Pengaruh musik klasik kontemporer `Yanni` terhadap kemampuan spasial temporal.
Teresa Laura Kristi
ABSTRAK
Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh musik klasik kontemporer Yanni terhadap kemampuan spasial pada remaja. Penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya membuktikan bahwa musik memberikan pengaruh terhadap kognisi manusia. Gardner (1993) mengutarakan bahwa musik dapat membantu orang untuk mengorganisir cara berpikir dan bekerja sehingga membantu mereka berkembang dalam pemikiran spasial. Salim (2010) menyatakan bahwa bangunan otak memang telah terspesialisasi untuk membangun blok-blok musik yang di dalamnya termasuk komponen spasial. Champbell (2001) mengungkapkan bahwa musik klasik mampu memperbaiki konsentrasi ingatan dan persepsi spasial. Kemampuan spasial sangat berperan yang penting di berbagai bidang kehidupan. Musik dapat menjadi media yang efektif untuk mengembangkan kecerdasan spasial. Sampel penelitian adalah siswi kelas XE SMA Stella Duce 2 Yogyakarta (N = 32). Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Subjek dibagi ke dalam dua kelompok secara random, yakni ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode pengambilan data menggunakan desain Kontrol Group Posttest-Only Design. Pada tahap posttest semua subjek dalam kedua kelompok penelitian dikondisikan dalam keadaan yang sama, baik itu perlengkapan tes, materi
tes, dan juga instruksi tes. Analisis data menggunakan teknik uji beda ‘t’ selisih skor (d) kedua
kelompok. Hasil t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan secara signifikan pada kemampuan spasial antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (F: 0.059, sig: 0.809 ≥ 0.5 dan ttest:
8.009, sig: 0.00 ≤ 0.05). Rerata kemampuan spasial subjek yang diberikan perlakuan mendengarkan musik Yanni (Xeksperimen:41, 81), terbukti lebih baik daripada rerata kemampuan
spasial subjek yang tidak diberikan perlakuan mendengarkan musik Yanni (Xkontrol:28,31).
(2)
Teresa Laura Kristi
ABSTRACT
This experimental study intended to find out the effect of contemporary classical musik towards spatial ability for teens. Gardner (1993) explain that musik can helps people to organize their ways of thinking and works to assist them develops in spatial thinking. Salim (2010) declare that the brain structures it is indeed specialized to build musikal blocks which had spatial component inside. Don Champbell (2001) showed that classical musik may improved memory concentration and spatial perception. Spatial ability have role in many area in recent living. Musik can be an effective medium for developing spatial intelligence. Participants was taken from students of E class grade ten at Stella Duce 2 Senior High School of Yogyakarta (N = 32). Selection of subjects in this research using purposive sampling technique. Subjects were divided into two groups randomly, into the experimental group and the kontrol group. The data was taken with the Kontrol Group Posttest-Only Design. In the posttest phase, all subjects in both groups was conditioned in the same state, be it equipment tests, material tests, and test instructions. Data analysis was conducted by using t-test procedure to compare means of the difference (d) between two sample of cases. The result showed that there was significant difference spatial ability scores between experimental group and kontrol group (F: 0.059, sig:
0.809 ≥ 0.5 and ttest: 8.009, sig: 0.00 ≤ 0.05). Spatial ability means scores from the subjects who participated in musikal training (Xexperiment: 41, 81) have proven better than means scores from the subjects who did not given treatment to listen to Yanni’s musik (Xkontrol: 28,31).
(3)
PENGARUH MUSIK KLASIK KONTEMPORER “YANNI”
TERHADAP KEMAMPUAN SPASIAL TEMPORAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh: Teresa Laura Kristi
NIM: 109114019
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
(4)
(5)
(6)
“
Kamu bisa mendapatkan apa yang kamu inginkan, kamu impikan.
Kamu hanya perlu menjadi yang terbaik diantara orang-orang yang
ada disekitarmu. Hanya itu. Simple.
”
-
Devonisme
–
“
Tuhan selalu membimbing dan membantu anak-anaknya yang
sedang berjuang. Percayalah Ia tak pernah membiarkan kau sendiri
”
-
Romo Tata
–
“
A busy life makes prayer harder. But prayer makes a busy life easier
”
-
Anonysmus -
(7)
(8)
PENGARUH MUSIK KLASIK KONTEMPORER “YANNI”
TERHADAP KEMAMPUAN SPASIAL TEMPORAL
Teresa Laura Kristi
ABSTRAK
Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh musik klasik kontemporer Yanni terhadap kemampuan spasial pada remaja. Penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya membuktikan bahwa musik memberikan pengaruh terhadap kognisi manusia. Gardner (1993) mengutarakan bahwa musik dapat membantu orang untuk mengorganisir cara berpikir dan bekerja sehingga membantu mereka berkembang dalam pemikiran spasial. Salim (2010) menyatakan bahwa bangunan otak memang telah terspesialisasi untuk membangun blok-blok musik yang di dalamnya termasuk komponen spasial. Champbell (2001) mengungkapkan bahwa musik klasik mampu memperbaiki konsentrasi ingatan dan persepsi spasial. Kemampuan spasial sangat berperan yang penting di berbagai bidang kehidupan. Musik dapat menjadi media yang efektif untuk mengembangkan kecerdasan spasial. Sampel penelitian adalah siswi kelas XE SMA Stella Duce 2 Yogyakarta (N = 32). Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Subjek dibagi ke dalam dua kelompok secara random, yakni ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode pengambilan data menggunakan desain
Kontrol Group Posttest-Only Design. Pada tahap posttest semua subjek dalam kedua kelompok penelitian dikondisikan dalam keadaan yang sama, baik itu perlengkapan tes, materi tes, dan juga
instruksi tes. Analisis data menggunakan teknik uji beda „t‟ selisih skor (d) kedua kelompok. Hasil t-test menunjukkan bahwa ada perbedaan secara signifikan pada kemampuan spasial antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (F: 0.059, sig: 0.809 ≥ 0.5 dan ttest: 8.009, sig: 0.00 ≤ 0.05). Rerata kemampuan spasial subjek yang diberikan perlakuan mendengarkan musik Yanni (Xeksperimen: 41, 81), terbukti lebih baik daripada rerata kemampuan spasial subjek yang tidak
diberikan perlakuan mendengarkan musik Yanni (Xkontrol:28,31).
(9)
THE EFFECT OF YANNI’S CONTEMPORARY CLASSICAL MUSIK TOWARDS SPATIAL-TEMPORAL ABILITY
Teresa Laura Kristi
ABSTRACT
This experimental study intended to find out the effect of contemporary classical musik towards spatial ability for teens. Gardner (1993) explain that musik can helps people to organize their ways of thinking and works to assist them develops in spatial thinking. Salim (2010) declare that the brain structures it is indeed specialized to build musikal blocks which had spatial component inside. Don Champbell (2001) showed that classical musik may improved memory concentration and spatial perception. Spatial ability have role in many area in recent living. Musik can be an effective medium for developing spatial intelligence. Participants was taken from students of E class grade ten at Stella Duce 2 Senior High School of Yogyakarta (N = 32). Selection of subjects in this research using purposive sampling technique. Subjects were divided into two groups randomly, into the experimental group and the kontrol group. The data was taken with the Kontrol Group Posttest-Only Design. In the posttest phase, all subjects in both groups was conditioned in the same state, be it equipment tests, material tests, and test instructions. Data analysis was conducted by using t-test procedure to compare means of the difference (d) between two sample of cases. The result showed that there was significant difference spatial ability scores between experimental group and kontrol group (F: 0.059, sig: 0.809 ≥ 0.5 and ttest: 8.009, sig:
0.00 ≤ 0.05). Spatial ability means scores from the subjects who participated in musikal training (Xexperiment: 41, 81) have proven better than means scores from the subjects who did not given treatment to listen to Yanni’s musik (Xkontrol: 28,31).
(10)
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Teresa Laura Kristi
Nomor Mahasiswa : 109114019
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Pengaruh Musik Klasik Kontemporer Yanni Terhadap
Kemampuan Spasial Temporal
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 25 Juli 2014
Yang menyatakan.
(11)
KATA PENGANTAR
Aku ucapkan syukur yang sebesar-besarnya untuk Tuhan Yesus, Bunda Maria, serta Santo Yosef yang selalu ada dan memberikan petunjuk, pengetahuan, peristiwa, dan segalanya yang pada akhirnya berhasil membimbingku menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Yang ingin penulis sampaikan adalah rasa terima kasih yang amat besar kepada orang-orang terkasih yang sungguh memberikan andil yang sangat besar sehingga karya ini dapat terwujud sebagai bagian dari suatu proses untuk mencapai tujuan yang lebih besar lagi. Dengan segala hormat:
Bapak V. Didik Suryo, yang selama kurang lebih 4 bulan dengan sabar membimbing saya, memberikan arah dan petunjuk, menuntun saya selangkah demi selangkah sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan karya ini. Terima kasih bapak karena telah memberikan “pencerahan” sehingga gagasan yang ingin saya berikan dapat terwujud nyatakan dalam karya ini.
Bapak Djohan Salim, sang “Psikolog Musik Indonesia” yang dari awal
saya memulai menulis karya ini hingga akhirnya karya ini dapat terwujud selalu membimbing saya dengan sabar. Terima kasih bapak karena telah meluangkan waktu yang begitu berarti untuk saya disela-sela kesibukan bapak yang begitu luar biasa. Terima kasih berkat bimbingan bapak saya dapat menemukan gagasan baru untuk penulisan karya ini.
Sejuta terima kasih untuk MAMA! Yang setiap waktu selalu memberikan perhatian yang amat sangat hangat, terutama saat proses pembuatan hasil karya ini. Walaupun mama terlihat cuek, tapi mama selalu memberikan perhatian-perhatian kecil yang selalu menjadi energi dan semangat buat saya. Terutama untuk segala doanya. Tak pernah bosan-bosan mama berdoa untuk segala usaha yang saya lakukan. Juga untuk almarhum PAPA! Walaupun saya tidak mampu melihatnya, namun saya yakin papa selalu membantu saya, menemani saya,
(12)
bahkan secara langsung meminta kepada Tuhan Yesus untuk melancarkan segala usaha saya. Terima kasih mama dan papa, I love you!
Untuk kakak-kakak, Mbak Aci, Mas Ugo. Terima kasih untuk dukungan serta doanya, juga untuk keponakan-keponakan lucuku yang selalu memberikan tawa disaat tante Laura merasa jenuh. Untuk Dea, Deva, dan Vincent.
Sahabat-sahabat PASSIONku: Yunk Tita, Yunk Fili, Bunda Lusi, dan Sandra Gentong. Terima kasih untuk kerja samanya selama ini. Terima kasih buat segala bantuannya, segala semangat, segala dukungan dan segala tempat untuk menumpahkan segalanya. Hahahaha. Terima kasih untuk “mahkota”nya, untuk selempang macaroni pedes, juga untuk piala Teh Kotaknya. Terutama terima kasih untuk Yunk Tita yang sangat berperan dalam menyelesaikan karya ini. Mulai dari bertukar ide, ngobrol topik kesana kesini, mbantuin ambil data, nemenin nyiapin ini itu. I heart yall!
Untuk teman seperjuangan penggiat skripsi, khususnya Anin dan Sandi. Terima kasih karena telah berproses bersama, berbagi wawasan dan ilmu untuk menyelesaikan karya kita ini. Khususnya untuk Anin, pasangan penggiat skripsi sejati. Terima kasih sudah membantu, berproses bersama, terutama sudah menemani saat saya “terjatuh”. Did you remember? Wkwkw. Selamat ya kawan, kita sudah selangkah didepan!
Untuk adek-adekku “Kapak Nyonya”: Arnold “Anot”, Fanny, dan juga
Rita. Terima kasih karena selalu mendukung dan selalu menyemangati, terima kasih juga karena selalu menemani nonton konser apapun untuk menghilangkan jenuh saat proses pembuatan karya tulis ini. Terima kasih karena sudah mengajak “ikut kuliah” di kampus selatan a.k.a Institut Seni Indonesia, demi bisa bertemu dengan Bapak Djohan Salim. Hehehehe. Super love youuuu.
Untuk teman-teman ISI (Institut Seni Indonesia). Untuk Adong, terima kasih banyak Adong, karenamu aku bisa bertemu dan berdiskusi dengan Pak Djohan. Terima kasih karena telah mempertemukanku dengan dosen walimu yang sungguh membanggakan itu. Untuk mbak Mira, yang beberapa kali kita sempat
(13)
berdiskusi bersama tentang topik kita. Hahaha terima kasih sharingnya ya mbak. Yuk buruan dikelarin skripsinya! Untuk mas-mas yang maaf-saya-lupa-namanya, anak musikologi yang sudah menghibahkan buku Psikologi Musiknya untuk saya. Terima kasih sekali mas karena buku tersebut menjadi kunci karya tulis saya ini hehehe. Juga untuk dukungan teman-teman yang lain, terima kasih!
Untuk keluarga SIBELIUSchamber-ku yang selalu mendukung. Untuk Elgar yang selalu memberikan semangat untuk maminya ini hahaha. Terutama untuk Cik Yoshua yang sudah menjadi mentor yang hebat untuk aku. Sumpah cik, mungkin kalau ga ada kamu, aku pahpoh dalam ngerjain karya tulis ini. Terima kasih untuk saran-saran jurnalnya, untuk les privatnya. Big thanks for you cik, you such a big help. Tunggu tanggal maen konser kita selanjutnya ya hhihihi.
Untuk cah 6: Ratih, Putri “Ib”, Ayu “Bulldog”, Kiki “Paus”, dan jg
Helga “Gondhes”. Terima kasih karena sudah saling mendukung. Mungkin kita
emang jarang ketemu, tapi terima kasih karena selalu berusaha ada di moment-moment penting kita bersama. Sudah lebih dari 7 tahun kita bersahabat, dan akan berlanjut 70 tahun lagi ya, guys! Juga untuk bibib aku Tyas “Atun” yang kita -baru-deket-waktu-akhir-kuliah-ini-ya hahaha. Terima kasih karena selalu manut setiap diajak kemanapun aku mau, diajakin ngerjain skripsi dimanapun aku suka. Kamu loveable bgt, besok aku traktir sate ayam ya!
Keluarga besar SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA. Untuk ibuku tercinta ibu Tutik yang sudah memberikan kesempatan kepada saya sehingga saya dapat melakukan penelitian di SMA STERO, walaupun pada dasarnya di semester genap STERO tidak menerima penelitian apapun. Oh ibu, jasamu sungguh berarti untuk saya. Terima kasih ibu! Juga untuk ibu Siwi, yang suka ngomel-ngomel tapi dengan sepenuh hati membantu saya hehehe. Terima kasih ibuku yang iwel-iwel, maaf ya banyak ngrepotin ibu. Khususnya untuk adik-adik di kelas X E yang telah bersedia menjadi partisipan penelitian ini. Terima kasih ya dik, terima kasih juga karena kitapun menjadi lebih akrab sampai
(14)
sekarang. Juga untuk segala tawa canda yang saya dapatkan setiap kali saya berkunjung ke STERO: bang satpam, bapak-ibu kantin, semuanya. Terima kasih!
Terakhir untuk keluarga besar kantor Lembaga Psikologi Gloria Edukasindo. Terima kasih telah memberikan kesempatan untuk saya sehingga dapat banyak belajar. Terima kasih banyak terutama untuk Kak Christi, kakakku di kantor yang amat super baik. Selalu membantu, bahkan membantu latihan sebelum ujian pendadaran dimulai. Juga untuk yang lainnya, yang selalu care
walaupun terkadang dengan cara menggoda dan membully. Tetapi itulah tanda kedekatan diantara kita. Hahahaha.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang turut membantu namun tidak dapat disebutkan oleh penulis satu persatu. Harapan penulis, semoga karya ini tidak hanya bermanfaat bagi penulis namun juga berguna bagi seluruh pembaca.
Yogyakarta, 19 Agustus 2014
Penulis
(15)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II. LANDASAN TEORI ... 12
A. Kemampuan Spasial ... 12
1. Definisi ... 12
(16)
3. Alat Ukur ... 20
4. Faktor-Faktor yang Berperan Dalam Kecerdasan Spasial ... 24
B. Musik Klasik Kontemporer ... 28
1. Pengertian Umum Musik ... 28
2. Pengertian dan Ciri Musik Klasik ... 29
a. Definisi Musik Klasik ... 29
b. Ciri-Ciri Musik Zaman Klasik ... 32
3. Musik Klasik Kontemporer ... 32
a. Pengertian ... 32
b. Ciri-Ciri Musik Klasik Kontemporer ... 33
4. Komposisi Musik Yanni “Acroyali/Satnding In Motion” ... 34
C. Pengaruh Musik ... 36
1. Terapi Musik ... 36
2. Pengaruh Musik Secara Fisiologis ... 38
3. Penelitian-Penelitian Sebelumnya ... 39
D. Kerangka Berpikir ... 42
E. Hipotesis ... 44
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 45
A. Jenis Penelitian ... 45
B. Variabel Penelitian ... 46
C. Definisi Operasional... 47
D. Subjek Penelitian ... 48
(17)
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 50
G. Alat Ukur (Tes Kemampuan Spasial) ... 51
H. Analisis Data ... 52
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54
A. Orientasi Kancah ... 54
B. Persiapan Penelitian ... 54
C. Pelaksanaan Penelitian ... 56
D. Analisis Data ... 57
E. Pembahasan ... 62
BAB V. PENUTUP ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran-Saran ... 70
(18)
DAFTAR TABEL
TABEL 1. Uji Normalitas………58
TABEL 2. Uji Homogenitas………58
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A. SKOR POST-TEST KEL EKSPERIMEN DAN KONTROL…78
1. Skor Post-Test Kelompok Eksperimen………..79
2. Skor Post-Test Kelompok Kontrol……….80
LAMPIRAN B (UJI ASUMSI)………..………81
1. Uji Normalitas (Variabel Kemampuan Spasial Post-Test)……..………..82
a) Kelompok Kontrol………..……….82
b) Kelompok Eksperimen………..……..82
2. Grafik Normalitas………..…....84
a) Kelompok Kontrol……….…..84
b) Kelompok Eksperimen………...85
3. Normal Q-Q Plot……….………...86
a) Kelompok Kontrol……….………..86
b) Kelompok Eksperimen……….………87
LAMPIRAN C (Uji Homogenitas)………..……..88
1. Uji Homogenitas………....89
2. Means Plot Uji Homogenitas……….…....90
LAMPIRAN D (Uji Hipotesis)……….…….91
(20)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berhadapan dengan
situasi menjelaskan letak suatu barang pada orang lain. Menurut S, Nora &
Janellen, H (2004) anak-anak maupun orang dewasa seringkali berhadapan
dengan permintaan dari orang lain untuk menjelaskan tentang letak suatu
barang yang hilang, misalnya kunci rumah, kacamata, atau dimana mereka
meletakkan sepatu mereka untuk terakhir kalinya. Menjelaskan letak suatu
barang tersebut melibatkan kemampuan yang berhubungan dengan spasial
atau keruangan.
Kemampuan spasial merupakan konsep abstrak, meliputi persepsi
spasial yang melibatkan hubungan spasial termasuk orientasi sampai pada
kemampuan yang rumit yang melibatkan manipulasi serta rotasi mental.
Didalamnya diperlukan adanya pemahaman perspektif, bentuk-bentuk
geometris, menghubungkan konsep spasial dengan angka dan kemampuan
dalam transformasi mental dari bayangan visual (Hegarty, 2005).
Kemampuan spasial digunakan dalam aktivitas-aktivitas yang
sering dilakukan. Misalnya ketika sedang berada di luar kota yang
sebelumnya belum pernah dikunjungi, dibutuhkan peta untuk melihat
(21)
Demikian halnya ketika melakukan orientasi diri terhadap lingkungan
yang baru. Misalkan, baru saja pindah ke sekolah yang baru lalu mencoba
untuk berjalan mengelilingi gedung sekolah tersebut. Dalam aktivitas – aktivitas seperti itulah dibutuhkan kemampuan spasial yang tinggi
(Hegarty, 2005).
Kita juga seringkali berada dalam suasana lalu-lintas yang crowded
sehingga membuat kita berkeinginan untuk memilih jalan lain untuk
menghindari kemacetan. Saat itulah kemampuan spasial yang kita miliki
bekerja. Selain itu, saat harus mengemas sebuah paket, kita berpikir
apakah kotak tertentu cukup besar untuk sebuah objek yang dimasukkan
ke dalamnya. Lebih lanjut Hegarty (2005) menyampaikan bahwa dalam
keseharian, hampir tidak pernah lepas dari penggunaan kemampuan
spasial, contohnya saja saat bercermin.
Dalam dunia pendidikan, kemampuan spasial sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan dalam menerapkan ilmu yang didapatkan,
contohnya pada ilmu matematika, ilmu alam, teknik, ekonomi,
meteorologi, dan juga arsitektur. Dalam bidang meteorologi, seorang
astronom harus dapat memvisualisasi struktur tata surya dan gerakan
benda-benda yang ada di dalamnya. Dalam bidang arsitek, seorang
insinyur harus mampu bervisualisasi tentang interaksi bagian-bagian yang
ada dalam mesin. Ahli radiologi harus mampu menafsirkan gambar pada
medical X-ray. Dalam sub-kimia-formula juga dapat dilihat sebagai model abstrak molekul dengan sebagian besar informasi spasial yang dihapus,
(22)
ketrampilan spasial penting dalam memulihkan informasi bahwa model
mental yang lebih rinci dari molekul diperlukan (S, Nora & Janellen, H,
2004).
Dalam pendidikan matematika dan sains, fitur penting dari
kemampuan spasial telah menjadi ketrampilan yang dibutuhkan untuk
membangun model mental yang efisien dari objek dari deskripsi verbal
buku teks/instruksi. Kemampuan spasial ini menjadi sangat penting
dengan adanya pengembangan teknologi baru, seperti: pencitraan,
komputer grafis, visualisasi data, dan juga supercomputing (S, Nora & Janellen, H, 2004).
Di bidang teknologi komputer grafis, kemampuan spasial yang
kuat digunakan untuk membuat gambar visual yang kompleks dari proses
yang terjadi di alam. Teknik ini digunakan untuk menggambarkan cara
kerja yang rumit dari sistem kekebalan tubuh, interaksi meteorologi
kompleks yang terjadi dalam mengembangkan badai, angin topan, tornado,
atau hubungan atom dan molekul dalam kimia (S, Nora & Janellen, H,
2004).
Meskipun penting dalam berbagai bidang, dalam pendidikan ilmu
pengetahuan, ketrampilan spasial jarang bekerja berelasi dengan
kemampuan lain. Contohnya seperti penalaran logis, pengambilan memori
yang efisien, dan kemampuan verbal (Hegarty, 2005)
Piaget dan Inhelder (1971) menyebutkan bahwa kemampuan
(23)
spasial (kemampuan untuk mengamati hubungan posisi objek dalam
ruang), kerangka acuan (tanda yang dipakai sebagai patokan untuk
menentukan posisi objek dalam ruang), juga hubungan proyektif
(kemampuan untuk melihat objek dari berbagai sudut pandang). Selain itu
juga termasuk di dalamnya terdapat konservasi jarak (kemampuan untuk
memperkirakan jarak antara dua titik), representasi spasial (kemampuan
untuk merepresentasikan hubungan spasial dengan memanipulasi
secarakognitif), rotasi mental (membayangkan perputaran objek dalam
ruang).
Kemampuan spasial ini sangat penting karena kemampuan spasial
erat hubungannya dengan aspek kognitif secara umum. Kemampuan
spasial ini juga dapat membantu dalam proses belajar mengajar serta
mengenali lingkungan sekitarnya. S, Nora & Janellen, H (2004)
mengatakan bahwa dengan mempunyai kecerdasan spasial yang baik,
maka anak dapat tumbuh kreatif dan inovatif.
Kemampuan spasial yang tidak terolah dengan baik akan
berdampak pada kesulitan belajar yang dialami oleh seorang individu. Hal
tersebut juga ditunjukkan oleh Baurnel dan Harvell (2004) yang
memberikan beberapa ciri-ciri kelemahan dalam persepsi visual terhadap
penelitiannya pada kemampuan spasial anak. Kekurangan pada bagian
persepsi spasial dapat dikenali karena anak nampak bermasalah untuk
mempelajari abjad dan sering terbalik melihat huruf tertentu seperti b/d,
(24)
lambat dibandingkan yang lain. Gerakan yang dilakukan juga menjadi
canggung, mudah terantuk dan jatuh, sukar memahami konsep kiri-kanan,
atas-bawah, depan belakang, pertama-terakhir juga merupakan ciri yang
paling khas pada kelemahan hubungan antara kemampuan spasial dan
kesadaran tubuh.
Penelitian sebelumnya menemukan bahwa kemampuan spasial
dapat ditingkatkan secara temporal dengan musik Mozart. Yaitu dengan
cara mendengarkan musik Mozart, yang disebut Efek Mozart. Penelitian
dilakukan pada 36 mahasiswa perguruan tinggi yang kecerdasan
spasialnya meningkat secara temporal setelah mendengarkan Sonata
Mozart selama 10 menit. Dengan mendengarkan musik, dapat
membangkitkan neuron yang juga digunakan untuk kinerja spasial, yang
dalam hal ini merupakan kemampuan seseorang untuk merotasi mental
benda 3 dimensi (Rauscher, Shaw, & Ky 1993).
Penelitian yang dilakukan oleh Martin H. Jones, Stephen D. West
dan David B. Estell (2006) dari Indiana membuktikan bahwa Efek Mozart
mampu mengaktifkan jalur syaraf yang digunakan untuk kemampuan
spasial. Argumen ini menjelaskan bahwa Efek Mozart pertama kali datang
dari model Trion Cerebal Cortex (Leng dan Shaw, 1991). Model trion
tersebut adalah representasi matematis dari model kolumnar cerebal cortex
(Mountcastle, 1978). Dalam model ini, pola penembakan syaraf yang
serupa terjadi selama adanya tugas spasial dan kognisi musik. Leng dan
(25)
dapat mengaktifkan neuron sebelum menyelesaikan tugas spasial. Artinya,
mendengarkan musik meningkatkan kinerja spasial dengan mengaktifkan
neuron tertentu yang ada dalam cerebal cortex. Penelitian Rauscher, Shaw,
dan Ky (1995) mendukung alasan biologis tersebut dengan adanya
peningkatan skor kecerdasan spasial pada 36 mahasiswa setelah mereka
mendengarkan musik Mozart “Sonata for Two Pianos in D Major, K.448”selama 10 menit. Seluruh mahasiswa berpartisipasi pada treatment
yang berbeda selama 10 menit (musik Mozart, relaksasi, dan diam). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mendengarkan musik Mozart Sonata
menghasilkan skor spasial paling tinggi. Para penulis mencatat bahwa
perbaikan spasial berlangsung selama 10 – 15 menit setelah mendengarkan musik.
Hipotesis yang kedua adalah Mozart meningkatkan mood (suasana
hati), gairah, dan juga performansi. Steele, Bass, dan Crook (1991)
memberikan hipotesis bahwa musik mengubah suasana hati seseorang,
yang mana hal tersebut mempengaruhi bagaimana seseorang
berperformansi dalam tes kecerdasan spasial. Untuk pengujian hipotesis,
peneliti membandingkan antara 2 genre musik yang berbeda (sebuah lagu
dari Philip Glass & musik Mozart). Hasil penelitian membuktikan bahwa
tidak terdapat perbedaan dalam kinerja spasial. Tetapi mereka yang
mendengarkan lagu dari Philip Glass dilaporkan memiliki skor yang lebih
tinggi dalam hal kemarahan dan ketegangan. Steele (2000) kemudian
(26)
dan meningkatkan gairah, yang mana akan mempengaruhi kemampuan
spasial.
Pada hipotesis terakhir dikatakan bahwa individu yang menyukai
(preference) terhadap musik Mozart, jenis musik yang lainnya, atau bahkan dalam keadaan diam dapat mengoptimalkan hasil tes
performansinya. Nantais dan Schellenberg (1999) menyampaikan bahwa
peningkatan kinerja spasial mungkin karena hasil stimulus yang disukai,
bukan karena perubahan biologis yang sementara dalam kemampuan
spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja spasial menjadi lebih
baik saat mendengarkan musik Mozart daripada kelompok kontrol yang
hanya dalam situasi diam. Para peneliti juga telah mencatat preferensi dari
para partisipan baik untuk musik Sonata Mozart atau membaca sebuah
novel berjudul “The Last Rung On The Ladder” karya Stephen King. Skor spasial menjadi lebih tinggi ketika para partisipan menyukai stimulus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stimuli yang disukai dapat
meningkatkan tes performansi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Martin H. Jones, Stephen D.
West dan David B. Estell (2006) menunjukkan bahwa terdapat efek yang
positif dari mendengarkan musik Mozart, meskipun gairah dijadikan
sebagai mediasi dari hubungan ini. Namun, tidak ada efek preferensi yang
tampak jelas. Ketertarikan terhadap musik Mozart tersebut tidak tampak
(27)
Penelitian yang dilakukan oleh Simon dan Chabris (1999)
menunjukkan bahwa otak manusia menggunakan area distribusi yang luas
untuk mendengarkan musik. Rhytm dan pitch cenderung diproses di sebelah kiri, sedangkan timbre dan melodi di sebelah kanan. Bagian – bagian dari otak yang kita gunakan untuk tugas-tugas spasial/temporal
sebenarnya tumpang tindih dengan bagian pengolahan musik.
Pada tahun 1999 neoruscientist Harvard, Christopher memeriksa
16 studi secara terpisah dan menemukan memang adanya peningkatan
kreativitas pada remaja. Christopher juga melihat adanya penelitian yang
menunjukkan peningkatan kreativitas dalam kelompok siswa yang telah
membaca novel Stephen King/mendengarkan musik Yanni. Penjelasan
Christopher untuk hasil tersebut adalah aktivitas yang menyenangkan
mampu merangsang dan mengaktifkan daerah kreatif otak (Simons, 1999).
Pendekatan korelasional paling banyak ditemukan dalam teori-teori
Piaget (1957), misalnya penelitian terhadap anak pra sekolah yang tidak
dapat melaksanakan tugas operasional konkret termasuk angka dan sulit
mengombinasikan suara musik ke dalam memorinya. Pemahaman anak
terhadap meter/metris dalam musik akan meningkat sesuai dengan
kemajuan yang dicapai dalam tahapan perkembangannya. Beberapa ahli
perkembangan juga menemukan korelasi yang positif dalam teori Piaget.
Hasil uji korelasional terhadap teori tersebut menunjukkan bahwa
kemampuan kreativitas dalam musik secara signifikan berkorelasi dengan
(28)
Sebuah penelitian eksperimen juga dilakukan kepada hewan tikus.
Tikus yang diberikan musik Yanni “Acroyali Standing In Motion” dapat melampaui labirin lebih cepat daripada tikus yang hanya diperdengarkan
suara-suara lirih, tidak diperdengarkan apa-apa, maupun yang
diperdengarkan musik yang minimalis. Studi lebih lanjut menunjukkan
bahwa musik Yanni Acroyali ini memang memiliki efek mendalam pada
otak. Tikus yang dibesarkan dengan rutinitas diperdengarkan musik Yanni
Acroyali dapat berjalan melalui labirin dengan cepat dan akurat (dalam
Chabris, 1999).
Musik klasik kontemporer diperkirakan dapat menjadi media yang
cukup efektif untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan
spasial. Walaupun secara teoretis dinyatakan bahwa musik klasik
kontemporer Yanni dapat meningkatkan kemampuan spasial, namun pada
kenyataannya penelitian dalam bidang psikologi musik belum banyak
dilakukan di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin
melakukan penelitian apakah musik klasik kontemporer Yanni mampu
menjadi media yang efektif untuk meningkatkan kemampuan spasial
secara temporal.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan tersebut, peneliti tertarik
untuk meneliti pengaruh dari musik klasik kontemporer yang dalam
penelitian ini peneliti mengambil sebuah komposisi “Acroyali/Standing In Motion” dari seorang komposer bernama Yanni terhadap kemampuan spasial. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah musik
(29)
klasik kontemporer. Sedangkan variabel terikat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kemampuan spasial.
B. Rumusan Masalah
Apakah musik klasik kontemporer Yanni memberikan pengaruh terhadap
peningkatan kemampuan spasial temporal?
C. Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi pengaruh musik klasik kontemporer Yanni terhadap
peningkatan kemampuan spasial temporal.
D. Manfaat Penelitian a. Teoretis
Hasil penelitian ini mampu memberikan masukan untuk ranah
psikologi pendidikan dan eksperimen terutama dalam pembahasan
mengenai efek musik Yanni terhadap kemampuan spasial temporal.
b. Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai pengaruh musik terhadap kemampuan spasial,
terutama bagi para pendidik di lingkungan pendidikan. Selain itu, hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pembelajaran siswa
untuk mengembangkan kemampuan spasialnya dengan memanfaatkan
media musik. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu membantu
(30)
belajar yang berbeda, serta membantu lembaga pendidikan untuk
membantu mengatasi kesulitan belajar yang berhubungan dengan
(31)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kemampuan Spasial 1. Definisi
Thurstones (1938), menyatakan bahwa intelegensi manusia
tersusun atas beberapa faktor kemampuan spesifik yang independen dan
tidak hanya terdiri dari satu faktor kemampuan secara umum. Salah satu
faktor kemampuan spesifik yang dihasilkan dari usahanya dikenal dengan
nama “space”, yaitu kecakapan untuk memiliki gambaran atau bayangan
mental dan secara mental dapat menggulung, memutar, atau
membalikkannya ke suatu posisi yang berbeda, kemudian
menyesuaikannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Inilah yang kemudian
menjadi istilah pertama dalam definisi kemampuan spasial. Lohman
(1988) berpendapat bahwa kemampuan spasial dapat didefinisikan sebagai
kemampuan untuk menghasilkan, menguasai, dan memanipulasi gambaran
visual.
Lohman (1993) mendefinisikan kemampuan visual spasial
merupakan kemampuan untuk menghasilkan, menyimpan, mengambil, dan
mengubah gambar visual yang terstruktur dengan baik. Piaget dan Inhelder
(1971) menyebutkan bahwa kemampuan spasial adalah konsep abstrak
(32)
mengamati hubungan posisi objek dalam ruang), kerangka acuan (tanda
yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan posisi objek dalam
ruang), hubungan proyektif (kemampuan untuk melihat objek dari
berbagai sudut pandang), konservasi jarak (kemampuan untuk
memperkirakan jarak antara dua titik), representasi spasial (kemampuan
untuk merepresentasikan hubungan spasial dengan memanipulasi secara
kognitif), rotasi mental (membayangkan perputaran objek dalam ruang).
Gardner (1983) mengutarakan bahwa kecerdasan spasial dapat
diartikan sebagai kecerdasan gambar dan visualisasi. Kemampuan
mempersepsi dan mentransformasikan dunia spasial-visual secara akurat.
Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar
di dalam kepala seseorang atau menciptakannya dalam bentuk dua atau
tiga dimensi atau kemampuan membangkitkan kapasitas untuk berpikir
dalam 3 cara dimensi. Kecerdasan spasial memungkinkan seseorang untuk
merasakan bayangan eksternal dan internal, melukiskan kembali, merubah,
atau memodifikasi bayangan, mengemudikan diri sendiri dan objek
melalui ruangan dan menghasilkan atau menguraikan informasi grafik.
Menurut S, Nora (2003) kecerdasan spasial tidak hanya berkaitan
dengan kemampuan mengenal arah dan lokasi, namun juga menyusun
rancang bangun dan struktur masalah. Kecerdasan spasial juga sangat
berkaitan dengan pemecahan masalah dan aktivitas sehari-hari, misalnya
dalam hal mengukur mana yang lebih besar dan kecil, lebih jauh dan
(33)
Salim (2010) mendefinisikan bahwa kemampuan spasial
merupakan kapasitas kemampuan yang berkaitan dengan penalaran atau
memanipulasi mental terhadap hubungan keruangan. Kognisi spasial
banyak digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan tipe-tipe proses
mental seraya melibatkan perbedaan atau pengelompokan tugas.
Kemampuan spasial telah didefinisikan ke dalam cara yang
berbeda-beda. Namun biasanya sulit dicari ketepatan dari makna definisi
tersebut untuk digunakan sebagai satu definisi yang komprehensif.
Diketahui pula bahwa orang dengan kemampuan spasial yang kuat bisa
membayangkan bentuk dari sudut pandang yang berbeda, dapat lebih cepat
memahami apa yang mungkin terlihat seperti sesuatu yang tidak pas, atau
mungkin lebih efektif mengingat dan menciptakan gambar dan urutan
gambar.
Berdasarkan dari definisi kemampuan spasial yang telah diuraikan
diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan spasial adalah
kemampuan untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara
objek dan ruang, yang berkaitan dengan penalaran dan manipulasi mental
terhadap sifat – sifat hubungan keruangan, dengan menggunakan kemampuan untuk membayangkan suatu objek (visual imagery) di dalam kepala tanpa menggunakan suatu peraga, dan kemudian
(34)
2. Aspek-Aspek
Whiteborn dan Slater (dalam Salim, 2010) membagi aspek-aspek
kecerdasan spasial ke dalam 2 bagian, yaitu:
a. Bagian yang berhubungan dengan relasi spasial, terdiri dari:
- Kemampuan untuk menentukan hubungan antara stimulus dan
respon yang ditata secara spasial.
- Kecakapan menyusun elemen-elemen ke dalam bentuk suatu
stimulus visual.
b. Bagian yang berkaitan dengan visualisasi, terdiri dari:
- Kemampuan untuk membayangkan atau mengimajinasikan
perputaran objek lukisan.
- Kemampuan untuk melipat dan membuka lipatan, membungkus
dan membuka bungkusan pola-pola datar.
- Kemampuan untuk mengenali perubahan relative posisi suatu
objek di dalam ruang.
Menurut Lohman (1979), pada tingkat yang paling dasar, pemikiran
spasial membutuhkan kemampuan untuk memberi kode, mengingat,
mengubah, dan mencocokkan stimulus spasial. Variabel-variabel yang ada
dalam kemampuan spasial contohnya seperti closure speed (kecepatan dalam mencocokan stimuli spasial yang belum sempurna dengan
(35)
mencocokkan stimuli visual) dan kinesthetic (kecepatan untuk membedakan kanan-kiri).
Lohman (1979) mengusulkan penegasan atas tiga aspek dasar dari
kemampuan spasial, yakni:
a. Spatial Relation. Faktor ini ditegaskan melalui tes seperti cards, flags, dan fgures
b. Spatial Orientation. Faktor ini mencakup kemampuan untuk membayangkan bagaimana sebuah stimulus hadir dari perspektif lain
(perspective taking).
c. Visualization. Faktor ini terdapat dalam bermacam-macam tes, seperti
Paper Folding, Form Board, WAIS Block Design, dan Hidden Figures.
Kemudian Lohman (1979) mengembangkan lagi aspek-aspek tersebut
menjadi berikut:
a. Vz/ Gv (Visualization atau General Visualization) dapat diukur dengan tes Paper Folding, Paper Form Board, Surface Development, Block Design, Shepard-Metzler Mental Rotation, Mechanical Principles.
b. SO (Spatial Orientation) dapat diukur dengan tes Aerial Orientation
dan Chair-Window Test.
c. Cf (Flexibility of Closure) dapat diukur dengan tes Embedded Figure Test.
(36)
e. Ss (Spatial Scanning) dapat diukur dengan tes Maze Tracing, Choosing a Path.
f. Ps (Perceptual Speed) dapat diukur dengan tes Identical Forms.
g. SI (Serial Integration) dapat diukur dengan tes Succesive Perception III, Picture Identification.
h. Cs (Closure Speed) dapat diukur dengan tes Street Gestalt, Harsman Figure, Close Ups.
i. Vm (Visual Memory) dapat diukur dengan tes Memory of Design.
j. K (Kinesthetic) dapat diukur dengan tes Hands.
French (1951) memaparkan 9 aspek yang dianggap sebagai ranah
kemampuan spasial:
a. S: Space, kemampuan untuk merasakan pola spasial secara akurat dan membandingkannya dengan pola lain (faktor ini
terkorelasi dengan faktor VZ, Visualization)
b. SO: Space Orientation, kemampuan untuk tidak mengalami kebingungan dalam memahami pola spasial dengan bentuk
penyajian yang berbeda.
c. Vi: Visualization, kemampuan memahami pergerakan bayangan dalam ruang 3 dimensi atau kemampuan untuk
memanipulasi objek dalam imajinasi (faktor ini
berkorespondensi dengan faktor SR, Spatial Rotation)
d. GP: Gestalt Perception, kemampuan untuk menyatukan stimuli visual yang tidak jelas, menjadi suatu keutuhan yang memiliki
(37)
makna (faktor ini berkorespondensi dengan faktor CS, Closure
Speed dan SI, Serial Integration)
e. GF: Gestalt Flexibility, kemampuan untuk memanipulasi dua konfigurasi secara serempak dan merangkainya dalam suatu
urutan (faktor ini berkorespondensi dengan faktor CF, Closure
Flexibility)
f. P: Perceptual Speed, kemampuan untuk menemukan suatu konfigurasi dalam suatu material yang dikacaukan, dimana
konfigurasi tersebut sebelumnya sudah diperkenalkan kepada
subjek (faktor ini berkorespondensi dengan faktor P, Perceptual
Speed)
g. LE: Length Estimation, kemampuan untuk membandingkan panjang suatu garis atau jarak pada secarik kertas.
h. PA: Perceptual Alternations, kemampuan untuk mencari alternative persepsi visual
i. FI: Figure Ilusions, kemampuan untuk memahami ilusi pola geometrical.
Selain aspek, ada juga beberapa ahli yang menyebutkan dengan
sebutan faktor.
Caroll (1993) melakukan analisis ulang terhadap faktor-faktor
kemampuan spasial yang telah diajukan oleh French (1951) dan Lohman
(1979). Dari hasil analisisnya, Caroll menetapkan beberapa aspek utama
(38)
a. VZ (Visualization): Kemampuan untuk memanipulasi pola spasial yang dinyatakan lewat keberhasilan menyelesaikan tingkat yang sulit dan
kompleks dari suatu materi stimulus spasial tanpa memperhitungkan
faktor kecepatan dalam menjawabnya.
b. Sr (Speeded Rotation): Kecepatan memanipulasi pada pola visual yang sederhana (mental rotation, transformation, atau yang lainnya)
c. CS (Closure Speed): Kecepatan memahami dan mengidentifikasi sebuah pola visual tanpa mengetahui terlebih dahulu pola yang harus
dipahami dan diidentifikasi.
d. CF (Flexibility of Closure): Kecepatan untuk menemukan, memahami dan mengidentifikasi sebuah pola spasial, dengan terlebih dahulu
mengetahui pola spasial yang harus dipahami (saat pola tersebut
tersembuyi dan disamarkan dengan cara tertentu)
e. SR (Spatial Relation): Kemampuan untuk memanipulasi pola spasial, dan menemukan hubungan-hubungan antar pola.
f. P (Perceptual Speed): Kecepatan untuk menemukan pola spasial yang sudah dikenali sebelumnya, membandingkan satu pola atau lebih,
secara akurat, dalam sebuah bidang visual yang mana pola tersebut
tidak disamarkan.
Caroll (1993) juga menambahkan tentang keberadaan beberapa bukti
dari sejumlah faktor lain mengenai kemampuan visual. Faktor-faktor
(39)
a. PI (Perceptual Integration): Kemampuan untuk memahami dan mengidentifikasi pola visual saat bagian dari pola tersebut dihadirkan
secara berurutan dengan kecepatan yang tinggi.
b. SS (Spatial Scanning): Kecepatan dalam mengikuti jalur yang ditunjukkan lewat pola spasial secara akurat.
c. IM (Imagery): Kemampuan untuk membentuk gambaran mental internal dari pola visual untuk memecahkan masalah spasial.
d. LE (Length Estimation): Kemampuan untuk membuat perkiraan yang tepat atau perbandingan atas suatu jarak visual.
Berdasarkan uraian beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
terdapat 3 aspek utama dalam kecerdasan spasial, yakni: Visualisasi
Spasial (Vz) dan Orientasi Spasial (SO), dan Relasi Spasial (SR).
3. Alat Ukur Kemampuan Spasial
Untuk mengukur kemampuan spasial, terdapat berbagai macam alat
ukur yang disesuaikan dengan aspek dari kemampuan spasial yang ingin
diukur. Alat-alat ukur tersebut yakni:
a. Tes Stanford – Binet
Tes ini bertujuan untuk mengukur penalaran verbal,
penalaran kuantitatif, memori jangka pendek, dan juga penalaran
(40)
adalah subtes paper folding, paper form board, dan juga block test.
Misalkan partisipan diinstruksikan untuk mencoba memecahkan
masalah 17 kertas lipat dan pertanyaan tentang memotong.
Tugas yang diberikan melibatkan partisipan untuk
membayangkan sebuah kertas yang dilipat beberapa kali dan
dipotong menjadi bentuk dari lipatan tersebut. Partisipan kemudian
menggunakan kemampuan spasial mereka dengan merotasi mental
dan membuka kertas imajiner. Partisipan harus memilih kertas apa
dan bagaimana seharusnya kertas itu terlihat ketika dibuka. Tes ini
ditujukan untuk anak dengan rentang usia 3 – 13 tahun. b. The Card Rotation
Tes ini mengukur kecepatan memanipulasi pola spasial
yang sederhana (speeded orientation). Setiap soal dalam tes ini terdiri dari 1 kartu di sebelah kiri garis vertical dan delapan kartu di
sebelah kanan. Tugas dari partisipan adalah memutuskan apakah
masing-masing delapan kartu yang berada di sebelah kanan sama
atau berbeda dengan kartu yang berada di sebelah kiri. Partisipan
diminta untuk menandai kotak disamping S jika itu sama, dan
diminta menandai kotak disamping D jika itu berbeda.
c. Cube Comparison Test
Tes ini juga mengukur kecepatan dalam memanipulasi pola
spasial seperti mental rotation, transformation (speeded orientation). Setiap item soal dalam tes ini menginstruksikan
(41)
partisipan untuk memperhatikan bagaimana posisi benda yang
telah berubah dalam gambar kedua dari posisi aslinya pada gambar
pertama. Setelah itu, partisipan diminta untuk menandai bagaimana
perpindahan posisi benda tersebut dengan menggunakan pilihan
yang ada disamping kartu.
d. GATB (General Aptitude Test Battery)
Tes GATB merupakan test yang digolongkan sebagai test special aptitude, yang mana dikhususkan untuk mengukur bakat secara spesifik. Aptitude yang diukur dengan tes ini adalah:
Aptitude G: Intelligence (kemampuan belajar secara umum), Aptitude V: Verbal Aptitude (kemampuan untuk mengerti arti dari beberapa kata dan penggunaan kata secara efektif), N: Numerical Aptitude (Kemampuan melakukan operasi angka secara cepat dan tepat), Aptitude S:Spatial Aptitude (Kemampuan untuk berpikir secara visual pada bentuk geometris, kemampuan untuk
menangkap objek tiga dimensi dan kemampuan mengingat
hubungan yang dihasilkan dari gerakan suatu objek dalam ruang), P: Form Perception Aptitude (Mengukur kemampuan untuk melihat bagian dari benda, gambar dan grafik), Q: Clerical Perseption Aptitude (Mengukur kemampuan untuk mengungkapkan objek klerikal (angka dan huruf), K: Motor kordination Aptitude (kemampuan mengordinasikan gerakan otot mata, tangan dan jari dengan terampil dan teliti dalam gerakan
(42)
yang cepat dan tepat), F: Finger Dexterity Aptitude (kemampuan gerakan jari-jemari, memanipulasi objek kecil secara terapil dan
teliti), M:Manual Dexterity (kemampuan menggerakkan tangan dengan mudah dan terampil, dan mengukur kemampuan bekerja
dengan tangan dalam menempatkan dan memindahkan).
Di dalam tes ini terdapat subtes Tes Ruang Bidang (Three Dimentional Space) yang bertujuan untuk mengukur kemampuan untuk berpikir secara visual pada bentuk-bentuk geometris dan
kemampuan untuk menangkap objek tiga dimensi (visualization, space relation).
e. DAT (Differential Aptitude Test)
Tes ini bertujuan untuk mengukur berbagai macam faktor
kemampuan mental. Subtes dari tes DAT ini yang mengukur
kemampuan spasial adalah subtes Tes Pola (Space Relation). Tes pola ini mengukur kemampuan mengenal benda-benda konkrit
melalui proses penglihatan khususnya mengenal benda secara 3
dimensi. Butir-butir soal dibuat agar testi dapat mengkonstruksikan
benda dengan pola yang tersedia secara tepat. Jadi testi harus dapat
memanipulasi secara mental, mempunyai kreasi terhadap struktur
benda tertentu dengan perencanaan yang baik (spatial relation).
Berdasarkan uraian beberapa ahli diatas, diketahui bahwa
terdapat 3 aspek utama dalam kecerdasan spasial, yakni Visualisasi
(43)
Peneliti tertarik untuk memfokuskan penelitian pada aspek
visualisasi dan relasi spasial.
Peneliti berpendapat bahwa aspek visualisasi dan relasi merupakan
aspek yang paling dekat dengan kegiatan sehari-hari seorang individu.
Contohnya ketika seseorang insinyur harus mampu bervisualisasi dengan
bagian-bagian mesin dalam pekerjaannya, seorang desain interior harus
mampu menyesuaikan isi perabot rumah dengan bentuk rumahnya, dan
juga seorang arsitek harus mampu bervisualisasi untuk membentuk suatu
rancang bangunan. Oleh sebab itu peneliti menggunakan alat ukur GATB
(General Aptitude Test Battery) subtes Tes Ruang Bidang (Three Dimentional Space) yang mana alat ukur tersebut menekankan pengukuran kemampuan untuk berpikir secara visual pada bentuk-bentuk geometris
dan kemampuan untuk menangkap objek 3 dimensi, serta kemampuan
untuk mengingat hubungan yang dihasilkan dari gerakan objek dalam
suatu ruang.
4. Faktor-Faktor yang Berperan Dalam Kecerdasan Spasial
a. Nature (faktor biologis)
Sebagian besar penelitian yang menjelaskan perbedaan
gender dalam hal faktor biologis, berfokus pada 2 bidang utama:
hormone dan kematangan otak. Studi mengenai kelainan hormonal
(44)
perkembangan kemampuan spasial (Levy dan Heller, 1992).
Misalnya wanita yang memiliki androgen yang tinggi selama
perkembangan janin dan usia dini mempunyai kemampuan spasial
yang tinggi daripada yang lainnya (Hampson, Rovelt, dan Altman,
1998). Paparan pra-lahir untuk androgen diduga menjadi faktor
penting dalam pengembangan kemampuan spasial.
Otak manusia dibagi menjadi 2 belahan, yang mendasari
otak kiri adalah bahasa dan kemampuan verbal sedangkan otak
kanan mendasari ketrampilan visual-spasial. Hal tersebut telah
diketahui, bahwa belahan otak kanan pada laki-laki lebih besar dan
berkembang lebih cepat daripada perempuan (De Lacoste, Hovarth
dan Woodward, 1991), yang diduga berhubungan dengan
ketrampilan spasial pada laki-laki (Levine et al, 1999). Selain itu,
Pakkenberg dan Gundersen (1997) menginformasikan bahwa
laki-laki memiliki neuron neokorteks lebih banyak daripada perempuan
(sebesar 16%) dan hal tersebut dapat mengakibatkan lebih banyak
koneksi sinaptik dan mempengaruhi perbedaan kognitif.
b. Nurture
Hegarty (2000) menuturkan bahwa kecerdasan spasial juga
dipengaruhi oleh lingkungan. Tingkat kinerja seseorang cenderung
berubah dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut didapatkan
melalui praktek, pelatihan, dan pembelajaran. Aktivitas-aktivitas
(45)
dapat kehilangan tingkat kemampuan spasial yang mulanya lebih
tinggi dari orang lain, jika orang lain tersebut memperoleh lebih
banyak pengalaman yang mendukung kinerja mereka dan membuat
kemajuan lebih dalam perkembangan intelektualnya. Oleh karena
itu, untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan kemampuan
spasialnya, seseorang harus mengasahnya melalui praktek,
pelatihan, dan juga pembelajaran. Dalam komputer kontemporer
juga banyak menawarkan fasilitas untuk melatih kemampuan
spasial. Bahkan komputer game yang tidak dikembangkan dengan
maksud eksplisit untuk memberikan pelatihan tersebut, seperti
Block Out atau Tetris, telah ditemukan berkontribusi untuk meningkatkan kemampuan spasial temporal (Martin, 2009).
Penggunaan video visual dalam proses pembelajaran di
sekolah juga mampu meningkatkan performa kemampuan spasial
pada individu yang mempunyai kapasitas kemampuan spasial yang
rendah. Selain itu, aktivitas musik juga dapat mempengaruhi
kinerja spasial seseorang. Dari beberapa hasil penelitian dapat
diketahui bahwa aktivitas musik mempunyai hubungan dengan
proses spasial temporal. Karena dalam aktivitas musik,
elemen-elemen musik diorganisir baik secara spasial maupun secara
temporal (menyusun jarak antar pitch, pola irama). Memainkan
atau mendengarkan sebuah melodi lagu termasuk rekonstruksi dari
(46)
dalam kode spasial yang khusus. Sehingga melodi yang terdengar
tersebut merupakan rekognisi dari sejumlah pitch melalui proses
spasial temporal. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa
irama sebuah lagu dapat mempengaruhi medan dimensi spasial
secara bebas.
Lingkungan sosial budaya yang mencakup isu-isu seperti
bermain, peran gender, sosial, harapan orang tua, dan pengalaman
pendidikan juga membawa pengaruh. Pengalaman masa
kanak-kanak dianggap memiliki pengaruh pada perkembangan
kemampuan spasial (Saucier, McGeary, dan Saxberg 2002). Pada
usia 1 tahun, anak laki-laki bermain dengan kendaraan dan blok
yang melibatkan manipulasi spasial, sedangkan anak perempuan
bermain dengan boneka yang mengembangkan ketrampilan sosial
(Etaugh dan Liss, 2002).
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan
spasial seorang individu, yakni faktor nature dan nurture. Faktor
nurture yang paling berperan terhadap kecerdasan spasial seorang
individu. Contohnya dengan banyak melakukan aktivitas yang
menggunakan kemampuan spasial, seperti bermain game
Tetris/Block Out, pembelajaran dengan menggunakan video visual, dan juga dengan aktivitas musik.
(47)
B. Musik Klasik Kontemporer 1. Pengertian Umum Musik
Menurut Salim (2010) kata musik berasal dari kata Yunani
muse. Dalam mitologi Yunani dikenal bahwa Sembilan Muse, dewi – dewi bersaudara yang menguasai nyanyian, puisi, kesenian, dan ilmu pengetahuan, merupakan anak Zeus (Raja Para Dewa) dengan
Mnemosyne (Dewi Ingatan). Dengan demikian, musik merupakan
anak cinta ilahiah yang keanggunan, keindahan, dan kekuatan
penyembuhannya yang misterius itu sangat erat hubungannya
dengan tatanan maupun ingatan surgawi tentang asal-usul dan
takdir kita.
Bernstein dan Picker (dalam Salim 2010) menuturkan
bahwa musik adalah suara yang diorganisir ke dalam waktu. Musik
juga bentuk seni tingkat tinggi yang dapat mengakomodir
interpretasi dan kreativitas individu. Sekelompok orang dalam
kegiatan musik tidak akan pernah menunjukkan adanya 2 orang
yang mengekspresikan musik dengan cara yang mutlak sama.
Lebih jelas lagi Campbell (2001) mendefinisikan musik
sebagai bahasa yang mengandung unsur universal, bahasa yang
melintasi batas usia, jenis kelamin, ras, agama, dan kebangsaan.
Musik muncul disemua tingkat pendapatan, kelas sosial, dan
pendidikan. Musik berbicara kepada setiap orang dan kepada setiap
(48)
Dari penulis-penulis di Indonesia di antaranya dapat
dijumpai sejumlah definisi tentang musik (dalam Salim, 2010).
Jamalus berpendapat bahwa musik adalah suatu hasil karya seni
bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik yang
mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui
unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu
dan ekspresi sebagai satuan kesatuan. Sama halnya dengan Rina,
berpendapat bahwa musik merupakan salah satu cabang kesenian
yang pengungkapannya dilakukan melalui suara atau
bunyi-bunyian.
Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa musik adalah salah satu hasil karya seni bunyi dalam bentuk
lagu atau komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama,
melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu dan ekspresi sebagai
satu kesatuan.
2. Pengertian Musik Klasik a. Definisi Musik Klasik
Istilah musik klasik terdiri dari 2 kata, yaitu musik dan
klasik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik adalah seni
menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan
(49)
kesatuan dan kesinambungan. Sementara kata klasik, menurut
KBBI yaitu karya sastra yang bernilai tinggi serta langgeng dan
sering dijadikan tolok ukur atau karya sastra zaman kuno yang
bernilai kekal. Jadi musik klasik adalah nada atau suara yang
disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan yang merupakan suatu karya sastra zaman kuno
yang bernilai tinggi.
Musik klasik dapat diartikan sebagai berikut: musik yang
berasal dari masa lalu, namun tetap disukai hingga kini; musik
yang berasal dari masa sekitar akhir abad ke 18, semasa hidup
Hayden dan Mozart, yang jadi dikenal sebagai periode klasik;
musik yang perbuatan dan penyajiannya memakai bentuk, sifat,
dan gaya dari musik yang berasal dari masa lalu (Dagun dalam
Yuhana, 2010)
Menurut Utomo (dalam Yuhana, 2010) musik klasik adalah
jenis musik yang menggunakan tangga nada diatonis, yakni sebuah
tangga nada yang menggunakan aturan dasar teori perbandingan
serta musik klasik telah mengenal harmoni yaitu hubungan nada – nada dibunyikan serempak dalam akord-akord serta menciptakan
struktur musik yang tidak hanya berdasar pada pola-pola ritme dan
melodi.
Musik klasik mempunyai fungsi menenangkan pikiran dan
(50)
dan harmoni yang teratur dan dapat menghasilkan gelombang alfa
serta gelombang beta dalam gendang telinga sehingga memberikan
ketenangan yang membuat otak siap menerima masukan baru, efek
rileks dan menidurkan. Selain itu musik klasik berfungsi mengatur
hormon-hormon yang berhubungan dengan stress antara lain
ACHT, prolactin, dan hormon pertumbuhan serta dapat
mengurangi nyeri (Campbell, 2001)
Musik klasik mempunyai perangkat musik yang beraneka
ragam, sehingga didalamnya terangkum warna-warni suara yang
rentang variasinya sangat luas. Dengan kata lain variasi bunyi pada
musik klasik jauh lebih kaya daripada variasi bunyi musik lainnya.
Karenanya musik klasik menyediakan variasi stimulasi yang
sedemikian luasnya bagi pendengar.
Menurut Hughes dan Fino (2000) musik klasik
kontemporer Yanni mempunyai tempo, struktur, melodi, serta
harmoni konsonan dan prediktabilitas yang mirip dengan musik
Mozart, sehingga frekuensi-frekuensinya yang tinggipun mampu
merangsang daya kreatif otak.
Berdasarkan definisi para ahli mengenai musik klasik yang
telah dijabarkan diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa musik
klasik merupakan jenis musik yang berasal dari masa sekitar akhir
(51)
tempo, ritme, melodi, dan harmoni yang dapat memberikan variasi
stimulasi pada pendengarnya.
b. Ciri – Ciri Musik Zaman Klasik
Salim (2010) menyebutkan ciri-ciri musik zaman klasik sebagai
berikut:
- Penggunaan dinamika dalam lagu dari yang bersifat keras/lantang
(cressendo) berubah menjadi bersifat lembut (decressendo).
- Perubahan tempo dalam lagu dari yang bersifat accelerando (semakin cepat), kemudian berubah menjadi Ritarteando (semakin lembut).
- Pemakaian Ornamentik dibatasi. Ornamentik merupakan nada indah
yang terdapat satu atau beberapa nada berfungsi untuk memperindah
suatu melodi, baik yang dilaksanakan secara improvisasi oleh seorang
pemain (opera jaman Handel), dan di tulis dengan lambang khusus.
Contoh: Glissando; cara main dengan menggelincirkan jajaran nada
beruntun, baik kromatik maupun diatonic.
- Penggunaan Akord 3 nada, seperti akor C dimainkan dengan
memencet tuts C, E, dan G.
3. Musik Klasik Kontemporer a. Pengertian
Musik klasik kontemporer ada sejak tahun 1975 hingga saat ini.
(52)
disonansi dan pitch, yang kadang-kadang menghasilkan potongan
atonal. Setelah perang dunia ke-2, composer kontemporeris berusaha
untuk mencapai tingkat yang lebih besar dalam proses komposisi
mereka (misalnya dengan penggunaan tekhnik 12 nada). Komposer
yang terkenal pada abad ini adalah Pierre Boulez, Luigi Nono,
Karlheinz Stockhausen, Yanni, John Cage, dll (Tom, 2013).
Musik klasik kontemporer merupakan jenis musik jaman klasik
yang memiliki berbagai macam variasi birama, dinamika, tempo dan
juga jenis tangga nada yang berfokus pada disonansi dan pitch.
b. Ciri-ciri Musik Klasik Kontemporer
Tom (2013) menyebutkan ciri-ciri Musik Klasik Kontemporer
sebagai berikut:
- Memiliki berbagai macam gaya, yang meliputi minimalis dan
eksperimentalisme
- Jenis birama yang digunakan tidak terpaku pada 1 birama saja
- Dinamika dan tempo bervariasi
- Penggunaan instrument yang beragam
- Jenis tangga nada yang digunakan bervariasi
- Penggunaan tekhnik nada yang lebih rumit daripada periode musik
(53)
4. Komposisi Musik Yanni “Acroyali/Standing In Motion”
Albor (2014) mendeskripsikan mengenai struktur komposisi
repertoar “Acroyali/Standing In Motion” sebgai berikut: Dalam gerakan pertama dari "Prague", setelah irama yang megah, kemudian diperpanjang dan pengenalan Haydnesque (terdapat studi tersendiri).
Bagian pertama dari eksposisi (disebut Frase "A") berisi 3 gagasan
tematik yang berbeda dan disajikan satu demi satu, memungkinkan
menyebutnya kemudian A1, A2, dan A3.
A1 dinyatakan sebagai pola iringan satu catatan sinkopasi
(pada tonic) dan terdiri dari catatan panjang (semibreve) pada tingkat 5 dan kemudian diikuti oleh dua catatan pendek (minim dan not
seperempat) pada tingkat 6 dan 7 berubah menjadi datar, kemudian
diulang, dan kembali lagi ke tingkat 5.
Setelah itu terarah mulus ke A2 yang disajikan dengan harmoni
subdominant (seperti yang diharapkan, mengingat perubahan datar ditingkat 7). Tema ini sedikit lebih aktif berirama, yang terdiri dari not
seperdelapan dan not seperenam belas, dan berfungsi untuk
menyelesaikan kembali ke tonic, di mana titik A3 sebuah kemeriahan yang melompat satu oktaf dari tonic, dan kemudian jatuh dengan lembut kembali menggunakan skalar pola, yang menjadi penutupan
pada tonic. Menurut John (2000), meskipun ini hanya eksposisi, ini merupakan tema penting, yang menjaga telinga terbuka untuk
(54)
digunakan dalam pengembangan di mana Yanni melakukan beberapa
tulisan kontrapungtal dengan itu.
Yanni mengulangi Frase A dimulai dengan A1, namun telah
muncul dengan kontra-tema yang indah dari oboe (A4), yang meluas
melalui pengulangan A2. Selanjutnya, dititik A3 Yanni menyajikan
tema baru, setelah itu dititik A5 yang disertai dengan variasi yang
sama dengan variasi dititik A3.
5 unsur tematik yang berbeda, dan bahkan belum termodulasi.
Sebelum memodulasi ke dominan, Yanni mengusulkan 3 ide-ide yang
lebih tematik. Ketiganya akan ditempatkan menjelang akhir eksposisi
sebagai penutup.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa musik klasik
kontemporer Yanni “Acroyali/Standing In Motion” adalah jenis musik yang memiliki berbagai macam gaya, menggunakan dinamika, jenis
tangga nada dan tempo yang bervariasi, serta menggunakan instrument
musik yang berbagai macam. “Acroyali/Standing In Motion” memiliki tingkat kompleksitas yang cukup tinggi. Pengembangan dimulai dari
perpanjangan dititik A3. Seperti disebutkan, ada dua bagian untuk
gerakan awal, dan kemudian lompat ke atas satu oktaf, diikuti dengan
pola skala ke bawah. Yanni menyajikan bagian pertama diserasikan
dengan bagian kedua, setiap kali langkah ke atas. Yanni membuat
komposisi tersebut terdengar seperti elemen baru melalui manipulasi
(55)
dengan musik Mozart dalam tempo, struktur, melodi, serta harmoni
konsonan dan prediktabilitasnya.
C. Pengaruh Musik 1. Terapi Musik
Kehadiran musik sebagai bagian dari kehidupan manusia
bukanlah hal yang baru. Setiap daerah dan budaya di dunia memiliki
musik yang khusus diperdengarkan atau dimainkan pada saat
peristiwa-peristiwa bersejarah dalam perjalanan hidup anggota
masyarakatnya. Ada musik yang dimainkan untuk mengungkapkan
rasa syukur atas kelahiran seorang anak, ada juga musik yang khusus
mengiringi upacara-upacara tertentu seperti pernikahan dan kematian.
Musik juga menjadi pendukung utama untuk melengkapi dan
menyempurnakan beragam bentuk kesenian dalam berbagai budaya
(Salim, 2010).
Musik yang merupakan kombinasi dari ritme, harmoni, dan
melodi sejak dahulu diyakini mempunyai pengaruh terhadap
pengobatan. Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik dan
elemen musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan,
mempertahankan dan mengembalikan kesehatan fisik, mental,
emosional, dan spiritual. Terapi musik merupakan suatu proses
multidisipliner yang harus dikuasai oleh seorang terapis, namun
(56)
menguasai teori, melakukan observasi, mengetahui teknik evaluasi dan
pengukuran, mengetahui metode riset dan materi musik. Di samping
itu seorang terapis diwajibkan menguasai setidaknya satu alat musik
pokok dan satu pilihan lainnya (Salim, 2010).
Gagasan untuk menggunakan musik sebagai alat penyembuh
dan perubahan perilaku sudah dimulai sejak zaman Phytagoras dan
Plato (Salim, 2010). Phytagoras sudah memahami apa yang diketahui
para ilmuwan saat ini bahwa musik bisa mengubah perilaku.
Phytagoras menganggap jagad raya sebagai alat musik. Dia percaya
adanya getaran kosmos yang bias memasuki manusia dan pikiran.
Orang yang selaras dengan getaran kosmos tersebut adalah orang yang
sehat (Salim, 2010).
Sejak dahulu kala penggunaan musik untuk menyembuhkan
penyakit telah banyak dilakukan. Banyak contoh dari berbagai macam
kebudayaan yang berbeda telah didokumentasikan dengan baik yang
menyatakan bahwa musik merupakan kekuatan kuratif dan preventif.
Musik tradisi Shamanistik yang menggunakan alat pukul dan
bunyi-bunyian perkusi, lagu dan himne untuk menghantar diri seseorang pada
kondisi diluar kesadaran (trance), sehingga dimungkinkan untuk mengakses kekuatan dan spirit atau roh penyembuhan menjadi
inspirasi bagi terapis musik dalam menciptakan dalam menciptakan
(57)
Seiring dengan berubahnya zaman, ketertarikan akan
penggunaan musik dan pengaruhnya terhadap kesehatan mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Terapi musik telah digunakan untuk
menolong para veteran dan korban Perang Dunia I dan II (Salim,
2010). Dengan penggunaan terapi musik ini, para veteran dan korban
dilaporkan lebih cepat dipulihkan dan sembuh.
2. Pengaruh Musik Secara Fisiologis
Musik sangat berpengaruh dalam kehidupan apalagi selain
dapat diperdengarkan, dimainkan dan dipentaskan, juga dapat
dipelajari secara ilmiah. Pythagoras, pada abad ke 6 SM telah
mengupas suatu gejala dalam musik. Yakni, bila seutas direnggangkan,
50 % akan menyebabkan nada yang dihasilkan menjadi satu oktaf
lebih tinggi. Untuk saat ini yang dipelajari bukan hanya analisis nada
dan perbandingan getaran dua nada yang matematis, namun juga
pengaruhnya terhadap manusia. Hal tersebut dimulai dari penelitian
yang memperdengarkan baik musik secara lengkap atau hanya irama
tertentu saja. Respons yang terjadi adalah perubahan denyut nadi,
kecepatan bernafas, tahanan listrik terhadap kulit, dan sirkulasi darah si
pendengar. Bahkan terbukti bahwa denyut jantung secara otomatis
akan menyesuaikan diri dengan irama yang didengarnya. Irama
musikal dengan kecepatan ¾ perdetik hamper sama cepatnya dengan
(58)
denyut jantung (rata-rata 0,8 detik). Waktu 0,8 detik ini sama dengan
waktu yang dibutuhkan untuk berbagai proses sederhana dalam otak.
Musik pertama-tama akan diproses oleh auditory cortex dalam bentuk suara agar dapat dinikmati oleh otak kanan. Otak kiri akan
memproses lirik dalam musik tersebut. Efek selanjutnya adalah pada
system limbic (otak mamalia) yang menangani memori jangka panjang. System limbic ini menangani respon terhadap musik dan emosi (Salim,
2010).
3. Penelitian – Penelitian Sebelumnya
Rauscher, Shaw, dan Ky (1995) melakukan percobaan selama
lima hari berturut-turut kepada partisipan yang ditempatkan dalam
tiga kelompok, dan masing-masing kelompok diberikan pretest
memotong kertas dan melipat. Grup 1 (kelompok silent) menerima
treatment keheningan setiap hari selama 10 menit. Grup 2 (kelompok Mozart) menerima treatment Mozart's Sonata For Two Pianos In D
major setiap hari. Grup 3 (kelompok campuran) terdiri dari kondisi
campuran di mana partisipan menerima satu dari kondisi berikut
setiap harinya: diperdengarkan sepotong musik minimalis dari Philip
Glass, audio rekaman cerita, atau musik dansa secara berulang-ulang.
Kelompok Mozart memiliki skor tertinggi pada hari ke-tiga hingga
(59)
memiliki skor yang berbeda secara signifikan, dan kelompok
campuran selalu memiliki skor terendah.
Rideout dan Laubach (1996) meneliti korelasi antara EEG dan
efek Mozart. 3 tiga menit pengetesan dengan EEG diambil dari
masing-masing peserta. Desain tersebut dibuat sebagai penyeimbang.
Peserta menerima relaksasi selama sepuluh menit, diikuti dengan
kombinasi dari sepuluh menit relaksasi dan sepuluh menit musik,
dilanjut dengan pemberian sepuluh menit musik, dan kemudian dua
puluh menit relaksasi. Setelah itu, Tes Stanford-Binet subtes melipat
kertas dan pemotongan bentuk diberikan kepada para peserta. Hasil
yang signifikan ditemukan untuk kondisi Mozart. Ketika peserta
mendengar musik Mozart mereka memiliki perbedaan tinggi pada
frekuensi puncak dibandingkan dengan baseline EEG mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa ada perbedaan kecil, tapi signifikan secara
statistic. Perbedaan dalam pola penembakan otak “ketika peserta mendengar musik”. Dari penelitian tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa mendengarkan Mozart's Sonata For Two Pianos In D major
dapat meningkatkan kemampuan spasial-temporal, namun
peningkatan ini tidak dapat dipastikan dari waktu ke waktu. Upaya
untuk menentukan mekanisme otak yang terlibat dalam efek Mozart
telah menunjukkan peningkatan kecil tapi signifikan secara statistik
(60)
Pada tahun 1999, neuroscientist Harvard bernama Christopher
Chabris memeriksa 16 studi secara terpisah dan menemukan memang
ada peningkatan IQ untuk sesuatu yang disebut penalaran
spasial-temporal. Chabris juga melihat adanya penelitian yang menunjukkan
peningkatan kemampuan spasial temporal dalam kelompok siswa
yang mendengarkan musik Yanni. Penjelasan Chabris untuk hasil
tersebut adalah kenikmatan gairah dari aktivitas yang menyenangkan
mampu merangsang otak dalam melakukan tugas-tugas penalaran
spasial-temporal.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Martin H. Jones, Stephen
D. West, and David B. Estell (2006) mengenai Efek Mozart: gairah,
preferensi, dan kemampuan spasial. Dari studi terhadap 41 mahasiswa
ini didapatkan hasil bahwa terdapat efek yang positif dari
mendengarkan musik Mozart terhadap kemampuan spasial seseorang,
meskipun gairah dijadikan sebagai mediasi dari hubungan ini. Namun,
tidak terdapat efek preferensi yang nampak secara jelas.
Penelitian lanjutan yang juga dilakukan oleh Martin H. Jones
dan David B. Estell (2007) mengenai eksplorasi Efek Mozart diantara
murid-murid Sekolah Menengah Atas dan dilakukan terhadap 86 anak
SMA juga menunjukkan hasil bahwa kelompok Mozart mendapatkan
nilai yang lebih tinggi daripada kelompok lainnya (kelompok kontrol)
dalam pengetesan yang diberikan. Dalam studi tersebut, peneliti
(61)
yang dikenal sebagai Efek Mozart. Peneliti berusaha untuk
mengevaluasi hipotesis neurologis dan gairah kepada populasi baru
yakni: siswa SMA.
D. Kerangka Berpikir
Intelegensi spasial relevan dengan kerja musik serta kinerja
spasial temporal. Kedua domain tersebut memiliki relevansi yang
tinggi, karena efek musik terhadap kinerja spasial terimplikasi secara
jelas dalam kemampuan belajar. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Rauscher dan Shaw (1995) dapat diketahui bahwa anak yang
mengikuti pelajaran bernyanyi setiap hari selama 30 menit dan
pelajaran keyboard selama 10 – 15 menit perminggu mencatat nilai 80 % lebih tinggi dalam ketrampilan memasangkan objek daripada siswa
yang tidak mendapatkan pelajaran musik (Salim, 2003).
Pada penelitian lain disebutkan bahwa terjadi peningkatan
hasil tes kognisi spasial pada anak usia 6 tahun setelah mereka diberi
pelatihan musik dengan metode Kolady. Sehingga metode pendidikan
musik dari Kolady dianggap dapat merangsang pemikiran konseptual
dan abstrak yang berhubungan dengan kreativitas.
Dari beberapa penelitian juga diketahui bahwa aktivitas musik
memiliki hubungan dengan proses spasial temporal. Karena dalam
aktivitas musik, elemen-elemen musik diorganisir baik secara spasial
(62)
Memainkan sebuah melodi lagu termasuk dari pola-pola spasial
temporal karena mengorganisir elemen nada ke dalam kode spasial
temporal yang khusus. Sehingga melodi yang terdengar tersebut
merupakan rekognisi dari sejumlah pitch melalui proses spasial
temporal.
Penelitian dalam bidang neurobiologi juga menunjukkan
adanya pengaruh musik terhadap kualitas spasial temporal. Teori
neurobiologi mengatakan bahwa bangunan otak memang telah
terspesialisasi untuk membangun blok-blok musik termasuk
komponen spasial (melodi) dan temporal (irama). Di dalam otak
terdapat sel-sel khusus yang memproses bentuk-bentuk melodi dan
pola artesis. Sel-sel neuron tersebut terletak dalam korteks audiotori
yang bertugas mengoperasikan hubungan harmoni yang spesifik
seperti pembalikan dalam sebuah harmonisasi.
Dalam bidang neurobiologi juga diinformasikan bahwa
intelegensi musik mungkin sudah ada sejak manusia dilahirkan.
Hipotesisnya adalah: ada hubungan kausal antara kognisi dan
kemampuan spasial karena adanya struktur model neural dari korteks
yang disebut model trion. Teori model trion ini mengatakan bahwa
aktivitas musik dapat memperkuat pola-pola cetusan neural yang
terorganisir dari kode-kode spasial temporal dalam wilayah korteks.
Dalam model ini, pola pengaktivasian syaraf yang serupa terjadi
(63)
mungkin juga dapat mengaktifkan neuron sebelum menyelesaikan
tugas spasial. Dengan kata lain, mendengarkan musik meningkatkan
kinerja spasial dengan mengaktifkan neuron tertentu yang ada dalam
cerebal cortex (Leng & Shaw, 1991).
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat
pengaruh dari musik klasik kontemporer Yanni terhadap peningkatan
(64)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
tipe penelitian eksperimen. Desain penelitian atau rancang bangun
penelitian adalah rencana dan struktur penyelidikan yang disusun
sedemikian rupa sehingga peneliti akan dapat memperoleh jawaban untuk
pertanyaan-pertanyaan penelitian. Desain eksperimen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah true experiment design, yaitu jenis-jenis eksperimen yang dianggap sudah baik karena sudah memenuhi
persyaratan (Latipun, 2002). Yang dimaksud dengan persyaratan dalam
eksperimen adalah adanya kelompok yang tidak dikenai eksperimen dan
ikut mendapatkan pengamatan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah model desain posttest only kontrol group design. Subjek dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Dalam design ini terdapat 2 group yang dipilih secara random.
Adapun tahap-tahap atau prosedur pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Membagi partisipan secara random menjadi 2 kelompok: kelompok
(65)
2. Memberikan tugas kepada partisipan untuk mengerjakan tes
kemampuan spasial. Item tes kemampuan spasial berasal dari Tes
Ruang Bidang (Three Dimentional Space). Kelompok eksperimen mengerjakan tes kemampuan spasial dengan diberikan perlakuan
mendengarkan musik klasik kontemporer Yanni “Acroyali/Standing In Motion”, sedangkan kelompok kontrol mengerjakan tes kemampuan spasial tanpa mendapatkan perlakuan apapun.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel Tergantung
Variabel tergantung adalah suatu variabel yang variasi nilainya
dipengaruhi oleh variasi variabel lain (Azwar, 2007). Variabel
tergantung dalam penelitian ini adalah kemampuan spasial. Pada
penelitian ini menekankan pada aspek visual-spasial sehingga
menggunakan Tes Ruang Bidang (Three Dimentional Space) sebagai alat pengukurannya.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah sesuatu yang divariasi nilainya dan
mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya nilai variabel lain
(Azwar, 2007). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian
(66)
C. Definisi Operasional
1. Kemampuan Spasial
Merupakan kemampuan untuk remaja dalam memahami secara
lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang, yang berkaitan
dengan penalaran terhadap sifat – sifat hubungan keruangan. Penalaran tersebut dengan menggunakan kemampuan untuk membayangkan
suatu objek (visual imagery) di dalam kepala tanpa menggunakan suatu peraga, dan kemudian merepresentasikannya. Aspek-aspek yang
diteliti yakni: aspek Visualisasi (Vz) yakni kemampuan untuk
memanipulasi pola spasial yang dinyatakan lewat keberhasilan
menyelesaikan tingkat yang sulit dan kompleks dari suatu materi
stimulus spasial dan aspek Relasi Spasial (SR) yakni kemampuan
untuk memanipulasi pola spasial dan menemukan hubungan-hubungan
antar pola. Aspek-aspek tersebut diteliti menggunakan alat ukur
GATB.
2. Musik Klasik Kontemporer Yanni
Merupakan jenis musik beraliran klasik bergaya kontemporer
dimana dalam struktur komposisi lagu “Acroyali/Standing In Motion” yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai tingkat kompleksitas.
(1)
(2)
LAMPIRAN C
(3)
1.
Uji Homogenitas
Descriptives POSTTEST
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
kontrol 16 28.3125 4.46794 1.11699 25.9317 30.6933 21.00 36.00 eksperimen 16 41.8125 5.04934 1.26233 39.1219 44.5031 32.00 49.00 Total 32 35.0625 8.30832 1.46872 32.0670 38.0580 21.00 49.00
Test of Homogeneity of Variances POSTTEST
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.059 1 30 .809
ANOVA POSTTEST
Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 1458.000 1 1458.000 64.147 .000 Within Groups 681.875 30 22.729
(4)
(5)
LAMPIRAN D
(6)
1.
Uji Hipotesis
T-Test
[DataSet0]
Group Statistics
Treatment N Mean Std. Deviation Std. Error Mean SkorTes
dimension1
eksperi men
16 41.8125 5.04934 1.26233
kontrol 16 28.3125 4.46794 1.11699
Independent Samples Test Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df
Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper SkorTes Equal
variances assumed
.059 .809 8.009 30 .000 13.50000 1.68557 10.05761 16.94239
Equal variances not assumed