EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP

(1)

DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh : Asterina Budiyani

S 850907106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2009


(2)

DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP

Oleh :

Asterina Budiyani

S 850907106

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal : _________________

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. Drs. Suyono, M.Si.

NIP. 130 794 455 NIP. 130 529 726

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. Mardiyana, M.Si. NIP. 132 046 017


(3)

DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP

Disusun oleh :

Asterina Budiyani

S 850907106

Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal : ...

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dr. Mardiyana, M.Si ... Sekretaris Drs. Tri Atmojo K, M.Sc, Ph.D ... Anggota Penguji 1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. ...

2. Drs. Suyono, M.Si. ...

Surakarta, Januari 2009

Mengetahui,

Direktur PPs UNS Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika

Prof. Drs Suranto, M.Sc, Ph.D Dr. Mardiyana, M.Si.

NIP. 131 472 192 NIP. 132 046 017


(4)

Nama : Asterina Budiyani NIM : S 850907106

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang berjudul EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya sendiri dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Januari 2009 Yang membuat pernyataan

Asterina Budiyani


(5)

Tesis ini kupersembahkan untuk:

Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa

memberikan dorongan dan memotivasi hidupku


(6)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan kasih karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “EFEKTIVITAS PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP”.

Dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini, penulis menyadari tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dengan segenap hati kepada yang terhormat:

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh studi di Program Magister Pendidikan Matematika.

2. Dr. Mardiyana, M.Si, Ketua Program Studi Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan petunjuk, saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis.

3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc, Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan saran dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.

4. Drs. Suyono, M.Si, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan saran dalam menyelesaikan penyusunan tesis ini.


(7)

Maret.

6. Kepala Sekolah dan rekan guru SMP Negeri 19 Surakarta, SMP Negeri 17 Surakarta dan SMP Widya Wacana 1 Surakarta yang telah memberi kesempatan penulis melakukan penelitian di sekolah-sekolah tersebut.

7. Teman-teman mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dukungan dan motivasi.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.

Surakarta, Januari 2009

Penulis


(8)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS ... iii

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pemilihan Masalah... 6

D. Pembatasan Masalah... 6

E. Rumusan Masalah... 7

F. Tujuan Penelitian... 7

G. Manfaat Penelitian... 8

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Tinjauan Tentang Belajar ... 9

2. Prestasi Belajar Matematika ... 16


(9)

C. Kerangka Berpikir... 32

D. Hipotesis... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 36

B. Jenis Penelitian... 36

C. Populasi dan Sampel... 37

D. Definisi Variabel Penelitian... 38

E. Teknik Pengambilan Data... 39

F. Instrumen... 40

G. Desain Penelitian... 44

H. Teknik Analisis Data... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Instrumen ……….. 56

B. Deskripsi Data ………. 58

C. Analisis Data ……….. 59

D. Uji Hipotesis ……… 61

E. Uji Lanjut Pasca Anava ………... 62

F. Pembahasan ………... 63

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 66

B. Implikasi Penelitian ... 67

C. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

Hal

Tabel 2.1 Perubahan Paradigma dalam Pembelajaran ... 26

Tabel 3.1 Kerangka Rancangan Penelitian... 44

Tabel 3.2 Rangkuman Analisis Variansi... 54

Tabel 4.1 Prestasi Belajar Matematika ... 58

Tabel 4.2 Aktivitas Belajar Siswa... 59

Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Uji Normalitas... 60

Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas... 61

Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Anava Dua Jalan... 61

Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda... 62


(11)

Hal

Lampiran 1 : Kisi-Kisi Soal Tes Prestasi Belajar... 71

Lampiran 2 : Soal Ujicoba Tes Prestasi Belajar... 73

Lampiran 3 : Kisi-Kisi Angket Aktivitas Belajar ... 78

Lampiran 4 : Instrumen Angket Aktivitas Belajar ... 79

Lampiran 5 : Validasi Instrumen Tes Prestasi... 85

Lampiran 6 : Analisis Daya Pembeda dan taraf Kesukaran ... 87

Lampiran 7 : Analisis Reliabilitas Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika. 90 Lampiran 8 : Validasi Instrumen Angket Aktivitas Belajar ... 93

Lampiran 9 : Analisis Konsistensi Internal Angket Aktivitas Belajar Siswa .... 95

Lampiran 10 : Analisis Reliabilitas Instrumen Angket Aktivitas Belajar Siswa . 99 Lampiran 11 : Instrumen Soal Tes Prestasi Belajar Matematika ... 103

Lampiran 12 : Uji Keseimbangan ... 107

Lampiran 13 : Data Prestasi Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ... 111

Lampiran 14 : Data Prestasi Belajar Matematika Kelompok Kontrol ... 114

Lampiran 15 : Data Angket Aktivitas Belajar Kelompok Eksperimen ... 117

Lampiran 16 : Data Angket Aktivitas Belajar Kelompok Kontrol ... 123

Lampiran 17 : Pengelompokan Aktivitas Belajar Siswa dan Prestasi Belajar Matematika... 129

Lampiran 18 : Perhitungan Median dan Modus ... 133

Lampiran 19 : Uji Normalitas ... 136

Lampiran 20 : Uji Homogenitas ... 154

Lampiran 21 : Komputasi Uji Hipotesis ... 157

Lampiran 22 : Uji Lanjut Pasca Anava ... 160

Lampiran 23 : Rencana Pembelajaran ... 163


(12)

Asterina Budiyani. 2009. Efektivitas Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa SMP. Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Masalah pada penelitian ini adalah: (1) apakah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional, (2) apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya tinggi lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang, dan apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya rendah, (3) apakah prestasi belajar matematika siswa antara siswa yang diberikan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran konvensional konsisten untuk tiap-tiap aktivitas belajar siswa, dan perbedaan prestasi belajar matematika siswa antara siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi, aktivitas belajar siswa yang sedang dan aktivitas belajar siswa yang rendah konsisten untuk tiap-tiap pendekatan pembelajaran.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain faktorial 2 3. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2007/2008 yang berjumlah 79 SMP. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara stratified random sampling dan cluster random sampling. Sampel dalam penelitian berjumlah 208 responden yang terdiri dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah instrumen tes prestasi belajar matematika dan instrumen angket aktivitas belajar siswa. Intrumen tes dan angket diujicobakan sebelum digunakan untuk pengambilan data. Validitas intrumen tes dan angket dilakukan oleh validator, reliabilitas tes diuji dengan rumus KR-20 dan reliabilitas angket diuji dengan rumus Alpha.

×

Uji prasyarat Analisis Variansi menggunakan uji Lilliefors untuk uji normalitas dan uji Barlett untuk uji homogenitas. Dengan α= 0,05 diperoleh sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen.

Uji hipotesis yang digunakan adalah ANAVA dua jalan dengan sel tak sama. Dengan α= 0,05 menunjukkan (1) F = 36,0356 > F = 3,84 berarti prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan pendekatan cara konvensional, (2) F = 94,3530 > F = 3,00 berarti prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar yang sedang, prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar yang sedang lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar yang rendah, (3) F = 2,5751 < F = 3,00 berarti karakteristik perbedaan antara

a tabel

b tabel

ab tabel


(13)

ABSTRACT

Asterina Budiyani. 2009. The Effect of the Contructive Approach in Mathematics Teaching Reviewed from the Junior High School Students’ Learning Activities. Thesis: The study program of Mathematics Education, Postgraduate Program, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Problems in the present study are stated as follows: (1) whether learning with the constructive approach better than learning with the conventional approach, (2) whether achievement of the student with the high learning activity better than the achievement of the student with medium learning activity, and whether the achievement of the student with the medium learning activity better than the achievement of the student with the low learning activity, (3) whether the student Mathematics learning achievement between the students given the constructive approach learning and the conventional approach consistent for each learning activity of the student, and different the students Mathematics learning achievement with high, medium, and low learning consistent for each approach to learning.

This study is appearance experiment study with factorial design 2 x 3. The research populations are the third year students of Junior High School in Surakarta, in the academic year 2007/2008 that is of 79 Junior High Schools. The sampling technique is done by stratified random sampling and cluster random sampling. The number of the sampling is 208 respondents that is consisted of experiment group and control group. The instrument used to gather the data is the Mathematics learning achievement test and the students learning activity questionnaire instruments. The test and questionnaire instruments are done by validator, test reliability is tested by using formula KR-20 and questionnaire reliability is tested by using formula Alpha.

The prerequisite analysis test uses Lilliefors test for the normality test and the Barlett test for homogeneous test. By using α= 0.05 it can be concluded that samples come from a normally distributed population and homogeneous.

The hypothesis test used is ANAVA two ways with different cells. By using α= 0.05 shows (1) Fa = 36.0356 > Ftable = 3.84 it means the student Mathematics learning achievement with the constructive approach better than the student Mathematics learning achievement with the conventional approach, (2) F b = 94.3530 > Ftabel =3.00 it means the student Mathematics learning achievement with high activity better than the student learning achievement with medium activity, the student Mathematics learning achievement with medium activity better than the student learning achievement with low activity, (3) Fab = 2.5751 < Ftabel =3.00 it means different characteristic between the constructive approach and


(14)

(15)

A. Latar Belakang

Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, mempunyai peranan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, matematika yang diajarkan di sekolah terdiri atas bagian –bagian yang dipilih guna mengembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa yang berpandu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Kurikulum Matematika SMP, tujuan pembelajaran matematika adalah:

(1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, (2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, (3) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan (Depdiknas, 2004c).

Dalam pendidikan di sekolah, matematika diberikan dari pendidikan dasar. Hal ini disebabkan matematika digunakan secara luas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga perlu berbagai upaya pembelajaran yang optimal agar siswa menerima materi pelajaran matematika dengan baik.

Menurut pengamatan penulis selama mengajar sampai saat ini, nilai rata-rata matematika masih rendah dibanding dengan nilai rata-rata bidang


(16)

studi yang lain. Bahkan pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan telah melakukan usaha-usaha untuk meningkatakan dan memperbaiki prestasi belajar matematika di setiap jenjang pendidikan dengan mengadakan penataran guru matematika, revisi kurikulum, penyediaaan alat-alat pengajaran, dan sebagainya. Walaupun berbagai usaha perbaikan prestasi belajar matematika telah berlangsung, kenyataannya masih menunjukkan prestasi belajar matematika masih rendah. Hal ini sesuai dengan data bahwa nilai rata-rata Ujian Nasional bidang studi matematika SMP/MTs se Surakarta pada Tahun Pelajaran 2007/2008 adalah 5,91 dan dari 79 sekolah SMP/MTs se Surakarta yang nilai rata-rata ujian bidang studi matematika di bawah 6,00, yaitu 56,96% sekolah (Sumber: Dikpora Kota Surakarta).

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang tidak mudah untuk dipahami oleh setiap siswa. Proses pembelajaran matematika yang masih bersifat konvensional, yaitu cara guru menyampaikan materi pelajaran dengan berceramah, siswa dengan tenang memperhatikan dan mencoba memahami apa yang diterangkan gurunya. Apabila siswa belum memahami konsep matematika yang diinformasikan oleh guru, maka dari siswa sendiri seperti sudah tidak ada cara lain baginya dalam memahami konsep matematika selain dengan cara menghafal rumus. Rumus-rumus yang ada harus dihafal tanpa harus mengetahui tahapan penemuan dan manfaat rumus-rumus tersebut. Karena rumus-rumus-rumus-rumus hanya dihafal, maka banyak siswa mengalami kesulitan menerapkan dan memilih rumus tersebut dalam menyelesaikan soal. Terlebih lagi ketika siswa diminta menyelesaikan


(17)

beberapa soal pengembangan yang model dan bentuknya tidak seperti contoh soal yang diberikan pada saat guru menerangkan materi tersebut.

Dari pengalaman penulis dan beberapa guru SMP di Surakarta selama ini dalam pembelajaran matematika masih banyak menggunakan metode konvensional, di mana proses pembelajaran matematika guru masih mendominasi dalam kegiatan belajar mengajar sehingga aktivitas belajar matematika siswa masih rendah. Agar pembelajaran situasi siswa belajar dapat tercapai, hendaknya guru dapat menggunakan pendekatan pembelajaran yang lebih melibatkan aktivitas belajar siswa.

Pada hakekatnya proses pembelajaran itu merupakan proses interaksi antara guru dan siswa, sehingga guru harus mampu menerapkan pembelajaran yang efektif agar siswa dapat memahami materi yang diajarkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Proses pembelajaran perlu komponen-komponen yang mendukung supaya proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun komponen-komponen tersebut adalah: siswa, guru, kurikulum, metode pembelajaran, sarana prasarana dan lingkungan.

Pembelajaran matematika yang diharapkan tidak berpusat pada guru, tetapi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran diharapkan dapat terwujud kondisi pembelajaran melalui siswa aktif.

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen yang mendukung supaya guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dapat


(18)

berlangsung secara efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Memilih media pembelajaran yang paling sesuai, bukanlah hal yang serba mudah. Maka guru harus dapat memilih media pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan mengingat keuntungan dan kelemahan dari masing-masing media pembelajaran.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan guru dalam proses pembelajaran di kelas. Pendekatan konstruktivisme menekankan pada siswa sebagai siswa yang aktif, sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir kreatif dalam menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dapat menggunakan strategi-strategi mereka sendiri dalam belajar. Melalui pendekatan konstruktivisme diharapkan siswa membangun pengetahuan dan pengetahuan tersebut diperoleh dari pengalaman belajar yang bermakna.

Pembelajaran matematika yang disajikan berupa konsep atau prinsip matematika tersebut diharapkan siswa dapat terlibat aktif dalam berpikirnya, sehingga siswa dapat memahami konsep atau prinsip tersebut (Herman Hudojo, 2005:64). Seorang siswa akan benar-benar memahami suatu konsep, fakta, prinsip atau operasi dalam matematika jika ia membentuk sendiri pemahamannya. Agar dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman konsep maka siswa harus berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Mengingat pentingnya aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran, guru diharapkan dapat menciptakan situasi pembelajaran yang


(19)

lebih banyak melibatkan aktivitas belajar siswa dan kemungkinan besar prestasi belajar matematika yang dicapai akan lebih baik.

Motivasi belajar juga mempunyai peranan penting dalam memberikan gairah atau semangat dalam belajar, sehingga siswa yang bermotivasi kuat memiliki energi banyak untuk melakukan kegiatan belajar. Dalam kegiatan pembelajaran, guru dapat memberi motivasi yang mampu membangkitkan semangat dalam kegiatan siswa dalam belajar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Prestasi belajar matematika masih rendah yang disebabkan masih banyak menggunakan metode pembelajaran yang konvensional. Terkait dengan hal ini, perlu dilakukan penelitian apakah metode yang sesuai dan tepat untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa lebih baik.

2. Prestasi belajar matematika masih rendah yang disebabkan anggapan sebagian siswa bahwa pelajaran matematika sulit dan tidak menarik yang disebabkan guru belum memanfaatkan media pembelajaran. Terkait dengan hal ini, perlu dilakukan penelitian apakah penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih baik.

3. Prestasi belajar matematika masih rendah yang disebabkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran masih rendah. Terkait dengan hal ini


(20)

perlu diteliti apakah aktivitas belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa.

4. Prestasi belajar matematika masih rendah yang disebabkan motivasi belajar siswa rendah. Terkait dengan hal ini, perlu diteliti apakah motivasi berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa.

C. Pemilihan Masalah

Karena keterbatasan peneliti, maka dalam penelitian ini hanya meneliti masalah nomor 1 dan nomor 3 pada identifikasi masalah di atas.

D. Pembatasan Masalah

Agar penelitian yang dikaji dapat lebih terarah dan mendalam, maka penelitian ini diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran yang dibandingkan adalah pendekatan kontruktivisme dengan pendekatan yang konvensional.

2. Karakteristik siswa yang dilihat adalah aktivitas belajar siswa, yang dikelompokkan menjadi aktivitas belajar yang tinggi, aktivitas belajar yang sedang, dan aktivitas belajar yang rendah.

3. Ruang lingkup penelitian terbatas pada pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran di kelas IX SMP dengan pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung.


(21)

E. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

2. Apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya tinggi lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang, dan apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya rendah.

3. Apakah prestasi belajar matematika siswa antara siswa yang diberikan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran konvensional konsisten untuk tiap-tiap aktivitas belajar siswa, dan perbedaan prestasi belajar matematika siswa antara siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi, aktivitas belajar siswa yang sedang dan aktivitas belajar siswa yang rendah konsisten untuk tiap-tiap pendekatan pembelajaran.

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang diungkap di atas, maka tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional.


(22)

2. Untuk mengetahui apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya tinggi lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang, dan apakah prestasi siswa yang aktivitas belajarnya sedang lebih baik daripada prestasi siswa yang aktivitas belajarnya rendah.

3. Untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar antara masing masing pendekatan pada tiap-tiap aktivitas belajar siswa dan perbedaan antara masing-masing aktivitas pada setiap jenis pendekatan.

G. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan, dan penulis juga mengharapkan:

1. Guru dapat memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang tepat dapat dipakai dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan tertentu dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).

2. Siswa dapat menentukan perilaku aktivitas belajar agar diperoleh prestasi belajar yang optimal pada saat mengikuti kegiatan belajar mengajar.


(23)

A. Landasan Teori

1. Tinjauan Tentang Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Banyak orang yang beranggapan, bahwa yang dimaksud belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada juga yang berpendapat belajar adalah menyerap pengetahuan, yang berarti orang harus mengumpulkan fakta-fakta sebanyak-banyaknya yang dapat dihafalkan.

Herman Hudojo menyatakan (1988 : 1) bahwa seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku disertai usaha orang tersebut sehingga orang itu dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya.

Slameto (2003) menyatakan, belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah:

a. perubahan terjadi secara sadar


(24)

b. perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional c. perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

d. perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara e. perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah f. perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Winkel (2004:59) menyatakan bahwa belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan, dalam bergaul dengan orang, dalam memegang benda dan dalam menghadapi peristiwa. Namun tidak sembarang berada di tengah-tengah lingkungan, menjamin adanya proses belajar. Orang yang belajar harus aktif sendiri, melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu faktor internal (faktor dari dalam siswa) dan faktor eksternal (faktor dari luar siswa).

a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), antara lain: inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kesiapan.

1) Inteligensi

Inteligensi adalah kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui / menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.


(25)

2) Perhatian

Siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, sehingga guru perlu mengusahakan bahan pelajaran selalu menarik perhatian siswa.

3) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena jika bahan pelajaran tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya.

4) Bakat

Kemampuan siswa untuk mencapai keberhasilan. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan selanjutnya lebih giat lagi dalam belajarnya.

5) Motif

Motif sebagai penggerak / pendorong siswa untuk mencapai sesuatu tujuan. Dalam proses belajar diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang menunjang belajar.


(26)

6) Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk membei respon. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar agar hasil belajarnya lebih baik.

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), antara lain: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, metode belajar.

1) Metode mengajar

Metode mengajar adalah suatu cara / jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Dalam proses belajar agar dapat menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, maka metode mengajar haruslah setepat-tepatnya dan seefisien serta seefektif mungkin.

2) Kurikulum

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan ini menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. 3) Relasi guru dengan siswa

Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar dan siswa kurang berpartisipasi secara aktif dalam belajar.


(27)

4) Relasi siswa dengan siswa

Menciptakan relasi yang baik antarsiswa agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.

5) Disiplin sekolah

Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisiplinan Kepala Sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya.

6) Alat pelajaran

Alat pelajaran yang dipakai guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada siswa.

7) Metode belajar

Belajar secara teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.

(Slameto, 2003:55-69)

Bruner menyatakan, jika sesorang mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses


(28)

internalisasi akan terjadi sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dalam tiga tahap sebagai berikut.

a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan situasi yang nyata.

b. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual, gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif.

c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak.

(Depdiknas, 2004b: 8).

Ausubel, Novak, Hanesian (Paul Suparno, 1997) menyatakankan ada dua jenis belajar, yaitu: belajar bermakna (meaningful learning) dan belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi atau pengetahuan baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Jika pengetahuan baru tidak berhubungan dengan pengetahuan yang ada, maka pengetahuan itu akan dipelajari siswa melalui belajar hafalan. Hal ini


(29)

disebabkan pengetahuan yang baru tidak diasosiasikan dengan pengetahuan yang ada.

Ausebel menyatakan bahwa seseorang belajar dengan mengasosiasikan pengetahuan baru ke dalam skema yang telah ia punyai. Dalam proses itu siswa dapat memperkembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya. Proses belajar ini siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari sendiri (Paul Suparno, 1997:54).

Dalam belajar guru perlu memperhatikan 4 hal berikut ini:

a. Mengusahakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif, minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu;

b. Menganalisis struktur materi yang akan diajarkan, dan juga perlu disajikan secara sederhana sehingga mudah dimengerti oleh siswa; c. Menganalisis sequence. Guru mengajar , berarti membimbing siswa

melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah, sehungga siswa memperoleh pengertian dan dpat mentransfer apa yang sedang dipelajari;

d. Memberi reinforcement dan umpan balik (feed-back). Penguatan yang optimal terjadi pada waktu siswa mengetahui bahwa “ia menemukan jawab”nya.

(Slameto, 2003:12).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan aktif siswa mempelajari suatu pengetahuan sehingga


(30)

terjadi proses perubahan dari tidak mampu mengerjakan menjadi mampu mengerjakan.

2. Prestasi Belajar Matematika

Herman Hudojo (2005) menyatakan, belajar matematika itu merupakan proses membangun atau mengkontruksi konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tidak sekedar ”penggrojokan” yang terkesan pasif dan statis, namun belajar itu harus aktif dan dinamis.

Agar belajar matematika bermakna bagi siswa, siswa perlu belajar mengorganisasikan data atau informasi yang ada, menginterprestasikan sehingga menjadi masalah yang dapat dikomunikasikan secara kuantitatif, menyusun langkah-langkah penyelesaian dan kemudian menyelesaikannya.

Gagne (Depdiknas, 2004b :13-14) mengemukakan suatu klasifikasi dari objek-objek yang dipelajari di dalam matematika, yaitu :

a. Objek-objek langsung dari pembelajaran matematika terdiri atas fakta-fakta matematika, keterampilan-keterampilan (prosedur-prosedur) matematika, konsep-konsep matematika, dan prinsip-prinsip matematika.

b. Objek-objek tak langsung dari pembelajaran matematika meliputi kemampuan berpikir logis, kemampuan berpikir analitis, sikap positif terhadap matematika, ketelitian, ketekunan, kedisiplinan, dan hal-hal lain yang secara implisit akan dipelajari jika siswa mempelajari matematika.


(31)

Adapun pengertian-pengertian objek langsung adalah sebagai berikut:

a. Fakta-fakta matematika adalah konvensi-konvensi (kesepakatan) dalam matematika yang dimaksudkan untuk memperlancar pembicaraaan di dalam matematika, seperti lambang-lambang yang ada dalam matematika.

b. Keterampilan-keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan prosedur-prosedur dalam matematika, yang masing-masing merupakan suatu proses untuk mencari (memperoleh) sesuatu hasil tertentu.

c. Konsep-konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang untuk mengklasifikasikan apakah sesuatu objek tertentu merupakan contoh atau bukan contoh dri ide abstrak tersebut. d. Prinsip-prinsip matematika adalah suatu pernyataan yang bernilai

benar, yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antara konsep-konsep tersebut.

Istilah prestasi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai hasil yang telah dicapai dengan baik, hasil yang telah diraih atau dilakukan atau dikerjakan.

Winkel (2004:338) menyatakan, prestasi belajar adalah hasil belajar siswa yang dituju/dicapai pada setiap kegiatan belajar. Proses yang dialami siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap.


(32)

Nana Sudjana (2006 : 20) menyatakan prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Pada akhir proses belajar guru akan menuntut suatu prestasi belajar siswa, sebagai bukti nyata bahwa hasil yang dituju telah tercapai. Siswa memberikan prestasi dengan mengerjakan tes yang telah disiapkan dan tugas-tugas yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran, kemudian guru memberikan penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa.

Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses pembelajaran yang optimal menunjukan hasil yang bercirikan sebagai berikut:

a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar instriksi pada diri siswa.

b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. c. Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya. d. Hasil belajar diperoleh secara menyeluruh (komprehensif).

e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

(Nana Sudjana, 2006 : 56).

Penilaian terhadap proses pembelajaran tidak hanya bermanfaat bagi guru, tetapi juga bagi siswa yang pada saatnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapainya.


(33)

Jadi prestasi belajar matematika adalah bukti keberhasilan yang dicapai siswa dalam penguasaan materi pelajaran matematika yang sesuai dengan kompetensi dasar setelah dilakukan proses pembelajaran.

3. Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1996) yang dimaksud dengan konvensional adalah tradisional. Tradisional diartikan sebagai sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan, yang ada secara turun menurun. Oleh karena itu pembelajaran yang berlangsung secara konvensional dapat juga diartikan sebagai pembelajaran berlangsung secara tradisional.

Blanchard menjelaskan bahwa sekolah-sekolah yang pengajarannya dikelola secara tradisional tidak membantu siswa dalam menerapkan pemahamannya terhadap bagaimana seseorang itu harus belajar dan bagaimana menerapkan sesuatu yang dipelajari pada situasi yang baru (Depdiknas, 2004a : 25). Pengajaran konvensional / tradisional adalah sebagai berikut:

1. Mengandalkan pada hafalan

2. Memfokuskan secara khusus pada satu subjek (materi pelajaran) 3. Nilai-nilai informasi ditentukan oleh guru

4. Memberikan kepada siswa semua informasi-informasi yang ada, tanpa menghubungkan dengan pengetahuan awalnya


(34)

Brooks & Brooks (dalam Marpaung, 2003) melukiskan pembelajaran konvensional (tradisional) di kelas sebagai berikut:

1. Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan menekankan ketrampilan-ketrampilan dasar.

2. Keterkaitan yang ketat pada kurikulum yang sudah ditetapkan dinilai tinggi.

3. Aktivitas kurikulum bertitik berat pada buku teks dan lembar kerja. 4. Siswa dianggap sebagai ”kotak kosong” yang dapat diisi oleh guru

dengan informasi-informasi.

5. Guru pada umumnya bertindak menurut didaktik yang menseminasikan informasi ke siswa.

6. Guru menggunakan jawaban yang benar sebagai tanda siswa belajar. 7. Asesmen belajar siswa dianggap terpisah dari proses pengajaran dan

dilakukan pada umumnya melalui tes.

8. Pada dasarnya siswa bekerja secara sendiri-sendiri.

Dalam proses pembelajaran konvensional, guru menuangkan atau mentransfer pengetahuan kepada siswa dan siswa menerimanya secara pasif dengan mendengarkan atau mencatat, sekali-sekali mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan dan mengerjakan soal yang diberikan oleh siswa.

Keunggulan pembelajaran dengan pendekatan konvensional adalah:


(35)

b. Dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah besar

c. Pembelajaran dapat dilakukan dengan alokasi waktu yang disediakan d. Sarana sekolah yang kurang mendukung tidak menghambat guru

dalam menyampaikan bahan pelajaran.

Sedangkan kelemahan pembelajaran dengan pendekatan konvensional adalah:

a. Guru terus berceramah dalam menyampaikan bahan pelajaran, sehingga dalam proses pembelajaran siswa mudah bosan

b. Pengetahuan yang diperoleh siswa mudah dilupakan

c. Siswa cenderung pasif, karena tidak dapat mengungkapkan gagasan atau ide.

Jadi pembelajaran konvensional tidak memperhatikan pengetahuan awal siswa. Pembelajaran konvensional dilaksanakan dari guru menyajikan informasi dengan berceramah, guru memberi contoh soal dan dilanjutkan mengerjakan latihan soal-soal.

4. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme

Perubahan dari paradigma mengajar matematika ke paradigma belajar matematika dirasakan sangat perlu terjadi karena paradigma mengajar matematika yang dicirikan: informasi/teorema/definisi-contoh soal-soal tidak dapat mencapai tujuan mengajar untuk meningkatkan belajar.

Pembelajaran menurut pandangan konstruktivis adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep/prinsip-prinsip dengan


(36)

kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep/prinsip itu terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsep/prinsip baru. Dengan demikian pembelajaran matematika adalah membangun pemahaman, sebab pemahaman akan mengakibatkan materi yang dipelajari menjadi bermakna.

Dalam pembelajaran seperti ini, aktivitas siswa menjadi syarat mutlak agar siswa mampu, bukan untuk mengumpulkan banyak fakta melainkan agar dapat menemukan sesuatu pengetahuan dan mengalami perkembangan pemikiran.

Herman Hudojo (2005 : 20) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktivis, antara lain:

a. Siswa terlibat aktif dalam belajarnya b. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi lain sehingga

menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa agar pemahaman terhadap informasi (materi) kompleks terjadi;

c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

Paul Suparno (dalam Marpaung, 2003) menyebutkan bahwa ciri-ciri belajar konstruktivis adalah:

a. Belajar berarti membentuk makna;

b. Belajar berarti mengkonstruksi terus menerus

c. Belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan fakta-fakta dan menghafalnya;


(37)

d. Belajar berarti menimbulkan situasi ketidakseimbangan;

e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya;

f. Hasil belajar pebelajar tergantung pada apa yang telah dimiliki olehnya;

g. Belajar dalam kelompok adalah baik dan dianjurkan;

h. Dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.

Mengajar dalam pandangan konstruktivisme bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Menurut Bettencourt (Paul Suparno, 1997:65) mengajar berarti partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri. Menurut von Glasersfeld (Suparno, 1997:65) mengajar adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri.

Dalam konstruktivisme seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut.

a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian.


(38)

b. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa, dan guru harus menyemangati siswa.

c. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran si murid jalan atau tidak. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan.

(Paul Suparno, 1997:66).

Lebih lanjut Paul Suparno (1997:66) menjelaskan bahwa agar peran guru tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan dan pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar.

a. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan.

b. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat.

c. Guru perlu mengerti pengalaman mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa.

d. Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.


(39)

e. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru.

Dalam pembelajaran matematika perlu diciptakan suasana belajar yang membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya dan guru mengerti taraf pengetahuan awal siswa yang dipunyai sebagai dasar untuk membangun pengetahuan. Guru memberi kesempatan siswa aktif mengungkapkan gagasan dan konsepnya, juga guru menghargai dan menerima pemikiran siswa dengan memberikan orientasi dan arah pemikiran siswa. Guru harus menguasai bahan secara luas dan mendalam sehingga dapat lebih fleksibel menerima gagasan siswa yang berbeda.

Keunggulan dari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah:

a. Siswa dapat mengungkap gagasan/ide dan konsepnya

b. Siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, sehingga bahan pelajaran bertahan lama dan lebih mudah diingat

c. Terjadi dialog dalam pembelajaran antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa.

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme adalah:

a. Alokasi waktu pembelajaran memerlukan waktu yang lama b. Penanganan atau pembimbingan berbeda-beda untuk setiap siswa


(40)

c. Banyak bahan pelajaran yang tidak terselesaikan menurut kurikulum yang baku.

Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis guru tidak lagi mengajari siswa apa yang harus siswa lakukan dan bagaimana siswa melakukannya, tetapi memotivasi siswa dan memfasilitasinya agar mau secara aktif mengkonstruksi pengetahuan baik konsep, ide maupun pengertian tentang sesuatu yang sedang dipelajarinya, baik secara individual atau melalui interaksi dan negosiasi dalam kelompok.

Agar terjadi proses yang demikian diperlukan pergeseran paradigma dalam pembelajaran kepada hal-hal yang utama, yakni:

Tabel 2.1 Perubahan Paradigma dalam Pembelajaran

Dari Menjadi

Mengajar Indoktrinasi

Guru sebagai subjek Siswa mengumpulkan pengetahuan

Belajar

Partisipatif sebagai mediator dan fasilitator

Siswa sebagai subjek

Siswa menemukan pengetahuan dan mengembangkan kerangka berpikir

Paul Suparno dkk (2002:45-46) menyatakan langkah-langkah dalam pembelajaran konstruktivis ada 3, yaitu: persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.


(41)

1. Tahap persiapan (sebelum guru mengajar) • Mempersiapkan bahan yang akan diajarkan;

• Mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan digunakan; • Mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa

aktif belajar;

• Mempelajarai keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa; serta

• Mempelajari pengetahuan awal siswa.

2. Tahap pelaksanaan (selama proses pembelajaran) • Mengajak siswa aktif belajar;

• Siswa dibiarkan bertanya;

• Menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga siswa merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka;

• Mengikuti pikiran dan gagasan siswa;

• Menggunakan variasi metode pembelajaran seperti studi kelompok, studi di luar kelas, di luar kelas;

• Kunjungan ke tempat pengembangan studi seperti laboratorium; • Mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas;

• Menerima jawaban alternatif dari siswa;

• Kesalahan konsep siswa ditunjukkan dengan arif;

• Menyediakan data anomali untuk menantang siswa berpikir; • Siswa diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya;


(42)

• Siswa diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dengan caranya sendiri dalam belajar dan menemukan sesuatu;

3. Tahap evaluasi (sesudah proses pembelajaran)

• Guru memberi pekerjaan rumah,mengumpulkannya dan mengoreksinya;

• Memberikan tugas lain untuk pendalaman;

• Memberi tes yang membuat siswa berpikir, bukan hafalan.

5. Aktivitas Belajar Siswa

Di dalam belajar diperlukan aktivitas sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, sehingga melakukan kegiatan. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas, karena aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar.

Suatu pernyataan Confucius yang populer, yaitu: What I hear, I forgot; what I see, I remember; and what I do, I understand. “Apa yang hanya didengar akan lupa, apa yang dilihat akan ingat, dan apa yang dilakukan akan paham” (Syafaruddin dan Irwan Nasution, 2005 : 212). Jika anak belajar hanya dengan mendengarkan apa yang diceramahkan guru, maka akan banyak yang dilupakan anak informasi yang disampaikan oleh guru. Sedangkan kalau anak belajar dengan melihat apa yang dipelajarinya, maka anak akan mengingatnya. Demikian pula jika anak belajar dengan melakukan pekerjaan / tugas, maka anak akan memahaminya.


(43)

Agar siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran diperlukan adanya proses pembiasaan. Untuk memacu agar siswa aktif dan terlibat dalam pembelajaran yang bermakna, perlu diidentifikasi beberapa kecakapan dasar penunjang yang harus menjadi kemampuan yang melekat dalam diri siswa. (Paul Suparno dkk, 2002:42-43) menyebutkan beberapa kemampuan dasar tersebut antara lain:

a. Kemampuan bertanya. Kemampuan ini tidak lain adalah kemampuan siswa untuk mempersoalkan (problem posing). Dimulai dengan persoalan dalam wujud pertanyaan, maka dalam diri siswa terdapat keinginan untuk mengetahui melalui proses belajarnya;

b. Kemampuan pemecahan masalah (problem solving). Permasalahan yang muncul di dalam pembelajaran harus diselesaikan (dicari jawabannya) oleh siswa selama proses belajarnya. Tidak cukup kalau siswa mahir mempersoalkan sesuatu tetapi miskin dalam pencarian pemecahannya. Pemecahan masalah sendiri dapat dilakukan secara mandiri (self-independence learning) maupun secara kelompok (group learning);

c. Kemampuan berkomunikasi. Dalam konteks pemahaman, kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal merupakan sarana agar terjadi pemahaman yang benar (yang baik dan punya kadar keilmuan), dari proses hasil berpikir dan berbuat, terhadap gagasan siswa yang ditemukan dan ingin dikembangkan.


(44)

Montessori (Sardiman, 1996:95) menegaskan bahwa anak-anak itu memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Pernyataan ini memberi petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.

Rousseau (Sardiman, 1996 : 96) menjelaskan bahwa pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi.

Paul B. Diendrich (Sardiman, 1996 : 100) menggolongkan aktivitas belajar sebagai berikut:

a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. b. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

c. Listening activities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian , percakapan, diskusi, musik, pidato.

d. Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.


(45)

e. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi,bermain.

g. Mental activities, sebagai contoh: mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan.

h. Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Dengan klasifikasi aktivitas seperti yang diuraikan di atas menunjukkan beragamnya aktivitas belajar di sekolah. Aktivitas tersebut harus dapat menciptakan suatu kondisi belajar yang menyenangkan, sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar yang dicapai siswa.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan aktivitas belajar siswa adalah kegiatan yang dilakukan siswa dalam belajar meliputi: aktivitas memperhatikan, bertanya, mendengarkan, mencatat, mengerjakan soal dan mempelajari materi pelajaran.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian dari Sri Suwarni (2004) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Pada Siswa SMP Negeri Kecamatan Jatiyoso”. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang signifikan antara siswa yang mengikuti


(46)

pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme dengan siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional. Prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional.

Penelitian tindakan kelas dari Suradi (2005) yang berjudul “Manajemen Pembelajaran Konstruktivis Sebagai Upaya Peningkatan Motivasi, Aktivitas, dan Prestasi belajar Matematika Siswa kelas II SMPN 2 Pleret Bantul”. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pembelajaran dengan pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar siswa.

Persamaan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan adalah penggunaan pendekatan pembelajaran konstruktivisme. Perbedaan yang dilakukan penelitian ini adalah pada penelitian pertama ditinjau dari motivasi belajar, sedangkan pada penelitian kedua merupakan penelitian tindakan kelas.

C. Kerangka Berpikir

Prestasi belajar siswa merupakan bukti keberhasilan siswa yang telah dicapai sesuai dengan tujuan pembelajaran. Prestasi belajar tinggi menggambarkan bahwa siswa mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan prestasi belajar rendah menggambarkan bahwa siswa belum dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Prestasi belajar siswa dapat disebabkan


(47)

beberapa faktor, diantaranya adalah penerapan pendekatan pembelajaran dan aktivitas belajar siswa.

Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme membantu siswa untuk membangun konsep-konsep / prinsip-prinsip dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisai sehingga konsep / prinsip itu terbangun kembali, transformasi yang diperoleh menjadi konsep / prinsip baru. Dengan demikian pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme adalah membangun pengetahuan, sebab siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, sehingga siswa akan lebih dapat mengingat dan memahami konsep atau prinsip dengan baik dan mampu mengaplikasikan dalam situasi lain.

Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme yang dilakukan guru membuat siswa tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran matematika sehingga diharapkan pembelajaran dengan pendekatan konstrutivisme prestasi belajar siswa lebih baik daripada pembelajaran denganpendekatan konvensional.

Aktivitas belajar siswa adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa disaat belajar. Aktivitas belajar siswa dapat dikategorikan sebagai aktivitas belajar tinggi, aktivitas belajar sedang dan aktivitas belajar rendah. Kurangnya aktivitas belajar siswa menyebabkan siswa tersebut menjadi pasif, bosan, kurang konsentrasi dan merasa materi pelajaran sulit. Sebaliknya, siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi dapat menumbuhkan semangat dan merasa


(48)

senang untuk belajar. Sehingga dalam proses pembelajaran, guru perlu memotivasi siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

Siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi akan lebih mudah menerima dan menguasai konsep/prinsip materi pelajaran daripada siswa yang mempunyai aktivitas belajar yang rendah. Oleh karena itu, prestasi belajar siswa yang mempunyai aktivitas tinggi diduga lebih baik daripada siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah.

Pendekatan pembelajaran dan aktivitas belajar siswa merupakan faktor penting yang harus diperhatikan guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme sangat menuntut aktivitas belajar siswa dalam memahami konsep yang diberikan guru. Dengan demikian dapat diharapkan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dan aktivitas belajar tinggi memperoleh prestasi belajar yang lebih baik.

Dari pemikiran di atas dapat digambarkan kerangka berpikir penelitian dengan desain korelasinya sebagai berikut:

Pembelajaran:

- pembelajaran konstruktivisme - pembelajaran konvensional

Aktivitas Belajar Siswa


(49)

D. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan konstruktivisme lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan pendekatan cara konvensional.

2. Prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar yang sedang, prestasi belajar matematika siswa dengan aktivitas belajar yang sedang lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan aktivitas belajar yang rendah.

3. Perbedaan prestasi belajar matematika siswa antara siswa yang diberikan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan pendekatan pembelajaran konvensional konsisten untuk tiap-tiap aktivitas belajar siswa, dan perbedaan prestasi belajar matematika siswa antara siswa dengan aktivitas belajar yang tinggi, aktivitas belajar siswa yang sedang dan aktivitas belajar siswa yang rendah konsisten untuk tiap-tiap pendekatan pembelajaran.


(50)

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP dalam wilayah Kotamadya Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada semester 1 Tahun Pelajaran 2008/2009.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu (Quasi Exsperimental Research) yang melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok sama dalam semua segi dan hanya berbeda dalam perlakuan pembelajaran. Pada kelompok eksperimen, pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah pendekatan konstruktivisme. Untuk kelompok kontrol menggunakan pembelajaran yang secara konvensional.

Selanjutnya, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol diukur dengan alat ukur yang sama. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai data eksperimen, kemudian data yang diperoleh diolah dan hasilnya dibandingkan dengan tabel uji statistiknya.


(51)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX dari SMP se- Kotamadya Surakarta.

2. Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto (1993;104) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.

Pada penelitian ini sampel yang mewakili seluruh siswa kelas IX SMP di Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2008/2009 adalah SMP Negeri 19 Surakarta, SMP Widya Wacana 1 Surakarta dan SMP Negeri 17 Surakarta.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah stratified random sampling dan cluster random sampling. Berdasarkan peringkat sekolah yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok atas, kelompok menengah dan kelompok bawah. Secara random diambil satu sekolah dari tiap-tiap kelompok, dan secara random diambil dua kelas dari masing-masing sekolah terpilih, satu kelas ditetapkan sebagai kelas kontrol dan satu kelas sebagai kelas eksperimen.

Sampel penelitian ini, dari kelompok atas terpilih SMP Negeri 19 Surakarta, dari kelompok menengah terpilih SMP Widya Wacana 1 Surakarta, dan dari kelompok bawah terpilih SMP Negeri 17 Surakarta.


(52)

D. Definisi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

a. Pendekatan Pembelajaran

1) Pendekatan pembelajaran adalah prosedur dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Indikator: pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme pada kelas eksperimen, pembelajaran dengan konvensional pada kelas kontrol.

3) Skala pengukuran: Skala nominal 4) Simbol: X1

b. Aktivitas belajar

1) Aktivitas belajar siswa adalah segala kegiatan fisik maupun mental dari diri seseorang dalam rangka mendapatkan pengetahuan agar tujuan belajarnya tercapai.

2) Indikator: skor angket aktivitas belajar siswa

3) Skala pengukuran: Skala interval diubah ke dalam skala ordinal yang terdiri dari 3 kategori, yaitu: skor angket < X

-2 1

S dikategorikan aktivitas rendah, X

-2 1

S ≤ skor angket ≤ X+

2 1

S dikategorikan aktivitas rendah, dan skor angket ≥ X+

2 1

S dikategorikan aktivitas tinggi.


(53)

2. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah tes prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan / materi kelas IX semester 1 yang diperoleh dari tes yang diberikan pada akhir penelitian.

1) Prestasi belajar matematika adalah nilai hasil tes matematika pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung kelas IX semester 1. 2) Indikator: Skor prestasi belajar matematika

3) Skala pengukuran: Skala interval 4) Simbol: Y

E. Teknik Pengambilan Data

1. Metode Dokumentasi

Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan nilai ulangan akhir semester genap mata pelajaran matematika kelas VIII SMP tahun pelajaran 2007/2008. Data yang diperoleh digunakan untuk menguji keseimbangan.

2. Metode Tes

Tes adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan data, berupa suatu butir-butir soal. Tes yang berisi perolehan prestasi belajar matematika tersebut digunakan untuk mengambil data prestasi mata pelajaran matematika. Tes yang digunakan berbentuk obyektif tes, untuk setiap soal ada 4 pilihan jawaban dan hanya ada satu jawaban yang benar.


(54)

3. Metode Angket

Metode angket digunakan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas belajar siswa, berupa instrumen angket.

F. Instrumen

Instrumen dalam penelitian berupa tes untuk memperoleh data tentang prestasi belajar matematika dan angket aktivitas belajar siswa yang dirancang berdasarkan kisi-kisi. Instrumen tersebut layak atau tidak dipakai sebagai alat pengumpul data dan perlu tidaknya dilakukan revisi-revisi instrumen tersebut dengan menganalisa tingkat kesukaran, daya beda, validitas dan reliabilitasnya.

1. Analisis instrumen tes. a. Reliabilitas instrumen tes

Reliabilitas instrumen menunjuk pada keajegan dalam mengukur apa yang hendak diukur, untuk pemeriksaan realibilitas butir-butir soal diri siswa, maka rumus yang digunakan rumus KR-20 sebagai berikut:

r11= (1 ) )

1

( t2

i i s

q p n

n Σ

− − Keterangan:

r11 = indeks reliabilitas instumen n = banyak butir instrumen

2 t


(55)

i

p = proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar pada butir ke-i

i

q = 1-pi , i = 1, 2, ..., n (Budiyono, 2003:69)

Dalam penelitian ini, tes disebut reliabel apabila r11≥0,70. b. Validitas instrumen tes

Uji validitas yang dilakukan pada metode tes ini adalah uji validitas isi. Langkah-langkah dalam melakukan validitas isi dikemukakan Crocker dan Algina (Budiyono, 2003 : 60) sebagai berikut:

1) Mendefinisikan domain kerja yang akan diukur (pada tes prestasi dapat berupa serangkaian tujuan pembelajaran atau pokok-pokok bahasan yang diwujudkan dalam kisi-kisi),

2) Membentuk sebuah panel yang ahli (qualified) dalam domain-domain tersebut,

3) Menyediakan kerangka terstruktur untuk proses pencocokan butir-butir soal dengan domain performans yang terkait, dan

4) Mengumpulkan data dan menyimpulkan berdasar data yang diperoleh dari proses pencocokan pada langkah (3).

Dalam penelitian ini, butir soal dikatakan valid jika sudah dilakukan penilaian oleh validator.

c. Rumus untuk menentukan tingkat kesukaran

P = JS


(56)

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS= jumlah siswa yang mengikuti tes

(Suharsimi Arikunto, 1998:212)

Dalam penelitian ini, butir soal dianggap baik jika 0,30 P 0,70. ≤ ≤ d. Rumus untuk menentukan daya pembeda

rXY =

) ) ( )( ) ( ( ) )( ( 2 2 2 2 Y Y n X X n Y X XY n Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ dengan

rXY = indeks daya pembeda X = skor untuk butir ke-i Y = skor total

n = banyaknya subjek (Budiyono, 2003:65)

Dalam penelitian ini, butir soal mempunyai daya pembeda yang baik jika rXY ≥ 0,3.

2. Analisis instrumen angket a.Reliabilitas instrumen angket

Reliabilitas instrumen menunjuk pada keajegan dalam mengukur apa yang hendak diukur, untuk pemeriksaan realibilitas butir-butir soal diri siswa, maka rumus yang digunakan rumus Alpha sebagai berikut:


(57)

⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ Σ − − = 2 2 11 1 1 x j s s k k r Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas

k = banyaknya belahan

2 j

s = varians skor belahan ke-i, i= 1, 2, ...,k

= varians skor total 2

x s

(Saifuddin Azwar, 2008 : 78).

Dalam penelitian ini, angket disebut reliabel jika α ≥0,70. b. Validitas instrumen angket

Uji validitas yang dilakukan pada metode angket ini adalah uji validitas isi. Untuk menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi yang tinggi, yang biasanya dilakukan adalah melalui experts judgment (Budiyono, 2003 : 59). Jadi dalam penelitian ini, penilaian dilakukan oleh para pakar.

c. Konsistensi internal

Konsistensi internal untuk menunjukkan adanya korelasi positif antara skor masing-masing butir angket tersebut. Butir angket harus mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Untuk menghitung konsistensi internal, rumus yang digunakan adalah rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson berikut.

rXY =

) ) ( )( ) ( ( ) )( ( 2 2 2 2 Y Y n X X n Y X XY n Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ


(58)

dengan

rXY = indeks konsistensi internal X = skor untuk butir ke-i Y = skor total

n = banyaknya subjek (Budiyono, 2003:65)

Dalam penelitian ini, butir angket disebut mempunyai indeks konsistensi internal yang baik jika rXY ≥ 0,3.

G. Desain Penelitian

Desain penelitian menggunakan teknik analisis varians (ANAVA), yaitu suatu rancangan penelitian yang digunakan meneliti pengaruh dari perlakuan pembelajaran yang berbeda dari dua kelompok dihubungkan dengan aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran matematika. Tabel berikut merupakan kerangka rancangan penelitian:

Tabel 3.1 Kerangka Rancangan Penelitian

Aktivitas Belajar Siswa (B)

Faktor Pendekatan Pembelajaran (A) Tinggi (b1) Sedang (b ) 2 Rendah (b3) Konstruktivisme (a1) AB11 AB12 AB13 Konvensional (a ) 2 AB21 AB22 AB23


(59)

Keterangan:

A = Pendekatan Pembelajaran B = Aktivitas belajar siswa

A1 = Pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme A2 = Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional B1 = Aktivitas belajar tinggi

B 2 = Aktivitas belajar sedang B 3 = Aktivitas belajar rendah

AB11 = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme dengan aktivitas belajar tinggi

AB12 = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme dengan aktivitas belajar sedang

AB13 = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivisme dengan aktivitas belajar rendah

AB = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvesional dengan aktivitas belajar tinggi


(60)

AB = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvesional dengan aktivitas belajar sedang

22

AB = Hasil tes prestasi belajar siswa yang menggunakan dengan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvesional dengan aktivitas belajar rendah

23

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah ANAVA dua jalur dengan taraf signifikan α =0,05. Teknik ini digunakan karena memberi keuntungan sesuai karakteristik variabel yang diteliti dalam penelitian. pertama dengan menggunakan ANAVA dua jalur ini peneliti dapat memanipulasi dua variabel bebas secara serempak.

1. Uji Keseimbangan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok dalam keadaan seimbang atau tidak sebelum mendapat perlakuan. Statistik uji yang digunakan adalah uji-t.

1. Hipotesis

2 1 0 :µ =µ

Η (kedua kelompok berasal dari dua populasi yang

berkemampuan awal sama)

2 1 1:µ ≠ µ

Η (kedua kelompok tidak berasal dari dua populasi yang

berkemampuan awal sama) 2. Taraf signifikansi: α =0,05


(61)

3. Statistik uji t = 2 1 2 1 1 1 ) ( n n s X X p + −

~ t(n1+n2 −2)

2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2 − + − + − = n n s n s n sp dengan:

X1 = mean dari sampel kelompok eksperimen X = mean dari sampel kelompok kontrol 2 n1 = ukuran sampel kelompok eksperimen n = ukuran sampel kelompok kontrol 2 s = variansi gabungan 2p

4. Daerah kritik DK={t l t < -t

2 ; 2n1+n2−

α atau t > t

2 ; 2 n1+n2−

α }

5. Keputusan uji

0

Η ditolak jika t∈DK (Budiyono, 2004 : 151).

2. Uji Prasyarat

1. Uji Normalitas

Dalam hal ini teknik yang digunakan adalah Uji Lilleifors dengan rumus sebagai berikut:


(62)

1) Hipotesis

H : sampel berasal dari populasi normal 0 H1: sampel tidak berasal dari populasi normal 2) Statistik uji

L = Max F(zi)−S(zi)

Dengan:

F(Zi)=P(Z≤ zi) ; Z ~ N(0,1)

zi = skor terstandar untuk zi= s

X

X )

( −

s = Deviasi standar

S(zi)= proporsi banyak z≤ ziterhadap seluruh zi 3) Daerah Kritik

05 , 0

= α

DK = {LlL > Lα;n}; n adalah ukuran sampel 4) Keputusan uji

H ditolak bila L > L0 α;n (Budiyono, 2004 : 171) 2. Uji Homogenitas

Pengujian terhadap homogenitas data menggunakan uji Barlett dengan rumus sebagai berikut:

1) Hipotesis

H012 =σ22 =...=σk2 (variansi homogen) k = 2, untuk pendekatan pembelajaran


(63)

k = 3, untuk aktivitas belajar siswa H1: tidak semua variansi sama 2) Derajat signifikansi

05 , 0

= α

3) Statistik Uji

) log log ( 303 , 2 2 2 j j S f RKG f

c −Σ

= χ dengan: 2 ) 1 ( ; 2

α k

χ

k = banyaknya sampel pada populasi f = derajad kebebasan untuk RKG = N - k

f = n - 1 = derajad kebebasan untuk s ; j = 1, 2, ..., k j j 2 j

N = banyaknya seluruh nilai (ukuran) n = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j j

c = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − Σ − + f f k j 1 1 ) 1 ( 3 1 1 ; RKG = j j f SS Σ Σ ; j j j j n X X SS 2 2 −(Σ ) Σ

=

4) Daerah Kritik

DK =

{

2;( 1)

}

2

2

≥χα k χ


(64)

5) Keputusan Uji

Jika H0 ditolak, berarti paling sedikit satu tanda sama dengan untuk varians itu tidak berlaku (tidak homogen).

Bila H tidak ditolak, berarti varians itu homogen. 0

(Budiyono, 2004 : 175-178).

3. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis varian (ANAVA) pada taraf signifikansi α =0,05. Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

ijk ij j

i ijk

X =µ+α +β +(αβ) +ε

ijk

X = data amatan ke-k baris ke-i dan kolom ke-j µ = rerata besar dari seluruh amatan (pada populasi)

i

α = efek faktor A baris ke-i terhadap Xijk (variabel terikat)

j

β = efek faktor B kolom ke-j terhadap Xijk (variabel terikat)

( )

αβ ij= interaksi baris ke-i dan kolom ke-j terhadap Xijk

ijk

ε = kesalahan eksperimental yang berdistribusi normal

i = 1,2 (1 =pendekatan konstruktivisme; 2 =pendekatan konvensional)

j = 1, 2, 3 (1 = aktivitas belajar tinggi; 2 = aktivitas belajar sedang; 3 = aktivitas belajar rendah)

a. Hipotesis


(65)

H1A:αi ≠0 paling sedikit satu harga i (ada perbedaan efek faktor A)

2) H0B:βj =0 untuk semua j (tidak ada efek faktor B), j = 1, 2, 3 H1B:βj ≠0 paling sedikit satu harga j (ada perbedaan efek faktor

B)

3) H0AB:αβij=0 untuk semua pasang ij (tidak ada interaksi antara faktor A dan faktor B)

H1AB:αβij ≠0 untuk paling sedikit satu pasang ij (ada interaksi faktor A dan faktor B)

b. Derajat signifikansi α =0,05

c. Komputasi

1) Komponen jumlah kuadrat

Ada lima komponen jumlah kuadrat yang dirumuskan sebagai berikut:

(1) = pq G2

(2) =

ij

ij SS

(3) =

i

i q A2

(4) =

j

j p B2

(5) =

ij

ij pq AB)2 (


(66)

dengan :

ij

AB = rataan pada sel ij

= jumlah rataan pada baris ke-i = jumlah rataan pada kolom ke-j = jumlah rataan pada semua sel N =

Jumlah kuadrat

JKA = i A j B G

= jumlah cacah semua sel j i ij n , h n [(3)-(1)] JKB = nh[(4)-(1)]

JKAB = nh[(5)-(4)-(3)+(1)]

JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG dengan:

JKG =

SS ij

ij

h n =

j i, nij

1 = rerata harmonik cacah semua sel

= pq ij SS

k ij k ijk ijk n

X2 = jumlah kuadrat deviasi pada sel AB

2) Derajat kebebasan dkA = p - 1

(q – 1) X )2 (

ij

dkB = q – 1 dkAB = (p – 1)


(67)

dkG =

(nij − = − j i pq N , ) 1

3) Rerata kuadrat

) 1 ( − = p JKA

RKA ;

) 1 ( − = q JKB

RKB ;

)

q ;

(N p

JKG RKG − = ) 1 )(

1 q

( −

= p

JKAB RKAB

d. Statistik Uji

F RKG RKA a= F RKG RKB b= F RKG RKAB ab=

5) Daeah Kritik

, daerah kritiknya sebagai berikut: tuk F adalah DK = {F F > F }

F > F }

d kut ini:

Untuk masing-masing nilai F di atas

1. Daerah kritik un a al a α;p1,Npq

2. Daerah kritik untuk F adalah DK = { Fb bl F > Fb α;q1,Npq}

3. Daerah Kritik untuk F adalah DK = { Fab abl ab α;(p1)(q1),Npq

6) Rangkuman analisis

Hasil-hasil komputasi isajikan dalam bentuk tabel rangkuman analisis variansi beri


(68)

Tabel 3.2 Rangkuman Analisis Variansi

Sumber Variasi JK dk RK Fobs Fα

Baris (A) JKA p-1 RKA Fa Ftabel

Baris (B) JKB q-1 KB R Fb Ftabel

Interaksi (AB) JKAB (p-1) (q-1) RKAB Fab Ftabel

Galat JKG N - pq RKG - -

Total JKT N - 1 - - -

(Budiyono, 2004 207 -213)

4. Uji Komparasi Ganda dengan metode Scheffe

mengetahui perbedaan rataan

muskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut :

Metode Scheffe digunakan sebagai tindak lanjut dari analisis variansi dua jalan kalau terdapat interaksi. Untuk

setiap pasangan baris, setiap pasangan kolom dan pasangan sel diadakan uji komparasi ganda dengan menggunakan metode Scheffe. Langkah-langkah dalam menggunakan metode Scheffe adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rataan 2. Meru

3. Menentukan tingkat signifikasi α (pada umumnya α dipilih sama

s tidak perlu, karena hanya ada dengan pada uji analisis variansinya)

4. Mencari harga statistik uji F dengan rumus sebagai berikut: 1) untuk komparasi rataan antar bari


(69)

2) untuk komparasi rataan antar kolom: ⎟ ⎟ ⎞ ⎜ ⎜ ⎛ +

RKG 1 1

⎠ ⎝ − j i j i n n. . .

.

3) untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama: −

= X i X j

F 2 . . ) ( ⎟ ⎟ ⎞ ⎜ ⎜ ⎛ +

RKG 1 1

⎠ ⎝ − = − kj ij kj ij kj ij n n X X

F ( )

2

4) untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama:

⎟ ⎟ ⎞ ⎜ ⎜ ⎛ +

RKG 1 1

⎠ ⎝ − = − ik ij ik ij ik ij n n X X

F ( )

2

5. Menentukan daerah kritik (DK)

• DK =

{

(F.i.j)F.i.j >(q−1)Fα;(q1);Npq

}

{

• DK = (Fijkj)Fijkj >(pq−1)Fα;(pq1);Npq

}

• DK =

{

(Fijik)Fijik >(pq−1)Fα;(pq1);Npq

}

6. Menentukan keputusan uji untuk setiap pasangan komparasi rataan 7. Menyusun rangkuman analisis variansi (komparasi ganda)

) (Budiyono, 2004 : 214-215


(70)

A. Analisis Instrumen

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan instrument tes dan angket untuk memperoleh data informasi yang tepat dan akurat. Sebelum pengumpulan data dilakukan, instrument tes dan angket diujicobakan terlebih dahulu kemudian hasil uji coba dianalisis.

Instrumen tes dan angket pada penelitian telah diujicobakan pada kelas IX SMP Muhammadiyah 1 Surakarta yang telah menerima materi pembelajaran dengan standar kompetensi yang sama. Adapun hasil uji instrument tersebut diperolehdata sebagai berikut.

1. Instrumen tes prestasi belajar matematika.

Validasi butir soal tes prestasi dilakukan oleh Konsultan MGMP Matematika adalah Hj. Endang Mangularsih, S.Pd, M.M, M.Pd dan guru matematika yang senior serta mempunyai pengalaman mengajar matematika SMP adalah Sunoko, S.Pd. Hasil validasi dapat dilihat pada Lampiran 5.

Reliabilitas instrumen tes dihitung dengan rumus KR-20, diperoleh r11= 0,8145. Berarti instrumen tes prestasi belajar matematika yang digunakan dalam penelitian mempunyai reliabilitas yang tinggi. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7.


(71)

Tingkat kesukaran yang baik pada interval 0,30 ≤ P ≤ 0,70. Dari hasil perhitungan ada 4 butir soal yang harus dibuang karena tidak memenuhi, yaitu: butir soal no. 1, 3, 10, dan 16 (lihat Lampiran 6).

Daya pembeda butir soal dihitung dengan menggunakan rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson. Dari hasil perhitungan ada 4 butir soal yang dibuang karena r < 0,3, yaitu butir soal no. 1, 3, 16, dan 28 (lihat Lampiran 6).

xy

Hasil analisis mengenai validitas isi, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda ada 25 butir soal yang dipakai untuk mengumpulkan data dalam penelitian, yaitu butir soal no. 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, dan 30(lihat Lampiran 6). 2. Instrumen angket aktivitas belajar siswa.

Validitas butir pertanyaan angket aktivitas belajar siswa dilakukan oleh Instruktur MGMP BP/BK adalah Drs. Joko Slameto, M.Pd dan guru BP/BK yang senior serta mempunyai pengalaman mengajar di bidang BP/BK adalah Iswita Mulyahati, S.Pd. Hasil validasi dapat dilihat pada Lampiran 8.

Reliabilitas angket aktivitas belajar siswa dihitung dengan menggunakan rumus Alpha, didapat r11= 0,8953. Berarti instrumen angket aktivitas belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai reliabelitas yang tinggi (lihat Lampiran 10).

Konsistensi internal butir pertanyaan angket dihitung dengan rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson. Dari 40 butir pertanyaan


(72)

yang diujicobakan, semua butir pertanyaan dapat dipakai karena mempunyai indeks konsistensi internal > 0,3 (lihat Lampiran 9)

Hasil analisis mengenai validitas, reliabilitas dan konsistensi internal maka 40 butir pertanyaan dipakai dalam penelitian.

B. Deskripsi Data

Data prestasi belajar matematika diperoleh dalam bentuk butir soal pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban yang telah diujicobakan terlebih dahulu pada siswa SMP kelas IX.

Data hasil pembelajaran matematika dikategorikan pembelajaran konstruktivisme (kelompok eksperimen) dan pembelajaran konvensional (kelompok kontrol). Deskripsi data prestasi belajar siswa untuk masing-masing kelompok pembelajaran dirangkum dalam tabel berikut.

Tabel 4.1 Prestasi Belajar Matematika Siswa

Pembelajaran n Mean Median Modus St Dev Min Maks Konstruktivisme 103 70,41 69,21 69 13,29 40 96 Konvensional 105 59,73 59,12 58,77 13,34 28 96

Data aktivitas belajar siswa pada penelitian ini diperoleh dari angket yang dibagikan kepada siswa. Data angket aktivitas belajar siswa dikelompokan menjadi 3 kategori, yaitu: aktivitas belajar siswa tinggi, aktivitas belajar siswa sedang, aktivitas belajar siswa rendah. Dari data skor angket, jika mendapat skor kurang dari 113,67 maka siswa mempunyai


(1)

) 01667 , 0 01562 , 0 )( 4875 , 97 ( ) 43333 , 52 62500 , 76 ( 2 3 . 1 . + − = − F 91520 , 185 14787 , 3 23690 , 585 = = ) 01667 , 0 01190 , 0 )( 4875 , 97 ( ) 43333 , 52 19048 , 65 ( 2 3 .. 2 . + − = − F 43161 , 58 78522 , 2 74488 , 162 = =

5. Daerah Kritik DK = {F / F > 6} F.1−2= 48,73465∈DK F.13= 185,91520∈DK F.23= 58,43161∈DK 6. Keputusan Uji

F.1..2= 48,73465∈DK, sehingga H0 ditolak F.1..3= 185,91520∈DK, sehingga H0 ditolak F.2−.3= 58,43161∈DK, sehingga H0 ditolak 7. Kesimpulan

a. Ada perbedaan prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang mempunyai aktivitas belajar tinggi dengan kelompok siswa yang mempunyai aktivitas belajar sedang.


(2)

mempunyai aktivitas belajar tinggi dengan kelompok siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah.

c. Ada perbedaan prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang mempunyai aktivitas belajar sedang dengan kelompok siswa yang mempunyai aktivitas belajar rendah.


(3)

Lampiran 18

Penghitungan Median dan Modus Data Prestasi Belajar A. Kelompok Eksperimen

Interval Data Frekuensi

38 – 46 4

47 – 55 10

56 – 64 21

65 – 73 26

74 – 82 21

83 – 91 15

92 – 100 6

Nilai minimum = 40 Nilai maksimum = 96

Median c

f f n T

k b

− +

= 2

21 , 69

71 , 5 5 , 64

26 5 , 148 5 , 64

9 26

35 2 103 5 , 64

= + =

+ =

− + =

Modus Tb c

2 1

1

δ δ

δ + + =


(4)

69

5 , 4 5 , 64

10 45 5 , 64

5 5

= + =

+ =

+

B. Kelompok Kontrol

Interval Data Frekuensi

22 – 30 2

31 – 39 4

38 – 46 8

47 – 55 24

56 – 64 36

65 – 73 15

74 – 82 12

83 – 91 2

92 – 100 2

Nilai minimum = 28 Nilai maksimum = 96

Median c

f f n T

k b

− +


(5)

12 , 59

62 , 3 5 , 55

36 5 , 130 5 , 55

9 36

38 2 105 5 , 55

= + =

+ =

− + =

Modus Tb c

2 1

1

δ δ

δ + + =

77 , 58

27 , 3 5 , 55

33 108 5 , 55

9 21 12

12 5

, 55

= + =

+ =

+ + =


(6)

Perhitungan Kategori Aktivitas Belajar Siswa X

Σ = 24685 2

X

Σ = 2950311 X = 118,6779 n = 208

) 1 (

)

( 2

2 2

− Σ − Σ =

n n

X X

n S

2291 , 100

43056 4315463

) 207 )( 208 (

609349225 613664688

) 1 208 )( 208 (

) 24685 ( ) 2950311 )(

208

( 2

= =

− =

− − =

S = 10,01145

Skor angket < X - 2 1

S = 113,67 dikategorikan aktivitas rendah

X - 2 1

S =113,67≤Skor angket≤ X + 2 1

S=123,68 dikategorikan aktivitas sedang

Skor angket > X + 2 1


Dokumen yang terkait

Upaya meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa melalui pendekatan konstruktivisme

1 11 152

EFEKTIVITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN PADA MATERI ARITMETIKA SOSIAL SISWA SMP

1 4 114

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS SISWA SMP NEGERI KOTA SURAKARTA

0 4 189

EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK

0 15 180

UPAYA PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA SMP DENGAN PENGUATAN KEMAMPUAN DASAR Upaya Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Pada Siswa Smp Dengan Penguatan Kemampuan Dasar Melalui Pendekatan Konstruktivisme ( Ptk Pembelajaran Matematik

0 0 14

PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA.

0 6 14

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG MATERI PENGUKURAN SUDUT.

0 1 31

EFEKTIVITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN OPEN- ENDED TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA PADA MATERI TRIGONOMETRI DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA.

0 0 8

EFEKTIVITAS PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP PAD SISWA SMP KELAS VIII.

11 24 360

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS KECERDASAN MAJEMUK DITINJAU DARI KEYAKINAN SISWA TERHADAP MATEMATIKA DAN P RESTASI BELAJAR SISWA SMP KELAS VII.

1 4 396