Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengelolaan KKG dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di Gugus Ahmad Yani Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942014701 BAB II

(1)

BAB

II

LANDASAN TEORI

A.

Pengertian Kelompok Kerja Guru (KKG)

1. Pengertian KKG

Di dalam SK Dirjen Dikdasmen Depdikbud nomor 079/C/Kep/I/93 tanggal 7 April 1993 dijelaskan bahwa Kelompok kerja guru (KKG) adalah salah satu wadah pembinaan profesional bagi para guru yang tergabung dalam organisasi gugus sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Gugus sekolah adalah sekelompok atau gabungan dari 3-8 sekolah dasar yang memiliki tujuan dan semangat maju bersama dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui penerapan sistem pembinaan profesional.

KKG (Kelompok Kerja Guru) merupakan wadah atau forum kegiatan profesional bagi para guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah di tingkat gugus atau kecamatan yang terdiri dari beberapa guru dari beberapa sekolah (Depdiknas,2004).

Sistem pembinaan profesional diberikan pada guru dengan penekanan pada bantuan pelayanan profesi berdasarkan kebutuhan guru-guru di lapangan melalui wadah pembinaan pembinaan profesional. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru sekolah dasar dalam meningkatkan mutu proses dan hasil belajar dengan mendayagunakan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki sekolah, tenaga kependidikan dan masyarakat sekitar.


(2)

Abad 21 adalah abad pengetahuan yang akan berdampak pada perubahan paradigma pendidikan dan aspek-aspek kehidupan manusia. Trilling & Hood (1999: 5) menyatakan sebagai berikut:

Abad pengetahuan akan menjadi landasan utama

segala aspek kehidupan. Abad pengetahuan

merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh

perkembangan yang luar biasa dalam ilmu

pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka. Perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat. Hal yang menjadi pertimbangan adalah perubahann arah dan sudut pandang yang lebih luas mengenai peran utama pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan.

Reformasi Sekolah merupakan sebuah jawaban terhadap kebutuhan yang dirasakan untuk mengubah sistem pendidikan dari model sistem industri yang "teacher centered" atau berpusat pada guru dalam mendidik anak-anak, ke sistem pembelajaran yang berpusat kepada siswa/student centered, sistem pembelajan yang berbasis pada pemecahan masalah, dan sistem pembelajaran yang berbasis pada pemahaman. (Fullan & Hargreaves, 1991). Johnson (1998) menyatakan bahwa reformasi sekolah juga didasarkan pada kebutuhan untuk mengubah profesi guru dari isolasi "peti telur" ke suasana yang lebih kolaboratif dan berbagi, salah satu yang akan


(3)

mendukung dan mendorong guru dalam menghadapi tuntutan adalah dengan meningkatkan profesi mereka (Johnson, 1998). Adanya perubahan paradigma pendidikan di sekolah dan pembelajaran memerlukan perubahan peran guru dalam pembelajaran dan peningkatan profesionalisme guru. Metode untuk mencapai perubahan otonomi pendidikan dan peningkatan profesionalisme guru ini adalah melalui pengembangan profesional. (Fullan & Hargeaves, 1991).

Relevansi antara perubahan paradigma pendidikan menuntut adanya perubahan dan peningkatan profesionalisme guru dinyatakan oleh Fullan 1995 (dalam Amalia 2011) yang menyatakan bahwa tuntutan pengembangan profesional dikarenakan adanya perubahan yang bersifat dinamis dan kompleks. Fullan 1995 (dalam Amalia 2011) mendifinisikan pengembangan profesional adalah "total akumulasi pembelajaran yang diperoleh dan dialami guru dalam lingkungan belajar yang menarik baik formal maupun informal dalam kondisi perubahan yang kompleks dan dinamik" .

Untuk mencapai pendidikan di era global, UNESCO menetapkan dasar-dasar yang harus dijadikan pijakan bagi semua bangsa. Dalam uraian yang bertajuk Learning Treasure Within (1996) UNESCO menetapkan The Four Pillars (empat pilar pendidikan) sebagai landasan pendidikan di era global sebagai berikut:


(4)

1) Learning to know, yaitu pembelajaran tidak hanya sekedar mempelajari materi pembelajaran tetapi yang lebih penting adalah mengenal cara memahami dan mengkomunikasikannya. 2) Learning to do, pembelajaran dengan menumbuhkan semangat kreatifitas, produktivitas, ketangguhan, menguasai kompetensi secara profesional, dan siap menghadapi situasi yang senantiasa berubah. 3) Learning to be, pembelajaran yang bertujuan pada pengembangan potensi diri yang meliputi kemandirian, kemampuan bernalar, imajinasi, keadaran estetik, disiplin, dan tanggung jawab. 4) Learning to live together, pembelajaran yang bertujuan pada pemahaman hidup selaras, dan seimbang dengan mengormati nilai spiritual dan kebhinekaan.

Beberapa kebijakan yang digariskan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan mutu guru khususnya, antara lain adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-undang ini mengarahkan pada peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru. Hal ini mengingatkan akan karakteristik tertentu yang harus dimiliki guru, yang dapat mengarahkan peserta didik pada empat pilar pendidikan. Dalam kaitan ini karakter guru yang diperlukan adalah: 1) memahami profesi guru sebagai panggilan hidup sejati (genuineness). 2) selama proses pembelajaran mengupayakan positive reward, sehingga siswa mampu melakukan self-reward. 3) sikap guru tidak hanya simpatik, tetapi juga harus berempatik. 4)


(5)

menyadari bahwa sebagai guru di era global hendaknya memiliki “ability to be a learner (long life learning)” dan bukan hanya berprofesi yang ambivalen (Widayati, 2002).

Pengembangan profesionalitas dan kompetensi guru dapat dilakukan melalui kegiatan pre-service and in-service training secara bersama-sama dalam satu wadah/organisasi profesi. Dengan kata lain bahwa wadah atau organisasi ini dapat dimanfaatkan oleh masing-masing anggotanya dalam mencapai tujuan pengembangan profesionalitas guru secara bersama. Rogoff (1994) dalam Coburn dan Stein (2004) menyatakan bahwa:

In contrast to conventional views of learning as an individual of pschychological process, social-cultural theorists argue that learning as individual participate, in the social and cultural activities of their communities

Menurut Rogoff (1994), bahwa pembelajaran bagi seorang guru dapat dilaksanakan dalam komunitas kelompok atau organisasi dengan memberikan kesempatan kepada setiap guru untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan kelompok atau organisasi tersebut. Dengan adanya partisipasi dan aktivitas guru dalam kelompok tersebut diharapkan profesionalitas dan kompetensi guru dapat berkembang. Kemampuan guru tidaklah merata sehingga dengan berinteraksi bersama kelompok maka diharapkan akan membuka kerja sama di antara mereka yang bersifat komplementer saling melengkapi.

Pengembangan profesional juga dapat dilakukan melalui kerjasama pengembangan dalam kelompok


(6)

seperti yang disampaikan Glatorn (1987) dalam Aberg (2006), An encouraging development in instructional development is the wide spread interest in peer-centered options such as cooperative development. (Glathorn, 1987). Lebih lanjut Glathorn (1987) dalam Aberg (2006) menjelaskan yang dimaksud dengan cooperative professional development “A process by which small team of theacher work together, using a variety of method and structures, for their own professional growth.

Berkenaan dengan dampak yang diharapkan dengan adanya peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru, Stevenson dan Stingler (1992) dalam Danim (2000) menyatakan sebagai berikut:

Professional have longer and more specialized training greater freedom to organize their time, greater personal responsibility for directing their own work, and respect that come from uniqueness and quality of their contribution

Berdasarkan pendapat Stevenson dan Stingler seperti tersebut di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa pengembangan profesionalitas guru akan berkontribusi terhadap kualitas dan tanggung jawab guru dalam menunjang keberhasilan peningkatan mutu pendidikan. Hal ini sangat dimungkinkan karena seorang guru tersebut dapat mengikuti dan terlibat dalam kegiatan organisasi profesi seperti KKG.

Lebih lanjut Lill Langelotz (2013:377) dalam Education Inquiry menyatakan bahwa dalam sebuah kelompok, guru dapat secara kolektif mengembangkan


(7)

kemampuan profesionalitasnya tidak hanya merespon tentang pendidikan siswa saja.

The team organisation “teacher team” should create to support teachers’professional development. In other words, teachers are responsible not only for students’ education, but also for their own professional and

collective development in professional learning

communities (PLC).

Menurut Baedhowi (2010), pemerintah pun telah melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka peningkatan kualifikasi, kompetensi, dan profesionalisme bagi guru. Langkah-langkah strategis yang diambil adalah melalui Peningkatan Kualifikasi Akademik (PKA) Guru Berbasis Kelompok Kerja Guru (KKG). Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 079/C/K/I/93 menjelaskan bahwa KKG sebagai salah satu sistem pembinaan profesionalisme guru merupakan wadah pengembangan sistem pembinaan profesional guru (SPP-Guru) yang dibentuk oleh pemerintah terutama untuk meningkatkan kemampuan profesional dalam melaksanakan dan mengelola pembelajaran di Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah di tingkat gugus atau kecamatan yang terdiri dari beberapa guru dari beberapa sekolah. Sistem pembinaan profesional guru (SPP-Guru) ini menekankan bantuan pelayanan profesi berdasarkan kebutuhan guru di lapangan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Kalimantan Timur (LPMP) memberikan beberapa definisi tentang Kelompok Kerja Guru yaitu:


(8)

1) KKG adalah Suatu forum atau wadah profesional guru (kelas/mata pelajaran) yang berada pada suatu wilayah Kabupaten/ Kota/ Kecamatan/ sanggar/ gugus sekolah, yang prinsip kerjanya adalah cerminan kegiatan dari, oleh dan untuk guru dari semua sekolah.

2) KKG adalah Suatu organisasi nonstruktural yang bersifat mandiri, berasaskan kekeluargaan, dan tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan lembaga lain.

Pengertian lain yang menyangkut fungsi organisasi bahwa KKG merupakan lembaga/organisasi dimana sistem pembinaan profesional guru dilaksanakan dikelola dengan baik dan dikembangkan terus pertumbuhannya sehingga berfungsi secara efektif. KKG sebagai sebuah organisasi yang lebih menekankan pada pendekatan tujuan bahwa KKG berorientasi kepada peningkatan kualitas pengetahuan, penguasaan materi, teknik mengajar, interaksi guru dengan siswa, metode mengajar dan lain-lain yang berfokus pada kegiatan belajar mengajar (KBM) yang aktif. Menurut Julia (1998) ,dilihat dari segi manfaatnya, KKG adalah wadah pembinaan profesional yang dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan berbagai demonstrasi, atraksi dan simulasi dalam pembelajaran. Sedangkan menurut (Wahyudin, 1995) KKG merupakan wadah profesional guru yang aktif, kompak dan akrab. Di dalam wadah ini para guru dapat membahas permasalahan dari mereka dan untuk mereka. Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil suatu pemahaman bahwa Kelompok


(9)

Kerja Guru adalah sebuah forum/ organisasi atau perkumpulan guru-guru sekolah dasar yang mempunyai kegiatan pembinaan dan pengembangan serta pemberian informasi–informasi di bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas dan profesionalitas pribadi guru dalam proses belajar mengajar guna menyesuaikan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.

2. Tujuan KKG

Tujuan pembentukan KKG sesuai dengan dasar hukum diantaranya adalah: (1)Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyusunan bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana belajar, memanfaatkan sumber belajar, dan sebagainya. (2) Memberi kesempatan kepada anggota kelompok kerja atau musyawarah kerja untuk berbagi pengalaman serta saling memberikan bantuan dan umpan balik. (3) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta mengadopsi pendekatan pembaharuan dalam pembelajaran yang lebih profesional bagi peserta kelompok kerja atau musyawarah kerja. (4) Memberdayakan dan membantu anggota kelompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di sekolah (5) Mengubah budaya kerja anggota kelompok kerja atau musyawarah kerja (meningkatkan pengetahuan, kompetensi dan kinerja) dan mengembangkan profesionalisme guru melalui


(10)

kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme di tingkat KKG. (6) Meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran yang tercermin dari peningkatan hasil belajar peserta didik. (7) Meningkatkan kompetensi guru melalui kegiatan-kegiatan di tingkat KKG (Ekosusilo, 2002).

Hal ini sejalan dengan Fessler (1992) dalam Eko Susilo (2002:3), terdapat 3 komponen yang mendukung sistem Pengembangan/pertumbuhan profesional guru, yaitu (1) collaborative work, (2) professional associations, dan (3) district meeting . Selanjutnya disimpulkan bahwa jika ingin mengembangkan profesionalitas guru diperlukan wadah kerjasama yang memberikan wewenang serta tersedianya waktu untuk mengadakan pertemuan-pertemuan guna membahas permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan tugas profesional (mengajar).

Untuk mewujudkan tujuan KKG tersebut terdapat dua pola kegiatan pertemuan KKG, yaitu (1) Masing-masing guru kelas bertemu pada hari yang berbeda. Pertemuan berlangsung di PKG atau ruangan lainnya. Sedangkan guru mata pelajaran bertemu secara periodik (biasanya sebulan sekali) dalam forum KKG, yang diselenggarakan di sekolah yang disepakati bersama. (2) Untuk kegiatan KKG, beberapa atau semua kelas bertemu pada hari yang sama. Setelah pertemuan singkat dengan semua kelompok, guru-guru dibagi menjadi kelompok kelas dan melaksanakan kegiatan di ruang yang berbeda. Untuk maksud tersebut dipergunakan beberapa ruang kelas setelah


(11)

anak-anak selesai belajar. Penggunaan ruang kelas menyajikan latar belakang yang realistik untuk kegiatan yang berjalan. Seringkali guru-guru dari kelas 1 dan 2 digabung menjadi satu kelompok karena banyak guru yang merangkap kelas.

Pertemuan gugus sekolah melalui forum KKG merupakan mekanisme pendukung utama bagi para guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam KBM. Trimo (2007) berpendapat bahwa kegiatan tersebut memberikan kesempatan pada guru untuk: (1)menerima “pelatihan” lebih lanjut untuk melengkapi apa yang telah diterima dalam pelatihan di tingkat kabupaten/kecamatan, (2) membuat dan mencobakan bahan-bahan atau alat peraga dan alat bantu pengajaran yang akan dipergunakan di kelas masing-masing, (3)mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi di kelas dan menerima saran-saran dari pemandu dan guru-guru lainnya (peer teachers) .

Pada umumnya kegiatan KKG membahas masalah-masalah pembelajaran, misalnya: persiapan mengajar, termasuk membuat langkah-langkah KBM, membuat dan mengujicobakan alat bantu belajar, serta peer teaching. Kegiatan KKG bervariasi dan diupayakan melibatkan peserta secara aktif. Contoh-contoh kegiatan antara lain: mengujicobakan kegiatan baru (contohnya, percobaan IPA atau permainan bahasa), membuat dan mencobakan alat bantu mengajar, peer teaching diikuti dengan diskusi, menyaksikan tayangan video tentang guru yang sedang mengajar, mengunjungi sekolah-sekolah, mengevaluasi hasil pekerjaan siswa,


(12)

mengkaji buku teks dan mendiskusikan cara penggunaannya.

Dalam pertemuan tersebut juga harus ada kesempatan bagi para peserta untuk menyampaikan masalah-masalah yang relevan untuk didiskusikan dalam kelompok. Dalam kegiatan KKG ini peran pemandu mata pelajaran cukup penting sebagai fasilitator dan nara sumber. Mereka harus melaksanakan peran tersebut dengan sebaik-baiknya. Selain menyampaikan pengetahuan dan keterampilan, mereka sepatutnya memberikan dorongan kepada para peserta untuk mendiskusikan dan mengutarakan ide-ide yang datang dari para peserta sendiri.

Untuk menunjang kemajuan pelaksanaan KBM perlu ada orang di masing-masing KKG yang mempunyai keahlian melatih dan membantu rekan-rekan guru lainnya. Untuk hal ini, sistem guru pemandu mata pelajaran/guru inti telah dikembangkan. Pemandu Mata Pelajaran/Guru Inti adalah guru di masing-masing KKG yang telah dilatih untuk membantu rekannya, mahir dalam pengelolaan pengajaran, serta memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dapat disebarkan ke rekan-rekan guru lain di gugusnya. Penyebaran tersebut dapat berlangsung melalui kegiatan KKG/MGMP maupun kegiatan langsung di sekolah dan kelas. Biasanya dipilih guru inti untuk setiap mata pelajaran pokok, termasuk mata pelajaran yang menjad fokus PAKEM/CTL, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA dan PS. Lima orang pemandu


(13)

sebaiknya dipilih di masing-masing gugus SD/MI. Salah satu orang pemandu bertanggung jawab atas setiap mata pelajaran yang menjadi fokus program PAKEM, yaitu: Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan PS. Pada jangka panjang perlu dipertimbangkan di masing-masing gugus apakah perlu guru pemandu untuk kelas 1 dan 2. Hal ini perlu dipertimbangkan karena pola pengajaran di kelas 1 , 2 dan 3 agak berbeda dengan kelas 4, 5, dan 6.

Pemandu/guru inti dapat dipilih dari guru dengan kriteria sebagai berikut (Depdiknas, 2004): (1)Harus memiliki pengalaman mengajar minimal selama 3 tahun (2)Memiliki kemampuan dan dedikasi yang tinggi serta berhasil sebagai guru. (3)Mau dan mampu mempelajari pendekatan dan metodologi baru. (4)Mampu melatih guru lain, serta mengkomunikasikan ide-ide, dan temuan-temuan baru kepada

Guru tidak hanya ikut hadir dalam kegiatan KKG/MGMP, tetapi aktif terlibat dalam kegiatan tersebut, misalnya: mengemukakan pendapat tentang suatu masalah, mengemukakan ide pembuatan alat bantu belajar, dan aktif dalam ujicoba atau simulasi kegiatan belajar mengajar. Dia juga harus menerapkan hasil KKG di sekolahnya dan memberi umpan balik terhadap keberhasilan penerapan di sekolah. Tugas guru antara lain adalah: (1)memberi masukan untuk perencanaan kegiatan KKG (2)menghadiri kegiatan KKG (3)menyumbangkan pikiran dan pemecahan masalah yang diangkat di KKG.(4)konsisten dalam menerapkan hasil-hasil KKG/MGMP di kelas/sekolah


(14)

masing-masing. (5)memberikan umpan balik kepada guru pemandu mata pelajaran dan kepala sekolah atau pengawas TK/SD tentang penerapan hasil KKG dan penataran (Depdiknas, 2004).

Kepala sekolah idealnya aktif terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan gugus. Kepala sekolah yang sering ikutserta dan menunjukkan minat terhadap kegiatan KKG akan lebih memberi semangat kepada gurunya. Dia juga hendaknya membantu dan memonitor guru dalam penerapan hasil kegiatan KKG di kelas. Tugasnya antara lain adalah: (1)melaksanakan konsultasi dengan guru pemandu mata pelajaran mengenai pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya sebagai masukan untuk perencanaan kegiatan gugus (2)menghadiri dan ikutserta dalam kegiatan KKG (3)memonitor pelaksanaan tindak lanjut kegiatan KKG di sekolah yang dipimpinnya (4)memberikan umpan balik tentang penerapan hasil penataran guru (Depdiknas, 2004).

Pengawas dapat mengunjungi semua sekolah di satu gugus secara teratur untuk mengetahui keadaan dan kebutuhan setiap sekolah dan guru. Oleh karena itu, beliau berperan sebagai pembantu dalam penyusunan dan pelaksanaan program gugus dan memberi semangat kepada guru untuk ikutserta dalam kegiatan gugus serta menerapkan hasil kegiatan gugus di kelasnya masing-masing. Tugas pengawas antara lain adalah: (1)memonitor kegiatan masing-masing sekolah dan kelas (2)membantu para pemandu dalam perencanaan dan persiapan kegiatan KKG sesuai


(15)

kebutuhan guru (3)menghadiri dan ikutserta dalam kegiatan KKG dan KKKS (4)memonitor pelaksanaan tindak lanjut dan dampak hasil KKG dan penataran di sekolah. (5) membantu guru dalam masalah kegiatan belajar mengajar (6) memberikan umpan balik kepada guru dan kepala sekolah tentang hasil supervisi .

3. Partisipasi Guru dalam KKG

Keikutsertaan atau partisipasi guru Sekolah Dasar (SD) sangat diharapkan dalam kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) dalam rangka peningkatan kualitas keprofesionalannya. Setiap guru Sekolah Dasar yang telah melibatkan diri dalam kegiatan KKG, diharapkan permasalahan proses belajar mengajar dapat dicapai secara optimal dan dengan demikian peningkatan mutu pendidikan dasar akan dapat terwujud. Sebab pada hakikatnya Kelompok Kerja Guru (KKG) merupakan salah satu bagian dari sistem pembinaan profesional dan sekaligus dibina oleh Departemen Pendidikan Nasional .

Sudiyanto (2008) berpendapat bahwa Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai salah satu pembinaan profesional guru Sekolah Dasar merupakan bentuk pertemuan dalam kelompok kerja, seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Pusat Kegiatan Guru (PKG), Kelompok Kerja Penilik Sekolah (KKPS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) merupakan salah satu upaya efektif untuk melakukan pembinaan profesional. Lebih lanjut dinyatakan bahwa Kelompok Kerja Guru (KKG) yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat


(16)

bagi guru-guru, antara lain dapat melakukan tukar-menukar pengalaman dan pikiran dengan rekan sejawat dalam memecahkan berbagai masalah pengajaran yang dihadapi sehari-hari, dapat memupuk kesadaran akan perlunya meningkatkan mutu kemampuan sebagai guru, dapat membelajarkan di antara sesama rekan sejawat, dan dapat memupuk rasa kekeluargaan di antara rekan sejawat. Sejalan dengan penjelasan tersebut, Fessler (1992) menyatakan bahwa Kelompok Kerja Guru (KKG) merupakan wadah pertemuan profesional guru Sekolah Dasar (SD) yang bersifat aktif dalam membahas berbagai permasalahan profesional keguruan dengan prinsip dari guru, oleh guru, dan untuk guru. Bentuk pelaksanaan kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) berupa penataran antar sesama teman sejawat, diskusi, seminar, dan tutorial dengan prinsip bahwa: (1) guru yang profesional harus terus belajar dan membina pengetahuan, (2) kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk maju bersama dalam kesatuan gugus sekolah, dan (3) kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pemberian bantuan profesional antar sesama teman sejawat.

4. Sasaran KKG

Sasaran kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) secara kuantitatif adalah guru Sekolah Dasar yaitu meningkatnya mutu hasil belajar mengajar yang optimal. Melalui kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) ini diharapkan antar guru dapat saling bertukar pengalaman, pengetahuan, dan wawasan dalam


(17)

pembelajaran. Kelompok Kerja Guru (KKG) sekaligus dapat dijadikan sebagai media supervisi sejawat bagi guru Sekolah Dasar .

5. Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai

Pelaksanaan Supervisi

Pelaksanaan supervisi dapat ditinjau dari aspek pendekatan (artistik, ilmiah, klinis, dan kesejawatan), ataupun ditinjau dari aspek jumlah klien (individu dan kelompok) kesemuanya dilakukan sebagai upaya pengembangan profesional guru dalam melaksanakan tugas mengajar .

Fessler (1992) menyatakan bahwa guru yang bersemangat dan tumbuh seringkali melihat: (1) collaborative work, (2) profesional associations, dan (3) district meetings sebagai komponen yang mendukung sistem pengembangan/pertumbuhan profesional. Sedangkan Keith (1991) berpandangan bahwa dalam pelaksanaan kemungkinan pertumbuhan profesional diperlukan tiga kondisi yang dapat memotivasi guru, yaitu : (1) outonomy, (2) collaboration, dan (3) time.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan profesionalitas guru diperlukan adanya wadah kerjasama yang memberikan wewenang serta tersedianya waktu guna mengadakan pertemuan-pertemuan dalam melakukan kegiatan perbaikan dan peningkatan pembelajaran. Oleh karenanya, Kelompok Kerja Guru (KKG) dapat dijadikan sebagai wadah profesional bagi para guru untuk saling


(18)

bertukar dan berbagi pengalaman terutama yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar.

6. Struktur Organisasi KKG

KKG beranggotakan semua guru di dalam gugus yang bersangkutan. Secara operasional KKG dapat dibagi lebih lanjut menjadi kelompok yang lebih kecil berdasarkan jenjang kelas, misalnya kelompok guru kelas I, kelompok guru kelas II, kelompok guru kelas III dan seterusnya. Untuk guru bidang studi di sekolah dasar ada juga KKG Agama, KKG guru olah raga, dan KKG guru bahasa Inggris.

Pembina dalam organisasi KKG terdiri dari pembina administratif (kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan kecamatan) dan pembina teknis (Pengawas). Pembina administratif berperan memberi dukungan kebijaksanaan administratif dan memotivasi pelaksanaan program pada semua gugus di kecamatan yang bersangkutan. Pembina teknis bertugas merumuskan kebijaksanaan teknis serta pokok-pokok program peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar, khususnya dalam rangka meningkatkan kualitas profesional guru SD. Ketua gugus bersama dengan sekretaris dan bendahara menciptakan suatu iklim kerja dalam kebersamaan antara sesama kepala sekolah dasar. Ketua gugus memprakarsai pertemuan-pertemuan berkala antara sesama kepala sekolah dasar inti dan sekolah dasar imbas melalui kegiatan KKKS yang secara bersama-sama menjabarkan dan menyusun program kerja bantuan profesional guru.


(19)

Ketua gugus perlu bekerjasama dengan tutor inti dan guru pemandu menyusun program kerja dan guru pemandu menyusun program kerja secara lebih teknis untuk pertemuan guru. Sekretaris membantu ketua gugus secara administratif yaitu menyiapkan program kerja gugus, jadwal, mengumpulkan permasalahan -

permasalahan, mendokumentasikan dan

menyebarluaskan hasil pertemuan gugus sebagai pegangan guru serta menyusun laporan hasil KKG kepada pembina kecamatan. Bendahara bertugas menghimpun dana, mengelola, membukukan, dan mempertanggungjawabkan kepada pengurus gugus

7. Kedudukan Organisasi KKG

Di samping KKG masih ada pula wadah pembinaan profesi yang lain yang keberadaannya terkait erat dengan KKG yaitu KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah), KKPS (Kelompok Kerja Pengawas Sekolah), PKG (Pusat Kegiatan Guru), guru pemandu, dan tutor. KKKS adalah wadah pembinaan profesional bagi kepala sekolah dalam satu gugus yang tugas utamanya adalah memecahkan masalah-masalah yang dihadapi guru kelas dan membahas temuan ide-ide baru yang belum terpecahkan dalam KKG.

KKPS adalah wadah pembinaan profesional pengawas sekolah dalam lingkungan dinas pendidikan kecamatan atau kabupaten/kota. PKG adalah pusat pembinaan guru SD yang berada pada SD inti di lingkungan gugus sekolah yang dilengkapi dengan sumber belajar untuk melakukan inovasi dan


(20)

mengatasi masalah yang ditemukan dalam kegiatan belajar mengajar. Pemandu mata pelajaran adalah guru /kepala sekolah dalam lingkungan gugus sekolah yang berfungsi sebagai nara sumber dalam mata pelajaran tertentu bagi guru-guru lain. Tutor adalah nara sumber yang menguasai semua mata pelajaran dengan berbagai metodenya dengan fungsinya antara lain member penataran pada guru-guru SD, membantu guru dalam hal didaktik metodik, membimbing guru bersama guru pemandu, serta membantu mengimplementasikan sistem pembinaan profesional dalam gugus serta implementasi kegiatan pembelajaran yang dinamis dan kreatif di wilayahnya. KKG/MGMP, KKKS, KKPS merupakan organisasi yang berada dalam suatu sistem pembinaan profesional dimana ketiganya saling berinteraksi dan saling memberikan masukan tentang berbagai permasalahan yang terjadi dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Agar pembinaan maksimal maka ketiga wadah pembinaan profesional di atas perlu mendapat masukan pula dari stakeholder pendidikan yaitu komite sekolah dan dewan pendidikan selaku lembaga mandiri yang berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dan pemerintah daerah (Dinas Pendidikan/Kanwil/Kandepag) selaku pembuat kebijakan serta sekolah sebagai pusat kegiatan pendidikan. Sedangkan untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan jaman maka sistem pembinaan professional perlu melibatkan asosiasi profesi dan forum masyarakat peduli pendidikan terutama dalam


(21)

melayani tuntutan masyarakat akan peningkatan mutu pendidikan sekaligus sebagai nara sumber. Untuk peningkatan secara akademik dan pengembangannya perlu juga melibatkan PT/LPTK baik nasional maupun internasional, sedangkan yang berhubungan dengan teknis maka sistem pembinaan profesional guru juga perlu melibatkan P4TK dan LPMP yang merupakan kepanjangan tangan dari Direktorat Jendral PMPTK.

8. Lingkup Kegiatan KKG

Pelaksanaan KKG mengacu pada kalender akademik. Segala kegiatan KKG dikelola sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penjadwalan ganda. Artinya kegiatan KKG diupayakan tidak bersama dengan kegiatan penting sekolah terutama yang berhubungan dengan kepentingan anak didik. Seyogyanya pertemuan KKG dilakukan seminggu sekali atau dua minggu sekali, sehingga setiap guru kelas mengalami bantuan profesional 52 kali atau sekurang-kurangnya 26 kali dalam setahun. Secara rinci ruang lingkup kegiatan KKG seperti yang dituliskan pada buku Petunjuk teknis KKG (1997) adalah sebagai berikut: (1) Permasalahan dalam kegiatan pembelajaran, misalnya ketika guru mengalami kesulitan saat menyusun program pembelajaran, ketidaksesuaian antara topik yang terdapat dalam kurikulum dengan buku yang dimiliki siswa, menggunakan metode mengajar yang tepat, melaksanakan penilaian, perkembangan ilmu pendidikan yang semakin maju; (2) Memecahkan permasalahan siswa yang mengalami kesulitan belajar; (3) Memecahkan permasalahan yang berhubungan


(22)

dengan tuntutan orang tua siswa; (4) Permasalahan pada waktu merumuskan tujuan pembelajaran; (5) Permasalahan yang menyangkut persiapan bahan mengajar; (6) Sarana penyaluran informasi baru yang aktual; (7) Penularan hasil penataran.

KKG merupakan mekanisme pendukung guru untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan ini menurut juga memberi kesempatan pada guru untuk: (1) Menerima pelatihan untuk melengkapi apa yang telah diterima dalam pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh guru; (2) Mencoba dan bereksperimen membuat alat peraga dan mencobakan alat tersebut di dalam KKG untuk kemudian bisa digunakan untuk pengembangan dalam pembelajaran di kelas; (3) Secara formal mendiskusikan masalah yang dihadapi di kelas dan menerima saran dari pemandu dan guru lain.

Pengembangan profesi guru telah dilakukan melalui pendidikan profesi, maupun pembinaan berkelanjutan dengan peningkatan kualitas supervisi akademik oleh pengawas dan kepala sekolah, in-service training, maupun kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) (Mansyur, 2009). KKG merupakan salah satu wadah guru Sekolah Dasar (SD) dalam mengembangkan kompetensinya melalui kerjasama, diskusi, sharing pengalaman dalam mempersiapkan pembelajaran dan mengatasi masalah pembelajaran di kelas. Tujuan utama KKG pada aspek kualitas pembelajaran (Mansyur, 2009; Direktorat Pembinaan TK dan SD, 2009).


(23)

Forum KKG dinilai lebih efektif dan efisien dibanding forum pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga terkait seperti Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi, maupun Dinas-dinas Pendidikan dalam hal keberhasilan melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik serta potensi lingkungan. Hal ini disebabkan karena, melalui KKG guru memiliki kesempatan dan berpotensi mendiskusikan penyelesaian permasalahan yang dihadapi di kelas. Sedangkan pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga terkait biasanya hanya diikuti oleh wakil-wakil daerah, yang masing-masing memiliki peserta didik dengan latar belakang budaya yang tidak selalu sama.

B.

Upaya Pengembangan Kkg

Model adalah sesuatu yang menggambarkan adanya pola pikir. Sebuah model biasanya menggambarkan keseluruhan konsep model KKG. Model juga dapat dipandang sebagai upaya mengkonkretkan sebuah teori sekaligus juga merupakan sebuah analogi dan representasi dari varibel-variabel yang terdapat dalam teori tersebut (Trianto, 2011: 22).

Menurut Morisson, Ross, dan Kemp (2001), model desain sistem pembelajaran ini akan membantu perancang program kegiatan pembelajaran dalam memahami kerangka teori dengan lebih baik untuk


(24)

menciptakan aktivitas pembelajaran yang lebih efektif dan efesien.

Model desain sistem pembelajaran menurut Gustafon dan Branch (2002) dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok. Pembagian klasifikasi ini didasarkan pada orientasi penggunaan model yaitu: (1) Classrooms oriented model, (2) Product oriented model, (3) Sistem oriented model.

Model pertama merupakan model desain sistem pembelajaran yang diemplementasikan di dalam kelas. Model kedua merupakan model yang diaplikasikan untuk menciptakan produk dan program pembelajaran. Model ketiga adalah model desain sistem pembelajaran yang ditujukan untuk merancang program dan desain sistem pembelajaran dengan skala besar.

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam pengembangan model pembelajaran ini adalah klasifikasi model kedua yaitu: Product oriented model.

Model-model yang tergolong sebagai model yang berorientasi pada product biasanya ditandai dengan empat asumsi pokok:

1) Produk atau program pembelajaran memang sangat diperlukan.

2) Produk atau pembelajaran baru memang perlu diproduksi.

3) Produk atau program pembelajaran memerlukan proses uji coba dan revisi.

4) Produk atau program pembelajaran dapat digunakan walaupun hanya dengan bimbingan


(25)

dari fasilitator.

Model desain sistem pembelajaran yang dikembangkan oleh Dick dan Carey (2005), telah lama digunakan untuk menciptakan program pembelajaran yang efektif dan efesien dan menarik. Model yang mereka kembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem atau sistem approach terhadap komponen-komponen dasar yang meliputi: analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Setelah draf atau rancangan program pembelajaran selesai dikembangkan, langkah selanjutnya adalah merancang dan melaksanakan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kekuatan dan kelemahan program pembelajaran. Hasil dari proses evaluasi formatif dapat digunakan sebagai masukan atau input untuk memperbaiki program.

Tiga jenis evaluasi formatif dapat diaplikasikan untuk mengembangkan produk atau program pembelajaran yaitu:

1) Evaluasi perorangan/on to one evaluation 2) Evaluasi kelompok/small group evaluation 3) Evauasi lapangan/field trial

Evaluasi perorangan merupakan tahap yang perlu dilakukan dalam menerapkan evaluasi formatif, evaluasi ini dilakukan melalui kontak langsung dengan dua atau tiga orang calon pengguna program (dalam hal ini adalah 3-5 siswa) untuk memperoleh masukan tentang keterencanaan dan daya tarik program.


(26)

Evaluasi kelompok kecil dilakukan dengan menguji cobakan program terhadap sekelompok kecil pengguna program pengembangan yang terdiri dari 10 atau 20 orang siswa. Evaluasi ini untuk memperoleh masukan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas program model pengembangan.

Evaluasi lapangan adalah uji coba terhadap sekelompok besar calon pengguna program, sebelum progam tersebut digunakan dalam situasi pembelajaran yang sesungguhnya.

Langkah akhir dari proses desain program pengembangan model pembelajaran ini adalah melakukan revisi terhadap draf program pembelajaran. Data yang diperoleh dari prosedur evaluasi formatif dirangkum dan ditafsirkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh program pembelajaran.

C.

Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Alexandrea (1992:200), yang menjelaskan bahwa unsur kunci pelatihan adalah (1) pengenalan keunikan individu anak, (2) pentingnya pengalaman langsung; (3) penilaian pada lingkungan belajar yang efektif dan merangsang.

Hasil penelitian Ekosusilo (2002:ii) menunjukkan bahwa dalam hubungannya dengan kemampuan profesionalitas guru, kegiatan KKG memiliki kontribusi yang paling besar, kemudian disusul jenjang pendidikan, dan yang paling kecil kontribusinya adalah


(27)

penataran/pelatihan. Di samping itu, pembinaan melalui KKG memberikan kesempatan bagi guru yang lebih luas (dimungkinkan semua guru terlibat), dibanding bentuk pembinaan yang lain (harus menunggu kesempatan).

Hasil penelitian Muhtadi (2000:2) menyatakan bahwa Kelompok Kerja Guru (KKG) merupakan salah satu wadah yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kinerja guru, dalam hal produktivitasnya KKG dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor subsidi kelompok, latar belakang pendidikan dan latar belakang tempat kerja guru.

Dalam pelaksanaan kegiatan KKG terdapat unsur-unsur: (1) Guru, (2) Kepala Sekolah, (3) Ketua KKG, (4) Pengawas, (5) Guru Pemandu (Botung, 2008:139). Unsur-unsur tersebut merupakan penggerak kegiatan KKG. Diharapkan bila masing-masing unsur berperan sesuai tugas masing-masing secara optimal, maka akan diperoleh hasil yang optimal pula.

Penelitian Sudiyanto (2008) menyimpulkan bahwa Supervisi, pendidikan dan pelatihan, maupun partisipasi guru dalam kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) secara simultan memiliki pengaruh positif terhadap profesional guru Sekolah Dasar

Penelitian yang dilakukan Martiningsih (2008) menyimpulkan bahwa semakin baik persepsi guru terhadap supervise akademik, dan partisipasi


(28)

guru dalam KKG akan diikuti dengan semakin tingginya kompetensi professional guru SD.

Penelitian yang dilakukan oleh Suwarno pada tahun 2009 tentang Peranan Pusat Kegiatan Guru (PKG) SD dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru pada Pembelajaran IPS Sejarah (Studi kasus PKG di Kabupaten Kudus) tesis.

Pelaksanaan kegiatan penigkatan profesionalisme guru pada pembelajaran IPS Sejarah di Pusat Kegiatan Guru (PKG) SD tersebut mempunyai manfaat yang sangat penting bagi para guru yang jarang atau tidak pernah mengikuti penataran dan seminar, begitu juga bagi para guru baru atau yang pengalaman kerjanya baru sedikit, bahkan para guru senior yang jarang mendapatkan sosialisasi kurikulum. Dimana para guru biasanya masih banyak mengalami kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, baik dalam pembuatan administrasi maupun dalam penguasaan materi yang akan disampaikan kepada para siswanya. Demikian pula bagi para guru yang mengajar IPS Sejarah dengan latar belakang pendidikan yang beragam, bukan berasal dari ilmu pendidikan sejarah, mengalami banyak kesulitan dan untuk itulah kegiatan PKG SD sangat dibutuhkan, karena dengan mengikuti kegiatan peningkatan profesionalisme guru SD pada pembelajaran IPS Sejarah, para guru bisa menguasai dan mengetahui materi apa yang akan dan harus diajarkan kepada peserta didiknya, serta dapat mempergunakan media dan sumber pembelajaran yang tepat kepada para siswanya.


(29)

Penelitian ini menyimpulkan bahwa Pusat Kegiatan Guru (PKG) SD mempunyai peranan yang cukup penting dalam peningkatan profesionalisme guru pada pembelajaran IPS Sejarah pada khususnya dan peningkatan kualitas pembelajaran pada umumnya di UPT Pendidikan Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, walaupun dalam pelaksanaanya kurang optimal. Peranan Pusat Kegiatan Guru (PKG) menjadi cukup penting dalam peningkatan profesionalisme guru pada pembelajaran IPS Sejarah, karena dalam kegiatan tersebut para guru telah dilatih tentang inovasi pembelajaran IPS Sejarah, dan dididik berbagai kegiatan seperti membuat program tahunan, program semester, silabus, analisis materi pelajaran, criteria ketuntasan minimal, rencana pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelaharan, membuat alat evaluasi, sistim penilaian, perbaikan dan pengayaan. Disamping hal tersebut dengan mengikuti kegiatan PKG SD ini, para guru bisa mendapatkan pengetahuan baru melalui para pengawas TK/SD/SDLB, pemandu mata pelajaran maupun informasi pembelajaran IPS Sejarah dari para tutor.

Pusat Kegiatan Guru (PKG) SD mempunyai peranan yang cukup penting dalam peningkatan profesionalisme dan peningkatan kualitas pembelajaran bagi guru mata pelajaran apabila dalam kegiatan tersebut guru dilatih bidang kegiatan yang menunjang tugas-tugas profesionalitas guru maupun informasi penunjang pembelajaran dan pendalaman materi pembelajaran dari para tutor maupun guru pemandu.


(30)

Penelitian yang dilakukan oleh Fitrianti Wulandari pada tahun 2008 tentang Pembinaan Profesional Melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) di Gugus Ki Hajar Dewantara UPTD Pendidikan Dasar Tegowano Grobongan (tesis).

1) Organisasi KKG Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Tegowanu Grobogan

Kegiatan pengorganisasian yang dilakukan adalah penyusunan struktur organisasi, penentuan personil, penjelasan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing pengurus.

2) Kerja organisasi KKG di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Tegowanu Grobogan

Pada dasarnya kerja KKG dipengaruhi oleh tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiga hal tersebut menjadikan kerja KKG lebih hidup dan memberikan manfaat bagi anggota secara keseluruhan. Anggota dihadapkan pada pola pikir yang terstruktur dan terencana, sehingga akan meningkatkan kualitas bagi anggota.

3) Pengambilan keputusan program pembinaan profesional guru di gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Tegowanu Grobogan

Ada beberapa faktor dalam pengambilan keputusan: (a) melihat jauh ke depan, (b) dapat memahami masalah, (c) bertanggung jawab atas apa yang terjadi, (d) ikut partisipasi, (e) menambah input pengetahuan, (f) menekankan perubahan


(31)

arah dan inovasi, (g) supervisi terhadap keputusan pembelajaran.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kegiatan KKG dengan struktur organisasi yang jelas, pengelolaan organisasi KKG yang terstruktur dengan baik yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta pengambilan keputusan mengenai program pembinaan profesional yang tepat bagi guru akan memberikan dampak positif dalam membimbing dan meningkatkan kualitas pola pikir yang terstruktur dan terencana pada anggotanya, sehingga akan mempengaruhi juga pada peningkatan kualitasnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Wantoro (2007) tentang Peran Gugus Rajawali Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes, Sebagai Wadah Pengembangan Guru Profesional.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) peran Gugus Rajawali dalam pelaksanaan KKG dan KKKS sangat efektif sebagai upaya pengembangan guru profesional, (2) peran Gugus Rajawali sebagai tempat penataran dan pelatihan Guru berjalan dengan baik dengan menerapkan beberapa sistem, (3) peran Gugus Rajawali sebagai tempat pembinaan guru oleh atasan dilakukan secara rutin dan terprogram dengan baik, (4) peran Gugus Rajawali sebagai tempat studi banding bagi pengembangan guru profesional, sangat efektif bagi guru-guru untuk menimba ilmu dan pengalaman untuk pengembangan profesionalisme guru.


(32)

http//pps.unnes.ac.id/pps1/files/abstrak/mp/64.%20 Wantoro.pdf)

Gugus Sekolah sebagai sistim pembinaan profesional guru melalui KKG sebagai wadah pelaksanaan pembinaannya telah dikasanakan terutama dalam kegiatan diklat, pengawasan, dan studi banding. Belum semua KKG yang ada menjalankan perannya sebagai wadah pelaksaan pembinaan profesionalisme guru secara efektif.

Hasil penelitian studi kasus pelaksanaan KKG mengatakan bahwa faktor-faktor yang turut menentukan keberhasilan aktivitas dalam KKG adalah (1) program KKG; (2) proses pembelajaran dalam KKG; (3) kedisiplinan guru; (4) kegiatan tutorial bermedia; dan (5) interaksi dalam KKG (Trimo, 2007:3). Hasil penelitian serupa antara lain menyimpulkan bahwa (1) dalam setiap kegiatan KKG, tingkat keaktifan guru sangat rendah. (2) Anggaran dana bagi pelaksanaan KKG bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), anggaran yang diberikan dinilai tidak mencukupi untuk pelaksanaan KKG (Benzito Vico, 2008:6).

Dari kajian penelitian mengenai Peranan Kelompok Kerja Guru dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru seperti yang disampaikan di atas, menunjukkan bahwa peran KKG sebagai wadah pembinaan profesionalisme guru keefektifannya masih sangat bervariatif.


(33)

(1)

guru dalam KKG akan diikuti dengan semakin tingginya kompetensi professional guru SD.

Penelitian yang dilakukan oleh Suwarno pada tahun 2009 tentang Peranan Pusat Kegiatan Guru (PKG) SD dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru pada Pembelajaran IPS Sejarah (Studi kasus PKG di Kabupaten Kudus) tesis.

Pelaksanaan kegiatan penigkatan profesionalisme guru pada pembelajaran IPS Sejarah di Pusat Kegiatan Guru (PKG) SD tersebut mempunyai manfaat yang sangat penting bagi para guru yang jarang atau tidak pernah mengikuti penataran dan seminar, begitu juga bagi para guru baru atau yang pengalaman kerjanya baru sedikit, bahkan para guru senior yang jarang mendapatkan sosialisasi kurikulum. Dimana para guru biasanya masih banyak mengalami kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, baik dalam pembuatan administrasi maupun dalam penguasaan materi yang akan disampaikan kepada para siswanya. Demikian pula bagi para guru yang mengajar IPS Sejarah dengan latar belakang pendidikan yang beragam, bukan berasal dari ilmu pendidikan sejarah, mengalami banyak kesulitan dan untuk itulah kegiatan PKG SD sangat dibutuhkan, karena dengan mengikuti kegiatan peningkatan profesionalisme guru SD pada pembelajaran IPS Sejarah, para guru bisa menguasai dan mengetahui materi apa yang akan dan harus diajarkan kepada peserta didiknya, serta dapat mempergunakan media dan sumber pembelajaran yang tepat kepada para siswanya.


(2)

Penelitian ini menyimpulkan bahwa Pusat Kegiatan Guru (PKG) SD mempunyai peranan yang cukup penting dalam peningkatan profesionalisme guru pada pembelajaran IPS Sejarah pada khususnya dan peningkatan kualitas pembelajaran pada umumnya di UPT Pendidikan Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, walaupun dalam pelaksanaanya kurang optimal. Peranan Pusat Kegiatan Guru (PKG) menjadi cukup penting dalam peningkatan profesionalisme guru pada pembelajaran IPS Sejarah, karena dalam kegiatan tersebut para guru telah dilatih tentang inovasi pembelajaran IPS Sejarah, dan dididik berbagai kegiatan seperti membuat program tahunan, program semester, silabus, analisis materi pelajaran, criteria ketuntasan minimal, rencana pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelaharan, membuat alat evaluasi, sistim penilaian, perbaikan dan pengayaan. Disamping hal tersebut dengan mengikuti kegiatan PKG SD ini, para guru bisa mendapatkan pengetahuan baru melalui para pengawas TK/SD/SDLB, pemandu mata pelajaran maupun informasi pembelajaran IPS Sejarah dari para tutor.

Pusat Kegiatan Guru (PKG) SD mempunyai peranan yang cukup penting dalam peningkatan profesionalisme dan peningkatan kualitas pembelajaran bagi guru mata pelajaran apabila dalam kegiatan tersebut guru dilatih bidang kegiatan yang menunjang tugas-tugas profesionalitas guru maupun informasi penunjang pembelajaran dan pendalaman materi pembelajaran dari para tutor maupun guru pemandu.


(3)

Penelitian yang dilakukan oleh Fitrianti Wulandari pada tahun 2008 tentang Pembinaan Profesional Melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) di Gugus Ki Hajar Dewantara UPTD Pendidikan Dasar Tegowano Grobongan (tesis).

1) Organisasi KKG Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Tegowanu Grobogan

Kegiatan pengorganisasian yang dilakukan adalah penyusunan struktur organisasi, penentuan personil, penjelasan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing pengurus.

2) Kerja organisasi KKG di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Tegowanu Grobogan

Pada dasarnya kerja KKG dipengaruhi oleh tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiga hal tersebut menjadikan kerja KKG lebih hidup dan memberikan manfaat bagi anggota secara keseluruhan. Anggota dihadapkan pada pola pikir yang terstruktur dan terencana, sehingga akan meningkatkan kualitas bagi anggota.

3) Pengambilan keputusan program pembinaan profesional guru di gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan Tegowanu Grobogan

Ada beberapa faktor dalam pengambilan keputusan: (a) melihat jauh ke depan, (b) dapat memahami masalah, (c) bertanggung jawab atas apa yang terjadi, (d) ikut partisipasi, (e) menambah input pengetahuan, (f) menekankan perubahan


(4)

arah dan inovasi, (g) supervisi terhadap keputusan pembelajaran.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kegiatan KKG dengan struktur organisasi yang jelas, pengelolaan organisasi KKG yang terstruktur dengan baik yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, serta pengambilan keputusan mengenai program pembinaan profesional yang tepat bagi guru akan memberikan dampak positif dalam membimbing dan meningkatkan kualitas pola pikir yang terstruktur dan terencana pada anggotanya, sehingga akan mempengaruhi juga pada peningkatan kualitasnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Wantoro (2007) tentang Peran Gugus Rajawali Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes, Sebagai Wadah Pengembangan Guru Profesional.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) peran Gugus Rajawali dalam pelaksanaan KKG dan KKKS sangat efektif sebagai upaya pengembangan guru profesional, (2) peran Gugus Rajawali sebagai tempat penataran dan pelatihan Guru berjalan dengan baik dengan menerapkan beberapa sistem, (3) peran Gugus Rajawali sebagai tempat pembinaan guru oleh atasan dilakukan secara rutin dan terprogram dengan baik, (4) peran Gugus Rajawali sebagai tempat studi banding bagi pengembangan guru profesional, sangat efektif bagi guru-guru untuk menimba ilmu dan pengalaman untuk pengembangan profesionalisme guru.


(5)

http//pps.unnes.ac.id/pps1/files/abstrak/mp/64.%20 Wantoro.pdf)

Gugus Sekolah sebagai sistim pembinaan profesional guru melalui KKG sebagai wadah pelaksanaan pembinaannya telah dikasanakan terutama dalam kegiatan diklat, pengawasan, dan studi banding. Belum semua KKG yang ada menjalankan perannya sebagai wadah pelaksaan pembinaan profesionalisme guru secara efektif.

Hasil penelitian studi kasus pelaksanaan KKG mengatakan bahwa faktor-faktor yang turut menentukan keberhasilan aktivitas dalam KKG adalah (1) program KKG; (2) proses pembelajaran dalam KKG; (3) kedisiplinan guru; (4) kegiatan tutorial bermedia; dan (5) interaksi dalam KKG (Trimo, 2007:3). Hasil penelitian serupa antara lain menyimpulkan bahwa (1) dalam setiap kegiatan KKG, tingkat keaktifan guru sangat rendah. (2) Anggaran dana bagi pelaksanaan KKG bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), anggaran yang diberikan dinilai tidak mencukupi untuk pelaksanaan KKG (Benzito Vico, 2008:6).

Dari kajian penelitian mengenai Peranan Kelompok Kerja Guru dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru seperti yang disampaikan di atas, menunjukkan bahwa peran KKG sebagai wadah pembinaan profesionalisme guru keefektifannya masih sangat bervariatif.


(6)

Dokumen yang terkait

Persepsi Guru Non Penjasorkes Sekolah Dasar Terhadap Kompetensi Guru Penjasorkes Se- Gugus Ahmad Yani Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.

0 0 78

Persepsi Guru Non Penjasorkes Sekolah Dasar Terhadap Kompetensi Guru Penjasorkes Se- Gugus Ahmad Yani Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.

0 0 156

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengelolaan KKG dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di Gugus Ahmad Yani Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942014701 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengelolaan KKG dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di Gugus Ahmad Yani Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942014701 BAB IV

0 0 47

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengelolaan KKG dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di Gugus Ahmad Yani Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942014701 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengelolaan KKG dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di Gugus Ahmad Yani Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Pengelolaan KKG dalam Meningkatkan Kompetensi Guru di Gugus Ahmad Yani Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang

0 0 42

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model KKG PAB Kabupaten Semarang dalam Meningkatkan Mutu Profesionalitas Guru T2 942009125 BAB I

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model KKG PAB Kabupaten Semarang dalam Meningkatkan Mutu Profesionalitas Guru T2 942009125 BAB II

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kompetensi Guru SD Negeri Gugus Kendalisada Kecamatan Petungkriyono Kabupaten Pekalongan T2 942012026 BAB II

0 0 18