PERENCANAAN GEDUNG INDOSAT SEMARANG DENGAN DISAIN STRUKTUR KOMPOSIT - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
PERENCANAAN GEDUNG INDOSAT SEMARANG
DENGAN DISAIN STRUKTUR KOMPOSIT
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Program Strata 1 Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Semarang
Disusun oleh :
Evi Puspitasari
NIM : L2A003061
Raras Herry K.
NIM : L2A003124
Semarang , 2007 Disetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Ir. Windu Partono, Msc. Ir. Parang Sabdono, M.Eng. NIP. 131 596 954 NIP. 131 875 476
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Ir. Bambang Pudjianto, MT. NIP 131.459.442
(2)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
TUGAS AKHIR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
KATA PENGANTAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ... 1
1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan Perencanaan ... 1
1.4 Sistematika Penulisan ... 1
BAB II DASAR TEORI ... 3
2.1 KONSEP PEMILIHAN STRUKTUR ... 3
2.2 KRITERIA DASAR PERANCANGAN ... 4
2.3 PERENCANAAN STRUKTUR ATAS ... 7
2.3.1 Metode Analisis Struktur ... 7
2.3.1.1 Tinjauan terhadap beban lateral (gempa) ... 7
2.3.1.2 Pemilihan Metode Analisis ... 16
2.3.2 Perencanaan Pelat... 17
2.3.3 Perencanaan Balok ... 20
2.3.3.1 Perencanaan Lentur Murni ... 20
2.3.3.2 Perhitungan Tulangan Ganda ... 22
2.3.3.3 Perhitungan Geser dan Torsi ... 23
2.3.4 Perencanaan Kolom ... 26
2.3.5 Perencanaan Tangga... 30
2.3.6 Perencanaan Balok Perletakan Mesin dan Balok Pengatrol Mesin ... 32
2.3.7 Perencanaan Dinding, Pelat lantai, dan Pelat Atap Basement ... 35
(3)
BAB III KONSEP PEMBEBANAN ... 43
3.1 TINJAUAN BEBAN ... 43
3.2 FAKTOR BEBAN DAN KOMBINASI PEMBEBANAN ... 46
3.3 FAKTOR REDUKSI KEKUATAN ... 49
BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR ... 50
4.1 PERHITUNGAN PELAT ... 50
4.1.1 Tinjauan Umum ... 50
4.1.2 Langkah-Langkah Perencanaan pelat ... 53
4.1.3 Penentuan Tebal Pelat Lantai ... 53
4.1.4 Beban Yang Bekerja Pada Pelat Lantai (PPI untuk gedung 1983) ... 55
4.1.4.1 Beban Tipe A ( Plat lantai )... 55
4.1.4.2 Beban Tipe B ( Ruang Meeting ) ... 55
4.1.4.3 Beban Tipe C ( Kolam Renang ) ... 55
4.1.4.4 Beban Tipe D ( Plat Atap ) ... 56
4.1.5 Perhitungan Penulangan Pelat ... 56
4.1.5.1 Perhitungan Momen ... 56
4.1.5.2 Perhitungan Tulangan ... 64
4.2 PERHITUNGAN TANGGA ... 73
4.2.1 Perencanaan Dimensi Tangga ... 73
4.2.2 Pembebanan Pada Pelat Tangga, Pelat Bordes, dan Balok Bordes ... 79
4.2.3 Penentuan Parameter ... 81
4.2.4 Perhitungan Perencanaan ... 83
4.2.4.1 Penulangan Pelat Tangga ... 83
4.3 PERHITUNGAN PORTAL ... 90
4.3.1 Kombinasi Pembebanan pada Portal ... 90
4.3.2 Menentukan Pusat Massa Tiap Lantai ... 94
4.3.3 Perhitungan Gempa ... 94
4.3.3.1Tinjauan Umum ... 94
4.3.3.2Faktor Keutamaan Struktur (I) ... 97
(4)
4.3.3.4 Faktor Respon Gempa (C) ... 99
4.3.3.5 Penentuan Zona Gempa ... 99
4.3.3.6 Penentuan Jenis Tanah ... 100
4.3.3.7 Perhitungan Berat Total Bangunan ( Wt )... 101
4.3.3.8 Periode Getar Bangunan ( T ) ... 117
4.3.3.9 Koefisien Respon Gempa ( C ) ... 117
4.3.3.10 Gaya Horisontal Akibat Gempa ( V ) ... 117
4.3.3.11 Distribusi Gaya Geser Horisontal Akibat Gempa Pada Gedung ( F ) ... 118
4.3.3.12 Pemeriksaan Periode Getar Struktur ( T ) ... 122
4.3.4 Perhitungan Tulangan Balok ... 126
4.3.4.1Perhitungan Tulangan Lentur Balok ... 128
4.3.4.2Perhitungan Tulangan Geser Balok ... 131
4.3.4.3Perhitungan Tulangan Geser Balok ... 131
4.3.5 Perhitungan Kolom ... 201
4.3.5.1Perhitungan Tulangan Utama ... 201
4.3.5.2 Cek Kekuatan Penampang (Tinjau Biaxial Bending) .. 204
4.3.5.3 Perhitungan Tulangan Geser ... 206
4.4 PERHITUNGAN CORE LIFT ... 218
4.4.1 Perhitungan Core Lift Untuk Dinding A ... 218
4.4.2 Perhitungan Core Lift Untuk Dinding B ... 222
4.4.3Perhitungan Core Lift Untuk Dinding D ... 230
4.5 PERHITUNGAN LIFT ... 239
4.5.1 Kapasitas lift ... 239
4.5.2 Perencanaan Konstruksi ... 239
4.5.3 Data Teknis ... 239
4.5.4 Perhitungan Balok Perletakan Mesin dan Balok Pengatrol Mesin ... 241
4.5.4.1 Pembebanan Pada Balok ... 241
4.5.4.2 Perhitungan Penulangan Balok Penggantung ... 243
4.6 PERHITUNGAN DINDING, PELAT LANTAI, DAN PELAT ATAP BASEMENT ... 249
(5)
4.6.1 Perhitungan Dinding Basement ... 250
4.6.1.1Penentuan Tebal Dinding ... 250
4.6.1.2Pembebanan pada Dinding Basement ... 250
4.6.1.3 Perhitungan Tekanan tanah ... 252
4.6.2 Perhitungan Pelat Lantai Basement ... 256
4.6.2.1 Perhitungan Pembebanan Pelat Lantai Basement ... 257
4.6.2.2Penulangan Pelat Lantai Basement ... 257
4.7 PERHITUNGAN STRUKTUR PONDASI ... 266
4.7.1 Pemilihan Jenis Pondasi ... 266
4.7.2 Pondasi Sumuran ... 267
4.7.2.1 Perhitungan Daya Dukung Pondasi ... 267
4.7.2.2Kontrol Terhadap Gaya Geser ... 269
4.7.2.3 Kontrol Terhadap Daya Dukung Tanah ... 270
4.7.2.4 Perhitungan Cincin Sumuran ... 271
4.7.3 Pondasi Telapak ... 274
4.7.3.1Perhitungan Pondasi Tangga ... 275
4.7.3.2 Penulangan Pondasi Tangga ... 277
BAB V RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT ... 279
5.1 SYARAT-SYARAT ADMINISTRASI ... 279
5.2 SYARAT-SYARAT TEKNIS PEKERJAAN STRUKTUR ... 321
BAB VI RENCANA ANGGARAN BIAYA ... 342
6.1 PEKERJAAN TANAH DAN PERSIAPAN ... 342
6.2 PEKERJAAN BETON ... 344
6.3 PEKERJAAN BEKISTING ... 345
6.4 LANTAI KERJA ... 346
6.5 PEKERJAAN SLOOF ... 346
6.6 PEKERJAAN BALOK ... 346
6.7 PEKERJAAN KOLOM ... 347
6.8 PEKERJAAN TANGGA ... 347
6.9 PEKERJAAN LANTAI ... 347
6.10 PEKERJAAN PONDASI SUMURAN ... 348
(6)
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 358
7.1 KESIMPULAN ... 358
7.2 SARAN ... 359
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Faktor keutamaan struktur (I)... 9
Tabel 2.2 Faktor daktilitas ( µ ) dan faktor reduksi (R) ... 9
Tabel 2.3 Definisi jenis tanah ... 12
Tabel 3.1 Beban mati pada Struktur ... 43
Tabel 3.2 Beban hidup pada Struktur ... 44
Tabel 3.3 Faktor reduksi kekuatan ... 49
Tabel 4.1 Tipe dan Ukuran Tebal Pelat Lantai 1 s/d 8 ... 54
Tabel 4.2 Momen Pelat Lantai 1-8 Tiap Tipe ( Two way Slab ) ... 57
Tabel 4.3 Momen Pelat Lantai 1-8 Tiap Tipe ( One way Slab ) ... 59
Tabel 4.4 Momen Pelat Lantai 8 Ruang meeting ... 60
Tabel 4.5 Momen Pelat Lantai 4 Kolam Renang ... 61
Tabel 4.6 Momen Pelat Atap Tiap Tipe ( Two way Slab ) ... 61
Tabel 4.7 Momen Pelat Lantai 1-8 Tiap Tipe (One way Slab) ... 63
Tabel 4.8 Penulangan Pelat Lantai 1-8 (One way slab) ... 66
Tabel 4.9 Penulangan Pelat Lantai 1-8 ( One way slab ) ... 68
Tabel 4.10 Penulangan Pelat Atap (One way slab) ... 69
Tabel 4.11 Penulangan Pelat Atap (One way slab) ... 71
Tabel 4.12 Penulangan Pelat Lantai 8 (Ruangan Meeting) ... 72
Tabel 4.13 Penulangan Pelat Kolam Renang ... 72
Tabel 4.14 Momen Pelat Tangga dan Bordes Tangga Samping ... 82
Tabel 4.15 Momen Pelat Tangga dan Bordes Tangga Tengah ... 82
Tabel 4.16 Penulangan Pelat Tangga dan Bordes Tangga Samping ... 85
Tabel 4.17 Penulangan Pelat Tangga dan Bordes Tangga Tengah ... 85
Tabel 4.18 Tabel Faktor Reduksi Gempa ... 98
Tabel 4.19 Syarat Penentuan Jenis Tanah ... 100
Tabel 4.20 Perhitungan kuat geser niralir rata-rata ... 100
Tabel 4.21 Tabel Distribusi Gaya Gempa Disepanjang Tinggi Bangunan Pada Portal Arah Sumbu X Dan Sumbu Y ... 119 Tabel 4.22 Simpangan Pada Portal Akibat Gaya Horisontal Untuk Gedung A 122
(8)
Tabel 4.23 Simpangan Pada Portal Akibat Gaya Horisontal Untuk Gedung B 122
Tabel 4.24 Perhitungan Periode Getar Struktur Dengan Rumus Rayleigh ... 123
Tabel 4.25 Momen pada balok portal... 126
Tabel 4.26 Tulangan Lapangan Gedung 1 Penampang Biasa ... 140
Tabel 4.27 Tulangan Lapangan Gedung 1 Penampang Berflens ... 145
Tabel 4.28 Tulangan Tumpuan Gedung 1 Penampang Biasa ... 148
Tabel 4.29 Tulangan Tumpuan Penampang Berflens Gedung 1 ... 153
Tabel 4.30 Tulangan Lapangan Gedung 2 Penampang Biasa ... 155
Tabel 4.31 Tulangan Lapangan Gedung 2 Penampang Berflens ... 161
Tabel 4.32 Gedung 2 Tulangan Tumpuan Penampang Biasa ... 164
Tabel 4.33 Penampang Berflens Gedung 2 Tulangan Tumpuan ... 170
Tabel 4.34 Tulangan Geser Gedung 1 Didaerah Sendi Plastis ... 173
Tabel 4.35 Tulangan Geser Gedung 1 Di Luar Daerah Sendi Plastis ... 177
Tabel 4.36 Tulangan Geser Gedung 2 Didaerah Sendi Plastis ... 181
Tabel 4.37 Tulangan Geser Gedung 2 Di Luar Daerah Sendi Plastis ... 185
Tabel 4.38 Tulangan Torsi Gedung 1... 189
Tabel 4.39 Tulangan Torsi Gedung 2... 195
Tabel 4.40 Penulangan Kolom Tengah Gedung 1 ... 207
Tabel 4.41 Biaxial Bending Kolom Tengah (arah x) Gedung 1 ... 208
Tabel 4.42 Biaxial Bending Kolom Tengah (arah y) Gedung 1 ... 208
Tabel 4.43 Penulangan Kolom Pinggir Gedung 1... 209
Tabel 4.44 Biaxial Bending Kolom Pinggir (arah x) gedung 1 ... 210
Tabel 4.45 Biaxial Bending Kolom Pinggir (arah y) Gedung 1 ... 211
Tabel 4.46 Penulangan Kolom Tengah Gedung 2 ... 212
Tabel 4.47 Biaxial Bending Kolom Tengah (arah x) Gedung 2 ... 213
Tabel 4.48 Biaxial Bending Kolom Tengah (arah y) Gedung 2 ... 214
Tabel 4.49 Penulangan Kolom Pinggir ... 215
Tabel 4.50 Biaxial Bending Kolom Pinggir (arah x) Gedung 2 ... 216
Tabel 4.51 Biaxial Bending Kolom Pinggir (arah y) Gedung 2 ... 217
Tabel 4.52 Spesifikasi Lift Produksi Hyundai Elevator Co., Ltd. ... 239
Tabel 4. 53 Tulangan utama ... 247
(9)
Tabel 4. 55 Tulangan utama ... 247
Tabel 4. 56 Tulangan geser ... 248
Tabel 4. 57 Tipe Pelat Lantai Basement ... 256
Tabel 4. 58 Momen pada Tiap Tipe Pelat Lantai Basement ... 258
Tabel 4. 59 Penulangan Pelat Lantai Basement ... 262
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Spektrum Respon Gempa SNI 03-1726-2003 ... 13
Gambar 2.2 Dimensi Bidang Pelat ... 18
Gambar 2.3 Tegangan, regangan dan gaya yang terjadi pada perencanaan lentur murni beton bertulang ... 20
Gambar 2. 4 Model struktur tangga ... 30
Gambar 2. 5 Pendimensian struktur tangga ... 31
Gambar 2. 6 Sketsa Pembebanan Pada Dinding dan Lantai Basement ... 36
Gambar 4. 1 Denah Plat Atap ... 50
Gambar 4. 2 Denah Lantai 1,2 ... 51
Gambar 4. 3 Denah Plat Lantai 3 ... 51
Gambar 4. 4 Denah Plat Lantai 4 ... 52
Gambar 4. 5 Denah Plat Lantai 5,6,7,8 ... 52
Gambar 4. 6 Denah Penulangan Pelat Lantai ... 66
Gambar 4.7 Model Struktur Tangga Samping ... 73
Gambar 4.8 Model Struktur Tangga Samping ... 75
Gambar 4.9 Model Struktur Tangga Samping ... 76
Gambar 4.10 Model Struktur Tangga Tengah ... 78
Gambar 4.11 Pendimensian Struktur Tangga ... 79
Gambar 4.12 Asumsi Perhitungan Tangga ... 81
Gambar 4.13 Tampak Samping dan Tampak Atas Struktur Tangga Samping Lantai 1 s/d 4 dan Lantai 5 s/d 8 ... 86
Gambar 4.14 Tampak Samping dan Tampak Atas Struktur Tangga Samping Lantai 4 ke Lantai 5 ... 87
Gambar 4.15 Tampak Samping dan Tampak Atas Struktur Tangga Tengah Lantai 1 s/d 4 dan Lantai 5 s/d 8 ... 88
Gambar 4.16 Tampak Samping dan Tampak Atas Struktur Tangga Tengah Lantai 4 ke lantai 5 ... 88
Gambar 4.17 Denah Penulangan Tangga Samping ... 89
Gambar 4.18 Denah Penulangan Tangga Tengah ... 89
(11)
Gambar 4.20 Beban Equivalent Lantai 3 ... 91
Gambar 4.21 Beban Equivalent Lantai 4 ... 91
Gambar 4.22 Beban Equivalent Lantai Basemen,5,6,7,8,atap ... 92
Gambar 4.25 Portal Arah Sumbu X / As 3 Gedung A ... 95
Gambar 4.26 Portal Arah Sumbu X / As 3 Gedung B ... 96
Gambar 4.27 Gambar Portal Arah Sumbu Y / As 3 Gedung A ... 96
Gambar 4.28 Portal Arah Sumbu Y / As 3 Gedung B ... 97
Gambar 4.29 Spektrum Respon Gempa Zona 2 ... 99
Gambar 4.30 Distribusi Gempa Pada Portal Arah Sumbu X Gedung A ... 120
Gambar 4.31 Distribusi Gempa Pada Portal Arah Sumbu X Gedung B ... 120
Gambar 4.32 Distribusi Gempa Pada Portal Arah Sumbu Y Gedung A ... 121
Gambar 4.33 Distribusi Gempa Pada Portal Arah Sumbu Y Gedung ... 121
Gambar 4.34 Penulangan Balok ... 138
Gambar 4.35 Gambar Denah dan Potongan Lift... 240
Gambar 4.36 Denah Balok Perletakkan Mesin ... 241
Gambar 4.37 Momen dan Lintang Pada Balok ... 242
Gambar 4.38 Detail Penulangan Balok Perletakan Mesin 1 ... 246
Gambar 4.39 Denah Plat Basement ... 249
Gambar 4.40 Denah Sloof ... 250
Gambar 4.41 Tekanan Tanah ... 251
Gambar 4.42 Penerapan Beban Basement pada Program SAP 2000 ... 251
Gambar 4.43 Model Dinding Basement Sebagai Balok Kantilever ... 253
Gambar 4.44 Momen pada Balok Kantilever ... 254
Gambar 4.45 Denah Penulangan Dinding Basement ... 256
Gambar 4.46 Denah Penulangan Pelat Lantai Basement ... 262
Gambar 4.47 Daya Dukung Ijin Tanah (tanah dengan φ dan c seragam) ... 268
Gambar 4.48 Lay Out Pondasi Sumuran ... 271
Gambar 4.49 Pembebanan pada dinding sumuran (beton cincin) ... 272
Gambar 4.50 Penulangan Pondasi Sumuran ... 273
(12)
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul Perencanaan Gedung Hotel Beringin di Salatiga dengan baik dan lancar.
Tugas Akhir merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang untuk menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana (S1). Tugas akhir ini mempunyai bobot sebesar empat satuan Kredit Semester (4 SKS).
Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Dengan penuh rasa hormat, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Bambang Pujianto, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
2. Dr.Nuroji, MT., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingannya hingga selesainya Laporan Tugas Akhir ini.
3. Ir.Hardi Wibowo, MT, M.Eng,. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingannya hingga selesainya Laporan Tugas Akhir ini. 4. Ir. Epf Eko Yulipriyono, Msc., selaku dosen wali yang telah memberikan
motivasi, nasehat , dukungan dan arahan.
5. Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang atas jasa-jasanya selama kami menuntut ilmu.
6. Orang tua dan seluruh keluarga kami yang selalu mendoakan kami, mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya serta atas dukungan moral, spiritual dan finansial selama ini.
7. Teman-teman seperjuangan khususnya seluruh mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2001 yang telah banyak membantu kami dan telah banyak
(13)
melewati berbagai kenangan indah dalam suka dan duka bersama selama ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu kami baik secara langsung maupun tidak dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk penyempurnaan Laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan penguasaan ilmu rekayasa sipil di Jurusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro.
Semarang, Januari 2007
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Latar belakang dibangunnya gedung hotel Beringin di kota Salatiga adalah untuk menambah daya tampung pengunjung dan pengguna layanan baik layanan inap maupun layanan ruang pertemuan. Hal ini dikaitkan dengan perkembangan kota yang cukup pesat, pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, dan lahan perkotaan yang semakin sempit dan mahal. Sehingga pembangunan gedung Hotel Beringin dianggap sebagai salah satu dari beberapa pemecahan masalah yang ada.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari perencanaan gedung hotel Beringin ini adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan pihak hotel Beringin dapat lebih berkompetitif dengan hotel yang lain.
1.3 Ruang Lingkup Pekerjaan Perencanaan
Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup perencanaan hanya pada perencanaan struktur beton bertulang. Adapun secara rinci perencanaan ini meliputi:
a. Pelat atap dan lantai b. Konstruksi tangga c. Konstruksi lift
d. Dinding dan lantai basement e. Portal
f. Pondasi
1.4 Sistematika Penulisan
(15)
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II STUDI PUSTAKA
Berisi tentang teori, gambaran dan uraian-uraian yang menjelaskan tentang dasar-dasar perencanaan suatu struktur bangunan gedung.
BAB III KONSEP PEMBEBANAN
Berisi tentang tinjauan beban yang bekerja pada struktur gedung, faktor beban serta kombinasi pembebanan.
BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR
Berisi perhitungan mekanika struktur dari atap sampai pada struktur bawah, pelat lantai atap dan lantai, tangga, balok, kolom,lift serta perhitungan pondasi.
BAB V RENCANA ANGGARAN BIAYA
Berisi estimasi biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan struktur tersebut.
BAB VI PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran dalam perencanaan proyek ini.
DAFTAR PUSTAKA
(16)
BAB II
DASAR TEORI
2.1 KONSEP PEMILIHAN STRUKTUR
Desain struktur harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya : 1. Aspek Struktural (kekuatan dan kekakuan struktur)
Aspek ini merupakan aspek yang harus dipenuhi karena berhubungan dengan besarnya kekuatan dan kekakuan struktur dalam menerima beban-beban yang bekerja, baik beban vertikal maupun beban horizontal.
2. Aspek arsitektural dan ruang
Aspek ini berkaitan dengan denah dan bentuk gedung yang diharapkan memiliki nilai estetika dan fungsi ruang yang optimal yang nantinya berkaitan dengan dimensi dari elemen struktur.
3. Aspek pelaksanaan dan biaya
Meliputi jumlah pembiayaan yang diperlukan agar dalam proses pelaksanaannya perencana dapat memberikan alternatif rencana yang relatif murah dan memenuhi aspek mekanika, arsitektural, dan fungsionalnya.
4. Aspek perawatan gedung
Aspek berhubungan dengan kemampuan owner untuk mempertahankan gedung dari kerusakan yang terjadi.
Dalam pemilihan struktur bawah harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Keadaan tanah pondasi
Keadaan tanah ini berhubungan dengan pemilihan tipe pondasi yang sesuai, yaitu jenis tanah, daya dukung tanah, kedalaman lapisan tanah keras
(17)
2. Batasan akibat struktur di atasnya
Keadaan struktur sangat mempengaruhi pemilihan jenis pondasi, yaitu kondisi beban dari struktur diatasnya (besar beban, arah beban, penyebaran beban).
3. Keadaan lingkungan disekitarnya
Meliputi: lokasi proyek, dimana pekerjaan pondasi tidak boleh mengganggu atau membahayakan bangunan dan lingkungan di sekitarnya.
4. Biaya dan waktu pelaksanaan pekerjaan
Pekerjaan pondasi harus mempertimbangkan biaya dan waktu pelaksanaannya sehingga proyek dapat dilaksanakan dengan ekonomis dan memenuhi faktor keamanan. Pelaksanaan juga harus memenuhi waktu yang relatif singkat agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
2.2 KRITERIA DASAR PERANCANGAN
Beberapa kriteria dasar yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Material struktur
Material struktur dapat dibagi menjadi empat (4) golongan yaitu: a. Struktur kayu
Struktur kayu merupakan struktur dengan ketahanan yang cukup, kelemahan dari material ini adalah tidak tahan terhadap api, dan adanya bahaya pelapukan. Oleh karena itu material ini hanya digunakan pada bangunan tingkat rendah.
b. Struktur baja
Struktur baja sangat tepat digunakan pada bangunan bertingkat tinggi karena material baja mempunyai kekuatan serta tingkat daktilitas yang tinggi bila dibandingkan dengan material-material struktur yang lain
(18)
c. Struktur beton
Struktur beton banyak digunakan pada bangunan tingkat menengah sampai dengan bangunan tingkat tinggi. Struktur ini paling banyak digunakan bila dibandingkan dengan struktur lainnya karena struktur ini lebih monolit dan mempunyai umur rencana yang cukup panjang. d. Struktur komposit
Struktur ini merupakan gabungan dari dua jenis material atau lebih. Pada umumnya yang sering digunakan adalah kombinasi antara baja struktural dengan beton bertulang. Kombinasi tersebut menjadikan struktur komposit memiliki perilaku struktur antara struktur baja dan struktur beton bertulang. Struktur komposit digunakan untuk bangunan tingkat menengah sampai dengan bangunan tingkat tinggi. Setiap jenis material mempunyai karakteristik tersendiri sehingga suatu jenis bahan bangunan tidak dapat digunakan untuk semua jenis bangunan.
Spesifikasi material yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung ini adalah sebagai berikut:
Beton f’c = 30 Mpa
Baja
• Tulangan Utama fy = 400 Mpa
• Tulangan Geser fy = 400 Mpa
2. Konfigurasi struktur bangunan - Konfigurasi horisontal
Denah bangunan diusahakan memiliki bentuk yang sederhana, kompak, dan simetris tanpa mengesampingkan unsur estetika. Hal tersebut bertujuan agar struktur mempunyai titik pusat kekakuan yang sama dengan titik pusat massa bangunan atau memiliki eksentrisitas yang tidak terlalu besar sehingga tidak terjadi torsi. Struktur dengan bagian-bagian yang menonjol dan tidak simetris perlu adanya dilatasi
(19)
gempa (seismic joint) untuk memisahkan bagian struktur yang menonjol dengan struktur utamanya. Dilatasi tersebut harus memberikan ruang yang cukup agar bagian-bagian struktur yang dipisahkan tidak saling berbenturan saat terjadi gempa.
Gedung yang mempunyai denah sangat panjang sebaiknya dipisahkan menjadi beberapa bagian menggunakan seismic joint karena kemampuan untuk menahan gaya akibat gerakan tanah sepanjang gedung relatif lebih kecil.
- Konfigurasi vertikal
Konfigurasi struktur pada arah vertikal perlu dihindari adanya perubahan bentuk struktur yang tidak menerus. Hal ini dikarenakan apabila terjadi gempa maka akan terjadi pula getaran yang besar pada daerah tertentu dari struktur. Gedung yang relatif langsing akan mempunyai kemampuan yang lebih kecil dalam memikul momen guling akibat gempa.
- Konfigurasi rangka struktur
Ada dua macam yaitu: rangka penahan momen yang terdiri dari konstruksi beton bertulang berupa balok dan kolom, dan rangka dengan difragma vertikal, adalah rangka yang digunakan bila rangka struktural tidak mencukupi untuk mendukung beban horizontal (gempa) yang bekerja pada struktur. Dapat berupa dinding geser (shear wall ) yang dapat juga berfungsi sebagai core walls.
- Konfigurasi keruntuhan sruktur
Perencanaan struktur di daerah gempa terlebih dahulu harus ditentukan elemen kritisnya. Mekanisme tersebut diusahakan agar sendi-sendi plastis terbentuk pada balok terlebih dahulu dan bukannya pada kolom. Hal ini dimaksudkan karena adanya bahaya ketidakstabilan akibat perpindahan balok jauh lebih kecil dibandingkan dengan kolom, selain itu kolom juga lebih sulit untuk diperbaiki daripada balok sehingga harus dilindungi dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu konsep yang diterapkan adalah kolom harus lebih kuat
(20)
daripada balok (strong coloum weak beam).Oleh karena perencanaan ini berada dalam zona gempa sedang maka prinsip yang digunakan adalah disain biasa.
2.3
PERENCANAAN STRUKTUR ATAS
Struktur atas adalah bangunan gedung yang secara visual berada di atas tanah yang terdiri dari atap, pelat, tangga, lift, balok anak dan struktur portal utama yaitu kesatuan antara balok, kolom dan shear wall.Perencanaan struktur portal utama direncanakan dengan menggunakan prinsip strong columm weak beam, dimana sendi-sendi plastis diusahakan terletak pada balok.
2.3.1 Metode Analisis Struktur
2.3.1.1 Tinjauan terhadap beban lateral (gempa)
Kestabilan lateral dalam desain struktur merupakan faktor yang sangat penting, karena gaya lateral tersebut akan mempengaruhi elemen-elemen vertikal dan horisontal dari struktur.
Beban lateral yang sangat berpengaruh adalah beban gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih komplek. Pada dasarnya ada dua buah metode analisis yang digunakan untuk menghitung pengaruh beban gempa pada struktur yaitu:
1. Metode analisa statik
Analisa statik merupakan analisa sederhana untuk menentukan pengaruh gempa yang hanya digunakan pada bangunan sederhana dan simetris, penyebaran kekakuan massa merata, dan tinggi struktur kurang dari 40 meter.
Analisa statik pada prinsipnya adalah menggantikan beban gempa dengan gaya-gaya statik ekivalen yang bertujuan menyederhanakan dan memudahkan perhitungan. Metode ini disebut juga Metode Gaya Lateral Ekivalen (Equivalent Lateral Force
(21)
Method), yang mengasumsikan besarnya gaya gempa berdasarkan hasil perkalian suatu konstanta / massa dari elemen tersebut.
Besarnya beban geser dasar nominal statik ekivalen V yang terjadi di tingkat dasar menurut Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 02-1726-2003 pasal 6.1.2) dapat dihitung menurut persamaan:
R W I C
V = . . t (2.1)
Dimana :
V = Beban gempa dasar nominal
Wt = Berat total struktur sebagai jumlah dari beban-beban berikut ini: 1) Beban mati total dari struktur bangunan gedung;
2) Bila digunakan dinding partisi pada perencanaan lantai maka harus diperhitungkan tambahan beban sebesar 0.5 kPa; 3) Pada gudang-gudang dan tempat-tempat penyimpanan barang
maka sekurang-kurangnya 25% dari beban hidup rencana harus diperhitungkan;
4) Beban tetap total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan gedung harus diperhitungkan..
C = Faktor spektrum respon gempa yang didapat dari spektrum respon gempa rencana menurut grafik C-T (Gambar 2.1)
I = Faktor keutamaaan struktur (Tabel 2.1) R = Faktor reduksi gempa (Tabel 2.2)
(22)
Tabel 2.1 Faktor keutamaan struktur (I)
Jenis Struktur bangunan gedung I Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran 1
Monumen dan bangunan monumental 1
Gedung penting pasca gempa sperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi
1,5
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun
1,5
Cerobong, tangki di atas menara 1,25
Tabel 2.2 Faktor daktilitas ( µ ) dan faktor reduksi (R)
Sistem dan subsistem
struktur bangunan gedung Uraian sistem pemikul beban gempa µm Rm f
1.Sistem dinding penumpu (Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau system bresing memikul hamper semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).
1. dinding geser beton bertulang 2.7 4.5 2.8
2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan bresing tarik
1.8 2.8 2.2 3. Rangka bresing dimana bresingnya memikul
beban gravitasi
a. Baja 2.8 4.4 2.2
b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 dan 6)
1.8 2.8 2.2
2. Sistem rangka gedung (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing)
1. Rangka bresding eksentrisitas baja (RBE) 4.3 7.0 2.8
2. Dinding geser beton bertulang 3.3 5.5 2.8
3. Rangka bresing biasa a. Baja
b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 dan 6)
3.6 3.6
5.6 5.6
2.2 2.2 4. Rangka bresing konsentrik khusus
a. Baja 4.1 6.4 2.2
5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail
4.0 6.5 2.8
6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh
(23)
7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial
3.3 5.5 2.8 3. Sistem rangka pemikul
momen (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen tetrutama melalui mekanisme lentur)
1. rangka pemikul momen khusus (SRPMK) a. Baja
b. Beton bertulang
5.2 5.2 8.5 8.5 2.8 2.8 2. Rangka pemikul momen menengah beton
(SRPMM) (tidak untuk wilayah 5 dan 6)
3.3 5.5 2.8
3. rangka pemikul momen biasa (SRPMB) a. Baja
b. Beton bertulang
2.7 2.1 4.5 3.5 2.8 2.8 4. Rangka batang baja pemikul momen khusus
(SRBPMK)
4.0 6.5 2.8 4. Sistem ganda (Terdiri dari :
1) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi:
2) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25 % dari seluruh beban lateral: 3)kedua system harus direncanakan untuk memikul secara
bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi/sistem ganda)
1. Dinding geser
a. Beton bertulang dengan SRBPMK beton bertulang
b. Beton bertulang dengan SRPMB baja c. Beton bertulang dengan SRPMM beton
bertulang 5.2 2.6 4.0 8.5 4.2 6.5 2.8 2.8 2.8
2. RBE baja
a. Dengan SRPMK baja b. Dengan SRPMB baja
5.2 2.6 8.5 4.2 2.8 2.8 3. Rangka bresing biasa
a. Baja dengan SRPMK baja b. Baja dengan SRPMB baja
c. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 dan 6) d. Beton bertulang dengan SRPMM beton
bertulang (tidak untuk wilayah 5 dan 6)
4.0 2.6 4.0 2.6 6.5 4.2 6.5 4.2 2.8 2.8 2.8 2.8 4. Rangka bresing konsentrik khusus
a. Baja dengan SRPMK baja b. Baja dengan SRPMB baja
4.6 2.6 7.5 4.2 2.8 2.8
5. Sistem struktur bangunan gedung kolom kantilever: (Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral)
(24)
6. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka
Beton bertulang menengah (tidak untuk wilayah 3,4,5,dan 6)
3.4 5.5 2.8
7. Subsistem tunggal (Subsistem struktur bidang yang membentuk bangunan gedung secara keseluruhan)
1. Rangka terbuka baja 5.2 8.5 2.8
2. Rangka terbuka beton bertulang 5.2 8.5 2.8
3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton pratekan (bergantung pada indeks baja total)
3.3 5.5 2.8
4. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail penuh
4.0 6.5 2.8 5. Dinding geser beton bertulang kantilever
daktail parsial
3.3 5.5 2.8
Untuk menentukan harga C harus diketahui terlebih dahulu jenis tanah tempat struktur tersebut berdiri. SNI 03-1726-2003 membagi jenis tanah ke dalam tiga jenis tanah yaitu tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak. Dalam tabel 2.3 jenis tanah ditentukan berdasarkan kecepatan rambat gelombang geser (vs), nilai hasil tes penetrasi standar
(N), dan kuat geser niralir (Sn). Untuk menentukan kuat geser niralir
dapat digunakan rumus tegangan dasar tanah sebagai berikut :
Si = c + Σσi . tan ∅ ( 2.2 )
σi = γi . ti Dimana :
Si = Tegangan geser tanah
C = Nilai kohesi tanah pada lapisan paling dasar lapisan yang ditinjau
σI = Tegangan normal masing-masing lapisan tanah
γI = Berat jenis masing-masing lapisan tanah
ti = Tebal masing-masing lapisan tanah
(25)
Dari persamaan diatas, untuk nilai γ, h, c yang berbeda (tergantung dari kedalaman tanah yang ditinjau) akan didapatkan kekuatan geser rerata (Sn) dengan persamaan berikut:
∑
∑
= m
i i i m
i i n
S t
t S
) / (
( 2.3 )
∑
∑
= m
i i i m
i i s
v t
t v
) / (
( 2.4 )
∑
∑
= m
i
i i m
i i
N t
t N
) / (
( 2.5 )
dimana:
ti = tebal lapisan tanah ke-i
vsi = kecepatan rambat gelombang geser melalui lapisan tanah ke-i
Ni = nilai hasil tes penetrasi standar lapisan tanah ke-i
Sni = kuat geser niralir lapisan tanah ke-I yang harus memenuhi
ketentuan bahwa Sni ≤ 250 kPa
m = jumlah lapisan tanah yang ada di atas tanah dasar.
Tabel 2. 3 Definisi jenis tanah Jenis tanah Kecepatan rambat
gelombang geser rerata, vs(m/det)
Nilai hasil test penetrasi standar rerata N
Kuat geser niralir rerata Sn
(kPa)
Tanah Keras vs ≥350 N ≥50 Sn≥100
(26)
Tanah Lunak vs < 175 N< 15 Sn < 50
Atau semua jenis tanah lempung lunak dengan tebal total lebih dari 3 meter dengan PI > 20, wn ≥40% dan Su < 25 kPa
Tanah Khusus Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi
Spektrum respon nominal gempa rencana untuk struktur dengan daktilitas penuh pada beberapa jenis tanah dasar, diperlihatkan pada gambar di bawah ini:
0.20
0.10 0.08
0.04 0.03
0.2 0.45
0.50.6 2.0
Wilayah Gempa 1 C= 0.09/T (Tanah Lunak)
C= 0.06/T (Tanah Sedang) C= 0.04/T (Tanah Keras) C= 0.09/T (Tanah Lunak)
3.0 0.58
0.58 0.58 0.58 0.58 0.58
0.2 0.5
0.570.6 2.0 3.0
Wilayah Gempa 2
C= 0.06/T (Tanah Sedang) C= 0.04/T (Tanah Keras)
C= 0.09/T (Tanah Lunak)
0.75
0.55
0.45
0.30 0.22 0.18
0.2 0.5
0.60.67
2.0 3.0
C= 0.33/T (Tanah Sedang) C= 0.23/T (Tanah Keras)
C= 0.50/T (Tanah Lunak)
Wilayah Gempa 3 0.85 0.70 0.60
0.34 0.28 0.24
0.2 0.50.6 0.75 2.0 3.0
C= 0.42/T (Tanah Sedang) C= 0.30/T (Tanah Keras)
C= 0.64/T (Tanah Lunak) Wilayah Gempa 4
0.90 0.83 0.73
0.36 0.33 0.29
0.6 0.84
C= 0.50/T (Tanah Sedang) C= 0.36/T (Tanah Keras)
C= 0.76/T (Tanah Lunak) Wilayah Gempa 5
0.90 0.83
0.36 0.33
0.2 0.5 0.6 0.93 2.0 3.0
C= 0.54/T (Tanah Sedang) C= 0.42/T (Tanah Keras) C= 0.84/T (Tanah Lunak) Wilayah Gempa 6
Gambar 2. 1 Spektrum Respon Gempa SNI 03-1726-2003
Beban geser dasar nominal V menurut persamaan 2.1 harus dibagikan sepanjang tinggi struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen Fi yang menangkap pada pusat
(27)
V z W
z W F n
i
i i
i i i
∑
==
1
) . (
.
(2.6)
dimana:
Wi = berat lantai tingkat ke-i
zi = ketinggian lantai tingkat ke-i
n = nomor lantai tingkat paling atas
Apabila rasio antara tinggi struktur bangunan gedung dan ukuran denahnya dalam arah pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0,1V harus dianggap beban horizontal terpusat yang bekerja pada pusat massa lantai tingkat paling atas, sedangkan 0.9V sisanya harus dibagikan sepanjang tingkat struktur bangunan gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen menurut persamaan 2.6.
Waktu getar alami fundamental struktur bangunan gedung beraturan dalm arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut:
∑
∑
= =
= n
i i i n
i i i
d F g
d W T
1 1
2
1
. . 3
.
6 (2.7)
dimana:
di = simpangan horizontal lantai tingkat ke-i akibat beban Fi
(mm)
g = percepatan gravitasi sebesar 9,81 mm/detik2
Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur bangunan
gedung untuk penentuan faktor Respon Gempa C1 ditentukan dengan
(28)
dimensi, nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai yang dihitung menurut persamaan 2.7.
2. Metode analisa dinamik
Analisa dinamik pada perencanaan gedung tahan gempa diperlukan untuk evaluasi yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa yang sifatnya berulang. Analisa dinamik perlu dilakukan pada struktur bangunan tidak beraturan dengan karakteristik sebagai berikut:
- Gedung dengan konfigurasi struktur yang tidak beraturan - Gedung dengan loncatan bidang muka yang besar
- Gedung dengan kekakuan tingkat yang tidak merata - Gedung yang tinngginya lebih dari 40 meter
Daktilitas struktur bangunan gedung tidak beraturan harus ditentukan yang representative mewakili daktilitas struktur 3D. Tingkat daktilitas tersebut dapat dinyatakan dalam faktor reduksi gempa R representative, yang nilainya dapat dihitung sebagai nilai rerata berbobot dari faktor reduksi gempa untuk 2 arah sumbu koordinat ortogonal dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh struktur bangunan gedung dalam masing-masing arah tersebut sebagai besaran pembobotnya menurut persamaan:
y y x x
y x
R V R V
V V R
/
/ +
+
= (2.8)
dimana Rx dan Vx adalah faktor reduksi gempa dan gaya geser dasar
untuk pembebanan gempa dalam arah sumbu-x, sedangkan Ry dan Vy
faktor reduksi gempa dan gaya geser dasar untuk pembebanan gempa dalam arah sumbu-y. Metoda ini hanya dipakai apabila rasio antara nilai-nilai faktor reduksi gempa untuk reduksi dua arah pembebanan gempa tersebut tidak lebih dari 1,5.
(29)
Nilai akhir respon dinamik struktur bangunan gedung terhadap pembebanan gempa nominal dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80% nilai respon gempa yang pertama. Bila respon dinamik struktur bangunan gedung dinyatakan dalam gaya geser dasar nominal Vt maka persyaratan tersebut dapat dinyatakan
menurut persamaan:
Vt ≥ 0.8V1 (2.9)
dimana V1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons ragam
yang pertama terhadap pengaruh Gempa Rencana menurut persamaan:
R W I C V 1. . t
1 = (2.10)
dengan C1 adalah nilai Faktor Respon Gempa yang di dapat dari
spektrum Respons Gempa Rencana (gambar 2.1) untuk waktu getar alami pertama T1.
Perhitungan respon dinamik struktur bangunan gedung tidak beraturan terhadap pembebanan Gempa Nominal, dapat dilakukan dengan metoda analisis ragam spektrum respon dengan memakai diagram spektrum respon gempa rencana berdasar wilayah gempa dengan periode ulang 500 tahun pada Gambar 2.1. Dalam hal ini, jumlah ragam vibrasi yang ditinjau dalam penjumlahan respon ragam menurut metode ini harus sedemikian rupa, sehingga partisipasi massa ragam efektif dalam menghasilkan respon total harus mencapai sekurang-kurangnya 90%.
2.3.1.2 Pemilihan Metode Analisis
Pemilihan metoda analisis untuk perencanaan struktur gedung tahan gempa, ditentukan berdasarkan konfigurasi struktur dan fungsi bangunan yang berkaitan dengan tanah dasar dan wilayah kegempaan.
(30)
1. Perancangan struktur bangunan yang kecil dan tidak bertingkat serta elemen-elemen non struktural, tidak diperlukan adanya analisa terhadap pengaruh beban gempa.
2. Perancangan beban gempa untuk bangunan yang berukuran sedang dapat menggunakan analisa beban statik ekivalen. Hal ini disarankan untuk memeriksa gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur dengan menggunakan desain yang sesuai dengan kondisi struktur.
3. Perancangan struktur bangunan yang besar dan penting dengan distribusi kekakuan dan massa yang tidak merata ke arah vertikal dengan menggunakan analisa dinamik.
4. Perancangan struktur bangunan yang besar dan penting, konfigurasi struktur sangat tidak beraturan dengan tinggi lebih dari 40 meter, analisa dinamik dan inelastik diperlukan untuk memastikan bahwa struktur tersebut aman terhadap gaya gempa. Berdasarkan ketentuan diatas, maka perencanaan struktur gedung dalam tugas akhir ini menggunakan metode analisa dinamik.
2.3.2 Perencanaan Pelat
Pelat adalah struktur planar kaku yang terbuat dari material monolit dengan tinggi yang kecil dibandingkan dengan dimensi-dimensi lainnya. Untuk merencanakan pelat beton bertulang perlu mempertimbangkan faktor pembebanan dan ukuran serta syarat-syarat dari peraturan yang ada. Pada perencanaan ini digunakan tumpuan jepit penuh untuk mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir dan juga di dalam pelaksanaan, pelat akan di cor bersamaan dengan balok.
Pelat merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin bertulangan dua atau satu arah saja tergantung sistem strukturnya. Apabila pada struktur pelat perbandingan bentang panjang terhadap lebar kurang dari 3, maka akan mengalami lendutan pada kedua arah sumbu. Beban
(31)
pelat dipikul pada kedua arah oleh balok pendukung sekeliling panel pelat, dengan demikian pelat akan melentur pada kedua arah. Dengan sendirinya pula penulangan untuk pelat tersebut harus menyesuaikan. Apabila panjang pelat sama dengan lebarnya, perilaku keempat balok keliling dalam menopang pelat akan sama. Sedangkan bila panjang tidak sama dengan lebar, balok yang lebih panjang akan memikul beban lebih besar dari balok yang pendek (penulangan satu arah).\
Dimensi bidang pelat dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.2 Dimensi bidang pelat
Langkah-langkah perencanaan penulangan pelat adalah sebagai berikut : 1. Menentukan syarat-syarat batas, tumpuan dan panjang bentang. 2. Menentukan tebal pelat.
Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03 maka tebal pelat ditentukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut :
h min =
β
9 36
) 1500 8 . 0 ln(
+ + fy
(2.11)
hmak =
36 ) 1500 8
. 0 ln( + fy
(2.12) hmin pada pelat lantai ditetapkan sebesar 12 cm, sedang hmin pada
pelat atap ditetapkan sebesar 10 cm.
3. Menghitung beban yang bekerja pada pelat, berupa beban mati dan beban hidup terfaktor.
(32)
4. Menghitung momen-momen yang menentukan.
Berdasarkan Buku CUR 1, pada pelat yang menahan dua arah dengan terjepit pada keempat sisinya bekerja empat macam momen yaitu :
a. Momen lapangan arah x (Mlx) = koef x Wu x lx2 (2.13) b. Momen lapangan arah y (Mly) = koef x Wu x lx2 (2.14) c. Momen tumpuan arah x (Mtx) = koef x Wu x lx2 (2.15) d. Momen tumpuan arah y (Mty) = koef x Wu x lx2 (2.16) 5. Mencari tulangan pelat
Berdasarkan Buku CUR 1, langkah-langkah perhitungan tulangan pada pelat adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang.
b. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan arah y.
c. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y. d. Membagi Mu dengan b x d2 ⎟
⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛
× 2
d b
Mu
(2.17) dimana b = lebar pelat per meter panjang
d = tinggi efektif
e. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan :
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝
⎛ − × ×
× × = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛
× f c
fy fy
d b
Mu
' 588
, 0 1
2 ρ φ ρ (2.18)
f. Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ< ρmak)
fy
4 , 1
min =
ρ (2.19)
fy c f fy
mak
' 85 , 0 600
450 ×
× + × = β
ρ (2.20)
g. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan
(
6)
10
× × ×
= b d
(33)
2.3.3 Perencanaan Balok
2.3.3.1 Perencanaan Lentur Murni
d As
gaya tegangan
regangan penampang
beton
z = d-a/2 Ts = Asxfy
Cc = 0.85xf'cxaxb
fs = fy c
h
b
Gambar 2.3 Tegangan, regangan dan gaya yang terjadi pada perencanaan lentur murni beton bertulang
Dari gambar didapat:
Cc = 0,85.fc’.a.b (Vis dan Kusuma,1997) (2.22) Ts = As.fy (Vis dan Kusuma,1997) (2.23) Sehingga:
0,85.fc’.a.b = As.fy (2.24)
dimana
a = .c (Vis dan Kusuma,1997) (2.25)
As = ρ.b.d (Vis dan Kusuma,1997) (2.26)
dan menurut Ir. Udiyanto (2000) untuk: fc’ ≤ 30 Mpa , = 0,85
fc’ > 30 Mpa , = 0,85 – 0,008 (fc’ – 30) (2.27) Pada Tugas Akhir ini digunakan fc’ = 25 Mpa, sehingga didapat:
0,85.fc’. .c.b = As.fy 0,85.fc’. 0,85c.b = ρ.b.d.fy 0,7225.b.c.fc’ = ρ.b.d.fy
c =
' . . . 7225 , 0
. . .
fc c b
fy d b
ρ
c = d fc
fy
. ' . 384 ,
1 ρ (2.28)
εs
εc=0.003
(34)
Besarnya momen yang mampu dipikul oleh penampang adalah: Mu = Cc (d - 0,5a) atau Ts (d – 0,5a)
= As.fy (d – 0,5.0,85c) = As.fy (d – 0.425c)
Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002 pasal 11.3, dalam suatu perencanaan diambil faktor reduksi kekuatan φ, dimana besarnya φ untuk lentur tanpa beban aksial adalah sebesar 0,8; sehingga didapat:
Mu = φ.As.fy (d – 0,425c)
= 0,8.ρ.b.d.fy (d – 0,425c) (2.29) Subtitusi harga c,
Mu = 0,8.ρ.b.d.fy (d – 0,425. d fc fy
. ' . 384 ,
1 ρ )
Bentuk di atas dapat pula dituliskan sebagai berikut:
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
− =
' . 588 , 0 1 . . 8 , 0
. 2 fc
fy fy
d b
Mu
ρ
ρ (2.30)
dimana:
Mu = momen yang dapat ditahan penampang (Nmm) b = lebar penampang beton (mm)
d = tinggi efektif beton (mm)
ρ = rasio luas tulangan terhadap luas efektif penampang beton fy = mutu tulangan (Mpa)
fc’ = mutu beton (Mpa)
Dari rumus di atas, apabila momen yang bekerja dan luas penampang beton telah diketahui, maka besarnya rasio tulangan ρ dapat diketahui untuk mencari besarnya kebutuhan luas tulangan.
(35)
2.3.3.1Persentase Tulangan Minimum, Balance dan Maksimum a. Rasio tulangan minimum (ρmin)
Rasio tulangan minimum ditetapkan sebesar 4 . 1
fy
( Vis dan Kusuma, 1993)
b. Rasio tulangan balance (ρb)
Dari gambar regangan penampang balok (Gambar 2.4) didapat:
s y
cu cu
E fy d
c
+ =
+ =
003 , 0
003 , 0
ε ε
ε
(2.31) Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002 pasal 10.5(2) ditetapkan Es sebesar 2 x105 Mpa, sehingga didapat
fy d
c
+ =
600 600
(2.32)
Keadaan balance:
0,85.fc’. .c.b = ρ.b.d.fy
fy d b
b c fc
. .
. . '. . 85 ,
0 β
ρ=
fy fc fy
' . 85 , 0 600
600
β ρ
+
= (2.33)
c. Rasio tulangan maximum (ρmax)
Berdasarkan SKSNI T15-1991-03 pasal 3.3.3-3 besarnya ρmax
ditetapkan sebesar 0,75ρb.
2.3.3.2 Perhitungan Tulangan Ganda
Apabila ρ > ρmax maka terdapat dua alternatif (Vis dan Kusuma,
1997):
a. Sesuaikanlah ukuran penampang balok
b. Bila tidak memungkinkan, maka dipasang tulangan rangkap
Dalam menghitung tulangan rangkap, total momen lentur yang dilawan akan dipisahkan dalam dua bagian: Mu1 + Mu2
(36)
Dengan:
Mu1 = momen lentur yang dapat dilawan oleh ρmax dan berkaitan dengan
lengan momen dalam z. Jumlah tulangan tarik yang sesuai adalah As1 = ρmax.b.d
Mu2 = momen sisa yang pada dasarnya harus ditahan baik oleh tulangan
tarik maupun tekan yang sama banyaknya. Lengan momen dalam yang berhubungan dengan ini sama dengan (d – d’).
As'
As
Jumlah tulangan tarik tambahan As2 sama dengan jumlah tulangan
tekan As’, yaitu:
) ' .( .
' 1
2
d d fy
Mu Mu As
As
− − = =
φ (2.34)
2.3.3.3 Perhitungan Geser dan Torsi
Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Tahun 2002 pasal 13.3 ditentukan besarnya kekuatan gaya nominal sumbangan beton adalah:
d b f Vc c' w.
6 1
=
(2.35) atau besarnya tegangan yang dipikul beton adalah:
'
6 1
c
c f
v =
(2.36) Untuk penampang yang menerima beban aksial, besarnya tegangan yang mampu dipikul beton dapat dituliskan sebagai berikut:
⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎜ ⎝ ⎛
+ =
6 ' 14
1 f c
A P v
g u
(37)
Sedangkan besarnya tegangan geser yang harus dilawan sengkang adalah:
φvs =vu −φvc (2.38)
Besarnya tegangan geser yang harus dipikul sengkang dibatasi sebesar:
v f c
s '
3 2 max=
φ
(2.39) Untuk besarnya gaya geser yang mampu dipikul oleh penampang ditentukan dengan syarat sebagai berikut:
Vu ≤φVn (2.40)
dimana:
Vu = gaya lintang pada penampang yang ditinjau.
Vn = kekuatan geser nominal yang dihitung secara Vn = Vc + Vs Vc = kekuatan geser nominal sumbangan beton
Vs = kekuatan geser nominal sumbangan tulangan geser vu = tegangan geser yang terjadi pada penampang vc = tegangan geser nominal sumbangan beton
vs = tegangan geser nominal sumbangan tulangan geser
φ = faktor reduksi kekuatan = 0,75 b = lebar balok (mm)
d = tinggi efektif balok (mm) f’c = kuat mutu beton (Mpa)
Berdasarkan persamaan 2.86, tulangan geser dibutuhkan apabila
c
u v
v >φ . Besarnya tulangan geser yang dibutuhkan ditentukan dengan rumus berikut:
y c u v
f s b v v A
φ
φ ) .
( −
= (Vis dan Kusuma, 1997) (2.41) dimana:
Av = luas tulangan geser yang berpenampang ganda dalam mm2
s = jarak sengkang dalam mm
(38)
y c u v f b v v A φ
φ ) .1000
( −
= (Vis dan Kusuma, 1997) (2.42) dimana Av adalah luas tulangan geser yang berpenampang ganda untuk
tiap meter panjang yang dinyatakan dalam mm2. Namun apabila vu φvc
2 1
> harus ditentukan besarnya tulangan geser minimum sebesar (RSNI Tata Cara Perhittungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Tahun 2002):
y w v f s b A 3 = (2.43) dimana:
Av = luas tulangan geser yang berpenampang ganda dalam mm2
s = jarak sengkang dalam mm
Rumus ini juga dapat ditulis sebagai berikut: y w v f b A 3 1000 =
(Vis dan Kusuma, 1997) (2.44) dimana Av adalah luas tulangan geser yang berpenampang ganda untuk
tiap meter panjang yang dinyatakan dalam mm2.
Jarak sengkang dibatasi sebesar d/2, namun apabila ' 3 1
fc vs >
φ jarak
sengkang maksimum harus dikurangi setengahnya.
Perhitungan tulangan torsi dapat diabaikan apabila memenuhi syarat berikut: ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ < cp cp u p A fc T 2 12 ' φ (2.45) Suatu penampang mampu menerima momen torsi apabila memenuhi syarat: ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ 2 2 7 , 1 . oh h u w u A p T d b V
< '
3 2
fc vc φ
φ + (2.46)
Besarnya tulangan sengkang untuk menahan puntir ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
(39)
t
A =
θ
cot 2 o yv
n
f A
s T
(2.47)
dengan Tn =
φu
T
.
Sedangkan besarnya tulangan longitudinal yang harus dipasang untuk menahan puntir dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Al = ⎟⎟cot2θ
⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛
yt yv h t
f f p s A
(2.48) dimana:
Acp = luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm2
Ao = luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser, mm2
Aoh = luas yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi
terluar, mm2
At = luas satu kaki sengkang tertutup yang menahan puntir dalam
daerah sejarak s, mm2
Al = luas tulangan longitudinal yang memikul puntir, mm2
fyh = kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan geser, MPa
fyt = kuat leleh tulangan torsi lungitudinal, MPa
fyv = kuat leleh tulangan sengkang torsi, MPa
pcp = keliling luar penampang beton, mm
ph = keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi terluar, mm
s = spasi tulangan geser atau puntir dalam arah paralel dengan tulangan longitudinal, mm
2.3.4 Perencanaan Kolom
Perhitungan penampang beton yang mengalami beban lentur dan aksial dapat dibandingkan dengan diagram interaksi antara beban aksial dan momen (diagram interaksi P-M). Sesuai dengan RSNI Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Gedung tahun 2002 pasal 12.3(5) besarnya gaya aksial dibatasi sebagai berikut:
(40)
φPnmax = 0,85.φPo (2.49)
Untuk kolom dengan sengkang
φPnmax = 0,80.φPo (2.50)
dengan
Po = 0,85.fc’.(Ag – Ast) + fy.Ast (2.51)
Untuk perhitungan, besarnya beban aksial dan momen ditentukan sebagai berikut (Wahyudi dan Rahim, 1997):
Pn = Pu / φ (2.52)
Mx = (δbxMx2b + δsxMx2s) / φ (2.53)
My = (δbyMx2b + δsyMy2s) / φ (2.54)
Kapasitas kolom akibat lentur dua arah ( biaxial bending) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Boris Bresler berikut ini (Wahyudi dan Rahim, 1997):
Untuk Pn > 0,1Pno
uo uy ux
u P P P
P
1 1 1 1
− +
= atau
no ny nx
n P P P
P
1 1 1 1
− +
= (2.55)
dimana:
ux
P = Beban aksial arah sumbu x pada saat eksentrisitas tertentu
uy
P = Beban aksial arah sumbu y pada saat eksentrisitas tertentu
uo
P = Beban aksial maksimal
Sedangkan untuk Pn < 0,5Pno dapat digunakan rumus:
1
≤ +
y uy x ux
M M M M
atau
1
≤ +
oy ny ox nx
M M M M
(41)
Pengembangan dari persamaan di atas menghasilkan suatu bidang runtuh tiga dimensi dimana bentuk umum tak berdimensi dari metode ini adalah (Nawi, 1998):
1 2 1
= ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝
⎛ α α
oy ny ox
nx
M M M
M
(2.57) Besarnya α1 dan α2 menurut Bresler dapat dianggap sebesar 1,5
untuk penampang bujur sangkar, sedangkan untuk penampang persegi panjang nilai α bervariasi antara 1,5 dan 2,0 dengan harga rata-rata 1,75 (Wahyudi dan Rahim, 1997).
Dalam analisa kolom biaksial, dapat dilakukan konversi dari momen biaksial yang terdiri dari momen dua sumbu menjadi momen satu sumbu. Penentuan momen dan sumbu yang berpengaruh adalah sebagai berikut (Nawy, 1998):
1. Untuk Mny/Mnx > b/h
β β − +
= . .1
'
h b Mnx Mny
My (2.58)
2. Untuk Mny/Mnx≤b/h
β β − +
= . .1
'
b h Mny Mnx
Mx (2.59)
Kolom dapat dinyatakan sebagai kolom pendek bila (RSNI Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Gedung tahun 2002):
Untuk kolom tak bergoyang:
b b u
M M r
k
2 1
12 34−
< λ
(2.60) dengan M1b dan M2b adalah momen ujung berfaktor dari kolom, dengan
M1b < M2b. Bila faktor momen kolom = 0 atau Mu / Pu < emin, harga M2b
harus dihitung dengan eksentrisitas minimum,
emin = (15 + 0,03h) , dengan h dalam mm. (2.61)
Untuk kolom tak bergoyang: 22
< r kλu
(2.62) dimana:
(42)
kλu = panjang efektif kolom
r = radius girasi, diambil sebesar 0,3h atau 0,3b
Besarnya k didapat dari nomogram Jackson dan Moreland (Nawi, 1998) yang bergantung dari besarnya perbandingan kekakuan semua batang tekan dengan semua batang lentur dalam bidang (ψ).
∑
∑
= balok n kolom u EI EI ) / ( ) / ( λ λψ (2.63)
Apabila tidak menggunakan nomogram, besarnya k dapat dihitung dengan menggunakan ((Nawi, 1998) dan (Udiyanto, 2000)):
Untuk kolom tak bergoyang:
0 , 1 ) ( 05 , 0 7 ,
0 + + ≤
= A B
k ψ ψ (2.64)
0 , 1 05 , 0 85 ,
0 + min ≤
= ψ
k (2.65)
Untuk kolom bergoyang:
rata rata A
k= −ψ 1+ψ − 20
20
,untuk ψrata-rata < 2 (2.66) rata
rata
k=0,9 1+ψ − ,untuk ψrata-rata≥ 2 (2.67)
Apabila kolom termasuk kolom langsing, maka Nawi (1998) menyarankan menggunakan dua metode analisis stabilitas sebagai berikut: 1. Metode pembesaran momen (moment magnification method), dimana
desain kolom tersebut didasarkan atas momen yang diperbesar:
Mc = δM2 = (δbM2b + δsM2s) (2.68)
1 75 , 0 /
1− ≥
= c u m b P P C δ (2.69) 1 75 , 0 / 1 1 ≥ ∑ ∑ − = c u s P P
δ (2.70)
dimana
b
δ = faktor pembesar untuk momen yang didominasi oleh beban gravitasi M2b
s
δ = faktor pembesar terhadap momen ujung terbesar M2s akibat
beban yang menyebabkan goyangan besar Pc = beban tekuk Euler = π2 EI / (kλu)2
(43)
2 m
2 m
1 m 3 m
Pu = beban aksial pada kolom Cm = 0,6 0,4 0,4
2
1 ≥
+ M M
,dimana M1 ≤ M2 (2.71)
atau Cm diambil sama dengan 1,0 apabila kolom braced frame dengan
beban transversal atau M2 < M2min
Untuk nilai EI dapat digunakan persamaan:
d s s g
cI E I
E EI
β +
+ =
1
/ ) 5 / (
(2.72) atau dapat disederhanakan menjadi:
d g
cI
E EI
β + =
1 4 . 0
(2.73)
dimana
=
d
β momen beban mati rencana / momen total rencana ≤ 1,0 2. Analisis orde kedua yang memperhitungkan efek defleksi. Analisis ini
harus digunakan apabila kλu/r > 100
2.3.5 Perencanaan Tangga
Struktur tangga digunakan untuk melayani aksesibilitas antar lantai pada gedung yang mempunyai tingkat lebih dari satu. Tangga merupakan komponen yang harus ada pada bangunan berlantai banyak walaupun sudah ada peralatan transportasi vertikal lainnya, karena tangga tidak memerlukan tenaga mesin.
(44)
Adapun parameter yang perlu diperhatikan pada perencanaan struktur tangga adalah sebagai berikut :
- Tinggi antar lantai - Tinggi Optrede
- Tinggi Antrede - Lebar Bordes
- Jumlah anak tangga - Lebar anak tangga - Kemiringan tangga - Tebal selimut beton - Tebal pelat beton - Tebal pelat tangga
a
o
h
Gambar 2. 5 Pendimensian struktur tangga
Menurut Buku Diktat Konstruksi Bangunan Sipil karangan Ir. Supriyono
o = tan α x a (2.74)
2 x o + a = 61~ 65 (2.75)
dimana : o = optrade (langkah naik) a = antrede (langkah datar)
Langkah-langkah perencanaan penulangan tangga :
1. Menghitung kombinasi beban Wu dari beban mati dan beban hidup. 2. Menentukan tebal selimut beton, diameter tulangan rencana, dan tinggi
efektif arah x (dx) dan arah y (dy).
3. Dari perhitungan SAP 2000, didapatkan momen pada tumpuan dan lapangan baik pada pelat tangga maupun pada bordes.
(45)
Berdasarkan Buku CUR 1, langkah-langkah perhitungan tulangan pada pelat tangga adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang.
b. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan arah y.
c. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y. d. Membagi Mu dengan b x d2 ⎟
⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛
× 2
d b
Mu
(2.76) dimana b = lebar pelat per meter panjang
d = tinggi efektif
e. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan :
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝
⎛ − × ×
× × = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛
× f c
fy fy
d b
Mu
' 588
, 0 1
2 ρ φ ρ (2.78)
f. Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ< ρmak)
fy
4 , 1
min =
ρ (2.79)
fy c f fy
mak
' 85 , 0 600
450 × ×
+ × = β
ρ (2.80)
g. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan
(
6)
10
× × ×
= b d
As ρ (2.81)
2.3.6 Perencanaan Balok Perletakan Mesin dan Balok Pengatrol Mesin
Lift merupakan alat transportasi vertikal dalam gedung dari satu tingkat ke tingkat lain. Perencanaan lift disesuaikan dengan perkiraan jumlah lantai dan perkiraan jumlah pengguna lift. Dalam perencanaan lift, metode perhitungan yang dilakukan merupakan analisis terhadap konstruksi ruang tempat lift, balok perletakkan mesin, dan balok pengatrol lift.
(46)
Ruang landasan diberi kelonggaran supaya pada saat lift mencapai lantai paling bawah, lift tidak menumbuk dasar landasan, disamping berfungsi pula menahan lift apabila terjadi kecelakaan.
Langkah-langkah perencanaan balok perletakkan mesin dan balok pengatrol mesin :
1. Menghitung beban yang bekerja pada balok, berupa beban mati dan beban hidup.
2. Menghitung momen dan gaya lintang yang bekerja pada balok tersebut..
3. Menghitung penulangan balok.
• Tulangan utama
Berdasarkan Buku CUR 1, langkah-langkah perhitungan tulangan pada pelat tangga adalah sebagai berikut :
a. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang.
b. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan arah y.
c. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y. d. Membagi Mu dengan b x d2 ⎟
⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛
×d2
b Mu
(2.82) dimana b = lebar pelat per meter panjang
d = tinggi efektif
e. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan :
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝
⎛ − × ×
× × = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛
× f c
fy fy
d b
Mu
' 588
, 0 1
2 ρ φ ρ (2.83)
f. Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ< ρmak)
fy
4 , 1
min =
ρ (2.84)
fy c f fy
mak
' 85 , 0 600
450 ×
× + × = β
ρ (2.85)
g. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan
(47)
• Tulangan geser
Berdasarkan Rancangan Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung 2002, langkah-langkah perhitungan tulangan geser pada balok adalah sebagai berikut : a. Menghitung nilai kuat geser penampang atau gaya lintang yang
bekerja (Vu). (2.87)
b. Menghitung nilai kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton (Vc = × f'c×b×d
6 1
) (2.134) c. Memeriksa apakah diperlukan tulangan geser minimum
2
Vc ×
φ < Vu < φ×Vc (2.88) dimana φ = faktor reduksi geser = 0,75 (RSNI 2002)
d. Memeriksa apakah diperlukan tulangan geser
Vu > φ×Vc (2.89)
Bila kondisi (2.47) terjadi, maka : e. Mencari jarak tulangan geser (sengkang)
Syarat : s < d/2 (2.90)
f. Mencari luas tulangan geser minimum yang diperlukan (Avmin)
Avmin =
fy s b
× ×
3
dimana b = lebar balok (mm)
s = jarak tulangan geser (mm)
fy= tegangan leleh tulangan geser (Mpa) Bila kondisi (2.48) terjadi, maka :
g. Mencari jarak tulangan geser (sengkang)
Syarat : s < d/2 (2.91)
(48)
Vu-Vc = Vs (2.92) i. Mencari luas tulangan geser yang diperlukan (Av)
d fy
s Vs Av
× ×
= (2.93)
dimana : Vs = kuat geser tulangan geser (N) s = jarak tulangan geser (mm)
fy = tegangan leleh tulangan geser (Mpa) d = jarak tulangan geser (mm)
2.3.7 Perencanaan Dinding, Pelat lantai, dan Pelat Atap Basement
Struktur basement pada perencanaan ini difungsikan sebagai lahan parkir. Pada perencanaan ini struktur basement yang direncanakan meliputi dinding dan pelat lantai. Beban – beban yang diperhitungkan untuk perencanaan dinding basement adalah beban dari tekanan tanah yang nantinya beban tersebut di rubah menjadi beban merata pada dinding
basement, untuk perencanaan lantai basement beban yang diperhitungkan adalah beban dari daya dukung tanah dibawah basement.
Untuk perhitungan momen pada dinding basement dihitung dengan mengandaikan dinding basement sebagai balok kantilever per meter panjang dengan beban segitiga berupa tekanan total (tanah+air). Sedang momen untuk pelat lantai dan pelat atap basement dicari dengan rumus mengacu pada Buku CUR 1 seperti pada perencanaan pelat lantai bangunan di atas, yaitu :
a. Momen lapangan arah x (Mlx) = koef x Wu x lx2 (2.94) b. Momen lapangan arah y (Mly) = koef x Wu x lx2 (2.95) c. Momen tumpuan arah x (Mtx) = koef x Wu x lx2 (2.96) d. Momen tumpuan arah y (Mty) = koef x Wu x lx2 (2.97)
Untuk penulangan dinding dan pelat lantai, dan pelat atap basement dapat mengikuti prosedur yang sama dengan penulangan pelat lantai bangunan dan pelat tangga yang mengacu pada rumus-rumus dalam Buku CUR 1, yaitu :
(49)
H=4,3 m
LANTAI
BASEMENT DL
a. Menetapkan tebal penutup beton menurut Buku Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang.
b. Menetapkan diameter tulangan utama yang direncanakan dalam arah x dan arah y.
c. Mencari tinggi efektif dalam arah x dan arah y. d. Membagi Mu dengan b x d2 ⎟
⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛
×d2
b Mu
(2.98) dimana b = lebar pelat per meter panjang
d = tinggi efektif
e. Mencari rasio penulangan (ρ) dengan persamaan :
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜
⎝
⎛ − × ×
× × = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛
× f c
fy fy
d b
Mu
' 588
, 0 1
2 ρ φ ρ (2.99)
f. Memeriksa syarat rasio penulangan (ρmin < ρ< ρmak)
fy
4 , 1
min =
ρ (2.100)
fy c f fy
mak
' 85 , 0 600
450 ×
× + × = β
ρ (2.101)
g. Mencari luas tulangan yang dibutuhkan
(
As=ρ×b×d×106)
(2.102)Tegangan tanah
(50)
2.3.8 Perencanaan Struktur Bawah (Sub Structure)
Dalam merencanakan suatu struktur bawah dari konstruksi bangunan dapat digunakan beberapa macam tipe pondasi, pemilihan tipe pondasi didasarkan pada hal-hal sebagai berikut : (Sardjono, 1984)
• Fungsi bangunan atas
• Besarnya beban dan berat dari bangunan atas
• Keadaan tanah dimana bangunan tersebut akan didirikan
• Jumlah biaya yang dikeluarkan
Tipe pondasi yang sering digunakan dalam struktur bangunan antara lain pondasi telapak, dan pondasi kaison bor (sumuran).
Berdasarkan data tanah diketahui bahwa tanah keras terdapat pada kedalaman 6 - 7 m. Dalam perencanaan gedung hotel ini digunakan dua jenis tipe pondasi, yaitu pondasi kaison bor (sumuran).
A. Pondasi Kaison Bor (sumuran)
Penentuan daya dukung pondasi kaison ditinjau melalui dua cara, yaitu berdasarkan kekuatan bahan dan berdasarkan hasil sondir. Kekuatan bahan dihitung dengan menggunakan rumus : (PBI 1971)
σb = 0,33 x f’c (2.103)
Psumuran = σb x Ab (2.104)
dimana :
Psumuran = kekuatan pikul tiang yang diijinkan (kg)
f’c = mutu beton yang digunakan (Mpa)
σb = tegangan tekan tiang yang diijinkan (kg/cm2) Ab = luas penampang kaison (cm2)
Sedang perhitungan daya dukung menggunakan hasil sondir adalah sebagai berikut :
Rumus Terzaghi : (Hardiyatmo, 2003)
s b
ult Q Q
(51)
Qult =
(
qc×Ab) (
+ fs×As)
(2.106)SF Q Q ult
all = (2.107)
dimana :
ult
Q = kapasitas dukung ultimit (kg) qc = tahanan ujung (kg/cm2)
Ab = luas penampang kaison (cm2)
fs = faktor gesek satuan antara tanah dan dinding kaison (kg/cm) As = luas selimut kaison (cm2)
Qall = kapasitas dukung ijin (kg)
SF = safety factor (diambil 2,5)
Dari kedua hasil tersebut dipilih nilai terkecil sebagai nilai daya dukung batas.
Pada perencanaan pile cap, perlu dicek terhadap beban maksimum yang diterima pondasi dimana harus lebih kecil dari daya dukung batas. Rumus yang digunakan yaitu : (Buku Rekayasa Pondasi II)
Pmak = 2 2
x X M y
Y M n
Pv x y
Σ × ± Σ
× ± Σ
(2.108) dimana :
Pmax = beban maksimum yang diterima oleh pondasi (kg)
ΣPv = jumlah total beban normal/gaya aksial (kg)
Mx = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x
(kgm)
My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y
(kgm)
n = banyaknya tiang pondasi kaison (diambil = 1)
(52)
Y = ordinat terjauh kaison terhadap titik berat kaison (Y = 0)
Σx2 = jumlah kuadrat jarak ordinat-ordinat kaison (m2)
Σy2 = jumlah kuadrat jarak absis-absis kaison (m2)
Selain itu pada perencanaan pile cap perlu dicek tegangan pada
pile cap, yaitu dengan menggunakan rumus : (Buku Rekayasa Pondasi II)
σ =
lx Y M ly
X M A Pv
.
2
1× ± ×
± Σ
(2.109)
dimana :
σ = tegangan yang diterima oleh pondasi (kg/m2)
ΣPv = jumlah total beban normal/gaya aksial (kg)
Mx = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x
(kgm)
My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y
(kgm)
A = luas bidang pile cap (m2)
X =jarak dari titik berat pondasi ketitik di mana tegangan dihitung sepanjang respektif sumbu x (m)
Y =jarak dari titik berat pondasi ketitik di mana tegangan dihitung sepanjang respektif sumbu y (m)
lx = momen inersia terhadap sumbu x (m4) ly = momen inersia terhadap sumbu y (m4)
Pada pondasi kaison bor, perlu dicek terhadap guling, geser, dan tegangan tanah. Perhitungan cek guling, geser, dan tegangan tanah pada pondasi kaison dilakukan seperti pada struktur DPT, yaitu dengan
(1)
1.340.536.218
X PEKERJAAN LANTAI 6
1 Beton:
Lantai 140,47 m³
3.352.830
470.955.356 Balok ( 20/30 ) 2,63 m³ 2.347.447 6.166.273
Balok ( 30/40 ) 36,39 m³
2.586.848
94.141.602
Balok ( 40/60 ) 104,59 m³
5.050.705
528.251.252 Kolom ( h = 4.3 ) 96,92 m³ 1.330.266 128.932.051
Tangga 7,00 m³
2.466.706
17.266.944
Corelift 14,92 m³
4.415.916
65.885.467 4 Bongkar Bekisting ( 0.25 x Pasang Bekisting ) 1957,60 m³ 58.381 28.571.740
SUB TOTAL
1.340.170.685
XI PEKERJAAN LANTAI 7
1 Beton:
Lantai 140,47 m³
3.352.830
470.955.356
Balok ( 20/30 ) 2,63 m³
2.347.447
6.166.273 Balok ( 30/40 ) 36,00 m³ 2.586.848 93.126.523
Balok ( 40/60 ) 105,00 m³
5.050.705
530.324.062
Kolom ( h = 4.3 ) 96,92 m³
1.330.266
128.932.051 Tangga 7,00 m³ 2.466.706 17.266.944
Corelift 14,92 m³
4.415.916
65.885.467 4
Bongkar Bekisting ( 0.25 x Pasang Bekisting ) 1957,60 m³
58.381
28.571.740
SUB TOTAL 1.341.228.416
XII PEKERJAAN LANTAI 8
1 Beton:
Lantai 140,47 m³ 3.057.083 429.413.260
Balok ( 20/30 ) 2,63 m³
2.347.447
6.166.273 Balok ( 30/40 ) 36,00 m³ 2.586.848 93.126.523 Balok ( 40/60 ) 105,00 m³ 5.050.705 530.324.062
Kolom ( h = 4.3 ) 96,92 m³
1.330.266
128.932.051 Tangga 7,00 m³ 2.466.706 17.266.944 Corelift 14,92 m³ 4.415.916 65.885.467 4
Bongkar Bekisting ( 0.25 x Pasang Bekisting ) 1448,35 m³
58.381 21.139.165 SUB TOTAL 1.292.253.744
(2)
356
XIII PEKERJAAN LANTAI ATAP
1 Beton:
Lantai 140,29 m³
3.057.083
428.880.043
Balok ( 20/30 ) 2,63 m³
2.347.447
6.166.273 Balok ( 30/40 ) 36,00 m³ 2.586.848 93.126.523
Balok ( 40/60 ) 105,00 m³
5.050.705
530.324.062 4 Bongkar Bekisting ( 0.25 x Pasang Bekisting ) 1203,07 m² 58.381 17.559.197
SUB TOTAL 1.076.056.098
XIV PEKERJAAN DINDING BATU
BATA
Total pekerjaan dinding batu bata 13012,37 m³
49.620
645.669.084
SUB TOTAL 645.669.084
XV PEKERJAAN PLESTERAN
Total Pekerjaan Plesteran 14880,24 m³ 22.310 331.978.221
SUB TOTAL 331.978.221
XVI PEKERJAAN KUSEN PINTU +
JENDELA
Total Pekerjaan Kusen 4448,34 m³
4.889.120
21.748.477.839
XVII PEKERJAAN SANITASI
Memasang Kloset duduk 204,00 Unit
322.875
65.866.500 Memasang Wastafel 6,00 Unit
761.600
4.569.600 Memasang Bak Mandi Batu Bata 204,00 Unit
531.564
108.438.983 Memasang pipa Pvc Type AW ø 1/2˝ 1578,60 m'
7.920
12.502.512 Memasang Pipa Pvc Type AW ø 2˝ 1134,90 m'
53.305
60.495.277 Memasang Pipa Pvc Type Aw ø 3˝ 1134,90 m'
95.614 108.511.761 SUB TOTAL 360.384.633
XVIII PEKERJAAN KUNCI DAN KACA
Pasang Kunci Tanam Kamar Mandi 216,00 Buah
35.375
7.641.000 Pasang Engsel Pintu 874,00 Buah
13.889
12.138.768 Pasang Kaca tebal 5 mm 424,40 m²
52.685 22.359.514 SUB TOTAL 42.139.282
XIX PEKERJAAN PENUTUP LANTAI
Pasang Lantai Keramik 40 x 40 cm 1506,88 m²
73.521 110.787.181 SUB TOTAL 110.787.181
(3)
XX PEKERJAAN FINISHING
Pengecatan 78033,00 m²
13.497
1.053.211.401 Pasang Keramik 40 x 40 warna 1806,30 m²
73.521
132.801.163 Instalasi Listrik 1,00 lot
51.382.500
51.382.500
SUB TOTAL 1.237.395.064
TOTAL RAB GEDUNG 39.084.681.964
LUAS SELURUH LANTAI GEDUNG 1407,77 m²
(4)
358
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan menguraikan beberapa kesimpulan dari perencanaan Hotel Beringin di Salatiga, dan juga saran – saran tentang berbagai alternatif pemecahan masalah seputar perencanaan struktur gedung bertingkat tinggi di pusat perkotaan.
7.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil penulis dari data – data dan analisa perencanaan struktur yang telah dibahas pada bab – bab sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Suatu struktur bangunan yang kokoh dan kuat tapi juga efisien memerlukan suatu perencanaan struktur yang baik dengan menggunakan peraturan – peraturan perencanaan secara tepat dan benar.
2. Pemodelan dan pembebanan sangat berpengaruh terhadap benar atau tidaknya hasil perhitungan yang akan diperoleh. Kesalahan pada kedua hal tersebut mengakibatkan kesalahan pada dimensi akhir walaupun perhitungan yang telah dilakukan sudah benar.
3. Dalam perencanaan struktur bangunan atas, dari output SAP’2000 diperoleh hasil bahwa gaya – gaya elemen – elemen kolom mempunyai kecenderungan semakin kecil dari bawah ke atas. Oleh karena itu hendaknya kolom dibuat semakin mengecil dari lantai bawah ke lantai yang paling atas.
4. Dalam perencanaan balok diperoleh harga momen dan gaya lintang tiap – tiap lantai yang bervariasi. Dari harga yang berbeda – beda tersebut diambil harga – harga yang maksimum dan dikelompokkan untuk beberapa lantai dengan tujuan untuk memudahkan perhitungan.
5. Dalam perencanaan struktur bawah ( pondasi ) perlu digunakan data tanah dari hasil berbagai macam tes ( sondir, N-SPT, dll ) sebagai acuan dalam analisa struktur struktur pondasinya agar diperoleh perencanaan yang kuat, aman dan
(5)
efisien. Selain itu dalam pemilihan tipe pondasi kita perlu memperhatikan faktor lingkungan disekitar lokasi bangunan serta daya dukung tanahnya. 6. Perencanaan struktur bangunan tidak hanya meliputi aspek analisa strukturnya
saja, melainkan juga aspek biayanya ( RAB ) dan waktu pelaksanaannya, sehingga seorang perencana struktur diharapkan juga mampu membuat RAB, time schedule, kurva S, dan Net Work Planning yang baik, dengan meminimalkan biaya dan waktu pelaksanaan serta mutu yang optimal.
7.2 SARAN
Penulis juga bermaksud memberikan saran yang berkaitan dengan perencanaan struktur bangunan gedung kepada perencana struktur bangunan gedung khususnya rekan – rekan mahasiswa teknik sipil :
1. Sebelum merencanakan suatu struktur bangunan gedung hendaknya didahului dengan studi kelayakan agar pada perhitungan struktur nantinya dapat diperoleh hasil perencanaan yang memuaskan baik dari segi mutu, biaya, maupun waktu.
2. Diperlukan suatu koordinasi yang baik antara arsitek dan insinyur sipil dalam merencanakan suatu bangunan gedung agar hasil desain arsitek tidak menyulitkan insinyur sipil dalam aspek strukturnya. Hal ini disebabkan perencanaan suatu struktur bangunan gedung tidak hanya memandang aspek strukturnya saja, tetapi juga aspek arsitekturalnya. Dengan adanya komunikasi yang baik anmtara keduanya, diharapkan akan dihasilkan suatu struktur bangunan gedung yang memenuhi syarat – syarat keamanan struktur dan juga memiliki keindahan struktural.
3. Seorang perencana struktur hendaklah selalu mangikuti perkembangan
peraturan dan pedoman – pedoman standar dalam perencanaan struktur, sehingga bangunan yang dihasilkan nantinya selalu memenuhi persyaratan yang terbaru yang ada ( up to date ) seperti dalam hal peraturan perencanaan struktur tahan gempa, standar perencanaan struktur beton, dan sebagainya.
4. Pemilihan metode pelaksanaan maupun penggunaan bahan dan peralatan
berpedoman pada faktor kamudahan dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan, pengalaman tenaga kerjaserta segi ekonomisnya.
(6)
360
DAFAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Rancangan Standar Nasional Indonesia Tata
Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
Badan Standardisasi Nasional. 2003. Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI-1726-2003.
Departemen Pekerjaan Umum. 1991. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SKSNI T-15-1991-03.
Mosley, W.H dan Bungey, J.H. 1987. Perencanaan Beton Bertulang. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nawi, Edward G. 1998. Beton Bertulang: Suatu Pendekatan Dasar. Bandung: PT Refika Aditama. (penerjemah: Suryoatmono, Bambang)
Udiyanto. 2000. Menghitung Beton Bertulang. Semarang: Divisi Penerbitan Biro Pengembangan Profesionalisme Sipil Universitas Diponegoro
Vis,W.C dan Kusuma,Gideon H. 1997. Dasar-dasar Perencanaan Beton
Bertulang. Jakarta: Penerbit Erlangga
Vis,W.C dan Kusuma,Gideon H. 1993. Grafik dan Tabel Perhitungan Beton