) =

Earning after tax merupakan laba bersih setelah dikurangi pajak, dibagi

dengan total aset.

Jika Z-score negatif maka perusahaan mempunyai resiko kebangkrutan, sedangkan jika Z-score positif mengindikasikan perusahaan tidak beresiko bangkrut (Agarwal & Taffler, 2002). Model ini banyak digunakan di Inggris untuk mengetahui kesehatan keuangan perusahaan, dan pertama kali dikembangkan tahun 1977 untuk menganalisa industri manufaktur dan konstruksi. Di dalam model Taffler ini, jika Z > 0.3, maka

bankruptcy risk rendah, sedangkan jika Z < 0.2 maka bankruptcy risk tinggi.

E. SPRINGATE MODEL

Model ini dikembangkan oleh Springate (1978) menggunakan 40 perusahaan sebagai sampel untuk menemukan suatu model yang dapat digunakan dalam memprediksi adanya potensi kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan analisis multi diskriminan. Springate menemukan 4 rasio yang dapat digunakan dalam memprediksi adanya potensi kebangkrutan perusahaan. Keempat rasio tersebut dikombinasikan dalam suatu persamaan yang dirumuskan Springate yang selanjutnya terkenal dengan istilah Model Springate.

Z = 1,3A + 3,07B + 0,66C + 0,4D Keterangan:


(33)

B = Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets C = Earnings Before Taxes to Current Liabilities D = Sales to Total Assets

Working capital to total assets (WCTA) adalah rasio yang mengukur

likuiditas dari total aktiva dan posisi modal kerja neto dari jumlah aktiva, atau kemampuan suatu perusahaan dalam menjamin modal kerjanya terhadap total aktiva. Working capital to total assets (WCTA) dihitung dengan rumus (Fahmi, 2011): WCTA =

Current assets adalah merupakan jumlah asset lancar yang dimiliki

perusahaan, current liabilities adalah jumlah utang lancar, dan total assets adalah jumlah total asset yang dimiliki perusahaan.

Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets merupakan rasio

yang digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnya dari aktiva perusahaan. Rumus EBIT to total assets (Sartono, 2009) =

EBIT adalah laba sebelum dikurangi bunga dan pajak dibagi dengan total aset. Earnings Before Taxes to Current Liabilities dihitung dengan menghitung jumlah laba sebelum dikurangi pajak dibagi dengan utang lancar perusahaan. Rumus Earnings Before Taxes to Current Liabilities(Sartono,

2009) =

EBT adalah laba sebelum dikurangi pajak sedangkan total assets adalah jumlah aset perusahaan.


(34)

Sales to total assets adalah rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Rumus Sales

to total assets (Fahmi, 2011)

=

Sales adalah jumlah penjualan sedangkan total assets adalah jumlah aset

perusahaan.

Dalam model Springate, jika Z < 0.82 maka perusahaan mengalami

bankruptcy, sedangkan jika Z > 0.82, maka perusahaan tidak mengalami bankruptcy.

F. KIDA MODEL

Model Kida merupakan salah satu model perhitungan bankruptcy selain Z-Score Altman. Model ini merepresentasikan lima rasio keuangan terpisah untuk memprediksi kebangkrutan, yang diwakili dalam rumus berikut :

Z = 1,042X1 + 0,42X2 + 0,461X3 + 0,463X4 + 0,271X5

Keterangan :

X1 = Return on assets X2 = Total debt to equity

X3 = Current assets / current iabilities X4 = Sales / total assets

X5 = Cash / total assets

Return on assets (ROA) Rasio ini melihat sejauh mana investasi yang telah

ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan yang sesuai dengan yang diharapkan.


(35)

Rumus return on assets (Sartono, 2009) =

Earning after tax merupakan laba bersih setelah dikurangi pajak, dibagi

dengan total aset.

Total debt to equity digunakan untuk menghitung besarnya jaminan yang

tersedia untuk kreditur.

Rumus Total debt to equity

(Fahmi, 2011)=

Total liabilities adalah jumlah utang yang dimiliki perusahaan sedangkan total shareholder’s equity adalah jumlah total modal sendiri.

Current ratio adalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi

kebutuhan utang ketika jatuh tempo.

Rumus current ratio (Sartono, 2009) =

Current assets adalah aset lancar yang dimiliki perusahaan sedangkan current liabilities merupakan jumlah utang lancar perusahaan.

Sales to total assets adalah rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Rumus Sales

to total assets

(Fahmi, 2011) =

Sales adalah jumlah penjualan sedangkan total assets adalah jumlah aset

perusahaan.

Cash to total assets adalah rasio kas terhadap total aset. Rumus Sales

to total assets (Alkhatib, 2011)

=


(36)

Cash adalah jumlah kas yang dimiliki perusahaan sedangkan total assets

adalah jumlah aset perusahaan.

Model Kida mengkategorikan perusahaan yang memiliki nilai Z-Score > 0,38 dianggap sebagai pertanda baik untuk meraih sukses dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki nilai Z-Score < 0,38 mempunyai potensi masalah serius dan mungkin tidak dapat melanjutkan operasinya.

G. PENENTUAN AKURASI

Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu memprediksi tingkat bankruptcy dengan menggunakan model yang sudah ada yakni model Altman, Taffler, Springate dan Kida. Selanjutnya, diuji tingkat akurasi dari masing masing model kemudian hasilnya dibandingkan. Tingkat akurasi menunjukkan berapa persentase model dalam memprediksi kondisi perusahaan dengan benar berdasarkan keseluruhan sampel yang ada. Adapun tingkat akurasi setiap model dihitung dengan formula sebagai berikut (Alkhatib, 2011) :

x 100 %

H. PENELITIAN TERDAHULU

Pada tahun 1966, Beaver melakukan penelitian tentang kebangkrutan yang menggunakan rasio keuangan terhadap kondisi perusahaan lima tahun sebelum terjadinya kebangkrutan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan univariate analysis yaitu menghubungkan tiap-tiap rasio untuk menentukan rasio mana yang paling baik digunakan sebagai predictor. Beaver (1966) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel 79


(37)

perusahaan. Hasil penelitian Beaver (1966) adalah bahwa cash flow to total

debt ratio dan net income to total assets ratio merupakan predictor yang

paling baik dalam memprediksi kondisi perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan.

Almilia (2004) melakukan penelitian tentang analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan dengan metode regresi logit. Hasil penelitian Almilia (2004) adalah rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksikan financial distress suatu perusahaan, dimana rasio yang paling dominan adalah laba bersih dibagi penjualan (NI/S), hutang lancar dibagi total aktiva (CL/TA), aktiva lancar dibagi hutang lancar (CA/CL), dan laba bersih dibagi dengan total aktiva (GROWTH NI/TA).

Lisa Karolina (2006) melakukan penelitian tentang analisis rasio keuangan yang mempengaruhi kondisi financial distress suatu perusahaan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Z-score Altman. Hasil penelitian Karolina (2006) adalah terdapat rasio keuangan yang berpengaruh terhadap kondisi financial distress yaitu cash flow to total debt

ratio, working capital to total asset ratio, sedangkan terdapat juga rasio

keuangan yang tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress yaitu net

income to total assets ratio, total debt to total assets ratio, dan current ratio.

Cristina Dian Paradita (2013) melakukan penelitian tentang manfaat rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan dengan menggunakan metode regresi logit. Hasil penelitian Paradita (2013) adalah seluruh rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksikan


(38)

financial distress suatu perusahaan, dimana rasio yang digunakan meliputi : net profit margin, return on total assets, current ratio, quick ratio, modal

kerja bersih, cash ratio, debt ratio, perputaran total aktiva, dan pertumbuhan penjualan.

Mas’ud (2012) melakukan penelitian mengenai analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan metode regresi logit. Hasil penelitian dari Mas’ud

(2012) ini adalah return on assets dan arus kas operasi berpengaruh terhadap kondisi financial distress, sedangkan current ratio dan debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress.

Atika (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh beberapa rasio keuangan terhadap kondisi financial distress. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode regresi logit dan analisis eksplanatif. Hasil penelitian dari Atika (2013) ini adalah current ratio, debt ratio, dan current liabilities to

total assets berpengaruh terhadap kondisi financial distress, sedangkan profit margin, sales growth, dan inventory turnover tidak berpengaruh terhadap

kondisi financial distress.

Al-khatib (2012) melakukan penelitian yang berjudul “Predicting

financial distress of public companies listed in Amman Stock Exchange”.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode univariate, analisis diskriminan dan regresi logit secara bersamaan. Hasil penelitian dari Al-khatib (2012) ini adalah dari 24 rasio yang digunakan dalam penelitian


(39)

terdapat 7 rasio yang berpengaruh terhadap financial distress, yaitu return on

assets (ROA), return on equity (ROE), dividend per share, retained earnings/total assets, fixed assets to equity, assets turnover, dan sales on equity.

Koleda (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Development of

Comparative-Quantitative Measures of Financial Stability for Latvian Enterprises”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Altman model memiliki akurasi paling tinggi untuk memprediksi stabilitas keuangan diikuti model Taffler, Two Factors model, dan R-model.

Alkhatib (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Predicting

Corporate Bankruptcy of Jordanian Listed Companies : Using Altman and Kida Models” Penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil analisis

dari model Altman dan model Kida. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Altman Z-Score memiliki akurasi lebih tinggi dibandingkan dengan model Kida dalam memprediksi kebangkrutan.


(40)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah studi empiris pada perusahaan manufaktur sektor industri tekstil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013.

B. OBJEK PENELITIAN

Objek penelitian ini adalah data laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013.

C. POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Sampel

Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive

sampling. Kriteria yang digunakan untuk menentukan sampel adalah :

a. Sampel adalah perusahaan-perusahaan manufaktur sektor industri tekstil dan garmen yang termasuk dalam Indonesian Capital Market

Directory, yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2013.

b. Sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur yang mengalami laba operasi negatif.


(41)

21 D. DATA YANG DIPERLUKAN

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Laporan keuangan perusahaan-perusahaan manufaktur sektor industri tekstil dan garmen periode 2011-2013 yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia. Dari laporan keuangan tersebut diambil informasi yang relevan dengan variabel-variabel yang digunakan di dalam penelitian ini.

2. Data gambaran umum perusahaan yang diteliti diambil dari Indonesia

Capital Market Directory.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap dokumen yang diperlukan dalam penelitian. Data yang diperlukan adalah data sekunder yang terdiri dari laporan keuangan perusahaan manufaktur dan gambaran umum perusahaan yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

F. TEKNIK ANALISA DATA

Untuk menjawab rumusan masalah, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghitung kondisi bankruptcy masing-masing model a. Altman model


(42)

22 c. Springate model

d. Kida model

2. Menentukan kondisi bankruptcy a. Model Altman

Jika Z < 1.81 maka perusahaan mengalami bankruptcy. Jika 1.81 < Z < 2.7, maka bankruptcy risk tinggi.

Jika 2.7 < Z < 2.99, maka kondisi perusahaan tidak bisa diprediksi. Jika Z > 2.99 , maka perusahaan mengalami financial stability. b. Taffler Model

Jika Z > 0.3, maka bankruptcy risk rendah. Jika Z < 0.2, maka bankruptcy risk tinggi. c. Springate Model

Jika Z < 0.82, maka perusahaan mengalami bankruptcy. Jika Z > 0.82, maka perusahaan tidak mengalami bankruptcy. d. Kida Model

Jika Z < 0.38, maka perusahaan mengalami bankruptcy. Jika G > 0.38, maka perusahaan tidak mengalami bankruptcy.

3. Menghitung tingkat akurasi prediksi bankruptcy masing-masing model. Tingkat akurasi menunjukkan berapa persentase model dalam memprediksi kondisi perusahaan dengan benar berdasarkan keseluruhan


(43)

23

sampel yang ada. Tingkat akurasi prediksi bankruptcy =

x 100 %

4. Menentukan metode yang paling akurat.

Menurut Rifqi (2009), dalam Tika (2012), tingkat akurasi dan error digunakan untuk menyimpulkan metode mana yang paling akurat dalam memprediksi kondisi kebangkrutan. Error dibagi menjadi dua jenis, yaitu

Type I dan Type II. Type I error adalah kesalahan yang terjadi jika model

memprediksi sampel tidak bangkrut padahal kenyataannya sampel tersebut bangkrut. Type II error adalah kesalahan yang terjadi jika model memprediksi sampel bangkrut padahal kenyataannya sampel tidak bangkrut. Tingkat error dihitung dengan cara sebagai berikut :

Type I error

=

x 100 %

Type II error =


(44)

24 BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. SEJARAH BURSA EFEK INDONESIA

Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:


(45)

25 Tabel 1. Sejarah Bursa Efek Indonesia

[Desember 1912]

 Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda

[1914 – 1918]

 Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I [1925 –

1942]

 Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya [Awal tahun

1939]

 Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup

[1942 – 1952]

 Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II

[1956]  Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif

[1956 – 1977]

 Perdagangan di Bursa Efek vakum [10 Agustus

1977]

 Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

[1977 – 1987]

 Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal

[1987]  Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia [1988 –

1990]

 Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat

[2 Juni 1988]

 Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer

[Desember 1988]

 Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal [16 Juni

1989]

 Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya


(46)

26

Tabel 1. Sejarah Bursa Efek Indonesia (lanjutan) [13 Juli

1992]

 Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ

[22 Mei 1995]

 Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated

Trading Systems)

[10

November 1995]

 Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996

[1995]  Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya

[2000]  Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless

trading) mulai diaplikasikan di pasar modal

Indonesia

[2002]  BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading)

[2007]  Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI)

[02 Maret 2009]

 Peluncuran Perdana Sistem Perdagangan Baru PT Bursa Efek Indonesia: JATS-NextG

B. DATA PERUSAHAAN SAMPEL

Perusahaan yang akan diteliti adalah perusahaan manufaktur sektor industri tektsil dan garmen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011 – 2013. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Data perusahaan yang terpilih sebagai sampel dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data Perusahaan

No Kode Nama Perusahaan Alamat

1. ARGO PT. Argo Pantes Tbk

Wisma Argo Manunggal, 2nd floor Jl.Jend.Gatot Subroto No.95, Kav.22,

Jakarta 12930 2. CNTX

PT. Century Textile Industry

Tbk

Gedung Summitmas II Lt.3, Jl.Jend.Sudirman Kav.61-62,


(47)

27 Tabel 2. Data Perusahaan (lanjutan)

3. ERTX PT. Eratex Djaja Tbk

Gedung Graha Arda Lt.2 unit 2A-2Jl.HR Rasuna Said Kav b6 Setiabudi,

Jakarta Selatan 12910 4. ESTI

PT. Ever Shine Textile Industry

Tbk

Jl. H Fachruddin No.16 Jakarta 10250 5. HDTX

PT. Panasia Indo Resources

Tbk

Jl. Cisirung No.95 Bandung 40256 6. MYTX PT. Apac Citra

Centertex Tbk

Jl. Raya Soekarno-Hatta Km.32 Semarang, Jawa Tengah 7. POLY PT. Asia Pasific

Fibers Tbk

The East 35th floor, Unit 5-6-7 Jl.DR.Ide Anak Agung Gde Agung

Kav.E3.2 No.1 Jakarta 12950 8. ADMG PT. Polychem

Indonesia Tbk

Wisma 46 – Kota BNI, Lantai 20 floor Jl. Jend. Sudirman Kav.1, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta 10220 9. INDR PT. Indo-Rama

Synthetics Tbk

Graha Irama, 17th Floor, Jl. H. R. Rasuna Said, Blok X-1, Kav.1-2,

Jakarta 12950, Indonesia 10. PBRX PT. Pan

Brothers Tbk

Jl. Siliwangi No.178, Desa Alam Jaya, Tangerang 15133, Indonesia 11. RICY PT. Ricky Putra

Globalindo Tbk

Jl. Sawah Lio II No.29-37, Jembatan Lima – Tambora, Jakarta Barat, DKI

Jakarta – 11250, Indonesia 12. SRIL PT. Sri Rejeki

Isman Tbk

Jl. KH. Samanhudi 88 Jetis, Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah - Indonesia 13. SSTM

PT. Sunson Textile Manufacturer

Tbk

Jalan Raya Rancaekek Km 25,5, Kabupaten Sumedang, Bandung,

Indonesia 14. STAR PT Star

Petrochem Tbk

Menara BCA Lt.45 Grand Indonesia, Jl. MH Thamrin No.1 Menteng, Jakarta

10310 15. TFCO PT. Tifico Fiber

Indonesia Tbk

Jl. M.H. Thamrin, Kel. Panunggangan, Kec. Pinang, Kota Tangerang 15001

Banten, Indonesia 16. TRIS

PT. Trisula International

Tbk

Trisula Center, Jalan Lingkar Luar Barat Blok A No.1, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta 11740, Indonesia 17. UNIT

PT. Nusantara Inti Corpora,

Tbk

Gedung Menara Palma Lt.12, Jl. HR. Rasuna Said Blok X2 Kav.6, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan 12950


(48)

28 BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data

1. Prediksi Kebangkrutan Model Altman

Model prediksi Z-Score Altman dirumuskan sebagai berikut : Z= 1,2 X1+ 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1 X5

Altman mengkategorikan perusahaan menjadi 3 berdasarkan nilai Z-Score :

a. Nilai Z < 1,81 maka termasuk perusahaan yang bangkrut. b. Nilai Z di antara 1,81 dan 2,99 maka termasuk grey area. c. Nilai Z > 2,99 maka termasuk perusahaan yang tidak bangkrut.

Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode Altman dengan menggunakan data perusahaan selama tahun 2011-2013, maka hasilnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 3. Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Altman Model

Kode 2011 2012 2013 Rata-rata Prediksi 2015

ARGO 0,3843 0,3876 0,6605 0,4775 B negatif

CNTX 1,1088 -0,1483 -0,2449 0,2385 B positif

ERTX 2,0157 1,4412 1,6918 1,7162 B positif

ESTI 1,5471 1,1325 0,6847 1,1215 B negatif

HDTX 1,5143 0,9102 -0,2422 0,7274 B negatif

MYTX -0,4077 -0,6751 -0,2773 -0,4534 B negatif

POLY -0,3248 -0,3889 -0,3781 -0,3639 B negatif

ADMG 2,0970 2,6387 2,9031 2,5463 GA negatiif

INDR 2,1613 2,1500 1,9491 2,0868 GA positif

PBRX 2,4982 2,4008 2,9909 2,6300 GA positif

RICY 2,2359 2,0805 1,9937 2,1034 GA positif


(49)

29

Tabel 3. Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Altman Model

SSTM 1,6006 1,7858 1,7790 1,7218 B negatif

STAR 1,9277 1,2996 1,9787 1,7353 B positif

TFCO 3,3051 3,3004 3,4274 3,3443 TB negatif

TRIS 3,7576 4,0315 3,6869 3,8253 TB positif

UNIT 2,8156 1,2996 0,8141 1,6431 B positif

Keterangan : B = Bangkrut TB = Tidak Bangkrut GA = Grey Area

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui sebanyak 11 perusahaan sampel diprediksi akan mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang, 4 perusahaan sampel dalam kondisi grey area (tidak dapat ditentukan apakah perusahaan sehat atau bangkrut), sedangkan sisanya sebanyak 2 perusahaan sampel tidak berpotensi mengalami kebangkrutan.

2. Prediksi Kebangkrutan Model Taffler

Tabel 4. Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Taffler Model

Kode 2011 2012 2013 Rata-rata Prediksi 2015

ARGO -6,2766 -2,6687 0,5267 -2,8062 B negatif

CNTX 3,4443 -3,5449 -5,1712 -1,7573 B positif

ERTX 10,1869 1,5206 2,2613 4,6563 TB positif

ESTI 1,1632 -1,4647 -2,8412 -1,0475 B negatif

HDTX 2,4783 1,2406 -4,5229 -0,2680 B negatif

MYTX -3,6518 -3,5602 -1,9643 -3,0588 B negatif

POLY -23,4439 -26,2651 -29,7216 -26,4769 B negatif

ADMG 6,1032 4,5131 5,9198 5,5120 TB negatiif

INDR 1,4846 1,2352 1,0488 1,2562 TB positif

PBRX 1,7106 1,0771 7,0813 3,2897 TB positif

RICY 3,5324 4,0523 1,9255 3,1701 TB positif

SRIL 3,0148 -42,1138 3,2543 -11,9482 B positif

SSTM 0,6138 1,0108 0,3031 0,6426 TB negatif

STAR 4,1739 1,0269 4,3919 3,1976 TB positif

TFCO 8,8379 5,9241 3,1476 5,9698 TB negatif

TRIS 7,7975 12,0048 10,0242 9,9422 TB positif


(50)

30 Keterangan :

B = Bangkrut TB = Tidak Bangkrut

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui sebanyak 7 perusahaan sampel diprediksi akan mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang, sedangkan sebanyak 10 perusahaan sampel lainnya tidak berpotensi mengalami kebangkrutan.

3. Prediksi Kebangkrutan Model Springate

Tabel 5. Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Springate Model

Kode 2011 2012 2013 Rata-rata Prediksi 2015

ARGO

-0,4987 -0,1971 0,2595 -0,1454 B negatif

CNTX 0,9579 -0,1805 -0,2023 0,1916 B positif

ERTX 1,7952 0,6687 0,8090 1,0909 TB positif

ESTI 0,4753 0,0776 -0,2150 0,1126 B negatif

HDTX 0,4999 0,2277 -0,7071 0,0068 B negatif

MYTX

-0,2754 -0,3523 -0,0301 -0,2192 B negatif POLY

-2,3918 -2,6946 -2,9936 -2,6933 B negatif

ADMG 1,0851 0,7873 0,8966 0,9230 TB negatiif

INDR 0,7673 0,7865 0,6870 0,7469 B positif

PBRX 1,0125 0,9967 1,6527 1,2206 TB positif

RICY 0,9846 1,1079 1,1243 1,0722 TB positif

SRIL 1,0172 -4,5358 0,9385 -0,8600 B positif

SSTM 0,4469 0,5173 0,5017 0,4886 B negatif

STAR 0,4965 0,0298 0,6602 0,3954 B positif

TFCO 1,0612 0,6510 0,2998 0,6706 B negatif

TRIS 1,9690 2,0899 1,9025 1,9871 TB positif

UNIT 0,3121 0,0298 -0,0821 0,0866 B positif

Keterangan : B = Bangkrut TB = Tidak Bangkrut


(51)

31

Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui sebanyak 12 perusahaan sampel diprediksi akan mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang, sedangkan sebanyak 5 perusahaan sampel lainnya tidak berpotensi mengalami kebangkrutan.

4. Prediksi Kebangkrutan Model Kida

Tabel 6. Perhitungan Prediksi Kebangkrutan Kida Model

Kode 2011 2012 2013

Rata-rata Ket 2015

ARGO 2,3900 3,5471 3,1881 3,0417 TB negatif

CNTX 3,3041 6,1724 6,3720 5,2828 TB positif

ERTX 2,6023 2,6818 2,4753 2,5865 TB positif

ESTI 2,0937 0,7550 0,3837 1,0775 TB negatif

HDTX 3,0379 1,4412 -8,1889 -1,2366 B negatif

MYTX 49,9294

-23,1954 -14,7869 3,9824 TB negatif

POLY 0,9714 0,9189 0,9309 0,9404 TB negatif

ADMG 1,6158 2,2687 2,3776 2,0873 TB negatiif

INDR 1,6768 1,6744 1,6859 1,6790 TB positif

PBRX 1,8254 1,8577 2,8675 2,1836 TB positif

RICY 1,6556 2,0344 2,0523 1,9141 TB positif

SRIL 1,7668 1,3749 1,6779 1,6066 TB positif

SSTM -1,1515 0,0718 1,7358 0,2187 B negatif

STAR 1,1264 0,6637 1,2595 1,0165 TB positif

TFCO 1,2671 1,3157 1,2076 1,2635 TB negatif

TRIS 2,1382 2,2231 2,1503 2,1705 TB positif

UNIT 0,8301 0,6637 0,7288 0,7408 TB positif

Keterangan : B = Bangkrut TB = Tidak Bangkrut

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui sebanyak 2 perusahaan sampel diprediksi akan mengalami kebangkrutan di masa yang akan datang, sedangkan sebanyak 15 perusahaan sampel lainnya tidak berpotensi mengalami kebangkrutan.


(52)

32 B. Pembahasan

Penulis akan melakukan perbandingan antara model prediksi Altman, Taffler, Springate, dan Kida untuk mengetahui ketepatan keempat model prediksi tersebut dalam memprediksi kondisi bankruptcy suatu perusahaan di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini akan perbandingan antara hasil prediksi dengan keadaan perusahaan sampel. Keadaan perusahaan sampel yang dimaksud dapat dilihat dari kondisi laba operasinya yang negatif atau positif di Bursa Efek Indonesia.

Perbandingan antara hasil prediksi dengan status perusahaan (negatif

atau positif) yaitu apabila perusahaan diprediksi “bangkrut” maka perusahaan

tersebut mengalami laba operasi negatif di masa yang akan datang. Begitu

pula sebaliknya, apabila perusahaan diprediksi “tidak bangkrut” maka

perusahaan tersebut akan mengalami laba operasi positif di masa datang. 1. Perbandingan Hasil Analisis Keempat Model Prediksi

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan model Altman Z-Score, Model Taffler, Model Springate dan Model Kida yang diterapkan pada perusahaan yang mengalami laba operasi positif maupun laba operasi negatif, dapat diketahui bahwa hasil prediksi keempat model tersebut tidaklah sama. Dengan perbedaan dari hasil keempat model tersebut, maka perlu dilakukan perbandingan hasil analisis untuk mengetahui perusahaan mana saja yang diprediksi akan mengalami kebangkrutan atau tetap dalam kondisi sehat, sehingga dari hasil prediksi tersebut dapat dibandingkan


(53)

33

dengan kondisi perusahaan sampel. Untuk lebih jelasnya, hasil prediksi dari ketiga model prediksi tersebut akan disajikan dalam tabel berikut : Tabel 7. Perbandingan Hasil Analisis Antara Model Altman, Taffler, Springate dan Kida

Kode Altman Taffler Springate Kida Status

ARGO Bangkrut

Bangkrut Bangkrut Tidak

Bangkrut negatif CNTX

Bangkrut Bangkrut Bangkrut Tidak

Bangkrut positif ERTX

Bangkrut Tidak Bangkrut

Tidak Bangkrut

Tidak

Bangkrut positif ESTI

Bangkrut Bangkrut Bangkrut Tidak

Bangkrut negatif HDTX Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut negatif MYTX

Bangkrut Bangkrut Bangkrut Tidak

Bangkrut negatif POLY

Bangkrut Bangkrut Bangkrut Tidak

Bangkrut negatif ADMG Grey Area Tidak Bangkrut Tidak Bangkrut Tidak

Bangkrut negatiif INDR

Grey Area

Tidak

Bangkrut Bangkrut

Tidak

Bangkrut positif PBRX Grey Area Tidak Bangkrut Tidak Bangkrut Tidak

Bangkrut positif RICY Grey Area Tidak Bangkrut Tidak Bangkrut Tidak

Bangkrut positif SRIL

Bangkrut

Bangkrut

Bangkrut Tidak

Bangkrut positif SSTM

Bangkrut Tidak Bangkrut

Bangkrut

Bangkrut negatif STAR

Bangkrut Tidak Bangkrut

Bangkrut Tidak

Bangkrut positif TFCO

Tidak Bangkrut

Tidak Bangkrut

Bangkrut Tidak

Bangkrut negatif TRIS Tidak Bangkrut Tidak Bangkrut Tidak Bangkrut Tidak

Bangkrut positif UNIT Bangkrut

Tidak

Bangkrut Bangkrut

Tidak

Bangkrut positif Sumber : Data diolah


(54)

34

Berdasarkan hasil analisis keempat model prediksi yang dapat dilihat pada tabel 7, sebanyak 5 perusahaan memiliki hasil prediksi yang sama meskipun menggunakan keempat model prediksi yang berbeda. Perusahaan yang diprediksi sama oleh keempat model prediksi kebangkrutan diringkas dalam tabel berikut :

Tabel 8. Daftar Perusahaan Yang Memiliki Kesamaan Prediksi

No Kode Nama Perusahaan Prediksi Status

1. HDTX PT. Panasia Indo Resources

Tbk BANGKRUT Negatif

2. ADMG PT. Polychem Indonesia Tbk TIDAK

BANGKRUT negatif

3. PBRX PT. Pan Brothers Tbk TIDAK

BANGKRUT positif

4. RICY PT. Ricky Putra Globalindo Tbk

TIDAK

BANGKRUT positif

5. TRIS PT. Trisula International Tbk TIDAK

BANGKRUT positif

Sumber : Data diolah

Bila dibandingkan antara hasil prediksi dengan keadaan perusahaan sesungguhnya, ternyata kelima perusahaan pada tabel 8 diprediksi tepat dengan menggunakan keempat model prediksi. Sebagai contoh PT.

Panasia Indo Resources Tbk. (HDTX) yang diprediksi “bangkrut” oleh

model prediksi Altman, Taffler, Springate dan Kida dengan menggunakan laporan keuangan tahun 2011-2013 kenyataannya mengalami laba operasi negatif pada tahun 2014. Begitu juga dengan PT. Pan Brothers Tbk

(PBRX) yang diprediksi “tidak bangkrut” oleh keempat model prediksi

kebangkrutan dan pada kenyataannya memang pada tahun selanjutnya mengalami laba operasi positif. Berdasarkan uraian tersebut dapat


(55)

35

dikatakan bahwa hasil prediksi lima perusahaan tersebut memang relevan dengan kenyataannya. Dengan kata lain, penggunaan keempat model prediksi kebangkrutan dalam memprediksi laba operasi negatif atau positif suatu perusahaan akan mengalami ketepatan prediksi yang tinggi apabila model-model tersebut memiliki hasil prediksi yang sama.

2. Perhitungan Tingkat Akurasi dan Error

Hasil prediksi dan status perusahaan akan dibandingkan untuk dihitung tingkat akurasinya. Tingkat akurasi dihitung untuk masing- masing model Altman, model Taffler, model Springate, dan model Kida dalam memprediksi laba operasi negatif atau positif perusahaan. Perhitungan tingkat akurasi berdasarkan hasil perbandingan antara keempat model prediksi kebangkrutan pada tabel 8. Suatu prediksi dianggap tepat jika perhitungan hasil prediksi “bangkrut” maka statusnya

negatif, sedangkan jika perhitungan menunjukkan hasil prediksi “tidak bangkrut” maka statusnya positif.

Selain tingkat akurasi, dilakukan pula perhitungan untuk mengetahui persentase type error dari keempat model prediksi kebangkrutan. Type error dibagi menjadi dua jenis. Type I error adalah kesalahan yang terjadi jika model memprediksi sampel tidak akan mengalami laba operasi negatif padahal kenyataannya mengalami laba operasi negatif, sedangkan type II error adalah kesalahan yang terjadi jika model memprediksi sampel mengalami sampel mengalami laba operasi negatif padahal kenyataannya tidak mengalami laba operasi negatif.


(56)

36 a. Model Altman Z-Score

Setelah dilakukan perbandingan antara hasil prediksi dan status perusahaan dengan menggunakan model Altman Z-Score pada tabel 8, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 9. Rekapitulasi Tingkat Akurasi dan Type I/II Error Altman

Sumber : Data diolah Perhitungan :

Tingkat Akurasi =

x 100%

=

x 100% = 41%

Type I Error =

x 100%

=

x 100%

= 6%

Type II Error =

x 100%

=

x 100%

= 29% Rekapitulasi Prediksi Total Bangkrut Grey

Area

Tidak Bangkrut

Riil Negatif 6 1 1 8

Positif 5 3 1 9

Total 11 4 2 17

Tingkat Akurasi 41%

Type I Error 6%

Type II Error 29%


(57)

37

Grey Area =

x 100%

= 24%

Model Altman memiliki tingkat akurasi sebesar 41% berdasarkan analisis yang dilakukan pada 17 perusahaan. Sesuai tabel 9, ketepatan analisis model prediksi kebangkrutan ini dapat dilihat dari 6 perusahaan yang diprediksi bangkrut terbukti mengalami laba operasi negatif dan 1 perusahaan yang diprediksi tidak bangkrut terbukti mengalami laba operasi positif. Selain itu terdapat kesalahan model Altman yang memprediksi 1 perusahaan tidak mengalami kebangkrutan namun pada kenyataannya mengalami laba operasi negatif, dan 5 perusahaan yang diprediksi bangkrut ternyata mengalami laba operasi positif.

Perusahaan yang termasuk ke dalam kategori grey area tidak dimasukkan ke dalam perhitungan tingkat akurasi maupun type error karena tidak dapat ditentukan apakah perusahaan dalam keadaan sehat atau mengalami kebangkrutan. Perusahaan yang diprediksi dalam kategori grey area sebanyak 4 perusahaan, dengan rincian 1 perusahaan mengalami laba operasi negatif dan 3 perusahaan lainnya mengalami laba operasi positif.

b. Model Taffler

Setelah dilakukan perbandingan antara hasil prediksi dan status perusahaan dengan menggunakan model Taffler pada tabel 8, diperoleh hasil sebagai berikut :


(58)

38

Tabel 10. Rekapitulasi Tingkat Akurasi dan Type I/II Error Model Taffler

Rekapitulasi

Prediksi

Total

Bangkrut Tidak

Bangkrut

Riil Negatif 5 3 8

Positif 2 7 9

Total 7 10 17

Tingkat Akurasi 71%

Type I Error 18%

Type II Error 12%

Sumber : Data diolah Perhitungan :

Tingkat Akurasi =

x 100%

=

x 100% = 71%

Type I Error =

x 100%

=

x 100%

= 18%

Type II Error =

x 100%

=

x 100%

= 12%

Model Taffler memiliki tingkat akurasi sebesar 71% berdasarkan analisis yang dilakukan pada 17 perusahaan. Sesuai tabel 10, ketepatan analisis model prediksi kebangkrutan ini dapat dilihat dari 5 perusahaan yang diprediksi bangkrut terbukti mengalami laba operasi negatif dan 7 perusahaan yang diprediksi tidak bangkrut terbukti mengalami laba operasi positif. Selain itu terdapat kesalahan


(59)

39

model Altman yang memprediksi 3 perusahaan tidak mengalami kebangkrutan namun pada kenyataannya mengalami laba operasi negatif, dan 2 perusahaan yang diprediksi bangkrut ternyata mengalami laba operasi positif.

c. Model Springate

Setelah dilakukan perbandingan antara hasil prediksi dan status perusahaan dengan menggunakan model Springate pada tabel 8, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 11. Rekapitulasi Tingkat Akurasi dan Type I/II Error Model Springate

Rekapitulasi

Prediksi

Total Bangkrut Tidak

Bangkrut

Riil Negatif 7 1 8

Positif 5 4 9

Total 12 5 17

Tingkat Akurasi 65%

Type I Error 6%

Type II Error 29%

Sumber : Data diolah Perhitungan :

Tingkat Akurasi =

x 100%

=

x 100% = 65%

Type I Error =

x 100%

=

x 100%

= 6%


(60)

40

Type II Error =

x 100%

=

x 100%

= 29%

Model Springate memiliki tingkat akurasi sebesar 65% berdasarkan analisis yang dilakukan pada 17 perusahaan. Sesuai tabel 11, ketepatan analisis model prediksi kebangkrutan ini dapat dilihat dari 7 perusahaan yang diprediksi bangkrut terbukti mengalami laba operasi negatif dan 4 perusahaan yang diprediksi tidak bangkrut terbukti mengalami laba operasi positif. Selain itu terdapat kesalahan model Altman yang memprediksi 1 perusahaan tidak mengalami kebangkrutan namun pada kenyataannya mengalami laba operasi negatif, dan 5 perusahaan yang diprediksi bangkrut ternyata mengalami laba operasi positif.

d. Model Kida

Setelah dilakukan perbandingan antara hasil prediksi dan status perusahaan dengan menggunakan model Kida pada tabel 8, diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 12. Rekapitulasi Tingkat Akurasi dan Type I/II Error Model Kida

Rekapitulasi

Prediksi

Total Bangkrut Tidak

Bangkrut

Riil Negatif 2 6 8

Positif 0 9 9

Total 2 15 17

Tingkat Akurasi 65%

Type I Error 35%


(61)

41 Sumber : Data diolah

Perhitungan :

Tingkat Akurasi =

x 100%

=

x 100% = 65%

Type I Error =

x 100%

=

x 100%

= 35%

Type II Error =

x 100%

=

x 100%

= 0%

Model Springate memiliki tingkat akurasi sebesar 65% berdasarkan analisis yang dilakukan pada 17 perusahaan. Sesuai tabel 12, ketepatan analisis model prediksi kebangkrutan ini dapat dilihat dari 2 perusahaan yang diprediksi bangkrut terbukti mengalami laba operasi negatif dan 9 perusahaan yang diprediksi tidak bangkrut terbukti mengalami laba operasi positif. Selain itu terdapat kesalahan model Altman yang memprediksi 6 perusahaan tidak mengalami kebangkrutan namun pada kenyataannya mengalami laba operasi


(62)

42

negatif, dan 0 perusahaan yang diprediksi bangkrut ternyata mengalami laba operasi positif.

3. Analisis Ketepatan Model Altman, Taffler, Springate, dan Kida

Secara keseluruhan berdasarkan hasil analisis menggunakan model Altman, Taffler, Springate dan Kida dapat diketahui bahwa keempat model prediksi kebangkrutan ini memiliki tingkat akurasi yang berbeda dalam memprediksi laba operasi negatif atau positif suatu perusahaan di BEI. Tingkat akurasi tertinggi dimiliki oleh model Taffler, disusul oleh model Springate, model Kida, dan yang terendah adalah model Altman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 13. Rekapitulasi Tingkat Akurasi Keempat Model Prediksi Kebangkrutan

Prediksi Status Altman Taffler Springate Kida

Bangkrut Negatif 6 5 7 2

Tidak

Bangkrut Positif 1 7 4 9

Total 7 12 11 11

Akurasi 41% 71% 65% 65%

Sumber : Data diolah

Perhitungan sebelumnya menunjukkan bahwa persentase type I/II error untuk model Taffler yaitu sebesar 18% untuk type I error dan 12% untuk

type II error. Selanjutnya untuk model Springate yaitu sebesar 6% untuk type I error dan 29% untuk type II error, untuk model Kida yaitu sebesar

35% untuk type I error dan 0% untuk type II error. Sedangkan untuk model Altman yaitu sebesar 6% untuk type I error dan 29% untuk type II


(63)

43

Berdasarkan hasil analisis menggunakan keempat model prediksi kebangkrutan di atas, dapat diketahui bahwa model Taffler memiliki tingkat ketepatan dan akurasi tertinggi daripada model prediksi kebangkrutan lainnya. Model Taffler mampu memprediksi dengan tepat sebesar 71% dari 17 sampel perusahaan, baik perusahaan yang mengalami laba operasi negatif maupun positif. Model Taffler memiliki ketepatan yang lebih baik daripada model Springate, Kida dan Altman dalam memprediksi apakah perusahaan akan mengalami laba operasi negatif atau positif di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan data keuangan selama tiga tahun berturut-turut.

Selain itu berdasarkan hasil perbandingan keempat model tersebut, penulis menemukan bahwa ketepatan model-model ini lebih baik dalam memprediksi laba operasi negatif atau positif apabila keempat model prediksi memiliki hasil prediksi yang sama terhadap suatu perusahaan tertentu. Apabila keempat model prediksi kebangkrutan memiliki hasil

prediksi ”bangkrut” maka kemungkinan besar perusahaan yang

bersangkutan akan mengalami laba operasi negatif. Begitu juga

sebaliknya, apabila suatu perusahaan diprediksi “tidak bangkrut” oleh

keempat model prediksi, maka kemungkinan besar perusahaan tersebut akan mengalami laba operasi positif. Dengan demikian, penggunaan keempat model prediksi kebangkrutan tersebut secara bersamaan akan memberikan hasil yang lebih tepat dibandingkan dengan penggunaan satu atau dua model prediksi saja.


(1)

71

LAMPIRAN XXII

Z-Score PT. Trisula International Tbk (TRIS)

ALTMAN WCTA RETA EBIT/TA MVE/TL S/TA Z-SCORE KETERANGAN 2011 0,3747 0,0456 0,5569 0,8048 1,9756 3,7576 TIDAK BANGKRUT 2012 0,5635 0,2012 0,5643 1,1766 1,5260 4,0315 TIDAK BANGKRUT 2013 0,5214 0,1641 0,4924 1,0161 1,4928 3,6869 TIDAK BANGKRUT

TAFFLER PBT/CL CA/TL CL/TA ROA Z-SCORE KETERANGAN 2011 4,7026 4,1739 4,2810 0,0020 7,7975 TIDAK BANGKRUT 2012 6,3511 5,7911 3,3405 0,0030 12,0048 TIDAK BANGKRUT 2013 5,2112 5,1713 3,5614 0,0031 10,0242 TIDAK BANGKRUT

SPRINGATE PBT/CL CA/TL CL/TA ROA Z-SCORE KETERANGAN 2011 0,4059 0,5181 0,2548 0,7903 1,9690 TIDAK BANGKRUT 2012 0,6104 0,5249 0,3442 0,6104 2,0899 TIDAK BANGKRUT 2013 0,5649 0,4581 0,2824 0,5971 1,9025 TIDAK BANGKRUT

KIDA ROA TLTE CACL STA CTA Z-SCORE KETERANGAN 2011 0,0707 0,3131 0,8201 0,9147 0,0196 2,1382 TIDAK BANGKRUT 2012 0,1078 0,2142 1,1531 0,7065 0,0415 2,2231 TIDAK BANGKRUT 2013 0,1118 0,2480 1,0617 0,6912 0,0375 2,1503 TIDAK BANGKRUT


(2)

72

LAMPIRAN XXIII

Z-Score PT. Nusantara Inti Corpora, Tbk (UNIT)

ALTMAN WCTA RETA EBIT/TA MVE/TL S/TA Z-SCORE KETERANGAN 2011 0,0324 0,1041 0,1152 2,2253 0,3387 2,8156 GREY AREA 2012 -0,1785 0,0842 0,1267 1,0343 0,2329 1,2996 BANGKRUT 2013 -0,3336 0,0710 0,1904 0,6644 0,2219 0,8141 BANGKRUT

TAFFLER PBT/CL CA/TL CL/TA ROA Z-SCORE KETERANGAN 2011 0,6344 2,6987 2,1602 0,0010 4,3739 TIDAK BANGKRUT 2012 0,2232 1,4236 3,8210 0,0011 1,0269 TIDAK BANGKRUT 2013 0,2488 0,9893 4,9748 0,0017 -0,5350 BANGKRUT

SPRINGATE PBT/CL CA/TL CL/TA ROA Z-SCORE KETERANGAN 2011 0,0351 0,1072 0,0344 0,1355 0,3121 BANGKRUT 2012 -0,1933 0,1179 0,0121 0,0931 0,0298 BANGKRUT 2013 -0,3614 0,1771 0,0135 0,0888 -0,0821 BANGKRUT

KIDA ROA TLTE CACL STA CTA Z-SCORE KETERANGAN 2011 0,0364 0,1132 0,5225 0,1568 0,0011 0,8301 TIDAK BANGKRUT 2012 0,0400 0,2436 0,2694 0,1078 0,0028 0,6637 TIDAK BANGKRUT 2013 0,0601 0,3793 0,1858 0,1027 0,0008 0,7288 TIDAK BANGKRUT


(3)

73

LAMPIRAN XXIV Z-SCORE ALTMAN

ALTMAN 2011 2012 2013 Rata-rata Keterangan

Laba operasi

2015

Status

ARGO 0,3843 0,3876 0,6605 0,4775 BANGKRUT (24.138) negatif

CNTX 1,1088 -0,1483 -0,2449 0,2385 BANGKRUT 1.94 positif

ERTX 2,0157 1,4412 1,6918 1,7162 BANGKRUT 3.456 positif

ESTI 1,5471 1,1325 0,6847 1,1215 BANGKRUT (5.873) negatif

HDTX 1,5143 0,9102 -0,2422 0,7274 BANGKRUT (109.636) negatif

MYTX -0,4077 -0,6751 -0,2773 -0,4534 BANGKRUT (142.84) negatif

POLY -0,3248 -0,3889 -0,3781 -0,3639 BANGKRUT (81.671) negatif

ADMG 2,0970 2,6387 2,9031 2,5463 GREY AREA (14.958) negatif

INDR 2,1613 2,1500 1,9491 2,0868 GREY AREA 2.449 positif

PBRX 2,4982 2,4008 2,9909 2,6300 GREY AREA 13.4 positif

RICY 2,2359 2,0805 1,9937 2,1034 GREY AREA 241.556 positif

SRIL 2,0541 -3,1751 1,9502 0,2764 BANGKRUT 94.361 positif

SSTM 1,6006 1,7858 1,7790 1,7218 BANGKRUT (22.639) negatif

STAR 1,9277 1,2996 1,9787 1,7353 BANGKRUT 35.580 positif

TFCO 3,3051 3,3004 3,4274 3,3443 TIDAK BANGKRUT (4.183) negatif

TRIS 3,7576 4,0315 3,6869 3,8253 TIDAK BANGKRUT 52.586 positif

UNIT 2,8156 1,2996 0,8141 1,6431 BANGKRUT 31.001 positif


(4)

74

LAMPIRAN XXV Z-SCORE TAFFLER

TAFFLER 2011 2012 2013 Rata-rata Keterangan

Laba operasi

2015

Status

ARGO -6,2766 -2,6687 0,5267 -2,8062 BANGKRUT (24.138) negatif

CNTX 3,4443 -3,5449 -5,1712 -1,7573 BANGKRUT 1.94 positif

ERTX 10,1869 1,5206 2,2613 4,6563 TIDAK BANGKRUT 3.456 positif

ESTI 1,1632 -1,4647 -2,8412 -1,0475 BANGKRUT (5.873) negatif

HDTX 2,4783 1,2406 -4,5229 -0,2680 BANGKRUT (109.636) negatif

MYTX -3,6518 -3,5602 -1,9643 -3,0588 BANGKRUT (142.84) negatif

POLY -23,4439 -26,2651 -29,7216 -26,4769 BANGKRUT (81.671) negatif ADMG 6,1032 4,5131 5,9198 5,5120 TIDAK BANGKRUT (14.958) negatif

INDR 1,4846 1,2352 1,0488 1,2562 TIDAK BANGKRUT 2.449 positif

PBRX 1,7106 1,0771 7,0813 3,2897 TIDAK BANGKRUT 13.4 positif

RICY 3,5324 4,0523 1,9255 3,1701 TIDAK BANGKRUT 241.556 positif

SRIL 3,0148 -42,1138 3,2543 -11,9482 BANGKRUT 94.361 positif

SSTM 0,6138 1,0108 0,3031 0,6426 TIDAK BANGKRUT (22.639) negatif STAR 4,1739 1,0269 4,3919 3,1976 TIDAK BANGKRUT 35.580 positif TFCO 8,8379 5,9241 3,1476 5,9698 TIDAK BANGKRUT (4.183) negatif TRIS 7,7975 12,0048 10,0242 9,9422 TIDAK BANGKRUT 52.586 positif UNIT 4,3739 1,0269 -0,5350 1,6219 TIDAK BANGKRUT 31.001 positif


(5)

75

LAMPIRAN XXVI Z-SCORE SPRINGATE

SPRINGATE 2011 2012 2013 Rata-rata Keterangan

Laba operasi

2015

Status

ARGO -0,4987 -0,1971 0,2595 -0,1454 BANGKRUT (24.138) negatif

CNTX 0,9579 -0,1805 -0,2023 0,1917 BANGKRUT 1.94 positif

ERTX 1,7952 0,6687 0,8090 1,0910 TIDAK BANGKRUT 3.456 positif

ESTI 0,4753 0,0776 -0,2150 0,1126 BANGKRUT (5.873) negatif

HDTX 0,4999 0,2277 -0,7071 0,0068 BANGKRUT (109.636) negatif

MYTX -0,2754 -0,3523 -0,0301 -0,2193 BANGKRUT (142.84) negatif

POLY -2,3918 -2,6946 -2,9936 -2,6933 BANGKRUT (81.671) negatif

ADMG 1,0851 0,7873 0,8966 0,9230 TIDAK BANGKRUT (14.958) negatif

INDR 0,7673 0,7865 0,6870 0,7470 BANGKRUT 2.449 positif

PBRX 1,0125 0,9967 1,6527 1,2206 TIDAK BANGKRUT 13.4 positif

RICY 0,9846 1,1079 1,1243 1,0723 TIDAK BANGKRUT 241.556 positif

SRIL 1,0172 -4,5358 0,9385 -0,8600 BANGKRUT 94.361 positif

SSTM 0,4469 0,5173 0,5017 0,4886 BANGKRUT (22.639) negatif

STAR 0,4965 0,0298 0,6602 0,3955 BANGKRUT 35.580 positif

TFCO 1,0612 0,6510 0,2998 0,6707 BANGKRUT (4.183) negatif

TRIS 1,9690 2,0899 1,9025 1,9871 TIDAK BANGKRUT 52.586 positif

UNIT 0,3121 0,0298 -0,0821 0,0866 BANGKRUT 31.001 positif


(6)

76

LAMPIRAN XXVII Z-SCORE KIDA

KIDA 2011 2012 2013 Rata-rata Keterangan

Laba operasi

2015

Status ARGO 2,3900 3,5471 3,1881 3,0417 TIDAK BANGKRUT (24.138) negatif

CNTX 3,3041 6,1724 6,3720 5,2828 TIDAK BANGKRUT 1.94 positif

ERTX 2,6023 2,6818 2,4753 2,5865 TIDAK BANGKRUT 3.456 positif

ESTI 2,0937 0,7550 0,3837 1,0775 TIDAK BANGKRUT (5.873) negatif

HDTX 3,0379 1,4412 -8,1889 -1,2366 BANGKRUT (109.636) negatif

MYTX 49,9294 -23,1954 -14,7869 3,9824 TIDAK BANGKRUT (142.84) negatif POLY 0,9714 0,9189 0,9309 0,9404 TIDAK BANGKRUT (81.671) negatif ADMG 1,6158 2,2687 2,3776 2,0873 TIDAK BANGKRUT (14.958) negatif

INDR 1,6768 1,6744 1,6859 1,6790 TIDAK BANGKRUT 2.449 positif

PBRX 1,8254 1,8577 2,8675 2,1836 TIDAK BANGKRUT 13.4 positif

RICY 1,6556 2,0344 2,0523 1,9141 TIDAK BANGKRUT 241.556 positif SRIL 1,7668 1,3749 1,6779 1,6066 TIDAK BANGKRUT 94.361 positif

SSTM -1,1515 0,0718 1,7358 0,2187 BANGKRUT (22.639) negatif

STAR 1,1264 0,6637 1,2595 1,0165 TIDAK BANGKRUT 35.580 positif TFCO 1,2671 1,3157 1,2076 1,2635 TIDAK BANGKRUT (4.183) negatif TRIS 2,1382 2,2231 2,1503 2,1705 TIDAK BANGKRUT 52.586 positif UNIT 0,8301 0,6637 0,7288 0,7408 TIDAK BANGKRUT 31.001 positif


Dokumen yang terkait

Analisis Kondisi Financial Distress Pada Sektor Agrikultur Indonesia (Pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI, Periode 2006-2010)

0 5 127

Analisis prediksi kebangkrutan. Studi kasus di perusahaan jasa sub sektor restoran, hotel, dan pariwisata tahun 2011 2015

0 3 162

PENGARUH PERPUTARAN MODAL KERJA TERHADAP RENTABILITAS EKONOMI PADA PERUSAHAAN SUB SEKTOR SEMEN YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2011-2015

0 0 8

Lampiran ii Rasio Profitabilitas Perusahaan Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di BEI No Kode Nama Perusahaan ROE () 2008 2009 2010 2011

0 0 11

PENGARUH PREDIKSI KEBANGKRUTAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (Studi Empiris Pada Perusahaan Garmen dan Tekstil yang Listing di BEI periode 2010-2015) - Perbanas Institutional Repository

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial Distress pada perusahaan manufaktur sektor Industri tekstil dan garmen yang Terdaftar di bei - Perbanas Institutional Repository

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial Distress pada perusahaan manufaktur sektor Industri tekstil dan garmen yang Terdaftar di bei - Perbanas Institutional Repository

0 0 38

PENGARUH KEPUTUSAN INVESTASI, KEPUTUSAN PENDANAAN, KEBIJAKAN DEVIDEN, DAN PROFITABILITAS TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Sektor Makanan dan Minuman, Perusahaan Sektor Tekstil dan Garmen Yang Terdaftar Di BEI Periode 2012-2015)

0 0 14

1 Analisis Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Risiko Sistematik Pada Perusahaan Sub Manufaktur Sub Sektor Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2010-2014

0 0 15

Analisis Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Risiko Sistematik Pada Perusahaan Sub Manufaktur Sub Sektor Tekstil dan Garmen yang Terdaftar di BEI Periode Tahun 2010-2014 - Unika Repository

0 0 15