IDENTIFIKASI TINDAKAN GURU DALAM PEMBELAJARAN YANG DIDASARKAN ATAS KONDISI SISWA DI SMA A YOGYAKARTA (Sebuah Studi Untuk Mendalami Salah Satu Aspek Kompetensi Dari Kompetensi Pedagogik) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
IDENTIFIKASI TINDAKAN GURU DALAM PEMBELAJARAN YANG DIDASARKAN ATAS KONDISI SISWA DI SMA A YOGYAKARTA (Sebuah Studi Untuk Mendalami Salah Satu Aspek Kompetensi Dari
Kompetensi Pedagogik)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Triyanti Chris Febrina Saragih NIM. 081424039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
IDENTIFIKASI TINDAKAN GURU DALAM PEMBELAJARAN YANG DIDASARKAN ATAS KONDISI SISWA DI SMA A YOGYAKARTA (Sebuah Studi Untuk Mendalami Salah Satu Aspek Kompetensi Dari
Kompetensi Pedagogik)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Triyanti Chris Febrina Saragih NIM. 081424039
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
i ii
iii1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada
iv
Filipi 2:1-4
“
persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,
2
karena itu sempurnakanlah suka citaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
3
dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
4
dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga”.
Filipi 4:6
“Janganlah kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”.
Karya yang sederhana ini ku persembahkan untuk my beloved daddy & mommy dan semua orang yang telah hadir dalam hidupku dan mengajariku arti hidup... v
vi
ABSTRAK
IDENTIFIKASI TINDAKAN GURU DALAM PEMBELAJARAN YANG DIDASARKAN ATAS KONDISI SISWA DI SMA A YOGYAKARTA (Sebuah Studi Untuk Mendalami Salah Satu Aspek Kompetensi Dari
Kompetensi Pedagogik)
Triyanti Chris Febrina SaragihUniversitas Sanata Dharma 2013
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengetahuan guru tentang siswanya yang meliputi (1) bagaimana pengetahuan guru tentang kemampuan awal siswa; (2) bagaimana pengetahuan guru tentang motivasi dan keaktifan siswa; (3) bagaimana pengetahuan guru tentang miskonsepsi siswa; dan (4) bagaimana pengetahuan guru tentang kesulitan belajar siswa.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA A Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2012. Subjek penelitian ini adalah guru fisika dan objek penelitian ini adalah pengetahuan guru. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan instrumen pengumpulan data terdiri dari video rekaman proses pembelajaran dan wawancara guru.
Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) guru mengetahui konsep Q dan W, merupakan kemampuan awal siswa yang diperlukan siswanya untuk mempelajarai proses termodinamika dan guru mengetahui persamaan PV = nRT = nKT merupakan kemampuan awal yang dikuasai siswanya dalam mempelajari perubahan ∆U; (2) guru mengetahui dan menyadari motivasi dan keaktifan siswanya yang rendah dalam mempelajari fisika; (3) guru mengetahui grafik isotermal merupakan miskonsepsi yang terjadi pada siswanya; (4) guru mengetahui kesulitan siswanya dalam memahami diferensial integral, mengkonversikan P ke atm dan V ke liter pada proses isobarik, dan perubahan ∆U pada kekekalan energi, serta konsep volume dan menyelesaikan soal latihan.
Kata kunci : pengetahuan guru
vii
ABSTRACT
The Identification of Teacher’s Steps in Learning Based on Students’
Condition in Senior High School in Yogyakarta
(A Study To Comprehend One of Competence Aspect of Pedagogical
Competences)
Triyanti Chris Febrina Saragih
Sanata Dharma University
2013
This research aimed to understand (1) teachers’ knowledge about students’ initial knowledge; (2) teachers’ knowledge about students’ motivation and liveliness; (3) teachers’ knowledge about students’ misconception; and (4) teachers’ knowledge about students’ learning difficulties.
This research was conducted at “A” High School in Yogyakarta, started from April until October 2012. Subject of this research was a physics teacher and object of this research was the teachers’ knowledge about students. This research was a qualitative descriptive research and the data collection instrument consisted of videos recording during learning process and teacher interview.
Result of this research showed that (1) teacher knew the concept of Q and W the initial ability required by the students to ferreting out students anda teacher knew the thermodynanimcs equation PV = nRT = NKT is controlled by the ability of students in the initial study changes ∆U; (2) teacher knew and realized the motivation and liveliness of his students was low in learning physics; (3) teacher knew the isothermal chart is misconception that occurs in students; (4) teacher knew the students’ difficulties in understanding the concept of the integral differential, convert P to atm and V to liters on isobaric process, and the change Δ U in eternity energy, as well as the concept of volume and complete the exercises.
Keywords : teachers’ knowledge
viii
KATA PENGANTAR
ix
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Krsitus atas kekuatan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Tersusunnya skripsi ini dengan baik tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada:
1. Drs. A. Atmadi, M. Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang dengan segenap pikiran, waktu, dan tenaga memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berharga bagi penulis.
3. SMA Pangudi Luhur Yogyakarta dan Bapak Unggul S.Pd. yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk melakukan penelitian.
Terimakasih atas pengalaman berharga yang diberikan selama ini.
4. Segenap dosen Universitas Sanata Dharma, khususnya Program Studi Pendidikan Fisika yang banyak berperan dalam proses belajar penulis di Universitas Sanata Dharma.
5. Seluruh staf sekretariat Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam atas segala informasi dan pelayanan yang diberikan kepada penulis.
6. Keluargaku tercinta: Bapak A. Saragih Sidauruk, Mamak P. Purba Sidadolog, Bang Mico dan Rio, Eda Riana, Dedek Agnes dan Oby, keluarga besar Saragih/Sidauruk, keluarga besar Tulang Purba dan Sinaga, Namboru dan sepupu-sepupu tercinta, yang selalu mendorong dan memotivasi penulis dalam menyusun skripsi ini. Terimakasih atas cinta dan doa yang tiada batas, kesabaran perhatian, kesempatan yang diberikan baik material maupun spiritual sehingga skripsi ini dapat selesai.
7. Sayangku Januaris Edward Gultom S.Sn, terima kasih atas cinta, dukungan, doa, nasehat, kesabaran, kebersamaan, dan bantuan selama penulisan skripsi.
8. Sahabatku Dearni Purba, Denny Tarihoran, dan Maryanti Yosefin Tobing yang selalu mendukung penulis dengan luar biasa.
9. Teman-teman terhebatku: Afrina, Enggar, Fradha, Fr.Raja, Hana, Katarina, Leo, Mitha, Sr.Renata, Tinha, dan Yul atas warna-warni yang dihadirkan dalam perjalanan panjang di Universitas Sanata Dharma.
10. Teman-teman seperjuangan P.FIS’08 atas segala semangat dan bantuannya. x xi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ................................ ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... vi ABSTRAK ....................................................................................................... vii ABSTRACT..................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix DAFTAR ISI.................................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi DAFTAR TABEL............................................................................................ xvii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................................
1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................
2 C. Batasan Masalah .........................................................................................
2 D. Tujuan Penelitian.........................................................................................
2 E. Manfaat Penelitian ......................................................................................
3 xii
BAB II. LANDASAN TEORI A. Pengetahuan Guru tentang Kemampuan Awal Siswa ................................
6 B. Pengetahuan Guru tentang Motivasi dan Keaktifan Siswa ........................
11 1. Motivasi intrinsik ................................................................................
12 2. Motivasi ekstrinsik ..............................................................................
13 C. Pengetahuan Guru tentang Kesulitan Belajar Siswa . .................................
19 1. Faktor internal siswa ...........................................................................
20 2. Faktor eksternal siswa .........................................................................
21 D. Pengetahuan Guru tentang Miskonsepsi Siswa...........................................
21 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...........................................................................................
25 B. Subjek Penelitian ........................................................................................
25 C. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................
25 D. Instrumen Pengumpulan Data ....................................................................
25 1. Instrumen observasi..............................................................................
26 2. Instrumen wawancara dengan guru......................................................
26 E. Metode Pengumpulan Data ........................................................................
28 F. Metode Analisis Data ..................................................................................
28 1. Transkipsi data rekaman video dan rekaman wawancara ...................
29 2. Kategorisasi data .................................................................................
29 3. Penarikan kesimpulan .........................................................................
30 xiii
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data ............................................................................................................
31 1. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................
31 2. Hasil Penelitian ...................................................................................
32 a) Data penelitian ...........................................................................
33 b) Transkipsi....................................................................................
34 B. Analisis dan Pembahasan ...........................................................................
35 1. Topik data ............................................................................................
35 2. Kategori data .......................................................................................
36 a) Kemampuan awal siswa ............................................................
36 b) Motivasi dan keaktifan siswa ....................................................
36 c) Miskonsepsi siswa .....................................................................
36 d) Kesulitan belajar siswa...............................................................
36 3. Analisis ..............................................................................................
36 4. Pembahasan ........................................................................................
37 A) Pengetahuan guru tentang kemampuan awal siswa ...............
37 B) Pengetahuan guru tentang motivasi dan keaktifan siswa .......
40 C) Pengetahuan guru tentang miskonsepsi siswa ........................
45 D) Pengetahuan guru tentang kesulitan belajar siswa .................
47 xiv
BAB V. KESIMPULAN A. Kesimpulan..................................................................................................
57 B. Saran ...........................................................................................................
59 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
60 LAMPIRAN....................................................................................................
63 xv
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Kampus .......................
60 Lampiran 2 Surat Keterangan Melakukan Penelitian di Sekolah .................
61 Lampiran 3 Transkip Video Penelitian .........................................................
62 Lampiran 4 Transkip Wawancara ................................................................
92 Lampiran 5 Rekapitulasi Data ...................................................................... 108
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Sebab-sebab miskonsepsi siswa ....................................................
22 Tabel 3.1 Kisi-kisi pertanyaan wawancara ...................................................
25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran di kelas, guru dan siswa sama-sama memiliki peranan
yang penting dan saling mempengaruhi. Pengetahuan guru mengenai siswa tidak kalah penting dalam proses pembelajaran. Pengetahuan guru tentang para siswanya akan sangat membantu guru untuk memutuskan tindakan-tindakannya yang akan diterapkan dalam kelas tersebut selama proses pembelajaran. Dengan mengenal dan mengetahui siswa, guru dapat melakukan tindakan yang tepat untuk setiap siswa karena setiap siswa memiliki pengetahuan awal yang berbeda, berasal dari tempat dan lingkungan berbeda bahkan berasal dari budaya yang berbeda. Oleh karena itu guru tidak hanya cukup tahu materi namun juga perlu tahu siswanya.
Pengetahuan guru mengenai siswanya akan terlihat dalam tindakannya di kelas dan dapat dianalisa melalui perekaman proses pembelajaran di kelas melalui video menggunakan handycame. Hal tersebut yang mendorong penulis ingin tahu lebih banyak mengenai segala sesuatu yang dilakukan guru untuk menunjukkan pengetahuannya tentang siswanya. Dari situ maka penulis ingin mengetahui “Identifikasi Tindakan Guru Dalam
Pembelajaran yang Didasarkan Atas Kondisi Siswa di SMA A Yogyakarta”.
2
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu:
1. Bagaimana pengetahuan guru tentang kemampuan awal siswa?
2. Bagaimana pengetahuan guru tentang motivasi dan keaktifan siswa?
3. Bagaimana pengetahuan guru tentang miskonsepsi siswa?
4. Bagaimana pengetahuan guru tentang kesulitan belajar siswa?
C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki pengetahuan guru terkait dengan pembahasan termodinamika namun tidak menutup kemungkinan ditemukan pengetahuan guru yang bersifat umum. Penelitian ini juga terbatas pada kemampuan pedagogi saja atau pada hal-hal yang dilakukan guru dalam pembelajaran dan tidak membahas materi ajar dalam hal ini materi termodinamika.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diketahui di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan guru mengenai siswa yang diajarnya dengan rincian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengetahuan guru tentang kemampuan awal siswa?
2. Bagaimana pengetahuan guru tentang motivasi dan keaktifan siswa?
3. Bagaimana pengetahuan guru tentang miskonsepsi siswa?
4. Bagaimana pengetahuan guru tentang kesulitan belajar siswa?
3
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat utama yang dapat disumbangkan oleh penelitian ini:
1. Bagi Peneliti dan Calon Guru Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap agar peneliti/calon guru dapat menambah wawasan mengenai cara-cara guru mengatasi masalah siswa, semakin tahu tindakan-tindakan yang tepat dilakukan guru setelah mengenal siswanya, dan semakin tahu pentingnya pengetahuan guru tentang siswa yang diajarnya.
2. Bagi Guru Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan, informasi, dan refleksi bagi guru mengenai tindakan yang telah dilakukannya dalam upaya membantu siswanya. Dan guru dapat menyiapkan dan melakukan tindakan yang tepat apabila guru mengetahui siswanya.
BAB II LANDASAN TEORI Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam
bidang tertentu (Hamzah, 2006). Maksud dari pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi, keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. Pengetahuan seseorang terbentuk dari hubungan dan jalinan ia dengan realitas-realitas yang tetap dan yang senantiasa berubah (Jhon Dewey, 1986, dalam Sadulloh, 2006).
Dalam Suparno (2007), menyatakan pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan/realitas (Von Glaserfeld, 1996). Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada, tetapi selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang (Bettencourt, 1989, dalam Suparno, 2007). Van Glaserfeld (1996) menjelaskan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang waktu seseorang mengalami atau berinteraksi dengan lingkungannya (Suparno, 2007).
Menurut Sarkim (2005, dalam Wahyu, 2010), komponen- komponen pengetahuan guru dapat digolongkan ke dalam tiga kategori.
5 Pertama adalah pengetahuan tentang kurikulum. Pengetahuan ini termasuk pengetahuan tentang isi atau materi pokok dan pengetahuan tentang dokumen kurikulum (atau kurikulum yang tercetak) dimana perkara materi pokok diorganisir untuk tujuan pengajaran. Yang kedua adalah pengetahuan tentang strategi pengajaran. Pengetahuan ini tidak hanya terdiri dari pengetahuan prosedural atau teknis tentang presentasi isi tetapi juga mencakup pengetahuan tentang teori-teori yang mendasari prosedur-prosedur teknis. Sebagai contoh, pengetahuan tentang bagaimana cara memeriksa pengetahuan terdahulu dari siswa didasarkan pada teori kognitif. Kategori yang ketiga adalah pengetahuan tentang siswa. Dalam penelitian ini, gagasan Shulman mengenai pengetahuan tentang pemahaman siswa terdahulu diperluas pada pengetahuan tentang para siswa secara umum.
Grossman (dalam Sarkim, 2005) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai para siswa tidak hanya terdiri dari pengetahuan tentang pemahaman siswa terdahulu tapi juga pengetahuan tentang siswa secara umum, termasuk latar belakang budaya mereka. Pengetahuan tentang para siswa membantu guru untuk memutuskan tindakan-tindakan mana yang sesuai diterapkan dalam kelas.
Jadi dapat disimpulkan pengetahuan guru tentang siswa adalah pengetahuan akan suatu fakta atau kondisi mengetahui sesuatu dengan baik yang didapat lewat pengalaman dan pelatihan dan dapat terlihat dari interaksi guru dengan siswa saat pembelajaran.
6 Pengetahuan guru tentang siswa dapat dilihat dari berbagai hal namun peneliti membatasi pengamatan dan pembahasan pada hal-hal sebagai berikut:
A. Pengetahuan Guru tentang Kemampuan Awal Siswa
Pada saat anak menerima pelajaran sains secara formal di bangku sekolah, di dalam dirinya telah terbentuk seperangkat keyakinan atas dasar pengetahuan awal yang dimiliki tentang berbagai fenomena-fenomena alam. Dalam kasus tertentu, keyakinan-keyakinan dan intuisi tersebut sangat kuat dipegang oleh anak dan bisa jadi berbeda dengan yang diajarkan melalui pembelajaran sains di sekolah. Akan tetapi tidak jarang pula keyakinan yang telah berkembang itu sejalan dengan teori yang diakui kebenarannya oleh para ilmuwan (Driver, 1983:2-3, dalam Sarkim, 1998:242). Menurut Sarkim (1998:242) pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki seseorang seperti disebut di atas dinamakan pengetahuan awal.
Siswa mengikuti pelajaran fisika tidak dengan kepala yang kosong yang kemudian dapat diisi dengan pengetahuan fisika.
Kepala siswa sudah penuh dengan pengalaman yang berhubungan dengan fisika yang mungkin tidak disadarinya. Semua siswa sudah berpengalaman dengan gerak, gaya, benda yang jatuh bebas, listrik, energi, dan banyak gejala fisis lainnya. Dengan
7 pengalaman itu sudah terbentuk intuisi dan “teori” mengenai gejala-gejala fisis di lingkungannya sehari-hari. Namun, belum tentu intuisi dan teori yang terbentuk itu benar.
Menurut Driver (Sarkim, 1998:243), pengetahuan awal mempunyai ciri-ciri:
1. Bersifat sangat personal, artinya pengetahuan sangat bervariasi meskipun mengacu pada pokok yang sama;
2. Tampak tidak koheren, artinya bahwa pengetahuan tersebut seringkali tidak sesuai dengan pengalaman sebelumnya dan dal ini digunakan untuk menjelaskan atau meramalkan dalam konteks kepentingan yang berbeda-beda pula;
3. Bersifat stabil, artinya sekalipun sudah mengikuti pelajaran di sekolah siswa tidak memodifikasi pengetahuannya meskipun pengetahuan itu sudah dicoba diubah oleh guru dengan menunjukkan bukti bertentangan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa;
4. Pemikiran anak didominasi oleh persepsi yang disebabkan penalaran didasarkan pada peristiwa-peristiwa terobservasi;
5. Pusat perhatian siswa terbatas yang mengakibatkan ruang lingkup penelaahan suatu fenomena menjadi terbatas dan kurang memperhatikan hal-hal lain yang mestinya terkait; dan
8
6. Pusat perhatian lebih pada perubahan bukan pada keadaan, di mana hal ini sangat terkait dengan perhatian siswa yang terbatas.
Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis dan lain-lain (Suparno, 1997:61). Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang diajarkan dengan pengertian yang sudah dipunyai sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain:
1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan manusia dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
2. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus-menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan rekonstruksi, baik secara kuat maupun secara lemah.
3. Belajar bukanlah mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Menurut Fosnot (1996, dalam Suparno, 1997:61), belajar bukan hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri; yakni suatu perkembangan yang
9 menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang memperngaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
Dari uraian di atas dapat didefinisikan bahwa ciri-ciri kegiatan belajar adalah menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu yang belajar, sehingga bagi siswa belajar berarti mencoba memahami apa yang disampaikan dalam proses belajar mengajar dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau mengkonstruksi struktur dasar baru yang merupakan perpaduan antara yang telah dimiliki dengan yang baru (Ardiyanti, 2006:8). Dengan demikian sangatlah penting mengetahui pengetahuan awal siswa.
Pandangan tentang pentingnya mengetahui pengetahuan awal siswa dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, didasari keyakinan bahwa pembelajaran sains akan
10 mengakibatkan restrukturisasi konsep siswa. Keyakinan tersebut juga membawa konsekuensi pada perlunya guru memahami adanya konsepsi awal siswa agar guru dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran yang membantu siswa dalam melakukan restrukturisasi konsepsinya. Siswa sudah memiliki konsepsi tentang berbagai hal yang telah diamati atau dialaminya.
Apabila siswa mengalami atau melihat sesuatu yang tidak cocok dengan konsep yang ada pada dirinya, siswa akan mengubah konsepnya.
Menurut Suparno (2005), perubahan konsep terdapat dua jenis, yaitu perubahan konsep yang kuat dan yang lemah.
Perubahan konsep yang kuat terjadi bila seseorang mengubah konsep lamanya secara menyeluruh menjadi konsep yang baru (akomodasi) ketika berhadapan dengan hal yang baru. Perubahan konsep yang lemah terjadi bila orang tersebut tetap mempertahankan konsep awalnya dan hanya menambah atau memperincinya (asimilasi) bila orang tersebut berhadapan dengan hal yang baru.
Menurut Piaget (dalam Suparno, 2000), pembentukan pengetahuan menuntut seseorang bertindak/aktif terhadap lingkungannya. Perkembangan koginitif akan berkembang bila orang itu mengasimilasikan dan mengakomodasikan rangsangan dari luar yang dihadapi dalam pemikiran yang sudah dimilikinya.
11
B. Pengetahuan Guru tentang Motivasi dan Keaktifan Siswa
Menurut Sugeng Paranto (1981:3) defenisi motivasi adalah sebagai daya atau usaha yang menyebabkan seseorang terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Motivasi sangat erat hubungannya dengan kebutuhan dan dorongan yang bersemayam dalam diri siswa. Seseorang akan terdorong untuk melakukan sesuatu bila dirasakan kebutuhan yang ada pada dirinya menuntut akan pemenuhan.
Selama kebutuhan tersebut belum terpenuhi, maka selama itu pula yang bersangkutan belum merasakan adanya kepuasan pada dirinya.
Rasa puas inilah yang senantiasa mendorong seseorang untuk bertindak atau melakukan sesuatu dalam memenuhi kebutuhannya.
Sedangkan menurut Donal’d (Sardiman, 2012) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan.
Adanya tiga komponen terutama dalam motivasi, yaitu: kebutuhan, dorongan, dan pujian. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan yang ia harapkan.
12 Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan atau pencapaian tujuan. Tujuan adalah yang ingin dicapai oleh seoang individu, mengarahkan perilaku, dalam hal ini perilaku belajar.
Sardiman (2012) membagi motivasi menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
1. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri siswa sendiri. Motif-motif telah menjadi aktif atau berfungsi tanpa harus dirangsang dari luar. Dengan kata lain, di dalam diri siswa sudah ada dorongan atau keinginan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh, seseorang yang senang membaca tanpa harus disuruh pasti sudah rajin mencari buku- buku untuk dibaca. Kalau dilihat dari tujuan kegiatan yang dilakukan (misalnya: belajar), motivasi intrinsik merupakan keinginan untuk mencapai tujuan yang terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai contoh konkret, seorang siswa melakukan kegiatan belajar, karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai dan keterampilan yang berguna bagi masa depannya, dan bukan karena tujuan yang lain. Oleh karena itu, motivasi intrinsik dapat pula dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai
13 dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajarnya.
2. Motivasi ekstrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi ekstrinsik adalah motif- motif yang aktif dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar menjelang ujian supaya mendapat nilai yang baik sehingga dipuji oleh teman- temannya sebagai anak yang pintar. Atau ada juga yang belajar karena takut dihukum oleh gurunya karena mendapat nilai yang jelek atau tidak bisa menjawab pertanyaan guru. Jadi, yang penting bukan karena ingin mengetahui sesuatu tetapi hadiah berupa pujian atau karena takut hukuman.
Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivai yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi ini tetap penting, sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan kemungkinan komponen-komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.
Menurut Foresst (2008), pemberian motivasi di luar individu dilakukan oleh guru dengan ciri-ciri:
14
- Bagaimana guru menunjukkan persetujuan kepada murid- murid?
- Kalimat-kalimat apa yang guru-guru gunakan dalam pujian mereka?
- Jenis penghargaan apa yang guru berikan?
- Peringatan-peringatan apa yang guru berikan?
- Hukuman apa yang diberikan kepada siswa?
- Bagaimana guru membangkitkan kepedulian siswa? guru menaikkan antusiasme dalam
- Bagaimana mengerjakan suatu tugas?
- Bagaimana guru membangkitkan semangat kelas?
- Bagaimana guru-guru melibatkan murid-murid yang tidak aktif dalam pekerjaan mereka?
- Dengan cara-cara apa guru memberikan apresiasi pada pencapaian-pencapaian murid? Sobry (2010) mengemukakan ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar si
- Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa. makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
15
- Hadiah.
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
- Siangan atau kompetisi.
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
- Pujian.
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
- Hukuman.
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
- Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
- Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
16
- Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok.
- Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Selain pemberian motivasi, guru juga dapat mengaktifkan siswa dalam belajar dengan membuat pelajaran itu menjadi menantang, merangsang daya cipta untuk menemukan serta mengesankan siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan sehingga proses belajar yang ditempuh benar-benar memperoleh hasil yang optimal khususnya dalam proses belajar mengajar yang berlangsung di sekolah yang banyak dipengaruhi oleh komponen belajar mengajar, misalnya siswa, guru, sarana dan prasarana belajar. Menurut Uzer Usman, dkk (1993:88, dalam Wahyu, 2010), prinsip-prinsip untuk mengaktifkan siswa adalah sebagai berikut: Prinsip motivasi.
Ada dua jenis motivasi yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri anak (intrinsik), motivasi ini dapat dilakukan dengan cara menggairahkan perasaan ingin tahu anak, keinginan untuk mencoba dan hasrat untuk sukses. Dan motivasi ekstrinsik dapat dilakukan dengan cara memberi
17 ganjaran, hukuman, atau penugasan untuk berbagai perbaikan.
- Prinsip latar atau konteks.
Guru perlu mengetahui tentang pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perasaan serta pengalaman yang dimiliki para siswanya. Perolehan ini perlu dihubungkan dengan pelajaran baru yang hendak diajarkan guru kepada siswa.
Apa yang telah diketahui anak akan lebih menarik minat anak apabila dikaitkan dengan pelajaran baru, akibatnya siswa akan lebih mudah menangkap dan cepat memahami bahan pelajaran.
- Prinsip fokus.
Hendaknya dalam pembelajaran difokuskan pada satu arah atau pola tertentu. Tanpa suatu pola pelajaran akan terpecah-pecah dan para siswa akan sulit memusatkan perhatian. Titik pusat itu akan tercipta melalui upaya merumuskan masalah yang hendak dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab, atau merumuskan konsep yang hendak ditemukan.
- Prinsip sosialisasi.
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar para siswa perlu dilatih untuk bekerja sama dengan rekan-rekan sebayanya. Dengan prinsip ni para siswa akan dapat
18 membedakan hubungan dengan guru, dengan sesama temannya, dan hubungan dengan sesama masyarakat.
Prinsip ini sangat penting dalam rangka pembentukan kepribadian anak.
- Prinsip individualis.
Setiap siswa pada hakikatnya memiliki perbedaan tersendiri baik dalam hal bakat, minat, kecerdasan, sikap, maupun kebiasaan. Maka hendaklah guru tidak memperlakukan siswa seolah-olah sama.
- Prinsip menemukan.
Guru sebenarnya tidak perlu menjelaskan seluruh informasi kepada anak. Memberikan kesempatan kepada mereka untuk mencari dan menemukan informasi tersebut. Informasi yang disampaikan guru hendaknya ang bersifat mendasar dan memancing siswa untuk mengail informasi selanjutnya, sehingga suasana kelas tidak membosankan bahkan sebaliknya akan menjadi bergairah.
- Prinsip pemecahan masalah.
Sebagai motivator guru senantiasa mendorong para siswanya untuk melihat masalah, merumuskan, dan berupaya memecahkan sesuai dengan taraf kemampuannya. Bila terjadi hal-hal tentang perbedaan pendapat dan penemuan mereka belum sesuai dengan
19 tujuan yang diharapkan, maka guru hendaknya melengkapinya dengan tetap menghargai pendapat mereka.
C. Pengetahuan Guru tentang Kesulitan Belajar Siswa
Kesulitan belajar siswa adalah keadaan dimana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya (dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991:74). Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencari kinerja akademik yang memuaskan. Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Menurut Hitsuke (2009), dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakteristik siswa yang beraneka ragam. Aktivitas belajar di kelas bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain beberapa siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Dalam hal dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty). Kesulitan belajar juga dapat diartikan sebagai hambatan yang dihadapi oleh siswa dalam
20 proses belajar sehingga mereka memperoleh prestasi belajar di bawah rata-rata (Uzer dan Setiawati, 1992:99).
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya.
Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan muncunya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak- teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering bolos sekolah. Secara garis besar, faktor- faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam yaitu faktor internal siswa dan faktor eksternal siswa.
1. Faktor internal siswa
Faktor internal siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni: a) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa.
b) Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
c) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).
21
2. Faktor eksternal siswa
Faktor eksternal siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini dapat dibagi tiga macam, yakni:
a) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidak harmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b) Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (per group) yang nakal.
c) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah. Guru yang telah mengajarkan materi tertentu dalam jangka waktu lama, maka guru akan tahu materi atau konsep yang dianggap sulit bagi siswanya. Guru yang mengetahui kesulitan siswa akan melakukan penekanan pada materi yang sulit tersebut, mengulang-ulang hal sulit, dan mengingatkan.
D. Pengetahuan Guru tentang Miskonsepsi Siswa
Suparno (2005:4) menjelaskan bahwa miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam
22 bidang itu. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naif.
Secara lebih rinci, Fowler (1987, dalam Suparno, 2005:5) memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar. Menurut Suparno (2005), beberapa faktor penyebab miskonsepsi siswa antara lain adalah dari siswa itu sendiri, dari guru, buku/teks, konteks, dan cara mengajar.
Tabel 2.1 Sebab-sebab miskonsepsi siswaSebab utama Sebab khusus
Siswa Prakonsepsi Pemikiran asosiatif Pemikiran humanistik Reasoning yang tidak lengkap/salah Intuisi yang salah Tahap perkembangan kognitif siswa Kemampuan siswa Minat belajar siswa Guru/Pengajar Tidak menguasai bahan, tidak kompeten Bukan lulusan dari bidang ilmu terkait membiarkan siswa Tidak mengungkapkan gagasan/ide Relasi guru-siswa tidak baik Buku teks Penjelasan keliru Salah tulis, terutama dalam rumus Tingkat kesulitan penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa Siswa tidak tahu membaca buku teks Buku fiksi sains kadang-kadang konsepnya menyimpang demi menarik pembaca Kartun sering memuat miskonsepsi
23 Konteks
Pengalaman siswa Bahasa sehari-hari berbeda Teman diskusi yang salah Keyakinan dan agama Penjelasan orangtua/orang lain yang keliru Konteks hidup siswa (TV, radio, film yang keliru) Perasaan senang/tidak senang; bebas atau tertekan
Cara mengajar Hanya berisi ceramah dan menulis Langsung ke dalam bentuk fisika Tidak mengungkapkan miskonsepsi siswa Tidak mengoreksi PR yang salah Model analogi Model praktikum Model diskusi Model demonstrasi yang sempit Non-miltiple Intelligences
Guru harus memperhatikan miskonsepsi yang terjadi pada siswanya sebelum memulai pembelajaran agar tidak mengalami kesulitan dalam menanamkan konsep yang benar. Secara garis besar langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi adalah:
Mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa.
Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut. Mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi.
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, pengetahuan guru tentang siswa adalah pengetahuan guru yang didapat lewat pengalaman dan pelatihan. Pengetahuan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru ketika mengajar di kelas. Hal ini supaya proses