EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS KECERDASAN MAJEMUK DITINJAU DARI KEYAKINAN SISWA TERHADAP MATEMATIKA DAN P RESTASI BELAJAR SISWA SMP KELAS VII.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) tidak lepas dari peran Matematika. Matematika merupakan ilmu yang universal yang berguna bagi kehidupan manusia dan juga mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika juga merupakan ilmu dasar, sebagai ilmu dasar matematika berguna untuk mengembangkan cabang ilmu pengetahuan lain seperti fisika, kimia, biologi, dan teknik dengan menerapkan prinsip aljabar, geometri, kalkulus, dan statistika dalam pengembangannya. Oleh karenanya matematika mempunyai peran penting dalam semua bidang.

Peran penting matematika juga tertulis dalam Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 bahwa matematika mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Hal ini menunjukan bahwa semakin hebat kemampuan matematika seseorang semakin maju daya pikirnya, sehingga mempelajari matematika adalah penting.

Setiadi, Mahdiansyah, Rosnawati, Fahmi, dan Afiani (2012:2-3) menyatakan pentingnya matematika menjadikan matematika perlu diajarkan bahkan mulai di sekolah dasar. Tujuan pembelajaran matematika sejak di sekolah dasar untuk mempersiapkan seseorang agar menjadi individu yang lebih berkompeten dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah. National Council of Teacher of Mathematics di USA (2000:5) menjelaskan keberhasilan dalam pencapaian masa


(2)

2

depan akan lebih mudah ketika seseorang memahami dan menggunakan matematika. Permendikbud No. 58 Tahun 2014 menyatakan bahwa ada kaitan antara penguasaan matematika dengan ketinggian, keunggulan dan kelangsungan hidup suatu peradaban. Hal ini berarti semakin tinggi penguasaan matematika seseorang dapat dikatakan dia semakin unggul. Penguasan matematika masuk dalam domain kognitif. De Corte dan Op’t Eynde (2002:96) menyatakan bahwa kognisi siswa dipengaruhi oleh keyakianan siswa.

Keyakinan adalah pengetahuan subjektif seseorang (Pehkonen, 1995:12). Menurut Goldin (2002:59) keyakinan adalah suatu nilai kebenaran. Sedangkan keyakinan matematika diartikan sebagai pandangan seseorang terhadap matematika (Pehkonen, 1995:19). Sugiman (2009:2) berpendapat bahwa keyakinan matematika merupakan struktur kognitif yang dimiliki seseorang berkenaan dengan pandangannya terhadap matematika. Fauzi dan Firmansyah (2009:2) mengartikan keyakinan matematika sebagai kondisi struktur kognitif seseorang yang berkenaan dengan pandangannya terhadap kemampuan diri, objek matematika, proses pembelajaran matematika, dan kegunaan materi matematika yang dipelajarinya.

Hasil observasi pembelajaran di beberapa kelas 7 di SMPN 5 Depok dan SMPN 6 Yogyakarta, masih terlihat beberapa siswa sulit diajak untuk aktif melakukan penemuan-penemuan, mereka lebih senang cara yang instan/praktis seperti mendengar penjelasan dari guru. Selain itu terlihat beberapa siswa yang bosan mengikuti pembelajaran ditandai dengan mereka asyik mengobrol bahkan menyandarkan kepala di meja atau bangku. Hasil wawancara diperoleh informasi


(3)

3

bahwa siswa masih beranggapan pembelajaran seharusnya teacher-centered bukan student-centered, kebanyakan siswa menyatakan bahwa matematika itu sulit, dan siswa mengeluh saat mengerjakan latihan soal yang dirasa sulit.

Berdasarkan hasil penelitian Sugiman (2008:309-316) di kelas 9 SMP Kota Yogyakarta diperoleh bahwa keyakinan siswa terhadap matematika mencapai rata-rata skor 73,5 (dalam skala 100), sehingga dianggapnya belum optimal dan masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil penelitian Tahrir dan Bakar (2009:122) pada beberapa sekolah di Malaysia, diperoleh informasi bahwa sebanyak 62% siswa berpandangan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit. Dalam penelitian Kislenko, Grevholm, dan Lepik (2005:8-9) pada beberapa siswa di Norwegia, diketahui bahwa sebanyak 48% siswa kelas 9 berpendapat bahwa matematika itu membosankan.

Keyakinan yang salah seperti menganggap matematika ilmu yang sulit, matematika adalah ilmu yang membosankan, dan belajar matematika hanya dapat dilakukan dengan mendengar penjelasan guru, dapat mempengaruhi ketertarikan siswa dalam belajar matematika. Seperti dalam pernyataan Munro (1994:12) bahwa “Some students believe that if they are not interested initially in a task, then they will never be interested in it and cannot be motivated to learn it”. Hal ini berarti bahwa beberapa siswa yang meyakini jika dari awal mereka tidak tertarik pada suatu tugas, maka mereka tidak akan pernah tertarik pada tugas tersebut dan tidak akan mempunyai motivasi untuk mempelajarinya. Widjajanti (2009:3) juga berpendapat


(4)

4

bahwa keyakinan siswa mempengaruhi bagaimana siswa menyambut atau menghadapi matematika.

Eleftherios dan Theodosios (2007:102-103) dalam jurnal penelitiannya menyatakan “the structure of upper high school students’ beliefs and attitudes about studying and learning mathematics and the way in which mathematical performance and ability are influenced by them”. Berarti bahwa performa dan kemampuan matematika dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap siswa. Didukung dengan pernyataan Uysal, Ellis, dan Rasmussen (2013:1) bahwa keyakinan siswa tentang matematika mempengaruhi keberhasilannya di matematika. Oleh karena itu, keyakinan mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Prestasi belajar adalah aspek yang tidak lepas dari proses pembelajaran, karena proses pembelajaran butuh evaluasi agar dapat memperbaiki proses pembelajaran yang masih belum efisien dan efektif. Salah satu cara mengevaluasi proses pembelajaran yaitu dengan melihat prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa salah satunya dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional (UN). Rata-rata nilai UN jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) periode 2014/2015 dan priode 2015/2016 disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Rata-Rata Nilai UN Tahun 2015 dan 2016

2015 2016

B.IND B.ING MAT IPA B.IND B.ING MAT IPA 71.07 60.00 56.27 61.80 70,75 57,17 50,24 56,27


(5)

5

Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa rata-rata nilai UN matematika 2015-2016 mengalami penurunan sebesar 6,03 dan rata-rata nilai matematika selalu berada di posisi/peringkat terbawah dibandingkan dengan mata pelajaran lain yang diujikan. Oleh karena itu, masih perlu ditingkatkan kualitas pembelajaran matematika sehingga hasil prestasi siswa bisa optimal.

Pada International Mathematical Olympiad (IMO) yang diselenggarakan di Thailand Tahun 2016 lalu, prestasi siswa indonesia sangat membanggakan karena beberapa siswa memperoleh medali emas, perak, dan perunggu. Akan tetapi jika dibandingkan dengan jumlah siswa di seluruh Indonesia, jumlah siswa yang berprestasi masihlah sedikit. Informasi tentang hasil belajar siswa yang ditunjukkan oleh hasil UN dan IMO tidak cukup untuk memberikan gambaran tentang seberapa baik proses pembelajaran di Indonesia agar dapat mempersiapkan siswa untuk dapat bertahan dan bersaing dengan negara asing. Untuk itu diperlukan membandingkan hasil-hasil studi Internasional. Salah satu studi yang diikuti Indonesia adalah studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).

Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) yaitu studi internasional untuk mengevaluasi pendidikan yang ada khususnya hasil belajar peserta didik yang berusia 14 tahun pada jenjang SMP. Skala prestasi matematika dalam TIMSS dapat mencerminkan kemampuan siswa dalam materi tes yang dirancang untuk mengukur pengetahuan dan kemampuan matematika siswa, TIMSS menampilkan empat tingkat pada skala sebagai standar internasional. Empat tingkatan untuk merepresentasikan rentang kemampuan siswa secara internasional


(6)

6

tersebut adalah standar mahir (551-625), standar tinggi (476-550), standar menengah (401-475), dan standar rendah (≤400).

Pada hasil TIMSS 2011, Indonesia memperoleh rata-rata nilai 386 yang berarti kemampuan siswa Indonesia pada kategori standar rendah. Hasil TIMSS yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Setiadi, Mahdiansyah, Rosnawati, Fahmi, dan Afiani (2012:46) faktor penyebabnya antara lain selama proses pembelajaran siswa kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal kontekstual, menuntut penalaran dan kurang kreativitas dalam meyelesaikannya.

Menurut Sardiman (2001:172) prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sehingga prestasi belajar masuk dalam domain kognitif. Berdasarkan teori Piaget, perkembangan kognisi siswa tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) masuk dalam tahap Pra Operasi Formal yang mana tidak lagi behubungan dengan ada-tidaknya benda konkrit tetapi berhubungan dengan tipe berfikir, sehingga tidak menjadi masalah jika pembelajaran tidak disertai benda-benda konkrit (Suherman, et al., 2013:43). Berbeda dengan teori Bruner bahwa pada proses belajar siswa sebaikanya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda konkrit/alat peraga, sehingga siswa dapat beraktifitas penuh selama pembelajaran (Suherman, et al., 2013:43). Menurut Setiadi, Mahdiansyah, Rosnawati, Fahmi, dan Afiani (2012:9) kognisi seseorang berkembang seiring berjalannya waktu dan pengalaman. Adanya benda konkrit/alat peraga dalam pembelajaran matematika akan menambah pengalaman belajar siswa, dengan ini diharapkan dapat membantu siswa menguasai matematika secara optimal dan dapat mengembangkan potensi sampai


(7)

7

batas maksimal siswa. Dalam teori kecerdasan majemuk, kegiatan pembelajaran dengan memanpulasi benda-benda/alat peraga adalah salah satu kegiatan yang memberdayakan kecerdasan bodily-kinesthetic siswa (Armstrong, 2009:62).

Teori kecerdasan majemuk ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner. Awalnya Gardner menemukan ada 7 (tujuh) kecerdasan dan berkembang menjadi 9 (sembilan) jenis kecerdasan yaitu kecerdasan linguistic, logiccal-mathematical, visual-spatial, bodily-kinsthetic, musical, interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan exsistentialist. Menurut Hoerr (2000:x) menyatakan teori kecerdasan majemuk mengajarkan bahwa semua anak memiliki kecerdasan, tetapi cerdas dalam ranah yang berbeda, dan semua anak memiliki potensi.

Baum, Viens, dan Slatin (2005:7) mengungkapkan bahwa teori kecerdasan majemuk bukanlah teori pembelajaran atau pendekatan pembelajaran yang spesifik, teori ini harus diterjemahkan ke dalam praktik kelas. Menurut Campbell dan Cambell (1999:3) teori kecerdasan majemuk secara positif mempengaruhi keyakinan guru yaitu keyakinan tentang kecerdasan, pengajaran, dan prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, guru yang yakin dan tahu perbedaan kecerdasan siswa maka guru merancang kegiatan pembelajaran yang memberdayakan kecerdasan siswa.

Menurut Baum, Viens, dan Slatin (2005:7) tidak ada satu pun cara yang tepat untuk menerapkan teori kecerdasan majemuk, dengan memahami teori kecerdasan majemuk secara menyeluruh, kemudian kita dapat memutuskan dan merencanakan bagaimana menerapkannya. Oleh karena itu, apapun model pembelajaran yang


(8)

8

digunakan kunci utama menerapkan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah dengan memahami teori kecerdasan majemuk.

Pengetahuan guru tentang teori kecerdasan majemuk masih cenderung kurang. Berdasarkan hasil wawancara, guru masih asing dengan teori kecerdasan majemuk. Penelitian tentang pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk juga cenderung masih sedikit, oleh karena itu belum banyak guru yang menerapkan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk dalam praktik kelasnya.

Penerapan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk dapat diterapkan salah satunya pada materi Aritmatika Sosial. Materi Aritmatika Sosial memiliki karakteristik yaitu dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga akan mudah dicari/dikembangkan jenis kegiatan yang dapat memberdayakan kesembilan kecerdasan. Selain itu dilihat dari hasil daya serap materi Aritmatika Sosial pada UN 2015/2016 hanya mencapai 57,39% sehingga masih perlu untuk ditingkatkan salah satunya melalui pembelajaran berbasis keceradasan majemuk karena berdasarkan beberapa penelitian, pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk efektif dan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa (Temur (2007); Lee Min dan Othman (2011); Al-Zoyud dan Nemrawi (2015); Melissa (2015); dan Suryani (2016)).

Selain itu, kegiatan pembelajaran majemuk yang beragam diharapkan mampu mempengaruhi keyakinan siswa terhadap matematika. Didukung dengan pendapat Carter dan Norwood (1997:96) bahwa apa yang dilakukan guru di kelas mempengaruhi keyakinan siswa terhadap matematika. Beberapa peneliti sudah


(9)

9

melakukan studi mengenai keefektifan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk yang ditinjau dari berbagai macam aspek.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Permatasari, Nugraheni, dan Kurniasih (2013) menunjukan adanya peningkatan kreativitas siswa dalam pembelajaran berbasis multiple intelligences. Pada penelitan Dewi dan Widjajanti (2013) hasil penelitiannya menunjukan bahwa perangkat pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari kemampuan representasi matematika siswa dengan presentase ketuntasan belajar siswa mencapai .

Hasil Penelitian Rafianti (2013) menujukan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis multiple intelligences yang lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa dan siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis multiple intelligences mempunyai self-confidence yang tinggi. Pada penelitian Anitasari dan Widjajanti (2015) hasil penelitiannya menunjukan bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dan self-regulated siswa.

Berdasarkan penelitan-penelitaian yang sudah ada, masih terdapat sedikit penelitian keefektifan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk yang ditinjau dari aspek keyakinan siswa terhadap matematika. Dengan demikian untuk menambah bukti empiris maka dilakukan penelitian eksperimen untuk mengetahui


(10)

10

keefektifan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar siswa kelas VII SMP. B. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Keyakinan siswa terhadap matematika yang cenderung rendah.

2. Prestasi belajar siswa yang cenderung rendah.

3. Pembelajaran matematika yang masih monoton dan kurang variatif.

4. Penelitian tentang keefektifan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk yang ditinjau dari aspek keyakinan siswa terhadap matematika masih sedikit.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada masalah keefektifan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada beberapa siswa kelas VII SMPN 6 Yogyakarta masih ada siswa yang memiliki keyakinan negatif terhadap matematika dan guru matematika kelas VII masih asing dengan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk. Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk dapat di terapkan pada materi Aritmatika Sosial karena materi Aritmatika Sosial memiliki karakteristik yaitu dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga akan mudah dicari/dikembangkan jenis kegiatan yang dapat memberdayakan kecerdasan majemuk. Berdasarkan hasil daya serap materi Aritmatika Sosial pada UN 2015/2016 hanya mencapai 57,39% sehingga masih perlu untuk ditingkatkan, sehingga


(11)

11

penelitian ini dilakukan di SMPN 6 Yogyakarta kelas VII Tahun Ajaran 2016/2017 Semester Genap pada materi Aritmatika Sosial (KD 3.9).

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Apakah pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial efektif ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika ?

2. Apakah pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial efektif ditinjau dari prestasi belajar matematika ? E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menguji:

1. Keefektifan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika.

2. Keefektifan pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial ditinjau dari prestasi belajar matematika.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian efektivitas pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah:


(12)

12

1. Bagi siswa, pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk diharapkan dapat memfasilitasi siswa untuk belajar aktif sehingga dapat meningkatkan keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar siswa.

2. Bagi guru, pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam melaksanakan proses pembelajaran matematika yang lebih baik.

3. Bagi peneliti, pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk diharapkan menjadi bahan referensi atau bahan kajian untuk melakukan penelitian di bidang pendidikan matematika.


(13)

13 BAB II

LANDASAN TEORI A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Istilah pembelajaran merujuk pada kegiatan belajar-mengajar. Pengertian belajar menurut Prawira (2013:229) adalah “usaha sadar dari individu untuk memahami dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas tingkah lakunya dalam rangka mengembangkan kepribadiannya”. Berarti belajar adalah kegiatan yang dilakukan seseorang secara sadar dengan tujuan tertentu. Sedangkan Winkel (1991:36) berpendapat bahwa

Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.

Kata belajar berarti berusaha mengetahui sesuatu, atau berusaha memperoleh ilmu pengetahuan dan ketrampilan (Depdiknas, 2008:24). Schunk (2012:3) mengungkapkan bahwa “Aktivitas belajar melibatkan penguasaan dan pengubahan petahuan, ketrampilan, strategi, keyakinan, sikap, dan perilaku”, sehingga perubahan -perubahan pada seseorang terjadi karena kegiatan belajar.

Berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 Pasal 1 butir 20 tentang Sisdiknas pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran menurut Sugiyono dan Hariyanto (2014:13) adalah “Usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah dan


(14)

14

terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang”.

Schunk (2012:5) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan perubahan yang bertahan lama dalam perilaku, atau dalam kapasitas perilaku dengan cara tertentu, yang dihasilkan dari praktik atau bentuk-bentuk pengalaman lainnya. Terkandung lima komponen pembelajaran yaitu: interaksi, siswa, guru, sumber belajar, dan lingkungan belajar.

Pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran dan semua komponen pembelajaran saling mendukung akan membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran (Edwards, 2015:32). Pembelajaran yang aktif dapat diterapkan dalam pelajaran matematika.

Matematika berasal dari akar kata “mathema” artinya pengetahuan, “mathanein” artinya berpikir atau belajar (Hamzah & Muhlisrarini, 2014:48). Matematika adalah ilmu tentang bilangan hubungan anatara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Depdiknas, 2008:927).

Uno (2008:129) berpendapat bahwa matematika sebagai bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas. Suherman, et al. (2003:17) menyatakan bahwa matematika


(15)

15

tumbuh dan berkembang karena proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka pembelajaran matematika diartikan sebagai proses mengkonstruki pengetahuan berdasarkan logika diikuti dengan interaksi yang aktif antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar agar tercapai tujuan dari pembelajaran matematika.

2. Efektifivitas Pembelajaran Matematika

Kata efektif sering diartikan dapat memberikan hasil yang tepat. Sedangkan efektivitas berarti keadaan berpengaruh, hal berkesan, kemanjuran, keberhasilan pada suatu tindakan (Depdiknas, 2008:374). Jika dikaitkan dengan pendidikan menurut Ko, Sammons, dan Bakkum (2014:11) “Educational effectiveness is a term that was developed to provide a more contained definition than notions of „good‟ or „quality‟ education” bahwa keefektifan pendidikan dihubungakan dengan pendidikan yang bagus dan berkualitas. Menurut Everstone, Emmer dan Worsham (Santrock, 2007:553) manajemen kelas yang efektif akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran siswa. Santrock (2007:553) menambahkan bahwa ketika kelas dikelola secara efektif, kelas akan berjalan lancar dan siswa akan aktif dalam pembelajaran. Watkins, Carnell, dan Lodge (2007:4) mengungkapkan bahwa.

Effective learning occurs when students take an active role in their learning experiences, does not need a teacher to give students knowladge, is when classroom management bring about a positive atmosphere where students want to learn.

Berarti bahwa pembelajaran yang efektif terjadi saat siswa aktif dalam pembelajaran, saat siswa tidak membutuhkan guru untuk memberikan


(16)

16

pengetahuan/penjelasan, ketika managemen kelas membawa pengaruh positif terhadap keinginan siswa untuk belajar. Slameto (1995:74) mengungkapkan bahwa belajar yang efektif dapat membantu siswa utuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai.

Lowenstein dan Bradshaw (2004:12) menjelaskan bahwa“Effective learning is more than merely the results of good teaching. Effective learning is achieved through the use of creative strategies design not to entertain but to inform and stimulate”. Berarti bahwa pembelajaran yang efektif lebih dari sekedar hasil pengajaran yang baik. Pembelajaran yang efektif dicapai melalui penggunaan strategi kreatif yang dirancang tidak untuk menghibur tetapi untuk memberikan informasi dan membangkitkan semangat.

Berdasarkan uraian diatas, maka efektivitas pembelajaran matematika diartikan sebagai suatu ukuran keberhasilan atas tercapainya tujuan dari pembelajaran matematika yang dicapai dari suatu metode tertentu.

3. Prestasi Belajar

Widoyoko (2010:25) menyatakan bahwa proses pembelajaran melibatkan dua subjek, yaitu guru dan siswa akan menghasilkan suatu perubahan pada diri siswa sebagai hasil dari kegiatan pembelajaran. Hasil belajar menurut Purwanto (2013:45) adalah perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran. Susanto (2015:5) mengungkapkan bahwa hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.


(17)

17

Menurut Osters dan Tiu (2003:2) “Learning outcomes describe what students are able to demonstrate in terms of knowledge, skills, and values upon completion of a course, a span of several courses, or a program”. Berarti bahwa hasil belajar menggambarkan apa yang dapat ditunjukan siswa dalam hal pengetahuan, ketrampilan, dan nilai sepanjang pembelajaran dilaksanakan. Education Testing Services (ETS) dalam Paolini (2015:27) mengungkapkan bahwa “student-learning outcomes are not solely controlled by instructor. Other variables include their time spent studying and completing assigment, their level of preparation for each class, and attitudes towards contents”. Hal ini berarti bahwa hasil belajar tidak selalu dikontrol oleh guru. Ada variabel lain seperti waktu yang dihabiskan untuk belajar dan menyelesaikan tugas, persiapan untuk memulai kelas, dan sikap terhadap materi yang dipelajari.

Sardiman (2001:172) mengungkapkan bahwa setiap siswa hakikatnya memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan ini dapat membawa akibat perbedaan-perbedaan pada kegiatan yang lain, misalnya soal kreativitas, gaya belajar bahkan juga dapat membawa akibat perbedaan dalam hal prestasi belajar siswa. Istilah “prestasi belajar” (achievement) sedikit berbeda dengan hasil belajar (learning outcome). Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik.

Purwanto (2013:46) mengungkapkan bahwa kata prestasi berasal dari bahasa belanda yaitu “prestatie”, kemudian dalam bahasa indonesia menjadi prestasi yang


(18)

18

berarti hasil usaha. Mulyasa (2013:189) mengungkapkan bahwa prestasi adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah menempuh kegiatan belajar.

Pengertian prestasi belajar menurut Sudjana (2001:22) adalah hasil dari keuletan kerja yang diperoleh dari sebuah kegiatan. Algarabel dan Dasi (2001:45) menyatakan bahwa.

Achievement is the word preferred in the educational or psychometrics fields, being sometimes characterized by the degree of inference required on the part of the student to give a response, and by the type of reference to a cognitive process made explicit in the measurement tool.

Berarti bahwa prestasi adalah kata yang sering disebut dalam bidang pendidikan yang biasanya ditandai dengan tingkat respon siswa, dan jenis referensi pada hasil proses kognitif menjadi eksplisit menggunakan alat ukur. Fungsi prestasi belajar menurut Arifin (2013:12-13) yaitu sebagai indikator keberhasilan siswa dan dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan mutu ilmu pengetahuan. Arifin (2013:13) menambahkan bahwa prestasi belajar bermanfaat sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosisi, penempatan, atau bimbingan terhadap siswa.

Beradasarkan uraian diatas, prestasi belajar dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai pencapaian siswa dalam aspek pengetahuan yang diperoleh selama proses pembelajaran dilaksanakan.

4. Keyakinan Siswa terhadap Matematika

Secara biologis dan neuropsikologis, keyakinan didefinisikan sebagai persepsi, kognisi, atau emosi apa pun yang dianggap benar oleh otak, dengan sadar


(19)

19

atau tak sadar (Newberg & Waldman, 2013:61). Menurut Goldin (2002:59) keyakinan adalah suatu nilai kebenaran. Keyakinan adalah pengetahuan subjektif seseorang (Pehkonen, 1995:12). Menurut Tsamir dan Tirosh (2002:331) keyakinan adalah bentuk kognisi langsung yang mengacu pada pernyataan dan keputusan yang melebihi fakta yang dapat diamati.

Hart (2002:162) menyatakan “beliefs to be a part o our subjective knowledge with storng affective component”, berarti bahwa keyakinan adalah bagian dari pengetahuan subjektif kita. Pehkonen dan Pietilä (2003:23) menyatakan bahwa keyakinan dipahami sebagai subjektifnya, pengalamanya, dan pengetahuannya pada suatu hal. Eleftherios dan Theodosios (2007:97-98) menyatakan bahwa keyakinan adalah kognisi, teori, dan konsepsi pribadi tiap individu yang terbentuk untuk alasan subjektif. The Oxford English Dictionary mendefinisikan beliefs sebagai suatu perasaan bahwa sesuatu itu ada atau benar terutama hal-hal yang tidak memiliki bukti, pendapat yang dipegang teguh, yang dipercayai atau keimanan.

Keyakinan matematika diartikan sebagai pandangan seseorang terhadap matematika (Pehkonen, 1995:19). Sugiman (2009:2) berpendapat bahwa keyakinan matematika merupakan struktur kognitif yang dimiliki seseorang berkenaan dengan pandangannya terhadap matematika.

Op’t Eynde, De Corte dan Verschaffel (2002:14) mengungkapkan bahwa “Students‟ mathematics-related beliefs are implicitly or explicitly held subjective conceptions students hold to be true about mathematics education, aboute themsleves as mathematicians, and about the mathematics class context”. Berarti keyakinan


(20)

20

matematika siswa secara implisit maupun eksplisit membentuk gambaran yang nyata tentang pendidikan matematika, tentang mereka sebagai matematikawan, dan tentang konteks kelas. Sedangkan Fauzi dan Firmansyah (2009:2) mengartikan keyakinan matematika sebagai kondisi struktur kognitif seseorang yang berkenaan dengan pandangannya terhadap kemampuan diri, objek matematika, proses pembelajaran matematika, dan kegunaan materi matematika yang dipelajarinya.

Eleftherios dan Theodosios (2007: 102-103) dalam jurnal penelitiannya menyatakan “The structure of upper high school students‟ beliefs and attitudes about studying and learning mathematics and the way in which mathematical performance and ability are influenced by them”, menunjukan bahwa performa matematika dan kemampuan matematika siswa dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap siswa dalam pembelajaran matematika. Kloosterman (Uysal, Ellis & Rasmussen, 2013:1) menyatakan “Student‟s mathematics-related beliefs can have a substansial impact on their interest in mathematics, their enjoyment of mathematics, and their motivation in mathematics classes”. Berarti bahwa keyakinan siswa dapat mempengaruhi atau berdampak pada ketertarikannya terhadap matematika, kenyamanannya dalam belajar matematika, dan motivasi dalam kelas matematika. Uysal, Ellis, dan Rasmussen (2013:1) menambahkan bahwa keyakinan siswa tentang matematika mempengaruhi keberhasilannya di matematika.

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli, maka dapat diartikan keyakinan siswa terhadap matematika sebagai pandangan siswa baik positif atau negatif tentang


(21)

21

kegunaan matematika, kemampuan siswa dalam matematika, pembelajaran matematika, dan tentang matematika itu sendiri yang mempengaruhi hasil belajarnya. 5. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan majemuk

Kecerdasan merupakan kemampuan untuk menangkap situasi baru, kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang (Armstrong, 2002:1-2). Gardner mengungkapkan bahwa ”Intelligence is the abillity to solve a problem or create a product that is valued in a culture” (Hoerr, 2000:2). Berarti bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menciptakan suatu produk yang mana bernilai dalam suatu budaya. Gardner merupakan pencetus teori kecerdasan majemuk.

Jasmine (2012:12) menyatakan bahwa Tidak menjadi soal, apakah ada jenis kecerdasan lebih banyak atau tidak, ketujuh kecerdasan Gardner yang ditawarkan kepada kita adalah langkah raksasa menuju suatu titik di mana individu dihargai dan keragaman dibudidayakan”. Hal ini berarti bahwa tidak ada seorang siswa pun yang boleh terabaikan oleh guru. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama, yaitu kesempatan memperoleh pembelajaran yang memberdayakan atau memfasilitasi kecerdasan mereka dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Hoerr (2000: x) berpendapat bahwa “MI theory teaches us that all kids are smart, but they are smart in different ways- All children have potential”. Berarti bahwa teori kecerdasan majemuk mengajarkan bahwa setiap anak itu cerdas, tapi cerdas pada ranah yang berbeda-beda dan setiap anak mempunyai potensi.


(22)

22

Gardner (Cambell & Cambell, 1999:3) menyatakan bahwa“MI theory positively influences teacher beliefs—beliefs about intelligence, instruction, and student achievement”. Berarti bahwa teori kecerdasan majemuk mempengaruhi keyakinan guru yaitu yakin akan kecerdasan, instruksi, dan prestasi siswa.

Menurut Hoerr (2000:1) “The theory of multiple intelligences (MI) brings a pragmatic approach to how we defined intelligence and allows us to use our students‟ strenghts to help them learn”. Hal ini berarti bahwa teori kecerdasan majemuk membantu kita untuk mendefinisikan kecerdasan siswa dan memungkinkan kita menggunakan potensi siswa untuk membantu mereka belajar. Hoerr (2000:x) juga menambahkan “Teachers and principals are finding that using MI not only increases the opportunities for students to learn, but also gives adults more avenues and ways to grow professionally and personally”, bahwa teori kecerdasan majemuk tidak hanya meningkatkan keuntungan siswa pada kegiatan belajar, namun juga memberikan kesempatan dan jalan yang lebih kepada orang dewasa untuk menumbuhkan kepribadian dan keprofesionalan.

Pada awalnya terdapat 7 (tujuh) jenis kecerdasan majemuk menurut Gardner. Dalam perkembangannya, kecerdasan majemuk berkembang menjadi 9 (sembilan) jenis kecerdasan majemuk. Sembilan jenis kecerdasan adalah sebagai berikut:

a. Kecerdasan linguistic

Gardner (Muijs & Reynolds, 2005:20) menjelaskan bahwa kecerdasan linguistic adalah kemampuan dalam menggunakan kata dan bahasa. Hoerr (2000:4) menyebutkan bahwa kecerdasan linguistic sebagai “sensitivity to the meaning and


(23)

23

order of word”, yang berarti bahwa kecerdasan linguistic merupakan kemampuan/kepekaan terhadap makna/arti kata.

Armnstrong (2009:6) menyatakan bahwa kecerdasan linguistic merupakan kemampuan untuk memanipulasi struktur bahasa, suara bahasa, makna bahasa, dan penggunaan bahasa secara praktis. Widjajanti (2012:3) mengungkapkan bahwa kecerdasan linguistic merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kata-kata secara efektif, baik lisan maupun tertulis.

Seseorang dengan tingkat kecerdasan linguistic yang tinggi pada umumnya menyukai kegiatan seperti menulis cerita/essay, menceritakan lelucon, bercerita, bermain kata, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas (Hoerr,2000:4). Didukung dengan pendapat Widjajanti (2012:3) bahwa mereka pandai membaca, menulis, mendengarkan, bercerita dan menghafal kata-kata.

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan linguistic yang tinggi yaitu dengan mendorong siswa menggunakan kata ungkapan, melibatkan siswa dalam debat atau presentasi, mempertunjukkan bahwa dengan puisi dapat mengungkapkan emosi (Hoerr, 2000:4). Didukung dengan pendapat Widjajanti (2012:3) bahwa siswa dengan kecerdasan linguistic yang tinggi cenderung belajar paling baik dengan membaca, mendengarkan ceramah, dan dengan mendiskusikan serta berdebat tentang apa saja yang telah mereka pelajari.

Prawira (2013:143) mengungkapkan bahwa teknologi yang dapat digunakan untuk memfasilitasi siswa dengan kecerdasan linguistic yang tinggi salah-satunya


(24)

24

komputer. Komputer membantu siswa belajar mengetik dan menyusun ulang kata/pengolahan kata.

Dalam pembelajaran matematika, guru dapat memfasilitasi siswa dengan kecerdasan linguistic yang tinggi dengan memberikan cerita-cerita menarik seputar sejarah matematika. Menurut Widjajanti (2012:3) dalam pembelajaran matematika melalui penyajian soal/masalah matematika berbentuk naratif, kemudian meminta siswa yang mempunyai kecerdasan linguistic yang tinggi untuk menjelaskan secara lisan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan merupakan kegiatan pembelajaran untuk memfasilitasi siswa dengan kecerdasan linguistic yang tinggi.

b. Kecerdasan musical

Gardner (Muijs & Reynolds, 2005:20) mengungkapkan bahwa kecerdasan musical adalah kemampuan untuk membuat dan menilai musik. Armstrong (2009:7) menyatakan bahwa kecerdasan musical merupakan kemampuan untuk melihat, mengubah, dan mengekspresikan bentuk musik.

Widjajanti (2012:3) menjelaskan bahwa kecerdasan musical merupakan kepekaan seseorang terhadap suara, ritme, nada, dan musik. Didukung dengan pendapat Hoerr (2000:4) bahwa seseorang dengan kecerdasan musical yang tinggi sensitif terhadap pola titinada, nada, melodi, dan irama.

Kegiatan yang disukai siswa dengan kecerdasan musical yang tinggi seperti mendengarkan dan bermain musik, menyatu bersama musik dan irama, bernyanyi dan bersenandung, membuat dan meniru nada (Hoerr, 2000:4). Widjajanti (2012:4) mengungkapkan bahwa seseorang dengan tingkat kecerdasan musical yang tinggi


(25)

25

biasanya mampu bernyanyi, memainkan alat musik, mengingat melodi, atau menulis musik.

Menurut Prawira (2013:143) Musical Instrument Digital Interface (MIDI) memungkinkan seseorang untuk membuat dan menata berbagai macam instrumen musik melalui komputer. Oleh karena itu, MIDI dapat digunakan untuk memfasilitasi seseorang dengan kecerdasan musical tinggi.

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan musical yang tinggi yaitu dengan menulis kembali lirik lagu untuk mengajarkan konsep, mengijinkan siswa untuk memainkan musik, dan mengajarkan sejarah musik berdasarkan tempat dan waktu (Hoerr, 2000:4). Widjajanti (2012:4) menjelaskan bahwa pada umumnya seseorang dengan kecerdasan musical yang tinggi dapat belajar dengan baik melalui ceramah, atau menggunakan lagu. Widjajanti menambahkan bahwa untuk mengawali pembelajaran matematika dengan mendengarkan lagu/musik dapat menarik perhatian siswa dengan kecerdasan musikal yang tinggi untuk terlibat pada kegiatan belajar matematika yang dirancang guru. c. Kecerdasan logical-mathematical

Gardner (Muijs & Reynolds, 2005:20) menjelaskan bahwa kecerdasan logical-mathematical adalah kemampuan untuk menggunakan alasan, logika dan angka. Menurut Armsrong (2009:6) kcerdasan logical-mathematical merupakan kemampuan terhadap pola dan hubungan logis, pernyataan dan proposisi, fungsi, dan abstraksi terkait lainnya.


(26)

26

Hoer (2000:4) mengungkapkan bahwa kecerdasan logical-mathematical adalah kemampuan dalam memahami rangkaian alasan, dan mengenali bentuk atau urutan. Widjajanti (2012:4) menjelaskan bahwa kecerdasan logical-mathematical merupakan kemahiran seseorang dalam menggunakan logika atau penalaran, melakukan abstraksi, menggunakan bilangan, dan dalam berpikir kritis.

Bekerja menggunakan angka, menggambarkan sesuatu di luar kepala, menaganalisis situasi, melihat bagaimana sesuatu bekerja, memperlihatkan dengan teliti penyelesaian suatu masalah, bekerja dalam situasi dengan jawaban yang tepat merupakan kegiatan yang disukai oleh seseorang dengan kecerdasan logical-mathematical yang tinggi (Hoerr, 2000:4). Mereka tertarik pada kegiatan eksplorasi matematis, seperti menggolong-golongkan (mengklarifikasi), menghitung, dan membuktikan. (Widjajanti, 2012:4).

Menurut Prawira (2013:143) melalui program yang menarik yang memberikan umpan balik akan lebih efektif diterapkan pada siswa yang memiliki kecerdasan logical-mathematical yang tinggi. Program ini menantang murid untuk menggunakan ketrampilan berpikir mereka untuk memecahkan masalah yang diberikan.

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan logical-mathematical yang tinggi berupa pembelajaran menggunakan diagram venn/grafik/tabel untuk membandingkan dan melihat perbedaan, meminta siswa mendemonstrasikan objek tertentu (Hoerr, 2000:4). Menurut Widjajanti (2012:4) bahwa metode penemuan sangat disukai siswa-siswa dengan kecerdasan


(27)

27

logical-mathematical yang tinggi. Widjajanti menambahkan bahwa untuk menjadikan pelajaran matematika menarik perhatian siswa yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan, membuat dugaan, atau membuktikan rumus matematika tertentu, guru juga harus mampu menyediakan soal/masalah yang tidak rutin, open-ended, dan menantang rasa ingin tau siswa.

d. Kecerdasan visual-spatial

Armstrong (2009:7) menjelaskan bahwa kecerdasan visual-spatial adalah kemampuan untuk memahami dunia spasial secara akurat dan melakukan transformasi berdasarkan persepsi tersebut, kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, bentuk, ruang, dan hubungan yang ada diantara unsur-unsur ini. Widjajanti (2013:3) mengungkapkan bahwa kecerdasan visual-spatial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memvisualisasikan gambar di benak mereka. Menurut Hoerr (2000:4) kecerdasan visual-spatial adalah kemampuan untuk merasakan dunia dengan teliti dan kemampuan membentuk atau mengubah aspek-asep yang ada di dunia.

Kegiatan yang disukai seseorang dengan kecerdasan visual-spatial yang tinggi seperti bermain bongkar-pasang, doodle, menggambar, mengecat, membuat gambar 3-dimensi, dan membuat peta/diagram (Hoerr, 2000:4). Menurut Widjajanti (20012:4) bahwa siswa dengan kecerdasan visual-spatial yang tinggi pandai dalam mengenali dan menggambar dalam dua-tiga dimensi, imajinatif, kreatif, dan peka terhadap warna, garis, bentuk, ruang, siswa cenderung mengingat sesuatu menggunakan coretan, sketsa, atau gambar-gambar.


(28)

28

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan visual-spatial yang tinggi dengan menggambar peta atau, memimpin kegiatan yang berkaitan dengan visualisasi, mengajarkan membuat mind-maps, mengijinkan siswa mendisain bangunan, pakaian, pemandangan dalam kegiatan tertentu (Hoerr, 2000:4). Dalam pembelajaran matematika guru dapat menyajikan materi tertentu menggunakan power poin yang menarik untuk membantu siswa memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan visual-spatial yang dimilikinya (Widjajanti, 2012:4)

e. Kecerdasan bodily-kinesthetic

Gardner (Muijs & Reynolds, 2005:20) menjelaskan bahwa kecerdasan bodily-kinesthetic adalah kemampuan dakan penguasaan gerak tubuh dan kemahairan dalam men-handle objek. Armstrong (2009:7) mengungkapkan bahwa kecerdasan bodily-kinesthetic merupakan kemampuan seseorang dalam keterampilan fisik seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, fleksibilitas, dan kecepatan, serta kemampuan proprioseptif, taktil, dan haptik.

Menurut Widjajanti (2012:4) kecerdasan bodily-kinesthetic merupakan keahlian seseorang dalam menggunakan atau menggerakan seluruh tubuhnya untuk mengekspesikan ide dan perasaan. Didukung dengan pendapat Hoerr (2000:4) bahwa kecerdasan bodily-kinesthetic adalah kemampuan untuk menggunakan seluruh badan secara mahir dan mengatur objek secara cekatan.

Kegiatan yang disukai siswa dengan kecerdasan bodily-kinesthetic yang tinggi yaitu dengan bermain olahraga atau melakukan kegiatan fisik, menggambil resiko,


(29)

29

menari, berakting, atau menjadi pelawak (Hoerr, 2000:4). Siswa dengan kecerdasan bodily-kinesthetic yang tinggi pada umumnya mampu bergerak dengan ketepatan yang tinggi, terampil menggunakan tangannya untuk menciptakan atau mengubah sesuatu, dan memiliki beberapa ketrampilan fisik yang spesifik, seperti melakukan koordinasi, keseimbangan, ketrampilan, kekuatan, kelenturan, kecepatan dalam bergerak, dan memiliki kepekaan dalam menerima rangsangan atau sentuhan (Widjajanti, 2012:4).

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan bodily-kinesthetic yang tinggi dengan menyediakan kegiatan yang aktif, mengijinkan siswa bergerak selama bekerja, peragaan objek, kegiatan lain yang membutuhkan ketrampilan motorik (Hoerr, 2000:4). Menurut Widjajanti (2012:4) dalam pembelajaran matematika kegiatan yang memfasilitasi kecerdasaan bodily-kinesthetic yang dimiliki siswa yaitu dengan merancang pembelajaran hands-on activities, mengijinkan siswa bergerak dalam kelasnya, memberikan kesempatan siswa memperagakan penggunaan alat peraga di depan kelas, atau melakukan permainan matematika yang memerlukan gerak.

f. Kecerdasan intrapersonal

Gardner (Muijs & Reynolds, 2005:20) menjelaskan bahwa kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan untuk merefleksi diri sendiri dan sadar akan keadaan dirinya. Armstrong (2009:7) mengungkapkan bahwa kecerdasan intrapersonal merupakan Intrapersonal kemampuan memahami gambaran yang


(30)

30

akurat tentang diri sendiri, kesadaran akan suasana hati, niat, motivasi, temperamen dan keinginan.

Menurut Hoerr (2000:4) kecerdasan intrapersonal merupakan kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain. Sedangkan menurut Widjajanti (2012:5) kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan seseorang dalam hubungannya dengan kapasitas instropeksi dan self-reflective.

Kegiatan yang disukai siswa dengan kecerdasan intrapersonal yang tinggi yaitu refleksi, mengkontrol perasaan diri sendiri, mengikuti agenda yang menarik menurut dirinya, belajar melalui mengobservasi dan mendengar, dan menggunakan kemampuan metakognitif (Hoerr, 2000:4). Siswa dengan kecerdasan intrapersonal yang tinggi cenderung memiliki pemahaman yang mendalam tentang diri mereka sendiri, apa kekuatan atau kelemahan dirinya, apa yang membuat dirinya unik, mampu memprediksi reaksi diri atau emosi merekasendiri dalam menghadapi sesuatu, berfikir kritis dan filosofis (Widjajanti 2012:5).

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan intrapersonal yang tinggi dengan mengijinkan siswa mengerjakan sesuatu dengan caranya sendiri, membuat suasana yang tenang dengan mengijinkan siswa pergi keluar kelas untuk mengerjakan tugasnya sendiri, membantu dan memonitor siswa guna mencapai tujuan indiviudal, melibatkan siswa dalam membuat jurnal (Hoerr, 2000:4). Dalam pembelajaran matematika, siswa dengan kecerdasan intrapersonal yang tinggi perlu diberi kesempatan untuk berfikir atau belajar secara individual beberapa saat sebelum mereka belajar dalam kelompok, memberi


(31)

31

kesempatan siswa melakukan refleksi diri, menulis apa yang disukai atau apa yang tidak disukai, atau apa yang dipahami dan apa yang tidak dipahami dari kegiatan belajar matematika hari itu (Widjajanti, 2012:5).

g. Kecerdasan interpersonal

Gardner (Muijs & Reynolds, 2005:20) mengungkapkan bahwa kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk berhubungan dan memahami orang lain. Armstrong (2009:7) menjelaskan bahwa kecerdasan interpersonal merupakan kmampuan untuk melihat dan membuat perbedaan dalam suasana hati, niat, motivasi, dan perasaan orang lain.

Menurut Hoerr (2000:4) kecerdasan interpersonal adalah kemampuan memahami hubungan orang sekitar. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan seseorang dalam memahami, berinteraksi, dan bekerja sama dengan orang lain (Widjajanti, 2012:5).

Hoerr (2000:4) mengungkapkan bahwa kegiatan yang disukai siswa dengan kecerdasan interpersonal yang tinggi yaitu siswa cenderung nyaman dengan banyak teman, mampu memimpin, berbagi, dan menjadi penengah, membantu menyelesaikan permasalah orang lain, dan menjadi anggota kelompok yang efektif. Widjajanti (2012:5) menjelaskan bahwa siswa dengan kecerdasan interpersonal yang tinggi memiliki kepekaan terhadap suasana hati, perasaan, dan temperamen orang lain, mereka belajar paling baik dengan bekerja dengan orang lain dan sering menikmati diskusi dan perdebatan.


(32)

32

Penerapan kecerdasan majemuk di bagi siswa dengan tingkat kecerdasan interpersonal yang tinggi yaitu dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, membuat tugas keompok, dan saling bertukar saran/pendapat (Hoerr, 2000:4). Dalam pembelajaran matematika, menurut Widjajanti (20013:3) untuk memfasilitasi siswa dengan kecerdasan interpersonal siswa, pemberian tugas kelompok dan kegiatan diskusi.

h. Kecerdasan naturalis

Menurut Hoerr (2000:4) kecerdasan naturalis adalah kemampuan dalam mengenal dan menggolongkan spesies mahluk hidup. Gardner dan Checkly (Baum,Viens & Slatin, 2005:19) menjelaskan bahwa kecerdasan naturalis adalah kemampuan dalam membedakan mahluk hidup, peka terhadap ciri-ciri kejadian alam. Kecerdasan naturalis berkaitan dengan kepekaan seseorang dalam menghadapi fenomena alam, memiliki kemampuan utnuk mengenali bentuk dan menggolongkan spesies flora dan fauna di sekitar (Widjajanti, 2013:3).

Kebiasaan yang sering dilakukan oleh seseorang dengan kecerdasan naturalis yang tinggi biasanya menghabiskan waktu diluar, mengkoleksi jenis tanaman, binatang, atau batu, mendengarkan suara di lingkungan luar, memperhatikan hubungannya dengan alam sekitar, menggolongkan jenis flora dan fauna (Hoer, 2000:4). Widjajanti (2012:5) mengungkapkan bahwa siswa dengan kecerdasan naturalis yang tinggi pada umumnya senang belajar sesuatu dengan cara mengelompokan apa yang dipelajari menurut ciri-ciri tertentu dan menyukai aktivitas outdoor.


(33)

33

Penerapan kecerdasan majemuk di sekolah bagi siswa dengan tingkat kecerdasan naturalis yang tinggi yaitu dengan dengan kegiatan di luar kelas, terdapat tanaman atau binatang di dalam kelas yang mana akan memberikan respon siswa, dan melakukan hands-on activity (Hoerr, 2000:4). Dalam pembelajaran matematika Widjajanti (2012:5) mengungkapkan bahwa kegiatan diluar kelas, di alam terbuka mencakup adanya: permainan yang memerlukan gerak, teka-teki matematis, tugas kelompok, diiringi lagu/musik, presentasi, sejarah matematika atau tokoh matematika yang dipaparkan guru dengan bantuan media yang sesuai, kegiatan ini akan banyak membantu siswa dengan ragam kecerdasannya dalam memahami materi konsep/prinsip matematika yang disampaikan.

i. Kecerdasal exsistentialist

Gardner (Armstrong, 2009:182) menjelaskan bahwa kecerdasan exsistentialist adalah kemampuan dalam memperhatikan masalah kehidupan yang serius. Widjajanti (2012:6) mengungkapkan bahwa kecerdasan exsistentialist adalah kemampuan seseorang dalam mempertanyakan segala sesuatu, seperti keberadaan manusia, arti kehidupan, arti kematian, berbagai relalita yang dihadapi manusia dalam kehidupan, dan cenderung bertanya “mengapa”. Dalam pembelajaran matematika, memberikan tugas untuk mencari asal-usul suatu rumus matematika atau untuk mempelajari sejarah matematika dapat dilakukan guru untuk mengembangkan dan memanfaatkan kecerdasan exsistentialist siswa.

Hoerr (2000:12) mengungkapkan bahwa “MI gives us more tools to help students learned to make learning interesting. What MI means, most of all, is that


(34)

34

students are viewed as individuals”. Berarti bahwa teori kecerdasan majemuk memberikan kita banyak cara agar pembelajaran lebih menarik bagi siswa, karena teori ini memandang siswa sebagai suatu individu yang berbeda-beda. Langkah-langkah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk menurut Armstrong (2009:65-67) sebagai berikut:

1. Fokus pada topik/tujuan pembelajaran, contoh: Ecology

2. Ajukan pertanyaan kunci untuk Kecerdasan Majemuk, contoh: (Musical) Bagaimana saya dapat menggunakan musik dalam pembelajaran Ecology?, (Visual-Spatial) Bagaimana saya dapat menggunakan visualisasi dalam pembelajaran Ecology?

3. Pertimbangkan kemungkinan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan topik.

4. Daftarkan sebanyak mungkin kegiatan pembelajaran untuk setiap kecerdasan. 5. Pilih kegiatan pembelajaran yang paling sesuai dengan topik pembelajaran. 6. Membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran berdasarkan tujuan

pembelajaran yang dipilih. 7. Terapkan dalam pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan definisi diatas dapat diartikan bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah pembelajaran yang memanfaatkan kecerdasan-kecerdasan siswa untuk membantu pembelajaran siswa secara optimal dengan langkah-langkah pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran antara lain: (1) menentukan kombinasi kecerdasan majemuk yang akan diberdayakan pada setiap


(35)

35

pertemuan; (2) fokus pada topik tertentu, misalnya bruto, netto, tara; (3) mengajukan pertanyaan kunci untuk kecerdasan majemuk, contoh: (Musical) Bagaimana saya dapat menggunakan musik dalam pembelajaran bruto, netto, tara?; (4) mendaftarkan sebanyak mungkin kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kecerdasan yang akan dikembangkan; (5) memilih kegiatan pembelajaran yang paling sesuai; (6) membuat RPP.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Gürçay (2003) dengan judul “The Effect of Multiple Intelligences Based Instruction on Student Physics Achievement”. Pada hasil students‟ beliefs questionnaire about treatment menunjukan siswa setuju bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk meningkatkan daya tarik mereka untuk belajar fisika (73%) dan prestasi belajar (64,9%). 68,9% siswa setuju jika pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk untuk dilanjutkan. 61 siswa berpendapat bahwa pembelajaran metode tradisional itu membosankan, monoton, dan mereka menjelaskan bahwa mereka tidak paham belajar fisika melalui metode tersebut. 88,5% siswa berpendapat bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk mempengaruhi prestasi dan sikap siswa. Meskipun penelitian ini dilakukan di materi Fisika, tidak menutup kemungkinan bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar dan keyakinan siswa terhadap matematika.


(36)

36

Pada penelitian Temur (2007) yang berjudul “The Effects of Teaching Activities Prepared According to the Multiple Intelligence Theory on Mathematics Achievements and Permanence of Information Learned by 4th Grade Students” dilakukan di Gazi University Foundation Private Primary school. Hasil penelitiannya menunjukan adanya keunggulan pada kelas eksperimen dengan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk dibandingkan dengan kelas kontrol. Rata-rata nilai tes akhir pada kelas eksperimen yaitu 18,80 sedangkan di kelas kontrol hanya 15,95. Meskipun penelitian ini dilakukan di SD kelas IV tidak menutup kemungkinan bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk juga akan unggul jika dilakukan di SMP kelas VII, sehingga besar kemungkinan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar.

Penelitian yang dilakukan oleh Lee Min dan Othman (2011) berjudul“Teaching Mathematics Through Multiple Intelligence” dilakukan di SD West View Singapore. Hasil dari penelitan ini menunjukan bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk berpengaruh positif terhadap keterlibatan siswa, motivasi, sikap, dan prestasi belajar matematika. Peningkatan yang signifikan terjadi pada prestasi belajar siswa dari 66,4% (2009) menjadi 81,1% (2010). Meskipun penelitian ini dilakukan di SD kelas IV tidak menutup kemungkinan bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk juga akan unggul jika dilakukan di SMP kelas VII, sehingga besar kemungkinan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar.


(37)

37

Al-Zoyud dan Nemrawi (2015) dengan penelitaiannya yang berjudul “The Efficiency of Multiple Intelligence Theory (MIT) in Developing the Academic Achievement and Academic-Self of Students with Mathematical Learning Disabilities in the Areas of Addition, Subtraction and Multiplication” dilakukan di sekolah dasar di Yordania. Hasil yang diperoleh menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Rata-rata nilai yang diperoleh di kelas eksperimen dengan pembelajran berbasis kecerdasan majemuk adalah 17,83 sedangkan di kelas kontrol rata-rata nilanya hanya 12,72. Walaupun penelitian ini dilakukan di SD kelas IV tidak menutup kemungkinan bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk juga akan unggul jika dilakukan di SMP kelas VII, sehingga besar kemungkinan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar.

Penelitian yang dilakukan oleh Mellisa (2015) yaitu tentang pengembangan perangkat pembelajaran lingkaran berbasis kecerdasan majemuk Gardner dan berorientai pada prestasi dan kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP. Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Wates. Hasil uji lapangan menunjukan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa dengan presentase siswa yang tuntas belajar . Penelitian ini dilakukan di SMP kelas VIII, sehingga besar kemungkinan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar jika dilakukan di kelas VII.


(38)

38

Penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2016) yaitu tentang pengembangan perangkat pembelajaran matematika dengan pendekatan relistic mathematics education berbasis teori multiple intelligence Howard Gardner berorientai pada prestasi dan kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP. Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 Cangkringan. Hasil uji lapangan menunjukan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan efektif ditinjau dari prestasi belajar siswa dengan nilai signifikansi sebesar (kurang dari ). Penelitian ini dilakukan di kelas VIII, sehingga besar kemungkinan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk akan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar jika dilakukan di kelas VII.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran yang efektif yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan siswa terlibat aktif selama proses kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang aktif dapat menciptakan pengalaman belajar yang beragam, dengan ini diharapkan dapat membantu siswa menguasai matematika secara optimal dan dapat mengembangkan potensi sampai batas maksimal siswa. Menurut Setiadi, Mahdiansyah, Rosnawati, Fahmi, dan Afiani (2012:9) kognisi seseorang berkembang seiring berjalannya waktu dan pengalaman. De Corte dan Op’t Eynde (2002:96) menyatakan bahwa kognisi siswa dipengaruhi oleh keyakianan siswa. Oleh karena itu pengalaman belajar siswa mempengaruhi keyakinan siswa terhadap matematika.


(39)

39

Keyakinan adalah pengetahuan subjektif seseorang (Pehkonen, 1995:12). Widjajanti (2009:3) berpendapat bahwa keyakinan siswa mempengaruhi bagaimana siswa menyambut atau menghadapi matematika.

Munro (1994:12) mengungkapkan bahwa beberapa siswa yang meyakini jika dari awal mereka tidak tertarik pada suatu tugas, maka mereka tidak akan pernah tertarik pada tugas tersebut dan tidak akan mempunyai motivasi untuk mempelajarinya. Eleftherios dan Theodosios (2007:102-103) dalam jurnal penelitiannya menyatakan bahwa performa dan kemampuan matematika dipengaruhi oleh keyakinan dan sikap siswa. Uysal, Ellis, dan Rasmussen (2013:1) bahwa keyakinan siswa tentang matematika mempengaruhi keberhasilannya di matematika, sehingga keyakinan mempengaruhi prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar siswa penting untuk diperhatikan

Berdasarkan penelitian masih terdapat beberapa fakta bahwa keyakinan siswa terhadap matematika cenderung rendah dan masih perlu ditingkatkan. Keyakinan yang rendah ini juga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil UN dan TIMSS prestasi siswa masih cenderung rendah dan pelu ditingkatkan.

Sebelumnya sudah dikatakan bahwa keyakinan siswa dipengaruhi oleh pengalaman belajar. Pengalaman belajar yang beragam dan menyenangkan diharapkan mampu meningkatkan keyakinan siswa dan mencapai tujuan belajar siswa. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan adalah melalui pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk.


(40)

40

Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah pembelajaran yang dirancang dengan memperhatikan keberagaman kecerdasan siswa, dengan guru mengetahui kecenderungan keberagaman siswa, guru dapat mengakomodasi kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi kecerdasan-kecerdasan tersebut, sehingga apapun jenis kecerdasan siswa, siswa dapat belajar dengan sendang. Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari prestasi belajar dan aspek yang lain.

Akan tetapi dirasa masih terdapat sedikit penelitian tentang kecerdasan majemuk. Hal ini dibuktikan bahwa ada guru yang masih asing dengan pembelajaran yang berbasis teori kecerdasan majemuk. Untuk menambah referensi dan bukti empiris keefektifan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk, maka dilakukan penelitian tentang keefektifan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar siswa. Ilustrasi kerangka berpikir disajikan pada Gambar 1 berikut.


(41)

41 D.

E.

Keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar matematika penting

FAKTA 1. Prestas belajar rendah

2. Keyakinan siswa terhadap matematika rendah 3. Belum diketahui pembelajaran berbasis

kecerdasan majemuk mampu meningkatkan prestasi belajar dan keyakinan siswa terhadap matematika

Pembelajaran Matematika Berbasis Kecerdasan Majemuk

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

1. Pembelajaran yang monoton dan kurang variatif

2. Guru belum memberdayakan potensi /kecerdasan majemuk siswa secara maksimal

3. Pemahaman/pengetahuan guru tentang kecerdasan majemuk masih kurang

4. Penelitian tentang efektivitas pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika masih sedikit

1. Guru menentukan kombinasi kecerdasan majemuk yang akan diberdayakan pada setiap pertemuan.

2. Guru mengorganisasikan siswa dalam beberapa kelompok diskusi berdasarkan jenis kecerdasan yang akan diberdayakan dalam setiap pertemuan 3. Pada kegiatan pembelajaran dibuat beragam

sesuai kombinasi kecerdasan majemuk yang akan diberdayakan pada setiap pertemuan agar siswa terdorong untuk aktif dalam pembelajaran.

Memperhatikan perbedaan siswa

Prestasi belajar siswa

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir

Keyakinan siswa terhadap matematika


(42)

42 `

F. Perumusan Hipotesis

Hipotesis dari penelitain ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial efektif ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika.

2. Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk untuk siswa SMP kelas VII pada materi Aritmatika Sosial efektif ditinjau dari prestasi belajar.


(43)

43 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen (experiment research). Desain penelitian pada penelitian ini adalah one group pretest posttest design. Desain penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria keefektifan yang telah ditentukan peneliti. Desain penelitian ini membandingkan hasil pretest dan posstest pada satu kelompok eksperimen. Secara sederhana, desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut:

O1--- X --- O2

Gambar 2. Model One Group Pretest Posttest Design Keterangan:

O1 : tes awal (pretest) O2 : tes akhir (posttest) X : perlakuan

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 6 Yogyakarta yang beralamat di Jalan RW Monginsidi No.1 Yogyakarta, Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta. Surat ijin penelitian dan surat keterangan penelitian terlampir pada Lampiran 5.3-5.4 halaman 418-419. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2016/2017.


(44)

44 C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 6 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 yang terdiri dari 7 kelas yang homogen, yaitu kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII E, VII F, dan VII G. Pemilihan sampel dilakukan secara acak dengan cara mengundi. Terpilih kelas VII-F sebagai kelas sampel yang terdiri dari 34 siswa.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab berubahnya variabel terikat. Penelitian ini terdapat satu variabel bebas yaitu pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu keyakinan siswa terhadap matematika dan prestasi belajar siswa.

E. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan kajian teori yang sudah dilakukan, peneliti dapat mendefinisikan setiap variabel. Setiap variabel pada penelitian ini didefinisikan sebagai berikut. 1. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk

Pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk pada penelitian ini didefinisikan sebagai pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk adalah pembelajaran yang memanfaatkan kecerdasan-kecerdasan siswa untuk membantu pembelajaran siswa


(45)

45

secara optimal dengan langkah-langkah pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran antara lain: (1) menentukan kombinasi kecerdasan majemuk yang akan diberdayakan pada setiap pertemuan; (2) fokus pada topik tertentu, misalnya bruto, netto, tara; (3) mengajukan pertanyaan kunci untuk kecerdasan majemuk, contoh: (Musical) Bagaimana saya dapat menggunakan musik dalam pembelajaran bruto, netto, tara?; (4) mendaftarkan sebanyak mungkin kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kecerdasan yang akan dikembangkan; (5) memilih kegiatan pembelajaran yang paling sesuai; (6) membuat RPP.

2. Keyakinan Siswa Terhadap Matematika

Keyakinan siswa terhadap matematika pada penelitian ini didefinisikan sebagai suatu pandangan siswa baik positif maupun negatif tentang matematika, kegunaan matematika, kemampuan siswa dalam matematika, dan proses pembelajaran matematika di mana mempengaruhi hasil belajarnya.

3. Prestasi Belajar Matematika

Pada penelitian ini, prestasi belajar didefinisikan sebagai pencapaian siswa dalam aspek pengetahuan yang diperoleh selama proses pembelajaran matematika dilaksanakan.

F. Perangkat Pembelajaran

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan rancangan kegiatan pembelajaran untuk satu pertemuan atau lebih. RPP berisi panduan langkah-langkah pembelajaran atau skenario pembelajaran yang akan dilakukan oleh peneliti. RPP


(46)

46

yang disusun berdasarkan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang termuat dalam kurikulum yang telah ditetapkan sekolah yaitu kurikulum 2016 revisi. RPP dalam penelitian ini menggunakan pendekatan saintifik berbasis kecerdasan majemuk. Penyusunan RPP dilakukan dengan langkah-langkah berikut.

a. Memilih Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang termuat dalam kurikulum 2016 revisi.

b. Menguraikan indikator dan tujuan pembelajaran sesuai dengan KI dan KD yang dipilih.

c. Membuat kegiatan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk sesuai dengan kombinasi kecerdasan yang akan difasilitasi.

d. Menengonsultasikan RPP dengan dosen pembimbing dan guru. e. Merevisi hasil konsultasi dengan dosen pembimbing dan guru.

Surat penunjukan dosen pembimbing dapat dilihat pada Lampiran 5.1 halaman 413. RPP yang sudah dibuat, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.1 halaman 100.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa (LKS) merupakan media pembelajaran untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan dan penguasaan materi. LKS pada penelitian ini tentunya disusun dengan berbasis kecerdasan majemuk, kemudian LKS dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru. Selanjutnya, merevisi LKS sesuai hasil konsultasi dengan dosen pembimbing dan guru. LKS terlampir pada Lampiran 1.2 halaman 127.


(47)

47 G. Instrumen Penelitian

1. Bentuk Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan non tes. Berikut adalah penjelasan instrumen pada penelitian ini.

a) Instrumen Tes

Instrumen tes dalam penelitian ini digunakan untuk menilai prestasi belajar siswa. Terdapat dua jenis tes yang digunakan dalam penelitian yaitu pretest dan posttest. Pretest digunakan untuk mengukur kemampuan awal sebelum pelaksanaan pembelajaran, sedangkan posttest digunakan untuk mengukur kemampuan siswa setelah pembelajaran selesai dilaksanakan.

Penelitian ini dilakukan pada materi Aritmatika Sosial, sehingga penyusunan instrumen didasarkan pada KD dan Indikator pada pokok materi Aritmatika Sosial. Materi Aritmatika sosial dipilih karena mudah dicari/dikembangkan jenis kegiatan yang dapat memberdayakan kesembilan kecerdasan dibandingkan dengan materi lain seperti materi garis dan sudut. Materi Aritmatika Sosial memiliki karakteristik yaitu dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Soal pretest dan posttest dibuat berbeda, namun indikator dan tingkat kesulitan tiap nomor soal realtif sama. KD dan Indikator yang diukur dalam pretest dan posttest disajikan dalam Tabel 2 berikut ini.


(48)

48

Tabel 2. Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Aritmatika Sosial

Kompetensi Dasar Indikator

3.11 Menganalisis aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, presentase, bruto, neto, tara).

3.11.1 Menentukan besar keuntungan dan kerugian.

3.11.2 Menentukan hubungan antara harga beli, harga jual, untung, rugi, dan impas.

3.11.3 Menentukan besar persentase untung dan rugi.

3.11.4 Menentukan besar diskon. 3.11.5 Menentukan besar pajak.

3.11.6 Menentukan besar netto, bruto, dan tara. 3.11.7 Menentukan besar bunga bank dalam jangka wangktu perbulan atau pertahun.

4.11 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika siosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, presentase, bruto, neto, tara).

4.11.1 Menyelesaikan masalah yang tekait dengan harga jual, harga beli, untung, rugi, dan persentasenya.

4.11.2 Menyelesaikan masalah yang terkait dengan pajak dan diskon.

4.11.3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan netto, bruto, dan tara.

4.11.4 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bunga bank.

Kisi-kisi instrumen pretest-posttest dapat dilihat pada Lampiran 2.1 halaman 194. Bentuk soal, kunci jawaban, dan alasan distraktor pretest-posttest dapat dilihat di Lampiran 2.2-2.7 halaman 195-331. Sebelum instrumen ini digunakan untuk pengambilan data, instrumen dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan divalidasi oleh dosen ahli.

b) Instrumen Non Tes

Instrumen non tes dalam penelitian ini adalah angket dan lembar observasi. Berikut penjelasannya.


(49)

49 1) Angket

Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur keyakinan siswa terhadap matematika. Angket disusun dengan menguraikan aspek kedalam indikator-indikator. Setiap indikator dibuat beberapa pernyataan, yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif. Angket ini terdiri dari 36 butir pernyataan berupa butir pernyataan positif dan negatif. Indikator dari setiap aspek tersebut disajikan dalam Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Indikator Keyakinan Siswa Terhadap Matematika

Aspek Indikator

Keyakinan siswa terhadap kegunaan matematika.

Pandangan siswa terhadap kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan siswa terhadap kegunaan matematika dalam bidang ilmu lain.

Keyakinan siswa terhadap kemampuan diri sendiri dalam matematika.

Padangan siswa tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki siswa pada matematika.

Keyakinan siswa terhadap matematika.

Pandangan siswa terhadap matematika. Keyakinan siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran matematika.

Pandangan siswa terhadap mengikuti proses pembelajaran matematika yang ideal.

Pandangan siswa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan/kegagalan dalam mengikuti pembelajaran matematika.

Kisi-kisi angket dan bentuk angket keyakinan siswa terhadap matematika berturut turut dapat dilihat pada Lampiran 2.8-2.9 halaman 332-333. Sebelum angket ini digunakan untuk pengambilan data, angket dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan divalidasi oleh dosen ahli.


(50)

50

2) Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran digunakan untuk mengetahui persentase dan gambaran keterlakasanaan pembelajaran matematika berbasis keceradasan majemuk. Lembar observasi disusun sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan sekolah. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Lampiran 2.10 halaman 336.

2. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Data yang baik adalah data yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dan data tersebut bersifat tetap, ajek atau dapat dipercaya. Data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya disebut data yang valid. Data yang dapat dipercaya disebut data yang reliabel (Widoyoko, 2010:127).

a. Validitas Instrumen

Validitas pada instrumen ini menggunakan validitas isi. Validitas untuk semua instrumen dalam peneltian ini menggunakan penilaian yang dilakukan oleh pakar dibidangnya (expert judgement). Instrumen ini divalidasi oleh 3 dosen ahli pendidikan matematika UNY. Surat keterangan validasi dan hasil validasi instrumen dapat dilihat pada Lampiran 5.2 halaman 415 dan Lampiran 3.1-3.3 halaman 342-360.

b. Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Uraian


(51)

51

pengujian reliabilitas pada tiap instrumen dijabarkan sebagai berikut. Tinggi rendahnya reliabilitas suatu instrumen dapat ditentukan berdasarkan kategori yang disajikan pada Tabel 4 berikut (Arikunto, 2002:75).

Tabel 4. Kategori Realibilitas Instrumen

Koefisien Korelasi Kategori

Reliabilitas Sangat Tinggi

Reliabilitas Tinggi

Reliabilitas Sedang

Reliabilitas Rendah

Reliabilitas Sangat Rendah

1) Uji Reliabilitas Tes

Pada penelitian ini, instrumen tes menggunakan sekala dikotomi. Jumlah butir soalnya ganjil, sehingga untuk mengukur nilai reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus Kuder-Richardson (KR21) :

( ) ( )

Keterangan:

(Arikunto, 2010:232)

Hasil perhitungan yang diperoleh dibandingkan dengan kategori yang sudah ditentukan sebelumnya. Hasil reliabilitas soal tes dapat dilihat pada Lampiran 4.1 halaman 373.


(52)

52 2) Uji Reliabilitas angket

Instrumen Pada penelitian ini berbentuk angket dan menggunakan skala multi item/bertingkat, sehingga pengukuran tingkat reliabilitas pada instrumen angket menggunakan rumus Alpha Cronbach. Berikut rumusnya:

( )

Keterangan:

reliabilitas instrumen

banyaknya butir pernyatan atau banyaknya butir soal ∑ jumlah variansi butir

variansi total

Penelitian ini menggunakan bantuan software SPSS versi 21. Hasil dari nilai Alpha Cronbach dibandingkan dengan kategori yang sudah ditentukan sebelumnya. Hasil reliabilitas angket awal dan akhir dapat dilihat pada Lampiran 4.2-4.3 halaman 374-375.

H. Teknik Pengumpulan Data 1. Tes

Pengumpulan data menggunakan tes betujuan untuk mengukur prestasi belajar siswa. Tes yang digunakan berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda. Nilai yang diberikan yaitu 0 sebagai nilai minimal dan 100 sebagai nilai maksimal.


(53)

53 2. Angket

Pengumpulan data berupa angket bertujuan untuk mengetahui tingkat keyakinan siswa terhadap matematika. Angket diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi perlakuan. Angket ini menggunakan penilaian sekala likert dengan 5 pilihan jawaban. Kriteria penskoran setiap butir pernyataan positif dan negatif disajikan dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Penskoran Butir Angket

Pilihan Jawaban Butir

Positif Negatif

Sangat setuju 5 1

Setuju 4 2

Biasa saja 3 3

Tidak setuju 2 4

Sangat tidak setuju 1 5

3. Observasi

Pengumpulan data menggunakan lembar observasi bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keterlaksanaan pembelajaran yang diharapkan dapat terlaksana selama proses pembelajaran. Penilaian lembar observasi yaitu skor 1 untuk jawaban “Ya” dan skor 0 untuk jawaban “Tidak”.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi deskripsi data dan analisis infernesial. Uraiannya adalah sebagai berikut:


(54)

54 1. Deskripsi Data

Data yang dideskripsikan berupa data hasil angket keyakinan siswa terhadap matematika, data hasil tes prestasi dan data hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran. Berikut penjelasan dari setiap data.

a) Data Keyakinan Siswa Terhadap Matematika

Data keyakinan siswa terhadap matematika terdiri dari 2 (dua) data yaitu data awal dan data akhir. Deskripsi data keyakinan siswa terhadap matematika awal dan akhir meliputi rata-rata, simpangan baku, variansi, skor tertinggi, skor terendah, dan distribusi frekuensi.

Angket keyakinan siswa terhadap matematika teridiri dari 36 butir pernyataan dengan penilaian skala likert dengan 5 pilihan jawaban, sehingga data memiliki skor maksimum ideal 180 dan skor minimum ideal 36. Skor maksimum dan minimum ideal dikonversi untuk penentuan kategori tingkat keyakinan siswa terhadap matematika. Kategori tingkat keyakinan siswa terhadap matematika disajikan dalam Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Kategori Tingkat Keyakinan Siswa terhadap Matematika

Rumus Rerata Skor Kategori

̅ Sangat Tinggi ̅ ̅ Tinggi ̅ ̅ Sedang ̅ ̅ Kurang

̅ Sangat Kurang Keterangan:


(55)

55

(Widoyoko, 2010:238) b) Data Prestasi Belajar

Data prestasi belajar terdiri dari data pretest dan posttest. Deskripsi data berupa rata-rata, simpangan baku, variansi, nilai tertinggi, nilai terendah, dan distribusi frekuensi. Data yang diperoleh dari tes prestasi dikonversi menjadi nilai dengan rentang antara 0 sampai 100. Nilai 100 dan 0 berturut-turut dijadikan sebagai skor maksimum ideal dan disebut skor minimum ideal. Skor maksimum dan skor minimum ideal dikonversi untuk penentuan kategori tingkat prestasi belajar siswa. Kategori tingkat prestasi belajar siswa disajikan pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Kategori Tingkat Prestasi Belajar Siswa

Rumus Rerata Skor Kategori

̅ Sangat Baik

̅ ̅ Baik ̅ ̅ Cukup ̅ ̅ Kurang

̅ Sangat Kurang

Keterangan:

̅


(56)

56

c) Data Observasi Keterlaksanan Pembelajaran

Data observasi keterlaksanaan pembelajaran akan dianalisis dengan skor 1 untuk pilihan jawaban “ya” dan skor 0 untuk pilihan jawaban “tidak”. Adapun cara untuk menentukan persentase keterlaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut.

Penilaian kualitatif dengan menentukan kriteria keterlaksanaan pembelajaran berdasarkan ketentuan pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran

No. Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran Kriteria

1. Sangat Baik

2. Baik

3. Cukup

4. Rendah

5. Sangat Rendah

2. Analisis Infernsial a. Uji Prasyarat

Uji prasyarat dalam penelitian ini menggunkan uji normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data keyakinan siswa dan data prestasi berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov test dengan bantuan software SPSS versi 21. Taraf signifikansi yang digunakan adalah . Hipotesis pada uji normalitas adalah sebagai berikut: H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal


(57)

57

Dengan kriteria keputusan, bahwa diterima jika Asymp. Sig (p-value) lebih dari .

b. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan untuk menjawab rumusan masalah pertama dan rumusan masalah kedua. Berikut adalah penjabaran dari pengujian hipotesis yang dilakukan.

1) Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah pertama

Pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika dikatakan efektif jika memenuhi dua kriteria. Kriteria yang pertama apabila rata-rata skor keyakinan akhir lebih dari rata-rata skor keyakinan awal. Kriteria yang kedua apabila rata-rata skor keyakinan akhir siswa mencapai minimal kategori tinggi yaitu . Apabila kedua kriteria terpenuhi, maka pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari keyakinan siswa terhadap matematika. Uraian pengujiannya adalah sebagai berikut. a) Uji 1

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata skor keyakinan akhir lebih dari rata-rata skor keyakinan awal. Pengujian dilakukan dengan bantuan software SPSS 21, statistik uji yang digunakan Paired Samples t-Test dengan taraf signifikan . Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

(Rata-rata skor keyakinan akhir tidak lebih besar dari rata-rata skor keyakinan awal)


(58)

58

(Rata-rata skor keyakinan akhir lebih besar dari rata-rata skor keyakinan awal)

Keterangan :

Rata-rata skor keyakinan awal Rata-rata skor keyakinan akhir

Kriteria keputusan yang diambil adalah ditolak jika nilai (uji yang dilakukan uji 2 sisi/2-tailed).

b) Uji 2

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah rata-rata skor keyakinan akhir mencapai minimal kategori tinggi yaitu skor . Statistik uji yang digunakan adalah One Sample t-Tes dengan batuan software SPSS Versi 21 dan taraf signifikansinya adalah . Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

(Rata-rata skor keyakinan akhir tidak lebih besar dari ) (Rata-rata skor keyakinan akhir lebih besar dari ) Keterangan :

Rata-rata skor keyakinan akhir

kriteria keputusannya adalah ditolak jika dan nilai (uji yang dilakukan 2-sisi/2-tiled)


(59)

59

2) Uji hipotesis untuk menjawab rumusan masalah kedua

Pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari prestasi belajar jika memenuhi kriteria keefektifan yaitu apabila rata-rata nilai posttest lebih dari rata-rata nilai pretest dan proporsi siswa yang memperoleh nilai kategori minimal baik lebih dari 75%. Apabila kedua kriteria terpenuhi, maka pembelajaran matematika berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari prestasi belajar. Uraian pengujiannya adalah sebagai berikut.

a) Uji 1

Pengujian ini digunakankan untuk mengetahui apakah rata-rata nilai posttest lebih dari rata-rata nilai pretest. Pengujian dilakukan dengan bantuan software SPSS 21, statistik uji yang digunakan Paired Samples t-Test dengan taraf signifikan . Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

(Rata-rata nilai posttest tidak lebih besar dari rata-rata nilai pretest) (Rata-rata nilai posttest lebih besar dari rata-rata nilai pretest) Keterangan :

Rata-rata nilai pretest Rata-rata nilai posttest

Kriteria keputusan yang diambil adalah ditolak jika nilai (uji yang dilakukan uji 2 sisi/2-tailed).


(60)

60 b) Uji 2

Pengujian ini digunakankan untuk mengetahui apakah proporsi siswa yang memperoleh nilai kategori minimal baik lebih dari 75%. Uji statistika yang digunakan adalah Single Sample Propotion Test.

i. Hipotesis

Hipotesis statistiknya sebagai berikut:

(proporsi siswa yang memperoleh nilai kategori minimal baik kurang dari atau sama dengan 75%)

(proporsi siswa yang memperoleh nilai kategori minimal baik lebih dari 75%)

ii. Taraf signifikan iii. Statistika uji

̂

Keterangan:

̂ : Proporsi sampel :

:

: Banyak siswa iv. Kriteria keputusan


(1)

(2)

415 Lampiran 5.2. Surat Keterangan Validasi


(3)

(4)

(5)

418 Lampiran 5.3. Surat Ijin Penelitian


(6)

419 Lampiran 5.4. Surat Keterangan Penelitian


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP

0 3 111

PENDAHULUAN Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning Berbasis Numbered Head Together Terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Komunikasi Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Sawit.

2 9 6

EKSPERIMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS Eksperimen Pembelajaran Matematika Berbasis Realistic Mathematics Education Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Kelas VII Semester Gasal SMP N 1 Baki Tahun 2015/2016.

0 2 24

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI SISWA SMP Eksperimen Pembelajaran Matematika Melalui Problem Solving Learning Dan Problem Posing Learning Ditinjau Dari Motivasi Siswa Terhadap Prestasi Belajar (P

0 3 18

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS RSBI DAN REGULER DITINJAU DARI MINAT BELAJAR MATEMATIKA SISWA Perbandingan Hasil Belajar Matematika Kelas RSBI dan Reguler Ditinjau dari Minat Belajar Matematika Siswa Kelas VII Semester I SMP AL Islam 1 Suraka

0 0 16

PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA (Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Bulu).

0 0 17

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS TEORI KECERDASAN MAJEMUK DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP KELAS VIII.

0 0 64

EFEKTIVITAS STRATEGI METAKOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 SLEMAN.

0 0 66

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 PANDAK TAHUN AJARAN 20132014

0 0 10

STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN TGT DAN NHT TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 9 YOGYAKARTA

0 0 10