PENGARUH PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP PENUMBUHAN WATAK KEWARGANEGARAAN SISWA PADA KONSEP GLOBALISASI: Penelitian Quasi Experimental di SMK Pasundan I Kota Bandung.

(1)

ABSTRAK……….……..vi

PENGANTAR………... vii

UCAPAN TERIMA KASIH………..………. ix

DAFTAR ISI………...xii

DAFTAR LABEL………...xv

DAFTAR GAMBAR……….xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian...1

B. Rumusan Masalah...10

C. Pembatasan Masalah Penelitian...12

D. Tujuan Penelitian...14

E. Kegunaan Penelitian...16

F. Asumsi...17

G. Hipotesis dan Variabel Penelitian...18

H. Metode Penelitian...21

H. Kerangka Pemikiran Penelitian...23

I. Lokasi dan Sampel Penelitian...24

BAB II KERANGKA TEORETIK A. Pendidikan Kewarganegaraan...25

1. Tujuan dan Hakekat Pembelajaran PKn pada konsep globalisasi...25

2. Pengembangan Pembelajran PKn di era Globalisasi...26


(2)

2. Paradigma Proses Pembelajaran PKn...38

3. Karakteristik dan Model PKn berbasis Kontekstual...42

4. Teori Belajar Pendukung Pembelajaran Kontekstual...48

5. Strategi Pembelajaran PKn Berbasis Kontekstual...53

C. Watak Kewarganegaraan...58

1. Pengertian Karakter (watak) Kewarganegaraan dalam PKn..58

2. Karakter Privat dan Karakter Publik...63

3. Aspek-aspek dalam menumbuhkan Karakter Privat dan Karakter Publik...66

D. Hasil-hasil penelitian yang relevan...69

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode penelitian...71

B. Prosedur Penelitian...72

C. Populasi dan sampel Penelitian...75

D. Definisi Operasional Variabel...76

E. Instrumen Pengumpulan Data...82

1. Strategi Pengembangan Instrumen………...82

2. Hasil Pengujian Validitas, Reabilitas, Daya Beda, dan Analisis Isi...87

D. Teknik Analisis...89

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian……….……….93

1. Letak Geografis dan keadaan lingkungan……….93

2. Sejarah berdirinya……….95

3. Visi dan Misi SMK Pasundan I Bandung……….99


(3)

2. Deskripsi Variabel Penelitian………..104

C. Pembahasan Hasil Penelitian………....136

D. Temuan Penelitian……….150

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI …….………...……….154

A. Kesimpulan……….………...154

B. Rekomendasi………..156

C. Dalil-dalil ………...159

DAFTAR PUSTAKA………..161

LAMPIRAN-LAMPIRAN………...168


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan kewarganegaraan atau civics education sangat penting bagi suatu negara, maka hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia memasukkannya ke dalam kurikulum pendidikan. Program pendidikan persekolahan mengemban misi untuk membentuk siswa agar kelak menjadi warga masyarakat sekaligus warga negara yang cerdas, terampil dan berwatak sebagai penjamin keberlangsungan bangsa dan negara (Winataputra dan Budimansyah:2007). Dengan kata lain siswa harus mempunyai kompetensi dalam arti memiliki keterampilan kewarganegaraan dan kecakapan hidup secara memadai. Berbekal kecakapan siswa secara sadar dan penuh tanggung jawab akan dipergunakan dalam membangun identitas budaya, integritas sosial, dan kepribadian bangsa, untuk menghadapi tantangan kehidupan dan penghidupan yang sarat dengan ketidakpastian.

Disamping itu para siswa akan memiliki fondasi yang kokoh untuk melakukan keingintahuan sebagai titik awal penguasaan cara belajar Bahmueller (1991:40) mengemukakan bahwa:

Civic education’s unique responsibility is not simply to increase

participation rates, but to nurture competent and responsible participation. Such participation involves more than merely influencing or attempting to influence public policy. Competent and responsible participation must based upon moral deliberation, knowledge, and reflective inquiry.


(5)

Berdasarkan pendapat Bahmueller tersebut bahwa tanggung jawab khas Pendidikan Kewarganegaraan bukan sekedar untuk meningkatkan rata-rata partisipasi, tetapi juga untuk memelihara partisipasi yang bertanggung jawab dan kompeten. Partisipasi yang bertanggung jawab dan kompeten harus berdasar pada kesadaran moral, pengetahuan, dan reflektif inkuiri. Sejalan dengan itu Cogan (1998:13) mengemukakan:

Citivenship education has beeb described as ‘the contribution of education

to the development of those characteristics of being a citizen, and the process of teaching society’s rules, institutions, and organizations, and the role of citizens in the well-functioning of society.

Berdasarkan pendapat Cogan tersebut bahwa Pendidikan Kewarganegaraan digambarkan sebagai kontribusi pendidikan untuk pengembangan karakter-karakter warganegara, dan proses tentang aturan pengajaran masyarakat, institusi, dan organisasi-organisasi, dan peran warganegara dalam masyarakat yang berfungsi secara baik.

Sejalan dengan itu dalam kurikulum 2004 (Depdiknas:2003), mengenai Pendidikan Kewarganegaraan (citizenship), merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri siswa yang beragam dilihat dari segi agama, sosio kultural, bahasa usia, dan suku bangsa, sehingga siswa menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter seperti yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar. Sebagaimana juga dikemukakan oleh Somantri (2001: 299), dalam Seminar Nasional

….Pendidikan Kewarganegawara adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber- sumber pengetahuan lainnya, pengaruh pengaruh positif dan pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih siswa untuk berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak


(6)

dein dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

Dari uraian diatas maka terdapat tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn yaitu civic knowledge, civic skills, dan civic

dispositions. Ketiga komponen dasar tersebut dapat mengisyaratkan adanya

pengembangan karakter privat dan karakter publik, Quigley (Komalasari, 2008:85) bahwa:

”....Civility (respect and civil discourse), individual responsibility, self-discipline, civic mindedness, open-mindedness (openness, skepticism, recognition of ambiguity),compromise (conflict of principles,compassion, generosity, and loyality to the nation and its principles.”

Dari ungkapan Quigley bahwa kesopanan yang mencakup penghormatan dan interaksi manusiawi, tanggung jawab individual, disiplin diri, kepedulian terhadap masyarakat, keterbukaan pikiran yang mencakup keterbukaan, sikap kompromi, toleransi terhadap keragaman, kesadaran dan keajekan, keharuan, kemurahan hati, dan kesetiaan terhadap bangsa dan segala prinsipnya. sebagaimana pula yang diuraikan oleh Branson (1998: 8-25), menegaskan Pendidikan Kewarganegaraan dalam menghadapi era globalisasi hendaknya mengembangkan kompetensi kewarganegaraan (civic competences). Diantaranya aspek-aspek civic competences tersebut meliputi pengetahuan kewarganegara (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition) sehingga dapat menumbuhkan karakter warga negara yang baik.


(7)

Komponen civic disposition mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-organisasi sosial (civil society). Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan perlu diwujudkan program-program pendidikan demokrasi agar terjadinya proses pembentukkan karakter Bangsa Indonesia, sehingga dapat menumbuhkan karakter warga negara baik karakter privat, seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat martabat manusia dari setiap individu; maupun karakter publik, misalnya kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berfikir kritis,dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi (Winataputra dan Budimansyah, 2007:192) Lebih lanjut Sapriya dan Winataputra (2004:15) mengemukakan, bahwa: Misi Pendidikan Kewarganegaraan dengan paradigma yang direvitalisasi adalah mengembangkan pendidikan demokrasi yang mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelegence), membina tanggung jawab warga negara (civic

responsibility), dan mendorong partisipasi warga negara (civic partisipation).

Kecerdasan warga negara yang dikembangkan untuk membentuk warga negara yang baik bukan hanya dalam dimensi: rasional dan intelektual semata melainkan juga dalam dirnensi spiritual, emosional dan sosial sehingga paradigma baru PKn bercirikan multidimensional, sebagaimana yang diungkapkan (Ichilov, 1998, p.11), “ Citizenship is complex and multidimensional


(8)

concept. It consists of legal, cultural, social, and political elements, and provides citizens with defined rights and obligations, a sense of identity, and social bonds”

dari ungkapan di atas bahwa kewarganegaraan adalah satu konsep kompleks dan multi dimensional, terdiri dari hukum, sosial, budaya, unsur-unsur politis, dan warganegara dengan hak dan kewajiban yang digambarkan, satu pengertian dari identitas, dan ikatan sosial.

Proses pembentukkan karakter privat dan karakter publik siswa di dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan , sebaiknya menggunakan pendekatan kontekstual sebagaimana diyakini Johnson, Elaine (2002:24), Contextual

teaching and learning enables students to connect the content of academic subjects with the immediate context of their daily lives to discover meaning. Dari

uraian diatas Johnson mengemukakan bahwa pembelajaran kontektual memungkinkan siswa menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna , adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya. Keterwujudan misi tersebut mensyaratkan perlu adanya perubahan terhadap pembelajaran yang berlangsung selama ini di sekolah atau kelas, yaitu pembelajaran yang berorientasi pada guru menjadi pembelajaran yang berorientasi pada optimalisasi kompetensi siswa. Kurdi, S, dan Aziz, A (2006), mengemukakan pergeseran paradigma tersebut akan terjadi perubahan dalam hal pendekatan proses belajar mengajar, dari konvensional yang


(9)

bersifat abstrak, verbal, dan maya menjadi pembelajaran kontekstual yang lebih bersifat riil, konkret, realita, nyata. Masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ialah penggunaan metode atau model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan hakekat pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari belum memenuhi harapan seperti yang diinginkan.

Pada kenyataannya guru PKn masih banyak mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan, sehingga mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warganegara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban akan tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan. Somantri (2001:245), mempertegas bahwa kurang bermaknanya pendidikan kewarganegaraan bagi siswa dikarenakan masih dominannya penerapan metode pembelajaran konvensional seperti ground covering technique, indokrinasi, dan

narrative technique dalam pembelajara Pendidikan Kewarganegaraan sehari-hari.

Dilain pihak, Budimansyah (2008:18) mengemukakan penyebab masalah tersebut secara lebih luas meliputi: pertama, proses pembelajaran dan penilaian dalam pendidikan kewarganegaraan lebih menekankan pada dampak instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery),


(10)

dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitif saja, namun pengembangan dimensi-dimensi efektif dan spikomotorik serta pemerolehan dampak pengiring (nurturant effect) sebagai “hidden curriculum” tak tersentuh. Kedua, pengelolaan alokasi waktu yang tercantum dalam Struktur kurikulum pendidikan diuraikan secara kaku dan konvensional yang terjadwal dan terprogram dalam tatap muka di kelas sehingga sangat dominan, yang mengakibatkan guru sulit untuk berimprovisasi secara kreatif untuk melakukan aktivitas. Ketiga, pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman belajar pada siswa dengan melibatkan secara proaktif dan interaktif dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, yang mengakibatkan miskinnya pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) sebagai pengembangan bagi kehidupan dan perilaku siswa. Keempat, belum memberikannya kontribusi yang signifikan atas pelaksanaan kegiatan ekstra-kurikuler sebagai wahana sosio-pedagogis agar mendapatkan ‘hands-on experience”, sehingga kurang berimbang antara penguasaan teori dan praktek pembiasaan perilaku dan ketrampilan dalam kehidupan yang demokratis dan sadar hukum.

Suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien sebagai alternatif, yaitu model pembelajaran kontekstual (contextual learning), yang diharapkan mampu melibatkan siswa dalam keseluruhan proses pembelajaran nyata dalam kehidupannya dan dapat melibatkan seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa, serta secara fisik dan mental melibatkan semua pihak dalam pembelajaran sehingga siswa memiliki suatu kebebasan berpikir,


(11)

berpendapat, aktif dan kreatif. Hal ini senada dengan pendapat Somantri (2001:313), bahwa “ Pendidikan Kewarganegaraan akan lebih bermakna apabila pengetahuan fungsional (functional knowledge) dan masalah-masalah kemasyarakatan memperkaya konsep-konsep dasar pendidikan kewarganegaraan, dan dikembangkan dialog kreatif dalam pembelajaran”

Dari proses ini pula siswa diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual yang tinggi dalam memecahkan permasalahan sosial dalam masyarakat dimasa globalisasi saat ini. Sebagaimana dikemukakan oleh Miaz (1977 : 5) Pesatnya penyebaran ide baru atau inovasi baru pada prinsipnya mendifusi secara terus menerus, berlangsung dari waktu ke waktu dari satu ruang ke ruang tertentu di muka bumi. Fenomena yang terlihat didalam masyarakat, maka perlu adanya kejelian seorang guru untuk mencetak untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan Penjelasan pasal 37 ayat (1), bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Maka dari itu diperlukan sebuah proses pembelajaran yang melibatkan siswa dengan situasi kehidupan yang nyata, sehingga dapat menerapkan dalam kehidupan nyata siswa, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sanjaya (2007: 255), Pembelajaran kontekstual, adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong


(12)

siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Komponen dan strategi pembelajaran yang mendukung pengembangan contextualized multiple

intelligence dalam pembelajaran kontekstual, yaitu: (1) pembelajaran dalam

konteks keterkaitan; (2) pembelajaran dalam konteks pengalaman langsung; (3) pembelajaran dalam konteks penggunaan (aplikasi); (4) pembelajaran melalui kerjasama; dan (5) pembelajaran yang mengatur sendiri (Souders, 1999:4-6).

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang lebih fokus pada pembentukkan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban anak untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter, sesuai yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, sehingga mencetak anak didik menjadi warganegara muda yang memiliki karakter ke-Indonesiaan di era globalisasi saat ini.

Pendekatan pembelajaran kontekstual ini diasumsikan mampu dapat menumbuhkan karakter privat dan karakter publik siswa sebagaimana Karweit (1993:4) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual di desain supaya anak dapat mengaplikasikan pengetahuan itu dalam dunia nyata, dikarenakan dengan pembelajaran tersebut dapat efektif untuk menghasilkan pengetahuan yang bermakna pada diri anak. Selain itu (Lynch, 2003:1-7) mengemukakan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, meningkatkan aplikasi dan menggunakan pengetahuan, meningkatkan motivasi untuk belajar, meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, mengintegrasikan pengetahuan, dan berfikir secara kritis. Sehingga


(13)

dapat diasumsikan pembelajaran kontekstual mampu menumbuhkan watak kewarganegaraan yang mengisyaratkan pada karakter privat dan karakter publik siswa SMK Pasundan I Bandung.

Dari hasil penelitian penulis di lapangan khususnya di SMK Pasundan I Bandung penulis menemukan beberapa masalah dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diantaranya adalah mengganggap remeh pelajaran PKn siswa lebih mengutamakan mata pelajaran produktif kejuruan, siswa tidak berani mengemukakan pendapat karena takut divonis salah oleh guru, tidak menghargai pendapat orang lain, tidak disiplin, tidak peduli pada lingkungan sekolah, kurang menyukai membaca, kurang mampu untuk memahami informasi tentang pemerintah atau masalah masalah seperti yang ditemukan dalam media, kurang bisa membedakan mengenai fakta dan opini dalam teks tertulis, kurang bisa mengartikulasikan konsep abstrak, kurang mempunyai kemampuan partisipasi umum, kurang mampu memecahkan masalah. Dari beberapa permasalahan tersebut maka akan muncul sussana belajar yang tidak menyenangkan, lingkungan kelas yang membosankan dan kaku. Hal ini harus mendapat perhatian dari seluruh pihak terutama dari kalangan guru atau pendidik.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan peneliti serta pentingnya pembelajaran kontekstual dalam penumbuhan watak kewarganegaraan siswa yang mengisyaratkan pada karakter privat dan karakter publik, maka rumusan masalah yang dapat penulis kemukakan sebagai berikut: “Bagaimana


(14)

Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Penumbuhan Watak Kewarganegaraan Siswa Pada Konsep Globalisasi”. Yang memfokuskan pada permasalahan bagaimana Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Penumbuhan Karakter Privat dan Karakter Publik Siswa SMK Pasundan I Bandung.

Mengingat pembelajaran kontekstual merupakan suatu sistem pembelajaran yang mempunyai komponen-komponen, peneliti akan melihat bagaimana pengaruh dari keseluruhan komponen pembelajaran kontekstual terhadap penumbuhan karakter privat maupun karakter publik. Serta bagaimana perbedaan dari pembelajaran PKn dengan menggunakan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran model konvensional terhadap penumbuhan karakter privat dan karakter publik. Sebagai bahan masukkan untuk pengembangan implementasi pembelajaran kontekstual di SMK Pasundan I Bandung. Oleh karena itu, rumusan masalah tersebut diatas begitu luas maka secara khusus peneliti ingin mengungkapkan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraaan berbasis kontekstual terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan siswa pada konsep globalisasi?

2. Bagaimana pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual terhadap penumbuhan karakter privat siswa pada konsep globalisasi?


(15)

3. Bagaimana pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual terhadap penumbuhan karakter publik siswa pada konsep globalisasi?

4. Apakah terdapat perbedaan penumbuhan watak kewarganegaraan siswa pada konsep globalisasi antara kelas yang menggunakan modek pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual dengan kelas yang menggunakan model konvensional?

5. Apakah terdapat perbedaan penumbuhan karakter privat siswa pada konsep globalisasi antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual dengan kelas yang menggunakan model konvensional?

6. Apakah terdapat perbedaan penumbuhan karakter publik siswa pada konsep globalisasi antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual dengan kelas yang menggunakan model konvensinal?

C. PEMBATASAN MASALAH

Pembelajaran kontekstual serta watak kewarganegaraan mempunyai cakupan konsep yang sedemikian luas, oleh sebab itu, perlu dilakukan pembatasan masalah, yang meliputi:

Pertama, pembelajaran kontekstual merupakan suatu system pembelajaran yang memiliki komponen-komponen tertentu, yang dirumuskan para ahli secara beragam, dalam penelitian ini, mengangkat komponen pembelajaran kontekstual


(16)

yang dikemukakan oleh Sounders (1999:5-10) yang menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual difokuskan pada REACT ( Relating, Experiencing,

Applying, Cooperating, Transferring), sehingga penelitian ini menggali

pembelajaran kontekstual yang terwakili dalam penerapannya pada konsep kerjasama (cooperating) dipandang sebagai suatu sistem pembelajaran yang menerapkan keseluruhan komponen seperti yang dikemukakan diatas oleh Sounders, sebagai pengembangan dan penerapan pembelajaran kontekstual secara efektif di SMK Pasundan I Bandung.

Kedua, karakter privat dan karakter publik yang terisyaratkan dari watak kewarganegaraan (civic disposition) yang tumbuh dan berkembang secara perlahan sebagai akibat dari pembelajaran yang dipelajari dan dialami siswa di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-organisasi (civil society), karakter privat dan karakter publik dapat dideskripsikan sebagai berikut: (a) menjadi anggota masyarakat yang independen; (b) memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan; (c) menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu; (d) berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana; (e) mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat.

Adapun karakter privat dan karakter publik yang akan diungkapkan dalam penelitian ini mencakup tanggung jawab moral dari konsekuensi tindakan, disiplin diri, menjaga/memelihara diri, menghormati harkat dan martabat orang lain, melakukan tugas kepemimpinan, diskusi yang santun, berfikir kritis, memenuhi kepentingan publik, aktif dalam menentukan kebijakan publik, berkeadaban, taat


(17)

pada hukum yang berlaku, mau bekerjasama dengan orang lain, sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan publik dan melakukan penelaahan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional.

D. TUJUAN PENELITIAN

a. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan (civic disposition) yang mengisyaratkan pada karakter privat dan karakter publik siswa pada konsep globalisasi di SMK Pasundan I Bandung.

b. Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sistem, dan komponen utama yaitu pengetahuan moral, perasaan moral serta perilaku moral yang dikemas dalam pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan serta dalam watak atau karakter kewarganegaraan, yang akan dikembangkan pada siswa dalam implementasinya dalam kehidupan sehari-hari di era globalisasi. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan terhadap para guru dalam upaya meningkatkan efektivitas dan perubahan pola dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk menumbuhkan watak kewarganegaraan siswa SMK Pasundan I Bandung. Oleh karena itu, secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hipotesis dan menemukan:


(18)

1. Pengaruh model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan siswa pada konsep globalisasi.

2. Pengaruh model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual terhadap penumbuhan karakter privat siswa pada konsep globalisasi.

3. Pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual terhadap penumbuhan karakter publik siswa pada konsep globalisasi.

4. Perbedaan terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan siswa pada konsep globalisasi antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual dengan kelas yang menggunakan model konvensional.

5. Perbedaan terhadap penumbuhan karakter privat siswa pada konsep globalisasi antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual dengan kelas yang menggunakan model konvensional.

6. Perbedaan terhadap penumbuhan karakter publik siswa pada konsep globalisasi antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual dengan kelas yang model konvensional.


(19)

E. KEGUNAAN PENELITIAN 1. Secara Teoritis

Studi ini bermanfaat untuk mengembangkan strategi pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual dalam penumbuhan watak kewarganegaraan. Sehingga mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai laboratorium yang berintikan pada character nation building.

2. Secara Praktis

a. Berguna bagi Universitas Pendidikan Indonesia, khususnya Program studi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai instiusi Pembina profesi guru Pendidikan Kewarganegaraan yang mempersiapkan profesionalisasi calon guru Pendidikan Kewarganegaraan agar lebih peka dan terbuka dalam mengembangkan inovasi pembelajaran sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan merespon tantangan di era global.

b. Bagi sekolah penelitian ini berguna sebagai tolok ukur untuk mengetahui seberapa jauh pembaharuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan telah membawa hasil yang diharapkan bagi guru Pendidikan Kewarganegaraan bermanfaat untuk mengukur seberapa jauh kesiapan guru untuk memulai dan meningkatkan pembaharuannya, baik yang menyangkut pemahaman strategi pembelajaran maupun substansi pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan. c. Bagi pemerintah melalui Departemen pendidikan Nasional, penelitian ini

berguna sebagai masukan terhadap persiapan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi program inovasi pembelajaran yang sinergis dengan inovasi dalam


(20)

komponen sistem pendidikan lainnya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas.

F. ASUMSi

Penelitian ini dilaksanakan atas dasar asumsi sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan pendekatan kontektual mendorong peserta didik memahami hakekat, makna, dan manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin belajar termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecenderungan belajar. Mulyasa, E. (2005 : 103). Dengan begitu dapat dikatakan bahwa pembelajaran kontekstual, adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya didalam kehidupan mereka. Sanjaya,W. (2007: 255).

2. Para siswa yang dilibatkan dalam pembelajaran secara langsung, akan lebih antusias dan bersemangat, dan inti dari Pendidikan Kewarganegaraan kiranya kaya akan nilai jika para siswa ikut ambil bagian secara aktif dalam kehidupan politik dan berwarganegara (Branson dalam Budimansyah, 2007: 182 ).

3. Bila setiap Warganegara memiliki karakter secara kolektif akan terbentuk siswa yang dilekati budaya keIndonesiaan yang diwarnai oleh nilai-nilai Pancasila dalam konteks kehidupan yang dinamis, budaya tersebut secara akademis dikenal sebagai budaya kewarganegaraan atau civic culture (CCE:


(21)

1996), dipertegas oleh Branson Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan yang mengandung tiga komponen utama yang cocok untuk dikembangkan pada masyarakat yang demokratis yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skill), watak-watak kewarganegaraan (civic disposition).

G. Hipotesis dan variabel Penelitian

1. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menerapkan konsep keterkaitan (relating), pengalaman langsung (experiencing), aplikasi (applying), kerjasama (cooperating), alih pengetahuan (transferring) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pernumbuhan watak kewarganegaraan yang mengisyaratkan pada karakter privat dan karakter publik siswa SMK Pasundan I Bandung pada konsep Globalisasi . Untuk lebih jelasnya, hipotesis tersebut dapat dikembangkan menjadi beberapa hipotesis yang lebih khusus/rinci dengan tujuan untuk menguji hipotesis dan menemukan, sebagai berikut:.

a. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang menggunakan model berbasis kontekstual berpengaruh signifikan terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan siswa pada konsep globalisasi.


(22)

b. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang menggunakan model berbasis kontekstual berpengaruh signifikan terhadap penumbuhan karakter privat siswa pada konsep globalisasi.

c. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang menggunakan model berbasis kontekstual berpengaruh signifikan terhadap penumbuhan karakter publik siswa pada konsep globalisasi.

d. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan siswa pada konsep globalisasi antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran berbasis kontekstual dengan kelas yang menggunakan model konvensional.

e. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penumbuhan karakter privat siswa pada konsep globalisasi antara kelas yang menggunakan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual dengan kelas yang menggunakan model konvensional

f. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap penumbuhan karakter publik siswa pada konsep globalisasi antara kelas yang menggunakan model pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual dengan kelas yang menggunakan model konvensional.

2. Keterkaitan Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Untuk memudahkan pemahaman hubungan variabel bebas dengan variabel terikat, penulis gambarkan hubungan model pembelajaran Pendidikan


(23)

Kewarganegaraan berbasis kontekstual (X) terhadap watak kewarganegaraan yang terdiri dari karakter privat (Y1) dan karakter publik (Y2):

Gambar 1. 1 Keterikatan variabel bebas dan terikat.

X : variabel bebas model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis

kontekstual

Y : variabel terikat karakter privat

Y2: variabel terikat karakter publik

Indikator yang diteliti dari Variabel X adalah pelaksanaan model pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis kontekstual yang meliputi :

a. Konsep keterkaitan (relating)

b. Konsep pengalaman langsung (experiencing)

c. Konsep penerapan (applying)

d. Konsep kerjasama (cooperating)

e. Konsep alih pengetahuan (transferring)

Y1

Y2 X


(24)

Sedangkan indikator dari variabel Y adalah :

a. Karakter privat (Y1)

1. Tanggung jawab moral, 2. Disiplin diri,

3. Menjaga/memelihara diri

4. Penghargaan/menghormati dan martabat manusia setiap individu. 5. Melakukan tugas kepemimpinan

6. Diskusi yang santun b. Karakter publik (Y2)

1. Kepedulian sebagai warganegara 2. Kesopanan

3. Mengindahkan aturan main (Rule of Law) 4. Berfikir kritis

5. Kemampuan untk mendengar 6. Bernegosiasi dan berkompromi

H. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan metode eksperimen dengan rancangan quasi eksperimen, yang merupakan pengembangan dari true experimental design. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Desain quasi eksperimen


(25)

digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. (Sugiyono,2008:77).

Dalam penggunaannya peneliti mengambil salah satu bentuk quasi eksperimen yaitu nonequivalent control group design. Dalam Desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih tidak secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal dengan maksud adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. (Sugiyono, 2008: 77-78). Hal itu sesuai dengan apa yang dikemukakan Millan (2000), juga Creswell (1994) bahwa dalam membuat desain quasi eksperimen harus membentuk kelompok kontrol dan dan kelompok eksperimen yang dilakukan tanpa acak atau random.

Hal tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:

O

1

X

O

2

O

3

O

4

Sumber : Sugiyono (2008:79)

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner dengan instrumen tes dan skala sikap. Variabel model pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis kontekstual menggunakan Survey of Study Habits and

Attitude (SSHA). Variabel watak kewarganegaraan (NCLC), untuk mengukur

karakter privat dan karakter publik digunakan tes dalam bentuk pilihan ganda dan skala sikap dari Likert.


(26)

A. Kerangka Pemikiran Penelitian

A. angka Pikir Penelitian

Gambar 1.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

Karakter privat & karakter publik

-Di rumah -Di sekolah Masyarakat (Civic Sociacity) Globalisasi

Realita di Indonesia saat ini Pembelajaran PKn dianggap membosankan bagi siswa

Pembelajaran Konvensional tidak kontekstual

Paradigma CE:

- Value based education and democratic education

- Multidimendional Citizenship (personal,

social, spatial, temporal)

- Mengembangkan Civic Competence - Mengembangkan Civic Intellengence, Civic

Disposition, Civic Participation

- Contextualized Multiple Intellengence

Teori (Cogan): kontribusi PKn utk

pengembangan karakter2 w n dan proses ttng aturan pengajaran masyrt , institusi, & organisasi2, & peran serta Wn dlm msyrkt secara baik

Teori Lickona: “Good character consist of knowing the good, desiring the good, and

doing the good….”Orang yg berkarakter adalah

org yg mengetahui hal2 yg baik, mengiginkan hal2 yg baik dan melakukan yg baik

Kajian Teori Model Pembelajaran PKN Berbasis kontekstual (Sounders) dan Watak Kewarganegaraan

(Branson) Pembelajaran PKn Berbasis

kontekstual relating , experiencing,

applying, cooperating,transferring

Watak Kewarganegaraan

(Civic disposition)

SMK Pasundan I Bandung

Studi Empirik : Model Pembelajaran PKn berbasis kontekstual untuk Menumbuhkan Watak Kewarganegaraan


(27)

I. Lokasi dan Sampel Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Pasundan I Bandung. Adapun alasan pemilihan lokasi dikarenakan sekolah tersebut adalah sekolah kejuruan yang mempunyai siswa terbanyak untuk strata sekolah swasta, peneliti merasakan untuk pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diremehkan, terasa membosankan, berbeda dengan mata pelajaran produktif kejuruan yang dianggap sebagai mata pelajaran penting dan diutamakan disekolah. Selama ini pembelajaran lebih cenderung konvensional terutama pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Subyek Penelitian

Subjek penelitian diambil dua kelas sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas XI Ak 1 sebanyak 35 orang sebagai kelas eksperimen yang akan diberikan perlakuan model pembelajaran PKn berbasis kontekstual sedangkan Kelas XI AK 3 sebanyak 35 orang sebagai kelas kontrol yang tidak diberikan perlakuan khusus (Konvensional). Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN DAN METODA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan metode eksperimen dengan rancangan quasi eksperimen, yang merupakan pengembangan dari true experimental design, yang sulit untuk dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Desain quasi eksperimen digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. (Sugiyono,2008:77).

Dalam penggunaannya peneliti mengambil salah satu bentuk quasi eksperimen yaitu nonequivalent control group design. Dalam Desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih tidak secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal dengan maksud adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. (Sugiyono, 2008: 77-78). Hal itu sesuai dengan apa yang dikemukakan Millan (2000), juga Creswell (1994) bahwa dalam membuat desain quasi eksperimen harus membentuk kelompok kontrol dan dan kelompok eksperimen yang dilakukan tanpa acak atau random, Hal tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:


(29)

O1 X O2

O3 O4

Sumber : Sugiyono(2008:79)

B. PROSEDUR PENELITIAN

Agar tujuan penelitian dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan, maka disusun prosedur penelitian dengan sistematika yang telah ditentukan sebagai berikut:

1. Perumusan masalah.

2. Pengembangan dan pengkajian teori yang mencakup teori-teori tentang pembelajaran kontekstual dan karakter privat, karakter publik.

3. Menyusun hipotesis.

4. Penyusunan instrumen pengumpulan data sesuai dengan variabel yang telah dirumuskan serta landasan dan kerangka teoritik.

5. Pemilihan unit analisis penelitian, yaitu sejumlah siswa kelas XI dari seluruh program keahlian di SMK Pasundan I Bandung, dilanjutkan dengan pemilihan subjek /responden penelitian, yaitu siswa-siswa kelas XI program keahlian akuntansi 1 dan 3 di SMK Pasundan I Bandung sebagai sampel.


(30)

7. Pengumpulan data melalui kuesioner.

8. Pengolahan data dengan cara melakukan verifikasi, pengolahan data statistik, analisis, dan interpretasi hasil penelitian


(31)

Secara grafis, alur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar. H.1. Diagram Alur penelitian, garis putus-putus menunjukkan tahapan- tahapan penelitian.

Perumusan Masalah & Penyusunan Hipotesis

Studi Literatur

Penyusunan Model Pembelajaran

Instrumen

Kelompok Eksperimen Test awal Kelompok Kontrol

Model Pembelajaran PKn berbasis

kontekstual

Tes Akhir Model Pembelajaran

PKn menggunakan metode konvensional

Observasi & Angket Analisis Data

Temuan

Kesimpulan Studi Pendahuluan


(32)

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi.

Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Pasundan 1 Bandung. Populasi tersebut dipilih karena memiliki karakteristik yang terkait dengan tujuan penelitian, karena SMK Pasundan I sebagai sekolah swasta yang mempunyai jumlah siswa yang terbanyak di kota Bandung, dengan jumlah keseluruhan kelas sebanyak 34 kelas, dengan rincian: kelas XII sebanyak 11 kelas; kelas XI sebanyak 13 kelas: dan kelas X sebanyak 10 kelas, posisi jumlah kelas yang menurun seperti diatas tersebut bukan berarti adanya penurunan jumlah kelas, tetapi dikarenakan dengan kapasitas kelas yang terbatas sehingga penerimaan jumlah siswa disesuaikan dengan jumlah output dari setiap tahunnya, selain itu SMK Pasundan I Bandung terletak di daerah yang sangat strategis yang lokasi berada di pusat kota tepatnya jalan Balonggede 44, sehingga dapat di tempuh dengan berbagai jurusan kendaraan umum. SMK Pasundan I Bandung berjumlah 34 rombongan belajar yang terdiri dari tiga program keahlian yaitu: program keahlian Akuntansi, program keahlian Administrasi perkantoran, dan program keahlian Pemasaran.

2. Sampel.

Berdasarkan gambaran populasi diatas, maka subjek penelitian ini sangat besar jumlahnya, oleh karena itu perlu dilakukan pengambilan sampel. Sampel penelitian ini adalah sebagaian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi, yang dilakukan peneliti dengan cara


(33)

melakukan pree-test, untuk menentukan kesetaraan atau kesejajaran untuk dijadikan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dalam membuat perbandingan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akan dilakukan tes hasil belajar yang dilakukan melalui pre-test dan post-test dan hasilnya akan dibandingkan antara kelompok yang mendapat perlakuan (treatment) dengan yang tidak mendapat perlakuan dengan tujuan untuk dicari perbedaan atau daya beda antara kedua kelompok tersebut, Sampel yang ditentukan setelah dilakukan pree-test diambil kelas XI ak 3 sebagai kelas kontrol dan XI ak 1 sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa masing-masing kelas 35 orang siswa.

D. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Setiap terminologi memiliki makna yang berbeda dalam konteks dan dalam lapangan studi yang berbeda. Oleh sebab itu, untuk memperjelas konsep dari variabel yang diteliti sehingga tidak mengundang tafsir yang berbeda, maka dirumuskan definisi operasional atas variabel penelitian sebagai berikut:

1. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis kontekstual (variabel X) Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis kontekstual dalam penelitian ini diartikan sebagai proses membelajarkan siswa dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaran yang mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kontektual dalam pendidikan kewarganegaraan ini menggunakan konsep keterkaitan (relating), pengalaman langsung (experiencing), penerapan


(34)

(applying), kerjasama (cooperating), alih Pengetahuan (transferring). Sounders (1995:5-10).

2. Karakter Privat (variabel Y1) dan Karakter Publik (variabel Y2)

Karakter privat dan karakter publik merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh setiap warganegara sehingga diharapkan akan menjadi masyarakat yang independen, memiliki tanggungjawab terhadap tindakan yang diperbuat, menghormati harkat serta martabat kemanusiaan dan berperan serta dalam urusan

kewarganegaraan Secara konseptual karakter menurut Branson (Budimansyah,2008:61-62): karakter privat dan karakter publik dapat

dideskripsikan sebagai berikut (a) menjadi anggota masyarakat yang independen. (b) memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik. (c) menghargai harkat dan martabat manusia setiap individu. (d) berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana. (e) mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat.

Adapun karakter privat dan karakter publik yang akan diungkapkan dalam penelitian ini mencakup tanggungjawab moral dari konsekuensi tindakan, disiplin diri, menjaga/memelihara diri, menghormati harkat dan martabat orang lain, melakukan tugas kepemimpinan, diskusi yang santun, berfikir kritis, memenuhi kepentingan publik, aktif dalam menentukan kebijakan publik, berkeadaban, taat pada hukum yang berlaku, mau bekerjasama dengan orang lain, sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan publik dan melakukan penelaahan terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional.


(35)

Rincian indikator setiap dimensi/variabel dapat dilihat pada tabel 1.1. sebagai berikut:

TABEL 1.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian. N

o

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR ALAT

UKUR 1. Pembelajaran

kontekstual. (X) 1. Relating: (keterkaitan) 2. Experiencing (pengalaman langsung) 3. Applying: (aplikasi)

1.1. Pengetahuan dan Keterampilan sebelumnya 1.2. materi lain dalam pelajaran PKn 1.3. mata pelajaran lain

1.4. ekspos media 1.5. konteks lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat) Pengalaman dunia nyata 1.6.materi yang terbatas ke kompleks, dari kongrit ke abstrak

2.1. eksplorasi 2.2. penemuan (discoveri) 2.3. inventory 2.4. investigasi 2.5. penelitian 2.6. pemecahan masalah

3.1. penerapan materi yang dipelaja dalam lingkungan keluarga,

sekolah,


(36)

4. Cooperating: (kerjasama)

5. Transfering: (alih

pengetahuan)

masyarakat 3.2. penerapan materi

dalam

memecahkan masalah 3.3. penggunakan

metode praktek kerja lapangan, bermain peran, simulasi, dan pembelajaran pelayanan

4.1.kerja kelompok dalam

memecahkan masalah dan mengerjakan tugas

4.2.saling bertukar pikiran,mengajuk an dan menjawab pertanyaan 4.3. komunikasi

interatif antar sesama siswa, guru, narasumber

5.1. belajar dari mengalami


(37)

sendiri

5.2. keterampilan dan pengetahuan secara bertahap (sedikit-sedikit) 5.3. penting bagi

siswa untuk tahu ‘untuk apa’ dan bagaimana menggunakan pengetahuan dan keterampilan.

2. Watak

Kewarganegara an (civic disposition) 1. Karakter Privat (Y1) 2. Karakter Publik (Y2)

1.1 Tanggung jawab moral,

1.2. disiplin diri,

Menjaga/memeli hara diri 1.3.Penghargaan / menghormati terhadap harkat dan martabat manusia setiap individu.

1.4Melakukan tugas kepemimpinan 1.5.Diskusi yang santun 1.6.Berfikir kritis. 2.1.Kepedulian sebagai SKALA LIKERT


(38)

warganegara 2.2 Kesopanan

2.3 Mengindahkan aturan main (Rule of Law)

2.4 Berfikir kritis

2.5 Kemampuan untk mendengar

2.6 Bernegosiasi dan berkompromi

E. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

1. Strategi Pengembangan Instrumen

Instrumen pengukuran dapat dikatakan kredibel bila memenuhi syarat validitas dan reliabilitas, sedangkan syarat validitas jika dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, sementara reliabilitas menunjukkan pada konsistensi, akurasi, dan stabilitas nilai hasil skala pengkukuran.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka strategi pengembangan instrumen dilakukan melalui prosedur sebagai berikut:


(39)

a. Melakukan analisis deduktif, mengembangkan instrument berdasarkan teori pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dan karakter privat, karakter publik yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Untuk memenuhi validitas isi (content validity), yaitu bahwa item-item instrument mencerminkan domain konsep dari variabel yang akan diteliti. Untuk mempermudah maka dibuat kisi-kisi instrumen penelitian yang dikembangkan dari definisi operasional variabel. Instrumen dikembangkan dari operasional variabel. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel pembelajaran kontekstual (variabel X) adalah kuesioner skala SSHA (Survey of

Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman yang sudah diadakan

penyesuaian dengan lingkungan budaya Indonesia. Dengan skala sebagai berikut: 5= Selalu; 4= Sering, 3= Kadang-Kadang; 2= Jarang dan 1= Tidak Pernah. Sedangkan untuk mengukur variabel karakter privat (variabel Y1) dan karakter publik (variabel Y2), untuk menggukur sikap, pendapat serta persepsi siswa, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator variabel tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyususn item-item instrument yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen dengan menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat diberi skor sebagai berikut: Sangat Setuju, diberi skor (5); Setuju, diberi skor (4); Netral, diberi skor (3); Tidak Setuju, diberi skor (2); dan Sangat Tidak Setuju, diberi skor (1).


(40)

Untuk memperkuat dan memperkaya analisis hasil penelitian dari angket, peneliti juga mempergunakan wawancara bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah disiapkan oleh peneliti, dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap empat orang siswa yang mewakili kelas XI Ak 1 (di kelas eksperimen), dan satu orang guru Pkn yang mengajar kelas XI, di SMK Pasundan I bernama Bapak Cahyono Spd, sebagai team dalam mengajar. Kisi-kisi instrumen penelitian yang telah dikembangkan dapat dilihat pada lampiran.

b. Melakukan analisis induktif, dengan mengumpulkan data terlebih dahulu melalui penyebaran instrumen uji coba yang kemudian dianalisis dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Angket yang disebarkan kepada 35 orang dalam uji coba, yang dikembalikan serta yang memenuhi syarat untuk dianalisis adalah sejumla 35 angket. Angket uji coba disebarkan pada siswa SMK Pasundan I kota Bandung kelas XI akuntansi 1. Hal ini dilakukan untuk melakukan pengujian validitas yaitu menguji tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Validitas dilakukan melalui internal atau konstruk (contruct

validity). Validitas konstruk berkaitan dengan tingkatan skala instrument yang

harus mencerminkan dan berperan sebagai konsep yang sedang diukur.

c. Bersamaan dengan langkah kedua dan melalui data angket hasil uji coba yang sama, dengan teknik analisis yang sama pula, dilakukan juga pengujian validitas eksternal atau kriteria (criteria validity). Validitas eksternal menyangkut tingkatan skala intrumen yang mampu memprediksi variabel yang


(41)

dirancang sebagai kriteria. Validitas eksternal atau kriteria (criteria validity). Item dinyatakan valid jika koefisien signifikansi pada table correlations < taraf kepercayaan yang ditetapkan sebesar 0,05. (p value < 0,05). Jika sebaliknya yang terjadi, yaitu p value > 0,05, maka item dinyatakan tidak valid. Peneliti menaikkan menjadi 0,05, maka item dinyatakan tidak valid

d. Melakukan pengujian reliabilitas. Uji ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu pengukuran dapat dipercaya dan sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan ukur ( measurement error ). Dengan demikian reliabilitas adalah kepercayaan hasil suatu pengukuran yang konsisten bila dilakukan pada waktu yang berbeda terhadap responden, sehingga instrumen penelitian dianggap dipercaya, handal, dan ajeg. Pengujian dilakukan dengan rumus Alpha Cronbach . Jika koefisien korelasi (p value ) hasil perhitungan ≥ 0,7 , maka instrument dinyatakan reliabel (Kaplan dan Saccuzzo, 1995 ).

e. Melakukan penguji Daya Beda. Untuk instrument pengukur pengetahuan, dalam pembelajaran PKn berbasis kontekstual (angket variabel X No 1-40) dan pengukur sikap terhadap karakter privat dan publik siswa (angket variabel Y1 no 1-30 dan Y2 no 31-60) dilakukan analisa daya pembeda. Analisis ini dilakukan untuk mengkaji butir– butir soal dengan tujuan untuk mengetahui kesanggupan soal dalam membedakan siswa sebelum dan sesudah treatment atau perlakuan, dengan cara membandingkan di kelas eksperiment dan kelas kontrol, (Sugiyono, 2008: 273). Rumus daya pembeda yang digunakan sebagai berikut :


(42)

1 2 1 1 1 2 1 2

1 2 2 11 12

Keterangan :

1 1

2 2

1 ! " 1 2 ! " 2

Jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah dalam menganalisa daya pembeda masing-masing diambil 27% dari jumlah siswa seluruhnya. Interpretasi menurut Arikunto (1987:221), daya pembeda yang baik adalah butir soal mempunyai indeks diskriminasi 0,40 sampai 0,70 dengan klasifikasi sebagai berikut:

Dp = 0.00 sampai 0.20: jelek (D)

Dp = 0.20 sampai 0.40:cukup (C)

Dp = 0.40 sampai 0.70; baik (B)

Dp = 0.70 sampai 1.00; baik sekali (A).

f. Melakukan pengujian tingkat kesukaran

Untuk instrument pengukuran pembelajaran PKn berbasis kontekstual (angket variabel X No 1 sd 40) dilakukan pula analisa tingkat kesukaran. analisis


(43)

ini dilakukan untuk mengukur tingkat kesukaran tiap butir soal dihitung berdasarkan rumus:

#$ %

TK = tingkat kesukaran satu butir soal tertentu

nB = jumlah siswa yang menjawab benar

N = jumlah siswa yang mengikuti tes.

Kriteria indeks kesukaran menurut Arikunto (1987:120) sebagai berikut:

0.10 – 0.30 butir soal sukar (Sk)

0.30 – 0.70 butir soal sedang (Sd)

0.70 – 1.00 butir soal mudah (Md).

2. Hasil pengujian Validitas, Reabilitas, Daya Beda, Tingkat kesukaran, dan Analisis Isi.

a. Uji Validitas

Validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Sebuah soal memiliki validitas yang baik, jika antara skor pada soal mempunyai kesejajaran dengan skor total, kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi, untuk

mengetahuinya dihitung dengan rumus korelasi produk momen Pearson (Arikunto, 1987:72), (perhitungan pada lampiran).


(44)

b. Uji Reabilitas

Untuk menentukan relibilitas tes, hasil jawaban siswa dibagi dua kelompok, nomor ganjil dan nomor genap, lalu dikorelasikan dengan menggunakan rumus kolerali Produk Momen Pearson, untuk selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus Spearman-Brown seperti dibawah ini. (perhitungan pada lampiran)

Klasifikasi besarnya koefisien reliabilitas menurut Guiford ( dalam Ruseffendi, 1994:144):

0,00-0,20 realibilitas kecil

0,20-0,40 realibilitas rendah

0,40-0,70 realibilitas sedang

0,70-0,80 realibilitas tinggi

0,80-1,00 realibilitas sangat tinggi.

c. Uji Daya Beda

Berdasrkan hasil uji daya beda terhadap pertanyaan pengukur pengetahuan dengan menggunakan pembelajaran berbasis kontekstual terhadap


(45)

karakter privat dan karakter publik siswa yaitu pertanyaan variabel X no 1 sampai dengan 40 dapat dilihat lebih lanjut (dalam lampiran)

1. Observasi

Observasi dilakukan oleh guru, dengan tujuan untuk melihat kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran kontekstual. Selain itu diobservasi antusiasme dan aktivitas siswa dalam suasana pembelajaran di kelas.

2. Skala Sikap

Skala sikap diisi oleh siswa dengan tujuan untuk melihat respon atau sikap siswa setelah belajar dengan pembelajaran berbasis kontekstual. Dalam skala sikap juga diharapkan siswa bisa mengungkapkan perasaannya secara bebas terhadap pembelajaran berbasis kontekstual.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Hasil pengumpulan data dengan intrumen yang sudah memenuhi syarat validitas, reliabilitas, daya beda, kemudian diolah dan dianalisis. Untuk pertama-tama, analisis dilakukan untuk melihat apakah data memenuhi persyaratan untuk diuji dengan analisis parametrik atau non parametrik, dilanjutkan dengan uji persyaratan regresi linier, setelah itu baru pengujian hipotesis.


(46)

Menggunakan statistik parametrik untuk melakukan analisis data, maka data tersebut harus merupakan data interval atau rasio.selain itu, data harus memenuhi persyaratan normalitas, homogenitas, dan linieritas (Riduwan, 2003:184). bila tidak memenuhi persyaratan seperti tertera diatas, maka pengolahan data harus menggunakan statistik non parametrik.

a. Perubahan dari data ordinal ke interval data harus merupakan data interval. Intrumen penelitian menggunakan data ordinal, oleh karena itu perlu dilakukan perubahan data ordinal ke dalam data interval dengan menggunakan data

Methods Successive Interval (MSI) (Hays, 1963)

b. Untuk melihat sejauhmana data yang diperolah berdasarkan uji distribusi normal dapat digunakan pengujian normalitas data dengan dengan bantuan software SPSS ver 13.0 for windows, hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut.

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Observed Cum Prob

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 E xp ec te d C um P ro b

Dependent Variable: Y_Kontrol


(47)

Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa data mengikuti garis normal. Dengan demikian.untuk asumsi normalitas dari variabel respon, yaitu variabel karakter privat dan karakter publik mengikuti populasi yang didistribusi normal.

c. Pengujian homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data sampel yang diperolah dari populasi bervarians homogen atau tidak. Uji Homogenitas menggunakan scatter plot nilai residual variabel dependen. Pengambilan kesimpulan diketahui dari memerhatikan sebaran plot data. Jika sebaran data tidak mengumpul disatu sudut/bagian, maka disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas, atau data variabel respon adalahhomogen. Dengan bantuan

software SPSS ver.13 for windows, didapat sebaran plot data sebagai berikut

Berdasarkan plot data di atas, sebaran datanya tidak berkumpul di sudut tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi persoalan

4 3 2 1 0 -1 -2

Regression Standardized Predicted Value

3 2 1 0 -1 -2 R e g re s s io n S tu d e n ti z e d R e s id u a l

Dependent Variable: Y_Kontrol Scatterplot


(48)

heteroskedastisitas, atau data variabel respon adalah homogen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asumsi kehomogenan dapat dipenuhi.

b. Teknik Analisis Data.

Dalam melakukan analisis data pada penelitian ini dilakukan dua kali analisis. Analisis yang pertama adalah menguji perbedaan kemampuan awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (O1:O3). Pengujiannya menggunakan t-test hasil yang diharapakan tidak terdapat perbedaan antara kemampuan awal kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen.

Analisis yang kedua adalah untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam hal ini Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan akan efektif menumbuhkan karakter privat dan karakter publik siswa SMK”. Teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah teknik t-test untuk dua sampel related. Yang diuji adalah perbedaan antara O2 dengan O4. Kalau terdapat perbedaan di mana O2 lebih besar dari O1 maka pendekatan kontekstual berpengaruh positif, dan bila O2 lebih kecil daripada O4 maka berpengaruh negatif.

Sedangkan untuk menguji pengauh pembelajaran PKn berbasis konstektual terhadap karakter privat dan karakter publik digunakan analisis regresi sederhana Y = a+bX1+bX2.


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1. Kesimpulan Umum

Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang telah diuraikan di bab IV, tampak bahwa model pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan berbasis kontekstual dengan komponen konsep keterkaitan (relating), pengalaman langsung(experiencing), penerapan (applying), kerjasama (cooperating), dan alih pengetahuan (transfering). terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan siswa SMK pada konsep globalisasi.pembelajaran kontekstual memang tepat digunakan untuk penumbuhan watak kewarganegaraan karena memiliki potensi yang kuat untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata, integrasi pendidikan watak kewarganegaraan pada aktivitas belajar di kelas dapat dicapai melalui pendekatan pembelajaran yang kontekstual.

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual bila diterapkan oleh guru dengan diimbangi dengan kesiapan, kondisi sekolah, pemahaman, kesadaran guru akan pentingnya pendidikan watak kewarganegaraa, maka akan berpengaruh terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan siswa. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual dengan menggunakan model pembelajaran yang mengaitkan dengan kehidupan nyata siswa dalam penumbuhan watak kewarganegaraan terdapat perbedaan dengan menggunakan model konvensional yang cenderung bersifat monoton, dan hanya


(50)

mengukur pada hasil dalam menghasilkan lulusan dan kegiatan pembelajaran di sekolah cenderung teoretis dan hanya terfokus pada transfer pengetahuan dari pada pengembangan watak kewarganegaraan sehingga perihal sikap, nilai dan moral kurang tersentuh sehingga sulit dalam penumbuhkembangkan watak kewarganegaraan siswa.

2. Kesimpulan Khusus

Berdasarkan kesimpulan umum diatas, secara khusus kesimpulan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas dengan mengunakan pembelajaaran kontekstual berpengaruh signifikan terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan siswa. di kelas eksperimen nilainya lebih besar dari pada di kelas kontrol dengan pengaruh sebesar 59,9% di kelas eksperimen dan 19,5% di kelas kontrol

2. Pembelajaran Pendiddikan Kewarganegaraan kelas dengan menggunakan pembelajaran kontekstual berpengaruh signifikan terhadap penumbuhan karakter privat siswa di kelas eksperimen nilainya lebih besar dari pada di kelas kontrol, dengan pengaruh sebesar 42,4% di kelas eksperimen dan 17,2% di kelas kontrol.

3. Pembelajaran Pendiddikan Kewarganegaraan kelas dengan menggunakan pembelajaran kontekstual berpengaruh signifikan terhadap penumbuhan karakter publik siswa di kelas eksperimen nilainya lebih besar dari pada di kelas kontrol, dengan pengaruh sebesar 57,7% di kelas eksperimen dan 21,5%


(51)

di kelas kontrol.

4. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan siswa, terlihat dari nilai mean kelas eksperimen sebesar 162.3263 sedangkan kontrol sebesar 152.4920. atau perbedaannya sebesar 9,83428 atau sebesar 0,098%. Menurut Suharsimi (2002:248) masih dapat diterima adanya perbedaan walaupun kecil, asalkan perbedaan tersebut tidak dalam posisi nilai nol. Dengan begitu terdapat perbedaan walaupun kecil, hal ini karena adanya pengaruh dari faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti.

5. Terdapat perbedaan signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol terhadap penumbuhan karakter privat siswa , terlihat dari nilai mean di kelas eksperimen lebih baik yaitu sebesar 84,0393 sedangkan nilai mean di kelas kontrol 74.8388

6. Tidak terdapat terdapat perbedaan signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol terhadap penumbuhan karakter publik siswa, walaupun perbedaannya hanya kecil terlihat dari nilai mean di kelas eksperimen lebih baik yaitu sebesar 78.2870, sedangkan nilai mean di kelas kontrol 77.6532. Namun Suharsimi mengemukakan (2002:248) masih dapat diterima adanya perbedaan walaupun kecil, asalkan perbedaan tersebut tidak dalam posisi nilai nol. Dengan begitu terdapat perbedaan walaupun kecil, hal ini karena adanya pengaruh dari faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti.


(52)

B. REKOMENDASI

Merujuk kepada kesimpulan penelitian tersebut, rekomendasi ini dirumuskan dan di sampaikan kepada pihak-pihak yang dianggap memiliki kepentingan dengan hasil penelitian.

1. Pembelajaran berbasis kontekstual dalam pendidikan kewarganegaraan dapat berpengaruh signifikan terhadap penumbuhan watak kewarganegaraan siswa. Oleh karena itu pembelajaran PKn berbasis kontekstual hendaknya dikembangkan oleh para guru di sekolah dengan penekanan pada pembentukan watak atau karakter siswa agar menjadi warganegara yang berkarakter keIndonesiaan sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945. Dalam pelaksanaan agar diterapkan dan dilaksanakan secara efektif di sekolah perlu adanya dukungan diantaranya: (1) Pemerintah hendaknya memiliki komitmen kuat untuk memperbaiki mutu pendidikan secara keseluruhan sistemnya secara komprehensif dan berkesinambungan khususnya dalam pendidikan karakter di sekolah. Selain itu perlu juga kesesuaian dan ketersediaan perangkat kurikulum yang tepat, kelengkapan fasilitas pembelajaran, dana pendidikan,diadakan pelatihan bagi guru, evaluasi mutu pendidikan; (2) adanya pengembangan dan mengimplementasikan pelatihan CTL (contextual teaching and learning) bagi guru, sebagai salah satu inovasi model pembelajara dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

2. Pembelajaran berbasis kontekstual dalam pendidikan kewarganegaraan dapat berpengaruh signifikan terhadap penumbuhan karakter privat siswa. Oleh karena itu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan berbasis kontekstual


(53)

hendaknya dikembangkan oleh guru di sekolah karena dapat memberikan kontribusi terhadap karakter privat siswa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak akan lepas dari tudingan masyarakat jika ada kenakalan remaja atau tawuran antar siswa. Kemerosotan moral siswa yang kerap terjadi seakan-akan merupakan kegagalan lembaga pendidikan untuk membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat guru Pendidikan Kewarganegaraan selalu menjadi sasaran empuk yang dituduh gagal membentuk moral siswa, padahal sebebarnya penanaman moral sangat terkait dengan komponen yang saling berkesinambungan antara guru, sekolah dan masyarakat.

3. Pembelajaran berbasis kontekstual dalam pendidikan kewarganegaraan dapat berpengaruh signifikan terhadap penumbuhan karakter publik siswa. Oleh karena itu pembelajaran PKn berbasis kontekstual hendaknya dikembangkan oleh guru di sekolah, dan berkolaborasi dengan orang tua dirumah, dan masyarakat, ketiga unsur tersebut karena dapat memberikan kontribusi terhadap penumbuhan karakter publik siswa dalam lingkungannya. Manusia (siswa) merupakan makhluk individual (pribadi), manusia juga makhluk sosial (bermasyarakat), Manusia akan semakin membaik kepribadiannya jika manusia itu sendiri semakin meningkat kan rasa tanggung jawabnya dilingkungan dimana berada. Bila terjadi kolaborasi antara guru, orang tua dan anggota masyarakat, terbentuk siswa berkarakter yang baik sesuai yang diharapkan. 4. Terdapat perbedaan signifikan antara kelas yang menggunakan model

pembelajaran PKn berbasis kontekstual dengan kelas yang menggunakan pembelajaran model konvensional terhadap penumbuhan watak


(54)

kewarganegaraan yang mengisyaratkan pada karakter privat dan karakter publik siswa. Oleh karena itu pembelajaran PKn berbasis konteksrual hendaknya dikembangkan secara berkesinambungan karena pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilannya dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. sedangkan pelajaran PKn dengan model konvensional seringkali membosankan bagi siswa karena proses pembelajaran tidak menantang karena bertumpu pada guru, guru memberikan materi sedangkan siswa bersifat pasif, menerima, dan mendengarkan, dan hanya bersifat hapalan yang mengejar kognitif saja atau latihan mengingat konsep-konsep yang tidak kontekstual.

C. DALIL-DALIL

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian tersebut diatas, maka dalam penelitian ini dikemukakan beberapa dalil sebagai berikut:

1. Keefektifan Pembelajaran PKn berbasis kontekstual untuk mengembangkan penumbuhan watak kewarganegaraan siswa secara bersama. Penumbuhan karakter secara bertahap akan timbul pada diri siswa secara global tergantung pada cara pemberian materi yang sifatnya dapat memberikan konsep belajar


(55)

dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. pengetahuan dan keterampilannya dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memcahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

2. Kefektifan Pembelajaran PKn berbasis kontekstual untuk mengembangkan penumbuhan karakter privat siswa tergantung pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki dan melekat pada diri pribadi siswa tersebut, yang terbentuk secara terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

3. Kefektifan Pembelajaran PKn berbasis kontekstual untuk mengembangkan penumbuhan karakter publik siswa tergantung pada kemampuan siswa menyeimbangkan posisinya sebagai makhluk individual dan makhluk sosial, sehingga siswa berkemampuan untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tataran kehidupan dan fungsinya dimasa sekarang atau dimasa yang akan datang.

4. Kebermaknaa model pembelajaran PKn berbasis kontekstual dalam penumbuhan watak kewarganegaraan siswa. tergantung pada kreativitas dan inovasi guru dalam pembelajaran yang tergantung pada sarana dan prasarana pembelajaran, siswa, manajemen sekolah dan kurikulum.


(56)

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Al Muchtar, S. (2001). Hand Out Strategi Belajar Mengajar. Jurusan PMPKn FPIPS UPI: Tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (1987). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (1988). Dasar-dasar Evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bahmueller, Charles F. (1991). Civitas: A Framework for Civic Education.

Calabasas: Center for Civic Education

Branson, M. S. (1998 ). The Role of Civic Education. Calabasas: Center for Civic Education.

Branson, M. S. (1999). Making the Case for Civic Education: Where We Stand at

the End of the 20th Century. Washington: center for Civic Education.

Branson, M. S. (1999). Belajar Civic Education dari Amerika. Yogyakarta: Kerjasama LKIS dan The Asia Foundation.

Bruner, J. (1977). The process of Education. Cambridge: Harvard University Press.

Budimansyah, D. (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis

Portofolio. Bandung: PT Genesindo.

Budimansyah, D. (2004). Membangkitkan Karsa Umat. Bandung: PT Genesindo.

Budimansyah, D, dkk (2004). Pedoman Evaluasi dan Hasil Belajar PKn Sekolah

Menengah. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah.

Budimansyah, dan Syam Syaifullah. (2006). Pendidikan Nilai Moral dalam

Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS-UPI.


(1)

Bull, U,J, (1969), Moral Jugement from Childhood to Adolescence. London: Routledge & Kegan Paul, 1969.

Center for Civic Education/ CCE, (1997a). We The people: Teacher’s Guide. Calabasas: CCE.

Center for Indonesia Civic Education/CICED. (1999). Democratic Citizens in a Civic Society: Report of the Conference on Civic Education for Civiv Society. Bandung: CICED.

Cogan, J. J and Raymond Derricott. (1998). Citizenship Education in 21st Century. London: Kogan Page.

Cogan, J. J. (1999). Developing the Civic Society: The Role of Civic Education, Bandung: CICED

Creswell, John. W. (1994) Research Design : Qualitative & Quantitative Approaches, London: Sage Publications.

Davies, Ivor K. (1981). Instructional Technique. New York: McGraw-Hill Book Company

Degeng, N.S. (2001), “Pandangan Behavioristik vs Konstruktivistik: Pemecahan masalah Belajar Abad XXI”. Makalah pada Seminar TEP: Malang.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum berbasis kompetensi Sekolah Menengah Atas (SMA) Pedoman Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning). Jakarta: Depdiknas.

Ditjen Dikdasmen Depdiknas RI. (2003). Pendekatan Kontekstual/contextual Teaching and Learning (CTL), Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional. Penilaian Kelas. Jakarta: Depdiknas Republik Indonesia.

Dewantara, K.H. (1962), Karya Ki Hajar Dewantara (Taman siswa), Jogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Ditjen Dikdasmen Depdiknas Republik Indonesia. (2003). Pendekatan Kontekstual Contextual Teaching and Learning (CTL), Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas

Djahiri, A K. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: Jurusan PMPKN FPIPS IKIP Bandung.


(2)

Driver, R. & Leach, J. (1993). A Constructivist View of learning: Children Conceptions and the nature of science. Washington D.C. National Science Tachers Assosiation

Elaine B. J. ( 2007 ) “ Contextual Teaching and Learning, menjadikan kegiatan Belajar- Mengajar Mengasyikan dan bermakna”. California : Corwin Press, Inc, Thousand Oaks

Fajar, Arnie. (2005). Portofolio dalam Pelajaran IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Fraenkel, J. R. dan Wallen, N. E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education (second ed.). New York: McGraw-Hill Book Co.

Fraenkel, J. R. (1977). How to Teach about Values: An Analytic Approach. New jersey: Prentice-Hall, Inc

Glaser, R. (1996). “Component of a Psychology of Instruction: Toward a Science Of Design”. Review Of educational Research. 46 (1); 1-24

Glasersfeld, E. (1998). Cognition, Construction of Knowledge, and Teaching. Washington D.C.: National Science Foundation

Gross, R. E & Zeleny. (1958). “Social Studies”. In Charles W.Harris (ed), Encyclopedia of Educational Research. New York: Macmillan.

Hamalik, Oemar. (2003). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Hamalik, Oemar. (2005). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Ibrahim, R. dan Syaodih, N.S. (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Ichilov, O. (1998,p.11.). Paterns of Citizenship in a Changing World. In: O. Ichilov (ed) Citizenship and Citizenship education in a Changing World, London, The Woburg press.

Jacob, Everlyn. (1999). Cooperative Learning In Context: An educational Innovation in Everyday Classrooms. Albany: State University of New York press.

Kalidjernih, F. K. (2009), “Globalisasi Dan Kewarganegaraan”. Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. 2 (2), 113-126.


(3)

Karweit, D. (1993). Contextual Learning: A review and Synthesis. Baltimore: Johns Hopkins University

Kerr, D. (1999). Citizenship Educaton: An International Comparison. London: NFER.

Koesoema, D. A. (2009), Pendidik Karakter di Zaman Keblinger: mengembangkan Visi Guru Sebagai pelaku Perubahan dan Pendidik Karakter. Jakarta: Grasindo.

Kohlberg, L. (1971), “Stages of Moral Development as a Basis of Moral Education” dalam Moral education: interdisciplinary approaches. New York: Newman Press.

Komalasari, K. (2008), “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP ”, Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. 2 (1), 76-97.

Kurdi, S, dan Aziz, A. (2006), Model Pembelajaran Efektif . Bandung; Pustaka Bani Quraisy.

Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our Schools Can Teach respect and Responsibility. New York, NY: Bantam Books.

Lorsbach, A. & K. Tobin. (1992). “Constructivism as a Referent for Science Teaching”. NARST Research Matters--- to the science Teacher, No 30

Megawangi, R (2004 : 95), Pendidikan karakter Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa, Jakarta : BPMIGAS dan Star Energi

Miaz, ( 1977 : 5 ). Konstelasi Globalisasi dan Pembelajaran Perspektif Global di PGSD. Bandung : UPI

Miles, B. Matthew dan Huberman, A. M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Pers).

Mulyasa, E. ( 2005 : 103 ). Menjadi Guru Professional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung ; PT Remaja Rosda Karya.

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT Tarsito.

Nasution, S. (2005). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.


(4)

Nur,M. dan Ibrahim, M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa University Press.

Nurhadi (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen.

Piaget, J. (1951). The Child’s Conception of the World. Savage, Maryland: Littlefield Publishers.

Poedjawijatna. (1981), Manusia dan Alamnya: Filsafat Manusia. Jakarta: Bin Aksara.

Poerwadarminta, W. J. S. (1952), Kamus Besar Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Purwanto, Ngalim M. (2006). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Quigley, C. N. (2000), “ Global Trend in Civic Education”. Makalah pada seminar for the Need for New Indonesian Civic Education, Center for Civic Education. Bandung

Riduwan. (2007). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta

Romiszowski, A. J. (1981). Designing Instructional System: Decision making in Course Planing and Curriculum Design. New York: Nicohls Publishing Company.

Rosyada, D. (2000). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media.

Sanjaya, W. ( 2006b: 1 ), Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media

Sapriya. (2002). Studi Social Konsep dan Model Pembelajaran. Bandung: Buana Nusantara.

Sapriya, (1999). Memberdayakan Mayarakat dalam Pelaksanaan 10 Pilar Demokrasi”. Makalah pada seminar lokakarya PPKn IKIP Bandung. Bandung.


(5)

Semiawan, Coony. (1997). Perspektif Pendidikan Anak berbakat. Jakarta: PT Grasindo.

Soedarsono, S. (2002), Character Building (membentuk watak): Mengubah Pemikiran, Sikap, dan perilaku Untuk membentuk Pribadi Efektif Guna Mencapai Sukses Sejati. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Somantri, N, (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sudjana, (1990). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Surya, M. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Susilana, Rudi, dkk. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI

Tilaar, H.A.R. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Von, T.S., Metcalf, K.K., and Patrick, J.J. (2000). Project Citizen and the Civic Development of Adolescent Students in Indiana, Latvia, and Lithuania. Bloomington: ERIC.

Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society. Cambridge: Harvard University Press.

Winataputra, Udin S. (1999). Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi. Bandung: CICED.

Winataputra, Udin S. (2001), Jati diri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi, Disertasi Doktor Pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan.

Winataputra, U. dan Budimansyah, D. (2007), Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar, dan Kultur Kelas. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Zahorik, John A. (1995). Constructivist Teaching ( Fastback 390). Bloomington Indiana: Phi Delta Kappa Educational Foundation.


(6)

Zuchdi, D. (2008). Humanisasi Pendidikan, Menemukan Kembali Pendidikan Yang Manusiawi. Bandung: Bumi Aksara.

JURNAL :

Advanced Technology Environmental Education Center (ATEEC). (2000). Teaching for Contextual learning. (on line). Tersedia di http://www. Ateec.Org/ curric. Ctl info.Cfm. ( 5 februari 2002) .

Hull’s D., & Souders, Jr., J. C. (1996, October). “The Coming Challenge: Are Community Colleges Ready for the New Wave of Contextual Learners?”. Community College Journal. 67,(2), 15-17.

Kaplan, D & Saccuzzo. (1995). Statistical power in structural equation modeling. (Online).Tersedia:http//www.education.wisc.edu/edpsych/facstaff/Kaplan/ kaplan_cv pdf (26 Maret 2010).

Ripandelli, A.M. (2003). Contextual Teaching and Learning of Social Skill/Jurnal Writing, (Online). Tersedia: http://www.kennesaw.edu/english/ Contextual Learning// Bartow/AprilRipandelli.pdf. (30 April 2003)

University of Georgia (UGA) CTL Project. (2001). Contextual Teaching and Learning: Definitions from UGA CTL Project. ( on line). Tersedia di http://www. Horizonshelpn org/contextual/learning. Htm. ( 2 Februari 2001).

Undang-Undang Dasar Repulik Indonesia, Penjelasan pasal 37 ayat ( 1 )

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Wilson, J. (2001), Sylabus for EMAT 4600/6600: Problem Solving in Civic Education. (on line). Tersedia di Http//www.JWilson.Coe.uga.edu.htm (2 Februari 2002)


Dokumen yang terkait

The Efectiveness of teaching vocabolary using hyphoymy games; a quasi experimental study at the first grade of MTs Daarul Hkimah Pamulang acdemic year 2009/2001

2 18 86

Pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap pemahaman siswa pada konsep bunyi

0 13 143

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

PENGARUH KOMITMEN SOSIAL TERHADAP WATAK KEWARGANEGARAAN SISWA DI KOMPLEK SDN SUKAGALIH BARAT KOTA BANDUNG.

0 4 60

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI : Studi Quasi Eksperimen Di kelas XI SMK Pasundan 1 Bandung.

0 1 37

PENGARUH KOMPENSASI TERHADAP LOYALITAS GURU DI SMK PASUNDAN 3 KOTA BANDUNG.

3 9 60

PENGARUH MEDIA VIDEO BERBASIS NILAI TERHADAP PENGEMBANGAN WATAK KEWARGANEGARAAN (CIVIC DISPISITIONS) SISWA PADA PEMBELAJARAN PKN : Studi Quasi Eksperimen di SMP Negeri I Ibun Kab. Bandung.

1 5 58

EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS (TGT) DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN KEWARGANEGARAAN SISWA :Studi Quasi Experiment di Kelas X SMK Pasundan Subang Pada konsep Sistem politik di Indonesia.

0 0 48

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA : Penelitian Quasi-Experimental di SMAN I Tangerang.

0 1 60

PENGARUH PEMBELAJARAN KONSEP DEMOKRASI BERBASIS SKETSA KEWARGANEGARAAN TERHADAP UPAYA MEMBANGUN KARAKTER UNGGUL SISWA SMA : Penelitian Quasi-Experimental Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Kelas XI SMA Negeri 1 Manggar.

0 2 63