Binerisasi manuskrip nusantara menggunakan algoritma niblack

(1)

BINERISASI MANUSKRIP NUSANTARA MENGGUNAKAN ALGORITMA NIBLACK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Informatika

Oleh :

Kautsar Rusydi Rahmatullah 135314093

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

BINERISASI MANUSKRIP NUSANTARA MENGGUNAKAN ALGORITMA NIBLACK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Informatika

Oleh :

Kautsar Rusydi Rahmatullah 135314093

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

ii

BINARIZATION OF NIBLACK ALGORITHM ON ARCHIPELAGO MANUSCRIPT

A THESIS

Presented as a Partial Fullfillment of The Requiments To Obtain The Sarjana Teknik Degree

In Informatics Engineering Study Program

Created by :

Kautsar Rusydi Rahmatullah 135314093

INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM FACULTY OF SAINS AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA


(4)

(5)

iv

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada :

Kedua Orang Tuaku Adik-adikku Pihak yang selalu menyemangatiku


(6)

(7)

(8)

(9)

viii ABSTRAK

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki banyak keberagaman, salah satu keberagamannya adalah bahasa yang digunakan untuk komunikasi disetiap harinya. Pada jaman dahulu pesan yang akan disampaikan dituliskan pada prasasti, kertas, dan daun lontar. Pesan yang dituliskan pada kertas tersebutlah yang dikatakan dengan manuskrip. Tindak lanjut dari dokumentasi secara digital ini adalah dengan merubah suatu manuskripNusantara menjadi informasi yang dapat dipahami oleh banyak orang.

Untuk mendapatkan informasi pada citra digital ini diperlukan teknik, yaitu pemrosesan citra untuk mendapatkan informasi berbentuk visual. Pemrosesan citra terbagi menjadi beberapa tahapan diantaranya yaitu binerisasi. Binerisasi termasuk tahapan saat pre-processing atau tahap awal pada pemrosesan citra. Binerisasi sendiri memiliki arti untuk merubah nilai piksel suatu citra apakah bernilai nol(piksel berwarna hitam) atau satu(piksel berwarna putih). Tujuan menjadikan citra berjenis biner adalah untuk dapat memisahkan antara background dan

foreground, hal ini dilakukan untuk mendapatkan objek-objek yang ada pada citra untuk dikenai pengolahan citra lebih lanjut, seperti pengenalan karakter.

Berdasarkan percobaan dengan menggunakan 10 citra manuskrip Nusantara, dengan menggunakan local windowing yang berbeda-beda diperoleh bahwa rata-rata akurasi membinerkan citra manuskrip Nusantara dengan metode Niblack

adalah 87,5035% menggunakan local windowing empat bagian, yang dikalkulasikan dengan nilai koefisien Niblack sebesar -0,2 dan waktu konsumsinya adalah 2,18514s. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa algoritma Niblack

dapat dipergunakan untuk membinerisasikan manuskrip aksara Nusantara.


(10)

ix ABSTRACT

Indonesia is the nation which has many diversity, one of which diversity is the language which is used for communication in everyday. Long time ago message is wrote on prasasti, paper, and lontar leaf. A message that wrote on paper is called manuscript. The next step for digital documentation is by changed manuscript became an information what can be understanding by another people.

To get the information from digital image its needed a technique, the technique is image processing to get information in visual form. Image proccessing is split by some stop, among others is binarization step. Binarization is belonging on pre-processing step or beginning step on image proccessing. Binarization has meaning to changed pixel value became zero(black colour pixel) and one(white colour pixel). The main goal to make image became biner type is to split between backround and foreground, this things is for getting an obect which is exist on image to charged the next step of image processing, like a pattern recognition.

Based on experimentation using 10 nation manuscript image, which is using different local windowing , this research obtained average accuracy to binarizing nation manuscript image with Niblack algorithm is 87,5035% it is also using local windowing zero part, which is calculated with Niblack coefficient in amount of -0,2 and time consuming is 2,18514s. From experimentation can be concluded that Niblack algorithm can be used for binarizing nation manuscript image.


(11)

xviii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya sampaikan kepada Allah Yang Maha Esa atas segala hal-hal yang telah diberikanya kepada saya, sehingga saya mampu untuk mengerjakan tugas akhir saya yang berjudul “BINERISASI MANUSKRIP

NUSANTARAMENGGUNAKAN ALGORITMA NIBLACK” sampai selesai.

Dalam menyelesaikan penelitian tugas akhir ini, penulis tak lepas dari doa, bantuan, dukungan, dan motivasi dari beberapa pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Allah SWT, atas berkatnya yang diberikan kepada saya untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ibu Dr. Anastasia Rita Widiarti selaku dosen pembimbing saya, yang telah memberikan saya banyak ilmu mengenai topik tugas akhir saya, dan saran-saran dari beliau yang membuat saya bangkit ketika sedang kesulitan untuk melanjutkan penelitian saya.

3. Bapak Dr. Linggo Sumarno selaku dosen yang memberikan saran ketika saya tidak menemukan solusi atas permasalahan yang saya temukan selama melakukan penelitian.

4. Segenap Dosen dan Karyawan yang membantu saya secara akademis selama menjadi mahasiswa Universitas Sanata Dharma.

5. Ibu Vita Sulviana yang selalu memberikan doa-doanya untuk menyelesaikan tugas akhir saya.

6. Teman yang selalu memberikan saya motivasi untuk selalu belajar, Theodora Ratri Dewanti.

7. Sahabat terdekat saya yang selalu dapat menjadi tempat untuk bertukar ilmu serta memerikan banyak saran, Tommy Nugraha Manoppo, Irenius Kristanto Riyadi, dan Martin Nugraha.

8. Teman-teman sesama tugas akhir, Purbarini Sulysthian, Ronny Gunadi, Yoga Arkadia, Yenni Tresnawati, Dwi Putra Prihandito, Birgitta Ranindya Siwi, Bella Fitria Tami, Yenni Tresnawati, Stefanus Kasih Handoyo,


(12)

(13)

xx

DAFTAR ISI

SKRIPSI ...i

A THESIS ... ii

SKRIPSI ... v

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... xviii

DAFTAR ISI ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

DAFTAR TABEL... xxiii

BAB I ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Batasan Masalah ... 3

1.6. Metodologi Penelitian ... 3

1.7. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II ... 5

2.1. Citra ... 5

2.1.1. Jenis Citra ... 5

2.1.2. Objek Citra ... 9

2.1.3. Format Citra ... 9

2.2. Threshold (Pengambangan) ... 10


(14)

xxi

2.2.2. Global ... 11

2.3. Binerisasi ... 11

2.3.1. Niblack ... 12

2.4. Matlab ... 13

BAB III ... 14

3.1. Data ... 14

3.2. Alat ... 15

3.2.1. Kebutuhan Perangkat Keras : ... 15

3.2.2. Kebutuhan Perangkat Lunak : ... 15

3.3. Tahapan Penelitian ... 15

3.3.1. Studi Pustaka ... 15

3.3.2. Pengumpulan Data ... 15

3.3.3. Perancangan Sistem ... 16

3.4. Skenario Pengujian ... 21

3.5. Skenario Pengujian Akurasi ... 22

BAB IV ... 24

4.1. Implementasi Pre Processing ... 24

4.2. Implementasi Proses Local Windowing ... 26

4.2.1. Bagi Gambar Nol bagian ... 27

4.2.2. Bagi Gambar Empat Bagian ... 27

4.2.3. Bagi Gambar Tiga Horizontal ... 29

4.2.4. Bagi Gambar Tiga Vertikal... 30

4.3. Implementasi Proses Local Thresholding ... 31

4.3.1. Local Threshold Gambar Nol Bagian ... 31

4.3.2. Local Threshold Gambar Empat Bagian ... 32

4.3.3. Local Threshold Gambar tiga Bagian ... 34

4.3.4. Binerisasi Niblack ... 36

4.3.5. Implementasi Tic Toc ... 37

4.4. Implementasi Penggabungan Local Window... 37

4.5. Implementasi User Interface ... 41


(15)

xxii

5.1. Hasil Citra Grayscaling ... 42

5.2. Hasil Local Window ... 43

5.3. Hasil Local Thresholding ... 45

5.4. Hasil Penggabungan Local Thresholding ... 46

5.5. Analisis Presentase Jumlah Objek ... 48

5.6. Analisis Waktu Proses Binerisasi ... 53

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 56

6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(16)

xxiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Citra RGB ... 6

Gambar 2.2 Contoh Citra Biner ... 8

Gambar 2.3 Contoh Citra Grayscale ... 8

Gambar 2. 4 Diagram Alur Binerisasi... 11

Gambar 3.1 Contoh Data Manuskrip aksara Nusanta………. 14

Gambar 3.2 Diagram Konteks ………17

Gambar 3.3 Diagram Alur Sistem ………..17

Gambar 3. 4 Tahapan Pre-Processing Sistem ... 18

Gambar 3. 5Tahapan Processing Local Windowing ... 19

Gambar 3. 6Tahapan Kombinasi Local Thresholding ... 21

Gambar 4.1 Implementasi Load Citra ... 24

Gambar 4.2 Implementasi Grayscaling ... 25

Gambar 4.3 Contoh Citra Biner Menggunakan Metode Otsu... 26

Gambar 4.4 Potong Gambar Nol Bagian ... 27

Gambar 4.5 Potong Gambar Empat Bagian ... 27

Gambar 4.6 Potong Gambar Tiga Horizontal ... 29

Gambar 4.7 Potong Gambar Tiga Vertikal ... 30

Gambar 4. 8 Contoh Hasil Kalkulasi Local Threshold Nol Bagian ... 32

Gambar 4. 9 Contoh Hasil Kalkulasi Local Threshold Empat Bagian ... 33

Gambar 4. 10 Contoh Hasil Kalkulasi Local Threshold Tiga Bagian ... 35

Gambar 4. 11 Blok A dan C ... 38

Gambar 4. 12 Blok B dan D ... 38

Gambar4. 13 Gabungan Blok A dan B ... 38

Gambar 4. 14 Gabungan Blok C dan D ... 38

Gambar 4. 15 Gabungan Blok A, B, C, dan D ... 38

Gambar 4. 16 Blok A, B, dan C ... 39


(17)

xxiv

Gambar 4. 18 Blok A, B, dan C ... 40

Gambar 4. 19 Gabungan blok A, B, dan C ... 40

Gambar 4. 20 GUI Sistem ... 41


(18)

xxiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Contoh Local Threshold... 10

Tabel 2.4 Contoh matriks citra grayscale ... 13

Tabel 5.1 Contoh Hasil Citra HSV dan Grayscaling ... 42

Tabel 5.2 Contoh Hasil Local Window... 43

Tabel 5.3 Contoh Hasil Local Threshold ... 45

Tabel 5.4 Hasil Penggabungan Local Window ... 46

Tabel 5.5 Perhitungan Akurasi Niblack ... 48

Tabel 5.6 Perhitungan Akurasi Otsu ... 50

Tabel 5.7 Akurasi Rata-Rata ... 51

Tabel 5.8 Waktu Konsumsi Metode Niblack ... 53

Tabel 5. 9 Waktu Konsumsi Metode Otsu ... 54


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manuskrip Nusantara merupakan salah satu bagian peninggalan sejarah yang sangat berharga. ManuskripNusantara sudah ada semenjak zaman dahulu dan perkembanganya sangat pesat, hal ini ditandai dengan adanya aneka ragam

manuskrip diberbagai daerah Nusantara. Pemanfaatan manuskripNusantara zaman dahulu sangatlah banyak, namun seiring perubahan waktu manuskrip Nusantara mulai menghilang dan rusak. Sangatlah disayangkan jika sejarah dari daerah yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan hilang begitu saja. Para ahli manuskrip Nusantara pun semakin berkurang, sedangkan banyak peninggalan yang isinya dibuat menggunakan manuskrip, oleh karena itu diperlukan suatu tindakan untuk melestarikan manuskrip Nusantara tersebut, salah satu caranya adalah dengan mendokumentasikan secara digital.

Tindak lanjut dari dokumentasi secara digital ini adalah dengan merubah suatu manuskrip Nusantara menjadi informasi yang dapat dipahami oleh banyak orang. Dalam proses pendokumentasian secara digital ini diperlukan teknik, yaitu pemrosesan citra untuk mendapatkan informasi berbentuk visual. Pemrosesan citra terbagi menjadi beberapa tahapan diantaranya yaitu binerisasi. Binerisasi termasuk tahapan saat pre-processing atau tahap awal pada pemrosesan citra. Binerisasi sendiri memiliki arti untuk merubah nilai piksel suatu citra apakah bernilai nol(piksel berwarna hitam) atau satu(piksel berwarna putih). Tujuan menjadikan citra berjenis biner adalah untuk dapat memisahkan antara background dan

foreground, hal ini dilakukan untuk mendapatkan objek-objek yang ada pada citra untuk dikenai pengolahan citra lebih lanjut, seperti pengenalan karakter.

Citra biner memiliki ukuran memori citra yang lebih sedikit dibandingkan dengan jenis lainya dan citranya mudah untuk di proses, hal ini disebabkan oleh nilai pikselnya yang hanya bernilai nol dan satu. Citra biner mudah didapatkan


(20)

karena, tidak memerlukan alat atau kamera yang bagus untuk mendapatkan citranya, karena citra biner tidak memerlukan perbedaan warna setiap pikselnya yang mendetail. Seluruh pemrosesan citra memerlukan tingkat akurasi yang tinggi oleh karena itu diperlukanlah komputasi menggunakan alat hitung.

Setiap algoritma binerisasi belum tentu memiliki hasil yang sama ketika digunakan seperti penelitian yang dituliskan oleh Hafizan, dkk (2011) disebutkan bahwa algoritma terbaik untuk manuskrip Jawi adalah Niblack, namun dikatakan juga oleh para peneliti tersebut bahwa hal serupa belum tentu berlaku dengan manuskrip yang berbeda, karena hal tersebut penulis memilih menggunakan algoritma binerisasi Niblack untuk diterapkan di dalam penelitianya.

Selain ingin membinerkan manuskrip aksara Nusantara menggunakan metode Niblack, penulis ingin membandingkan algoritma binerisasi Niblack

dengan algoritma binerisasi Otsu yang berada di Matlab, dan penulis juga ingin menguji penggunaan waktu dan akurasi pembineran manuskrip algoritma Niblack

di setiap karakter manuskrip Nusantara yang ada. 1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan diselesaikan dari penelitian ini :

1. Berapa hasil akurasi binerisasi terhadap manuskrip Nusantara menggunakan algoritma Niblack?

2. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk membinerisasi manuskrip Nusantara menggunakan algoritma Niblack?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penilitian yang dilakukan adalah :

1. Mengetahui persentase akurasi keberhasilan algoritma Niblack dalam membinerisasikan manuskrip Nusantara.

2. Mengetahui penggunaan waktu pada algoritma Niblack dalam membinerisasikan manuskrip Nusantara.


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Peneliti dapat menjaga kelestarian dari manuskrip Nusantara yang semakin terkikis.

2. Peneliti dapat memotivasi calon para peneliti lain dalam melestarikan manuskrip Nusantara.

1.5. Batasan Masalah

Batasan masalah pada tugas akhir ini adalah :

1. Data yang digunakan pada penelitian adalah manuskrip Aksara Jawa. 2. File berformat .jpg.

3. Citra yang akan diolah menjadi biner, adalah citra dengan jenis rgb. 1.6. Metodologi Penelitian

1. Studi Pustaka

Pengumpulan informasi-informasi didapatkan dari perpustakaan,

website, dan jurnal yang menunjang untuk membantu penelitian ini dikumpulkan sebagai referensi dalam pengerjaan penelitian ini

2. Pengumpulan Data

Mengumpulkan data untuk diuji menggunakan alat uji yang dirancang pada penelitian ini.

3. Pembuatan Alat Uji

Sistem Binerisasi manuskrip Nusantara yang akan dirancang menggunakan aplikasi MATLABR2010a.

4. Pengujian Sistem

Pengujian sistem dengan melihat seberasa besar akurasi yang didapatkan, serta melihat waktu yang dibutuhkan dalam membinerisasikan manuskripNusantara.


(22)

5. Analisa Sistem

Analisa sistem dan hasil dari pengujian sistem. 1.7. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, metodelogi penelitian, sistematika penilisan yang diangkat pada penelitian ini.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori yang berhubungan dengan citra, manuskrip Nusantara, dan algoritma binarisasi Niblack.

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini membahas tentang analisa citra manuskrip Nusantara dan komponen apa saja yang akan digunakan dalam penelitian ini.

BAB IV IMPLEMENTASI SISTEM

Bab ini membahas tentang implementasi dari metode Niblack dan

Otsu dengan menggunakan aplikasi MATLABR2010a, serta tahapan-tahapan yang diperlukan untuk menjadikan citra menjadi berjenis biner. BAB V HASIL DAN ANALISIS

Bab ini membahas tentang hasil citra yang telah diolah, analisis dari setiap pengolahanya, persentase akurasi, dan hasil waktu konsumsi.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran penulis pada penelitian ini.


(23)

5

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas mengenai pengertian citra, jenis citra, format citra, pengertian threshold, dan metode binerisasi.

2.1. Citra

Citra adalah representasi informasi berbentuk visual berupa gambar satu dan dua dimensi sehingga mata manusia dapat menganalisis informasi tersebut dengan tujuan yang diharapkan, informasi yang terkandung dalam citra ialah warna, tekstur, bentuk, dan ukuran. Informasi pada citra didapatkan dengan dua cara yaitu diolah secara langsung tanpa proses terlebih dahulu untuk mendapatkan informasinya dan yang harus diolah terlebih dahulu dengan kata lain memerlukan beberapa proses pengolahan untuk mendapatkan informasi dari suatu citra tersebut.

Pengolahan Citra & Video Digital (Madenda, 2015) menyebutkan bahwa secara matematis citra direpresentasi dengan fungsi f(x,y) dimana f merupakan nilai intensitas warna(dengan kode 24bit citra berwarna, 8bit citra keabuan, 1bit citra biner) pada sumbu x(panjang), dan y(tinggi) pada suatu citra. Secara umum citra digital merupakan representasi piksel-piksel dalam ruang citra 2D yang dinyatakan dalam matriks N baris dan M kolom, setiap elemen yang terdapat pada matriks inilah yang disebut dengan piksel.

2.1.1. Jenis Citra

a) Citra Berwarna

Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra (Kadir, Abdul dan Adhi Sudanto. 2012) menyebutkan bahwa citra berwarna atau citra RGB, merupakan jenis citra yang menyajikan warna dalam bentuk komponen R (merah), G (hijau), dan B (biru). Setiap warna memiliki jumlah bit sebesar delapan yang berarti nilai pikselnya berkisar antara 0 sampai dengan 255. Dengan kemungkinan warna yang dapat disajikan mencapai 255 x 255 x 255. Untuk warna merah memiliki nilai


(24)

piksel sebesar 255 x 0 x 0, untuk warna hijau memiliki nilai piksel sebesar 0 x 255 x 0, dan untuk warna biru memiliki nilai piksel sebesar 0 x 0 x 255.

Gambar 2.1 Contoh citra RGB

b) Citra HSV

Citra berwarna adalah citra yang secara visual memiliki kandungan informasi warna disetiap pikselnya, di mana setiap piksel tersebut memiliki komponen hue, saturation, dan value pada setiap pikselnya.

Hue merupakan nilai derajat(0˚-360˚) warna pada setiap pikselnya, untuk warna warnda dasar merah memiliki nilai hue sebesar 0˚ atau 360˚, hijau 120˚, dan biru 240˚, untuk menghasilkan warna gabungan seperti kuning maka diperlukan hue sebesar 60˚ pada campuran warna merah dan hijau. Rumus 2.1 adalah rumus untuk mencari nilai Hue :

� = �� [ �−� + �−��−� ] (2.1)

Keterangan :

R = nilai keping warna merah G = nilai keping warna hijau B = nilai keping warna biru

Satuartion atau Chrominance merupakan representasi kandungan kemurnian suatu warna, semakin rendah tingkat satuartion-nya maka warna tersebut akan semakin memudah keputihan, namun semakin tinggi tingkat


(25)

satuartion-nya maka warna tersebut akan semakin pekat. Rumus 2.2 adalah rumus untuk mencari nilai Satuartion :

= − i ⁡ �,�,� (2.2)

Keterangan :

min(R,G,B) = nilai keping terkecil dari warna merah, hijau, dan biru pada suatu piksel

V = nilai dari keping value untuk setiap pikselnya

Value atau disebut juga intensitas mengandung seberapa besar kecerahan suatu warna, value dapat bernilai 0 sampai 100%, nilai dari value ini dapat dijadikan sebagai nilai awal untuk menjadikan citra menjadi keabuan, karena value

mengandung suatu kecerahan pada suatu piksel. Rumus 2.3 adalah rumus untuk mencari nilai value :

� = �+�+� (2.3)

Keterangan :

R+G+B = nilai penjumlahan keping merah, hijau, dan biru untuk setiap pikselnya.

c) Citra Biner

Citra biner adalah citra yang setiap pikselnya hanya mengandung dua level piksel yaitu 0 untuk warna hitam, dan 1 untuk warna putih, sehingga citra biner hanya memerlukan satu bit untuk mewakili setiap piksel yang ada. Citra biner juga disebut sebagai citra B&W(BlackandWhite), atau citra monokrom.

Citra biner dihitung dengan menggunakan Threshold(nilai ambang), jika suatu piksel nilainya dibawah batas ambang maka piksel tersebut akan dirubah menjadi 0, jika nilai suatu pikselnya di atas batas nilai ambangnya maka piksel tersebut akan dirubah menjadi 1. Jenis citra ini memiliki satu jenis matriks bertipe


(26)

logical matriks yang berarti hanya memiliki dua nilai jika tidak bernilai A maka bernilai B.

Gambar 2.2 adalah citra berjenis biner.

Gambar 2.2 Contoh citra biner d) Citra Grayscale

Pengolahan Citra & Video Digital (Madenda, 2015) menyebutkan bahwa citra Grayscale merupakan citra yang setiap pikselnya hanya mengandung komponen warna luminance, umumnya Citra Grayscale dikodekan 8bit yang berarti memiliki skala keabuan dari 0 sampai 255, 0 mempresentasikan warna hitam dan 255 mempresentasikan warna putih. Jenis citra ini memiliki satu jenis warna matriks yaitu abu-abu dengan nilai piksel yang berbeda-beda. Gambar 2.3 adalah citra berjenis grayscale.


(27)

2.1.2. Objek Citra

Objek merupakan representasi dari bagian citra yang telah dipisahkan dari latar atau foreground. Objek yang baik dapat memberikan informasi dari citra yang di proses. Pada penelitian ini, objek benar dibagi menjadi dua, yaitu link-objek dan

single-objek. Link-objek merupakan objek yang saling terhubung satu sama lain, sedangkan single-objek merupakan objek yang tunggal tidak terhubung dengan objek lainya.

2.1.3. Format Citra

a) BMP

Format standar atau umum tanpa kompresi yang biasanya digunakan untuk menyimpan citra biner sampai citra berwarna, nilai pixel yang ada pada citra biasanya disimpan dalam jumlah bit.

b) GIF

Format file citra yang digunakan untuk mendukung aplikasi web yang hanya dapat menyimpan 8bit per piksel atau kombinasi palet warna maksimum 28 (256). Format ini dapat menyimpan beberapa citra dalam sebuah file sehingga dapat memberikan efek animasi.

c) PNG

Format ini menyimpan citra yang sudah terkompresi, serta merupakan proyek open source yang berarti, tidak memerlukan lisensi pada penggunaanya. Format ini diciptikan untuk memperbaiki kekurangan format GIF.

d) JPEG

Format yang sangat umum digunakan untuk menyimpan sebuah file citra, karena telah ditetapkan secara umum oleh komite yang telah membuat standar ini.

e) MPEG

Format ini digunakan untuk mendukung aplikasi web dalam menyimpan citra bergerak.


(28)

2.2. Threshold (Pengambangan) 2.2.1. Local

Pengambangan yang dilakukan dengan membagi citra menjadi blok-blok kecil kemudian pengambangan dilakukan pada setiap blok yang ada, dengan nilai ambang yang berbeda untuk setiap bloknya, Local Thresholding berpotensi lebih baik untuk membinerisasikan citra ketika pencahayaan tidak merata. Berikut adalah contoh blok Local Thresholding :

Tabel 2.1 Local Threshold

X1 X2 X3 X4 X5 X6

X7 X8 X9 X10 X11 X12

X13 X14 X15 X16 X17 X18

X19 X10 X21 X22 X23 X24

X25 X26 X27 X28 X29 X30

X31 X32 X33 X34 X35 X36

Pada Tabel 2.1 terdapat contoh blok LocalThresholding, pembagian blok pada tabel 2.1 terjadi karena mengikuti cara pengambilan data citra yang memiliki pencahayaan berbeda pada bagian atas manuskrip. Berikut adalah penjelasan detail untuk tabel 2.1 :

Gabungan Blok A, B, C, dan D

X1 X2 X3 X4 X5 X6

X7 X8 X9 X10 X11 X12

X13 X14 X15 X16 X17 X18

X19 X10 X21 X22 X23 X24

X25 X26 X27 X28 X29 X30

X31 X32 X33 X34 X35 X36

Blok A

X1 X2 X3

X7 X8 X9

X13 X14 X15

Blok B

X4 X5 X6

X10 X11 X12

X16 X17 X18

Blok C

X19 X10 X21

X25 X26 X27

X31 X32 X33

Blok D

X22 X23 X24

X28 X29 X30


(29)

Pada blok dilakukan inisialisasi panjang dan lebar suatu citra, kemudian panjang dan lebar citra direpresentasikan menjadi matriks baris dan kolom, kemudian matriks dan kolom tersebut dibagi menjadi empat bagian yang sama rata, pembagian dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Ukuran blok A : baris/2, kolom/2 Ukuran blok B : baris/2, (kolom/2) +1 Ukuran blok C : (baris/2) + 1, kolom/2 Ukuran blok D : (baris/2) + 1, (kolom/2) + 1 2.2.2. Global

Seluruh piksel pada citra dikonversikan menjadi hitam dan putih dengan satu nilai ambang batas. Pada pengambangan jenis ini, pembineran tidak sensitif terhadap perbedaan cahaya karena hanya dikonversi dengan satu nilai ambang batas untuk keseluruhan piksel.

2.3. Binerisasi

Binerisasi merupakan tahapan untuk merubah citra menjadi berjenis biner yang hanya memuat nilai piksel 0 atau 1, piksel dengan nilai 0 mewakili warna hitam, sedangkan 1 mewakili warna putih. Berikut gambar 2.4 adalah diagram alur binerisasi dengan localthreshold :


(30)

Tahap awal untuk membinerisasikan citra, citra harus berjenis grayscale

terlebih dahulu, kemudian citra grayscale tersebut dipartisi menjadi beberapa bagian untuk dihitung rata-rata piksel, standar deviasi, dan nilai localthresholdnya.

Tahap berikutnya adalah melakukan thresholding untuk setiap blok local windowing, citra yang telah di threshold kemudian disatukan kembali untuk dijadikan citra biner yang utuh.

2.3.1. Niblack

Merupakan metode binerisasi dengan tipe local Thereshold. Metode ini memerlukan rata-rata atau mean, standar deviasi, dan koefisien koreksi pada perhitunganya. Rumus 2.1 adalah rumus untuk mencari standar deviasi.

= √

=

�ᵢ − � ²

(2. 4)

S merupakan standar deviasi setiap piksel yang ada pada suatu citra, sedangkan n merupakan banyak piksel yang ada, Xi merupakan nilai piksel pada koordinat ke i, dan µ merupakan rata rata dari seluruh piksel yang ada, nilai standar deviasi ini akan digunakan untuk mencari nilai Threshold atau nilai pengambangan

= � + ∗

(2.5)

T merupakan nilai Threshold atau pengambangan, yang pada akhirnya jika suatu piksel dibandingkan dengan nilai ambangnya lebih besar maka nilai pikselnya akan menjadi 1 atau putih, jika nilai pikselnya lebih kecil dari nilai ambangnya maka piksel tersebut akan bernilai 0 atau hitam. µ adalah rata rata dari suatu citra tersebut, sedangkan k merupakan koefisien koreksi yang bernilai 0 sampai 1, dan s adalah standar deviasi.


(31)

Berikut adalah gambaran menentukan nilai standar deviasi dan threshold : Tabel 2.2 Contoh matriks citra grayscale

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X10 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35 X36

� = + + + + + + + + (2.6)

=√ ∑ � − � + � − � + � − � +

� − � + � − � + � − � + � − � + � − � + � − �

= (2.7)

= � + ∗ (2.8)

� { ≤ �� . ��> �� . �� , �� . ��, �� . �� == (2.9) 2.4. Matlab

Pada penelitian ini pemrosesan citra memerlukan bahasa pemrograman untuk mengolah citra. Bahasa pemrograman yang dipilih oleh penulis adalah bahasa pemrograman Matlab karna memiliki kemampuan :

a) Mengolah data dan matematis yang kompleks, seperti banyak array, pemrograman linier, dan sistem koordinat kartesian.

b) Dapat mengolah citra ke skala piksel.

c) Dapat berjalan di sistem operasi yang berbeda.


(32)

14 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai metodologi penelitian dimulai dari deskripsi bahan atau data, cara penelitian, hingga mendapatkan citra akhir yang sudah dibinerisasikan.

3.1. Data

Pada penelitian ini citra yang digunakan adalah citra manuskrip aksara Nusantara. Data citra didapatkan dari Perpustakaan Mrican Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan jumlah data sebanyak 10 buah, yang diambil dengan ISO 800 serta pencahayaan yang berbeda disetiap sudut citranya. Data citra manuskrip aksara Nusantara ini didapatkan dengan cara meletakan buku di alas yang datar dengan berlatarbelakang hitam kemudian difoto dengan jarak 16cm dari atas dengan kamera Nikon D3100 yang beresolusi 14,20 megapiksel dan lensa berjenis 18-55mm pada kondisi zoom terbesar serta pemberian softbox(penerang) dua buah pada bagian pojok atas kanan dan kiri yang berjarak 35cm dari buku, serta jarak dari buku ke lensa adalah 16cm setelah citra di dapatkan kemudian dilakukan zoom sebanyak enam kali menggunakan fitur yang ada pada kamera Nikon D3100

kemudian setelah data didapatkan formatnya diubah menjadi .jpg. Gambar 3.1 adalah contoh citra manuskrip aksara nusantara.


(33)

3.2. Alat

Dalam melakukan penelitian diperlukan alat untuk melakukan pengujian, pemrosesan, dan pengambilan data, berikut adalah alat yang digunakan oleh penulis selama melakukan penelitian :

3.2.1. Kebutuhan Perangkat Keras :

Laptop : prosessor core i5(2,50GHz), memory 8gb, vga 2gb.

Kamera DSLR : Nikon jenis D3100 yang beresolusi 14,20 megapiksel dan lensa berjenis 18-55mm.

Softbox : dua buah.

3.2.2. Kebutuhan Perangkat Lunak :

ACDSee Pro7 untuk melakukan perubahan format citra dari .NEF menjadi .jpg.

MATLAB R2010a untuk melakukan pengolahan citra manuskrip aksara Nusantara.

3.3. Tahapan Penelitian

3.3.1. Studi Pustaka

Pada tahap ini penulis melakukan pencarian teori mengenai binerisasi pada jurnal, buku, maupun web atau blog, kemudian penulis melakukan proses pemadatan topik apa yang akan dikerjakan agar fokus pada topik binerisasi. Pada tahap proses studi pustaka sangat banyak jurnal yang menarik, namun tidak sesuai dengan apa yang akan penulis lakukan, oleh karna itu perlu dilakukan dekomposisi paper agar hanya bagian-bagian tertentu yang dapat dijadikan acuan tidak seluruh isi jurnalnya.

3.3.2. Pengumpulan Data

Data citra pada penelitian ini didapatkan dari Perpustakaan Mrican Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan jumlah data sebanyak 10 buah.


(34)

Pengumpulan data pada penelitian ini didapatkan dengan cara meletakan buku di alas yang datar dengan berlatarbelakang hitam kemudian difoto dengan jarak 16cm dari atas dengan kamera Nikon D3100 yang beresolusi 14,20 megapiksel dan lensa berjenis 18-55mm pada kondisi zoom terbesar serta pemberian softbox(penerang) dua buah pada bagian pojok atas kanan dan kiri yang berjarak 35cm dari buku dengan pencahayaan yang berbeda-beda. Berikut adalah cara pemberian cahaya pada data citra :

1) Sedang(kanan)-Sedang(kiri), Tanpa Lampu Ruangan, Lensa Atas dihalangi Kertas.

2) Sedang(kanan)-Sedang(kiri), Tanpa Lampu Ruangan, Lensa Kanan dihalangi Kertas.

3) Sedang(kanan)-Sedang(kiri), Tanpa Lampu Ruangan, Lensa Bawah dihalangi Kertas.

4) Sedang(kanan)-Sedang(kiri), Tanpa Lampu Ruangan, Lensa Kanan dihalangi Kertas.

5) Lemah(kanan)-Sedang(kiri). 6) Lemah(kanan)-Tinggi(kiri). 7) Sedang(kanan)-Tinggi(kiri). 8) Tanpa cahaya(kanan)-Lemah(kiri). 9) Tanpa cahaya(kanan)-Sedang(kiri). 10)Tanpa cahaya(kanan)-Tinggi(kiri).

Citra yang telah diperoleh kemudian dilakukan zoom sebanyak enam kali menggunakan fitur yang ada pada kamera Nikon D3100 kemudian setelah data didapatkan formatnya diubah menjadi .jpg.

3.3.3. Perancangan Sistem

3.3.4.1. Gambaran Umum Sistem

Skenario sistem dimulai saat user meload citra, kemudian sistem akan merubah citra yang telah di load menjadi format citra grayscale, setelah citra beformat grayscale, citra baru dapat diproses menjadi biner dengan menggunakan


(35)

algoritma Niblack dan Otsu.Berikut adalah diagram konteks dan data flow diagram dari sistem Binerisasi manuskrip aksara Nusantara :

Gambar 3.2 Diagram Konteks

3.3.4.2. Diagram Alur Sistem


(36)

Tahapan proses local thresholding memiliki beberapa tahapan seperti penelitian yang dituliskan oleh Aris Fanani, Putra Prima, dan M. Mahaputra Hidayat (2012), dijelaskan bawha tahapan local thresholding diantaranya adalah partisi citra ke local window, kalkulasi nilai threshold untuk setiap blok local window, dan menggabungkan blok-blok local window yang telah di threshold. Gambar 3.3 adalah diagram alur sistem pada penelitian ini, berikut adalah penjelasan detail diagram alur sistem :

a) Pre Processing

Tahap ini memiliki input berupa citra rgb dan output berupa citra grayscale

serta citra biner menggunakan metode Otsu. Berikut gambar 3.4 merupakan tahapan Pre-Processing dari sistem ini :

Gambar 3. 4 Tahapan Pre-Processing Sistem

Padatahapini User pertama kali memilih citra manuskrip aksara Nusantara dengan format .jpg dan berjenis rgb kemudian citra di konversi menjadi hsv,

kemudian citra hsv di proses menjadi citra berjenis grayscale dan Otsu dengan menggunakan fungsi yang ada pada matlab yaitu (:,:,3) pada citra hsv dan im2bw.

b) Processing Local Windowing Masukan Nilai Koreksi dan Cara Local

Windowing

Tahap ini memiliki input berupa citra grayscaling yang berasal dari proses

pre-processing dan output berupa citra yang telah dilakukan partisi local


(37)

Gambar 3. 5Tahapan Processing Local Windowing

Sistem melakukan local windowing pada citra berjenis grayscale sesuai masukan user kemudian user mendapatkan citra local windowing dari proses local windowing, hasil akhir pada tahap ini adalah citra terbagi menjadi beberapa bagian yang panjang matriks baris dan kolomnya sama antara satu dengan yang lainya. Berikut adalah deskripsi pemotongan matriks untuk setiap local windowing :

• Nol bagian :

Ukuran blok A : baris, kolom

• Empat persegi bagian :

Ukuran blok A : baris/2, kolom/2 Ukuran blok B : baris/2, (kolom/2) +1 Ukuran blok C : (baris/2) + 1, kolom/2 Ukuran blok D : (baris/2) + 1, (kolom/2) + 1


(38)

• Tiga vertikal bagian :

Ukuran blok A : baris, kolom/3 Ukuran blok B : baris, 2*(kolom/3) Ukuran blok C : baris, (2*(kolom/3))+1

• Tiga horizontal bagian :

Ukuran blok A : baris/3, kolom Ukuran blok B : 2*(baris/3) 2, kolom Ukuran blok C : (2*(baris/3))+1, kolom

c) Proses Local Thresholding

Pada tahap ini citra yang telah dikenai proses local windowing dihitung rata-rata dan standar deviasinya pada setiap blok local windowing, kemudian nilai rata-rata dan standar deviasi yang telah dikalkulasi akan dihitung threshold-nyadengan menggunakan metode Niblack. Berikut adalah pseudocode metode Niblack sistem binerisasi manuskrip aksara Nusantara :

1. Melakukan blok looping sebanyak pemotongan pada citra

2. Melakukan looping sebanyak panjang matriks baris(panjang baris sesuai hasil pemotongan)

3. Melakukan looping sebanyak panjang martiks kolom(panjang kolom sesuai hasil pemotongan)

4. Inisialisasi sebuah variabel untuk menyimpan semua nilai matriks citra 5. Lakukan pertukaran nilai piksel disetiap nilai variabel pada tahap empat,

jika nilai variabel lebih besar atau sama dengan nilai Threshold ubah nilai piksel menjadi satu, jika nilai variabel lebih kecil dari nilai Threshold ubah nilai piksel menjadi nol

6. Ulangi langkah pada tahap tiga sampai matriks kolom pada suatu baris habis


(39)

7. Ulangi langkah pada tahap satu sampai langkah enam 8. Lakukan looping untuk blok berikutnya

Tahap ini memiliki nilai input berupa citra local windowing , nilai standar deviasi, dan nilai mean, serta output berupa citra local threshold untuk proses berikutnya dan untuk user.

d) Kombinasi Local Thresholding

Tahap ini memiliki input berupa citra local threshold, dan output berupa citra Niblack . Berikut gambar 3.6 merupakan tahapan dari proses kombinasi local thresholding :

Gambar 3. 6Tahapan Kombinasi Local Thresholding

Citra pada setiap blok local window yang telah dibinerkan, kemudian digabungkan menjadi suatu citra utuh, citra inilah yang menjadi citra biner utuh dengan menggunakan metode Niblack. Pada tahap binerisasi menggunakan metode

Niblack sampai tahap menggabungkan local thresholding sistem melakukan kalkulasi waktu konsumsi saat membinerisasikan dengan menggunakan metode

Niblack..

3.4. Skenario Pengujian

Pada proses pengujian data terlebih dahulu sudah diubah formatnya menjadi .jpg, kemudian citra tersebut akan dimasukan kedalam sistem untuk mendapatkan citra binernya dengan menggunakan metode Otsu dan Niblack beserta dengan lama prosesnya atau waktu konsumsinya. Berikut adalah tahapan pengujianya :

1. Citra yang formatnya telah diubah, kemudian dimasukan kedalam sistem. 2. Sistemmelakukan konversi citra menjadi grayscale.


(40)

3. Citra yang sudah terkonversi akan di ubah menjadi citra biner menggunakan metode Otsu kemudian mencatat waktu konsumsinya, lalu sistem akan menampilkan waktu konsumsinya.

4. User memasukan nilai koreksi antara -1 sampai 1, kemudian menekan tombol Niblack Binarization.

5. Sistem merubah citra yang sudah terkonversi pada tahap tiga menjadi citra biner dengan menggunakan metode Niblack dengan nilai koreksi berupa masukan user kemudian mencatat waktu konsumsinya, lalu sistem akan menampilkan waktu konsumsinya.

6. User menyimpan citra rgb, grayscale, dan citra yang telah dibinerisasikan menjadi file berformat .jpg dengan menekan tombol save.

3.5. Skenario Pengujian Akurasi

Hasil akhir dari skenario pengujian berupa lama waktu konsumsi pada saat membinerkan citra dengan metode Otsu dan Niblack, hasil citra biner dengan menggunakan metode Otsu, dan hasil citra biner dengan menggunakan metode

Niblack . Hasil citra biner dengan menggunakan metode Otsu dan Niblack kemudian akan dicari akurasinya dengan cara membandingkan jumlah objek pada citra biner dengan menggunakan metode Otsu dan Niblack dengan citra asli berjenis RGB. Perbandingan objek dilakukan dengan cara membandingkan citra berjenis rgb dan biner apakah memiliki objek yang sama atau berbeda(bergabungnya objek, berpisahnya objek, menghilangnya objek, dan bertambahnya objek). Hasil dari perhitungan setiap objek tersebut yang akan mejadi akurasi pada penelitian ini. Perhitungan akurasi keberhasilan dari sistem binerisasi menggunakan metode

Niblack dan Otsu adalah sebagai berikut :

Persentase Keberhasilan = 100% x persentase objek benar (3.1) Dimana

Persentase objek benar = ∑ � ⁡ �


(41)

Keterangan :

∑piksel benar = jumlah objek yang sesuai dengan citra rgb ∑objek= jumlah objek yang ada pada citra rgb

Selain keluaran akurasi piksel yang benar, sistem ini mampu menampilkan waktu konsumsi yang digunakan untuk membinerisasikan dengan menggunakan metode Niblack dan Otsu, kemudian dari waktu konsumsi tersebut dapat dihitung rata-rata waktu konsumsinya, berikut adalah cara menghitung rata-rata waktu konsumsi :

Rata-rata waktu = ∑ ⁡

� (3.3)

Keterangan :

∑waktu konsumsi = jumlah waktu konsumsi yang digunakan dengan menggunakan untuk membinerisasikan citra

N = banyak data citra yang diuji coba

Untuk mendapatkan akurasi, pada setiap citra diperlukan perhitungan setiap objek yang ada pada citra berjenis rgb, kemudian dibandingkan dengan citra biner, berikut adalah kriteria yang merupakan objek error :

a) Bergabungnya objek yang pada awalnya terpisah. b) Berpisahnya objek yang pada awalnya bergabung. c) Munculnya Objek yang awalnya tidak ada.


(42)

24 BAB IV

IMPLEMENTASI SISTEM

Pada penelitian tugas akhir ini membahas tentang penggunaan algoritma binerisasi pada manuskrip aksara Nusantara dengan menggunakan metode Niblack. Implementasi program akan dibahas dan dijelaskan pada bab ini. Proses implementasi adalah sebagai berikut :

4.1. Implementasi Pre Processing

a. Implementasi Load Citra

Di dalam form gui.m terdapat push button load image untuk memilih citra yang akan dijadikan citra biner, kemudian menampilkannya pada axes image_load , dengan menggunakan fungsi yang ada pada matlab yaitu uigetfile untuk memilih dan membaca citra yang akan diproses.

Gambar 4.1 Implementasi Load Citra

[FileName, pathname] = uigetfile( ...

{'*.jpg', 'Image Files (*.jpg)'}, ...

'Pick a image file');

handles.myImage = strcat(pathname, FileName); axes(handles.image_load);

baca_gambar=imread(handles.myImage); imshow(handles.myImage);


(43)

b. Implementasi Grayscaling

Sebelum melakukan proses binerisasi, citra perlu diolah lagi agar hanya memiliki satu jenis pixel warna yang dapat membuat proses binerisasi menjadi lebih cepat dan sempurna. Pada tahap ini, hasil akir citra berupa citra berjenis grayscale, yang akan ditampilkan pada axesimage_gray.

Gambar 4.2 Implementasi Grayscaling

abu2=rgb2hsv(baca_gambar2); abu=abu2(:,:,3);

axes(handles.image_gray); imshow(abu);

c. Binerisasi Otsu

Binerisasi dengan menggunakan metode Otsu dilakukan dengan menggunakan fungsi yang sudah ada di Matlab yaitu im2bw , metode Otsu termasuk kedalam kategori Global Threshold. Berikut adalah contoh citra yang telah dibinerisasikan denggan metode Otsu :


(44)

Gambar 4.3 Contoh Citra Biner Menggunakan Metode Otsu

read_image=imread(handles.myImage);

baca_gambar2=imresize(read_image,[280 540]); abu2=rgb2hsv(baca_gambar2);

assignin('base','abu2',abu2);

abu=abu2(:,:,3);

assignin('base','abu',abu);

otsu=im2bw(abu);

4.2. Implementasi Proses Local Windowing

Pada tahap ini, citra akan dibagi menjadi beberapa bagian yang sama rata baik panjang maupun lebarnya untuk dilakukan Local Thresholding yang ada pada tahap selanjutnya.


(45)

4.2.1. Bagi Gambar Nol bagian

Gambar 4.4 Potong Gambar Nol Bagian

function [A,x1,y1]=potongGambar0(abu,r,c,p)

A=abu(1:r ,1:c,:); [x1 y1]=size(A);

assignin('base','size_LocThres1',A);

Citra grayscale diinisialisasi pada variabel A dengan tanpa pemotongan atau ukuran matriksnya sesuai dengan ruas baris dan kolom pada citra grayscale,

kemudiannilai panjang dan lebar citra A disimpan kedalam variabel x1 dan y1.

4.2.2. Bagi Gambar Empat Bagian


(46)

function

[A,B,C,D,x1,y1,x2,y2,x3,y3,x4,y4]=potongGambar(abu,r,c,p) A=abu(1:r/2 ,1:c/2,:);

[x1 y1]=size(A);

assignin('base','size_LocThres1',A);

B=abu(1:r/2,c/2+1:c,:); [x2 y2]=size(B);

assignin('base','size_LocThres2',B);

C=abu(r/2+1:r,1:c/2,:); [x3 y3]=size(C);

assignin('base','size_LocThres3',C);

D=abu(r/2+1:r,c/2+1:c,:); [x4 y4]=size(D);

assignin('base','size_LocThres4',D);

Citra grayscale diinisialisasi pada variabel A,B,C,D di mana setiap variabel memilikin ukuran citranya masing-masing, berikut ukutan setiap variabel :

A. variabel A memiliki ukuran matriks baris dari satu sampai total matriks baris dibagi dua dan ukuran matriks kolom dari satu sampai matriks total kolom dibagi dua, kemudian ukuran dari panjang dan lebar variabel A disimpan kedalam variabel x1 dan y1.

B. variabel B memiliki ukuran matriks baris dari satu sampai matriks total baris dibagi dua dan ukuran matriks kolom dari matriks total kolom dibagi dua lalu ditambah satu sampai ukuran matriks maksimal kolom pada citra tersebut, kemudian ukuran dari panjang dan lebar variabel B disimpan kedalam variabel x2 dan y2.

C. variabel C memiliki ukuran matriks baris dari total baris dibagi dua lalu ditambah satu sampai ukuran matriks maksimal baris pada citra tersebut dan ukuran matriks kolom dari satu sampai matriks total kolom dibagi dua kemudian ukuran dari panjang dan lebar variabel C disimpan kedalam variabel x2 dan y3.

D. variabel D memiliki ukuran matriks baris dari matriks total baris dibagi dua lalu ditambah satu sampai ukuran matriks maksimal baris pada citra


(47)

tersebut dan ukuran matriks kolom dari total kolom dibagi dua lalu ditambah satu sampai ukuran matriks maksimal kolom pada citra tersebut, kemudian ukuran dari panjang dan lebar variabel D disimpan kedalam variabel x4 dan y4.

4.2.3. Bagi Gambar Tiga Horizontal

Gambar 4.6 Potong Gambar Tiga Horizontal function

[A,B,C,x1,y1,x2,y2,x3,y3]=potongGambar3Horizontal(abu,r,c,p) A=abu(1:r ,1:c/3,:);

[x1 y1]=size(A);

assignin('base','size_LocThres1',A);

B=abu(1:r, c/3+1:2*(c/3) ,:); [x2 y2]=size(B);

assignin('base','size_LocThres2',B);

C=abu(1:r, (2*(c/3))+1:c, :); [x3 y3]=size(C);

assignin('base','size_LocThres3',C);

Citra grayscale diinisialisasi pada variabel A,B,C di mana setiap variabel memilikin ukuran citranya masing-masing, berikut ukutan setiap variabel :

A. variabel A memiliki ukuran matriks baris dari satu sampai ukuran matriks maksimal baris pada citra tersebut dan ukuran matriks kolom dari satu sampai matriks total kolom dibagi tiga, kemudian ukuran dari panjang dan lebar variabel A disimpan kedalam variabel x1 dan y1.

B. variabel B memiliki ukuran matriks baris dari satu sampai ukuran matriks maksimal baris pada citra tersebut dan ukuran matriks kolom dari matriks total kolom dibagi tiga lalu ditambah satu sampai dua kali ukuran matriks


(48)

total ukuran maksimal kolom pada citra tersebut yang dibagi tiga, kemudian ukuran dari panjang dan lebar variabel B disimpan kedalam variabel x2 dan y2.

C. variabel C memiliki ukuran matriks baris dari satu sampai ukuran matriks maksimal baris pada citra tersebut dan ukuran matriks kolom dari dua kali ukuran total matriks maksimal kolom pada citra tersebut yang dibagi tiga sampai ukuran matriks maksimal kolom pada citra tersebut lalu ditambah satu, kemudian ukuran dari panjang dan lebar variabel C disimpan kedalam variabel x3 dan y3.

4.2.4. Bagi Gambar Tiga Vertikal

Gambar 4.7 Potong Gambar Tiga Vertikal function

[A,B,C,x1,y1,x2,y2,x3,y3]=potongGambar3Vertikal(abu,r,c,p) A=abu(1:r/3 ,1:c,:);

[x1 y1]=size(A);

assignin('base','size_LocThres1',A);

B=abu(1+(r/3):2*(r/3), 1:c ,:); [x2 y2]=size(B);

assignin('base','size_LocThres2',B);

C=abu((2*(r/3))+1:r, 1:c, :); [x3 y3]=size(C);

assignin('base','size_LocThres3',C);

Citra grayscale diinisialisasi pada variabel A,B,C di mana setiap variabel memilikin ukuran citranya masing-masing, berikut ukutan setiap variabel :


(49)

A. variabel A memiliki ukuran matriks kolom dari satu sampai ukuran matriks maksimal kolom pada citra tersebut dan ukuran matriks baris dari satu sampai matriks total baris dibagi tiga, kemudian ukuran dari panjang dan lebar variabel A disimpan kedalam variabel x1 dan y1.

B. variabel B memiliki ukuran matriks kolom dari satu sampai ukuran matriks maksimal kolom pada citra tersebut dan ukuran matriks baris dari matriks total baris dibagi tiga lalu ditambah satu sampai dua kali ukuran matriks total ukuran maksimal baris pada citra tersebut yang dibagi tiga, kemudian ukuran dari panjang dan lebar variabel B disimpan kedalam variabel x2 dan y2.

C. variabel C memiliki ukuran matriks kolom dari satu sampai ukuran matriks maksimal kolom pada citra tersebut dan ukuran matriks baris dari dua kali ukuran total matriks maksimal baris pada citra tersebut yang dibagi tiga sampai ukuran matriks maksimal baris pada citra tersebut lalu ditambah satu, kemudian ukuran dari panjang dan lebar variabel C disimpan kedalam variabel x3 dan y3.

4.3. Implementasi Proses Local Thresholding

Pada tahap Local Thresholding dilakukan perhitungan standar deviasi dan mean untuk setiap window citra HSV yang akan di binerisasikan, nilai standar deviasi dan mean dari masing-masing window akan disimpan divariabel S_kuadran untuk masing standar deviasi dan M_kuadran untuk masing-masing mean.

4.3.1. Local Threshold Gambar Nol Bagian

Pembagian local window dibagi menjadi nol potongan, sehingga nilai standar deviasi dan rata-rata didapatkan dari seluruh blok piksel yang ada pada suatu citra, kemudian nilai standar deviasi dan rata-rata tersebut digunakan untuk menghitung nilai threshold-nya. Berikut adalah contoh hasil kalkulasi local threshold gambar nol bagian :


(50)

Gambar 4. 8 Contoh Hasil Kalkulasi LocalThreshold Nol Bagian

function [S_kuadran1,M_kuadran1]=hitSTDdanMean0(A)

S_kuadran1=std2(A(:)); M_kuadran1=mean(A(:));

assignin('base','std_LocThres1',S_kuadran1);

assignin('base','mean_LocThres1',M_kuadran1);

[S_kuadran1,M_kuadran1]=hitSTDdanMean0(A); value_kuadran1=M_kuadran1+ variabel*S_kuadran1;

assignin('base','Threshold_1',value_kuadran1);

4.3.2. Local Threshold Gambar Empat Bagian

Pembagian local window dibagi menjadi empat bagian yang sama rata antara matriks baris dan kolomnya, hasil dari pembagian local windowing tersebut menghasilkan empat blok local window yang sama rata, dari setiap blok tersebut dilakukan kalkulasi rata-rata, standar deviasi, dan local threshold-nya. Berikut adalah contoh hasil kalkulasi local threshold gambar empat bagian :


(51)

Gambar4. 9Contoh Hasil Kalkulasi LocalThreshold Empat Bagian function

[S_kuadran1,S_kuadran2,S_kuadran3,S_kuadran4,M_kuadran1,M_kuadra n2,M_kuadran3,M_kuadran4]=hitSTDdanMean(A,B,C,D)

S_kuadran1=std2(A(:)); M_kuadran1=mean(A(:));

assignin('base','std_LocThres1',S_kuadran1);

assignin('base','mean_LocThres1',M_kuadran1);

S_kuadran2=std2(B(:)); M_kuadran2=mean(B(:));

assignin('base','std_LocThres2',S_kuadran2);

assignin('base','mean_LocThres2',M_kuadran2);


(52)

S_kuadran3=std2(C(:)); M_kuadran3=mean(C(:));

assignin('base','std_LocThres3',S_kuadran3);

assignin('base','mean_LocThres3',M_kuadran3);

S_kuadran4=std2(D(:)); M_kuadran4=mean(D(:));

assignin('base','std_LocThres4',S_kuadran4);

assignin('base','mean_LocThres4',M_kuadran4);

[S_kuadran1,S_kuadran2,S_kuadran3,S_kuadran4,M_kuadran1,M_kuadra n2,M_kuadran3,M_kuadran4]=hitSTDdanMean(A,B,C,D)

value_kuadran1=M_kuadran1+ variabel*S_kuadran1;

assignin('base','Threshold_1',value_kuadran1);

value_kuadran2=M_kuadran2+ variabel*S_kuadran2;

assignin('base','Threshold_2',value_kuadran2);

value_kuadran3=M_kuadran3+ variabel*S_kuadran3;

assignin('base','Threshold_3',value_kuadran3);

value_kuadran4=M_kuadran4+ variabel*S_kuadran4;

assignin('base','Threshold_4',value_kuadran4);

4.3.3. Local Threshold Gambar tiga Bagian

Pembagian local window dibagi menjadi tiga bagian yang sama rata antara matriks baris dan kolomnya, hasil dari pembagian local windowing tersebut menghasilkan tiga blok local window yang sama rata, dari setiap blok tersebut dilakukan kalkulasi rata-rata, standar deviasi, dan local threshold-nya. Berikut adalah contoh hasil kalkulasi local threshold gambar tiga bagian :


(53)

Gambar 4. 10 Contoh Hasil Kalkulasi LocalThreshold Tiga Bagian function

[S_kuadran1,S_kuadran2,S_kuadran3,M_kuadran1,M_kuadran2,M_kuadra n3]=hitSTDdanMean3(A,B,C)

S_kuadran1=std2(A(:)); M_kuadran1=mean(A(:));

assignin('base','std_LocThres1',S_kuadran1);

assignin('base','mean_LocThres1',M_kuadran1);

S_kuadran2=std2(B(:)); M_kuadran2=mean(B(:));

assignin('base','std_LocThres2',S_kuadran2);

assignin('base','mean_LocThres2',M_kuadran2);


(54)

S_kuadran3=std2(C(:)); M_kuadran3=mean(C(:));

assignin('base','std_LocThres3',S_kuadran3);

assignin('base','mean_LocThres3',M_kuadran3);

[S_kuadran1,S_kuadran2,S_kuadran3,M_kuadran1,M_kuadran2,M_kuadra n3]=hitSTDdanMean3(A,B,C)

value_kuadran1=M_kuadran1+ variabel*S_kuadran1;

assignin('base','Threshold_1',value_kuadran1);

value_kuadran2=M_kuadran2+ variabel*S_kuadran2;

assignin('base','Threshold_2',value_kuadran2);

value_kuadran3=M_kuadran3+ variabel*S_kuadran3;

assignin('base','Threshold_3',value_kuadran3);

4.3.4. Binerisasi Niblack

Binerisasi dengan menggunakan metode Niblack dilakukan setelah implementasi Local Threshold , setiap window dilakukan proses binerisasi menggunakan metode Niblack. Pada tahap ini dilakukan proses penukaran nilai piksel atau Thresholding, untuk suatu piksel yang nilanya lebih kecil dari nilai

threshold-nya maka nilai pikselnya akan diganti menjadi nol, jika nilai pikselnya lebih besar atau samadengan dari nilai threshold-nya maka nilai pikselnya akan diganti menjadi satu, berikut adalah penjelasan yang lebih rinci untuk melakukan perubahan nilai piksel :

function [niblack]=Niblack0(A,x1,y1,value_kuadran1)

temp1=A;

for u1=1:1:x1

for q1=1:1:y1

pixel1=temp1(u1,q1);

if(pixel1>=value_kuadran1)


(55)

else

temp1(u1,q1)=0;

end

end

end

niblack=temp1;

4.3.5. Implementasi Tic Toc

Pada tahap ini, dilakukan pencatatan waktu konsumsi untuk merubah citra

grayscale menjadi citra biner menggunakan metode Otsu dan Niblack. Proses fungsi tic untuk melakukan binerisasi Niblack dimulai setelah melakukan pemotongan gambar kemudian diakhiri dengan fungsi toc setelah gambar disatukan kembali, sedangkan untuk binerisasi menggunakan metode Otsu fungsi tic

dilakukan sebelum fungsi im2bw dan fungsi toc dilakukan setelah fungsi im2bw. 4.4. Implementasi Penggabungan Local Window

Setelah citra grayscale diubah menjadi citra biner dengan menggunakan metode Niblack , citra digabungkan kembali menjadi satu bagian dari empat bagian, citra yang sudah menjadi satu bagian inilah yang menjadi citra biner menggunakan metode Niblack secara utuh.

4.4.1. Penggabungan Local Window Potong Gambar Empat Bagian

Pada penggabungan local window empat bagian dilakukan dengan cara menggabungkan blok A dan B terlebih dahulu, kemudian menggabungkan blok C dan D, setelah itu menggabungkan dua blok yang telah disatukan lagi, berikut adalah gambar dari setiap bloknya :


(56)

Gambar 4. 11 Blok A dan C Gambar 4. 12 Blok B dan D

Gambar 4. 13 Gabungan Blok A dan B Gambar 4. 14 Gabungan Blok C dan D


(57)

function [niblack,kombinasi_gambar1,kombinasi_gambar2] = combineGambar(temp1,temp2,temp3,temp4)

kombinasi_gambar1=[temp1 temp2]; kombinasi_gambar2=[temp3 temp4];

niblack=cat(1,kombinasi_gambar1,kombinasi_gambar2);

assignin('base','niblack',niblack);

4.4.2. Penggabungan Local Window Potong Gambar Tiga Bagian Vertikal

Pada penggabungan local window tiga bagian vertikal dilakukan dengan cara menggabungkan blok A, B, dan C secara horizontal, berikut adalah gambar dari setiap bloknya :

Gambar 4. 16 Blok A, B, dan C


(58)

function [niblack] = combineGambar3Vertikal(temp1,temp2,temp3) kombinasi_gambar1=cat(1,temp1,temp2);

niblack=cat(1,kombinasi_gambar1,temp3);

4.4.3. Penggabungan Local Window Potong Gambar Tiga Bagian Horizontal

Pada penggabungan local window tiga bagian vertikal dilakukan dengan cara menggabungkan blok A, B, dan C secara vertikal, berikut adalah gambar dari setiap bloknya :

Gambar 4. 18 Blok A, B, dan C

Gambar 4. 19 Gabungan blok A, B, dan C

function [niblack] = combineGambar3Horizontal(temp1,temp2,temp3)


(59)

4.5. Implementasi User Interface

Pengubahan citra berjenis RGB menjadi biner dilakukan melalui

GUI(Graphical User Interface), untuk memudahkan dalam penilitian ini. Gambar 4.21 merupakan tampilan GUI dari sistem binerisasi manuskrip aksara Nusantara menggunakan algoritma Niblack.


(60)

42 BAB V

HASIL DAN ANALISIS 5.1. Hasil Citra Grayscaling

Citra yang telah berhasil di-resize akan dilakukan proses untuk menjadi citra berjenis grayscale, tabel 5.1 adalah beberapa contoh hasil grayscaling.

Tabel 5.1 Contoh Hasil Citra HSV dan Grayscaling

No Citra Asli Citra Grayscale

1

2


(61)

N

o Citra Asli Citra Grayscale

4

5

5.2. Hasil Local Window

Hasil dari tahap ini adalah memotong atau membagi gambar menjadi beberapa bagian yang sama rata agar dapat diolah ke tahap selanjutnya yaitu Local Thresholding, tabel 5.2 merupakan beberapa contoh hasil dari tahap Local Window.

Tabel 5.2 Contoh Hasil Local Window

No Citra Grayscale Hasil Local Windowing 1


(62)

No Citra Grayscale Hasil Local Windowing 2

3

4


(63)

5.3. Hasil Local Thresholding

Citra yang telah dipotong menjadi beberapa bagian, kemudian dijadikan biner setiap bloknya dengan nilai Threshold yang telah dikalkulasikan dengan menggunakan metode Niblack, tabel 5.3 merupakan beberapa contoh hasil dari tahap Local Threshold.

Tabel 5.3 Contoh Hasil Local Threshold

No Citra Local Windowing Citra Hasil Local Thresholding 1

2


(64)

No Citra Local Windowing Citra Hasil Local Thresholding 4

5

5.4. Hasil Penggabungan Local Thresholding

Citra yang telah dibinerkan menggunakan metode Niblack kemudian disatukan kembali agar menjadi citra yang utuh agar dapat dianalisa perbedaan disetiap pikselnya, tabel 5.4 merupakan beberapa contoh hasil Penggabungan Local Window .

Tabel 5.4 Hasil Penggabungan Local Window

No Citra Hasil Local Thresholding Citra Hasil Penggabungan Local

Window


(65)

No Citra Hasil Local Thresholding Citra Hasil Penggabungan Local

Thresholding

2

3

4


(66)

5.5. Analisis Presentase Jumlah Objek

Setiap citra yang telah berhasil dibinerisasikan kemudian dibandingkan setiap pikselnya apakah sesuai atau tidak sesuai dengan citra berjenis rgb atau citra asalnya, kemudian dihitung akurasinya dengan cara 100% dikurangi (jumlah piksel salah dibagi dengan 150), tabel 5.5 dan 5.6 merupakan perhitungan seluruh akurasi citra yang telah diuji coba dengan menggunakan metode Niblack dan Otsu, berikut adalah tabel 5.5 dan 5.6 :

Tabel 5.5 Perhitungan Akurasi Niblack

Akurasi(Local Windowing Nol Bagian)

No Objek Citra RGB

Objek Benar K = -0,1

Akurasi (%) K = -0,1

Objek Benar K = -0,2

Akurasi (%) K = -0,2 1

16 9 56,25 10 62,5

2

17 13 76,47058824 13 76,47058824

3

18 12 66,66666667 11 61,11111111

4

17 11 64,70588235 11 64,70588235

5 16 16 100 16 100

6 13 13 100 13 100

7 12 12 100 12 100

8 5 5 100 5 100

9 7 5 71,42857143 5 71,42857143

10 10 10 100 10 100


(67)

Akurasi(Local Windowing Empat Bagian) No Objek

Citra RGB

Objek Benar K = -0,1

Akurasi (%) K = -0,1

Objek Benar K = -0,2

Akurasi (%) K = -0,2

1 16 14 87,5 14 87,5

2 17 12 70,58823529 12 70,58823529

3 18 15 83,33333333 15 83,33333333

4 17 10 58,82352941 13 76,47058824

5 15 15 100 15 100

6 13 13 100 13 100

7 11 11 100 11 100

8 5 3 60 5 100

9 7 4 57,14285714 4 57,14285714

10 10 10 100 10 100

µ Akurasi 81.7388 µ Akurasi 87.5035 Akurasi(Local Windowing Tiga Vertikal Bagian)

No Objek Citra RGB

Objek Benar K = -0,1

Akurasi (%) K = -0,1

Objek Benar K = -0,2

Akurasi (%) K = -0,2

1 16 8 50 8 50

2 17 17 100 17 100

3 18 13 72,22222222 12 66,66666667

4 17 14 82,35294118 13 76,47058824

5 15 15 100 15 100

6 15 13 86,66666667 13 86,66666667

7 12 12 100 12 100

8 5 5 100 5 100


(68)

Akurasi(Local Windowing Tiga Vertikal Bagian) No Objek

Citra RGB

Objek Benar K = -0,1

Akurasi (%) K = -0,1

Objek Benar K = -0,2

Akurasi (%) K = -0,2

10 10 9 90 9 90

µ Akurasi 79.55275 µ Akurasi 79.83754 Akurasi(Local Windowing Tiga Horizontal Bagian)

No Objek Citra RGB

Objek Benar K = -0,1

Akurasi (%) K = -0,1

Objek Benar K = -0,2

Akurasi (%) K = -0,2

1 16 8 50 9 56,25

2 17 12 70,58823529 12 70,58823529

3 18 12 66,66666667 12 66,66666667

4 17 10 58,82352941 10 58,82352941

5 16 16 100 16 100

6 13 11 84,61538462 11 84,61538462

7 12 12 100 12 100

8 5 3 60 5 100

9 8 2 25 6 75

10 10 10 100 10 100

µ Akurasi 71.56938 µ Akurasi 81.19438 Tabel 5.6 Perhitungan Akurasi Otsu

Akurasi Otsu

No Objek Citra RGB Objek Benar Otsu (%) Akurasi (%)

1 16 0 0

2 17 0 0


(69)

Akurasi Otsu

No Piksel Error Otsu Otsu Error (%) Akurasi (%)

4 17 0 0

5 16 16 100

6 13 13 100

7 12 11 91,66666667

8 5 5 100

9 8 7 87,5

10 10 10 100

µ Akurasi 57.91667

Dari tabel 5.5 dan 5.6 dapat dilihat hasil dari seluruh data yang telah dilakukan uji coba untuk dijadikan citra biner, menghasilkan beberapa poin akurasi rata rata yang akan disajikan pada tabel 5.7, berikut adalah tabel 5.7 :

Tabel 5.7 Akurasi Rata-Rata Akurasi Total Ket. Local

Windowing No

Niblack Otsu

K = -0,1 K = -0,2 0 1 83,5521 83,6216

57,91666667 4 2 81,7387 87,5035

3 vertikal 3 79,5527 79,8375 3 horizontal 4 71,5693 81,1943

Dari tabel 5.7 dapat disimpulkan bahwa akurasi metode Niblack adalah sebesar 87,5035% pada local windowing empat bagian dengan nilai K adalah sebesar -0,2, dan akurasi metode Otsu adalah sebesar 57,91666667%. Gambar 5.1


(70)

merupakan representasi grafik berbentuk graph dari tabel 5.7, berikut adalah gambar 5.1 :

Gambar 5. 1 Akurasi Total

50 60 70 80 90 100

1 2 3 4

Akurasi Rata-Rata

-0,1 -0,2 Otsu


(71)

5.6. Analisis Waktu Proses Binerisasi

Pada penelitian ini, setiap waktu konsumsi yang diperlukan dari metode

Niblack dan metode Otsu yang fungsinya sudah ada pada matlab, akan dilakukan pencatatan waktu konsumsinya. Tabel 5.8 dan 5.9 merupakan tabel waktu konsumsi dari setiap percobaan. Berikut adalah tabel 5.8 dan 5.9 :

Tabel 5.8 Waktu Konsumsi Metode Niblack

Waktu(nol bagian) Waktu(empat bagian)

No Niblack

(k = -0,1)

Niblack

(k = -0,2) No

Niblack (k = -0,1)

Niblack (k = -0,2) 1 0.1417 0.084888 1 3.2000 2.1381 2 0.0893 0.081137 2 2.1118 2.079 3

0.0843 0.082166 3 2.0705 2.0203 4

0.1213 0.082854 4 2.1049 2.0496 5

0.2394 0.23902 5 2.5113 2.2632 6 0.2375 0.28421 6 2.3050 2.2804 7 0.2634 0.23863 7 2.3135 2.3008 8

0.2756 0.24039 8 2.2968 2.2716 9

0.2428 0.24829 9 2.2845 2.1638 10

0.2679 0.24129 10 2.2561 2.2846 µ waktu

0.1963 0.207232 µ waktu 2.3454 2.18514

Waktu(tiga vertikal) Waktu(tiga horizontal)

No Niblack

(k = -0,1)

Niblack

(k = -0,2) No

Niblack (k = -0,1)

Niblack (k = -0,2) 1


(72)

Waktu(tiga vertikal) Waktu(tiga horizontal)

No Niblack

(k = -0,1)

Niblack

(k = -0,2) No

Niblack (k = -0,1)

Niblack (k = -0,2) 2

1.4648 1.3973 2 1.4509 1.3594

3 1.3817 1.3478 3 1.44 1.3482

4

1.3709 1.3903 4 1.3902 1.3772 5

1.6015 1.7454 5 1.5323 1.6617 6

1.7141 1.5954 6 1.6303 1.5568 7

1.5923 1.6371 7 1.6663 1.5519 8 1.6001 1.6112 8 1.5051 1.5791 9 1.5428 1.5215 9 1.5945 1.8105 10

1.6714 1.6352 10 1.5805 1.5406 µ waktu

1.5509 1.52788 µ waktu 1.51782 1.51421 Tabel 5. 9 Waktu Konsumsi Metode Otsu

Otsu

No Waktu No Waktu

1 0.076615 6 0.002187 2 0.000868 7 0.001769 3 0.000599 8 0.001569 4 0.000785 9 0.002063 5 0.001586 10 0.00214

µ waktu 0.009018

Dari tabel 5.8 dan 5.9 dapat dilihat waktu konsumsi dari seluruh data yang telah dilakukan uji coba untuk dijadikan citra biner, dari tabel tersebut


(73)

menghasilkan beberapa poin waktu konsumsi rata rata yang akan disajikan pada tabel 5.10, berikut adalah tabel 5.10 :

Tabel 5. 10 Waktu Konsumsi Rata-Rata Waktu Total

Ket. Local Windowing No

Niblack Otsu

K = -0,1 K = -0,2 0 1 0.1963 0.207232

0.009018 4 2 2.3454 2.18514

3 vertikal 3 1.5509 1.52788 3 horizontal 4 1.51782 1.51421

Dari tabel 5.10 dapat disimpulkan bahwa waktu konsumsi metode Niblack

yang terbesar adalah 2,3454s, sedangkan waktu konsumsi yang terendah adalah 0,1963s. Untuk nilai akurasi terbesar pada metode Niblack yaitu 87,5035% memiliki waktu konsumsi sebesar 2,18514s.


(74)

56 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran dari penulis pada penelitian binerisasi manuskrip aksara Nusantara dengan metode Niblack dan Otsu. 6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan penulis dari hasil penelitian binerisasi manuskrip aksara Nusantara dengan menggunakan metode Niblack dan Otsu

adalah :

1. Metode Niblack dapat mengatasi citra input yang memiliki cahaya kurang atau redup, hal ini dapat dilihat dari contoh data satu sampai empat yang dapat menghasilkan beberapa objek setelah citra dibinerkan, sedangkan metode Otsu tidak dapat menghasilkan objek apapun ketika citra dibinerkan dengan menggunakan metode Otsu.

2. Metode Otsu dapat mengatasi citra input yang memiliki cahaya yang cukup cerah, hal ini dapat dilihat dari contoh data lima sampai sepuluh yang dapat menghasilkan beberapa objek setelah citra dibinerkan dengan metode Otsu, metode Niblack juga dapat mengatasi hal tersebut, akan tetapi waktu konsumsinya lebih lama dari metode Otsu.

3. Ditinjau dari akurasi rata-rata seluruh data, metode Otsu memiliki akurasi rata-rata sebesar 57,9167% dan akurasi metode Niblack memilikirata-rata sebesar 87,5035% dengan melakukan Local Windowing sebanyak empat potongan serta nilai koefisien Niblack sebesar -0,2. Pada penelitian ini metode Niblack memiliki akurasi yang lebih tinggi dari metode Otsu. 4. Ditinjau dari waktu konsumsi yang dibutuhkan oleh sistem untuk

membinerisasikan citra denganspesifikasi laptop penulis sebagai berikut,

prosessor core i5(2,50GHz), memory 8gb, vga 2gb , metode Niblack

memiliki tingkat waktu konsumsi rata-rata yang lebih lama dari metode


(75)

0,1963s dengan Local Window pada nol pemotongan serta nilai K adalah -0,1 sedangkan metode Otsu adalah 0,009018s.

6.2. Saran

Berikut ini adalah saran bagi penelitian berikutnya untuk melanjutkan sistem binerisasi ini :

1. Pada tahap melakukan konversi perubahan jenis citra dari rgb menjadi

grayscale diperlukan proses konversi menjadi jenis hsv terlebih dahulu, karena jika citra langsung dikenakan konversi ke grayscale dengan menggunakan fungsi rgb2gray yang ada pada MATLAB maka hasil citra biner berwarna hitam seluruhnya, tetapi jika menggunakan konversi ke jenis citra hsv terlebih dahulu, lalu dibinerkan hasilnya akan lebih baik. Hal tersebut dikarenakan fungsi rgb2gra y yang berada pada MATLAB saat akan merubah citra menjadi abu, banyak informasi piksel yang hilang, sedangkan hsv tidak menghilangkan informasi tersebut, dan hsv

merupakan jenis yang kaya akan warna, wana yang dihasilkan oleh hsv

adalah merah, kuning, hijau, cyan, biru, magneta.

2. Lebih banyak melakukan kombinasi pencahayaan saat pengambilan data seperti merubah lampu latar, atau merubah ISO pada kamera, karena metode Niblack merupakan metode menggunakan local threshold yang sensitif terhadap cahaya.

3. Melakukan berbagai macam local windowing selain yang telah dikerjakan oleh penulis, seperti local windowing dengan pemotongan empat vertikal dan empat horizontal.


(76)

DAFTAR PUSTAKA

Hafizan Mat Som, Jasni Mohamad Zain, dan Amzari Jihadi Ghazali. (2011), “Application Of Threshold Techniques For Readability Improvements Of Jawi Historical Manuscript Images”. Advanced Computing An International Journal (ACII), Vol.2 No.2 : halaman : 60-69, https://www.researchgate.net/profile/Jasni_Mohamad_Zain/publicatio n/50869853_Application_of_Threshold_Techniques_for_Readability_ Improvement_of_JawiHistorical_Manuscript_Images/links/00b7d53a b917259189000000.pdf?origin=publication_detail, tanggal akses : 8 September 2016.

Kadir, Abdul dan Adhi Sudanto. (2012),”Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra”. Yogyakarta : Penerbit ANDI Yogyakarta.

Darma, P. (2009), ”Pengolahan Citra Digital”. Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta.

Madenda, S. (2015), “Pengolahan Citra & Video Digital”. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Aris Fanani, Putra Prima, dan M. Mahaputra Hidayat. (2012), “Local Thresholding Berdasarkan Bentuk Untuk Binerisasi Citra Dokumen”. Juti, Vol.10 No.1 : halaman : 26-31, http://juti.if.its.ac.id/index.php/juti/article/viewFile/27/26, tanggal akses : 12 Maret 2017.

M. Amin, Khalid, dkk. (2014), “A Binarization Algorithm For Historical Arabic Manuscript Images Using A Neutrosophic Approach”. IEEE, 978-1-4799-6594-6/14 : halaman : 266-270, http://www.iject.org/vol64/1/6-kitty-gupta.pdf, tanggal akses : 12 Maret 2017.

Singh, O.Imocha, dkk. (2012), “Local Contrast And Mean Based Thresholding Technique In Image Binarization”. International Journal Of Computer


(77)

Applications, Vol.51 No.6 : halaman 5-10, http://research.ijcaonline.org/volume51/number6/pxc3881362.pdf, tanggal akses : 6 Februari 2017.


(78)

(1)

menghasilkan beberapa poin waktu konsumsi rata rata yang akan disajikan pada tabel 5.10, berikut adalah tabel 5.10 :

Tabel 5. 10 Waktu Konsumsi Rata-Rata Waktu Total

Ket. Local Windowing No

Niblack Otsu

K = -0,1 K = -0,2

0 1 0.1963 0.207232

0.009018

4 2 2.3454 2.18514

3 vertikal 3 1.5509 1.52788 3 horizontal 4 1.51782 1.51421

Dari tabel 5.10 dapat disimpulkan bahwa waktu konsumsi metode Niblack yang terbesar adalah 2,3454s, sedangkan waktu konsumsi yang terendah adalah 0,1963s. Untuk nilai akurasi terbesar pada metode Niblack yaitu 87,5035% memiliki waktu konsumsi sebesar 2,18514s.


(2)

56 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran dari penulis pada penelitian binerisasi manuskrip aksara Nusantara dengan metode Niblack dan Otsu.

6.1.Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan penulis dari hasil penelitian binerisasi manuskrip aksara Nusantara dengan menggunakan metode Niblack dan Otsu adalah :

1. Metode Niblack dapat mengatasi citra input yang memiliki cahaya kurang atau redup, hal ini dapat dilihat dari contoh data satu sampai empat yang dapat menghasilkan beberapa objek setelah citra dibinerkan, sedangkan metode Otsu tidak dapat menghasilkan objek apapun ketika citra dibinerkan dengan menggunakan metode Otsu.

2. Metode Otsu dapat mengatasi citra input yang memiliki cahaya yang cukup cerah, hal ini dapat dilihat dari contoh data lima sampai sepuluh yang dapat menghasilkan beberapa objek setelah citra dibinerkan dengan metode Otsu, metode Niblack juga dapat mengatasi hal tersebut, akan tetapi waktu konsumsinya lebih lama dari metode Otsu.

3. Ditinjau dari akurasi rata-rata seluruh data, metode Otsu memiliki akurasi rata-rata sebesar 57,9167% dan akurasi metode Niblack memiliki rata-rata sebesar 87,5035% dengan melakukan Local Windowing sebanyak empat potongan serta nilai koefisien Niblack sebesar -0,2. Pada penelitian ini metode Niblack memiliki akurasi yang lebih tinggi dari metode Otsu. 4. Ditinjau dari waktu konsumsi yang dibutuhkan oleh sistem untuk

membinerisasikan citra dengan spesifikasi laptop penulis sebagai berikut, prosessor core i5(2,50GHz), memory 8gb, vga 2gb , metode Niblack memiliki tingkat waktu konsumsi rata-rata yang lebih lama dari metode Otsu. Waktu konsumsi rata-rata terendah oleh metode Niblack adalah


(3)

0,1963s dengan Local Window pada nol pemotongan serta nilai K adalah -0,1 sedangkan metode Otsu adalah 0,009018s.

6.2.Saran

Berikut ini adalah saran bagi penelitian berikutnya untuk melanjutkan sistem binerisasi ini :

1. Pada tahap melakukan konversi perubahan jenis citra dari rgb menjadi grayscale diperlukan proses konversi menjadi jenis hsv terlebih dahulu, karena jika citra langsung dikenakan konversi ke grayscale dengan menggunakan fungsi rgb2gray yang ada pada MATLAB maka hasil citra biner berwarna hitam seluruhnya, tetapi jika menggunakan konversi ke jenis citra hsv terlebih dahulu, lalu dibinerkan hasilnya akan lebih baik. Hal tersebut dikarenakan fungsi rgb2gra y yang berada pada MATLAB saat akan merubah citra menjadi abu, banyak informasi piksel yang hilang, sedangkan hsv tidak menghilangkan informasi tersebut, dan hsv merupakan jenis yang kaya akan warna, wana yang dihasilkan oleh hsv adalah merah, kuning, hijau, cyan, biru, magneta.

2. Lebih banyak melakukan kombinasi pencahayaan saat pengambilan data seperti merubah lampu latar, atau merubah ISO pada kamera, karena metode Niblack merupakan metode menggunakan local threshold yang sensitif terhadap cahaya.

3. Melakukan berbagai macam local windowing selain yang telah dikerjakan oleh penulis, seperti local windowing dengan pemotongan empat vertikal dan empat horizontal.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Hafizan Mat Som, Jasni Mohamad Zain, dan Amzari Jihadi Ghazali. (2011), “Application Of Threshold Techniques For Readability Improvements Of Jawi Historical Manuscript Images”. Advanced Computing An International Journal (ACII), Vol.2 No.2 : halaman : 60-69, https://www.researchgate.net/profile/Jasni_Mohamad_Zain/publicatio n/50869853_Application_of_Threshold_Techniques_for_Readability_ Improvement_of_JawiHistorical_Manuscript_Images/links/00b7d53a b917259189000000.pdf?origin=publication_detail, tanggal akses : 8 September 2016.

Kadir, Abdul dan Adhi Sudanto. (2012),”Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra”. Yogyakarta : Penerbit ANDI Yogyakarta.

Darma, P. (2009), ”Pengolahan Citra Digital”. Yogyakarta : Penerbit Andi Yogyakarta.

Madenda, S. (2015), “Pengolahan Citra & Video Digital”. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Aris Fanani, Putra Prima, dan M. Mahaputra Hidayat. (2012), “Local Thresholding Berdasarkan Bentuk Untuk Binerisasi Citra Dokumen”.

Juti, Vol.10 No.1 : halaman : 26-31,

http://juti.if.its.ac.id/index.php/juti/article/viewFile/27/26, tanggal akses : 12 Maret 2017.

M. Amin, Khalid, dkk. (2014), “A Binarization Algorithm For Historical Arabic Manuscript Images Using A Neutrosophic Approach”. IEEE, 978-1-4799-6594-6/14 : halaman : 266-270, http://www.iject.org/vol64/1/6-kitty-gupta.pdf, tanggal akses : 12 Maret 2017.

Singh, O.Imocha, dkk. (2012), “Local Contrast And Mean Based Thresholding Technique In Image Binarization”. International Journal Of Computer


(5)

Applications, Vol.51 No.6 : halaman 5-10, http://research.ijcaonline.org/volume51/number6/pxc3881362.pdf, tanggal akses : 6 Februari 2017.


(6)