PENGARUH KEDISIPLINAN DAN KEMAMPUAN BERBAHASA INGGRIS TERHADAP SEMANGAT KERJA WIDYAISWARA P4TK BMTI BANDUNG.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B Identifikasi Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Kerangka Berpikir ... 11

G. Definisi Operasional ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kedisiplinan ... 14

1. Pengertian disiplin ... 14

2. Macam-macam disiplin kerja ... 16

3. Faktor-faktor disiplin ... 18

4. Prinsip-prinsip disiplin ... 19

B. Kemampuan berbahasa Inggris ... 21

C. Semangat Kerja ... 30


(2)

2. Unsur-unsur semangat kerja ... 31

3. Faktor-faktor mempengaruhi semangat kerja ... 34

D. Hasil penelitian yang relevan ... 36

E. Profil P4TK BMTI Bandung ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan disain Penelitian ... 41

1. Metode ... 41

2. Disain ... 41

B. Lokasi Penelitian ... 42

C. Populasi dan Sampel ... 43

1. Populasi ... ... 43

2. Sampel ... 43

D. Instrumen Penelitian ... 44

1. Instrumen Pengumpul Data ... 44

2. Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 45

3. Uji Coba Instrumen ... 47

4. Revisi Instrumen ... 52

5. Prosedur dan Teknik Analisis Data ... 52

E. Prosedur Penelitian ... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 63

1. Analisis Deskriptif Data ... 63

2. Uji Persyaratan Statistika Parametrik ... 65

3. Pengujian Hipotesis ... 66

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 82

1. Hubungan Kedisiplinan dengan Semangat Kerja Widyaiswara ... 82 2. Hubungan Kemampuan berbahasa Inggris dengan Semangat Kerja

Widyaiswara ...

82 3. Hubungan Kedisiplinan dan Kemampuan Berbahasa Inggris terhadap

Semangat Kerja Widyaiswara ... 83


(3)

C. Keterbatasan Penelitian ... 84

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Implikasi ... 87

C. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(4)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

Sumber daya manusia merupakan unsur yang strategis dalam menentukan maju tidaknya suatu organisasi. Sumber daya yang dikelola adalah pekerja atau karyawan sebagai sumber daya manusia, serta mesin, material, uang dan informasi. Faktor pekerja sebagai sumber daya manusia merupakan faktor yang terpenting di antara faktor-faktor lainnya karena sumber daya manusia merupakan faktor yang merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan setiap kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang terencana dan berkelanjutan merupakan kebutuhan mutlak suatu organisasi. Sebuah organisasi memerlukan manusia sebagai sumber daya manusia yang berkualitas yang diharapkan akan terus memajukan organisasi sebagai suatu wadah peningkatan produktivitas kerja.

Kedudukan strategis untuk meningkatkan produktivitas kerja dapat terwujud dengan meningkatkan semangat kerja maksimal para pegawainya. Lembaga pendidikan yang mampu membangun semangat kerja yang tinggi akan memperoleh banyak keuntungan. Dengan semangat kerja karyawan yang tinggi pekerjaan akan lebih cepat dapat diselesaikan, kerusakan dapat dikurangi, absensi dapat diperkecil, keluhan dapat dihindari, bahkan pemogokan dapat ditiadakan. Jadi, semangat kerja yang tinggi di kalangan karyawan akan menyebabkan kesenangan karyawan dalam melaksanakan tugasnya.


(5)

keuntungan yang besar sehingga mampu menjaga kelangsungan hidup usahanya. Karyawan yang mempunyai semangat kerja rendah akan sukar untuk mencapai hasil yang baik, bahkan lebih buruk lagi apabila karyawan menyerah jika menghadapi persoalan yang sulit, pasrah pada keadaan, dan tidak berusaha untuk mencari cara memecahkan persoalan. Berdasarkan hal tersebut, masalahnya adalah bagaimana membina semangat kerja yang tinggi untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan?

Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh pegawai perlu adanya pengawasan, karena pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen. Pengawasan yang baik dilakukan bukan untuk melihat kekurangan atau kelemahan akan tetapi untuk mencegah, menghindari atau meniadakan segala bentuk penyelewengan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja yang timbul dalam suatu organisasi. Seorang pegawai dikatakan disiplin jika bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya, baik secara sukarela maupun karena terpaksa. Peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan bagi pegawai dalam menciptakan tata tertib yang baik di organisasi, dengan tata tertib yang baik disiplin dan semangat kerja, moral kerja, efisiensi dan efektivitas kerja akan meningkat. Sedangkan pengawasan yang dilakukan adalah untuk memantau apakah pegawai sudah tertib dan mematuhi peraturan yang berlaku.

Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan/organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 1997:212). Adapun arti kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela


(6)

menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan arti kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak (Hasibuan ,1997:212).

Masalah yang masih dihadapi dunia pendidikan saat ini menurut Wardiman Djoyonegoro dalam wawancaranya dengan televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tanggal 16 Agustus 2004, bahwa ada tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan sehingga dapat berkonstribusi terhadap peningkatan sumber daya manusia (SDM) yakni : 1) sarana gedung 2) buku yang berkualitas 3) guru dan tenaga kependidikan yang profesioanal. Ditegaskan juga oleh Wardiman bahwa saat ini ”hanya 43% guru yang memenuhi syarat dan layak untuk mengajar”, dengan kata lain sebagian besar guru (57%) tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak layak untuk mengajar.

Melihat kenyataan ini dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan yang harus dilakukan adalah meningkatkan semangat kerja tenaga kependidikan dan seluruh staf masyarakat sekolah. Guru dituntut untuk senantiasa melakukan pengembangan dengan meningkatkan dan menyesuaikan kompetensinya guna mengantisipasi perkembangan dan tantangan kehidupan global. Peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin komplek sehingga perlu upaya dan usaha keras dari lembaga pendidikan untuk mempersiapkan peningkatan dan produktivitas dalam rangka menyesuaikan diri dengan tuntutan dunia global.


(7)

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri ( P4TKBMTI) Bandung, sebagai lembaga pendidikan bagi guru-guru SMK Teknik, seharusnya sudah merespon tantangan dunia global dengan mendidik guru-guru menjadi profesional di bidangnya melalui peningkatan kemampuan berbahasa Inggris. Penggunaan bahasa Inggris juga harus menjadi prioritas utama yang dikembangkan dalam menyelenggarakan pelatihan. Akan tetapi kenyataannya penggunaan bahasa Inggris hanya menyentuh level-level tertentu dan hanya digunakan pada kegiatan tertentu saja . Penggunaan Bahasa Inggris hanya pada kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan Internasional seperti seminar dan pada saat menerima kunjungan tamu internasional saja. Dari 105 orang tenaga pengajar atau widyaiswara yang ada di PPPPTK BMTI Bandung, hanya 20% saja yang mampu berbahasa Inggris dengan baik, hal ini dapat dilihat dari hasil nilai test TOEIC yang telah diselenggarakan oleh Direktorat PMPTK.- Jakarta pada bulan April 2007. Dari 150 orang yg mengikuti test hanya 10 orang yang mendapatkan skor diatas 450 dan hanya 3 orang yang mendapat skor diatas 600. Test TOEIC adalah test untuk mengukur kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris atau standar penilaian untuk mengukur kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris. Tes ini biasa digunakan oleh Negara-negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris seperti di Eropa dan Asia. TOEIC digunakan unuk untuk mempersiapkan perusahaan dalam menerima tenaga kerjanya yang siap bekerja. TOEIC merupakan singkatan dari The Test of English for International


(8)

measure the everyday English skills of people working in an international environment." (Wikipedia, This page was last modified on 30 August 2009 at 02:21)

Dengan jumlah staf sebanyak 400 orang dan jumlah tenaga pengajar sebanyak 150 orang, penggunaan bahasa Inggris dalam kegiatan sehari-hari dan mengajar harus sudah mejadi kebiasaan, selain tugas pokoknya, Widyaiswara juga mempunyai tugas sebagai pengembang pendidikan yang bekerjasama dengan sekolah dan lembaga pendidikan lain di luar negeri untuk meningkatkan program pembelajaran, dan selalu terlibat dalam kegiatan yang berskala Internasional, sehingga mereka tidak hanya harus mempunyai pengetahuan berbahasa yang baik namun juga harus mempunyai sikap dan perilaku berbahasa yang baik pula. Untuk itu jelas bahwa berbahasa bukan hanya semata-mata membunyikan kata-kata atau menuliskan kalimat, akan tetapi lebih dari itu berbahasa adalah mengungkapkan bobot (pengetahuan berbahasa) dan bebet (sikap dan perilaku berbahasa).

Era globalisasi yang bercirikan persaingan tersebut akan ditentukan oleh kualitas SDM. Demikian pula dalam konteks organisasi, maka kualitas dan kompetensi para SDM yang menjadi asset organisasi, termasuk SDM organisasi pemeritah yaitu PNS perlu untuk terus ditingkatkan. Lembaga diklat mempunyai peranan yang sangat besar dan merupakan salah satu pintu utama untuk memasukinya. Human investment melalui diklat yang bermutu, akan melahirkan SDM aparatur yang bermutu juga dan pada akhirnya diharapkan akan membawa Indonesia untuk dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain.


(9)

Salah satu komponen diklat yang mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan sebuah diklat adalah pengajar atau widyaiswara. Widyaiswara memiliki tugas pokok, sebagaimana tercantum dalam Peraturan MENPAN No. PER/66/M.PAN/6/2005, yaitu mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS. Artinya, selain pada peserta pelatihan itu sendiri, keberhasilan peserta pelatihan dalam menyerap, mengerti dan memahami materi yang disampaikan dalam sebuah kegiatan pelatihan sebagian besar terletak di pundak widyaiswara. Dengan demikian, kesuksesan suatu program pengajaran diklat juga akan sangat ditentukan oleh kemampuan widyaiswara yang dimiliki oleh lembaga diklat tersebut.

Semua profesi dituntut untuk profesional di bidangnya masing-masing. Artinya bekerja menurut kaidah profesi. Tuntutan tersebut merupakan sebuah keniscayaan dalam birokrasi ketika tuntutan pelayan birokrasi semakin meningkat dalam kerangka good governance (Fanggidae, 2008). Dengan demikian, kesuksesan suatu program pengajaran diklat juga akan sangat ditentukan oleh kemampuan widyaiswara yang dimiliki oleh lembaga diklat tersebut.. Widyaiswara yang profesional akan memiliki kompetensi atau kemampuan memfasilitasi yang unggul dalam suatu proses pembelajaran/pelatihan. Widyaiswara yang profesional akan lebih mampu membawa dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif serta akan lebih mampu mengelola kelasnya dan membawa peserta diklat pada pencapaian hasil belajar yang optimal. Pengertian istilah “profesional” adalah : a vocation in which professional


(10)

of other or in the practice of an art found it (Usman, 1997).

Dalam membahas kompetensi profesi widyaiswara berarti membahas profesionalisme widyaiswara. Untuk melakukan suatu kompetensi, seseorang memerlukan pengetahuan khusus, keterampilan proses, dan sikap. Kompetensi yang satu berbeda dengan kompetensi yang lain dalam hal jumlah bagian-bagiannya. Ada kompetensi yang lebih tergantung kepada pengetahuan, ada yang lebih tergantung pada proses. Untuk profesi widyaiswara, menurut penulis kompetensi harus ditekankan pada kedua wilayah tersebut, artinya widyaiswara dituntut untuk berpengetahuan yang up to date serta mampu menciptakan proses pembelajaran yang kondusif dan humanis. Seorang widyaiswara “wajib” mengetahui bagaimana seharusnya mereka mengajar atau memfasilitasi, selain itu widyaiswara harus berupaya secara terus menerus untuk mengembangkan dirinya. Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi harus menjadi tuntutan kebutuhan pribadi widyaiswara, karena tanggung jawab mempertahankan dan mengembangkan profesi tidak dapat dilakukan oleh orang lain kecuali oleh widyaiswara itu sendiri. Widyaiswara juga harus peka dan tanggap terhadap perubahan, pembaharuan serta IPTEK yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan pekembangan zaman. Disinilah tugas widyaiswara untuk berusaha meningkatkan wawasan ilmu pengetahuannya, meningkatkan kualitas pendidikannya (educational grade) sehingga dalam memfasilitasi dan menyampaikan materi kepada peserta diklat mampu mengikuti arus perkembangan atau tidak ketinggalan dengan perkembangan zaman.


(11)

Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Basuki (majalah Interaktif IWI Volume 2, September 2005) bahwa perlu adanya pengembangan Individu widyaiswara yang meliputi: pengembangan wawasan, pengembangan intelektual, pengembangan content expert, pengembangan dan peningkatan kemampuan dan keterampilan transfer expert, dan sikap mental serta prilaku. Apa yang disampaikan oleh Basuki tersebut hendaknya menjadi motivasi bagi para widyaiswara agar mereka mau dan mampu secara mandiri mengaplikasikannya, artinya tidak perlu menunggu action yang dilakukan oleh lembaga atau instansi di mana widyaiswara tersebut bernaung.

Andrew Singh (dalam Suprayitno, 2006), seorang pakar manajemen dari Singapura, menyatakan bahwa sumberdaya manusia dikatakan berkualitas di era modern ini apabila memiliki enam keterampilan, yaitu: speaking skill, thinking

skill, interpersonal skill, network skill, growth, dan discipline. Mengadopsi

pendapat pakar tersebut, menurut penulis keterampilan-keterampilan tersebut dapat pula diaplikasikan kedalam profesi widyaiswara. Sebagai pengajar, setiap widyaiswara diharapkan memiliki keterampilan berbicara, bagaimana mengungkapkan gagasan dan pendapat dengan baik, serta memberikan pengarahan dengan baik. Keterampilan ini dalam dunia kewidyaiswaraan merupakan kemampuan berbahasa dengan baik atau transfer expert. Dengan demikian widyaiswara diharapkan dapat berkomunikasi secara efektif. Untuk itu diperlukan penguasaan tidak hanya keterampilan berkomunikasi secara verbal, tetapi juga secara non verbal, agar dapat mengkomunikasikan ide dengan jelas dan sistematis, dan jika terpaksa melontarkan kritik tidak sampai menyinggung


(12)

perasaan peserta diklat, serta mampu merangsang audience (peserta diklat) untuk menanggapi usul yang dikemukakan.

Dengan demikian keberhasilan dalam diklat sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, dalam hal ini adalah widyaiswara. Kontribusi widyaiswara bagi organisasi sangat dominan, karena widyaiswara adalah tulang punggung organisasi diklat. Berhasil tidaknya suatu diklat ditentukan oleh unsur widyaiswara yang mampu membawa dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif serta mampu mengelola kelasnya dan membawa peserta diklat pada pencapaian hasil belajar yang optimal. Seorang widyaiswara perlu diperlakukan dengan baik agar widyaiswara tetap bersemangat dalam bekerja. Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan widyaiswara tidak ada artinya bagi organisasi jika mereka tidak mau bekerja keras dengan menggunakan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan yang dimilikinya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa semangat kerja widyaiswara sangat penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi.

B. Identifikasi Masalah.

Masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang adalah : 1. Kedisiplinan yang mempengaruhi produktivitas kerja.

2. Semangat kerja rendah mengakibatkan rendahnya kedisiplinan.

3. Penguasaan bahasa Inggris yang kurang akan menghambat penguasaan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4. Penguasaan bahasa Inggris di kalangan widyaiswara PPPPTK BMTI Bandung masih kurang atau hanya berkisar 20 % sehingga


(13)

mengakibatkan pengembangan pendidikan yang bekerjasama dengan dengan luar negeri menjadi berkurang.

C. Perumusan Masalah.

Rumusan masalah dalam penelitian berdasarkan identifikasi masalah adalah “Bagaimanakah pengaruh kedisiplinan, kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja Widyaiiswara P4TK BMTI Bandung?” .

Lebih jelasnya masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh kedisiplinan terhadap semangat kerja Widyaiswara P4TK BMTI Bandung ?.

2. Bagaimanakah pengaruh kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja Widyaiswara P4TK BMTI Bandung ?.

3. Bagaimanakah pengaruh kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris secara bersama-sama terhadap semangat kerja Widyaiswara P4TK BMTI Bandung ?.

D. Tujuan Penelitian.

Tujuan umum : Mengidentifikasi hubungan antara kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris dengan semangat kerja Widyaiswara di P4TKBMTI Bandung.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis hubungan kedisiplinan terhadap semangat kerja widyaiswara.

2. Menganalisis hubungan kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja widyaiswara


(14)

3. Menganalisis hubungan kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris secara bersama-sama terhadap semangat kerja widyaiswara. E. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk :

1) Bagi Pusat Pengembangan dan Pendidikan Tenaga Pendidik Bidang Mesin dan Teknik Industri. (P4TKBMTI) Bandung, penelitian ini berguna untuk tindak lanjut dalam meningkatan disiplin kerja dan disiplin belajar pegawai serta pengembangan kemampuan berbahasa Inggris yang ditunjukkan oleh peningkatan semangat kerja widyaiswara.

2) Bagi peneliti dapat menambah wawasan mengenai penelitian korelasional yang terkait kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja.

F. Kerangka Berpikir.

Gambar 1.1 Kerangka berpikir

Kemampuan Berbahasa Inggris :

Reading

Listening

Writing

Speaking

Semangat Kerja :

Presensi.

Tanggungjawab

Disiplin

Kerja sama

Produktivitas. Kedisiplinan :

Faktor Kepribadian


(15)

G. Definisi Operasional

Agar lebih fokus dan memperjelas lingkup penelitian, berikut definisi- defenisi istilah (variabel) yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Disiplin

Maxwell dalam Aribowo (2008) Disiplin. Sinar harapan [online], halaman2. Tersedia : http: //WWW.Sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/ 2002/08/ 1/man 01. utm [9 Januari 2008] menuliskan : “ disiplin” sebagai suatu pilihan dalam hidup untuk memperoleh apa yang kita inginkan dengan melakukan hal apa yang tidak kita inginkan, atau dapat diartikan sebagai ketaatan dan pada peraturan”. Soegeng Prijodarminto (1992 : 56) bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, ketenteraman, keteraturan dan ketertiban. Sementara itu, Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) mendefinisikan disiplin sebagai suatu proses bekerja yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri.

Dari beberapa pengertian yang diungkapkan di atas tampak bahwa disiplin pada dasarnya merupakan tindakan manajemen untuk mendorong agar para anggota organisasi dapat memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi, yang di dalamnya mencakup: (1) adanya tata tertib atau ketentuan-ketentuan; (2) adanya kepatuhan para pengikut; dan (3) adanya sanksi bagi pelanggar. Penjaringan data kedisiplinan dilakukan melalui angket/lembar evaluasi mengajar dan lembar observasi kinerja.


(16)

2. Kemampuan berbahasa Inggris.

Menurut Chaplin (1997, p, 34), ”ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan”. ”Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. (Robbins, 2000, p. 46). Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) berbahasa Inggris adalah kecakapan atau potensi menguasai bahasa Inggris yang merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya. Penjaringan data kemampuan berbahasa Inggris dilakukan melalui test TOEIC.

3. Semangat kerja.

Alex Nitisemito (1991 : 160) berpendapat bahwa: “Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan diharapkan lebih cepat dan l ebih baik.” Selanjutnya Alexander Leigton (Moekijat 1989 : 130) menambahkan bahwa: “Semangat kerja atau moril kerja adalah kemampuan sekelompok orang untuk bekerja sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama”. Berdasarkan dua definisi tentang semangat kerja tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa semangat kerja merupakan sikap mental individu atau kelompok yang terdapat dalam suatu organisasi yang menunjukkan rasa kegairahan di dalam melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan dan mendorong mereka untuk bekerja secara lebih baik dan lebih produktif. Penjaringan data semangat kerja dilakukan melalui angket/lembar evaluasi mengajar dan lembar observasi kinerja.


(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Disain Penelitian.

1. Metode.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, karena peneliti berusaha mendapatkan keterangan-keterangan yang jelas terhadap suatu masalah tertentu. Penelitian dilakukan untuk mencari hasil yang segera dapat dipergunakan untuk suatu tindakan yang sifatnya deskriptif yaitu melukiskan hal-hal yang mengandung fakta-fakta variabel masa lalu dan sekarang Riduwan (2007 : 275). Sedangkan hubungan antara variabel bersifat korelasional karena penelitian berusaha menyelidiki pengaruh antara beberapa variabel penelitian yaitu variabel kedisiplinan, kemampuan berbahasa Inggris sebagai variabel bebas, semangat kerja sebagai variabel terikat. Studi korelasi ini akan menggunakan analisis korelasi dan regresi.

2. Disain.

Disain penelitian dimaksudkan agar penelitian dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Disain yang digunakan adalah disain korelasional karena menyelidiki pengaruh antara kedisiplinan dengan semangat kerja dan kemampuan berbahasa Inggris dengan semangat kerja serta pengaruh kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris secara bersama-sama terhadap semangat kerja.


(18)

42 Gambar 3.1 Disain Penelitian.

Keterangan :

X1 : Variabel kedisiplinan.

X2 : Variabel kemampuan berbahasa Inggris. Y : Variabel semangat kerja.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri Bandung, Jl.Pasantren Km 2 Cibabat, Cimahi 40513 Jawa Barat. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik Bidang Mesin dan Teknik Industri Bandung adalah Unit Pelaksana Teknis dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional. Sebagai lembaga pemerintah, P4TK BMTI Bandung dalam tugasnya melaksanakan Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri.

X1

X2

Y Y

X 1

Y X


(19)

C. Populasi dan Sampel. 1. Populasi.

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2002:57). Berdasarkan judul penelitian maka populasi dalam penelitian ini adalah widyaiswara yang bekerja di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri Bandung yang terdiri atas 105 orang widyaiswara dari berbagai unit verja yaitu : bangunan, elektronika, listrik, mesin, otomotif, las dan fabrikasi, dan pendidikan umum.

2. Sampel.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sukmadinata (2006 : 253) salah satu cara pengambilan sampel yang representatif adalah secara acak atau random. Pengambilan sampel secara acak berarti setiap individu dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Teknik pengambilan sampel menurut Yamane (Riduwan 2008 : 65) dapat menggunakan rumus :

1 . 2+

=

d N

N

n

Dimana : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi.


(20)

44 Berdasarkan rumus di atas maka sampel untuk responden di atas:

1 ) 1 , 0 ( 105

105 2+

=

n

51 05 , 2 105

= =

n

Pengambilan sampel adalah 51 dari 105 orang (populasi) yang terdiri atas widyaiswara pada bagian bangunan, elektronika, listrik, mesin, otomotif, las dan fabrikasi, dan pendidikan umum.

D. Instrumen Penelitian.

1. Instrumen Pengumpul Data.

Instrumen penelitian ini dikembangkan sesuai dengan variabel yang akan diukur. Jenis instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Angket.

Angket merupakan salah satu alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2005: 162). Angket pada umumnya digunakan untuk meminta keterangan tentang fakta, pendapat, pengetahuan, sikap dan perilaku responden dalam suatu peristiwa. Angket dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang kedisiplinan dan semangat kerja. Model pengukuran yang digunakan untuk menjaring data pada variabel-variabel penelitian ini adalah :

1) Variabel kedisiplinan : menggunakan angket/lembar evaluasi.

2) Variabel semangat kerja : menggunakan angket/lembar evaluasi.

Teknik angket yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis angket tertutup karena jawaban telah disediakan. Angket yang digunakan adalah pilihan ganda


(21)

dimana setiap item soal disediakan 5 jawaban dengan skor masing-masing sebagai berikut :

1). Jawaban “a” diberi skor 5 dengan kategori sangat tinggi. 2). Jawaban “b” diberi skor 4 dengan kategori tinggi. 3). Jawaban “c” diberi skor 3 dengan kategori sedang. 4). Jawaban “d” diberi skor 2 dengan kategori rendah. 5). Jawaban “e” diberi skor 1 dengan kategori sangat rendah.

Instrumen disusun dan dikembangkan oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitian.

b. Tes.

Tes merupakan serangkaian pertanyaan atau latihan untuk mengukur pengetahuan, inteligensia, kemampuan, bakat yang dimiliki individu. Tes TOEIC, TOEFL dan IALT digunakan untuk mengetahui dan mengukur kemampuan dan pengetahuan berbahasa Inggris. Dalam penelitian ini variabel kemampuan berbahasa Inggris diukur menggunakan tes TOEIC yang telah baku.

2. Kisi-kisi Instrumen Penelitian.

Penelitian terdiri dari 2 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Variabel bebasnya (independen) terdiri dari kedisiplinan (X1), kemampuan berbahasa

Inggris (X2), Variabel terikat atau dependen (Y) adalah semangat kerja. Ketiga

variabel tersebut kemudian dibuatkan kisi-kisi penelitian yang terdiri dari variabel/subvariabel dan dimensi. Dimensi instrumen penelitian diperinci menjadi bentuk butir-butir pernyataan.


(22)

46 Tabel 3.1

Kisi-kisi instrumen penelitian

No Variabel Dimensi No. Soal

1 Kedisiplinan Faktor Kepribadian

• Disiplin karena kepatuhan. Kepatuhan terhadap aturan-aturan yang didasarkan atas dasar perasaan takut.

• Disiplin karena identifikasi. Kepatuhan aturan yang didasarkan pada identifikasi Dimensi

adalah perasaan kekaguman atau penghargaan pada pimpinan.

• Disiplin karena internalisasi. Disiplin kerja dalam tingkat ini terjadi karena karyawan

mempunyai sistem nilai pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kedisiplinan.

Faktor Lingkungan

Disiplin yang tinggi merupakan proses pembelajaran agar dapat merupakan agen pengubah perlu memperhatikan prinsip-prinsip :

• Konsisten, adalah memperlakukan aturan secara berkesinambungan dari waktu ke waktu.

• Adil bersikap positif adalah setiap pelanggaran yang dibuat seharusnya dicari fakta dan dibuktikan terlebih dahulu.

• Terbuka.

Komunikasi terbuka mengenai apa yang boleh dan tidak boleh. 1,2,3,4,5, 6,7,8,9,10, 11,21,22,23 12,13,14,15, 16,17,18,19 20,24,25

2 Kemampuan berbahasa Inggris Reading. Listening Writing. Speaking Test TOEIC


(23)

No Variabel Dimensi No. Soal 3 Semangat

kerja

Tanggungjawab.

Hubungan yang harmonis Kerja sama Kepuasan Kerja 1,2,3,4,5,6 7,8,9,10,11,12 13,14,15,16,17 18,19,20,21,22, 23,24,25

3. Uji Coba Instrumen.

Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan betul-betul mengukur yang seharusnya diukur dan untuk melihat konsistensi dari instrumen tersebut dalam mengungkap fenomena dari sekelompok individu meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda (Sugiyono 2005 :137).

a. Uji Validitas Instrumen.

Uji validitas digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono 2005 : 137) sehingga instrumen penelitian bisa memenuhi persyaratan. Arikunto dikutip oleh Akdon (2005 :143) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Untuk mengungkap data yang sesungguhnya, maka terlebih dahulu instrumen tersebut perlu diujicoba untuk menguji validitas instrumen tersebut. Hasilnya dihitung dengan menggunakan rumus Pearson

Product Moment dengan rumus :

(Riduan 2008 : 136)

Dimana :

= Koefisien Korelasi

( )

( )

( )

}

{

( )

}

=

2 2 2 2

y

x

x

n

y

x

y

x

n

r

xy

n

y

{

xy

r


(24)

48 ∑x = Jumlah skor item

∑y = Jumlah skor total (seluruh item)

Setelah perhitungan selesai dan instrumen valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) sebagai berikut :

Tabel 3.2

Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat kuat

Riduan (2008: 136)

Untuk menguji signifikansi hubungan yaitu apakah hubungan yang ditemukan itu berlaku untuk seluruh sampel yang berjumlah 51 orang, maka perlu diuji signifikansinya. Rumus uji signifikansi korelasi product moment adalah sebagai berikut :

Keterangan :

t = Nilai t hitung

r = Koefisien korelasi hasil r hitung n = Jumlah responden

Harga thitung selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel, untuk kesalahan

5%. (

α

= 0,05) dan derajat kebebasan (dk = n – 2). Kaidah keputusan : jika thitung > ttabel berarti valid, sebaliknya

thitung≤ ttabel berarti tidak valid. Riduan (2008: 137)

2

1 2

r

n

r

t

− −


(25)

b. Hasil Uji Validitas Instrumen Kedisiplinan (X1)

Variabel ini terdiri dari 25 butir/item pernyataan positif maupun negatif. Instrumen tersebut telah diuji cobakan kepada 28 orang widyaiswara, dengan hasil.

Tabel 3.3

Hasil uji Validitas instrumen kedisiplinan. (X1)

Pernyataan t hitung t tabel Kesimpulan

1 4,12 1,706 Valid

2 2,13 1,706 Valid

3 -0,53 1,706 Tidak Valid

4 2,98 1,706 Valid

5 1,74 1,706 Valid

6 0,39 1,706 Tidak Valid

7 2,39 1,706 Valid

8 2,42 1,706 Valid

9 -0,49 1,706 Tidak Valid

10 -0,42 1,706 Tidak Valid

11 4,85 1,706 Valid

12 1,96 1,706 Valid

13 7,03 1,706 Valid

14 2,82 1,706 Valid

15 5,83 1,706 Valid

16 5,99 1,706 Valid

17 6,95 1,706 Valid

18 6,89 1,706 Valid

19 4,83 1,706 Valid

20 2,13 1,706 Valid

21 2,31 1,706 Valid

22 8,32 1,706 Valid

23 9,19 1,706 Valid

24 3,91 1,706 Valid

25 0,50 1,706 Tidak Valid

Analisis data menunjukkan hasil bahwa 20 butir/item pernyataan dinyatakan valid dan 5 item tidak valid.


(26)

50 c. Hasil Uji Validitas Instrumen Semangat Kerja (Y)

Variabel ini terdiri dari 25 butir/item pernyataan positif maupun negatif. Instrumen tersebut telah diuji cobakan kepada 28 orang widyaiswara, dengan hasil.

Tabel 3.4

Hasil uji Validitas instrumen semangat kerja (Y)

Pernyataan t hitung t tabel Kesimpulan

1 3,28 1,706 Valid

2 5,95 1,706 Valid

3 1,62 1,706 Tidak Valid

4 17,53 1,706 Valid

5 13,09 1,706 Valid

6 9,73 1,706 Valid

7 19,76 1,706 Valid

8 13,93 1,706 Valid

9 14,46 1,706 Valid

10 1,76 1,706 Valid

11 5,79 1,706 Valid

12 1,71 1,706 Valid

13 16,37 1,706 Valid

14 15,70 1,706 Valid

15 17,30 1,706 Valid

16 17,30 1,706 Valid

17 18,57 1,706 Valid

18 16,43 1,706 Valid

19 16,83 1,706 Valid

20 13,41 1,706 Valid

21 15,74 1,706 Valid

22 15,70 1,706 Valid

23 1,68 1,706 Tidak Valid

24 4,75 1,706 Valid

25 6,78 1,706 Valid

Analisis data menunjukkan hasil bahwa 23 butir/item pernyataan dinyatakan valid. dan 2 item tidak valid.


(27)

d. Uji Reliabilitas Instrumen.

Uji reliabilitas dimaksudkan untuk melihat konsistensi dari instrumen dalam mengungkap fenomena dari sekelompok individu meskipun dilakukan dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas instrumen adalah keajegan (konsistensi) alat ukur dalam mengukur yang diukurnya, sehingga perbedaan dimensi waktu alat digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. Uji reliabilitas instrumen dengan internal consistency dilakukan satu kali. Data kemudian yang diperoleh dianalisis. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen. Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik.

Beberapa teknik atau cara menghitung reliabilitas instrument dapat dilakukan. Penelitian menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach. (Riduan 2008 : 125). Uji reabilitas menggunakan rumus Cronbach Alpha sebagai berikut :

( )

  

  

     

=

2

2

1

1 t

i

S S k

k α

Di mana : k = jumlah item. St² = jumlah varians skor total.

Si² = varians responden untuk item ke i.

Menurut Usman, koefisien reabilitas (α) di atas 0,80 sudah memperlihatkan bahwa instrumen itu reliabel.(Riduan, 2008 :125).


(28)

52 Tabel 3.5

Hasil uji Reliabilitas variabel X1 dan Y

Variabel Nilai Alpha Keputusan

Kedisiplinan 0,813 Reliabilitas tinggi Semangat Kerja 0,770 Reliabilitas

tinggi

4. Revisi Instrumen

Setelah memperhatikan beberapa butir instrumen yang tidak valid dalam analisis validitas di atas, maka setelah dibandingkan dengan kisi-kisi yang telah disusun di depan ternyata bahwa informasi yang terdapat dalam beberapa butir yang tidak valid tersebut diprediksi tidak mengganggu proporsi kisi-kisi yang ada, karena itu diputuskan untuk membuang instrument yang tidak valid .

5. Prosedur Penelitian dan Teknik Analisis Data. a. Prosedur Penelitian.

Prosedur pengumpulan data ini termasuk pada saat pengambilan data uji coba instrumen sampai pada pengumpulan data penelitian yang sesungguhnya. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian adalah : (1) Penggandaan instrumen, (2) mempersiapkan surat izin melaksanakan penelitian. (3) Penyebaran angket.

b. Prosedur Pengolahan data.

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu. Hasil pengolahan data dapat memberikan makna data yang dikumpulkan sehingga hasil


(29)

penelitianpun segera diketahui. Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian adalah :

1) Menyeleksi (editing) data yang telah dikumpulkan dengan memeriksa jawaban responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tujuan

editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang mungkin

terjadi. Hasan (2002: 89) menyatakan bahwa kesalahan data dapat dilengkapi atau diperbaiki dengan pengumpulan data ulang ataupun dengan penyisipan (interpolasi).

2) Memberi skor terhadap item-item kuesioner berdasarkan pola skor ke dalam tabel rekapitulasi data (tabulasi).

3) Menganalisis data kemudian diinterpretasikan untuk dapat menarik kesimpulan.

c. Teknis Analisis Data.

Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan yaitu tahap deskripsi data, tahap uji persyaratan analisis, dan tahapan pengujian hipotesis.

1). Tahap Deskripsi Data.

Sebelum data dideskripsikan terlebih dahulu data mentah dikonversikan menjadi Z skor dan T skor. Adapun perhitungan data mentah menjadi Z skor dan T skor untuk setiap variabel adalah sebagai berikut :

SD M X Zskor

) ( −

= Riduan (2008:181)

Dimana :

N X


(30)

54

1 )

( 2

− − =

N M X

SD i

Z

TSkor=50+10 Riduan (2008:189)

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap deskripsi data ini adalah membuat tabulasi data untuk setiap variabel, mengurutkan data secara interval dan menyusunnya dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, mencari modus, median, rata-rata (mean), dan simpangan baku. Deskripsi data dilakukan dengan menggunakan program MS Exel dan kalkulator jenis Casio FX 4500 PA.

Hasil konversi data mentah menjadi Z skor dan T skor pada lampiran 6. 2). Tahap Uji Persyaratan Analisis

Uji persyaratan analisis yang akan dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran data yang akan dianalisis.Uji homogenitas untuk memastikan kelompok data berasal dari populasi yang homogen. Uji normalitas menggunakan uji Lilliefors, sedangkan uji homogenitas menggunakan uji Bartleth.

a). Uji Normalitas Data X1, X2 dan Y

Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian kita berasal dari populasi yang sebarannya normal. Uji ini perlu dilakukan karena semua perhitungan statistik parametrik memiliki asumsi normalitas sebaran. Formula/rumus yang digunakan untuk melakukan suatu uji (t-test misalnya) dibuat dengan mengasumsikan bahwa data yang akan dianalisis berasal dari populasi yang sebarannya normal. Dalam penelitian ini digunakan uji normalitas metode Lilliefors dengan cara sebagai berikut (Ating 2006 : 289).


(31)

Langkah-langkah uji normalitas data dengan uji Lilliefors :

a. Mengurutkan data sampel dari yang terkecil sampai yang terbesar dan menentukan frekuensi tiap-tiap data.

b. Menentukan nilai z dari tiap-tiap data.

c. Menentukan besar peluang untuk masing-masing nilai z berdasarkan tabel z, selanjutnya disebut dengan Q (z).

d. Menghitung frekuensi kumulatif relatif dari masing-masing nilai z, selanjutnya disebut dengan S (z).

e. Menentukan nilai Lo = F (z) – S (z) dan membandingkannya dengan nilai Lt dari tabel Liliefors.

f. Kaidah keputusan :

Ho : sampel berdistribusi normal H1 : sampel berdistribusi tidak normal

Lo ≤ Lt , maka terima Ho yang berarti sampel berdistribusi normal Lo > Lt, maka tolak Ho yang berarti sampel tidak berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas pada lampiran 7.

b). Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggnakan uji Bartleth. Sesuai dengan ketentuan, kriteria homogenitas menurut uji Barleth adalah χ²h< χ²t, maka data

mempunyai varian yang homogen atau berasal dari populasi yang homogen. Untuk melakukan pengujian homogenitas menggunakan uji Bartlet yaitu dengan menggunakan rumus:


(32)

56 dimana : ... ... . . 2 1 2 2 1 1 2 + + + + = n n S n S n

Si dan B=LogS2.

( )

n−1

Selanjutnya membandingkan χ2hitung dengan χ2tabel untuk alpa α= 0,05 dan

derajat kebebasan (dk) = n – 1. Kriteria pengujian:

Jika χ2hitung > χ2tabel maka distribusi data tidak homogen. Riduwan(2003:185)

Jika χ2hitung ≤ χ2tabel maka distribusi data homogen.

Hasil perhitungan uji homogenitas pada lampiran 8. 3). Tahap Pengujian Hipotesis.

Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi. Untuk menguji hipotesis pertama, kedua digunakan teknik analisis korelasi dan regresi linear sederhana sedangkan untuk menguji hipotesis ketiga digunakan teknik korelasi dan regresi linear ganda. Uji keberartian menggunakan uji t dan uji F pada taraf signifikansi α = 0,05.

Sesuai dengan hipotesis dan desain penelitian yang telah dikemukakan, maka dalam pengujiannya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

Untuk mengetahui hubungan antara X1 dengan Y; X2 dengan Y; digunakan

rumus korelasi sederhana Pearson Product Moment berikut:

(Riduan 2008 : 136)

Di mana :

rxy = Koefisien korelasi ∑x = Jumlah skor item

(

)( )

( )

}

{

( )

}

=

2 2 2 2 Y

X

X

n

Y X Y X

n

r

xy

n

Y


(33)

∑y = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah sampel

Nilai korelasi PPM dilambangkan (r), apabila nilai r telah diperoleh dari hasil perhitungan, selanjutnya ditafsirkan dengan tabel interpretasi (tabel 3.3).

Hasil perhitungan korelasi pada lampiran 9. 1). Uji Multikolinier

Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan antar variabel bebas apakah variabel bebasnya saling independent atau tidak independent.

Rumus yang digunakan untuk mencari korelasi antar variabel bebas adalah

Pearson Product Moment berikut:

(

)(

)

(

)

{

}

{

(

)

}

− − − = 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 . . . X X n X X n X X X X n rX X

Jika harga rX1X2≥0,8 artinya X1 dan X2 tidak independent.

Jika harga rX1X2 0,8 artinya X1 dan X2 saling independent.

2). Kontribusi variabel X terhadap Y.

Untuk menyatakan besar kecilnya kontribusi variabel X terhadap Y dapat ditentukan dengan rumus koefisien determinan sebagai berikut :

Di mana :

KD = Nilai koefisien determinan r = Nilai koefisien korelasi


(34)

58 Untuk uji signifikansi variabel X terhadap Y digunakan rumus seperti dibawah ini, sedangkan mencari ttabel menggunakan bantuan MsExcel.

Di mana :

t = Nilai t hitung

r = Koefisien korelasi hasil r hitung n = Jumlah responden

Untuk mengetahui hubungan secara simultan X1, X2, terhadap Y

menggunakan koefisien korelasi ganda, perhitungan dilakukan dengan bantuan program MsExcel.

Untuk mengetahui hubungan fungsional antar variabel digunakan metode regresi.

3). Regresi Linear Sederhana

Uji regresi ini ini bertujuan untuk mencari pola hubungan fungsional antara variabel X dan Y. Persamaan regresi ini dinyatakan dengan rumus :

bX a

Y = +

Di mana : ∧

Y = Variabel terikat (variabel yang diduga) X = Variabel bebas

a = Intersep/konstanta b = Koefisien regresi

(Riduan 2008: 137)

2

1 2

r

n

r

t

− −


(35)

Untuk melihat bentuk korelasi antar variabel dengan persamaan regresi tersebut, maka nilai a dan b harus ditentukan terlebih dahulu melalui persamaan berikut : 2 1 2 1 1 1 1 2 1 1 ) ( ) )( ( ) )( ( X x n Y X X X Y a ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ ∑ = 2 1 2 1 1 1 1 1 ) ( ) )( ( X x n Y X Y X n b ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ =

Selanjutnya persamaan tersebut diuji keberartian (signifikansi) arah koefisien dengan menggunakan analisis varians (ANAVA) yang diolah dengan bantuan MsExcel.

Kaidah pengujian linearitas :

Fhitung > Ftabel, maka terima H0, dan tolak Ha artinya data berpola tidak

linear.

Fhitung ≤ Ftabel, maka tolak H0 , terima Ha artinya data berpola linear.

Dengan taraf signifikan (α) = 0,05; mencari Ftabel menggunakan rumus:

Ftabel = F (1- α) (dk= TC), (dk= E)

Selanjutnya pada umumnya semua besaran yang diperoleh, disusun dalam sebuah daftar yang disebut analisis varians (ANAVA) sebagaimana terlihat pada lampiran 10.

4). Regresi Linear Ganda.

Uji regresi linear ganda bertujuan untuk membuktikan ada atau tidak adanya hubungan fungsional atau kausal antara variabel bebas X1, X2, terhadap Y.

(Riduan 2008: 145)


(36)

60 Pengujian data dilakukan menggunakan bantuan program MsExcel.. Persamaan regresi linear ganda dinyatakan dalam rumus :

Y = a + b1X1 + b2X2 d. Hipotesis Statistik.

Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut :

Hipotesis I : H1 :

ρ

x1y ≠ 0 Terdapat hubungan yang positip dan

signifikan antara kemampuan berbahasa Inggris dengan semangat kerja.

Hipotesis II : H1 :

ρ

x2y ≠ 0 Terdapat hubungan yang positip dan

signifikan antara kemampuan berbahasa Inggris dengan semangat kerja.

Hipotesis III : H1 :

ρ

x1x2y ≠ 0 Terdapat hubungan yang positip dan

signifikan antara kedisiplinan, kemampuan berbahasa Inggris secara bersama-sama dengan semangat kerja.

Keterangan :

Ho : Hipotesis Nol. H1 : Hipótesis Alternatif.

ρ

x1y : Koefisien korelasi antara kedisiplinan (X1) dengan

semangat kerja (Y).

ρ

x2y : Koefisien korelasi antara kemampuan berbahasa Inggris

(X2) dengan semangat kerja (Y).

ρ

x1x2y : Koefisien korelasi antara kedisiplinan (X1), kemampuan

berbahasa Inggris (X2) dengan semangat kerja (Y).

E. Prosedur Penelitian.

Penelitian ini terbagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap pendahuluan, tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut :


(37)

Tahap Pendahuluan :

Pada tahap pendahuluan dilakukan berbagai persiapan sebagai berikut : a. Menyusun proposal.

b. Melaksanakan seminar proposal dan perbaikan hasil seminar.

c. Mengadakan observasi ke lembaga yang ditunjuk sebagai tempat penelitian.

d. Mengurus surat izin penelitian. Tahap Persiapan.

a. Membuat alat pengumpul data berupa angket dan tes. b. Menguji coba alat pengumpul data.

c. Menganalisis hasil uji coba (validitas dan reabilitas). d. Memperbanyak alat pengumpul data.

Tahap Pelaksanaan :

a. Mengumpulkan nilai tes TOEIC.

b. Mendistribusikan alat pengumpul data (angket). c. Mengumpulkan data.

d. Mengolah data.

e. Menginterpretasikan hasil pengolahan data. f. Menyimpulkan dan membuat laporan.


(38)

62 Gambar 3.2 Alur Penelitian

Menyusun Instrumen

Uji Coba Instrumen

Analisis Uji Coba Instrumen

Revisi Instrumen

Penjaringan Data Penelitian

Analisis Data

Kesimpulan/Laporan Menyusun Proposal

Sidang Proposal

Menyusun Instrumen Semangat Kerja Menyusun

Instrumen Kedisiplinan

Tes TOEIC (Sudah Baku)


(39)

87 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara kedisiplinan dengan semangat kerja widyaiswara. Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif kedisiplinan, akan diiringi dengan meningkatnya semangat kerja widyaiswara. Demikian pula sebaliknya, semakin negatif kedisiplinan, akan diiringi dengan menurunnya semangat kerja widyaiswara.

Terdapat pengaruh positif yang signifikan antara kemampuan berbahasa Inggris dengan semangat kerja widyaiswara. Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif kemampuan berbahasa Inggris, akan diiringi dengan meningkatnya semangat kerja widyaiswara. Demikian pula sebaliknya, semakin negatif kemampuan berbahasa Inggris, akan diiringi dengan menurunnya semangat kerja widyaiswara. Terdapat pengaruh positif yang signifikan secara bersama-sama antara kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris dengan semangat kerja widyaiswara. Hal ini memberikan pengertian bahwa semakin positif baik kedisiplinan, dan kemampuan berbahasa Inggris maka semakin tinggi pula semangat kerja widyaiswara. Sebaliknya semakin negatif kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris, maka semakin rendah pula semangat kerja widyaiswara.


(40)

88 B. Implikasi.

Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Kurangnya pengetahuan tentang peraturan, prosedur, dan kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak tindakan indisipliner. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut pihak pimpinan sebaiknya memberikan program orientasi kepada tenaga widyaiswara yang baru pada hari pertama mereka bekerja, karena widyaiswara tidak dapat diharapkan bekerja dengan baik dan patuh, apabila peraturan/prosedur atau kebijakan yang ada tidak diketahui, tidak jelas, atau tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Selain memberikan orientasi, pimpinan harus menjelaskan secara rinci peraturan peraturan yang sering dilanggar, berikut rasional dan konsekwensinya. Demikian pula peraturan/prosedur atau kebijakan yang mengalami perubahan atau diperbaharui, sebaiknya diinformasikan kepada staf melalui diskusi aktif.

Oleh sebab itu, kesalahan yang dilakukan setiap individu dapat diterima selama masih dalam batas toleransi yang diperbolehkan dan ada usaha untuk memperbaikinya karena setiap individu dapat belajar dari kesalahan tersebut. Tindakan terhadap setiap pelanggaran disiplin sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang bijaksana sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku menurut tingkat pelanggaran dan klasifikasinya.

Adanya sikap berbahasa (kesadaran akan norma bahasa) yang dinyatakan dengan “thinking” (berpikir) sebagai pusat dari segala pertimbangan orang


(41)

89 berbahasa, maka muara dari dua hal tersebut adalah knowledge (pengetahuan). Keterkaitan antara pengetahuan dan sikap ini akan tampak dalam perilaku. Sikap hanya diartikan sebagai kecenderungan menyenangi atau tidak menyenangi sesuatu dan masih harus diterjemahkan dalam perilaku tampak. Oleh karena itu tampak bahwa diantara pengetahuan, sikap dan perilaku berbahasa secara teoritis terdapat hubungan timbal balik. Satu analisa yang bisa dibuat untuk menjelaskan ini adalah ketika kinerja seseorang semakin meningkat maka semakin dituntut untuk berbahasa yang lebih baik. Dengan penguasaan bahasa Inggris, kita akan dapat menguasai iptek, karena banyaknya karya ilmiah yang ditulis dalam bahasa itu. Menguasai bahasa Inggris juga merupakan salah satu syarat untuk menjadi seorang widyaiswara. Untuk memperoleh informasi IPTEK yang mutakhir harus selalu mengikuti perkembangan mutakhir terutama pada bidang ilmu yang digelutinya melalui artikel atau makalah yang ditulis oleh teman seprofesinya dari berbagai negara melalui internet.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi seperti diuraikan di atas, di bawah ini diajukan beberapa saran untuk meningkatkan produktivitas lembaga, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan rencana. Peningkatan semangat kerja widyaiswara harus menjadi prioritas bagian yang mendapat perhatian khusus. Oleh sebab itu perlu dilakukan seperti :

1. Peningkatan kedisiplinan yakni :

a. Pemberian reward dan punisment kepada seluruh widyaiswara harus dilakukan dengan memberikan penghargaan kepada widyaiswara yang


(42)

90 berprestasi dan memberikan teguran bagi widyaiswara yang tidak disiplin dengan adil dan layak.

b. Menciptakan iklim kerja yang kondusif melalui pemberian kesempatan berprestasi kepada semua widyaiswara secara adil dan merata.

2. Memberikan kepuasan kerja kepada semua widyaiswara :

a. Memberikan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan dan berprestasi kepada semua widyaiswara.

b. Menempatkan widyaiswara pada posisi yang sesuai dengan bidang keahliannya.

c. Memberikan fasilitas pendukung sesuai dengan kebutuhannya. 3. Menciptakan kerjasama yang baik antara pimpinan dan bawahan:

a. Membina kerjasama dengan rekan kerja atau dengan atasan.

b. Saling membantu diantara rekan sekerja. c. Turut aktif dalam kegiatan organisasi.

4. Meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris kepada semua widyaiswara : a. Mengikutsertakan semua widyaiswara mengikuti kursus bahasa

Inggris.

b. Mengikutsertakan dalam kegiatan yang bersifat internasional seperti seminar didalam maupun diluar negeri.


(43)

DAFTAR PUSTAKA.

Adiningsih N, (2002). Kualitas dan Profesionalisme Guru. Pikiran Rakyat 15 Oktober 2002. http://www.Pikiran Rakyat.com/102002/15 Opini

Akdon dan Sahlan, Hadi. (2005). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk

Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Anastasi, A, 1965, Psychological Testing, New York:Mac Millan Publishing Co.

Ancok, D dan Faturochman. 1989. Penelitian Tolok Ukur Kualitas Kekaryaan : Studi Pendahuluan pada Suku sunda dan Suku Jawa. Jurnal Psikologi. No. 1, 9-16. Yogyakarta : Fakultas Psikologi.

Ani M Hasan (2003). Pengembangan Profesionalisme guru di abad pengetahuan [Online]. Tersedia :http//re-searchengines.com/amhsan.html [13 Juli 2003] Avin F H. Buletin psikologi thn iv No.2 1996. Strategi Adaptasi yang Efektif

Dalam Situasi Kepadatan Sosial.

Aribowo (2002) Disiplin.SinarHarapan [online], halaman2. .http: //www. sinarharapan.co.id/ekonomi/ mandiri/2002/081/man01. utml [9 Januari 2008]

Aribowo (2008) Disiplin. Sinar harapan [online], halaman2. Tersedia : http: //WWW.Sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/ 2002/08/ 1/man01.utm [9 Januari 2008]

Basuki J. 2005. Kebijakan Nasional Pembinaan dan Pengembangan Widyaiswara. Dalam: Interaktif IWI, Volume 2, September 2005. Jakarta: Yayasan Ubaya Widyaiswara.

Bovee, C.L dan John V. Thill, 1995, Business Communication Today, Fourth Edition, United States of America: Mc Graw Hill. Inc.

Chaplin, J.P. (1997). Kamus Lengkap Psikologi. (Edisi 5). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.Dale, M. 2003. Developing Management Skill

(Terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Edisi Kedua. Balai Pustaka.

Disiplin kerja dalam http://subektiheru.blogspot.com/2008/03/disiplin-kerja.html [25 Maret 2008]


(44)

Dwi Kusunawarni (2007). Pengaruh semangat dan disiplin kerja terhadap

produktivitas karyawan pada perusahaan daerah air minum kabupaten Kudus. [Online], Tersedia http://digilib. unnes. ac.id/ gsdl/ collect/ skripsi/ archives/ HASH3fbd/2c5dd1a4.dir/doc.pdf

Elvira Sischa Rahmawati (2007). Hubungan antara disiplin kerja dan

produktivitas kerja karyawan PT. Cakra Mandiri Pratama Indonesia Divisi Manukfaktur dan Niaga Turen Malang. [Online], Tersedia http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/BK-Psikologi/article/ viewFile/3809/2236

Fanggidae A. 2008. Menyiasati Peningkatan Profesionalisme SDM Kessos di

Instansi Pemda. Dalam: Jurnal Pusdiklat Kesos, Departemen Sosial Vol. 3

No 1, April 2008. Jakarta: Pusdiklat Kessos.

George D, Halsey, 1994, Bagaimana Memimpin dan Mengawasi Pegawai Anda, Rineka Cipta, Yogyakarta

Hasan, Iqbal. (2002). Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hasibuan, M.S.P. (1997). Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan Produktivas. Jakarta : Bumi Aksara.

Ife J. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives - Vision,

Anallysis and Practice: Australia: Longman Australia Pty

I Gusti Ayu Dewi Adnyanyi 2008. Membina semangat kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan. BULETIN STUDI EKONOMI, vol. 13 no.2 tahun 2008.

John Maxwell dalam Aribowo P (2008-09-01) Disiplin.Sinar Harapan [online],halaman2.Tersedia.: http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/ mandiri/2002/081/man01.utml[9 Januari 2008].

Kusnadi H (2009) Pengertian kerja sama. http://id.shvoong.com/business-management /entrepreneurship /1943506 - pengertian - kerja – sama / [6Nov. 2009].

Kusumawarni D 2007. Pengaruh semangat dan disiplin kerja terhadap produktivitas karyawan pada perusahaan daerah air minum kabupaten kudus. Semarang : ___________


(45)

Moekijat, (1997), Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja. Pionir, Bandung

Nitisemito, Alex S (1991). Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta. Notoatmodjo, S, 1996, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Rinneka Cipta. Nurlaila (2005). Hubungan antara kemampuan berbahasa Inggris dengan kinerja

karyawan PT. Elang Express Surabaya. [Online], Tersedia http://damandiri.or.id/detail.php?id=279 [14 April 2005].

Peraturan MENPAN No. PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya.

Rakhmat. 2002. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: Remaja RosdaKarya.

Riduan (2008), Metode & Teknik Menyusun Tesis, bandung. alpabeta

Robbins, Stephen P. 2000. Perilaku Organisasi Jilid I. Yogyakarta: Aditya Media.

Sagir, S. 1998. Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. Manajemen & Usahawan Indonesia No.2 Tahun XVII. Jakarta : PT. Temprint.

Saksono, Slamet. 1997. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta : Kanisius

Sedarmayanti. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi

dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung : PT. Refika Aditama.

Sendy 2008 belajar bahasa Inggris secara mandiri [Online]. Tersedia http://sendy82.wordpress.com/2008/09/22/belajar-bahasa-inggris-secara-mandiri/ [22 September 2008].

Slamet.1997. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Soejono AG. 1980. Ilmu Pendidikan Umum. Bandung : Aliran Baru dalam Pendidikan.

Sugiyono. (2005). Metoda Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Sukmadinata NS, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya: 2006.


(46)

Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA dan Pustaka Pelajar.

Suprayitno AR. 2006. Menjadi SDM Kehutanan Unggul Di Era Globalisasi: Upaya Membangun Kemandirian dan Kompetensi.Dalam: Majalah SILVIKA edisi 49/IX/2006. Bogor: Pusdiklathut.

Suryohadiprojo, S. 1989. Peranan Kepemimpinan dalam Menegakkan Disiplin

Masyarakat Dalam Analisis CSIS. No. 4. Tahun XVIII. Juli-Agustus 1989,

Centre for Strategic and International Studies, Jakarta.

Urip (2007) Disiplin Sekolah Mendongkrak Mutu Sekolah. [Online] . Tersedia : http://urip.wordpress.com/2007/04/10disiplin-sekolah-mendongkrak-mutu-sekolah/ [10 April 2007]

Usman MU. 1997. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja RosdaKarya Westra, Pariata. 1980. Manajemen Personalia. Yogyakarta : Liberti

Wikipidia, http://www.topblogarea.com/sitedetails 6037.html 2007

Yuspratiwi, I.1990. Hubungan antara Locus of Control dengan disiplin kerja

Wiraniaga pada Wiraniaga Obat-obatan di DIY. Tidak diterbitkan.

Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.


(1)

89 berbahasa, maka muara dari dua hal tersebut adalah knowledge (pengetahuan). Keterkaitan antara pengetahuan dan sikap ini akan tampak dalam perilaku. Sikap hanya diartikan sebagai kecenderungan menyenangi atau tidak menyenangi sesuatu dan masih harus diterjemahkan dalam perilaku tampak. Oleh karena itu tampak bahwa diantara pengetahuan, sikap dan perilaku berbahasa secara teoritis terdapat hubungan timbal balik. Satu analisa yang bisa dibuat untuk menjelaskan ini adalah ketika kinerja seseorang semakin meningkat maka semakin dituntut untuk berbahasa yang lebih baik. Dengan penguasaan bahasa Inggris, kita akan dapat menguasai iptek, karena banyaknya karya ilmiah yang ditulis dalam bahasa itu. Menguasai bahasa Inggris juga merupakan salah satu syarat untuk menjadi seorang widyaiswara. Untuk memperoleh informasi IPTEK yang mutakhir harus selalu mengikuti perkembangan mutakhir terutama pada bidang ilmu yang digelutinya melalui artikel atau makalah yang ditulis oleh teman seprofesinya dari berbagai negara melalui internet.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi seperti diuraikan di atas, di bawah ini diajukan beberapa saran untuk meningkatkan produktivitas lembaga, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan rencana. Peningkatan semangat kerja widyaiswara harus menjadi prioritas bagian yang mendapat perhatian khusus. Oleh sebab itu perlu dilakukan seperti :

1. Peningkatan kedisiplinan yakni :

a. Pemberian reward dan punisment kepada seluruh widyaiswara harus dilakukan dengan memberikan penghargaan kepada widyaiswara yang


(2)

90 berprestasi dan memberikan teguran bagi widyaiswara yang tidak disiplin dengan adil dan layak.

b. Menciptakan iklim kerja yang kondusif melalui pemberian kesempatan berprestasi kepada semua widyaiswara secara adil dan merata.

2. Memberikan kepuasan kerja kepada semua widyaiswara :

a. Memberikan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan dan berprestasi kepada semua widyaiswara.

b. Menempatkan widyaiswara pada posisi yang sesuai dengan bidang keahliannya.

c. Memberikan fasilitas pendukung sesuai dengan kebutuhannya. 3. Menciptakan kerjasama yang baik antara pimpinan dan bawahan:

a. Membina kerjasama dengan rekan kerja atau dengan atasan.

b. Saling membantu diantara rekan sekerja. c. Turut aktif dalam kegiatan organisasi.

4. Meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris kepada semua widyaiswara : a. Mengikutsertakan semua widyaiswara mengikuti kursus bahasa

Inggris.

b. Mengikutsertakan dalam kegiatan yang bersifat internasional seperti seminar didalam maupun diluar negeri.


(3)

91 DAFTAR PUSTAKA.

Adiningsih N, (2002). Kualitas dan Profesionalisme Guru. Pikiran Rakyat 15 Oktober 2002. http://www.Pikiran Rakyat.com/102002/15 Opini

Akdon dan Sahlan, Hadi. (2005). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Anastasi, A, 1965, Psychological Testing, New York:Mac Millan Publishing Co.

Ancok, D dan Faturochman. 1989. Penelitian Tolok Ukur Kualitas Kekaryaan : Studi Pendahuluan pada Suku sunda dan Suku Jawa. Jurnal Psikologi. No. 1, 9-16. Yogyakarta : Fakultas Psikologi.

Ani M Hasan (2003). Pengembangan Profesionalisme guru di abad pengetahuan [Online]. Tersedia :http//re-searchengines.com/amhsan.html [13 Juli 2003] Avin F H. Buletin psikologi thn iv No.2 1996. Strategi Adaptasi yang Efektif

Dalam Situasi Kepadatan Sosial.

Aribowo (2002) Disiplin.SinarHarapan [online], halaman2. .http: //www. sinarharapan.co.id/ekonomi/ mandiri/2002/081/man01. utml [9 Januari 2008]

Aribowo (2008) Disiplin. Sinar harapan [online], halaman2. Tersedia : http: //WWW.Sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/ 2002/08/ 1/man01.utm [9 Januari 2008]

Basuki J. 2005. Kebijakan Nasional Pembinaan dan Pengembangan Widyaiswara. Dalam: Interaktif IWI, Volume 2, September 2005. Jakarta: Yayasan Ubaya Widyaiswara.

Bovee, C.L dan John V. Thill, 1995, Business Communication Today, Fourth Edition, United States of America: Mc Graw Hill. Inc.

Chaplin, J.P. (1997). Kamus Lengkap Psikologi. (Edisi 5). Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.Dale, M. 2003. Developing Management Skill

(Terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Balai Pustaka.

Disiplin kerja dalam http://subektiheru.blogspot.com/2008/03/disiplin-kerja.html [25 Maret 2008]


(4)

Dwi Kusunawarni (2007). Pengaruh semangat dan disiplin kerja terhadap produktivitas karyawan pada perusahaan daerah air minum kabupaten

Kudus. [Online], Tersedia http://digilib. unnes. ac.id/ gsdl/ collect/

skripsi/ archives/ HASH3fbd/2c5dd1a4.dir/doc.pdf

Elvira Sischa Rahmawati (2007). Hubungan antara disiplin kerja dan produktivitas kerja karyawan PT. Cakra Mandiri Pratama Indonesia

Divisi Manukfaktur dan Niaga Turen Malang. [Online],

Tersedia http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/BK-Psikologi/article/ viewFile/3809/2236

Fanggidae A. 2008. Menyiasati Peningkatan Profesionalisme SDM Kessos di Instansi Pemda. Dalam: Jurnal Pusdiklat Kesos, Departemen Sosial Vol. 3 No 1, April 2008. Jakarta: Pusdiklat Kessos.

George D, Halsey, 1994, Bagaimana Memimpin dan Mengawasi Pegawai Anda, Rineka Cipta, Yogyakarta

Hasan, Iqbal. (2002). Metode Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hasibuan, M.S.P. (1997). Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan Produktivas. Jakarta : Bumi Aksara.

Ife J. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives - Vision, Anallysis and Practice: Australia: Longman Australia Pty

I Gusti Ayu Dewi Adnyanyi 2008. Membina semangat kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan. BULETIN STUDI EKONOMI, vol. 13 no.2 tahun 2008.

John Maxwell dalam Aribowo P (2008-09-01) Disiplin.Sinar Harapan [online],halaman2.Tersedia.: http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/ mandiri/2002/081/man01.utml[9 Januari 2008].

Kusnadi H (2009) Pengertian kerja sama. http://id.shvoong.com/business-management /entrepreneurship /1943506 - pengertian - kerja – sama / [6Nov. 2009].

Kusumawarni D 2007. Pengaruh semangat dan disiplin kerja terhadap produktivitas karyawan pada perusahaan daerah air minum kabupaten kudus. Semarang : ___________


(5)

93 Moekijat, (1997), Manajemen Tenaga Kerja dan Hubungan Kerja. Pionir,

Bandung

Nitisemito, Alex S (1991). Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta. Notoatmodjo, S, 1996, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Rinneka Cipta. Nurlaila (2005). Hubungan antara kemampuan berbahasa Inggris dengan kinerja

karyawan PT. Elang Express Surabaya. [Online], Tersedia

http://damandiri.or.id/detail.php?id=279 [14 April 2005].

Peraturan MENPAN No. PER/66/M.PAN/6/2005 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya.

Rakhmat. 2002. Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: Remaja RosdaKarya.

Riduan (2008), Metode & Teknik Menyusun Tesis, bandung. alpabeta

Robbins, Stephen P. 2000. Perilaku Organisasi Jilid I. Yogyakarta: Aditya Media.

Sagir, S. 1998. Industrialisasi dan Kesempatan Kerja. Manajemen & Usahawan Indonesia No.2 Tahun XVII. Jakarta : PT. Temprint.

Saksono, Slamet. 1997. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta : Kanisius

Sedarmayanti. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung : PT. Refika Aditama. Sendy 2008 belajar bahasa Inggris secara mandiri [Online]. Tersedia

http://sendy82.wordpress.com/2008/09/22/belajar-bahasa-inggris-secara-mandiri/ [22 September 2008].

Slamet.1997. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Soejono AG. 1980. Ilmu Pendidikan Umum. Bandung : Aliran Baru dalam Pendidikan.

Sugiyono. (2005). Metoda Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Sukmadinata NS, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya: 2006.


(6)

Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA dan Pustaka Pelajar.

Suprayitno AR. 2006. Menjadi SDM Kehutanan Unggul Di Era Globalisasi: Upaya Membangun Kemandirian dan Kompetensi.Dalam: Majalah SILVIKA edisi 49/IX/2006. Bogor: Pusdiklathut.

Suryohadiprojo, S. 1989. Peranan Kepemimpinan dalam Menegakkan Disiplin Masyarakat Dalam Analisis CSIS. No. 4. Tahun XVIII. Juli-Agustus 1989, Centre for Strategic and International Studies, Jakarta.

Urip (2007) Disiplin Sekolah Mendongkrak Mutu Sekolah. [Online] . Tersedia : http://urip.wordpress.com/2007/04/10disiplin-sekolah-mendongkrak-mutu-sekolah/ [10 April 2007]

Usman MU. 1997. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja RosdaKarya Westra, Pariata. 1980. Manajemen Personalia. Yogyakarta : Liberti

Wikipidia, http://www.topblogarea.com/sitedetails 6037.html 2007

Yuspratiwi, I.1990. Hubungan antara Locus of Control dengan disiplin kerja Wiraniaga pada Wiraniaga Obat-obatan di DIY. Tidak diterbitkan. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.