Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dalam meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa SMPN 3 kota Tangerang selatan

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE KEPALA BERNOMOR STRUKTUR DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

IPS PADA SISWA SMPN 3 KOTA TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana S.Pd Pada Program Studi Pendidikan IPS

OLEH : RAHMA SOFIA NIM: 107015000964

JURUSAN PENDIDIKAN (TADRIS) IPS FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa SMPN 3 Kota

Tangerang Selatan” oleh Rahma Sofia NIM: 107015000964 diajukan kepada Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 29 November 2011 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Jakarta, 29 November 2011 Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Sidang (Ketua Jurusan Pendidikan IPS) Tanggal Tanda Tangan

Drs. H. Nurochim, MM ... ……… NIP. 195907151984031003

Sekretaris Sidang

Dr. Iwan Purwanto, M.Pd ………… ……….

NIP. 197304242008011012 Penguji I

Dr. Iwan Purwanto, M.Pd ………… ………..

NIP. 197304242008011012 Penguji II

Maila Dinia Husni Rahim, MA, S.Pd …………. ………..

NIP. 197803142006042002

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nurlena Rifa’i, MA.Ph.D 19591020 198603 2 001


(3)

i ABSTRAK

Rahma sofia, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur dalam Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial pada Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan. Program Studi Sosiologi Antropologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaa, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII.2 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan tahun pelajaran 2010/2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur. Instrumen yang digunakan berupa tes dan nontes. Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah: ketuntasan belajar kelas dan peningkatan persentase siswa yang mendapat nilai minimal 65 mencapai 100% melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur. Dari hasil penelitian dari siklus pertama ketuntasan belajar yang dicapai yaitu sebanyak 71,7 % dan siklus kedua sebanyak 100 %. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa pada materi permintaan dan penawaran dapat meningkat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur. Siswa berharap agar model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur dapat digunakan pada materi IPS pada konsep berikutnya.

Kata Kunci:

Penelitian Tindakan Kelas, Hasil Belajar Siswa, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur.


(4)

ii ABSTRACT

Rahma Sofia, “ The Aplication of Cooperatif Learning Type Number Head Together Structure In Improving Students’ Achievement in Understanding the Concept “Asking and Offering”. Strata I (S1). Department of Education and Social Science, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2011.

The research is a classroom action research. The research has two cycles. Every cycles consists of planning, applying, observing, and reflecting. The subject of the research are students of the class 8.2 at SMPN 3 Tangerang Selatan of the year of 2010/2011. The aims of this research are in order to know the improvement of students learning results and to know the students response to the application of cooperatif learning type number head together structure model. In this researc, researcher had use two instruments: the test and a non test instruments. The success of the research was indicated by the success of the class completed the learning processs and increase numbers of the students reaching minimum score of 65 up to 100%. In the fist cycle that leaning completeness of learning is 71,7% and in the second cycle is 100 % based on the result of the research, it can be concluded that social science bond cooperatif learning type number head together structure model. The students expect that the cooperatif learning type number head together structure model can be used for the next IPS concept.

Key word:

Classroom Action Research, Students Achievement, Cooperatif Learning Type Number Head Together Structure Model.


(5)

iii

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim.

Syukur Alhamdulilah kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam selalu tercurah pada Nabi junjungan kita nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya dan sahabat-sahabatnya.

Dalam pembuatan dan penulisan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan dorongan semua pihak. Penulis menyadari selama pembuatan dan penulisan skripsi ini banyak terdapat hambatan dan kendala yang dihadapi baik yang bersifat materil maupun moril. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Nurrochim.M.M. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

3. Dr. Rukmina Gonibala, M.Si. selaku pembimbing, terima kasih banyak atas waktu, tenaga dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi.

4. Maryono, SE, M.M.Pd. selaku kepala sekolah SMP Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, terima kasih telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut.

5. Nita Marganingsih, S.Pd. selaku guru mata pelajaran IPS di SMP Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, dan dewan guru beserta karyawan terima kasih atas bantuan, izin, dan fasilitas selama pelaksanaan penelitian. Siswa siswi terutama kelas VIII.2 yang menjadi subjek penelitian.

6. Kedua orang tua tersayang, ibu dan ayah atas do’a dan dukungan baik moril

maupun materil.


(6)

iv

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan berbagai saran dan kritik sehingga dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan dalam penelitian ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi para pengembangan produk pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah.

Jakarta, November 2011

Penulis Rahma Sofia


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT ……….……….. ii

KATA PENGANTAR …..………... iii

DAFTAR ISI ………...…….. v

DAFTAR TABEL ………... viii

DAFTAR GAMBAR ………... ix

DAFTAR LAMPIRAN ……….………..…...………... x

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………..………...……….…... 1

B. Identifikasi Masalah ……….………...… 7

C. Pembatasan Masalah ………...………..………...…... 8

D. Perumusan Masalah………..…...…… 9

E. Tujuan Penelitian ………..……….. 9

F. Manfaat Penelitian ………..………..……..…… 9

BAB II. DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ………..………...……….…....… 11

1. Metode Pembelajaran Kooperatif .………....…………...….… 11

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ………..……. 11

b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ………...………....… 15 c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif ………..………..……….. 16 d. Model Pembelajran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur …… 22

2. Hakikat Belajar ……….………...………. 27 a. Pengertian Belajar ……….………...………… 27 b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar …... 29

c. Prinsip Belajar ………...………..……….... 32

d. Pengertian Hasil Belajar ……….……..……... 32 3. Hakikat Pendidikan IPS ..…..……….……...…….……... 34


(8)

a. Pengertian Pendidikan IPS ……….. 35 b. Tujuan Pendidikan IPS ……… 35 c. Karakteristik Pendidikan IPS ……….………... 35 d. Ruang Lingkup Pendidikan IPS ……….……….. 36 B. Penelitian Yang Relevan ………...…….. 36 C. Kerangka Pikir ………....……….……… 37 D. Perumusan Hipotesis Penelitian ………..…….………….….. 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian ………...………. 39 B. Metode dan Desai Penelitian ….……….……… 40 C. Subjek Yang Terlibat Dalam Penelitian …………...……….. 44 D. Peran dan Posisi Dalam penelitian ………. 44 E. Tahap Intervensi Tindakan ……….……… 44

1. Pra Penelitian ……….……….. 44

2. Siklus I ………...……….. 45

3. Siklus II ………...………. 47

4. Penulisan Laporan Penelitian ………...… 47

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ……….………. 47 G. Data dan Sumber Data …………...………...…... 47 H. Instrumen-Instrumen Pengumpulan Data ………..………...…... 47 I. Teknik Pengumpulan Data ………...……….. 48 J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan (Trusworthiness) Studi ...… 48 K. Analisi Data ………..………... 52 L. Tindak Lanjut Perencanaan Tindakan ………...……….… 53

BAB IV. DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Sekolah ………. 55

B. Deskripsi Data ..…………...…… 56 C. Tindakan Pembelajaran Siklus I ...…. 67


(9)

D. Tindakan Pembelajaran Siklus II ...…. 73

E. Analisis Data …... 77

F. Interpretasi Hasil Analisis …... 92

G. Pembahasan Temuan Penelitian ... 93

H. Keterbatasan Dalam Penelitian ...… 94

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Langkah-Langkah Dalam Model Pembelajaran Kooperatif ……... 15

Tabel 2.2. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif NHT (Number Head Together dengan Model Pembelajaran Kooperatif Kepala Bernomor Struktur …... 22

Tabel 2.3.Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur ... 24

Table 3.1. Jadwal kegiatan penelitian ... 39

Tabel 4.1. Jumlah siswa SMPN 3 kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2010/2011 ………..……… 56 Tabel 4.2. Hasil perolehan nilai tes awal siklus I ... 58

Tabel 4.3. Hasil perolehan nilai tes akhir siklus I ... 59

Tabel 4.4. Hasil perolehan nilai tes awal siklus II ... 60

Tabel 4.5. Hasil perolehan nilai tes akhir siklus II ... 61

Tabel 4.6. Deskripsi Data Preetest dan Posttest Pada Siklus I ... 64

Tabel 4.7. Deskripsi Data Preetest dan Posttest Pada Siklus II ... 66

Tabel 4.8. Perbandingan hasil belajar siswa siklus I dan II ………. 77 Tabel 4.9. Aktivitas siswa siklus I ………... 77 Tabel 4.10. Aktivitas guru siklus I ………... 78

Tabel 4.11. Aktivitas pembelajaran siklus I ……… 80

Tabel 4.12. Aktivitas siswa siklus II ……….... 82

Tabel 4.13. Aktivitas guru siklus II ……….. 83

Tabel 4.14. Aktivitas pembelajaran siklus II ………...……… 84


(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 42

Gambar 4.1. Diagram Distribusi Pretest siklus I ... 62

Gambar 4.2. Diagram Distribusi Posttest siklus I ... 62

Gambar 4.3. Diagram Distribusi Pretest siklus II ... 63

Gambar 4.4. Diagram Distribusi Posttest siklus II ... 63

Gambar 4.5. Suasana Kelas Pada Saat Guru Melakukan Apersepsi ... 68

Gambar 4.6. Suasana Kelas Pada Saat Pembelajaran ... 69

Gambar 4.7. Peneliti Menyuruh Siswa Mempresentasikan Diskusi Kelompok Mereka ... 69


(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran …………...….. 100

Lampiran 2. Kisi-kisi Soal Instrumen Penelitian …...……... 130

Lampiran 3. Kisi-kisi Butir Soal ... 131

Lampiran 4. Instrumen Penelitian ... 133

Lampiran 5. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian ... 141

Lampiran 6. Data Anatest ... 142

Lampiran 7. Skenario Pembelajaran Model Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur ... 152

Lampiran 8. Hasil Wawancara ………... 157

Lampiran 9. Profil Sekolah …………..……….. 161


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada saat sekarang, ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan serta kemajuan ke arah yang lebih baik di bidang pendidikan. Tidak hanya kemajuan teknologi, tapi juga kemajuan ilmu pengetahuan, terutama dalam jenjang pendidikan sekolah. Kemajuan teknologi tidak akan bermanfaat jika tidak diiringi oleh majunya tingkat pendidikan suatu bangsa. Agar kita tidak tertinggal jauh oleh lajunya perubahan dan perkembangan zaman di era global ini, maka diperlukan suatu kinerja pendidikan yang bermutu tinggi. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk karakter, perkembangan ilmu dan mental seorang anak, yang nantinya akan tumbuh menjadi seorang manusia dewasa yang akan berinteraksi dan melakukan banyak hal terhadap lingkungannya, baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial.

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

Negara”.1

1

UU RI No. 20, Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003, Bab I Pasal 1, h.1 diakses dari http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf


(14)

2

Masalah pendidikan erat kaitannya dengan proses belajar mengajar di sekolah dan keadaan peserta didik. Proses pembelajaran di sekolah diharapkan dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik dan mengarahkan peserta didik untuk menjadi orang yang berguna serta memiliki pengetahuan luas akan segala hal. Proses pembelajaran akan berjalan dengan sia-sia, jika tidak di ikuti oleh perubahan dalam sistem dan cara mengajar guru di kelas. Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh siswa itu sendiri, tapi juga guru juga memberikan peranan penting dalam hal ini. Disamping itu diperlukan cara mengajar yang dapat mengaktifkan seluruh siswa, tidak hanya sebagian siswa saja.

“Menurut data UNESCO, yang dikutip oleh Mudjia Rahardjo bahwa

peringkat Indonesia di bidang pendidikan semakin menurun, hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Mudjia Rahardjo bahwa pendidikan Indonesia dari peringkat 65 pada tahun lalu menjadi 69 pada tahun ini cukup menyesakkan dada. Pasalnya, peringkat pendidikan menjadi tolok ukur kemajuan sebuah bangsa. Karena itu, dengan menurunnya peringkat pendidikan tersebut mudah dipahami jika kualitas manusia Indonesia pada

umumnya rendah. Padahal pemerintah telah merumuskan „peningkatan daya saing’ atau competitiviness sebagai salah satu pilar visi pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah juga telah memperoleh alokasi anggaran sebesar 20% dari APBN khusus pendidikan. Berbagai kebijakan untuk mendukungnya juga telah dibuat, mulai dari perangkat yuridis, sepertu Undang-Undang Guru dan Dosen, hinggan kebijakan operasional seperti Sertifikasi Guru, PLPG, Program Pendidikan Guru (PPG), Duel Mode, Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), Ujian Nasional dan sebagainya. Semua kebijakan tersebut hakikatnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Indeks pembangunan pendidikan di Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara yang

disurvei”.2

Rendahnya tingkat pendidikan di sekolah akan menimbulkan permasalahan dalam suatu bangsa, diantaranya adalah keadaan suatu bangsa itu tidak terkendalikan dengan baik. Melihat kenyataan tersebut, berarti ada yang harus diperbaiki dalam sumber daya manusia Indonesia. Salah satu yang mempengaruhi rendahnya sumber daya manusia adalah faktor pendidikan. Setiap orang yang ingin berkembang dan maju pasti akan menempuh jenjang pendidikan.

2

Mudjia Rahardjo, Peringkat Pendidikan Indonesia Menurun, diakses dari http://anan-nur.blogspot.com/2011/06/peringkat-pendidikan-indonesia-menurun.html (17/05/2011 Pukul 20.00)


(15)

3

“Kualitas suatu bangsa tergantung dengan kualitas pendidikan warganya.

Standar untuk mengukur daya saing suatu bangsa paling tidak dipengaruhi oleh tiga hal penting; pertama, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa; kedua, kemampuan manajemen suatu bangsa; ketiga, kemampuan sumber daya manusia. Untuk meningkatkan daya saing, penekanannya adalah terhadap peningkatan mutu pendidikan baik dari segi proses maupun produk harus menjadi komitmen bersama antara

pemerintah, masyarakat, dan orang tua peserta didik”.3

Masalah pendidikan yang sangat kompleks, diantarnya adalah kurang termotivasinya anak didik untuk belajar. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor salah satunya adalah karena faktor anak didik itu sendiri karena tidak giat belajar dan asik bermain yang didukung oleh banyaknya game online yang lebih menarik bagi mereka dibanding belajar serta dipengaruhi oleh guru itu sendiri. Sehingga, banyak kita temukan rendahnya hasil belajar.

“Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari kualitas guru.

Guru merupakan orang yang seharusnya ditiru. Guru yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas pula. Guru bukan hanya orang yang berdiri mentransfer ilmu pengetahuan di dalam kelas. Guru bukanlah orang yang setiap harinya mengajar di kelas. Namun lebih dari itu, guru merupakan pendidik dan merupakan orang yang pantas menjadi panutan, teladan bagi semua elemen masyarakat. Para guru haruslah bijaksana, mampu menjalankan program kerjanya dan meningkatkan kinerja untuk

menjadi guru profesional yang berkarakter baik.”4

Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari kualitas peserta didik. Jika peserta didik mampu menguasai apa yang mereka pelajari sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan maka dapat dipastikan keberhasilan pembelajaran telah tercapai. Untuk mencapai hal tersebut tidak terlepas dari peran serta guru untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa akan materi yang akan di pelajari.

Guru harus mampu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di kelas. Jika guru tidak mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif maka akan mengakibatkan suasana belajar menjadi sangat pasif, sehingga semangat belajar siswa akan lemah dan berakibat pada hasil belajar siswa yang rendah.

3

Allan Setyoko, Memaknai Hari Guru Yang ke 65, diakses dari http://www.metrojambi.com/opini/1258-memaknai-hari-guru-ke-65.html (26/05/2011 Pukul 13.00)


(16)

4

Pada kenyataannya, dari hasil observasi di kelas yang peneliti lakukan terhadap 39 siswa kelas VIII di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan pada tanggal 21 april 2011, ternyata masih banyak guru yang menggunakan metode konvensional seperti ceramah saat mengajar. Padahal sangat banyak model pembelajaran yang bisa diterapkan, agar siswa tidak merasa bosan dengan kondisi belajar yang bisa dibilang sudah biasa-biasa saja. Selain itu, guru hanya memperhatikan sekelompok anak yang pintar dan kurang memperhatikan anak yang kurang pintar. Hal ini menyebabkan terjadinya diskriminasi di kelas itu sendiri, dan peserta didik merasa di anak tirikan sehingga tidak jarang lagi terjadi situasi belajar yang kurang kondusif di kelas. Sebagian peserta didik sibuk dengan aktivitas mereka masing, mengobrol, main HP dan mengerjakan tugas untuk pelajaran berikutnya.

“Kita tentu bisa menyadari bahwa guru merupakan pihak yang paling

banyak berhubungan dengan proses belajar mengajar di sekolah. Guru yang baik adalah guru yang peka terhadap perkembangan belajar dan prestasi anak didik di sekolah. Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada”.5

Pembelajaran IPS memiliki cakupan yang kompleks. Hal ini dapat menyulitkan guru untuk menstruktur materi pembelajaran secara cermat berdasarkan tipe isi dalam kaitannya dengan tujuan pembelajaran. Banyak guru yang sembarangan dalam memilih metode pembelajaran IPS. Tak heran banyak ditemukan permasalahan dalam pembelajaran IPS salah satunya adalah siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran IPS yang berdampak pada rendahnya daya serap dan hasil belajar siswa.

“Hal ini disebabkan juga oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah hambatan yang muncul dalam diri siswa itu sendiri misalnya kemampuan awal siswa yang rendah. Adapun faktor

5

Peran guru dalam pendidikan, diakses dari

http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_154.html. akses tanggal 26 Agustus 2011.


(17)

5

eksternal adalah yang muncul dari luar diri siswa yaitu lingkungan kelas, kondisi kelas, dan metode mengajar sebagai contoh kegiatan belajar mengajar kurang menarik, pendekatan kurang mengena, jumlah siswa dalam kelas terlalu besar, bobot kurikulum yang terlalu berat, dan

lingkungan yang kurang menunjang”.6

Selain masalah di atas, permasalahan yang peniliti temukan saat observasi adalah sistem pembelajaran di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan di kelas 8.2 cenderung masih bersifat teacher centered, dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mutu dan hasil belajar siswa di sekolah. Pada pembelajaran sistem teacher centered ini, suasana kelas cenderung kaku, para siswa pasif dan lambat dalam menyerap konsep yang disampaikan guru. Metode yang digunakan oleh guru hanya menerapkan sistem pembelajaran ceramah, sehingga suasana belajar terasa tidak menyenangkan. Sistem pembelajaran seperti ini sering membuat siswa bosan dan jenuh untuk belajar, karena guru hanya mengajar dengan cara yang monoton.

Selain penerapan sistem pembelajaran yang monoton, guru juga sering menekankan hapalan kepada siswa. Guru menganggap dengan menghapal dapat membuat siswa menyerap pelajaran dengan maksimal. Pada hal sesungguhnya belajar itu bukanlah dengan cara menghapal materi sampai tuntas, karena pelajaran yang sudah dihafal hanya tersimpan dalam memori jangka pendek dan kebanyakan dari hafalan tersebut dapat hilang dalam beberapa hal.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru guna meningkatkan mutu pendidikan melalui meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran terbaru yang sedang marak diterapkan oleh kalangan guru-guru kreatif. Salah satu metode yang cukup efektif untuk menunjang keberhasilan belajar siswa adalah metode pembelajaran kooperatif.

Metode pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada keaktifan siswa di kelas. Dengan metode ini, suasana belajar menjadi lebih bersemangat dan tidak kaku. Siswa bekerjasama dengan kelompoknya untuk bersaing dengan kelompok lain guna menjadi kelompok terbaik. Metode pembelajaran yang menyenangkan

6

Jurnal Pendidikan Dasar, Soegino, Pamuji, dan Wiwik Widayati.Vol. 5. No. 1. 2004. h. 35, http:jurnal.pdii.go.id/index.php/search.html?ac:tampil&id=53678idc-32, Akses 12 Oktober 2010.


(18)

6

dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Jika siswa sudah termotivasi untuk belajar, maka akan mudah bagi guru untuk mentransfer pelajaran kepada siswa dan siswa pun akan lebih mudah menerima dan menyerap materi-materi pelajaran. Salah satu contoh dari pembelajaran kooperatif adalah tipe Kepala Bernomor Struktur.

“Kepala Bernomor Struktur pada dasarnya merupakan sebuah varian

diskusi kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru memberikan penugasan pada masing-masing siswa berdasarkan nomor yang dimilikinya. Cara ini menjamin keterlibatan otak semua siswa karena Kepala Bernomor Struktur merangsang kemampuan berpikir siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi ide dengan seluruh anggota kelompoknya dan dapat mempertimbangkan jawaban yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan permasalahan yang

diberikan guru”.7

Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur, juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama. Melalui teknik Kepala Bernomor Struktur siswa bisa belajar dengan menyenangkan tanpa ada perasaan tertekan dengan konsep yang sedang dipelajari dan siswa juga bisa leluasa untuk mengungkapkan hasil pemikirannya khususnya tugas kelompok yang diberikan guru. Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur dapat membuat siswa dengan mudah menyerap konsep-konsep yang dipelajari, sebab siswa terjun langsung dalam memecahkan masalah dalam belajar.

Selain itu, model pembelajaran ini dapat membuat suasana belajar yang rekreatif, karena pemakaian topi di kepala para siswa membuat mereka senang dalam belajar dan merasa model pembelajaran ini sangat unik lantaran adanya topi.

Berdasarkan hasil observasi pra peneltian dapat ditemukan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh kelas 8. 2 dalam belajar dikelas yaitu: Pada saat kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran IPS dikelas 8.2 masih ditemukan banyak kendala terutama masalah penggunaan metode pembelajaran yang monoton, ceramah, dan hafalan yang diberikan oleh guru yang belum menunjang

7

Anita Lie, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. (Jakarta : PT. Grasindo, 2002) h. 58


(19)

7

semangat siswa untuk belajar. Kondisi demikian membuat siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran dan mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa.

“Menurut teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Jerome Bruner menyebutkan bahwa belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan, sehingga aktivitas membaca dan mencatat menjadi aktivitas yang sangat penting dalam belajar. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat dan memberikan prioritas yang berurutan dalam bebagai

situasi”.8

Untuk menumbuhkan semangat belajar dalam diri siswa diperlukan suatu model belajar yang tepat agar siswa terbiasa untuk aktif dan semangat dalam belajar, sehingga bisa mendukung agar hasil belajar siswa bagus. Model pembelajaran yang tepat mengaktifkan seluruh siswa antara lain model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk aktif dan bekerjasama dengan teman-temannya agar bisa memecahkan suatu permasalah yang dihadapi mereka, serta siswa mempunyai tanggung jawab terhadap tugas yang mereka miliki. Disamping itu, pembelajaran kooperatif ini tidak akan membuat siswa tertekan, karena mereka diberikan kesempatan untuk bekerjasama dalam kelompok belajar mereka di kelas.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Metode pembelajaran yang monoton. Hal ini dapat diketahui dari observasi dan wawancara yang peneliti lakukan, selama peneliti melaksanakan observasi guru tidak terlihat menggunakan model pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung, hal ini diperkuat oleh data hasil wawancara dengan siswa, data tersebut menunujukan bahwa guru sangat jarang menggunakan model pembelajaran saat proses belajar mengajar di kelas.

8

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Puataka Pelajar, 2009), Cet. II, h. 24.


(20)

8

2. Masih banyak guru yang menerapkan sistem hapalan. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara yang peniliti lakukan dengan guru IPS yang mengajar di kelas VIII. Dari 3 guru yang peniliti wawancarai, semuanya menerapkan sistem hapalan saat mengajar.

3. Umumnya pembelajaran di kelas masih bersifat teacher centered. Selama peneliti melaksanakan observasi, proses belajar mengajar di kelas masih bersifat teacher centered. Semua kegiatan di kelas selalu di lakukan oleh guru, siswa hanya mendengar penjelasan dari guru.

4. Siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini dapat diketahui dari hasil observasi yang peniliti lakukan di kelas 8.2. Siswa kebanyakan diam dan mendengarkan penjelasan dari guru.

5. Guru sering menerapkan metode ceramah. Hal ini dapat di lihat saat proses belajar di kelas, guru sering menerapkan metode ceramah.

6. Rendahnya hasil belajar IPS. Rendahnya hasil belajar IPS dapat diketahui dari nilai hasil belajar siswa, berdasarkan data dari hasil wawancara dengan guru IPS sebelum melaksanakan penelitian dikatakan bahwa nilai hasil belajar siswa kelas 8.2 rendah, tidak sampai 50 % dari jumlah siswa yang mendapat nilai bagus.

7. Model pembelajaran kooperatif belum maksimal. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peniliti lakukan dapat diketahui bahwa guru hanya menerapkan model pembelajaran konvensional, hal ini disebabkan karena penerapan model pembelajaran menggunakan waktu yang lumayan lama dan tidak semua guru mengetahui apa yang dimaksud model pembelajaran kooperatif.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang di uraikan di atas diperoleh gambaran permasalahan yang cukup luas. Namun karena keterbatasan waktu dan kemampuan, maka penulis membatasi masalah yang akan di bahas yaitu hanya pada:

1. Rendahnya hasil belajar IPS pada siswa SMPN 3 Kota Tangeran Selatan. 2. Penerapan model pembelajaran kooperatif mempengaruhi hasil belajar IPS

pada siswa SMPN 3 Kota Tangeran Selatan.

D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana pembelajaran dengan menggunakan model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa?

E. Tujuan Penelitian


(21)

9

1. Meningkatkan hasil belajar IPS (Ekonomi) dalam konsep Permintaan dan Penawaran pada siswa kelas 8.2 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur. 2. Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

kepala bernomor struktur terhadap semangat dan keaktifan belajar IPS siswa kelas 8.2 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dilakukan agar dapat bermanfaat bagi peneliti, para peserta didik, guru dan komponen pendidikan di sekolah. Manfaat penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengenai penerapan model pembelajaran koopearatif tipe kepala bernomor struktur terhadap peningkatan hasil belajar IPS.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan penelitian berikutnya yang sejenis.

c. Akan memperkaya khazanah dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). d. Riset ini merupakan bukti empiris tentang filsafat pendidikan

konstruktivisme. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa

Diharapkan berani mengemukakan pendapat, ide dan gagasan yang mereka miliki dan juga harus meningkatkan motivasi, hasil belajar. b. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam metode pembelajaran di sekolah, sehingga proses serta hasil kegiatan belajar mengajar optimal.


(22)

10

Diharapkan dapat menggunakan metode yang variatif, salah satunya yaitu dengan menggunakan metode yang dapat melibatkan siswa secara aktif yaitu Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur dalam pembelajaran IPS, agar proses belajar mengajar menjadi menyenangkan.

d. Bagi penulis

Dapat menambah pengetahuan dan dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh selama menjalani kuliah.

e. Bagi para akademisi

Dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, sehingga dapat menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran IPS bagi para siswa.

f. Bagi peneliti lebih lanjut

Dapat memberi sumbangsih pengetahuan dan sebagai referensi dalam penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPS.


(23)

11 BAB II

DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis

1. Metode Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Sistem pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan lebih banyak kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas yang

diberikan oleh guru. “Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang lebih

mengutamakan sistem belajar berkelompok”. 9

Sistem pembelajaran kooperatif senantiasa mendorong siswa untuk bekerja sama dengan seluruh anggota kelompoknya sehingga terjalin suatu interaksi yang kuat dan tercipta suatu kerja sama kelompok yang efektif.

“Istilah kooperatif memiliki makna yang luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencakup pula pengertian kolaboratif. Dukungan teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting model pembelajran kooperatif. Konstruktivisme sosial Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk

perkembangan pemikiran peserta didik”.10

9

Ina Karlina, Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa. Artikel Pendidikan.

10

Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori & Aplikasi Paikem, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.55.


(24)

12

Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivisme. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.11

Menurut Slavin, “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru.” Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok-kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa.12

Cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang banyak menarik perhatian kalangan pelajar. Cooperative learning adalah strategi pembelajaran yang cukup berhasil pada kelompok-kelompok kecil, di mana pada tiap kelompok tersebut terdiri dari siswa-siswa dari berbagai tingkat kemampuan, melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk tidak hanya belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk membantu rekan belajar, sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan. Semua siswa berusaha sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dan melengkapinya.

Metode pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok dan dalam pembentukan kelompok harus berdasarkan karakteristik yang dikedepankan oleh pembelajaran kooperatif yaitu kelompok belajar yang heterogen. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda

11

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2009), h. 56.

12

http://downloads.ziddu.com/downloadfile/5235567/MetodePembelajarankooperatif.doc. html, diakses 17/09/2010.


(25)

13

(tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Metode pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan metode pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan hasil belajar akademik siswa dan siswa dapat menerima berbagai bentuk keragaman dan keunikan dari temannya, serta berguna dalam pengembangan keterampilan sosial siswa.

Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar, dapat meningkatkan interaksi siswa dengan siswa lainnya, meningkatkan penguasaan materi pelajaran yang dipelajari serta dapat meningkatkan motivasi siswa agar berperan aktif selama berlangsungnya proses pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antarsiswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan.13

Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.14

13

Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 337.

14

Etin Solihatin,dan Raharjo, Cooperative Learning (Analisis Model Pembelajaran IPS), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Ed. 1, Cet. 3, h. 4.


(26)

14

Cooperative learning adalah salah satu konsep belajar yang menekankan sekali aspek kerja sama, bukan persaingan. Belajar, pada intinya adalah berinteraksi, dan saling membantu dalam memperoleh pengetahuan.15

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi dan model pembelajaran yang cukup berhasil jika diterapkan di kelas dan membuat siswa aktif, karena dalam pembelajaran kooperatif ini siswa di bagi dalam kelompok-kelompok kecil. Tiap kelompok terdiri dari siswa berbagai tingkat kemampuan yang berbeda, agar mereka dapat saling bertukar ide dan bekerjasama melakukan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi yang akan dipelajari. Dengan adanya kerjasama dalam kelompok belajar ini, mendukung siswa berperan aktif sehingga bersama-sama mencapai keberhasilan setiap anggota kelompok.

Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan peran serta dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Metode pembelajaran kooperatif membuat suasana belajar di kelas menjadi lebih menyenangkan dan membuat siswa lebih merasa akrab dengan temannya karena sistem dalam pembelajaran kooperatif membagi siswa kepada beberapa kelompok belajar guna menunjang kerja sama seluruh anggota kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

Keterlibatan langsung siswa dalam pelaksanaan pembelajaran sangat besar sekali manfaatnya karena sedikit banyaknya dapat membuat siswa lebih cepat menyerap konsep yang diberikan oleh guru. Dengan demikian maka daya ingat siswa akan konsep yang telah diberikan guru menjadi lebih kuat dan siswa dapat menyimpan konsep tersebut dalam jangka waktu yang lama. Dengan kemudahan siswa menyerap dan lamanya daya ingat siswa terhadap konsep yang telah diberikan guru, maka kita dapat berkesimpulan lebih

15

Hernowo, Bu Slim Pak Bil Membincangkan Pendidikan di Masa Depan, (Bandung: Mizan Learning Center, 2004), cet. 1, h. 12.


(27)

15

optimis bahwa model pembelajaran kooperatif ini dapat memberikan dampak yang positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

Tabel 2.1

Langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu: 16

Langkah Indikator Tingkah laku guru

Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan

mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.

Langkah 2 Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa.

Langkah 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru menginformasikan pengelompokkan siswa.

Langkah 4 Membimbing kelompok belajar.

Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam

kelompok-kelompok belajar.

Langkah 5 Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dilaksanakan.

Langkah 6 Memberikan penghargaan.

Guru memberi penghargaan hasil belajar individu dan kelompok.

b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik model pembelajaran kooperatif, yaitu : 1. Pembelajaran secara tim

16

Muslimin Ibrahim dkk, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA – University Press, 2011), h. 10.


(28)

16

Tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota kelompok harus saling membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran karena kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim. Kelompok harus bersifat heterogen dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima, dan diharapkan setiap anggota memberikan konstribusi terhadap keberhasilan kelompok.

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Dalam manajemen kooperatif harus terdapat fungsi perencanaan, fungsi organisasi dan fungsi kontrol.

3. Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, sehingga setiap anggota kelompok harus saling membantu dan bekerja sama.

4. Keterampilan bekerja sama

Kemauan bekerja sama harus dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambar dalam keterampilan bekerja sama. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga tiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok. 17

c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif 18 1. Lesson study

Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Lesson study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki dan menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.

17

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Sanjaya Group, 2008), h. 244-245.

18


(29)

17

Lesson study dapat meningkatkan cara mengajar guru di kelas dengan menggunakan model pembelajaran lesson study, guru melihat, menguji dan menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki pada saat proses belajar mengajar. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan efektifitas waktu yang digunakan saat mengajar.

2. Examples non examples

Examples non examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus atau gambar yang relevan dengan kompetensi dasar (KD).

Metode belajar seperti dapat meningkatkan pemahaman siswa karena disamping memberikan materi, guru langsung memberikan contoh-contoh yang berhubungan dengan materi yang di ajarkan. Sebagai contoh, pada saat materi penawaran guru langsung memberikan gambar orang yang berada di pasar. Hal ini dilakukan agar siswa lebih paham dan dapat menganalisis gambar tersebut.

3. Picture and picture

Picture and picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.

Metode belajar ini dengan menggunakan gambar yang berhubungan dengan materi, selain gambar guru juga bisa menggunakan potongan bagan dan menyuruh siswa menyusun dengan benar. Setelah itu guru mengkonfirmasi urutan tersebut, jika ada urutan yang salah guru memperbaikinya dan memberikan penjelasan ulang. Penggunaan metode belajar ini masih kurang dipakai di sekolah.

4. Numbered heads together

Numbered heads together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.

Model pembelajaran numbered heads together dapat mengaktifkan seluruh siswa karena dalam model pembelajaran ini, setiap siswa dituntut untuk menguasai materi dan hasil diskusi yang didiskusikan. Setiap siswa


(30)

18

dalam kelompok mendapat nomor dan guru memanggil salah satu nomor untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Jika mereka menjawab dengan benar, maka guru akan memberikan hadiah dan salah akan diberikan hukuman. Hal ini dilakukan agar siswa termotivasi untuk belajar.

5. Cooperative script

Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Bekerja berpasangan sangat bagus tapi jika guru tidak bisa mengelola kelas dengan baik, akan menyebabkan suasana kelas menjadi gaduh. Dalam pembelajaran skrip kooperatif ini diperlukan guru yang tegas agar siswa melakukan tugas dengan baik. Jika guru tidak bisa mengelola kelas dengan baik, sebaiknya model pembelajaran ini tidak digunakan karena akan menyebabkan kelas kurang kondusif, jika siswa yang berpasangan tidak mendiskusikan bahan yang diberikan gur tapi malah mengobrol dengan temannya.

6. Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Problem based instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Model pembelajaran ini tidak dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran. Model pembelajaran berdasarkan masalah dapat mengembangkan ide-ide yang dimiliki oleh setiap siswa.

7. Explicit instruction

Pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah.

Pembelajaran langsung hampir sama dengan pembelajaran biasa yang dilakukan oleh guru di kelas, model ini terbilang lama karena harus


(31)

19

menyelesaikan satu persatu langkah dan semua siswa diharapkan mengerti akan materi yang telah diberikan.

8. Insideoutsidecircle (lingkaran kecil – lingkaran besar)

Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.

Model pembelajaran ini memerlukan waktu yang lama, dan butuh pengelolaan kelas yang baik dari guru. Perpindahan posisi juga akan menyulitkan siswa, model pembelajaran ini bisa diterapkan dengan baik jika dilakasanakan di jenjang pendidikan yang cukup tinggi.

9. Cooperative integrated reading and composition (CIRC)

Pada metode ini siswa dibentuk kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap wacana/ kliping.

Metode pembelajaran cooperative integrated reading and composition sering diterapkan pada mata pelajaran bahasa indonesia. Pada mata pelajaran IPS juga bisa diterapkan dengan memberikan wacana yang berhubungan dengan masalah perekonomian, situasi masyarakat sekarang dan lain-lain. Setelah guru memberikan wacana, para siswa menganalisis wacana tersebut dan menyampaikan tanggapan mereka.

10. Student facilitator and explaining

Siswa mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta lainnya. Model pembelajaran ini bisa menciptakan suasana belajar yang interaktif, apabila guru membimbing dengan baik jalannya presentasi yang dilakukan oleh para siswa.

11.Course review horay

Suatu metode pembelajaran dengan pengujian pemahaman menggunakan kotak yang diisi dengan nomor untuk menuliskan jawabannya, yang paling dulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay.


(32)

20

Metode pembelajaran ini dapat meningkatkan semangat belajar siswa di kelas dan menghilangkan rasa tertekan siswa saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Karena pemeriksaan tugas yang diberikan guru, benar jika para siswa berteriak horay.

12. Talking stick

Metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya.

Metode pembelajaran talking stick menuntut siswa untuk siap jika suatu waktu mereka diberi pertanyaan oleh guru, jika tongkat berhenti pada mereka. Agar tidak membosankan, saat metode ini berlangsung bisa digabungkan dengan nyanyian-nyanyian saat melempar tongkat. Hal ini dilakukan agar para siswa tidak merasa terbebani.

13. Bertukar Pasangan

Siswa berpasangan kemudian bergabung dengan pasangan lain dan bertukar pasangan untuk saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban masing-masing.

14. Snowball throwing

Dibentuk kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.

Cara belajar kelompok seperti ini kurang berjalan dengan baik jika siswa tidak melakukan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh guru. Lemparan bola tersebut bisa disalahkan untuk bermain dan melempar teman. Oleh karena itu, guru harus lebih tegas jika ingin menerapkan motode pembelajaran ini.


(33)

21

Siswa membentuk kelompok berpasangan, kemudian seorang menceritakan materi yang disampaikan oleh guru dan yang lain sebagai pendengar setelah itu berganti peran.

16. Mind mapping

Suatu metode pembelajaran yang sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban. 17. Student teams achievement divisions (STAD)

Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.

Metode ini sudah terbilang sangat lama, dan pembelajarannya hanya berbentuk diskusi. Metode ini sudah banyak diterapkan oleh guru, walaupun para guru tidak tau nama metode yang dipakai tapi penerapannya sama dengan student teams achievment divisions.

18.Kepala Bernomor Struktur

Siswa dikelompokkan dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat tugas berbeda dan nantinya dapat bergabung dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerjasama.

Pembelajaran berkelompok seperti kepala bernomor struktur bisa meningkatkan keaktifan siswa, karena masing-masing siswa memiliki bertanggungjawab terhadap tugasnya. Kepala bernomor struktur juga bisa menciptakan suasan belajar yang menyenangkan dan membuat siswa tidak merasa tertekan.

19. Scramble

Metode pembelajaran dengan membagikan lembar kerja yang diisi siswa.

Metode pembelajaran ini membuat siswa senang mengerjakan tugas yang diberikan guru, lembaran kerja ini akan memudahkan siswa karena siswa hanya menyusun kata-kata yang telah disediakan guru dalam lembaran kerja menjadi sebuah jawaban yang benar.


(34)

22

Siswa diberikan lembar kegiatan kemudian menjawab soal dan mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban, dan lain-lain.

Pembelajaran dengan word square sangat membantu siswa karena mereka hanya mengarsir huruf dalam kotak jawaban, tapi metode ini akan membuat siswa malas untuk berfikir karena jawaban telah tersedia.

d. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur

“Model Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur merupakan modifikasi dari model pembelajaran Numbered Heads Together yang dipakai oleh Spencer Kagan. Kepala Bernomor Terstruktur ini memudahkan pembagian tugas. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya”.19

Kepala Bernomor Struktur merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Pembelajaran dengan Kepala Bernomor Struktur dapat melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Kepala Bernomor Struktur bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada penugasan dan masuk keluarnya anggota kelompok.

Tabel 2.2

Perbedaan Model Pembelajaran KooperatifNHT (Number Head Together dengan Model Pembelajaran Kooperatif Kepala Bernomor Struktur 20

NHT (Number Head Together) Kepala Bernomor Struktur 1. Siswa dibagi dalam kelompok,

setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. 2. Guru memberikan tugas dan

masing-masing kelompok

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor

2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan

19

Anita Lie, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. (Jakarta : PT. Grasindo, 2008), h. 60.

20


(35)

23 mengerjakannya

3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat

mengerjakannya/mengetahui jawabannya

4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang

dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.

5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

6. Kesimpulan.

terhadap tugas yang berangkai. Misalnya: siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya

3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari

kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau

mencocokkan hasil kerja sama mereka

4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain.

5. Kesimpulan.

Layaknya pembelajaran kooperatif, Kepala Bernomor Struktur juga mengedepankan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Kepala Bernomor Struktur menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student centered. Karena dalam Kepala Bernomor Struktur memakai sistem pembelajaran berkelompok, jadi sangat diharapkan agar terjalin interaksi yang saling mendukung antara sesama siswa sehingga dapat memupuk rasa kerja sama dan tanggung jawab dari masing-masing siswa atau anggota kelompok. Tata cara pelaksanaan Kepala Bernomor Struktur adalah :

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

2. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa. Siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor urut 1 sampai 4.


(36)

24

3. Guru memberi tugas siswa, penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.

4. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.

5. Melaporkan hasil kerja kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain. 6. Kesimpulan.21

Setelah berakhirnya diskusi, guru juga bisa memberikan kuis individu kepada siswa. Berdasarkan hasil kuis sebaiknya guru membuat skor perkembangan tiap siswa, lalu mengumumkan hasil kuis dan memberi penghargaan pada siswa yang mendapat skor paling tinggi.

Tabel 2.3

Kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Kepala Bernomor Struktur 22

Kelebihan Kekurangan

1. Setiap siswa menjadi siap semua.

2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

3. Dapat bertukar pikiran dengan siswa yang lain.

1. Guru tidak mengetahui kemampuan masing-masing siswa.

2. Waktu yang dibutuhkan banyak.

Metode pembelajaran saat ini umumnya masih mengedepankan metode ceramah atau konvensional, di mana situasi belajar bersifat teacher centered.

21

http://www.Abdulrahmansaleh.com/2010/04/model-pembelajarankepalabernomor.html, diakses 12/04/2010.

22


(37)

25

Paradigma ini tidaklah begitu menguntungkan bagi perkembangan siswa karena siswa hanya menjadi objek pendengar tanpa melakukan aktivitas bermakna selama proses pembelajaran berlangsung. Ketidak aktifan siswa dapat menyebabkan siswa menjadi bosan dalam menghadapi proses belajar, sehingga siswa tidak lagi berkonsentrasi terhadap materi pelajaran yang disampaikan guru. Jika kondisi ini berlangsung terus menerus maka dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa yaitu terjadinya penurunan hasil belajar siswa.

Maka sudah sepantasnya dalam proses pembelajaran mengedepankan peran aktif siswa. Siswa harus merasakan dan melakukan aktivitas belajar sepenuhnya, guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian siswa dapat merasakan bahwa belajar itu sangat bermakna dan penting hingga pada akhirnya belajar bukan lagi merupakan suatu hal yang membosankan.

Salah satu metode pembelajaran yang dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan membuat siswa saling membantu, bekerja sama dan saling melengkapi serta mengembangkan keterampilan siswa adalah pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur yang menjadikan siswa turut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa akan mengalami sendiri, merasakan apa yang benar-benar mereka pelajari. Dalam pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur ini siswa yang mengalami kesulitan akan mendapat bantuan dari temannya dalam satu tim, sehingga interaksi ini sangat membantu siswa dalam belajar sebagai umpan balik positif di antara mereka.

Sistem pembelajaran kepala bernomor struktur akan mengarahkan siswa pada proses belajar yang inovatif yaitu melalui proses interaksi yang terjadi dalam kelompok selama proses pembelajaran, terlebih lagi pada saat penyelesaiaan tugas kelompok yang diberikan oleh guru. Kepala bernomor struktur pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk salah satu siswa yang dapat mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu dahulu siapa yang akan mewakili


(38)

26

kelompoknya. Cara ini menjamin keterlibatan otak semua siswa. Cara ini juga merupakan suatu upaya individual dalam diskusi kelompok. Dalam pembelajaran kepala bernomor struktur, kesulitan pemahaman materi yang dialami dapat dipecahkan bersama dengan anggota kelompok melalui bimbingan guru. Untuk itu pembelajaran kepala bernomor struktur menitik beratkan pada keaktifan siswa dan memerlukan interaksi sosial yang baik antara semua kelompok. Namun tidak hanya interaksi di dalam kelompok saja tetapi ada beberapa nilai lebih dari pembelajaran ini, di antaranya :

a. Adanya saling ketergantungan positif di setiap anggota. b. Semua anggota tim bekerja sama.

c. Setiap anggota memiliki tanggung jawab yang harus dipikul.

d. Anggota tim menunjukkan kemampuannya dan juga kemampuan timnya. Pembelajaran kepala bernomor struktur memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, pembelajaran kepala bernomor struktur juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama siswa. Pembelajaran ini dikembangkan untuk mencapai 3 tujuan yaitu: hasil belajar kognitif, penerimaan tentang keragaman pendapat, dan pengembangan keterampilan membaca, menjawab pertanyaan, menerima jawaban teman.

Setiap model pembelajaran memiliki kekurangan dan kelebihan, maka di sini dituntut profesionalitas seorang guru yang harus teliti dan cermat untuk memilih model pembelajaran yang tepat bagi suatu konsep tertentu yang akan diajarkan pada siswa di kelas. Pembelajaran kepala bernomor struktur juga sangat baik jika diterapkan dalam pembelajaran IPS, khususnya pada konsep perusahaan dan badan usahan, sebab dalam konsep ini terdapat banyak istilah dan beberapa materi hafalan yang harus dikuasai siswa. Padatnya materi dapat membuat mereka bosan dan enggan untuk belajar sehingga menimbulkan sikap malas pada siswa. Untuk menyikapi masalah ini, maka diperlukan kebijaksanaan dari seorang guru dalam menyajikan konsep kepada siswa. Salah satu alternatifnya adalah penerapan kepala bernomor struktur, karena kepala bernomor struktur dapat membuat suasana belajar menyenangkan dan


(39)

27

membuat siswa aktif bekerja sama dalam kelompoknya, kepala bernomor struktur juga merangsang kerja otak siswa mengembangkan daya nalarnya dalam menyelesaikan suatu permasalahan sehingga memudahkan mereka memahami konsep yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, metode pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur diduga dapat mempengaruhi kemajuan siswa dalam belajar sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Hakikat Belajar a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat seseorang. Rasullah SAW., menyatakan dalam salah satu hadistnya bahwa manusia harus belajar sejak dari ayunan hingga liang lahat.23

Menurut Gagne, “belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan

yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut akan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

alamiah”. Menurut Harold Spears, “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru,

mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu)”. Menurut Morgan, Learning is any relatively permanent change in behaviour that is a result of past experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil pengalaman).24

Menurut James O. Whittaker, “belajar didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Learning may be defined as the process by which behavior originates or is altered through training or experience”.25

23

Martimis Yamin, Staregi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada press, 2004), cet. 2, h. 97.

24

Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori, …… h. 33.

25

Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), cet. Kelima, h. 104.


(40)

28

Menurut Zikri Neni Iska, “belajar adalah suatu perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman.26 Jadi belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dari yang belum mampu menjadi mampu dan berlangsung dalam waktu tertentu yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman”.

Menurut S. Nasution, ”belajar adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan yang dibedakan dari perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan”.27 Menurut Sarlito Wirawan Sarwono Belajar adalah suatu proses di mana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (rangsang) yang terjadi”.28 Menurut Wittig, “belajar sebagai: any relatively pemrmanent change in an organism’s behavioral

repertoire that occurs as a result of experience (Belajar ialah perubahan yang relative menetap yang terjadi dalam segala macam atau

keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.”29 Siswa belajar di sekolah melalui perantara guru dibantu dengan

berbagai fasilitas penunjang guna mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran. Berhasilnya suatu pembelajaran terkait dengan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran tersebut. Agar dapat tercapai keberhasilan pembelajaran dengan semaksimal mungkin, maka diperlukan hubungan timbal-balik yang saling mendukung antara siswa dan guru, sehingga terjadi kondisi belajar yang kondusif di kelas.

Secara umum, ”belajar dapat dimaknai dengan suatu proses bagi seseorang untuk memperoleh kecakapan, keterampilan dan sikap”. Dalam

26

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi

Brother’s, 2006) h. 76. 27

S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Ed. 2, Cet. 1, h. 35.

28

Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi , ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 2000), cet. 8, h.45.

29

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2000), cet. 3, h. 61.


(41)

29

perspektif psikologi pendidikan, belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.30

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu dalam jangka waktu tertentu, baik perubahan dengan adanya stimulus atau rangsangan dari luar dengan cara melihat, mendengar, membaca, maupun perubahan dengan stimulus dari dalam diri yaitu berupa pengalaman-pengalaman diri sendiri dan dapat juga berubah dari pengalaman orang lain serta perubahan itu terjadi dengan sendirinya.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

1. Waktu Istirahat

Selama menjalankan proses belajar, tubuh maupun otak membutuhkan waktu istirahat yang cukup agar tidak terlalu letih dan tidak menimbulkan kejenuhan. Terlebih lagi kalau mempelajari materi pelajaran yang memuat bahan belajar yang cukup banyak, maka perlu disediakan waktu-waktu tertentu untuk istirahat. 31

Seorang guru harus paham dan mengerti dengan kondisi siswanya ketika sedang belajar. Jika siswa sudah menunjukkan raut wajah yang letih dan jenuh, maka guru harus berusaha mencari solusi untuk mengatasi masalah yang dialami oleh para siswa. Pemecahan masalah ini bisa diatasi dengan

30

Zurinal Z. dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan (Pengantar dan Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet. 1, h. 117.

31


(42)

30

memberikan waktu istirahat sebentar kepada siswa atau memberikan games yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa setelah dilakukan games yang berhubungan dengan materi ajar atau guru melakukan usaha menghibur, seperti tebak-tebakan dengan siswa.

2. Pengetahuan tentang materi yang dipelajari secara menyeluruh Tingkat kecerdasan siswa yang satu dan lainnya tidaklah sama. Daya ingat siswa akan materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru juga berbeda. Makin rumit bahasan suatu materi pelajaran, maka akan semakin sukar untuk menguasai materi secara keseluruhan.32

Siswa yang kurang mampu diharapkan mempelajari materia ajar sebelum proses belajar dimulau, hal ini dapat membantu mereka dalam proses pembelajaran di kelas karena mereka telah mempelajari di rumah.

3. Pengertian terhadap materi yang dipelajari

Hal yang pertama dalam mempelajari sesuatu adalah kita mengerti terhadap apa yang kita pelajari tersebut. Dalam mempelajari satu materi pelajaran, sebaiknya siswa paham dulu dengan materi tersebut dalam artian siswa tahu hakikat dari mata pelajaran tersebut. Sehingga di saat guru menjelaskan pelajaran, maka siswa yang sudah mengerti tentang materi pelajaran tersebut akan lebih mudah menerima pelajaran yang diberikan oleh guru dibandingkan dengan siswa yang belum mengerti sama sekali.

4. Pengetahuan akan prestasi sendiri

32


(43)

31

Menyadari akan ukuran prestasi kita sendiri, dapat memotivasi kita untuk introspeksi terhadap berbagai kekurangan yang dihadapi dalam belajar. Dengan mengetahui kekurangan-kekurangan tersebut akan memacu kita untuk lebih bergiat lagi sehingga pengetahuan akan prestasi sendiri dapat

mempercepat kita mempelajari sesuatu. 5. Transfer

Transfer merupakan suatu pengaruh terhadap proses belajar yang ditimbulkan oleh suatu pengetahuan tentang beberapa hal yang pernah kita pelajari sebelumnya. Transfer dapat berpengaruh positif dan dapat juga berpengaruh negatif. Pengaruh negatif misalnya: kemampuan kita dalam berbahasa Indonesia akan mempersulit kita untuk mempelajari Bahasa Inggris. Pengaruh positif misalnya: kemampuan seseorang dalam mengotak-atik rumus akan mempermudah orang tersebut dalam mempelajari matematika.33

Faktor lain yang mempengaruhi belajar adalah:

1. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual yaitu:

Faktor pertumbuhan atau kematangan yaitu apabila mengajarkan sesuatu baru dapat berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya; potensi-potensi jasmani atau rohaninya telah matang untuk itu.

Faktor kecerdasan, disamping kematangan, dapat tidaknya seseorang mempelajari sesuatu dengan berhasil baik ditentukan oleh taraf

kecerdasannya.

33


(44)

32

Faktor latihan dan ulangan, karena latihan dan seringkali mengalami sesuatu, minat seseorang dapat timbul minatnya kepada sesuatu itu makin besar pula perhatiannya sehingga memperbesar hasratnya untuk

mempelajarinya.

Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Adanya motivasi atau motif intrinsik dapat mendorong seseorang sehingga akhirnya orang itu dapat menjadi spesialis dalam bidang ilmu tertentu.

Sifat-sifat pribadi, sifat-sifat kepribadian yang ada pada seseorang itu sedikit banyaknya turut mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai. Termasuk ke dalam sifat-sifat kepribadian ini adalah faktor kesehatan dan kondisi badan.

2. Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial adalah: Faktor keluarga, suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh anak-anak.

Faktor guru dan cara mengajar, terutama dalam belajar di sekolah. Faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting pula. Bagaimana sikap dan kepribadian guru dan bagaimana guru mengajarkan pengetahuan kepada anak-anak didiknya, turut menentukan hasil belajar yang dicapai oleh anak.


(45)

33

Faktor alat-alat pelajaran, sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik oleh guru-gurunya. Kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat tersebut, akan memudahkan dan mempercepat belajar anak-anak.

Faktor motivasi sosial, karena belajar itu adalah suatu proses yang timbul dari dalam, maka faktor motivasi memegang peran pula. Jika guru atau orang tua dapat memberikan motivasi yang baik pada anak-anak, maka dalam diri anak akan timbul dorongan dan hasrat untuk belajar lebih baik.

Faktor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan dalam suatu materi pelajaran.34

c. Prinsip Belajar

Adapun prinsip belajar, yaitu: 1. Prinsip belajar adalah perilaku

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri permanen dan bertujuan serta terarah.

2. Belajar merupakan proses

Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif dan organik. 3. Belajar merupakan pengalaman

Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dan lingkungannya.

Adapun tujuan belajar itu sendiri adalah tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional (instructional effects),

34


(46)

34

yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan instruksional (nurturant effects). Bentuknya berupa, kemampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini merupakan

konsekuensi logis bagi peserta didik “menghidupi” (live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu.35

d. Pengertian Hasil Belajar

“Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar”.36

Menurut Marison, “hasil belajar merupakan perubahan sungguh

-sungguh dalam perilaku dan pribadi seseorang dapat bersifat permanen”.37 Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu: (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.”

Menurut Kunandar, “hasil belajar adalah kemampuan siswa dalam

memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar”. Hasil belajar dalam silabus berfungsi sebagai petunjuk tentang perubahan perilaku yang akan dicapai oleh siswa sehubungan dengan kegiatan belajar yang dilakukan, sesuai dengan kompetensi dasar dan materi standar yang dikaji. Hasil belajar bisa berbentuk pengetahuan, keterampilan maupun sikap.38

Hasil berlajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:

35

Agus Suprijono, Cooperatif Learning ….. , h .4-5.

36

http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/pengertian-hasil-belajar/, Pengertian hasil belajar, diakses 26 Agustus 2011.

37

Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 168.

38


(1)

153 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Bagaimana hasil belajar IPS kamu ?

Apakah kamu puas dengan nilai IPS yang diperoleh ?

Bagaimana menurut pendapatmu tentang cara guru dalam menerangkan pelajaran IPS ? Jelaskan ?

Apakah kamu dapat memahami materi IPS yang dijelaskan oleh guru ?

Apakah kamu aktif dalam mengikuti pembelajaran ?

Hambatan apa yang kamu hadapi pada saat belajar IPS ?

Apakah kamu sudah mengetahui tentang model pembelajaran kooperatif, khususnya tipe kepala bernomor struktur ?

Apakah gurumu sudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur di kelasmu ?

Bagaimana bentuks tes yang dilakukan guru? Jelaskan?

 Sering membuat ringkasan yang banyak.

Lumayan dan cukup bagus.

Belum puas

Penjelasan dari guru kurang dipahami. Menyenangkan: karena gurunya sabar, kadang bisa bercanda, dan masih muda. Membosankan: guru terus melanjutkan materi walaupun kita kurang mengerti.

Tergantung materi, kadang dapat dipahami dan tidak dapat dipahami.

Kadang-kadang.

Ngantuk, banyak ngapal, dan kelas suka berisik.

Tidak.

Belum, guru sering ceramah dan kita disuruh mengafal.

Lebih sering secara lisan, yaitu menghafal.

Ujian berbentuk pilihan ganda dan isian dari buku paket.


(2)

154 LAMPIRAN 10

LEMBAR UJI REFERENSI

Nama : Rahma Sofia

NIM : 107015000964

Jurusan : Pendidikan IPS (Sosiologi-Antropologi)

Judul Skripsi : “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan”.

BAB NO Pengarang/Judul

Buku/Halaman

Paraf Pembimbing Dr. Rukmina Gonibala,M.Si I 1. UU RI No. 20, Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003,

Bab I Pasal 1, h.1 diakses dari http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, akses tanggal 26/05/2011.

2. Mudjia Rahardjo, Peringkat Pendidikan Indonesia Menurun, diakses dari http://anan-nur.blogspot.com/2011/06/peringkat-pendidikan-indonesia-menurun.html, akses tanggal 17/05/2011. 3. Allan Setyoko, Memaknai Hari Guru Yang ke 65, diakses dari

http://www.metrojambi.com/opini/1258-memaknai-hari-guru-ke-65.html, akses tanggal 26/05/2011.

4. Alla Setyoko, Me ak ai Hari Guru Ya g ke , ………. Akses

tanggal 26/05/2011.

5. Peran guru dalam pendidikan, diakses dari

http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kp dd_154.html. akses tanggal 26 Agustus 2011.

6. Jurnal Pendidikan Dasar. Soegino, Pamuji, dan Wiwik Widayati. Vol. 5. No. 1. 2004. h. 35. http:jurnal.pdii.go.id/index.php/search.html?ac:tampil&id= 53678idc-32, Akses 12 Oktober 2010.


(3)

Ruang-155

ruang Kelas. (Jakarta: PT. Grasindo, 2002) h. 58

8. Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Puataka Pelajar, 2009), Cet. II, h. 24.

II 1. Ina Karlina, Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) sebagai Salah Satu Strategi Membangun Pengetahuan Siswa. Artikel Pendidikan.

2. Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori & Aplikasi Paikem, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.55.

3. Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Predana Media Group), h. 56.

4. http://downloads.ziddu.com/downloadfile/5235567/MetodePembel ajarankooperatif.doc.html, diakses tanggal 17/09/2010.

5. Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 337

6. Etin Solihatin,dan Raharjo, Cooperative Learning (Analisis Model Pembelajaran IPS), (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Ed. 1, Cet. 3, h. 4

7. Hernowo, Bu Slim Pak Bil Membincangkan Pendidikan di Masa Depan, (Bandung: Mizan Learning Center, 2004), cet. 1, h. 12.

8. http://edtech.kennesaw.edu/intech/cooperativelearning.htm.Diakse s pada tanggal 24 Februari 2011.

9. Muslimin Ibrahim dkk, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA – University Press, 2011), h. 10

10. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Sanjaya Group, 2008), h. 244-245

11. http://learningwithme.blogspot.com/2006/09/pembelajaran.html,

diakses tanggal 22/04/2010.

12. Anita Lie, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. (Jakarta : PT. Grasindo, 2008), h. 60.


(4)

156 20/04/2010.

14. http://www.Abdulrahmansaleh.com/2010/04/modelpembelajarank epalabernomor.html, diakses tanggal 12/04/2010.

15. http://learningwithme.blogspot.com,…………diakses tanggal 20/04/2010.

16. Martimis Yamin, Staregi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada press, 2004), cet. 2, h. 97.

17. Agus Suprijono, Cooperatif Learning Teori, …………, h. 33.

18. Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), cet. Kelima, h. 104.

19. Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006) h. 76.

20. S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Ed. 2, Cet. 1, h. 35

21. Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi , (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2000), cet. 8, h.45

22. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, 2000), cet. 3, h. 61.

23. Zurinal Z. dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan (Pengantar dan Dasar-Dasar Pelaksanaan Pendidikan), (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), cet. 1, h. 117.

24. Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, ..., h.45-46.

25. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, …… , h.

26. Agus Suprijono, Cooperatif Learning ….. , h .4-5

27.

http://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/pe

ngertian-hasil-belajar/,

Pengertian hasil belajar,


(5)

157

28. Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 168.

29. Kunandar, Guru Profesional…, h. 229.

30. Agus Suprijono, Cooperatif Learning ……, h. 5-7.

31. Sapriya, Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) cet. 1, h. 11.

32. Etin Solihatin,dan Raharjo, Cooperative Learning …, (Jakarta: Bumi Aksara: 2008), Ed. 1, cet. 3, h. 14.

33. Sapriya, Pendidikan IP“ Konsep …, h. 12.

34. Etin Solihatin,dan Raharjo, Cooperative Learning …, (Jakarta: Bumi Aksara: 2008), Ed. 1, Cet. 3, h. 15.

35. Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2001), h. 126.

36. Joni Susilowibowo dan Lika Yuliati, Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor struktur untuk mencapai ketuntasan belajar , Jurnal pendidikan ekonomi, Universitas Negeri Surabaya. Jurusan Pendidikan

Ekonomi, dalam

http://jurnal.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=53687 &idc=32, Akses tanggal 12 Oktober 2010, Vol 1, no 3, h.

147-158.

III 1. Trianto, Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) Teori dan Praktik, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2011), h.13.

2. M.Djunaidi Ghony, Penelitian Tindakan Kelas, ( Malang: UIN Malang Press , 2008 ), h. 8.

3. Suharsimi Arikunto dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 105.


(6)

158

5. Wina Sanjaya,M.Pd,Penelitian Tindakan Kelas,(Jakarta: Kencana,2009 ), h. 78.

6. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2001)cet.ke-3. h. 185.

7. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi....,h. 254

8. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi....,h.372

Jakarta, 12 Agustus 2011 Mengetahui

Dosen Pembimbing Skripsi

Dr. Rukmina Gonibala, M.A. NIP. 1961112019920302002