PENERAPAN MODEL DUAL – CODING DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 3 Mande Kabupaten Cianjur).

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 3 Mande Kabupaten Cianjur)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi sebagian dari syarat memperoleh Gelar Magister Pendidikan Bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Oleh

SANTI KURNIAWATI NIM: 1204758

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

(Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 3 Mande Kabupaten Cianjur)

Oleh Santi Kurniawati

S.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia, 2005

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Santi Kurniawati 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

ABSTRAK

Santi Kurniawati, NIM: 1204758. Judul tesis “PENERAPAN MODEL DUAL –

CODING DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL

BELAJAR IPS SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 3 Mande Kabupaten Cianjur)” Dibimbing oleh, Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M.Pd. sebagai pembimbing I dan Prof. Helius Sjamsuddin, M.A., P.hD. sebagai pembimbing II.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa selama ini pembelajaran IPS belum mempertimbangkan cara pemrosesan informasi di dalam otak dengan memisahkan antara saluran verbal dengan saluran visual, yang berakibat kepada rendahnya hasil belajar siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian adalah kelas VII-G, terdiri dari dua puluh satu orang siswa laki-laki dan tujuh belas orang siswa perempuan, serta seorang guru mata pelajaran IPS sebagai guru mitra. Instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi, catatan lapangan, tes hasil belajar, angket, wawancara dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan reduksi data, paparan data dan penarikan kesimpulan. Penelitian menggunakan

Dual-coding Theory yang dioperasionalkan oleh Meyer dan Anderson. Tindakan

dilaksanakan selama dua siklus, siklus I terdiri dari dua pertemuan dan siklus II terdiri dari tiga pertemuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata hasil belajar siswa sebelum pelaksanaan tindakan masih rendah, hanya tiga orang siswa yang nilainya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal. Setelah pelaksanaan tindakan siklus I, rata-rata hasil belajar naik, namun hanya lima belas siswa yang nilainya mencapai atau melebihi KKM dan setelah pelaksanaan siklus II nilai hasil belajar siswa meningkat dan tiga puluh lima siswa mencapai atau melebihi nilai KKM. Bagi guru, hasil dari penelitian ini adalah meningkatkan kompetensi pedagogik dan profesional. Sedangkan bagi siswa adalah memberi pengalaman belajar baru untuk membangun sendiri pengetahuannya dengan bantuan gambar. Kendala yang dihadapi selama pelaksanaan tindakan adalah guru belum memahami prinsip-prinsip Dual-Coding Theory dan siswa yang pasif. Cara mengatasi kendala adalah melakukan diskusi intensif dengan Guru Mitra dalam refleksi dan menggunakan metode “Roda Berantai”.

Kata Kunci: Dual-Coding Theory, IPS, Penelitian Tindakan Kelas, Hasil Belajar


(5)

ABSTRACT

Santi Kurniawati, NIM: 1204758. Thesis title "APPLICATION OF DUAL - CODING MODEL OF LEARNING TO IMPROVE STUDENT’ SOCIAL STUDIES LEARNING OUTCOMES (Classroom Action Research in SMP Negeri 3 Mande Cianjur)" Supervised by Prof.. Dr.. H. Dadang Supardan, M.Pd. as a supervisor I and Prof. Helius Sjamsuddin, M.A., P.hD. as supervisor II.

This research came by the fact that during this learning social studies have not considered how the information processing in the brain by separating the verbal channel with visual channels, which resulted in a lack of student learning outcomes. The method used in this study is action research. Subjects were class VII-G, consisting of twenty-one boys and seventeen girls, as well as a social studies teacher as teacher partner. The instruments used are observation, field notes, achievement test, questionnaire, interview and documentation. Data analysis using data reduction, exposure data and drawing conclusions. Research using the Dual-coding Theory which is operated by Meyer and Anderson. Actions carried out during two cycles, the first cycle consisted of two meetings and the second cycle consists of three meetings. The results showed that the average student learning outcomes prior to implementation of the action is still low, only three students were valued at a minimum completeness criteria. After the implementation of cycle I, the average result of learning gained, but only fifteen students whose value reaches or exceeds the KKM and after the implementation of the second cycle increases the value of student learning outcomes and thirty-five students reach or exceed the KKM. For teachers, the results of this research is to improve the pedagogical and professional competence. As for the students is to provide a new learning experience to build their own knowledge with the help of images. Obstacles encountered during the implementation of the action is not teachers understand the principles of Dual-Coding Theory and the students are passive. How to overcome obstacles is to conduct intensive discussions with the Teachers Partners in reflection and using the "Wheel Chain".

Keywords: Dual-Coding Theory, Social Studies, Classroom Action Research, Learning Outcomes


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ………. i

ABSTRAK……….. ii

KATA PENGANTAR……… …… iv

UCAPAN TERIMA KASIH……….. v

DAFTAR ISI………... viii

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR BAGAN………. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian………... 1

B. Rumusan Masalah……….. 8

C. Tujuan Penelitian……… 8

D. Manfaat Penelitian……….. 9

E. Definisi Istilah ……..……….. 10

F. Sistematika Penulisan ……….12

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Belajar Menurut Konstruktivisme ………..……..….. 13

1. Definisi Belajar ……….……… 13

2. Teori Belajar Konstruktivistik……… 17

2.a Prinsip-prinsip Belajar Bruner ………. 19

2.b Teori Konstruktivistik Piaget .……….. 23

2.c Teori Kultural-Historis Vygotsky ……… 25

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar………..………. 28

C. Penerapan Model Dual Coding dalam Pembelajaran IPS…….. 32

1. Teori Pemrosesan Informasi……… 36

2. Inti Dual CodingTheory ………... 33

3. Langkah-langkah Aplikasi Model Dual Coding..…………… 41

D. Pembelajaran IPS……….... 45

E. Model Dual Coding dalam Pembelajaran IPS……… 50

F. Hasil Belajar……….... 53

G. Hasil Penelitian yang Mengembangkan Model Dual Coding… 57 BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan, Metode dan Teknik Penelitian……….. 62

B. Prosedur Penelitian………. 65

C. Lokasi dan Subyek Penelitian ……… 74

1. Lokasi Penelitia ………. 74


(7)

D. Teknik Pengumpulan Data………..………. 74

E. Instrumen Penelitian………... 76

1. Pedoman Observasi…..………... 77

2. Tes Hasil Belajar ……… 77

3. Angket ……… 79

4. Wawancara………. 79

5. Studi Dokumentasi………. 79

F. Kategorisasi Data……… 80

G. Analisis Data……….. 80

H. Validasi Data……….. 82

I. Interpretasi Data ………84

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Awal Penelitian……… 85

1. Seting Sekolah dan Kelas……… 85

2. Profil Guru IPS ………... 92

3. Situasi Sosial di Sekolah………. 93

4.Sosialisasi Pembelajaran dengan Menerapkan Dual Coding Theory ……… 94

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ……… 96

1. Deskripsi Awal Proses Pembelajaran IPS di Kelas ………… 96

2. Pelaksanaan Penerapan Dual Coding Theory dalam Pembelajaran IPS ……….……….. 102

a. Siklus I ……… 102

1) Tahap Perencanaan………. 102

2) Tahap Pelaksanaan dan Observasi……….. 103

3) Analisis dan Refleksi Pembelajaran ……….. 110

b. Siklus II……… 112

1) Tahap Perencanaan………. 112

2) Tahap Pelaksanaan dan Observasi……….. 113

3) Analisis dan Refleksi Pembelajaran ……….. 122

3. Hasil Belajar Melalui Penerapan Dual Coding Theory…….. 123

4. Kendala yang Dihadapi dan Alternatif Penyelesaiannya….. 130

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan……….. 134

B. Rekomendasi……… 136

DAFTAR PUSTAKA……….. 137 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

2.1 Tahapan Penggunaan Lambang dalam Memori dan Atensi ... 27

2.2. Prinsip-Prinsip Dual Coding dengan Pembelajaran yang Menggunakan Multimedia ... 41

2.3. Dimensi IPS Dalam Kehidupan Manusia ... 49

3.1. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 72

3.2. Matriks jadwal penelitian ... 73

3.3. Data Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66

4.1. Keadaan Tenaga Edukatif dan Non Edukatif SMPN 3 Mande Tahun Pelajaran 2013/2014 ... 89

4.2. Profil Guru Mitra ... 92

4.3. Komposisi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 93

4.4. Lembar Observasi Penerapan Dual-Coding Theory Dalam Pembelajaran IPS Siklus I ... 109

4.5. Lembar Observasi Penerapan Dual-Coding Theory dalam Pembelajaran IPS Siklus II ... 120

4.6. Nilai Hasil Belajar Siklus I ... 123

4.7. Nilai Hasil Belajar Siklus II ... 125


(9)

DAFTAR BAGAN

2.1 Jenis Strategi Pembelajaran Kognitif ... 22

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar ... 28

2.3 Skema pemrosesan informasi dalam otak manusia ... 36

2.4 Model Umum Teori Dual Coding ... 37

2.5 Langkah-langkah dual coding dalam Pembelajaran dengan Multimedia ... 43

3.1 Alur Penelitian Tindakan Kelas dari Ebbut ... 66

3.2. Alur siklus pelaksanaan penelitian ... 67

3.3 Alur observasi kelas... 75

3.4 Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ... 81

4.1 Denah SMPN 3 Mande ... 87


(10)

DAFTAR GAMBAR

4.1 Foto Proses sosialisasi penerapan Dual Coding Theory dalam

pembelajaran IPS oleh observer kepada Guru Mitra ... 95

4.2 Contoh gambar dalam tayangan slide power point siklus I pertemuan 1 ... 104

4.3 Foto Kegiatan siswa pada Siklus I pertemuan 1 ... 106

4.4 Foto Kegiatan Pembelajaran Siklus II, pertemuan ke-2 ... 116

4.5 Foto Kegiatan Pembelajaran Siswa pada Siklus II ... 118


(11)

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai komponen, bersifat timbal balik, dan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada dasarnya baik tidaknya pembelajaran yang berlangsung sangat menentukan pemahaman siswa terhadap konsep materi yang diajarkan. Pembelajaran yang tidak efektif akan mempengaruhi terhadap pemahaman siswa. Salah satu upaya pembaharuan dalam pembelajaran di bidang pendidikan adalah pembaharuan metode mengajar. Metode mengajar dapat dikatakan relevan jika mampu mengantarkan siswa mencapai tujuan pembelajaran pada umumnya dan tujuan ilmu pengetahuan sosial pada khususnya. Wena (2009:2) menyatakan: “… guru sebagai komponen penting dari tenaga kependidikan, memiliki tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran”.

Perkembangan dunia pendidikan di jaman modern ini menuntut proses pendidikan yang manusiawi, yaitu sebuah pendidikan yang konsen pada perkembangan berbagai dimensi kecerdasan peserta didik dengan konsep pembelajaran yang menyenangkan (Silberman, 1996). Jadi dalam hal ini, hakekat pendidikan bukan sekedar memindahkan ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa, akan tetapi yang lebih penting dari itu adalah keterlibatan mental dan tindakan itu sendiri. Oleh karena itu peran siswa dalam pembelajaran sudah seharusnya lebih dikedepankan. Sedangkan guru sebagai fasilitator harus bisa menciptakan suasana kelas yang menyenangkan sehingga dapat mendukung proses pembelajaran.

Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju


(13)

kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.

Tujuan pendidikan IPS secara umum adalah menjadikan peserta didik sebagai warga negara yang baik, dengan berbagai karakter yang berdimensi spiritual, personal, sosial, dan intelektual. Pendidikan IPS menurut NCCS mempunyai tujuan informasi dan pengetahuan (knowledge and information), nilai dan tingkah laku (attitude and values), dan tujuan ketrampilan (skill): sosial, bekerja dan belajar, kerja kelompok, dan keterampilan intelektual (Jarolimek, 1986:58). Menurut materinya, ruang lingkup materi IPS adalah : 1) Merupakan perpaduan atau integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora. 2) Terkait dengan masalah-masalah sosial kemasyarakatan dan kebangsaan, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta tuntutan dunia global. 3) Jenis materi IPS dapat berupa fakta, konsep dan generalisasi, terkait juga dengan aspek kognitif, afektif, psikomotorik dan nilai-nilai spiritual.

Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah mengutarakan bahwa mata pelajaran IPS di SMP secara rinci memiliki 4 tujuan, yaitu: a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global. Keempat tujuan tersebut pada dasarnya untuk membentuk dan mengembangkan tiga kecakapan peserta didik, yaitu kecakapan akademik, kecakapan personal dan kecakapan sosial. Kecakapan akademik dijabarkan lebih rinci dalam tujuan pertama: mengenal konsep – konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Kecakapan personal diuraikan lebih lanjut dalam tujuan kedua dan ketiga: memiliki kemampuan dasar


(14)

untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial serta memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Sedangkan kecakapan sosial diuraikan lebih rinci dalam tujuan yang keempat, yaitu siswa diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.

Bloom dalam Popham (2011 : 35) membedakan tujuan pembelajaran dalam tiga kategori. Walaupun sebenarnya dalam proses pembelajaran tiga kategori tersebut muncul dalam perilaku siswa ketika harus mengerjakan tugas dalam proses pembelajarannya. Misalnya ketika siswa harus mengerjakan ujian esai dalam pelajaran IPS, siswa mungkin menggunakan pensil untuk menulis esainya. Dalam hal ini, maka ranah psikomotor siswa sedang bekerja. Kemudian siswa merasa percaya diri dengan esai yang dikerjakannya, maka ranah afektif siswa sedang berperan dalm proses tersebut. Namun ranah terpenting yang ditampilkan adalah ranah kognitif. Karena keterampilan kognitif merupakan hasil dari proses intelektual tentang bagaimana menyelesaikan soal tes. Pengaturan kecerdasan atau intelektualitas siswa untuk merespon atau menjawab pertanyaan merupakan suatu hal yang benar-benar diperhitungkan dalam sebuah essai. Intinya, keterampilan kognitif menjadi dasar dari berbagai keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki siswa. Meskipun keberhasilan pendidikan tidak tertumpu hanya dari ranah kognitif saja. Akan tetapi ranah kognitif adalah ranah yang paling jelas muncul dan dapat diases dengan perangkat tes yang ada.

Banyak kritik terhadap proses pembelajaran yang dianggap gagal yang tercermin dari hasil belajar siswa yang rendah. Namun jarang yang mengkritisi pembelajaran dari sisi bagaimana pengetahuan diproses dalam otak manusia. Dengan kata lain yang selama ini dikritisi adalah perangkat keras pendidikan, berupa kurikulum, model, metode maupun media pembelajaran. Sedangkan perangkat lunaknya, yaitu otak siswa jarang mendapat perhatian. Padahal jika dicermati lebih dalam, sesungguhnya proses utama belajar adalah bagaimana


(15)

mengoptimalkan kinerja otak dalam menerima dan mengolah informasi (pengetahuan) untuk kemudian diaplikasikan dalam berbagai bentuk keterampilan.

Dalam konteks program pembelajaran, tanpa mengurangi arti penting serta tanpa mengesampingkan faktor-faktor yang lain, faktor kualitas pembelajaran merupakan faktor yang sangat berperan dalam meningkatkan hasil pembelajaran yang pada akhirnya akan berujung pada meningkatnya kualitas pendidikan, karena muara dari berbagai program pendidikan adalah pada terlaksananya program pembelajaran yang berkualitas. Menurut Clark (1981:12) dalam Widoyoko, (2010:6): “…hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan”. Sedangkan salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah adalah kualitas pembelajaran. Kemampuan siswa disini termasuk diantaranya bagaimana siswa mengolah informasi berupa materi pelajaran.

Kualitas pembelajaran mempunyai andil yang sangat besar dalam keberhasilan belajar siswa. Hasil penelitian Senduperdana (2007:31), memperlihatkan bahwa kualitas pembelajaran mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan hasil belajar mahasiswa. 21 % variasi hasil belajar mahasiswa dapat diprediksi dari kualitas pembelajarannya. Guna meningkatkan kualitas pembelajaran dapat dilihat dari indikator-indikator kualitas pembelajaran. Ada 10 kategori kelompok indikator kualitas pembelajaran, yaitu: 1) lingkungan fisik mampu menumbuhkan semangat siswa untuk belajar; 2) iklim kelas kondusif untuk belajar; 3) guru menyampaikan pelajaran dengan jelas dan semua siswa mempunyai harapan untuk berhasil; 4) guru menyampaikan pelajaran secara koheren dan terfokus; 5) wacana yang penuh pemikiran; 6) pembelajaran bersifat riil (autentik dengan permasalahan yang dihadapi masyarakat dan siswa; 7) ada penilaian diagnostik yang dilakukan secara periodik; 8) membaca dan menulis sebagai kegiatan yang esensial dalam pembelajaran; 9) menggunakan penalaran dalam memecahkan masalah; 10) menggunakan teknologi pembelajaran secara


(16)

efektif. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu dasar peningkatan pendidikan secara keseluruhan

Kesulitan umum yang dihadapi siswa dalam mempelajari mata pelajaran IPS antara lain (1) kurangnya minat siswa pada pelajaran IPS yang beranggapan bahwa IPS merupakan pelajaran menghafal, (2) pelajaran yang abstrak sehingga sulit dipahami oleh siswa (3) kurangnya pemahaman siswa tentang konsep-konsep dasar dalam materi, (4) pembelajaran yang terlalu sering menggunakan media cetak, (5) pembelajaran yang hanya berpusat pada guru. Untuk mengatasi masalah itu, maka kualitas dari pengajaran harus ditingkatkan serta didukung oleh faktor-faktor lainnya.

Mengapa seseorang dapat membaca atau mendengarkan setiap kata dari sebuah penjelasan ilmiah, termasuk penjelasan tentang hubungan sebab-akibat, tetapi tidak dapat menggunakan informasi tersebut untuk memecahkan masalah? Menurut Pranata (2004): “…menyajikan penjelasan verbal mengenai bagaimana sesuatu sistem bekerja tidak menjamin seseorang dapat memahami penjelasan tersebut.” Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari banyak siswa kesulitan menyerap pelajaran di kelas. Namun siswa dapat menyerap dengan cepat informasi yang mereka dapat dari televisi. Sehingga banyak dikeluhkan oleh para orangtua pengaruh televisi yang demikian besar dalam kehidupan anak-anak mereka. Padahal idealnya, pengaruh itu harusnya adalah hasil dari proses pembelajaran mereka di sekolah. Penelitian juga telah menemukan bukti bahwa cara yang efektif untuk membantu agar informasi ilmiah dapat lebih mudah dipahami ialah melalui penjelasan informasi secara multimodal. Artinya pesan pembelajaran dikemas dengan sedemikian rupa melalui beragam saluran yaitu visual, audio maupun keduanya secara simultan.

Kenyataan bahwa pendidikan memberikan porsi terhadap proses proses pengetahuan verbal dimaksudkan untuk memancing siswa agar dapat belajar menggunakan cara visual dalam merepresentasikan sebuah informasi. Pembelajaran secara visual tidak hanya memberikan stimulus tetapi juga


(17)

meningkatkan aktivitas otak (Marzano, 1998). Pada saat siswa berusaha menyampaikan sesuatu yang mereka ketahui dalam sebuah bagan visualisasi, mereka (sebenarnya) dipaksa untuk menggambarkan dua proses, apa yang telah dipelajari dan bagaimana keterkaitan antar ide, informasi dan konsep, sebuah bentuk pengembangan kemampuan berpikir ke taraf yang lebih tinggi (seperti berpikir analitis) dan menyatukan pengetahuan agar dapat merasakan lingkungan. Visualisasi juga membantu siswa untuk menyimpan dan mengingat sebuah informasi dengan lebih mudah. Informasi/materi pengajaran melalui teks dapat diingat dengan baik jika disertai dengan gambar. Seseorang yang membaca/memahami teks yang disertai gambar, aktifitas yang dilakukannya yaitu : memilih informasi yang relevan dari teks, membentuk representasi proporsi berdasarkan teks tersebut, dan kemudian mengorganisasi informasi verbal yang diperoleh ke dalam mental model verbal.

Kondisi di lapangan sekarang menunjukan hal yang berbeda. Pembelajaran, khususnya IPS, di sekolah berlangsung monoton. Diungkapkan oleh Geoffrey Partington (dalam Widja 1989 : 3) bahwa praktik-praktik pengajaran yang berlaku selama ini sering dicap sebagai pelajaran hapalan yang yang didominasi oleh situasi “too much chalk and talk by a lack of involvement of

children in their own learning”. Hal ini berdampak pada kurangnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan sehingga hasil belajarnya kurang maksimal. Menurut Somantri (2001 : 54), proses pembelajaran IPS di tingkat persekolahan masih mengandung beberapa kelemahan diantaranya:

Kurang memperhatikan perubahan-perubahan dalam tujuan, fungsi, dan peran pendidikan IPS di sekolah, tujuan pembelajaran kurang jelas dan tegas (not purposeful). Posisi, peran dan hubungan fungsional dengan bidang studi lainnya terabaikan. Informasi faktual lebih bertumpu pada buku paket yang out of date dan kurang mendaya gunakan sumber-sumber lainnya serta proses pembelajaran masih berpusat pada guru.

Masalah belajar tidak terlepas dari masalah memori. Memori dan konsep belajar saling berkaitan erat karena menghasilkan keluaran yang


(18)

berupa hasil belajar. Menurut Gagne (dalam Fadillah, 2005:1): “… bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar”. Memori mengacu pada penyimpanan informasi, mengakses informasi yang pernah diterima. Pada dasarnya memori mencakup proses encoding (penyandian), storage

(penyimpanan), dan retrieval (memanggil kembali). Jadi memori berkaitan dengan penerimaan informasi, penyimpanan informasi, sampai pemanggilan kembali informasi yang disimpan.

Menurut Naylor & Diem (1987:209), ”… proses pembelajaran dilihat dari sudut pandang para ahli teori Pemrosesan Informasi adalah menyediakan pengalaman belajar yang memperbolehkan para siswa memasukan informasi dalam Long Term Memory yang dapat dipakai kapan pun diperlukan/dipanggil”. Hal tersebut dapat dilakukan, jika siswa difasilitasi dengan proses pembelajaran yang memungkinkan informasi baru terhubung dengan informasi lama yang sudah tersimpan sebelumnya. Yang belum menjadi perhatian adalah bagaimana informasi di dalam memori manusia dapat diolah dengan tepat, sehingga cepat muncul ketika diperlukan. Salah satu metode yang efektif untuk mencapai hal ini adalah melalui penggunaan berbagai media yang disesuaikan dengan gaya belajar si pembelajar. Salah satu teori yang menjadi dasar dari pemikiran ini adalah Dual

Coding Theory yang dikemukakan oleh Paivio (1971).

Di SMP Negeri 3 Mande sendiri, pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran IPS telah dilaksanakan secara bervariasi. Maksudnya proses pembelajaran IPS di kelas telah menggunakan beragam metode pembelajaran secara bergantian dan menggunakan berbagai media pembelajaran, seperti media visual maupun audio visual. Namun dari perbincangan dengan guru mata pelajaran IPS, mereka menggunakan metode pembelajaran maupun media pembelajaran di kelas tanpa memisahkan antara media berupa kata-kata (verbal) dengan media berupa gambar (visual). Tujuan penggunaan metode maupun media pembelajaran hanya sebagai variasi proses pembelajaran di kelas, untuk


(19)

menghindari kebosanan, bukan untuk mengoptimalkan pengolahan memori sebagai modal dasar siswa belajar. Padahal, jika penggunaan metode dan media pembelajaran didasari dengan teori yang tepat, proses pembelajaran akan jauh lebih efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

Berdasarkan pengamatan peneliti pada waktu pra observasi, kenyataan di lapangan khususnya pada pembelajaran IPS kelas VII di SMP N 3 Mande Cianjur guru dalam memberikan penjelasan mengenai suatu konsep pelajaran IPS lebih banyak berceramah, bercerita tanpa didukung visualisasi yang konkrit berhubungan dengan materi. Pembelajaran seperti ini berakibat pada pembelajaran yang lebih menekankan pada verbalisme. Proses pembelajaran IPS yang berlangsung selama ini kurang efektif dan aplikatif, karena tingkat pemahaman siswa akan IPS terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru yang bersumber pada buku teks. Sedangkan unsur visual yang dapat membantu siswa memahami pembelajaran. Metode pembelajaran yang demikian menyebabkan siswa cenderung sulit memahami materi pembelajaran dan lebih banyak menghafal. Siswa hafal, belum tentu mengerti atau paham dengan apa yang mereka hapalkan. Hal ini berdampak kepada hasil belajar siswa yang rendah. Kriteria Ketuntasan Minimal pelajaran IPS untuk Standar Kompetensi 1 adalah 70. Dari 38 siswa kelas VII-G dua orang yang mencapai batas Ketuntasan Minimal 70, sedangkan nilai rata-rata IPS yang dicapai kelas VII-G adalah 57,6. Hal ini membuktikan rendahnya hasil belajar IPS siswa kelas VII-G.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan Model Dual-Coding dalam pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa?” .Dari rumusan masalah diatas dapat dikemukakan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(20)

1. Bagaimanakah gambaran awal pembelajaran IPS sebelum penerapan Model Dual-Coding di SMP Negeri 3 Mande?

2. Bagaimana pelaksanaan Model Dual-Coding untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa di SMP Negeri 3 Mande?

3. Bagaimana hasil-hasil yang diperoleh pembelajaran dengan Model

Dual-Coding untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam

pembelajaran IPS?

4. Upaya apa saja yang dilakukan guru untuk mengatasi kendala dalam penerapan Model Dual-Coding pada pembelajaran IPS?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian merupakan sasaran, arahan yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk memproleh gambaran umum tentang penerapan Model Dual-Coding dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di SMP Negeri 3 Mande. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui gambaran awal pembelajaan IPS sebelum penerapan Model Dual-Coding.

2. Memahami bagaimana guru melaksanakan kegiatan pembelajaran IPS dengan menggunakan Model Dual-Coding dalam meningkatkan hasil belajar IPS siswa.

3. Melihat efektifitas penerapan Model Dual-Coding untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa.

4. Mengindentifikasi kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan Model Dual-Coding serta mencari alternatif pemecahan masalahnya.


(21)

Manfaat penelitian tentang penerapan Model Dual-Coding dalam pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa diharapkan dapat memberi manfaat.:

a. Bagi Peneliti

Manfaat penelitian mengenai penerapan Model Dual-Coding ini adalah untuk melihat efektif atau tidak dalam peningkatan hasil belajar IPS siswa, dengan demikian peneliti dapat menjadikan Model Dual-Coding sebagai alternatif model pembelajaran.

b. Bagi Guru IPS

Memperoleh wawasan/pengetahuan tambahan mengenai model alternatif dan inovatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS.

c. Bagi Siswa

Para siswa dapat meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran IPS yang diperoleh dari upaya mengoptimalkan proses pengolahan informasi dalam otak mereka. Sehingga peningkatan hasil belajar ini bukan hanya dalam mata pelajaran IPS, melainkan seluruh pelajaran yang mereka terima.

E.Definisi Istilah

1. Hasil Belajar adalah: adalah pernyataan kemampuan siswa dalam

menguasai sebagian atau seluruh kompetensi tertentu. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan bertindak dan berpikir setelah siswa menyelesaikan suatu aspek, atau sub aspek mata pelajaran tertentu (Depdiknas, 2003 : 5). Adapun hasil belajar itu digunakan untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah proses belajar mengajar atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah program pengajaran. Hasil belajar adalah dampak pembelajaran (instructional effects) berupa hasil


(22)

yang dapat diukur sedangkan bagi siswa merupakan dampak pengiring (nurturent effects) berupa terapan pengetahuan dan atau kemampuan di bidang lain sebagai suatu transfer belajar Muhibbin (2008 : 141). Secara formal, hasil belajar dinyatakan dalam bentuk nilai atau angka-angka yang disimpulkan berdasarkan evaluasi hasil belajar Surya (2003 : 25-95). Adapun hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman siswa kelas VII terhadap materi pembelajaran IPS setelah beberapa siklus. Adapun materi pelajaran IPS dimaksud adalah materi pelajaran IPS yang tercakup dalam Standar Kompetensi : 2. Memahami kehidupan sosial manusia, dengan Kompetensi Dasar:

2.1 Mendeskripsikan interaksi sebagai proses sosial

2.2 Mendeskripsikan sosialisasi sebagai proses pembentukan kepribadian

2.3 Mengidentifikasi bentuk-bentuk interaksi sosial 2.4 Menguraikan proses interaksi sosial

2. Model Dual-Coding adalah: model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip Dual-Coding Theory atau Teori Pengkodean Ganda. Teori pengkodean ganda adalah teori yang berasumsi bahwa manusia memiliki dua sistem pengolahan informasi yang berlainan: satu mewakili informasi verbal dan yang lain mewakili informasi visual (Solso, 1998). Lebih lanjut, Paivio (1991, dalam Solso, 1998) menguraikan tentang separated dual-code dan integrated dual-code.

Separated dual-code menunjukkan perbedaan yang jelas pada model

penerimaan atau penyimpanan informasi dalam memori berdasarkan informasi yang diberikan, dalam hal ini informasi visual dan informasi verbal. Informasi yang diberikan dalam bentuk kata-kata akan diterima dalam bentuk verbal, sedangkan informasi yang diterima dalam bentuk gambar akan diterima atau disimpan dalam bentuk visual. Ada 3 proses yang berlangsung saat seseorang menerima 2


(23)

bentuk informasi (verbal dan visual), dalam waktu yang sama, yaitu: 1) membuat gambaran verbal serta kesesuaian dengan informasi verbal yang diterima; 2) membuat gambaran visual serta kesesuaian dengan informasi visual yang diterima; dan 3) membuat kesesuaian hubungan antara gambaran visual dengan gambaran verbal yang sudah diterima. Model

dual coding yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah

pembelajaran IPS dengan memakai prinsip-prinsip dan langkah-langkah teori dual coding dari Allan Paivio yang kemudian dioperasionalkan oleh Mayer. Prinsip utama dari teori dual coding adalah bahwa informasi akan lebih mudah diterima kalau disampaikan secara verbal dan visual dalam suatu kaitan (Paivio, 2007:33). Proses penyampaian dan penerimaan informasi tersebut terdiri dari lima langkah sebagai berikut (Mayer, 2009:80):

1. Memilih kata-kata yang relevan untuk pemrosesan dalam memori kerja verbal.

2. Memilih gambar-gambar yang relevan untuk pemrosesan dalam memori kerja visual.

3. Menata kata-kata terpilih ke dalam model mental verbal 4. Menata gambar-gambar terpilih ke dalam model mental visual

5. Memadukan representasi kata dan representasi berbasis-gambar.

Dengan demikian, Model Dual Coding yang digunakan dalam penelitian ini tediri dari 3 (tiga) tahapan sebagai berikut: (a) perencanaan pembelajaran yang

mencakup kegiatan penetapan tujuan dan fokus pada topik pembahasan, (b) pembahasan materi dengan memakai 5 (lima) langkah model dual coding di

atas, (c) melakukan penilaian hasil belajar.


(24)

Dalam penelitian ini, penulis menyusun sistematika penulisan diawali dengan pendahuluan yang terdiri dari:

BAB I Latar belakang, menguraikan secara umum latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan serta dilanjutkan dengan penyusunan penjelasn-penjelasanan defenisi istilah dalam penelitian ini.

BAB II penulis mengangkat kajian teoritis yang berkaitan dengan hasil belajar, model dual – coding, komponen-komponen dalam model dual – coding,

kemudian penelitian terdahulu sebagai acuan dalam penelitian ini.

BAB III, dalam bab ini berisi metode penulisan yang akan digunakan peneliti yaitu penjelasan tentang metode penelitian, prosedur penelitian, instrument penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrument penelitian dan analisis data, serta validitasi data penelitian.

BAB IV menampilkan deskripsi hasil penelitian meliputi: pelaksanaan penelitian,dan analisis penelitian, juga temuan-temuan dalam penelitian serta hasil diskusi peneliti dengan guru mitra dalam penelitian ini.

BAB V bagian ini merupakan akhir dari penelitian dalam penerapan Model Dual-Coding menguraikan tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran terhadap proses pembelajaran disekolah di SMP Negeri 3 Mande.


(25)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A.Pendekatan, Metode dan Teknik Penelitian.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualititatif. Yaitu suatu pendekatan penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2009 : 15).

Adapun menurut Creswell (2010 : 4), pendekatan kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi makna yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan . Proses penelitian ini melibatkan upaya-upaya penting seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum dan menafsirkan makna data.

Karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1982) dalam Sugiyono, (2009 : 21) adalah sebagai berikut:

a) Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and researcher is the key instrument; b) Qualitative research is descriptive. The data collected is in the form of words of pictures rather than number; c) Qualitative research are concerned with process rather than simply with outcomes or products; d) Qualitative research tend to analyze their data inductively; e)

“Meaning” is of essential to the qualitative approach.

Berdasarkan karakteristik diatas, dapat dikemukakan bahwa penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci dari penelitian dimaksud. Penelitian kualitatif juga lebih bersifat deskriptif. Data yang


(26)

terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar (atau keduanya), sehingga tidak menekankan angka dan lebih menekankan pada proses daripada produk. Analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan secara induktif. Yang paling penting dari penelitian kualitatif adalah bahwa penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna (arti) data dibalik yang diamati. Adapun menurut Sudjana (2004:200):

Penelitian kualitatif tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan sebelumnya, tetapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami. Data dan informasi lapangan ditarik makna dan konsepnya melalui pemaparan deskriptif analitik tanpa menggunakan enumerasi dan statistik sebab lebih mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa dan tingkah laku dalam situasi alami. Generalisasi tidak perlu dilakukan sebab deskripsi dan interpretasi terjadi dalam konteks ruang, waktu dan situasi tertentu”.

Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, yaitu metode yang tidak menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti. Hal ini bukan berarti pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berpikir formal dan argumentatif. Banyak penelitian kualitatif merupakan penelitian sampel kecil.

Lebih spesifik lagi, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research). Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research), merupakan perpaduan antara prosedur penelitian dan tindakan substansif sebagai prosedur penelitian. Hal ini ditandai dengan suatu kajian reflektif, kolaboratif dan partisipatif. Tujuan penelitian tindakan kelas (PTK) ini untuk memperbaiki kinerja guru didalam kelas dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga peserta didik menjadi termotivasi dalam belajar dan hasil belajarnya pun meningkat.

Penelitian ini dimaksud untuk melihat gambaran secara mendalam serta efektivitas penerapan salah satu metode pembelajaran di SMP Negeri 3 Mande. Dalam penelitian ini bukan hanya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan


(27)

didalam kelas tetapi juga untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam mengajar melalui kegiatan yang inovatif yang berlandaskan pada efektif kolaboratif dan upaya-upaya meningkatkan kualitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial didalam kelas. Untuk mewujudkan tujuan – tujuan tersebut, PTK dilaksanakan dalam proses berdaur (cyclical ) yang terdiri dari empat tahapan : a) Perencanaan; b) Pelaksanaan; c) Observasi dan evaluasi; dan d) Refleksi.

Menurut Hopkins (Wiriaatmadja, 2005:11), PTK mempunyai karakteristik khusus yang tidak terdapat pada penelitian lain, yaitu: 1) Tema penelitian bersifat situasional permasalahan yang dihadapi guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari; 2) Tindakan diambil berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi diri; 3) Dilakukan dalam beberapa putaran; 4) Penelitian bertujuan untuk memperbaiki kinerja; 5) Dilaksanakan secara kolaboratif atau partisipatorif; dan 6) Sampel terbatas, penelitian tindakan mengambil sampel spesifik pada kelas atau sekolah dengan sasaran kelompok siswa, atau kelompok guru yang tidak dilakukan secara acak sehingga hasil penelitian tindakan kelas tidak dapat digeneralisasikan untuk wilayah yang lebih luas. Jika ditinjau dari sudut tujuan penelitian, PTK termasuk Penelitian Development. Yaitu penelitian yang bertujuan mengembangkan pengetahuan yang sudah ada. Adapun dari segi pemakaian hasil penelitian yang diperoleh, PTK termasuk Penelitian Terapan (Applied Research), dimana penelitian ini diselenggarakan dalam rangka mengatasi masalah nyata dalam kehidupan, berupa usaha menemukan dasar-dasar dan langkah-langkah perbaikan bagi suatu aspek kehidupan yang dipandang perlu untuk diperbaiki. (Nawawi, 1985: 29-31).

Setidaknya ada enam prinsip dasar yang melandasi PTK (Hopkins, 1993 dalam Pertiwi dkk, 2013:27), yaitu: 1) siklis; 2) sistematik; 3) integral; 4) autentik; 5) konsisten; dan 6) komprehensif. Karateristik Penelitian Tindakan Kelas menurut Sukardi (2004:211), adalah sebagai berikut: (1) Problem yang dipecahkan merupakan persoalan praktis yang dihadapi peneliti dalam kehidupan


(28)

profesi sehari-hari; (2) Peneliti memberikan perlakuan atau treatment yang berupa tindakan yang terencana untuk memecahkan permasalahan dan sekaligus meningkatkan kualitas yang dapat dirasakan implikasinya oleh subjek yang diteliti; (3) Langkah-langkah penelitian yang direncanakan selalu dalam bentuk siklus, tingkat atau daur yang memungkinkan terjadinya kerja kelompok maupun kerja mandiri secara intensif; dan (4) adanya langkah berpikir reflektif dari peneliti baik sesudah mupun sebelum tindakan.

Ada empat jenis PTK, yaitu: 1) PTK diagnostik, 2) PTK partisipan, 3) PTK empiris dan 4) PTK eksperimental (Supriyadi:2012) Penelitian ini akan menggunakan PTK Eksperimental. Yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar-mengajar. Di dalam kaitanya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dalam penelitian ini, dual-coding theory akan digunakan dalam pembelajaran IPS sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di kelas VII-G SMP N 3 Mande.

B.Prosedur Penelitian.

Menurut Wiriaatmadja, (2009:95), secara umum prosedur Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari: 1) Mengidentifikasi masalah pembelajaran; 2) Menganalisis dan merumuskan masalah pembelajaran; 3) Merencanakan tindakan berdasarkan rumusan masalah; 4) Melaksanakan tindakan, observasi dan asesmen; 5) Menganalisis data hasil observasi dan asesmen serta hasil interpretasi; dan 6) Melakukan refleksi dan merencanakan tindak lanjut untuk siklus berikutnya. Adapun menurut Wiriaatmadja, prosedur penelitian tindakan kelas meliputi beberapa langkah: 1) Memilih mitra untuk penelitian; b) Membuat perencanaan penelitian; c) Menyusun hipotesa kerja; d) Melaksanakan tahap.siklus 1 penelitian;


(29)

Pemikiran awal

e) Melakukan observasi; f) Membuat catatan lapangan; g) Melakukan diskusi dan refleksi pasca pelaksanaan siklus 1; h) Merencanakan pelaksanaan tahap/siklus 2, dan seterusnya.

Adapun alasan penulis menggunakan desain model Ebbut adalah, bahwa dalam model ini, siklus penelitian di dalam kelas dibatasi dengan jelas sejak penelitian direncanakan. Jika dalam satu siklus penelitian perubahan yang diharapkan terjadi, maka tidak usah dilakukan siklus selanjutnya. Ebbut berpandangan bahwa bentuk spiral yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Taggart bukan merupakan cara baik untuk menggambarkan proses aksi refleksi (action reflection). PTK model Dave Ebbut ini secara skematis dapat dilihat digambar sebagai berikut:

Perubahan Pemikiran

Revisi Perencanaan

Atau Atau

Atau dst

Atau

Bagan 3.1:

Alur Penelitian Tindakan Kelas dari Ebbut

Sumber: Hopkins, 1993, dalam Wiriaatmadja (2009 : 67). Pelaksanaan Tindakan 2, Dst Rencana Baru Revisi Perencanaa n Reconnaissance Reconnaissance Perubahan Pemikiran Rencana Keseluruhan Pelaksanaan Tindakan 1 Pengawasan dan Reconnaissance

Pelaksanaan Tindakan 2 Pelaksanaan

Tindakan 2, Dst


(30)

Pada dasarnya dalam PTK terdapat empat tahapan penting, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan (observasi), dan (4) refleksi. Dalam penelitian penerapan Dual-Coding Theory untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas VII G SMP Negeri 3 Mande keempat tahapan tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:

Bagan 3.2:

Alur siklus pelaksanaan penelitian

Sumber: diadaptasi dari Supriyadi (2012 : 13) Masalah atau ide awal penelitian berasal dari adanya keresahan peneliti melihat rendahnya hasil belajar IPS siswa di SMP N 3 Mande. Dibuktikan dengan daftar nilai mata pelajaran IPS yang kebanyakan masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal. Setelah itu peneliti mulai mempersiapkan alat penelitian berupa format penelitian, angket, format wawancara dan rencana model atau


(31)

metode pebelajaran yang akan digunakan berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan sebelumnya.

Dalam Studi pendahuluan kegiatan peneliti adalah melakukan pengamatan pra observasi mengenai proses pembelajaran IPS di SMP N 3 Mande dan mencatat kejadian-kejadian penting selama proses pembelajaran. Disamping itu berdiskusi dengan guru model dan mewawancarai siswa mengenai permasalahan yang sering muncul selama kegiatan pembelajaran, baik masalah yang berkaitan dengan kompleksitas matari pelajaran, metode pembelajaran yang guru gunakan, proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu melakukan berbagai persiapan sehingga komponen yang direncanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah persiapan yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut: Menentukan Jadwal dan Materi pembelajaran; Membuat perangkat dan skenario pembelajaran (Silabus, RPP, LKS, dll) berisikan langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan prisnsip-prinsip dual coding theory yang dilaksanakan guru, disamping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka implementasi tindakan perbaikan yang telah direncanakan.; Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas seperti gambar-gambar dan alat-alat peraga, dll; Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan, kalau perlu juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan; Melakukan simulasi pelaksanaan, sehingga dapat menumbuhkan serta mempertebal kepercayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya; dan sebagai pelaku PTK, guru mitra harus terbebas dari rasa takut gagal dan takut berbuat kesalahan.

Langkah selanjutnya adalah melaksanakan skenario tindakan perbaikan yang telah direncanakan dalam situasi yang aktual. Kegiatan pelaksanakan tindakan dilaksanakan sesuai jadwal yang ditetapkan dan pada saat yang bersamaan kegiatan pelaksanaan tindakan ini juga diikuti dengan kegiatan


(32)

menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan rencana tindakan, (2) bahan ajar yang diperlukan dalam pembelajaran termasuk lembar kerja siswa (LKS), (3) alat evaluasi seperti kuis dan tes, (4) media pembelajaran yang diperlukan, (5) lembar observasi untuk mengamati keterlaksanaan model pembelajaran dengan menerapkan prinsip-prinsip dual-coding Theory dan perubahan yang terjadi pada siswa selama proses pembelajaran. Kemudian melaksanakan langkah-langkah mulai dari perencanaa hingga

reconnaisance/refleksi.

Pengamatan ini berfungsi untuk melihat dan mendokumentasikan pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh tindakan dalam kelas. Hasil pengamatan ini merupakan dasar dilakukannya refleksi sehingga pengamatan yang dilakukan harus dapat menceritakan keadaan yang sesungguhnya. Dalam pengamatan, hal-hal yang perlu dicatat oleh peneliti adalah proses dari tindakan, efek-efek tindakan, lingkungan dan hambatan-hambatan yang muncul.

Secara umum observasi adalah upaya merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan berlangsung (dalam hal ini pada saat pembelajaran berlangsung). Observasi dapat dilakukan secara terbuka dan tertutup. Pada observasi terbuka, pengamat tidak menggunakan lembar observasi, melainkan hanya menyiapkan kertas kosong untuk merekam kegiatan pembelajaran yang diamati. Pada observasi tertutup, pengamat telah menyiapkan dan menggunakan lembar observasi untuk merekam aktivitas pembelajaran yang diamati. Penelitian ini akan menggunakan observasi tertutup, untuk membatasi hal-hal yang diobservasi difokuskan pada komponen-komponen pembelajaran

dengan menerapkan model ”Dual-Coding”.

Mekanisme perekaman hasil observasi perlu dirancang agar tidak mencampur adukkan antara fakta dan interprestasi, namun juga tidak terseret oleh kaidah umum yang tanpa kecuali menafsirkan interprestasi dalam pelaksanaan observasi. Apabila yang terakhir ini dilakukan sehingga yang direkam hanyalah fakta tanpa interprestasi, maka akan dapat menimbulkan resiko, bahwa makna dari


(33)

perangkat fakta karena proses erosi yang terjadi dalam ingatan, lebih-lebih apabila pengamat hasil observasi yang telah secara utuh karena proses erosi yang terjadi dalam ingatan, lebih-lebih apabila pengamat adalah juga pelaksana tindakan. Observasi kelas akan memberikan manfaat apabila pelaksanaannya diikuti dengan diskusi balikan. Hasil diskusi diinterprestasikan secara bersama-sama oleh pelaksana tindakan dan pengamat. Diskusi mengacu kepada penerapan sasaran serta pengembangan strategi perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutrnya

Reconnaisance/refleksi disini meliputi kegiatan: analisis, sintesis,

penafsiran (penginterprestasian), menjelaskan dan menyimpulkan. Hasil dari refleksi adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan dipergunakan untuk memperbaiki kinerja guru pada pertemuan selanjutnya. Refleksi merupakan upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi dan/atau tidak terjadi, apa yang telah dihasilkan atau yang belum berhasil dituntaskan dengan tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi itu digunakan untuk menetapkan langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan penelitian. Dengan kata lain, refleksi merupakan kajian terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sementara, dan untuk menentukan tindak lanjut dalam rangka pencapaian berbagai tujuan sementara lainnya.

Selanjutnya dapat dilakukan analisis data dalam rangka refleksi setelah implementasi suatu paket tindakan perbaikan, mencakup proses dan dampak seperangkat tindakan perbaikan dalam suatu siklus PTK sebagai keseluruhan. Dalam hubungan ini, analisis data adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan, mengorganisasikan, dam mengabstraksikan data secara sistematis dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menyusun jawaban terhadap tujuan PTK.

Jika dari hasil analisis dan refleksi, hasil yang didapat menunjukkan keberhasilan dan menurut peneliti (sebaiknya setelah berdiskusi dengan sejawat) permasalahan sudah dapat diatasi, maka PTK diselesaikan pada siklus 1. Jika dari


(34)

hasil analisis dan refleksi, indikator keberhasilan belum tercapai, maka dirancang kembali rencana perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus 2 dengan tahapan kegiatan yang sama dengan siklus 1. Setiap siklus tindakan pada penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan atau pembelajaran di kelas. Dengan alasan efektifitas waktu pembelajaran. Biasanya, evaluasi dengan tes tertulis membutuhkan waktu khusus di akhir pembelajaran. Sehingga untuk penilaian dilaksanakan pada akhir pertemuan kedua setiap siklus.

Keberhasilan dari sisi hasil dapat dilihat dari meningkatnya prestasi hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa sesuai dengan acuan yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Prinsip penilaian yang diterapkan di sini sedapat mungkin mengacu pada Penilaian Berbasis Kelas atau Berbasis Peserta Didik, artinya penilaian dilakukan sepenuhnya oleh guru terhadap seluruh aspek dan proses kegiatan belajar siswa dengan isntrumen penilaian yang bervariasi dengan tetap memperhatikan perbedaan kemampuan individual siswa. Oleh karena itu Pedoman acuan penilaian yang ditentukan dalam penelitian ini untuk mengukur kemajuan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa ditetapkan berdasarkan kriteria PAP (Penilaian Acuan Patokan).

Untuk batasan pelaksanaan siklus tindakan, digunakan kriteria keberhasilan tindakan. Peneliti menggunakan PAP sebagai salah satu patokan kriteria keberhasilan tindakan yang diadaptasi dari taraf atau tingkat keberhasilan proses belajar mengajar dari Sjaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. (Djamarah dan Zain, 2010:108). Dimana sebuah proses belajar mengajar dinyatakan berhasil atau gagal jika:

1. 75 % dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan minimal, optimal atau bahkan maksimal, maka proses belajar mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru;

2. Apabila 75% atau lebih dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka proses belajar mengajar berikutnya hendaknya bersifat perbaikan (remedial), (Djamarah dan Zain, 2010:108).


(35)

Berdasarkan kriteria keberhasilan proses belajar mengajar diatas, kemajuan hasil belajar siswa melalui penerapan model Dual-Coding dikatakan meningkat secara signifikan manakala dari hasil evaluasi di akhir tindakan penelitian (siklus), 75 % dari seluruh siswa kelas VII-G telah berhasil mencapai batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan untuk mata pelajaran IPS di SMP Negeri 3 Mande, yaitu 70. Secara prosentase, kemajuan hasil belajar siswa di sini dikatakan meningkat manakala nilai rata-rata hasil belajar siswa di akhir tindakan menunjukkan peningkatan sebesar 10% dari hasil belajar sebelumnya. Dan dengan begitu berarti program tindakan dinyatakan berhasil dan siklus tindakan dihentikan. Sebaliknya, jika siswa yang mencapai nilai di bawah KKM berjumlah 25% atau lebih dari keseluruhan siswa kelas VII-G maka program tindakan dinyatakan belum berhasil. Dan oleh sebab itu siklus tindakan harus dilakukan kembali ke siklus selanjutnya.

Adapun hasil belajar siswa dinyatakan dari skor perolehan siswa berdasarkan tes hasil hasil belajar. Pedoman penskoran tergantung dari tiap indikator pencapaian kompetensi yang dicantumkan dalam perangkat pembelajaran. Tes hasil belajar sendiri dilaksanakan setiap akhir siklus. Dalam penelitian tindakan kelas biasanya digunakan pedoman konversi nilai absolut skala lima. Misalnya, data hasil belajar, pedoman konversinya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1:

Kriteria Keberhasilan Tindakan

No Interval Skor Huruf Klasifikasi

1. 0-59 E Sangat Kurang

2. 60-69 D Kurang

3. 70-79 C Cukup


(36)

5. 90-100 A Sangat Baik

Sumber: diolah dari (Soedjana, 2010:56) Penelitian Tindakan Kelas akan dilaksanakan pada Tahun Pelajaran 2013/2014 semester ganjil dengan mempertimbangkan Kalender Pendidikan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Karena pada hakekatnya, Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang dilakukan tanpa mengganggu jadwal akademik di kelas. Penelitian ini rencananya dilaksanakan mulai bulan September 2013 – Desember 2013. Rincian waktu dan kegiatan penelitian dapat di lihat pada matriks di bawah:


(37)

Matriks jadwal penelitian

JADWAL PELAKSANAAN SIKLUS PENELITIAN TINDAKAN KELAS

“PENERAPAN DUAL – CODING THEORY DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKANHASIL BELAJAR IPS SISWA”

DI KELAS VII-G SMP NEGERI 3 MANDE TAHUN PELAJARAN 2013/201

No Deskripsi Kegiatan September Oktober Nopember Desember Keterangan

1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5

1. Observasi V

UJI

AN

TEN

GA

H SEME

S

TER

2. Siklus 1

- Perencanaan tindakan 1 V V

- Pelaksanaan tindakan 1 V V

- Observasi dan evaluasi V V V

- Refleksi V V

3. Siklus 2

- Revisi V

- Perencanaan tindakan 2 V V

- Pelaksanaan tindakan 2 V V

- Observasi dan evaluasi V V V

- Refleksi V


(38)

(39)

C.Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di SMP Negeri 3 Mande, yang beralamat di Jl. Aria Wiratanudatar, KM 9, Desa Jamali. Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian merujuk pada pengertian sosial yang mengandung tiga unsur: tempat, pelaku dan kegiatan (Nasution, 1996:43).

Alasan peneliti memilih SMP Negeri 3 Mande Kabupaten Cianjur sebagai lokasi penelitan, dikarenakan alasan administratif, dimana peneliti sabagai salah satu staf pengajar di sekolah tersebut. Adapun secara teoritis dasar pertimbangan pemilihan lokasi tersebut adalah karena karakteristik penlitian tindakan kelas bersifat situasional dan kontekstual artinya problema yang diangkat untuk dipecahkan dalam penelitian tindakan kelas harus selalu berangkat dari persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru (Sukidin, 2002 dalam Karahmatika, 2009:45).

2. Subyek Penelitian

Lebih khusus lagi, penelitian akan dilaksanakan di kelas VII-G dengan jumlah siswa sebanyak 38 orang, terdiri dari 22 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Adapun guru model adalah seorang guru matapelajaran IPS, bernama Cahri Cahyana, S.Pd. Beliau memiliki latar belakang pendidikan S-1 Pendidikan Sejarah, dan pengalaman mengajar sejak tahun 1997. Secara profesional, guru ini telah memiliki sertifikat pendidik sejak tahun 2010. Adapun alasan pemilihan belaiu sebagai Guru Mitra adalah karena beliau satu-satunya guru yang memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan mata pelajaran IPS.

D.Teknik Pengumpulan Data

Data untuk penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan observasi dan wawancara. Observasi atau pengamatan dilakukan oleh peneliti bersama


(40)

observer. Berpedoman pada pendapat Wiriaatmadja (2009), Pertama, observasi akan dilaksanakan secara umum dan khusus. Secara umum artinya, segala kegiatan didalam kelas diamati dan dicatat dalam Catatan Lapangan. Sedangkan secara khusus artinya, observasi difokuskan hanya pada kegiatan tertentu dalam hal ini adalah pelaksanaan penerapan Dual-Coding Theory di dalam kelas. Observer membantu peneliti untuk membuat Catatan Lapangan, setelah sebelumnya disepakati terlebih dahulu ukuran-ukuran (baik-buruk, kuat-lemah, efisien-tidek efisien) yang digunakan dalam pengamatan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi yang dilakukan secara langsung oleh peneliti, dengan menggunakan beberapa cara, yaitu: (1) Dokumentasi, yaitu untuk memperoleh daftar nilai ulangan sebelumnya. Nilai tersebut dijadikan sebagai acuan; (2) Tes, yaitu untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Instrumen tes dibuat peneliti dengan menggunakan kriteria tertentu, bahwa butir soal yang diujikan sesuai dengan silabus dan dikonsultasikan dengan guru IPS di SMP Negeri 3 Mande; (3) Observasi aktivitas siswa, yaitu untuk mengetahui kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan siswa pada kegiatan pembelajaran.

Ada tiga fase esensial dalam mengobservasi kelas yaitu: pertemuan perencanaan, observasi kelas dan diskusi balikan (Wiriaatmadja, 2009:106), yang akan terlihat dari bagan di bawah ini.

Bagan 3.3: Alur observasi kelas

Sumber: Wiriaatmadja (2009), halaman 106 Pertemuan Perencanaan


(41)

Dalam pertemuan perencanaan, guru penyaji dan pengamat mendiskusikan rencana pembelajaran termasuk bagaimana langkah-langkah pembelajaran akan dilaksanakan dan bagaimana pengamat akan memulai pengumpulan data melalui observasi. Selanjutnya hasil pengamatan dari kegiatan pembelajaran akan dianalisis dalam diskusi balikan untuk menyepakati hasil observasi berupa kekurangan maupun keberhasilan kegiatan pembelajaran dalam bentuk Catatan Lapangan.

E.Instrumen Penelitian Pada prinsipnya, dalam metode penelitian kualitatif-naturalistik, peneliti sendirilah yang menjadi instrumen utama penelitian (human instrumen), yang terjun ke lapangan (kelas) untuk mengumpulkan sendiri informasi yang diperlukan.

Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian ini didasarkan pada karakter seorang peneliti as the only human instrument yang dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (Wiriaatmadja, 2005:96) yaitu: 1) Responsif, terhadap berbagai petunjuk baik yang bersifat perorangan maupun yang bersifat lingkungan; 2)

Adaptif, dengan mampu mengumpulkan berbagai informasi mengenai banyak

faktor pada tahap yang berbeda-beda secara simultan; 3) Menekankan aspek

holistik, karena manusialah yang mampu dengan segera menempatkan dan

menyimpulkan kejadian yang membingungkan di atas ke dalam posisinya secara keseluruhan; 4) Pengembangan berbasis pengetahuan, hanya manusia yang dapat sekaligur berpikir yang tidak diungkapkan (tacit knowledge) dalam menyusun proposisi, sementara sadar bahwa situasi yang dihadapi memerlukan lebih dari sekedar pengetahuan dan proposisi karena harus memahami apa yang dirasakan subyek yang diteliti, simpati dan empati yang tidak diungkapkan; 5) Memproses

dengan segera, sang penelitilah yang mampu segera memproses data di rempat,


(42)

diciptakan, 6) Klarifikasi dan kesimpulan, ia juga memiliki kemampuan unik untuk membuat kesimpulan di tempat, dan langsung meminta klarifikasi, pembetulan, atau elaborasi kepada subyek yang diteliti; 7) Kesempatan eksplorasi, terutama terhadap jawaban-jawaban dari subyek yang diteliti yang tidak lazim, atau mengandung kelainan (idiosinkretik), yang sepertinya tidak berguna atau tidak bisa dikoding, sehingga data tersebut diabaikan atau dibuang.

Untuk mempermudah pekerjaan penelitian, peneliti dibantu dengan alat penelitian lain, yaitu:

1. Pedoman Observasi

Menurut Creswell (2010 : 267) observasi kualitatif merupakan observasi yang didalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat aktivitas-aktivitas dalam lokasi penelitian. Untuk proses observasi dalam penelitian Penerapan Dual-Coding Theory dalam Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, peneliti akan berperan sebagai partisipan.

Menurut Sugiyono (2009 : 315), pedoman observasi adalah pedoman teknik pengamatan dan pencatatan langsung atau tidak langsung terhadap obyek yang sedang diteliti, dengan menggunakan alat-alat seperti daftar isian, daftar pertanyaan, checking list dan sebagainya, yang cara pengisiannya diisi oleh pengamat sendiri.

Observasi dalam penelitian tindakan kelas berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan terkait dengan orientasi ke tindakan berikutnya dimana semua kejadian dicatat di dalam catatan lapangan (field note) sebagai dasar bagi refleksi dan analisis untuk menentukan rencana tindakan pada siklus beikutnya.


(43)

Tes Hasil Belajar (THB) merupakan salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran atau untuk menentukan keberhasilan suatu proses pendidikan. Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang jawabannya dapat benar atau salah. Tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Tes tertulis adalah tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan dan/atau isian. Tes yang jawabannya berupa pilihan meliputi pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan. Sedangkan tes yang jawabannya berupa isian dapat berbentuk isian singkat dan/atau uraian.

Menurut (Zainul dan Nasution, 1993 : 25-29), dasar-dasar penyusunan Tes Hasil Belajar harus memenuhi beberapa syarat: 1) harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses belajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku; 2) disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari; 3) penyusunan THB hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan; 4) hendaknya disusun sesuai dengan tujuan penggunaan penggunaan tes itu sendiri; 5) disesuaikan dengan pendekatan pengukuran yang dianut apakah mengacu pada kelompok (norm reference, standar relatif) ataukah mengacu pada patokan tertentu (criterion reference, standar mutlak); 6) hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.

Untuk menilai hasil belajar siswa, penelitian ini akan menggunakan tes uraian. Tes ini dibuat berdasarkan validitas isi. Menurut Suherman, dkk (1990:137), “validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan, yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai alat evaluasi tersebut yang merupakan sampel representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai”. Adapun alasan penggunaan tes uraian dalam penelitian ini adalah: beberapa kelebihan tes uraian menurut Zainul dan Nasution (1993 : 30-32). Diantaranya adalah: dapat digunakan dengan baik untuk mengukur hasil belajar yang kompleks, lebih meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar


(44)

dibandingkan bentuk tes yang lain, memudahkan guru untuk menyusun soal, dan sangat menekankan kemampuan menulis. Pada tingkat pemahaman: peserta didik dituntut untuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri, memberi contoh suatu prinsip atau konsep.

Sebagai alat penilaian, tes uraian yang dilakukan berupa tes awal, dan tes akhir. Tes awal dilaksanakan sebelum proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan tes akhir dilaksanakan setiap siklus. Melalui tes akhir ini akan dapat dilihat keberhasilan pembelajaran dengan penerapan Dual-Coding Theory di dalam kelas.

3. Angket

Salah satu alat yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah angket. Penyebaran angket dilakukan setelah seluruh pembelajaran selesai dilaksanakan sehingga pengisian angket oleh guru dan siswa dapat mengacu pada pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Pada penelitian ini angket diberikan kepada guru dan siswa. Angket yang diberikan kepada guru adalah untuk mengetahui respon guru terhadap penerapan

Dual-Coding Theory, untuk mengetahui apakah guru telah melaksanakan kegiatan

belajar mengajar sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Sedangkan angket yang diberikan kepada siswa bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan Dual-Coding Theory dalam pembelajaran IPS.

4. Wawancara

Wawancara adalah “suatu percakapan terarah yang tujuannya untuk mengumpulkan atau memperkaya informasi atau bahan-bahan (data) yang sangat yang sangat kaya/mendetail, yang hasil akhirnya digunakan untuk analisis kualitatif”. Sugiyono (2009 : 317) mengungkapkan wawancara ini sebagai


(45)

adalah pedoman percakapan untuk maksud tertentu yang dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancarai untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara.

Menurut Hopkins (dalam Wiriatmadja, 2005:117) wawancara dalam suatu penelitian tindakan kelas adalah cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilhat dari sudut pandang yang lain. Orang-orang yang diwawancarai dapat termasuk beberapa orang siswa, kepala sekolah, beberapa teman sejawat, pegawai tata usaha, orang tua siswa dan lain-lain. Mereka disebut key informants.

5. Studi Dokumentasi

Untuk bahan pelaksanaan pembelajaran setiap siklus, termasuk sebagai bahan refleksi untuk siklus selanjutnya digunakan dokumen berupa Silabus, RPP. Sedangkan untuk data sekunder digunakan dokumen lain berupa daftar hadir siswa, daftar nilai, dan beberapa data penunjang lainnya dari sekolah.

Sebagai bukti fisik pelaksanaan penelitian tindakan kelas, maka setiap siklus didokumentasikan. Baik berupa foto sebagai alat perekam statis untuk menggambarkan beberapa peristiwa/keadaan dalam proses penelitian. Baik itu lokasi penelitian, obyek sekaligus subyek penelitian maupun situasi proses pembelajaran itu sendiri. Selain foto, untuk dokumentasi juga digunakan alat perekam gambar dinamis berupa handycam. Tujuannya selain untuk dokumentasi juga untuk bahan evaluasi ketika proses refleksi dari satu siklus dilaksanakan.

F. Kategorisasi Data

Data-data yang telah direduksi dibubuhi kode tertentu berdasarkan jenisdan sumbernya. Menurut Wiriaatmadja (2005:142) kode dan koding adalah kegiatan memberi label dan mencari data yang sangat efisien, serta mempercepat dan memberdeayakan analisis data. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi terhadap keseluruhan data, kegiatan ini dilakukan berdasarkan pengkodean dalam analisis data kualitatif.


(46)

G.Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan untuk merangkum secara akurat data yang telah dikumpulkan dalam bentuk yang dapat dipercaya dan benar. Menurut Spradley (Sugiyono, 2007:89), “analysis of any kind involves a way of thinking. It refers to systematic examination of something to determine it parts, the relation among parts, and the relationship to the whole. Analysis is

search for patents”. Analisis dalam penelitian jenis apapun adalah merupakan cara berpikir. Hal itu berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan hubungan antar bagian dan hubungannya dengan keseluruhan proses penelitian. Analisis data dilakukan secara induktif berarti penelitian kualitatif dimulai dari lapangan yakni dari data empirik. Peneliti terjun langsung kelapangan mempelajari, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada dilapangan. Dengan demikian temuan penelitian di lapangan yang kemudian dibentuk kedalam bangunan, teori, hukum prinsip bukan teori yang telah ada melainkan dikembangkan dari data lapangan.

Ada pun analisis data yang digunakan adalah metode analisis yang dikembangkan oleh Walcott dalam Wiriaatmadja, (2009:136) dengan tahapannya adalah: (1) Membuat sketsa gagasan yaitu dengan memberi tekanan pada deskripsi informasi yang berhubungan dengan keterampilan peserta didik untuk menggali dan merefleksikan pengalamannya menjadi sumber pembelajaran IPS; (2) Displai Data (penyajian data) yaitu membuat tabel, peta, bagan, angka-angka, perbandingan dengan ukuran baku/standar sumber pembelajaran IPS; (3) Mereduksi informasi atau data dimana komponen reduksi data dilakukan bersama dengan proses pengumpulanm data. Setelah data terkumpul maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi).

Hal ini sejalan dengan teknik analisis data model interaktif Miles Huberman. analisis data kualitatif dengan model interaktif. Analisis interaktif terdiri dari tiga tiga komponen, yakni: reduksi data, paparan data, dan penarikan


(47)

kesimpulan. Analisis ini dilakukan pada setiap tahap refleksi sehingga hasil dari analisis tersebut dapat diperoleh alternatif pemecahan masalah untuk menentukan rencana tindakan selanjutnya. Komponen-komponen analisis data model interaktif tergambar dalam bagan di bawah ini:

Bagan 3.4:

Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif

Sumber: Bungin, B (2003 : 69)

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Saat mengumpulkan data, peneliti akan dengan sendirinya terlibat melakukan perbandingan-perbandingan, apakah untuk memperkaya tujuan konseptualisasi, kategorisasi, ataukah teoritisasi. Hasil pengumpulan data kemudian perlu direduksi. Istilah reduksi data dalam penelitian kualitatif dapat disejajarkan maknanya dengan istilah pengelolaan data (mulai dari editing, koding, hingga tabulasi data) dalam penelitian kuabtitatif (Bungin, 2003:70). Yang termasuk kegiatan mereduksi data adalah memilah data yang telah dikumpulkan berdasarkan konsep, kategori atau tema tertentu.

Seperangkat hasil reduksi data juga perlu diorganisasikan ke dalam suatu bentuk tertentu (display data) sehingga terlihat sosoknya secara lebih utuh. Display data tersebut bisa berbentuk sketsa, sinopsis, matriks atau bentuk-bentuk lain; itu sangat dipelukan untuk memudahkan upaya pemaparan dan penegasan

DATA COLLECTION

DATA REDUCTIONN

DATA DISPLAY

CONCLUTION DRAWING &


(1)

Gronlund, N.E. (1971). Measurement and Evaluation in Teaching. New York: The Macmillan.

Hamalik, O. (2002). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasan, S.H. (1995). Pendidikan Ilmu Sosial. Depdikbud Ditjen Pendidikan Tinggi, Jakarta Proyek Pendidikan Tenaga Administrasi.

Hurlock, Elizabet B. (1993). Perkembangan Anak, terj., Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Erlangga

Jarolimek, P. (1993). Social Studi Competencies and Skill Learning to Teach as an Intern: New York: Macmillan Publishing co. Inc.

Joyce, B., Weil, M., C, M.( 2011). Models Of Teaching, Model-Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. (1990). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Marzano, R. J., Pickering, D. J., & Pollock, J. E. ( 2001). Classroom Instruction that Works. Research-Based Strategies for Increasing Student Achievement. Alexandria, VA: Association for Supervision and Curriculum Development.

Maxim, G .W. (2010). Dynamic Social Studies for Constructivist Classrooms. Sydney: Allyn & Bacon.

Mayer, R. E. (2009). Multi-Media Learning – Prinsip-prinsip dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Miles, M. B. dan Huberman, M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.

Moleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda karya.

Nasution, S. (1996). Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Naylor, D.T & Diem, R. (1987). Elementary and Middle School Social Studies. New York: Random House.

Nawawi, H. (1985). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.


(2)

Paivio, A. ( 1991). Dual Coding Theory: Retrospect and Current Status. Canadian University.

Parkay, F.W & Stanford, B. H.(2008). Menjadi Seorang Guru. Jakarta: PT INDEKS

Pertiwi, P., Darta, Nurdiani. N. (2013). Bahan Ajar Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Karya Tulis Ilmiah (KTI) dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Bandung: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 134 Universitas Pasundan.

Popham, W. J. (1995). Classroom Assessment: What Teachers Need to Know. Boston: Allyn and Bacon.

Putra, N. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Reed, S. K.( 2011). Kognisi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika. Rifai, A dan Tri Anni,. (2009). Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Schunk, D. H. (2012). Learning Theories-an Educational Perspective. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soedarsono, Fx. (2001). Aplikasi Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PAU-PPAI- Universitas Terbuka.

Silberman, M. (2009). Active Learning – 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: PUSTAKA INSAN MADANI.

Slameto. (2003). Belajar dan fakto-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT Rieneka Cipta.

Slavin, Robert.E. (2005). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Solso, R, L., dkk. (2008). Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.

Suciati, dkk. (2007). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Sudjana.N. dan Rivai, A. (2001). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru


(3)

_________ (2004). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algensindo

_________ (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta.

Sumantri, N.( 2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: UPI, PT Remaja Rosdakarya.

Supardan, Dadang. (2013). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran: dari Jaman Klasik Sampai Posmodern. Jakarta: Bumi Aksara.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Syah, M. (1997). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

________. (2010). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tim Konsorsium Sertifikasi Guru. (2013). Bahan Ajar Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 134 Universitas Pasundan.

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi

Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer – Suatu Tinjauan

Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Winkel, W.S. (2007). Psikologi Pengajaran. Jogjakarta: Media Abadi.

Wiriaatmadja, R. (2005). Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan Tenaga Kerja Guru dan Dosen. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Zainul, A & Nasoetion, N. (1993). Bahan Ajar Program Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) untuk Dosen Muda - Penilaian Hasil Belajar. PUSAT ANTAR UNIVERSITAS untuk

PENINGKATAN dan PENGEMBANGAN AKTIVITAS

INSTRUKSIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN.


(4)

Zainul, A. (2001). Alternative Assessment. PUSAT ANTAR UNIVERSITAS

untuk PENINGKATAN dan PENGEMBANGAN AKTIVITAS

INSTRUKSIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN.

Zevin, J. (2011). Social Studies for The Twenty-First Century – Methods and Materials for Teaching in Middle and Secondary Schools - (Third Edition). New York: Routledge.

Karya Ilmiah:

Al Mukhtar. S. (2001). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS: Suatu Studi Sosial Budaya Pendidikan, Disertasi PPS IKIP Bandung: Tidak dipublikasikan.

Andajani, S. (2008). Hubungan antara Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan Latar Belakang Guru, Latar Belakang Siswa dan Hasil Belajar Siswa (Studi Keahlian pada Program Otomotif. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.

Beacham, N.A., Elliott, A.C, Alty, J.L., Al-Sharrah, A. (2002). “Media Combinations and Learning Styles: A Dual Coding Approach”. Association for the Advancement of Computing in Education (AACE), 2002.

Efianingrum, A. (2009). Pembimbingan Penelitian Tindakan Kelas Untuk Mewujudkan Good School. (Makalah Pengabdian Pada Masyarakat). Program Studi Analisis Kebijakan Pendidikan Jurusan Filsafat Dan Sosiologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Hartono, A.R. (2009). “Menggunakan Media Pembelajaran Interaktif Berbasis Multi Media untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Program Produktif Siswa Kelas X Teknik Mekanik Otomotif-1 di SMK Negeri Adiwerna Kabupaten Tegal”. WIDYATAMA VOL. 6 No. 2, Juni 2009.

Ismail, W. (2007). “Belajar Sebagai Suatu Aktivitas Kognitif”. LENTERA PENDIDIKAN, Edisi X, No. 1 Juni 2007.

Jarolimek, J.(1982). “Social Studies in Elementary Education”. Mac Millan, London: Journal of Psychology, 45(3), 255-287.


(5)

Karahmatika, Y. (2009). Upaya Meningkatkkan Keterampilan Sosial Peserta Didik Melalui Pembelajaran Tematik (Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran IPS Kelas VIII SMP Negeri 3 Lembang Kabupaten Bandung Barat). Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.

Kusmiati, W. (2012). Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Peserta Didik dalam Pembelajaran IPS melalui Bantuan Media Visual (PTK di kelas IV SDN Pasirmaris Kec. Cibeber Kab. Cianjur pada Materi Bentuk-bentuk Kegiatan Ekonomi. Skripsi pada Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak dipublikasikan.

Nur, M. (2011). Pengaruh Penggunaan Kliping Media Massa Cetak Sebagai Sumber Pembelajaran IPS terhadap Hasil Belajar Siswa (Suatu Studi Kuasi Eksperimen di MTs N 1 Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan). Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak dipublikasikan. Pajriyah, S. (2013). Pengaruh Model Dual-Coding terhadap Peningkatan Hasil

Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sejarah (Studi Penelitian Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI di SMAN 1 Ciamis). Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.

Pranata, M. (2009). “Efek Seduktif-Redundansi Desain Pesan Multimedia”. Jurnal Desain Komunikasi Visual NIRMANA, VOL.7, NO. 2, JULI 2005: 118-125

Rosyani, A. (2008). Efektifitas Model Broken Triangle Melalui Pendekatan Cooperative Learning dalam Pembelajaran IPS (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Leuwigoong Garut). Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.

Saguni, F. (2006). “Prinsip-Prinsip Kognitif Pembelajaran Multimedia: Peran Modality dan Contiguity Terhadap Peningkatan Hasil Belajar”. Jurnal INSAN Vol. 8 No. 3, Desember 2006. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Suyata. (1995). “Merintis Penelitian Tindakan di Sekolah Dasar: Suatu Langkah Awal Mempertemukan Penelitian dan Kerja”. Dinamika Pendidikan No. 2 Th. II, Desember 1995.


(6)

Jaja. M. (2011). Upaya Penanaman Hasil belajar IPS siswa. Tersedia online dalam http://digilib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_iii/07140014-m-sulthon-a.ps Diunduh tanggal 24-2-2013.

Najjar, L.J. (1995). "A Review of the Fundamental Effects of Multimedia Information Presentation on Learning". Atlanta: School of Psychology and Graphic, Visualization, and Usability Laboratory, Georgia Institute of Technoloy, Atlanta. (http://www.cc.gatech.edu/gvu/...). Diunduh 15-3-2013.

Pranata, M. (2008). “Efek Tampilan Visual Seduktif Desain Pesan Multimedia Terhadap KemampuanTransfer“.Tersedia online dalam http://www.petra.ac.id/~puslit/ journals/dir.php?DepartmentID=DKV . Diunduh tanggal 25-1-2013.

Sessiani, L. A. (2007). Pengaruh Metode Multisensori dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan pada Anak Taman Kanak – Kanak (Studi Eksperimental Di Tk Aba 52 Semarang).Tersedia online dalam http://www.eprints.undip.ac.id/10438/1/Lucky_Ade_S._M2A_003_037.pdf. Diunduh tanggal 14-3 2013.

Supriyadi, Y. (2012). Jenis dan Model PTK. Tersedia online dalam http://mazyaya88.blogspot.com/2012/11/model-dan-desain-ptk.html. Diunduh tanggal 23-7-2013.

Sutrisno, J. (2008). Peranan Multimedia dalam Pembelajaran dan Gaya Belajar Siswa.Tersedia online dalam http://www.erlangga.co.id/pendidikan/365-example-pages-and-menu-links.html . Diunduh 15-02-2013.